Pengungkapan merupakan salah satu alat yang penting untuk

advertisement
ABSTRAK
PENGARUH IMPLEMENTASI CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP PENGUNGKAPAN INFORMASI
Oleh :
Nurwan
NPM : 0611031013
Telepon : 081385495455
Email : [email protected]
Pembimbing I : Saring Suhendro, S.E., M.Si, Akt.
Pembimbing II : Yuztitya Asmaranti., S.E., M.Si.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah implementasi Corporate
Governance berpengaruh terhadap pengungkapan informasi dalam laporan
tahunan perusahaan di Indonesia. Implementasi Corporate Governance dan
pengungkapan informasi adalah dua subjek untuk melindungi investor dari
asimetri informasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder dari perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia yang
mempublikasikan Annual Report selama tahun 2006 sampai tahun 2010.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial,
komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
pengungkapan informasi suatu perusahaan. Sedangkan variabel komite audit dan
ROE tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan informasi suatu
perusahaan.
Pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan yang telah
menerapankan Corporate Governance akan meningkatkan ketaatan perusahaan
terhadap peraturan tentang pengungkapan informasi dan meningkatkan jumlah
informasi yang diungkapkan. Semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh
perusahaan maka sistem dan pengelolaan perusahaan tersebut semakin baik.
Kata kunci : Corporate Governance, Kepemilikan Manajerial, Komisaris
Independen, Komite Audit, ROE, dan Pengungkapan Informasi
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah Corporate Goverance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee
tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadburry Report. Laporan ini
dipandang sebagai titik balik (turning point) yang menentukan praktik Corporate
Gorvernance di seluruh dunia. Cadburry menyatakan bahwa pengungkapan
Corporate Governance penting untuk dilakukan, karena pengungkapan Corporate
Governance yang akurat, tepat waktu, dan terbuka (transparan) akan menambah
nilai (value) bagi semua kepentingan (stakeholders). Sebaliknya, tanpa adanya
pengungkapan Corporate Governance yang jelas, para stakeholder tidak dapat
mengetahui bahwa kegiatan pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh
manajemen benar-benar untuk kepentingan mereka (Emirzon, 2006).
Di Indonesia isu mengenai Corporate Governance mulai mengemuka pada tahun
1998 ketika Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan dan lamanya proses
perbaikan. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya Good Corporate Governance. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah adalah membentuk suatu komite pada tahun 1999 yang
tugasnya merekomendasikan pedoman umum Good Corporate Governance yang
pertama, yaitu Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG).
Pembentukan komite ini berdasarkan Keputusan Menko Ekuin No:
KEP/31/M.EKUIN/08/1999.
Laporan tahunan (Annual Report) media utama penyampaian informasi oleh
manajemen kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Laporan tahunan
mengkomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya kepada pemegang
saham, kreditor, dan stakeholders lainnya. Laporan tahunan merupakan mencakup
hal-hal seperti pembahasan dan analisis manajemen, catatan kaki dan laporan
pelengkap. Sehingga dalam laporan tahunan tersebut dapat diketahui seberapa
kuat informasi pengungkapan yang diajukan oleh perusahaan. Pengungkapan
dalam penyajian laporan keuangan berupa pelaporan keuangan, pernyataan
manajemen atau informasi di luar lingkup pelaporan yang dibuat oleh perusahaan.
Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, pengungkapan mengandung arti
bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan mengenai
hasil aktivitas unit usaha.
Jadi pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan yang telah
menerapankan Corporate Governance akan meningkatkan ketaatan perusahaan
terhadap peraturan tentang pengungkapan informasi dan meningkatkan jumlah
informasi yang diungkapkan. Semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh
perusahaan dalam laporan tahunan maka sistem dan pengelolaan perusahaan
tersebut akan semakin baik. Pihak perusahaan sebagai pemilik informasi tentang
operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh tidak akan memberikan
seluruh informasi atas kepemilikannya, tetapi pihak pemegang kepentingan akan
meminta manajemen memberikan informasi selengkapnya. Keinginan tersebut
pada umumnya sangat sulit dipenuhi dikarenakan beberapa faktor seperti biaya
penyajian informasi, keinginan manajemen menghindari risiko untuk terlihat
kelemahannya, waktu yang digunakan untuk menyajikan informasi dan
sebagainya. Dalam hal ini pengungkapan informasi merupakan upaya untuk
melindungi hak-hak pemegang kepentingan karena dengan adanya pengungkapan
informasi maka perusahaan akan bertindak sebaik mungkin dalam menjaminan
atau melindungi kepentingan pihak investor dan sebagai bentuk transparansi yang
dilakukan perusahaan untuk pencitraan dalam meningkatkan kepercayaan publik
pada perusahaan.
Mengingat pentingnya penerapan good corporate governance dan pengungkapan
informasi berdasarkan dari uraian diatas maka dalam penulisan skripsi ini penulis
mengambil judul “ Pengaruh Implementasi Corporate Governance Terhadap
Pengungkapan Informasi “.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan judul penelitian, maka yang menjadi pokok
permasalahan adalah : Apakah Corporate Governance mempengaruhi
pengungkapan informasi dalam laporan tahunan ?
1.3 Batasan Masalah
1. Faktor-faktor yang diteliti yaitu Struktur kepemilikan Manajerial, Komisaris
Independen, Komite Audit, ROE, dan Pengungkapan Informasi.
2. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2006 sampai 2010.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah implementasi Corporate
Governance berpengaruh terhadap pengungkapan informasi dalam laporan
tahunan perusahaan di Indonesia.
1.4.2
Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh penerapan
Good Corporate Governance terhadap pengungkapan informasi dalam laporan
tahunan perusahaan di Indonesia dan acuan untuk penelitian berikutnya.
2. Bagi Investor
Membantu memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan dengan melihat
penerapan Good Corporate Governance sehingga dapat mengambil keputusan
investasi yang tepat.
3. Bagi Perusahaan
Membantu memberikan gambaran tentang kinerja perusahaan, dalam hal ini
penerapan Good Corporate Governance, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan keputusan di masa mendatang.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance
Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan,
untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada
stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur,
manajer, pemegang saham, dan sebagainya. Organization for Economic
Cooperation and Development (OCED) mendefinisikan Corporate Governance
sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board,
pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan
perusahaan (Mintara, 2008). FCGI (Forum for Corporate Governance in
Indonesia) dalam Trihastuti Wordpress (2010) mendefinisikan tata kelola
perusahaan (Corporate Governance) sebagai seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengendalilan perusahaan.
Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: KEP-117/MMBU/2002, Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan etika. Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance (KNKCG) mendefinisikan Corporate Governance sebagai
struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna
memberikan nilai tambah perusahaan yang berkesinambungan dalam jangka
panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan pemegang
kepentingan lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tata kelola perusahaan
merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama ketiga kelompok dalam
korporasi, yakni pemegang saham, dewan komisaris dan manajemen yang
memiliki fungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan korporasi dalam rangka
pencapaian target kinerjanya.
2.1.2 Kepemilikan Manajerial (Insider Ownership)
Kepemilikan manajerial menunjukkan jumlah keseluruhan saham yang dimiliki
oleh pihak manajemen perusahaan. Nurlela (2008) menyatakan bahwa
kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh
direksi, manajer dan dewan komisaris. Kepemilikan manajerial terhadap
perusahaan merupakan persentase suara yang berkaitan dengan saham dan option
yang dimiliki oleh manajer dan direksi suatu perusahaan. Besar kecilnya jumlah
kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya
kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Perusahaan
dengan jumlah kepemilikan saham yang besar seharusnya mempunyai konflik
keagenan yang rendah dan biaya keagenan yang rendah pula. Konflik keagenan
yang rendah dapat direfleksikan dari tingginya tingkat perputaran aktiva
perusahaan dan rendahnya beban operasi terhadap penjualan.
Menurut Jensen & Meckling (1976) dalam Kusnadi (2011) konflik kepentingan
antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan
manajer terhadap perusahaan semakin kecil, dalam hal ini manajer akan berusaha
untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan
perusahaan. Manajer memiliki kecenderungan untuk menggunakan kelebihan
keuntungan yang diperoleh perusahaan untuk dikonsumsi dan digunakan untuk
kepentingan opportunistic-nya. Karena mereka menerima manfaat dari kegiatan
yang mereka lakukan tetapi tidak mau menanggung resiko dari biaya yang
dikeluarkan, misalnya manajer cenderung untuk menggunakan hutang yang tinggi
bukan untuk kepentingan memaksimalkan nilai perusahaan, tetapi lebih ditujukan
untuk kepentingan opportunistic mereka. Sebaliknya semakin besar kepemilikan
manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam
memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan
menjadi rendah. Dengan demikian manajer perusahaan akan lebih banyak
mengungkapkan informasi dalam rangka untuk meningkatkan citra perusahaan.
2.1.3 Peranan Dewan Komisaris
Menurut Peraturan Bank Indonesia No: 8/4/PBI/2006, Komisaris Independen
adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan,
kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota
dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau
hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen. Sehubungan dengan ini, FCGI dalam Mintara (2008) menyatakan
kriteria Komisaris Independen yang diambil dari kriteria otoritas bursa efek
Australia tentang outside directors. Kriteria tentang Komisaris Independen
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen;
2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau
seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung
atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;
3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak
dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau
perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan
dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi
seperti itu;
4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan
atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;
5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan
yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang
satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak
langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;
6. Komisaris Independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau
perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan
tersebut;
7. Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun
atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai
campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang
komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.
8. Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan,
terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Dewan Komisaris
merupakan inti dari Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin
pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola
perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas.
9. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan
mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola
perusahaan. Mengingat manajemen yang bertanggungjawab untuk
meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan sedangkan Dewan
Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen, maka Dewan
Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan.
2.1.4 Peranan Komite Audit
Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, Komite Audit
adalah Suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan
Komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian,
pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite
Audit. Dalam Keputusan Menteri BUMN No: KEP-103/MBU/2002, menyatakan
bahwa Komite Audit adalah suatu badan yang berada dibawah komisaris yang
sekurang-kurangnya minimal satu orang anggota komisaris, dan dua orang ahli
yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan yang bersifat mandiri
baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun pelaporannya dan bertanggungjawab
langsung kepada komisaris atau dewan pengawas. Hal tersebut senada dengan
keputusan ketua Bapepam No: KEP-29/PM/2004 yang menyatakan bahwa
Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka
membantu melaksanakan tugas dan fungsinya.
Komite Audit beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan
manajemen sehari-hari serta mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu
Dewan Komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan
masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan
internal, dan sistem pelaporan keuangan. Pada umumnya, Komite Audit
mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu:
1. Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran
yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen
perusahaan jangka panjang.
2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk
memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan
peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif
terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan
perusahaan.
3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Komite audit bertanggungjawab untuk pengawasan perusahaan termasuk di
dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian
intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.
(www.cic-fcgi.org).
2.1.5 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan
demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa
profitabilitas ini. Profitabilitas suatu perusahaan dapat dinilai melalui berbagai
cara tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan diperbandingkan satu
dengan lainnya (Nurkhin, 2009). Terdapat beberapa pengukuran terhadap
profitabilitas, antara lain:
1. Gross Profit Margin merupakan rasio untuk mengukur laba koto dibandingkan
dengan volume penjualan.
2. Operating Profit merupakan rasio yang mengukur tingkat laba operasi
dibandingkan dengan volume penjualan.
3. Net Profit Margin merupakan rasio yang mengukur laba bersih sesudah pajak
dibandingkan dengan volume penjualan.
4. Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur tingkat penghasilan
bersih yang diperoleh dari total aktiva perusahaan.
5. Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang mengukur tingkat penghasilan
bersih yang diperoleh pemilik perusahaan atas modal yang diinvestasikan.
2.1.6 Pengungkapan Informasi
Pengungkapan merupakan salah satu alat yang penting untuk mengatasi masalah
keagenan antara manajemen dan pemilik, karena dipandang sebagai upaya untuk
mengurangi asimetri informasi. Pengungkapan laporan keuangan dalam arti luas
berarti penyampaian (release) informasi. Sedangkan menurut para akuntansi
memberi pengertian secara terbatas yaitu penyampaian informasi keungan tentang
suatu perusahaan di dalam laporan keuangan biasanya laporan tahunan.
Tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan adalah pengungkapan yang
cukup (adequate), wajar (fair), dan lengkap (full). Yang paling umum digunakan
dari ketiga konsep diatas adalah pengungkapan yang cukup. Pengungkapan ini
mencakup pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar laporan keuangan
tidak menyesatkan. Wajar dan lengkap merupakan konsep yang lebih bersifat
positif, pengungkapan yang wajar menunjukkan tujuan etis agar dapat
memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai
laporan keuangan.
Pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi
yang relavan. Terlalu banyak informasi yang disajikan akan membahayakan
karena penyajian rincian yang tidak penting justru akan mangaburkan informasi
yang signifikan dan membuat laporan keuangan tersebut sulit dipahami. Oleh
karena itu, pengungkapan yang tepat mengenai informasi yang penting bagi para
investor dan pihak lainnya, hendaknya bersifat cukup, wajar dan lengkap. Ada dua
jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh
standar dan regulasi, yaitu:
1.
Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclousure) merupakan pengungkapan
minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang
standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan
penawaran umum dan perusahaan publik,
2.
Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) merupakan salah satu cara
meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela
secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis
manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir
yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh
peraturan yang berlaku. Dalam penelitian ini menggunakan peraturan
Bapepam No. KEP-134/BL/2006 yang mengatur tentang penyajian dan
pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa perusahaanperusahaan yang melaksanakan Corporate Governance akan memberikan lebih
banyak informasi, dalam rangka mengurangi asimetri informasi. Informasi yang
diberikan akan ditunjukkan dalam tingkat pengungkapan, semakin baik
pelaksanaan Corporate Governance oleh suatu perusahaan, maka akan semakin
banyak informasi yang diungkap.
2.1.7 Teori Keagenan (Agency Theory)
Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara pihak pemegang saham dan
pihak manajer perusahaan. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan
antara kepemilikan dan pengendalian. Adanya perbedaan kepentingan antara
kedua belah pihak dapat menimbulkan konflik keagenan yaitu adanya
kemungkinan manajer melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
keinginan/kepentingan principal, Masalah yang timbul ini biasa disebut sebagai
masalah agensi. Dasar perlunya praktik pengungkapan laporan keuangan oleh
manajemen kepada pemegang saham dapat dijelaskan melalui teori keagenan
tersebut. Hubungan keagenan mewajibkan agen memberikan laporan periodik
pada prinsipal tentang usaha yang dijalankan dan prinsipal akan menilai kinerja
agennya melalui laporan keuangan yang disampaikan kepadanya. Oleh karena
itu, dalam hubungan keagenan tersebut laporan keuangan merupakan sarana
transparansi dan akuntabilitas manajemen (agen) kepada pemiliknya (principal).
Secara empiris menurut Chow dan Boren (1987) dalam Khomsiyah (2003)
banyak studi yang telah menguji bahwa pengungkapan laporan keuangan
perusahaan dilakukan untuk mengendalikan konflik kepentingan antara pemegang
saham, kreditur dan manajemen. Pandangan ini menunjukkan bahwa
pengungkapan laporan keuangan ataupun laporan tahunan perusahaan erat
kaitannya dengan hubungan keagenan antara manajemen dan pemilik.
2.1.8 Penelitian-penelitian Terdahulu
Penelitian Ho dan Wong (2000) dalam Khomsiyah (2003) menunjukkan bahwa
Indonesia, Thailand dan Jepang yang mempunyai tingkat transparansi yang
rendah, merupakan negara yang mengalami volatile shocks yang lebih besar
dibandingkan dengan negara yang mempunyai transparansi yang lebih tinggi
(Hongkong, Singapura dan Taiwan). Pentingnya penelitian mengenai Corporate
Governance dan pengungkapan informasi dapat ditinjau dari dua perspektif.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip Corporate
Governance, mengingat pentingnya peran Corporate Governance dalam struktur
pengelolaan bisnis dan ekonomi moderen yang ditopang oleh pasar modal dan
pasar uang.
Penelitian yang dilakukan Khomsiyah (2003) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara penerapan Corporate Governance dengan pengungkapan
informasi dalam laporan tahunan perusahaan. Semakin tinggi indeks implementasi
Corporate Governance, semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh
perusahaan dalam laporan tahunan.
Penelitian yang dilakukan Mintara (2008) implementasi Corporate Governance
dan regulasi berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan informasi
sementara struktur kepemilikan,dewan komisaris, ukuran perusahaan, komite
audit dan profitabiltas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi.
Hasil penelitian Munthaher (2009) menunjukan bahwa Corporate Governance
mempengaruhi luas pengungkapan. Struktur kepemilikan, komisaris independen,
dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks
pengungkapan, serta kualitas audit dan profitabilitas berpengaruh terhadap indeks
pengungkapan dengan arah positif.
Hasil penelitian Diyanti (2010) menemukan bahwa keempat variabel mekanisme
Good Corporate Governance yaitu komposisi dewan komisaris independen,
komposisi komite audit, struktur kepemilikan saham publik dan struktur
kepemilikan saham manajerial berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
wajib sesuai dengan peraturan BAPEPAM.
2.2 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H1 : Struktur Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif secara signifikan
terhadap Pengungkapan Informasi.
H2 : Keberadaan Komisaris Independen berpengaruh positif secara signifikan
terhadap Pengungkapan Informasi.
H3 : Komite Audit berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pengungkapan
Informasi.
H4 : Profitabilitas berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pengungkapan
Informasi.
2.3 Rerangka Penelitian
Adapun rerangka penelitian pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:
Gambar 1. Rerangka Penelitian
Kepemilikan Manajerial
(X1)
H1
Komisaris Independen
H2
(X2)
Indeks
Pengungkapan
H3
Komite Audit
(X3)
Return On Equity
(X4)
(Y)
H4
III. METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari perusahaan
go public yang melakukan pengungkapan informasi dalam annual report-nya dan
mempublikasikan pada website resmi perusahaan atau website BEI
(www.idx.co.id) selama tahun 2006 sampai 2010. Data kepemilikan perusahaan
dan ROE diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD). Data-data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah kepemilikan Manajerial, komisaris
independen, komite audit dan ROE.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang listing
di Bursa Efek Indonesia selama 5 tahun berturut-turut, dari tahun 2006 sampai
dengan tahun 2010. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Kepemilikan
Manajerial, Komisaris Independen, Komite Audit, Return On Equity (ROE), dan
Pengungkapan Informasi.
Metode yang digunakan dalam penarikan sampel menggunakan metode purposive
sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan kriteria sebagai
berikut:
1. Perusahaan manufaktur harus tercatat di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006
sampai tahun 2010 dan menerbitkan laporan keuangan.
2. Perusahaan manufaktur yang memiliki data kepemilikan manajerial dalam
Indonesia Capital Directory Market (ICMD).
3. Perusahaaan manufaktur yang memiliki data kepemilikan manajerial selama
lima tahun berturut-turut (2006 sampai 2010)
4. Data-data mengenai variabel penelitian yang akan diteliti tersedia lengkap
dalam laporan keuangan tahunan (Annual Report) perusahaan yang
dipublikasikan berturut-turut selama lima tahun (2006 sampai 2010).
