ABSTRAK PENGARUH IMPLEMENTASI CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN INFORMASI Oleh : Nurwan NPM : 0611031013 Telepon : 081385495455 Email : [email protected] Pembimbing I : Saring Suhendro, S.E., M.Si, Akt. Pembimbing II : Yuztitya Asmaranti., S.E., M.Si. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah implementasi Corporate Governance berpengaruh terhadap pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan di Indonesia. Implementasi Corporate Governance dan pengungkapan informasi adalah dua subjek untuk melindungi investor dari asimetri informasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia yang mempublikasikan Annual Report selama tahun 2006 sampai tahun 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial, komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengungkapan informasi suatu perusahaan. Sedangkan variabel komite audit dan ROE tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan informasi suatu perusahaan. Pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan yang telah menerapankan Corporate Governance akan meningkatkan ketaatan perusahaan terhadap peraturan tentang pengungkapan informasi dan meningkatkan jumlah informasi yang diungkapkan. Semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh perusahaan maka sistem dan pengelolaan perusahaan tersebut semakin baik. Kata kunci : Corporate Governance, Kepemilikan Manajerial, Komisaris Independen, Komite Audit, ROE, dan Pengungkapan Informasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah Corporate Goverance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadburry Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang menentukan praktik Corporate Gorvernance di seluruh dunia. Cadburry menyatakan bahwa pengungkapan Corporate Governance penting untuk dilakukan, karena pengungkapan Corporate Governance yang akurat, tepat waktu, dan terbuka (transparan) akan menambah nilai (value) bagi semua kepentingan (stakeholders). Sebaliknya, tanpa adanya pengungkapan Corporate Governance yang jelas, para stakeholder tidak dapat mengetahui bahwa kegiatan pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh manajemen benar-benar untuk kepentingan mereka (Emirzon, 2006). Di Indonesia isu mengenai Corporate Governance mulai mengemuka pada tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan dan lamanya proses perbaikan. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya Good Corporate Governance. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah membentuk suatu komite pada tahun 1999 yang tugasnya merekomendasikan pedoman umum Good Corporate Governance yang pertama, yaitu Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG). Pembentukan komite ini berdasarkan Keputusan Menko Ekuin No: KEP/31/M.EKUIN/08/1999. Laporan tahunan (Annual Report) media utama penyampaian informasi oleh manajemen kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Laporan tahunan mengkomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya kepada pemegang saham, kreditor, dan stakeholders lainnya. Laporan tahunan merupakan mencakup hal-hal seperti pembahasan dan analisis manajemen, catatan kaki dan laporan pelengkap. Sehingga dalam laporan tahunan tersebut dapat diketahui seberapa kuat informasi pengungkapan yang diajukan oleh perusahaan. Pengungkapan dalam penyajian laporan keuangan berupa pelaporan keuangan, pernyataan manajemen atau informasi di luar lingkup pelaporan yang dibuat oleh perusahaan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, pengungkapan mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan mengenai hasil aktivitas unit usaha. Jadi pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan yang telah menerapankan Corporate Governance akan meningkatkan ketaatan perusahaan terhadap peraturan tentang pengungkapan informasi dan meningkatkan jumlah informasi yang diungkapkan. Semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan maka sistem dan pengelolaan perusahaan tersebut akan semakin baik. Pihak perusahaan sebagai pemilik informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh tidak akan memberikan seluruh informasi atas kepemilikannya, tetapi pihak pemegang kepentingan akan meminta manajemen memberikan informasi selengkapnya. Keinginan tersebut pada umumnya sangat sulit dipenuhi dikarenakan beberapa faktor seperti biaya penyajian informasi, keinginan manajemen menghindari risiko untuk terlihat kelemahannya, waktu yang digunakan untuk menyajikan informasi dan sebagainya. Dalam hal ini pengungkapan informasi merupakan upaya untuk melindungi hak-hak pemegang kepentingan karena dengan adanya pengungkapan informasi maka perusahaan akan bertindak sebaik mungkin dalam menjaminan atau melindungi kepentingan pihak investor dan sebagai bentuk transparansi yang dilakukan perusahaan untuk pencitraan dalam meningkatkan kepercayaan publik pada perusahaan. Mengingat pentingnya penerapan good corporate governance dan pengungkapan informasi berdasarkan dari uraian diatas maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “ Pengaruh Implementasi Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Informasi “. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan judul penelitian, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah : Apakah Corporate Governance mempengaruhi pengungkapan informasi dalam laporan tahunan ? 1.3 Batasan Masalah 1. Faktor-faktor yang diteliti yaitu Struktur kepemilikan Manajerial, Komisaris Independen, Komite Audit, ROE, dan Pengungkapan Informasi. 2. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2006 sampai 2010. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah implementasi Corporate Governance berpengaruh terhadap pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan di Indonesia. 1.4.2 Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh penerapan Good Corporate Governance terhadap pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan di Indonesia dan acuan untuk penelitian berikutnya. 2. Bagi Investor Membantu memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan dengan melihat penerapan Good Corporate Governance sehingga dapat mengambil keputusan investasi yang tepat. 3. Bagi Perusahaan Membantu memberikan gambaran tentang kinerja perusahaan, dalam hal ini penerapan Good Corporate Governance, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan di masa mendatang. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya. Organization for Economic Cooperation and Development (OCED) mendefinisikan Corporate Governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan (Mintara, 2008). FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) dalam Trihastuti Wordpress (2010) mendefinisikan tata kelola perusahaan (Corporate Governance) sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalilan perusahaan. Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: KEP-117/MMBU/2002, Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan etika. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) mendefinisikan Corporate Governance sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah perusahaan yang berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan pemegang kepentingan lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tata kelola perusahaan merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama ketiga kelompok dalam korporasi, yakni pemegang saham, dewan komisaris dan manajemen yang memiliki fungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan korporasi dalam rangka pencapaian target kinerjanya. 2.1.2 Kepemilikan Manajerial (Insider Ownership) Kepemilikan manajerial menunjukkan jumlah keseluruhan saham yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan. Nurlela (2008) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh direksi, manajer dan dewan komisaris. Kepemilikan manajerial terhadap perusahaan merupakan persentase suara yang berkaitan dengan saham dan option yang dimiliki oleh manajer dan direksi suatu perusahaan. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham yang besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah dan biaya keagenan yang rendah pula. Konflik keagenan yang rendah dapat direfleksikan dari tingginya tingkat perputaran aktiva perusahaan dan rendahnya beban operasi terhadap penjualan. Menurut Jensen & Meckling (1976) dalam Kusnadi (2011) konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil, dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Manajer memiliki kecenderungan untuk menggunakan kelebihan keuntungan yang diperoleh perusahaan untuk dikonsumsi dan digunakan untuk kepentingan opportunistic-nya. Karena mereka menerima manfaat dari kegiatan yang mereka lakukan tetapi tidak mau menanggung resiko dari biaya yang dikeluarkan, misalnya manajer cenderung untuk menggunakan hutang yang tinggi bukan untuk kepentingan memaksimalkan nilai perusahaan, tetapi lebih ditujukan untuk kepentingan opportunistic mereka. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah. Dengan demikian manajer perusahaan akan lebih banyak mengungkapkan informasi dalam rangka untuk meningkatkan citra perusahaan. 2.1.3 Peranan Dewan Komisaris Menurut Peraturan Bank Indonesia No: 8/4/PBI/2006, Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Sehubungan dengan ini, FCGI dalam Mintara (2008) menyatakan kriteria Komisaris Independen yang diambil dari kriteria otoritas bursa efek Australia tentang outside directors. Kriteria tentang Komisaris Independen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen; 2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan; 3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu; 4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut; 5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut; 6. Komisaris Independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut; 7. Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan. 8. Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Dewan Komisaris merupakan inti dari Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. 9. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen, maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. 2.1.4 Peranan Komite Audit Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, Komite Audit adalah Suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit. Dalam Keputusan Menteri BUMN No: KEP-103/MBU/2002, menyatakan bahwa Komite Audit adalah suatu badan yang berada dibawah komisaris yang sekurang-kurangnya minimal satu orang anggota komisaris, dan dua orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan yang bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun pelaporannya dan bertanggungjawab langsung kepada komisaris atau dewan pengawas. Hal tersebut senada dengan keputusan ketua Bapepam No: KEP-29/PM/2004 yang menyatakan bahwa Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Komite Audit beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari serta mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan. Pada umumnya, Komite Audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu: 1. Laporan Keuangan (Financial Reporting) Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang. 2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. 3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control) Komite audit bertanggungjawab untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. (www.cic-fcgi.org). 2.1.5 Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini. Profitabilitas suatu perusahaan dapat dinilai melalui berbagai cara tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya (Nurkhin, 2009). Terdapat beberapa pengukuran terhadap profitabilitas, antara lain: 1. Gross Profit Margin merupakan rasio untuk mengukur laba koto dibandingkan dengan volume penjualan. 2. Operating Profit merupakan rasio yang mengukur tingkat laba operasi dibandingkan dengan volume penjualan. 3. Net Profit Margin merupakan rasio yang mengukur laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan volume penjualan. 4. Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur tingkat penghasilan bersih yang diperoleh dari total aktiva perusahaan. 5. Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang mengukur tingkat penghasilan bersih yang diperoleh pemilik perusahaan atas modal yang diinvestasikan. 