3.3
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dibedakan menjadi:
4.3.1
Variabel Independen
Variabel Independen dalam persamaan ini meliputi;
1. Kepemilikan Manajerial
Struktur kepemilikan saham atas perusahaan dalam penelitian ini menekankan
pada proporsi kepemilikan manajerial. Merupakan suatu bentuk mekanisme
Corporate Governance yang dapat menyamakan kepentingan pemilik, pengelola
atau manajer perusahaan maupun pihak eksternal.
Rumus yang digunakan untuk menghitung kepemilikan saham manajerial adalah:
Jumlah Saham Manajerial
Kepemilikan
Manajerial
=
Total Saham Beredar
2. Komisaris Independen
Dewan komisaris memiliki tugas sebagai pengawas dan pelaksana kebijakan
strategis dalam perusahaan serta memberi nasehat kepada dewan direksi. Dalam
penelitian ini menekankan pada komposisi keberadaan komisaris independen
terhadap jumlah seluruh komisaris. Rumus yang digunakan untuk menghitung
proporsi dewan komisaris adalah:
Komisaris
Independen
Jumlah Komisaris Independen
=
Jumlah Dewan Komisaris
3. Komite audit
Keberadaan komite audit merupakan salah satu kriteria penerapan Good
Corporate Governance. Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang
komisaris independen dan sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya berasal
dari luar emiten atau perusahaan publik. Rumus yang digunakan untuk
menghitung proporsi komite audit adalah:
Ukuran Komite Audit = Σ Jumlah Komite Audit
4. Profitabilitas
Profitabilitas dalam penelitian ini akan menggunakan Return On Equity (ROE).
ROE dipilih karena merupakan alat yang dapat menggambarkan kemampuan
Profitabilitas perusahaan. ROE dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut:
Laba Bersih
Return On Equity (ROE) =
Modal Pemilik
4.3.2 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan informasi sukarela
yang dilihat dari persentase indeks pengungkapan pada masing-masing
perusahaan. Indeks Pengungkapan disini merupakan butir pengungkapan sukarela
yang diatur dalam BAPEPAM No: KEP-134/BL/2006. Dengan menggunakan
variabel dummy untuk mengetahui jumlah butir pengungkapan sukarela, nilai 1
jika butir pengungkapan dipenuhi dan nilai 0 jika butir pengungkapan tidak
dipenuhi. Maka diperoleh 16 butir pengungkapan. Menghitung variabel dependen
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Indeks
==
Pengungkapan
Jumlah butir pengungkapan informasi yang dipenuhi
Jumlah butir pengungkapan informasi yang mungkin dipenuhi
4.4 Alat Analisis
3.4.1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian
asumsi klasik, pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi terpenuhinya asumsiasumsi dalam model regresi berganda dan untuk menginterpretasikan data agar
lebih relevan dalam menganalisis. Pengujian asumsi klasik ini meliputi:
a.
Uji Normalitas
Sebelum melakukan uji statistik langkah awal yang harus dilakukan adalah
screening terhadap data yang akan diolah. Analisis regresi mensyaratkan datadata berdistribusi normal. Model regresi yang baik adalah regresi yang memiliki
distribusi data yang normal. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal. Untuk menguji normalitas digunakan beberapa cara yaitu melalui
histogram, grafik dan melalui pengujian statistik melalui uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov. Dalam histogram residual berdistribusi normal dapat
dilihat dari bentuk histogram yang simetris, tidak menceng ke kanan atau ke kiri.
Dalam uji grafik yaitu normal probability plot, residual berdistribusi normal
apabila plot menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,
sebaliknya jika plot residual menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak
mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas. Sedangkan melalui uji statistik Kolmogorov-Smirnov residual
berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.
b.
Uji Multikolonieritas
Multikolonieritas adalah suatu keadaan dimana variabel lain (independen) saling
berkorelasi satu dengan yang lainnya. Persamaan regresi berganda yang baik
adalah persamaan yang bebas dari adanya multikolonieritas antara variabel
independen. Alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur ada tidaknya
variabel yang berkolerasi adalah menggunakan alat uji atau deteksi VIF (Variabel
Inflation Factor). Multikolonieritas terjadi jika nilai tolerance < 0,1 atau nilai
VIF > 10.
c.
Uji Autokorelasi.
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah
autokorelasi. Untuk melihat adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan
menggunakan uji statistik Durbin-Watson (D-W).
d.
Uji Heteroskedastisitas.
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas
dengan menggunakan grafik scatterplot. Apabila titik-titik membentuk pola
tertentu pada scatterplot, maka dapat disimpulkan terdapat heteroskedastisitas dan
model regresi harus diperbaiki. Sedangkan jika titik-titik menyebar secara acak
serta menyebar baik di atas maupun di bawah angka 0 sumbu Y maka tidak terjadi
heteroskedastisitas dan regresi dapat dipergunakan untuk memprediksi.
3.4.2 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda.
Berdasarkan pembahasan teori, data penelitian, variabel-variabel penelitian, dan
penelitian terdahulu maka bentuk persamaan regresi berganda penelitian ini
menggunakan model sebagai berikut:
IP = α + β1KM + β2KI + β3KA + β4ROE + e
Keterangan :
α
β
IP
KM
KI
KA
ROE
e
: Konstanta
: Koefisien Regresi
: Indeks Pengungkapan
: Kepemilikan Manajerial
: Komisaris Independen
: Komite Audit
: Profitabilitas (Return On Equity)
: error term
Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16.0. (Statistical
Program For Social Science) dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05).
Analisis terhadap hasil regresi dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dapat
menjelaskan variabel terikat. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan 1. Nilai R2
yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat
sangat terbatas, sebaliknya semakin besar nilai R2 maka makin besar kemampuan
variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat.
2. Uji signifikansi parameter individual
Uji parameter individual menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/bebas secara individual dalam menjelaskan variabel terikat. Dengan
memasukkan variabel KM (kepemilikan manajerial), KI (komisaris independen),
AUD (komite audit), ROE (Return On Equity) dan IP (indeks pengungkapan)
kemudian akan muncul hasil/output berupa angka pada kolom Sig. dalam tabel
Coefficients, dari hasil pengujian didapat t hitung (t) dan tingkat signifikansi (Sig.)
yang menunjukkan tingkat signifikan atau pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen, angka ini akan menjelaskan hubungan
antara variabel-variabel KM (kepemilikan manajerial), KI (komisaris
independen), KA (komite audit), ROE (Return On Equity) dan IP (indeks
pengungkapan) secara terpisah.