2.1.6 Pengungkapan Informasi Pengungkapan merupakan salah satu alat yang penting untuk mengatasi masalah keagenan antara manajemen dan pemilik, karena dipandang sebagai upaya untuk mengurangi asimetri informasi. Pengungkapan laporan keuangan dalam arti luas berarti penyampaian (release) informasi. Sedangkan menurut para akuntansi memberi pengertian secara terbatas yaitu penyampaian informasi keungan tentang suatu perusahaan di dalam laporan keuangan biasanya laporan tahunan. Tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan adalah pengungkapan yang cukup (adequate), wajar (fair), dan lengkap (full). Yang paling umum digunakan dari ketiga konsep diatas adalah pengungkapan yang cukup. Pengungkapan ini mencakup pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar laporan keuangan tidak menyesatkan. Wajar dan lengkap merupakan konsep yang lebih bersifat positif, pengungkapan yang wajar menunjukkan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan. Pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi yang relavan. Terlalu banyak informasi yang disajikan akan membahayakan karena penyajian rincian yang tidak penting justru akan mangaburkan informasi yang signifikan dan membuat laporan keuangan tersebut sulit dipahami. Oleh karena itu, pengungkapan yang tepat mengenai informasi yang penting bagi para investor dan pihak lainnya, hendaknya bersifat cukup, wajar dan lengkap. Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar dan regulasi, yaitu: 1. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclousure) merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik, 2. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) merupakan salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Dalam penelitian ini menggunakan peraturan Bapepam No. KEP-134/BL/2006 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa perusahaanperusahaan yang melaksanakan Corporate Governance akan memberikan lebih banyak informasi, dalam rangka mengurangi asimetri informasi. Informasi yang diberikan akan ditunjukkan dalam tingkat pengungkapan, semakin baik pelaksanaan Corporate Governance oleh suatu perusahaan, maka akan semakin banyak informasi yang diungkap. 2.1.7 Teori Keagenan (Agency Theory) Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara pihak pemegang saham dan pihak manajer perusahaan. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian. Adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak dapat menimbulkan konflik keagenan yaitu adanya kemungkinan manajer melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan/kepentingan principal, Masalah yang timbul ini biasa disebut sebagai masalah agensi. Dasar perlunya praktik pengungkapan laporan keuangan oleh manajemen kepada pemegang saham dapat dijelaskan melalui teori keagenan tersebut. Hubungan keagenan mewajibkan agen memberikan laporan periodik pada prinsipal tentang usaha yang dijalankan dan prinsipal akan menilai kinerja agennya melalui laporan keuangan yang disampaikan kepadanya. Oleh karena itu, dalam hubungan keagenan tersebut laporan keuangan merupakan sarana transparansi dan akuntabilitas manajemen (agen) kepada pemiliknya (principal). Secara empiris menurut Chow dan Boren (1987) dalam Khomsiyah (2003) banyak studi yang telah menguji bahwa pengungkapan laporan keuangan perusahaan dilakukan untuk mengendalikan konflik kepentingan antara pemegang saham, kreditur dan manajemen. Pandangan ini menunjukkan bahwa pengungkapan laporan keuangan ataupun laporan tahunan perusahaan erat kaitannya dengan hubungan keagenan antara manajemen dan pemilik. 2.1.8 Penelitian-penelitian Terdahulu Penelitian Ho dan Wong (2000) dalam Khomsiyah (2003) menunjukkan bahwa Indonesia, Thailand dan Jepang yang mempunyai tingkat transparansi yang rendah, merupakan negara yang mengalami volatile shocks yang lebih besar dibandingkan dengan negara yang mempunyai transparansi yang lebih tinggi (Hongkong, Singapura dan Taiwan). Pentingnya penelitian mengenai Corporate Governance dan pengungkapan informasi dapat ditinjau dari dua perspektif. Penelitian dilakukan untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip Corporate Governance, mengingat pentingnya peran Corporate Governance dalam struktur pengelolaan bisnis dan ekonomi moderen yang ditopang oleh pasar modal dan pasar uang. Penelitian yang dilakukan Khomsiyah (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan Corporate Governance dengan pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan. Semakin tinggi indeks implementasi Corporate Governance, semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan. Penelitian yang dilakukan Mintara (2008) implementasi Corporate Governance dan regulasi berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan informasi sementara struktur kepemilikan,dewan komisaris, ukuran perusahaan, komite audit dan profitabiltas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi. Hasil penelitian Munthaher (2009) menunjukan bahwa Corporate Governance mempengaruhi luas pengungkapan. Struktur kepemilikan, komisaris independen, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks pengungkapan, serta kualitas audit dan profitabilitas berpengaruh terhadap indeks pengungkapan dengan arah positif. Hasil penelitian Diyanti (2010) menemukan bahwa keempat variabel mekanisme Good Corporate Governance yaitu komposisi dewan komisaris independen, komposisi komite audit, struktur kepemilikan saham publik dan struktur kepemilikan saham manajerial berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan wajib sesuai dengan peraturan BAPEPAM. 2.2 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H1 : Struktur Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pengungkapan Informasi. H2 : Keberadaan Komisaris Independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pengungkapan Informasi. H3 : Komite Audit berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pengungkapan Informasi. H4 : Profitabilitas berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pengungkapan Informasi. 2.3 Rerangka Penelitian Adapun rerangka penelitian pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 1. Rerangka Penelitian Kepemilikan Manajerial (X1) H1 Komisaris Independen H2 (X2) Indeks Pengungkapan H3 Komite Audit (X3) Return On Equity (X4) (Y) H4 III. METODE PENELITIAN 3.1 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari perusahaan go public yang melakukan pengungkapan informasi dalam annual report-nya dan mempublikasikan pada website resmi perusahaan atau website BEI (www.idx.co.id) selama tahun 2006 sampai 2010. Data kepemilikan perusahaan dan ROE diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD). Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah kepemilikan Manajerial, komisaris independen, komite audit dan ROE. 3.