Pengujian hipotesis koefisien regresi dengan menggunakan uji t menggunakan
SPSS pada tingkat kepercayaan 95% dan error 5%, dengan hipotesis yang
diajukan:
H1
: Struktur Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif secara signifikan
terhadap pengungkapan informasi.
H2
: Komisaris independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pengungkapan informasi.
H3
: Komite audit berpengaruh positif secara signifikan terhadap pengungkapan
informasi.
H4
: ROE (Return On Equity) berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pengungkapan informasi.
Pengambilan keputusan (berdasarkan probabilitas):
1.
H1, H2, H3,dan H4 diterima, jika P-value ≤ 0,05
2.
H1, H2, H3 dan H4 ditolak, jika P-value > 0,05
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Objek Penelitian
Perusahaan yang menjadi objek penelitian ini adalah semua perusahaan
manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 sampai
tahun 2010. Sektor manufaktur dipilih karena perusahaan-perusahaan pada sektor
ini banyak bersinggungan langsung dengan sumber daya alam mulai dari proses
penyediaan bahan baku, proses produksi hingga produk sampingan yang berupa
limbah produksi yang akan berdampak langsung dengan lingkungan dimana
perusahaan melakukan operasinya. Selain itu perusahaan manufaktur memiliki
jumlah perusahaan yang listing paling banyak dibandingkan dengan sektor usaha
lain. Sektor ini merupakan sektor yang memiliki cakupan stakeholder paling luas
yang meliputi investor, kreditor, pemerintah, dan lingkungan sosial sehingga perlu
melakukan pengungkapan informasi.
Dalam penelitian ini objek penelitian dipilih dengan metode purposive sampling
dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Objek penelitian
dipilih dari perusahaan manufaktur yang terdaftar pada website BEI dan
perusahaan yang memiliki data kepemilikan manajerial dalam Indonesia Capital
Directory Market (ICMD). Kemudian dipilih perusahaan yang mempublikasikan
Annual Report selama lima tahun berturut-turut (2006 sampai 2010).
Jumlah perusahaan sampel yang digunakan ada 11 perusahaan. Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data Time Series selama
lima tahun (2006 sampai 2010). Sehingga jumlah data yang digunakan dalam
penelitian ini berjumlah lima puluh lima (n=55).
Tabel 2.Perusahaan Sampel
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
4.2
Nama Perusahaan
Kode
AKR Corporindo Tbk
Barito Pacific Tbk
Dynaplast Tbk
Intraco Penta Tbk
Lautan Luas Tbk
Lionmesh Prima Tbk
Mandom Indonesia Tbk
Metrodata Electronics Tbk
Perdana Bangun Pusaka Tbk
Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
Ultra Jaya Milk Tbk
AKRA
BRPT
DYNA
INTA
LTLS
LMSH
TCID
MTDL
KONI
SOBI
ULTJ
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan penjelasan mengenai nilai minimum, nilai
maksimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi dari variabel-variabel
independen dan variabel dependen.
Tabel 3. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
KM
KI
KA
ROE
IP
Valid N (listwise)
N
Minimum Maximum Mean
Std. Deviation
55
55
55
55
55
55
.01
.25
2.00
-49.81
.06
7.81922
.08148
.36882
11.69135
.14657
25.61
.66
4.00
26.75
.56
4.8485
.3595
3.1091
7.9171
.3114
Berdasarkan Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jumlah pengamatan pada perusahaan manufaktur dalam penelitian ini
sebanyak 55 observasi.
Variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai minimum sebesar 0,01 dan
nilai maksimum 25,61 serta nilai rata-rata (mean) adalah 4,8485, ini
menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kepemilikan manajerial pada
perusahaan manufaktur cukup rendah.
Komisaris Independen memiliki nilai minimum sebesar 0,25 dan nilai
maksimum 0,66 serta nilai rata-rata (mean) adalah 0,3595, ini menunjukan
bahwa sudah sesuai dengan Peraturan Bapepam nomor IX.I.52 dimana
jumlah komisaris independen di dalam komposisi dewan komisaris wajib
proporsional dengan saham yang dimiliki oleh pemegang saham bukan
pengendali, dengan ketentuan bahwa jumlah komisaris independen wajib
mewakili sedikitnya 30% dari jumlah dewan komisaris.
Komite audit memiliki nilai minimum sebesar 2 orang dan nilai maksimum
4 orang dan nilai rata-rata (mean) adalah 3 orang, ini menunjukan bahwa
telah sesuai dan memenuhi Peraturan Bapepam nomor IX.I.5 dan Peraturan
Bank Indonesia nomor 8/4/PBI/2006 dimana komite audit terdiri dari
minimal 3 orang dimana minimal 1 orang komisaris independen sebagai
ketua komite audit, minimal 1 orang dari pihak independen yang memiliki
keahlian di bidang keuangan atau akuntansi dan minimal 1 orang dari pihak
independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan.
Variabel ROE (Return On Equity) memiliki nilai minimum -49,81, nilai
maksimum 26,75 dan rata-rata (mean) 7,9171. Walaupun ada return yang
negatif namun sebagian besar perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
memiliki ROE yang positif. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ROE
yang positif.
Variabel indeks pengungkapan sukarela memiliki nilai minimum 0,06 dan
nilai maksimum 0,56 serta nilai rata-rata (mean) 0,3114. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan melakukan 5 sampai 6 informasi
pengungkapan tiap tahunnya. Dengan jumlah terkecil sebanyak 1 informasi
pengungkapan dan jumlah terbesar sebanyak 9 informasi pengungkapan.
4.3 Uji Asumsi Klasik
Model Regresi dapat dikatakan menghasilkan suatu estimator yang baik apabila
memenuhi asumsi-asumsi yang sangat berpengaruh pada perubahan variabel
dependen. Berikut adalah penjelasan mengenai uji asumsi klasik yang telah
dilakukan dalam penelitian ini:
4.3.1
Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah nilai residual atau error term
yang digunakan dalam penelitian adalah nilai residual atau error term yang
berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji nilai residual atau error term
tersebut dalam penelitian digunakan analisis grafik yaitu Normal Probability Plot.
Gambar 2. Hasil Uji Normalitas
Dari grafik histogram tampak bahwa residual terdistribusi secara normal dan
berbentuk simetri, tidak menceng ke kanan atau ke kiri.