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia selama 5 tahun berturut-turut, dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Kepemilikan Manajerial, Komisaris Independen, Komite Audit, Return On Equity (ROE), dan Pengungkapan Informasi. Metode yang digunakan dalam penarikan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan manufaktur harus tercatat di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun 2010 dan menerbitkan laporan keuangan. 2. Perusahaan manufaktur yang memiliki data kepemilikan manajerial dalam Indonesia Capital Directory Market (ICMD). 3. Perusahaaan manufaktur yang memiliki data kepemilikan manajerial selama lima tahun berturut-turut (2006 sampai 2010) 4. Data-data mengenai variabel penelitian yang akan diteliti tersedia lengkap dalam laporan keuangan tahunan (Annual Report) perusahaan yang dipublikasikan berturut-turut selama lima tahun (2006 sampai 2010). 3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dibedakan menjadi: 4.3.1 Variabel Independen Variabel Independen dalam persamaan ini meliputi; 1. Kepemilikan Manajerial Struktur kepemilikan saham atas perusahaan dalam penelitian ini menekankan pada proporsi kepemilikan manajerial. Merupakan suatu bentuk mekanisme Corporate Governance yang dapat menyamakan kepentingan pemilik, pengelola atau manajer perusahaan maupun pihak eksternal. Rumus yang digunakan untuk menghitung kepemilikan saham manajerial adalah: Jumlah Saham Manajerial Kepemilikan Manajerial = Total Saham Beredar 2. Komisaris Independen Dewan komisaris memiliki tugas sebagai pengawas dan pelaksana kebijakan strategis dalam perusahaan serta memberi nasehat kepada dewan direksi. Dalam penelitian ini menekankan pada komposisi keberadaan komisaris independen terhadap jumlah seluruh komisaris. Rumus yang digunakan untuk menghitung proporsi dewan komisaris adalah: Komisaris Independen Jumlah Komisaris Independen = Jumlah Dewan Komisaris 3. Komite audit Keberadaan komite audit merupakan salah satu kriteria penerapan Good Corporate Governance. Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya berasal dari luar emiten atau perusahaan publik. Rumus yang digunakan untuk menghitung proporsi komite audit adalah: Ukuran Komite Audit = Σ Jumlah Komite Audit 4. Profitabilitas Profitabilitas dalam penelitian ini akan menggunakan Return On Equity (ROE). ROE dipilih karena merupakan alat yang dapat menggambarkan kemampuan Profitabilitas perusahaan. ROE dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut: Laba Bersih Return On Equity (ROE) = Modal Pemilik 4.3.2 Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan informasi sukarela yang dilihat dari persentase indeks pengungkapan pada masing-masing perusahaan. Indeks Pengungkapan disini merupakan butir pengungkapan sukarela yang diatur dalam BAPEPAM No: KEP-134/BL/2006. Dengan menggunakan variabel dummy untuk mengetahui jumlah butir pengungkapan sukarela, nilai 1 jika butir pengungkapan dipenuhi dan nilai 0 jika butir pengungkapan tidak dipenuhi. Maka diperoleh 16 butir pengungkapan. Menghitung variabel dependen dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Indeks == Pengungkapan Jumlah butir pengungkapan informasi yang dipenuhi Jumlah butir pengungkapan informasi yang mungkin dipenuhi 4.4 Alat Analisis 3.4.1. Uji Asumsi Klasik Sebelum melakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik, pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi terpenuhinya asumsiasumsi dalam model regresi berganda dan untuk menginterpretasikan data agar lebih relevan dalam menganalisis. Pengujian asumsi klasik ini meliputi: a. Uji Normalitas Sebelum melakukan uji statistik langkah awal yang harus dilakukan adalah screening terhadap data yang akan diolah. Analisis regresi mensyaratkan datadata berdistribusi normal. Model regresi yang baik adalah regresi yang memiliki distribusi data yang normal. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk menguji normalitas digunakan beberapa cara yaitu melalui histogram, grafik dan melalui pengujian statistik melalui uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Dalam histogram residual berdistribusi normal dapat dilihat dari bentuk histogram yang simetris, tidak menceng ke kanan atau ke kiri. Dalam uji grafik yaitu normal probability plot, residual berdistribusi normal apabila plot menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, sebaliknya jika plot residual menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan melalui uji statistik Kolmogorov-Smirnov residual berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. b. Uji Multikolonieritas Multikolonieritas adalah suatu keadaan dimana variabel lain (independen) saling berkorelasi satu dengan yang lainnya. Persamaan regresi berganda yang baik adalah persamaan yang bebas dari adanya multikolonieritas antara variabel independen. Alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur ada tidaknya variabel yang berkolerasi adalah menggunakan alat uji atau deteksi VIF (Variabel Inflation Factor). Multikolonieritas terjadi jika nilai tolerance < 0,1 atau nilai VIF > 10. c. Uji Autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Untuk melihat adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson (D-W). d. Uji Heteroskedastisitas. Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot. Apabila titik-titik membentuk pola tertentu pada scatterplot, maka dapat disimpulkan terdapat heteroskedastisitas dan model regresi harus diperbaiki. Sedangkan jika titik-titik menyebar secara acak serta menyebar baik di atas maupun di bawah angka 0 sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas dan regresi dapat dipergunakan untuk memprediksi. 3.4.2 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Berdasarkan pembahasan teori, data penelitian, variabel-variabel penelitian, dan penelitian terdahulu maka bentuk persamaan regresi berganda penelitian ini menggunakan model sebagai berikut: IP = α + β1KM + β2KI + β3KA + β4ROE + e Keterangan : α β IP KM KI KA ROE e : Konstanta : Koefisien Regresi : Indeks Pengungkapan : Kepemilikan Manajerial : Komisaris Independen : Komite Audit : Profitabilitas (Return On Equity) : error term Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16.0. (Statistical Program For Social Science) dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05). Analisis terhadap hasil regresi dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dapat menjelaskan variabel terikat. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sangat terbatas, sebaliknya semakin besar nilai R2 maka makin besar kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat. 2. Uji signifikansi parameter individual Uji parameter individual menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/bebas secara individual dalam menjelaskan variabel terikat. Dengan memasukkan variabel KM (kepemilikan manajerial), KI (komisaris independen), AUD (komite audit), ROE (Return On Equity) dan IP (indeks pengungkapan) kemudian akan muncul hasil/output berupa angka pada kolom Sig. dalam tabel Coefficients, dari hasil pengujian didapat t hitung (t) dan tingkat signifikansi (Sig.) yang menunjukkan tingkat signifikan atau pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, angka ini akan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel KM (kepemilikan manajerial), KI (komisaris independen), KA (komite audit), ROE (Return On Equity) dan IP (indeks pengungkapan) secara terpisah. Pengujian hipotesis koefisien regresi dengan menggunakan uji t menggunakan SPSS pada tingkat kepercayaan 95% dan error 5%, dengan hipotesis yang diajukan: H1 : Struktur Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. H2 : Komisaris independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. H3 : Komite audit berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. H4 : ROE (Return On Equity) berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. Pengambilan keputusan (berdasarkan probabilitas): 1. H1, H2, H3,dan H4 diterima, jika P-value ≤ 0,05 2. H1, H2, H3 dan H4 ditolak, jika P-value > 0,05 IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Perusahaan yang menjadi objek penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 sampai tahun 2010. Sektor manufaktur dipilih karena perusahaan-perusahaan pada sektor ini banyak bersinggungan langsung dengan sumber daya alam mulai dari proses penyediaan bahan baku, proses produksi hingga produk sampingan yang berupa limbah produksi yang akan berdampak langsung dengan lingkungan dimana perusahaan melakukan operasinya. Selain itu perusahaan manufaktur memiliki jumlah perusahaan yang listing paling banyak dibandingkan dengan sektor usaha lain. Sektor ini merupakan sektor yang memiliki cakupan stakeholder paling luas yang meliputi investor, kreditor, pemerintah, dan lingkungan sosial sehingga perlu melakukan pengungkapan informasi. Dalam penelitian ini objek penelitian dipilih dengan metode purposive sampling dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Objek penelitian dipilih dari perusahaan manufaktur yang terdaftar pada website BEI dan perusahaan yang memiliki data kepemilikan manajerial dalam Indonesia Capital Directory Market (ICMD). Kemudian dipilih perusahaan yang mempublikasikan Annual Report selama lima tahun berturut-turut (2006 sampai 2010). Jumlah perusahaan sampel yang digunakan ada 11 perusahaan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data Time Series selama lima tahun (2006 sampai 2010). Sehingga jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah lima puluh lima (n=55). Tabel 2.Perusahaan Sampel No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 4.2 Nama Perusahaan Kode AKR Corporindo Tbk Barito Pacific Tbk Dynaplast Tbk Intraco Penta Tbk Lautan Luas Tbk Lionmesh Prima Tbk Mandom Indonesia Tbk Metrodata Electronics Tbk Perdana Bangun Pusaka Tbk Sorini Agro Asia Corporindo Tbk Ultra Jaya Milk Tbk AKRA BRPT DYNA INTA LTLS LMSH TCID MTDL KONI SOBI ULTJ Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan penjelasan mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi dari variabel-variabel independen dan variabel dependen. Tabel 3. Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics KM KI KA ROE IP Valid N (listwise) N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 55 55 55 55 55 55 .01 .25 2.00 -49.81 .06 7.81922 .08148 .36882 11.69135 .14657 25.61 .66 4.00 26.75 .56 4.8485 .3595 3.1091 7.9171 .3114 Berdasarkan Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jumlah pengamatan pada perusahaan manufaktur dalam penelitian ini sebanyak 55 observasi. Variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai minimum sebesar 0,01 dan nilai maksimum 25,61 serta nilai rata-rata (mean) adalah 4,8485, ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kepemilikan manajerial pada perusahaan manufaktur cukup rendah. Komisaris Independen memiliki nilai minimum sebesar 0,25 dan nilai maksimum 0,66 serta nilai rata-rata (mean) adalah 0,3595, ini menunjukan bahwa sudah sesuai dengan Peraturan Bapepam nomor IX.I.52 dimana jumlah komisaris independen di dalam komposisi dewan komisaris wajib proporsional dengan saham yang dimiliki oleh pemegang saham bukan pengendali, dengan ketentuan bahwa jumlah komisaris independen wajib mewakili sedikitnya 30% dari jumlah dewan komisaris. Komite audit memiliki nilai minimum sebesar 2 orang dan nilai maksimum 4 orang dan nilai rata-rata (mean) adalah 3 orang, ini menunjukan bahwa telah sesuai dan memenuhi Peraturan Bapepam nomor IX.I.5 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 8/4/PBI/2006 dimana komite audit terdiri dari minimal 3 orang dimana minimal 1 orang komisaris independen sebagai ketua komite audit, minimal 1 orang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi dan minimal 1 orang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan. Variabel ROE (Return On Equity) memiliki nilai minimum -49,81, nilai maksimum 26,75 dan rata-rata (mean) 7,9171. Walaupun ada return yang negatif namun sebagian besar perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI memiliki ROE yang positif. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ROE yang positif. Variabel indeks pengungkapan sukarela memiliki nilai minimum 0,06 dan nilai maksimum 0,56 serta nilai rata-rata (mean) 0,3114. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan melakukan 5 sampai 6 informasi pengungkapan tiap tahunnya. Dengan jumlah terkecil sebanyak 1 informasi pengungkapan dan jumlah terbesar sebanyak 9 informasi pengungkapan. 