Uji yang kedua menggunakan uji normal probability plot, gambar 3 merupakan
hasil uji normal probability plot sebagai berikut:
Gambar 3. Hasil Uji Normalitas (Grafik)
Grafik plot di atas menggambarkan bahwa nilai residual atau error term
berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari gambar grafik yang menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
4.3.2 Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Penelitian yang mengandung
multikolonieritas akan berpengaruh terhadap hasil penelitian sehingga penelitian
menjadi tidak berfungsi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel bebas. Jika terjadi korelasi, maka terdapat
multikolonieritas. Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan
Variance Inflation Factor atau VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap
variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel
dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance
mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan
oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan
nilai VIF tinggi. Nilai cut-off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau VIF > 10. Sehingga data yang
tidak terkena mulkolinearitas memiliki nilai tolerance > 0,10 atau VIF < 10.
Tabel 4. Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
Std.
Error
Standardized
Coefficients
Beta
Collinearity
Statistics
t
Sig.
Tolerance VIF
(Constant
.021
)
.164
KM
.007
.002
.358
2.769 .008
.974
1.027
KI
.509
.252
.284
2.022 .049
.826
1.211
KA
.024
.054
.061
.449 .656
.883
1.132
.002
-.018
-.141 .889
.946
1.057
ROE
.001
a. Dependent Variable: IP
.131 .897
Hasil pengujian tolerance menunjukan tidak ada variabel bebas yang memiliki
nilai tolerance < 0,10. Hasil perhitungan VIF juga menunjukan bahwa tidak ada
satu variabel bebas yang memiliki nilai VIF > 10. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antara variabel dalam model
regresi.
4.3.3 Uji Autokorelasi
Salah satu penyimpangan asumsi penting dalam multiple regression adalah
adanya autocorrelation (autokorelasi), yaitu adanya hubungan yang terjadi
diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam
rangkaian tertentu (seperti pada data time series). Model regresi yang baik adalah
regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi ini menggunakan uji
statistik Durbin-Watson.
Tabel 5. Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R
1
.432a
R Square
Adjusted R Square
Std. Error
of the
Estimate Durbin-Watson
.187
.122
.13711
1.735
a. Predictors: (Constant), ROE, KM, KA, KI
b. Dependent Variable: IP
Dari tabel diatas dapat diketahui DW sebesar 1,735 dari jumlah sampel 55 dengan
variabel berjumlah 4 ( n = 55, k = 4 ) dan tingkat signifikansi 0,05. Dengan data
tersebut maka batas dL = 1,413 dan dU = 1,724.
Table 6. Interpretasi Hasil Autokolerasi Durbin-Watson
Nilai d
Keterangan
0 < d < 1,413
ada autokorelasi
1,413 < d < 1,724
no decision
2,587 < d < 4
ada autokorelasi
2,276 < d < 2,587
no decision
1,724 < d < 2,276
tidak ada autokorelasi
Dari hasil pengujian autokorelasi di atas, maka dapat dinyatakan hasil uji
autokorelasi dengan nilai Durbin-Watson sebesar 1,735 dimana nilai d lebih dari
1,724 dan kurang dari 2,276. Hal ini berarti hasil pengujian menghasilkan
kesimpulan bahwa tidak terjadi autokorelasi.
4.3.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan apakah dalam model regresi terjadi kesamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang
baik tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk melihat ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilihat dengan grafik scatterplot dengan ketentuan
sebagai berikut:
1.
Jika diagram pencar yang ada membentuk diagram tertentu yang teratur
atau menumpuk dalam satu tempat maka regresi mengalami
heteroskedastisitas.
2.
Jika diagram pencar tidak membentuk suatu pola atau menyebar secara acak
baik di atas maupun di bawah angka 0 sumbu Y maka regresi tidak
mengalami heteroskedastisitas.
Gambar 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan scatterplot dalam penelitian ini, dari grafik scatterplot terlihat bahwa
diagram pencar tidak membentuk pola tertentu tetapi menyebar secara acak serta
tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat
disimpulkan regresi dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari
variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis dilakukan
dengan uji regresi linear berganda pada tingkat keyakinan 95%.
4.4.1
Koefisien Determinasi (Goodness of Fit Test)
Goodness of Fit Test bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan terbaik dalam
model analisis regresi yang dinyatakan dalam koefisien determinasi majemuk
(R2). Koefisien determinasi ( R2 ) pada intinya melihat atau mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Apabila
R2 = 1 berarti variabel independen bebas berpengaruh secara sempurna terhadap
variabel dependen. Begitu juga sebaliknya, apabila R2 = 0 berarti variabel
independen tidak bebas berpengaruh terhadap variabel dependen. Namun banyak
peneliti menganjurkan menggunakan Adjusted R Square, hal ini dikarenakan nilai
Adjusted R Square dapat naik dan turun apabila satu variabel independen
ditambahkan ke dalam model.
Tabel 7. Hasil Uji Goodness of Fit Test
Model Summaryb
Model R
R Square
Adjusted R
Square
a
1
.432
.187
.122
a. Predictors: (Constant), ROE, KM, KA, KI
b. Dependent Variable: IP
Std. Error of
the Estimate
Durbin-Watson
.13711
1.735
Berdasarkan pengujian regresi yang dilakukan, diperoleh nilai Adjusted R Square
sebesar 0,122 yang menunjukkan bahwa variabel independen yang terdiri dari
kepemilikan manajerial, komisaris independen komite audit dan ROE mampu
menjelaskan variabel dependen indek pengungkapan sebesar 12% sedangkan
sisanya sebesar 88% dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model regresi ini.
4.4.2 Uji Signifikansi Parameter Individual
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen.
Pengujian hipotesis koefisien regresi dengan menggunakan uji t pada tingkat
kepercayaan 95% dengan hipotesis yang diajukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
Std.
Error
Standardize
d
Coefficient
s
Beta
Collinearity
Statistics
t
Sig.
.131
.897
Tolerance VIF
(Constant) .021
.164
KM
.007
.002
.358
2.769
.008
.974
1.027
KI
.509
.252
.284
2.022
.049
.826
1.211
KA
.024
.054
.061
.449
.656
.883
1.132
.002
-.018
-.141
.889
.946
1.057
ROE
.001
a. Dependent Variable: IP
Dari hasil pengujian di atas maka dapat disusun suatu persamaan regresi berganda
sebagai berikut:
IP = 0,021 + 0,007KM + 0,509KI + 0,024KA + 0,001ROE + e
1.
Koefisien konstanta berdasarkan hasil regresi adalah 0,021 dengan nilai
positif, ini dapat diartikan bahwa IP akan bernilai 0, 021 jika KM, KI , KA
dan ROE masing-masing bernilai 0. Nilai itu berarti IP akan ada meskipun
tidak dipengaruhi oleh KM, KI , KA dan ROE.
2.
Koefisien regresi 0,007 menyatakan bahwa setiap penambahan satu persen
variabel KM, maka akan menambah tindakan pengungkapan informasi
tahunan perusahaan sebesar 0,007.
3.
Koefisien regresi 0,509 menyatakan bahwa setiap penambahan satu persen
variabel KI, maka akan menambah tindakan pengungkapan informasi
laporan tahunan perusahaan sebesar 0,509.
4.
Koefisien regresi 0,024 menyatakan bahwa setiap penambahan satu persen
variabel KA, maka akan menambah tindakan pengungkapan informasi
laporan tahunan perusahaan sebesar 0,024.
5.
Koefisian regresi 0,001 menyatakan bahwa setiap penambahan satu persen
variabel ROE, maka akan menambah tindakan pengungkapan informasi
laporan tahunan perusahaan sebesar 0,001.
4.5 Pembahasan
Tabel 9. Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis
H1: Struktur Kepemilikan Manajerial
(insider ownership) berpengaruh
positif terhadap pengungkapan
informasi.
H2: Komisaris Independen
berpengaruh berpengaruh positif
terhadap pengungkapan informasi.
H3: Komite Audit berpengaruh positif
terhadap pengungkapan informasi.
H4: ROE (Return On Equity)
berpengaruh positif terhadap
pengungkapan informasi.
Signifikansi Hasil Uji
Keputusan
Signifikansi
0,05
0,008
Diterima
0,05
0,049
Diterima
0,05
0,656
Ditolak
0,05
0,889
Ditolak
4.5.1 Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial terhadap Pengungkapan
Informasi.
Hipotesis pertama menyatakan bahwa kepemilikan Manajerial (KM) memiliki
pengaruh positif terhadap pengungkapan informasi. Hasil penelitian
menunjukkan α sebesar 0,008 (α < 0,05) dengan koefisien regresi bertanda positif.
Artinya, kepemilikan Manajerial secara positif berpengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan informasi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
melakukan pengungkapan informasi laporan keuangan dipengaruhi antara lain
oleh kepemilikan manajerial (KM).
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Khomsiyah
(2003) Nasir dan Abdullah (2005) dan Diyanti (2010) menyatakan bahwa struktur
kepemilikan saham berpengaruh positif secara signifikan terhadap tingkat
kepatuhan pada pengungkapan, semakin besar kepemilikan saham manajer maka
akan dapat mempengaruhi pengungkapan dalam laporan keuangan suatu
perusahaan karena manajemen telah memiliki peran ganda yaitu sebagai pengelola
perusahaan dan sebagai pemegang saham. Hasil ini juga mendukung teori
keagenan dimana perusahaan yang memiliki kepemilikan manajemen semakin
besar cenderung untuk lebih banyak melakukan pengungkapan informasi, karena
kepemilikan manajerial yang tinggi akan membuat manajer lebih peduli tentang
kepentingan pemegang saham dan opsi saham. Sehingga dapat menurunkan biaya
keagenan dan meningkatkan pengungkapan informasi, kegiatan ini bertujuan
untuk meningkatkan citra perusahaan.
4.5.2 Pengaruh keberadaan Komisaris Independen terhadap Pengungkapan
Informasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa komisaris independen (KI) berpengaruh positif
terhadap pengungkapan informasi. Hal ini ditunjukkan dengan α sebesar 0,049 (α
< 0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai hubungan yang positif
yaitu ditunjukkan dari nilai koefisien regresi dan nilai t hitung yang positif, hal ini
menunjukkan semakin besar proporsi komisaris independen maka tingkat
pengawasan manajerial akan semakin efektif dan kemudian perusahaan lebih
banyak melakukan pengungkapan informasi. Hasil penelitian ini didukung hasil
penelitian yang dilakukan oleh Diyanti (2010) menyatakan bahwa komposisi
dewan komisaris independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap
tingkat kepatuhan perusahaan pada pengungkapan informasi.
Dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk mengontrol perilaku
oportunistik manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan kepentingan
manajer dan pemegang saham terutama dalam kepentingan pemegang saham
minoritas. Sesuai dengan fungsi anggota komisaris independen berperan dalam
mengawasi direksi perusahaan dalam mencapai kinerja dalam business plan dan
memberikan nasehat kepada Direksi mengenai penyimpangan pengelolaan usaha
yang tidak sesuai dengan arah yang ingin dituju oleh perusahaan, serta memantau
penerapan dan efektivitas dari praktek GCG dan pengungkapan informasi laporan
keuangan perusahaan.
4.5.3 Pengaruh Komite Audit terhadap Pengungkapan Informasi
Penelitian ini menyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan informasi. Hal ini ditunjukkan dengan α sebesar 0,656 (α > 0,05).
Berdasarkan hasil analisis statistik tidak diperoleh nilai hubungan yang signifikan
nilai koefisien regresi dan nilai t hitung, hal ini dikarenakan jumlah komite audit
relatif sama setiap tahunnya walaupun jumlah pengungkapan informasi
mengalami perubahan.
Penelitian ini didukung penelitian Khomsiyah (2003), yang menyatakan bahwa
komite audit merupakan salah satu butir dalam penyelenggaraan Good Corporate
Governance. Semakin meningkatnya kepatuhan dan kesadaran akan pentingnya
Good Corporate Governance akan menyebabkan proporsi komite audit semakin
mendekati homogen yang mengakibatkan tidak adanya perubahan yang berarti
dalam proporsi anggota setiap tahunnya. Selain itu diperkirakan adanya kinerja
yang kurang baik dari seluruh anggota komite audit dalam melaksanakan
tugasnya.
4.5.4 Pengaruh ROE (Return On Equity) terhadap Pengungkapan Informasi.
Penelitian ini menyatakan bahwa nilai α dari ROE sebesar 0,889 (α > 0,05).
Maka ROE tidak berhasil memberikan bukti yang menyatakan adanya pengaruh
yang signifikan terhadap pengungkapan informasi. Hal ini bertentangan dengan
teori dasarnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi ROE suatu perusahaan,
maka semakin tinggi pula tingkat pengungkapan yang diberikan oleh perusahaan
(Mintara, 2008).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Belkaoui dan Karpik (1989) dalam
Anggraini (2006) yang menyatakan bahwa pengungkapan informasi perusahaan
justru memberikan kerugian kompetitif (competitive disadvantage) karena
perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan pengungkapan
informasi tersebut.
V.