4.3 Uji Asumsi Klasik Model Regresi dapat dikatakan menghasilkan suatu estimator yang baik apabila memenuhi asumsi-asumsi yang sangat berpengaruh pada perubahan variabel dependen. Berikut adalah penjelasan mengenai uji asumsi klasik yang telah dilakukan dalam penelitian ini: 4.3.1 Uji Normalitas Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah nilai residual atau error term yang digunakan dalam penelitian adalah nilai residual atau error term yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji nilai residual atau error term tersebut dalam penelitian digunakan analisis grafik yaitu Normal Probability Plot. Gambar 2. Hasil Uji Normalitas Dari grafik histogram tampak bahwa residual terdistribusi secara normal dan berbentuk simetri, tidak menceng ke kanan atau ke kiri. Uji yang kedua menggunakan uji normal probability plot, gambar 3 merupakan hasil uji normal probability plot sebagai berikut: Gambar 3. Hasil Uji Normalitas (Grafik) Grafik plot di atas menggambarkan bahwa nilai residual atau error term berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari gambar grafik yang menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. 4.3.2 Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Penelitian yang mengandung multikolonieritas akan berpengaruh terhadap hasil penelitian sehingga penelitian menjadi tidak berfungsi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolonieritas. Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor atau VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi. Nilai cut-off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau VIF > 10. Sehingga data yang tidak terkena mulkolinearitas memiliki nilai tolerance > 0,10 atau VIF < 10. Tabel 4. Hasil Uji Multikolonieritas Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 B Std. Error Standardized Coefficients Beta Collinearity Statistics t Sig. Tolerance VIF (Constant .021 ) .164 KM .007 .002 .358 2.769 .008 .974 1.027 KI .509 .252 .284 2.022 .049 .826 1.211 KA .024 .054 .061 .449 .656 .883 1.132 .002 -.018 -.141 .889 .946 1.057 ROE .001 a. Dependent Variable: IP .131 .897 Hasil pengujian tolerance menunjukan tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance < 0,10. Hasil perhitungan VIF juga menunjukan bahwa tidak ada satu variabel bebas yang memiliki nilai VIF > 10. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antara variabel dalam model regresi. 4.3.3 Uji Autokorelasi Salah satu penyimpangan asumsi penting dalam multiple regression adalah adanya autocorrelation (autokorelasi), yaitu adanya hubungan yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian tertentu (seperti pada data time series). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi ini menggunakan uji statistik Durbin-Watson. Tabel 5. Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model R 1 .432a R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .187 .122 .13711 1.735 a. Predictors: (Constant), ROE, KM, KA, KI b. Dependent Variable: IP Dari tabel diatas dapat diketahui DW sebesar 1,735 dari jumlah sampel 55 dengan variabel berjumlah 4 ( n = 55, k = 4 ) dan tingkat signifikansi 0,05. Dengan data tersebut maka batas dL = 1,413 dan dU = 1,724. Table 6. Interpretasi Hasil Autokolerasi Durbin-Watson Nilai d Keterangan 0 < d < 1,413 ada autokorelasi 1,413 < d < 1,724 no decision 2,587 < d < 4 ada autokorelasi 2,276 < d < 2,587 no decision 1,724 < d < 2,276 tidak ada autokorelasi Dari hasil pengujian autokorelasi di atas, maka dapat dinyatakan hasil uji autokorelasi dengan nilai Durbin-Watson sebesar 1,735 dimana nilai d lebih dari 1,724 dan kurang dari 2,276. Hal ini berarti hasil pengujian menghasilkan kesimpulan bahwa tidak terjadi autokorelasi. 4.3.4 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan apakah dalam model regresi terjadi kesamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk melihat ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dengan grafik scatterplot dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jika diagram pencar yang ada membentuk diagram tertentu yang teratur atau menumpuk dalam satu tempat maka regresi mengalami heteroskedastisitas. 2. Jika diagram pencar tidak membentuk suatu pola atau menyebar secara acak baik di atas maupun di bawah angka 0 sumbu Y maka regresi tidak mengalami heteroskedastisitas. Gambar 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan scatterplot dalam penelitian ini, dari grafik scatterplot terlihat bahwa diagram pencar tidak membentuk pola tertentu tetapi menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan regresi dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas. 4.4 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji regresi linear berganda pada tingkat keyakinan 95%. 4.4.1 Koefisien Determinasi (Goodness of Fit Test) Goodness of Fit Test bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan terbaik dalam model analisis regresi yang dinyatakan dalam koefisien determinasi majemuk (R2). Koefisien determinasi ( R2 ) pada intinya melihat atau mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Apabila R2 = 1 berarti variabel independen bebas berpengaruh secara sempurna terhadap variabel dependen. Begitu juga sebaliknya, apabila R2 = 0 berarti variabel independen tidak bebas berpengaruh terhadap variabel dependen. Namun banyak peneliti menganjurkan menggunakan Adjusted R Square, hal ini dikarenakan nilai Adjusted R Square dapat naik dan turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model. Tabel 7. Hasil Uji Goodness of Fit Test Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square a 1 .432 .187 .122 a. Predictors: (Constant), ROE, KM, KA, KI b. Dependent Variable: IP Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .13711 1.735 Berdasarkan pengujian regresi yang dilakukan, diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,122 yang menunjukkan bahwa variabel independen yang terdiri dari kepemilikan manajerial, komisaris independen komite audit dan ROE mampu menjelaskan variabel dependen indek pengungkapan sebesar 12% sedangkan sisanya sebesar 88% dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model regresi ini. 4.4.2 Uji Signifikansi Parameter Individual Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Pengujian hipotesis koefisien regresi dengan menggunakan uji t pada tingkat kepercayaan 95% dengan hipotesis yang diajukan, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 8. Hasil Uji Statistik t Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 B Std. Error Standardize d Coefficient s Beta Collinearity Statistics t Sig. .131 .897 Tolerance VIF (Constant) .021 .164 KM .007 .002 .358 2.769 .008 .974 1.027 KI .509 .252 .284 2.022 .049 .826 1.211 KA .024 .054 .061 .449 .656 .883 1.132 .002 -.018 -.141 .889 .946 1.057 ROE .001 a. Dependent Variable: IP Dari hasil pengujian di atas maka dapat disusun suatu persamaan regresi berganda sebagai berikut: IP = 0,021 + 0,007KM + 0,509KI + 0,024KA + 0,001ROE + e 1. Koefisien konstanta berdasarkan hasil regresi adalah 0,021 dengan nilai positif, ini dapat diartikan bahwa IP akan bernilai 0, 021 jika KM, KI , KA dan ROE masing-masing bernilai 0. Nilai itu berarti IP akan ada meskipun tidak dipengaruhi oleh KM, KI , KA dan ROE. 2. Koefisien regresi 0,007 menyatakan bahwa setiap penambahan satu persen variabel KM, maka akan menambah tindakan pengungkapan informasi tahunan perusahaan sebesar 0,007. 