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari struktur
kepemilikan manajerial, komisaris independen, komite audit dan ROE terhadap
pengungkapan informasi laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 sampai 2010. Berdasarkan
hasil dan analisis data maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pengungkapan informasi.
Komisaris independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pengungkapan informasi.
Komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan
informasi.
ROE (Return On Equity) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pengungkapan informasi.
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian
dengan hasil yang lebih baik, yaitu:
1.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya mencakup perusahaan
sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada rentang
tahun penelitian yaitu dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Sehingga
kesimpulan dari penelitian ini mungkin akan berbeda jika menggunakan
sampel perusahaan pada sektor lain.
2.
Variabel-variabel yang dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh
terhadap pengungkapan informasi ada berbagai macam, tapi dalam
penelitian ini hanya menggunakan empat variabel independen sehingga
masih kurang dapat menjelaskan variabel dependen.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini, penulis menyampaikan saran sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah sampel
penelitian dan tidak terbatas hanya pada sektor perusahaan manufaktur saja
sehingga diharapkan dapat meningkatkan generalisasi hasil penelitian.
Penambahan variabel-variabel lain sehingga dapat lebih menjelaskan
pengaruhnya terhadap pengungkapan informasi perusahaan.
Memperluas penelitian dengan cara memperpanjang periode penelitian
dengan menambah tahun pengamatan untuk penelitian yang akan datang.
Item-item pengungkapan informasi perusahaan hendaknya senantiasa
dikembangkan sesuai dengan perkembangan peraturan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, R.R. 2006. Pengungkapan Informasi dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada
Perusahaan-Perusahan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium
Nasional Akuntansi IX. Padang.
Benardi, Meliana., Sutrisno dan Prihat Assih. 2009. Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Luas Pengungkapan dan Implikasinya terhadap Asimetri
Informasi (Studi pada Perusahaan-Perusahaan Sektor Manufaktur yang Go
Public di Bursa Efek Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XII.
Palembang.
Cipta, A.P. 2008. Hubungan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang
dan Nilai Perusahaan (Studi atas Perusahaan yang termasuk dalam LQ 45
tahun 2006 yang terdaftar di BEJ). Skripsi Kristen Petra. Surabaya.
Diyanti, Ferry. 2010. Mekanisme Good Corporate Governance, Karakteristik
Perusahaan dan Mandatory Disclosure: Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tesis Universitas
Brawijaya. Malang
Djalil, S.A. 2000. Good Corporate Governance. Artikel Komite National
Corporate Governance (KNCG) disampaikan pada Seminar Corporate
Governance. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Dyah, Isnani. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi
Lingkungan Hidup dalam Laporan Tahunan Perusahaan (Studi pada
Perusahaan Proper yang Terdaftar di BEI). Universitas Brawijaya. Malang.
Emirzon, Joni. 2006. Regulatory Driven dalam Implementasi Prinsip-Prinsip
Good Corporate Governance pada Perusahaan di Indonesia. Jurnal
Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006. Universitas
Sriwijaya. Palembang.
Faizal. 2004. Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme
Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi VII. Bali.
Ghozali, I.M. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ismoyowati, N.T. 2011. Pengaruh Indeks Corporate Governance, Struktur
Kepemilikan, dan Dewan Komisaris, terhadap Luas Pengungkapan
Informasi Sukarela dalam Laporan Tahunan (Studi Kasus Pada Perusahaan
Go Public di Indonesia Tahun 2003-2007). Skripsi Universitas
Diponogoro. Semarang.
Kaihatu, T.S. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.8, No. 1, Maret 2006: 1-9.
Surabaya.
Kusnadi. 2010. Pengaruh Insiders Ownership, Institutional Investor, Profitabilitas
dan Stuktur Aset terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009. Skripsi
Universitas Lampung. Lampung.
Khomsiyah. 2003. Hubungan Corporate Governance dan Pengungkapan
Informasi: Pengujian Secara Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI.
Surabaya.
Lestariningsih, 2008. Peranan Penerapan Good Corporate Governance dalam
Pengembangan Perusahaan Publik. Jurnal Spirit Publik Vol. 4, No. 2,
Oktober 2008 Hal. 113 – 122. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Mintara. Y.H. 2008. Implementasi Corporate Governance dan Regulasi terhadap
Pengungkapan Informasi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Muthaher, Osmad. 2010. Pengaruh Implementasi Corporate Governance
Terhadap Kualitas Pengungkapan. Artikel Universitas Islam Sultan
Agung. Semarang.
Nurkhin, Ahmad. 2009. Corporate Governance dan Profitabilitas; Pengaruhnya
terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi
Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia). Tesis
Universitas Diponogoro. Semarang.
Rini, A.K. 2010. Analisis Luas Pengungkapan Corporate Governance dalam
Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Skripsi Universitas
Diponogoro. Semarang.
Sabeni, Arifin, (2002), An Empirical Analysis of The Relation between The
Board of Director’s Composition and The Level of Voluntary Disclosure,
Makalah Simposium Nasional Akuntansi ke V. Semarang.
Sembiring, E.R, 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek
Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII.Solo.
Suhardjanto, Djoko, 2010. Corporate Governance dan Ketaatan Pengungkapan
Wajib pada Badan Usaha Milik Negara. Junal Keuangan dan Perbankan,
Vol.16. Surakarta.
Sulyanti, N.H. 2011. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Tingkat Leverage,
Kesempatan Investasi dan Konsentrasi Kepemilikan terhadap Kualitas
Implementasi Good Corporate Governance. Skripsi Universitas
Diponogoro. Semarang.
Tanor, L.A. 2009. Pentingnya Pengungkapan (Disclosure) Laporan Keuangan
dalam Meminimalisasi Asimetri Informasi. Jurnal FORMAS, Vol.2, No.2,
Juni 2009: 287-294. Manado.
Wardhani, Ratna. 2006. Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan
yang Mengalami Permasalahan Keuangan (Financially Distressed Firms).
Simposium Nasional Akuntansi IX.Padang.
http://www.bapepam.go.id/old/hukum/peraturan/X/X.K.6.pdf.
http://www.fcgi.or.id/corporate-governance/articles/86-corporate-governance-ina-modern-economy-what-is-happening-in-the-world.html.
http://www.pusri.co.id/gcg/prinsip-gcg.
http://www.efry-day.blogspot.com/profitabilitas.
http://www.trihastutie.wordpress.com/2010/11/01/good-corporate-governance-2.
08:10
http://www.informasi-training.com/good-corporate-governance-gcg-teori-danpraktek. 16:30
http://rickypuspito.blogspot.com/2012/02/macam-macam-variabel-dalampenelitian.html 18:48
Download