3. Koefisien regresi 0,509 menyatakan bahwa setiap penambahan satu persen variabel KI, maka akan menambah tindakan pengungkapan informasi laporan tahunan perusahaan sebesar 0,509. 4. Koefisien regresi 0,024 menyatakan bahwa setiap penambahan satu persen variabel KA, maka akan menambah tindakan pengungkapan informasi laporan tahunan perusahaan sebesar 0,024. 5. Koefisian regresi 0,001 menyatakan bahwa setiap penambahan satu persen variabel ROE, maka akan menambah tindakan pengungkapan informasi laporan tahunan perusahaan sebesar 0,001. 4.5 Pembahasan Tabel 9. Hasil Pengujian Hipotesis Hipotesis H1: Struktur Kepemilikan Manajerial (insider ownership) berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi. H2: Komisaris Independen berpengaruh berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi. H3: Komite Audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi. H4: ROE (Return On Equity) berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi. Signifikansi Hasil Uji Keputusan Signifikansi 0,05 0,008 Diterima 0,05 0,049 Diterima 0,05 0,656 Ditolak 0,05 0,889 Ditolak 4.5.1 Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial terhadap Pengungkapan Informasi. Hipotesis pertama menyatakan bahwa kepemilikan Manajerial (KM) memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan informasi. Hasil penelitian menunjukkan α sebesar 0,008 (α < 0,05) dengan koefisien regresi bertanda positif. Artinya, kepemilikan Manajerial secara positif berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan melakukan pengungkapan informasi laporan keuangan dipengaruhi antara lain oleh kepemilikan manajerial (KM). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Khomsiyah (2003) Nasir dan Abdullah (2005) dan Diyanti (2010) menyatakan bahwa struktur kepemilikan saham berpengaruh positif secara signifikan terhadap tingkat kepatuhan pada pengungkapan, semakin besar kepemilikan saham manajer maka akan dapat mempengaruhi pengungkapan dalam laporan keuangan suatu perusahaan karena manajemen telah memiliki peran ganda yaitu sebagai pengelola perusahaan dan sebagai pemegang saham. Hasil ini juga mendukung teori keagenan dimana perusahaan yang memiliki kepemilikan manajemen semakin besar cenderung untuk lebih banyak melakukan pengungkapan informasi, karena kepemilikan manajerial yang tinggi akan membuat manajer lebih peduli tentang kepentingan pemegang saham dan opsi saham. Sehingga dapat menurunkan biaya keagenan dan meningkatkan pengungkapan informasi, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan citra perusahaan. 4.5.2 Pengaruh keberadaan Komisaris Independen terhadap Pengungkapan Informasi Penelitian ini menunjukkan bahwa komisaris independen (KI) berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi. Hal ini ditunjukkan dengan α sebesar 0,049 (α < 0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai hubungan yang positif yaitu ditunjukkan dari nilai koefisien regresi dan nilai t hitung yang positif, hal ini menunjukkan semakin besar proporsi komisaris independen maka tingkat pengawasan manajerial akan semakin efektif dan kemudian perusahaan lebih banyak melakukan pengungkapan informasi. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Diyanti (2010) menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap tingkat kepatuhan perusahaan pada pengungkapan informasi. Dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk mengontrol perilaku oportunistik manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang saham terutama dalam kepentingan pemegang saham minoritas. Sesuai dengan fungsi anggota komisaris independen berperan dalam mengawasi direksi perusahaan dalam mencapai kinerja dalam business plan dan memberikan nasehat kepada Direksi mengenai penyimpangan pengelolaan usaha yang tidak sesuai dengan arah yang ingin dituju oleh perusahaan, serta memantau penerapan dan efektivitas dari praktek GCG dan pengungkapan informasi laporan keuangan perusahaan. 4.5.3 Pengaruh Komite Audit terhadap Pengungkapan Informasi Penelitian ini menyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi. Hal ini ditunjukkan dengan α sebesar 0,656 (α > 0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik tidak diperoleh nilai hubungan yang signifikan nilai koefisien regresi dan nilai t hitung, hal ini dikarenakan jumlah komite audit relatif sama setiap tahunnya walaupun jumlah pengungkapan informasi mengalami perubahan. Penelitian ini didukung penelitian Khomsiyah (2003), yang menyatakan bahwa komite audit merupakan salah satu butir dalam penyelenggaraan Good Corporate Governance. Semakin meningkatnya kepatuhan dan kesadaran akan pentingnya Good Corporate Governance akan menyebabkan proporsi komite audit semakin mendekati homogen yang mengakibatkan tidak adanya perubahan yang berarti dalam proporsi anggota setiap tahunnya. Selain itu diperkirakan adanya kinerja yang kurang baik dari seluruh anggota komite audit dalam melaksanakan tugasnya. 4.5.4 Pengaruh ROE (Return On Equity) terhadap Pengungkapan Informasi. Penelitian ini menyatakan bahwa nilai α dari ROE sebesar 0,889 (α > 0,05). Maka ROE tidak berhasil memberikan bukti yang menyatakan adanya pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan informasi. Hal ini bertentangan dengan teori dasarnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi ROE suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat pengungkapan yang diberikan oleh perusahaan (Mintara, 2008). Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini (2006) yang menyatakan bahwa pengungkapan informasi perusahaan justru memberikan kerugian kompetitif (competitive disadvantage) karena perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan pengungkapan informasi tersebut. V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari struktur kepemilikan manajerial, komisaris independen, komite audit dan ROE terhadap pengungkapan informasi laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 sampai 2010. Berdasarkan hasil dan analisis data maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. Komisaris independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. Komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. ROE (Return On Equity) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan informasi. Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian dengan hasil yang lebih baik, yaitu: 1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya mencakup perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada rentang tahun penelitian yaitu dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Sehingga kesimpulan dari penelitian ini mungkin akan berbeda jika menggunakan sampel perusahaan pada sektor lain. 2. Variabel-variabel yang dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh terhadap pengungkapan informasi ada berbagai macam, tapi dalam penelitian ini hanya menggunakan empat variabel independen sehingga masih kurang dapat menjelaskan variabel dependen. 5.2 Saran Dari hasil penelitian ini, penulis menyampaikan saran sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah sampel penelitian dan tidak terbatas hanya pada sektor perusahaan manufaktur saja sehingga diharapkan dapat meningkatkan generalisasi hasil penelitian. Penambahan variabel-variabel lain sehingga dapat lebih menjelaskan pengaruhnya terhadap pengungkapan informasi perusahaan. Memperluas penelitian dengan cara memperpanjang periode penelitian dengan menambah tahun pengamatan untuk penelitian yang akan datang. Item-item pengungkapan informasi perusahaan hendaknya senantiasa dikembangkan sesuai dengan perkembangan peraturan yang ada. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, R.R. 2006. Pengungkapan Informasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Benardi, Meliana., Sutrisno dan Prihat Assih. 2009. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Luas Pengungkapan dan Implikasinya terhadap Asimetri Informasi (Studi pada Perusahaan-Perusahaan Sektor Manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XII. Palembang. Cipta, A.P. 2008. Hubungan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang dan Nilai Perusahaan (Studi atas Perusahaan yang termasuk dalam LQ 45 tahun 2006 yang terdaftar di BEJ). Skripsi Kristen Petra. Surabaya. Diyanti, Ferry. 2010. Mekanisme Good Corporate Governance, Karakteristik Perusahaan dan Mandatory Disclosure: Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tesis Universitas Brawijaya. Malang Djalil, S.A. 2000. Good Corporate Governance. Artikel Komite National Corporate Governance (KNCG) disampaikan pada Seminar Corporate Governance. Universitas Sumatra Utara. Medan. Dyah, Isnani. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Lingkungan Hidup dalam Laporan Tahunan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Proper yang Terdaftar di BEI). Universitas Brawijaya. Malang. Emirzon, Joni. 2006. Regulatory Driven dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance pada Perusahaan di Indonesia. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006. Universitas Sriwijaya. Palembang. Faizal. 2004. Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi VII. Bali. Ghozali, I.M. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ismoyowati, N.T. 2011. Pengaruh Indeks Corporate Governance, Struktur Kepemilikan, dan Dewan Komisaris, terhadap Luas Pengungkapan Informasi Sukarela dalam Laporan Tahunan (Studi Kasus Pada Perusahaan Go Public di Indonesia Tahun 2003-2007). Skripsi Universitas Diponogoro. Semarang. Kaihatu, T.S. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.8, No. 1, Maret 2006: 1-9. Surabaya. Kusnadi. 2010. Pengaruh Insiders Ownership, Institutional Investor, Profitabilitas dan Stuktur Aset terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009. Skripsi Universitas Lampung. Lampung. Khomsiyah. 2003. Hubungan Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi: Pengujian Secara Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. Lestariningsih, 2008. Peranan Penerapan Good Corporate Governance dalam Pengembangan Perusahaan Publik. Jurnal Spirit Publik Vol. 4, No. 2, Oktober 2008 Hal. 113 – 122. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Mintara. Y.H. 2008. Implementasi Corporate Governance dan Regulasi terhadap Pengungkapan Informasi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Muthaher, Osmad. 2010. Pengaruh Implementasi Corporate Governance Terhadap Kualitas Pengungkapan. Artikel Universitas Islam Sultan Agung. Semarang. Nurkhin, Ahmad. 2009. Corporate Governance dan Profitabilitas; Pengaruhnya terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia). Tesis Universitas Diponogoro. Semarang. Rini, A.K. 2010. Analisis Luas Pengungkapan Corporate Governance dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Skripsi Universitas Diponogoro. Semarang. Sabeni, Arifin, (2002), An Empirical Analysis of The Relation between The Board of Director’s Composition and The Level of Voluntary Disclosure, Makalah Simposium Nasional Akuntansi ke V. Semarang. Sembiring, E.R, 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII.Solo. Suhardjanto, Djoko, 2010. Corporate Governance dan Ketaatan Pengungkapan Wajib pada Badan Usaha Milik Negara. Junal Keuangan dan Perbankan, Vol.16. Surakarta. Sulyanti, N.H. 2011. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Tingkat Leverage, Kesempatan Investasi dan Konsentrasi Kepemilikan terhadap Kualitas Implementasi Good Corporate Governance. Skripsi Universitas Diponogoro. Semarang. Tanor, L.A. 2009. Pentingnya Pengungkapan (Disclosure) Laporan Keuangan dalam Meminimalisasi Asimetri Informasi. Jurnal FORMAS, Vol.2, No.2, Juni 2009: 287-294. Manado. Wardhani, Ratna. 2006. Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami Permasalahan Keuangan (Financially Distressed Firms). Simposium Nasional Akuntansi IX.Padang. http://www.bapepam.go.id/old/hukum/peraturan/X/X.K.6.pdf. http://www.fcgi.or.id/corporate-governance/articles/86-corporate-governance-ina-modern-economy-what-is-happening-in-the-world.html. http://www.pusri.co.id/gcg/prinsip-gcg. http://www.efry-day.blogspot.com/profitabilitas. http://www.trihastutie.wordpress.com/2010/11/01/good-corporate-governance-2. 08:10 http://www.informasi-training.com/good-corporate-governance-gcg-teori-danpraktek. 16:30 http://rickypuspito.blogspot.com/2012/02/macam-macam-variabel-dalampenelitian.html 18:48