Ringkasan Khotbah - 22 July 2012 Makna Peringatan Perjamuan Kudus Mat. 26:17–29 Ev. Edward Oei, M.A. Peristiwa di dalam Matius 26:17–29 menjadi suatu peristiwa dimana Tuhan menetapkan sakramen Perjamuan Kudus, suatu upacara dimana kita terus-menerus mengingat pekerjaan Tuhan Yesus di atas kayu salib. Tujuan sakramen perjamuan kudus memang untuk mengingatkan kita akan pengorbanan Tuhan Yesus melalui kematian-Nya bagi kita dan kebangkitan-Nya. Pertanyaannya, ketika kita mengadakan perjamuan kudus, ketika kita melakukannya, ketika kita mengambil dan berbagian di dalamnya, sejauh apakah perjamuan kudus tersebut menguatkan iman kita, mengingatkan kita akan apa yang dikerjakan Tuhan dalam hidup kita? Menurut konteks Perjanjian Lama, penetapan Perjamuan Kudus ini ditetapkan berdasarkan peristiwa Hari Raya Roti Tidak Beragi. Bangsa Yahudi dijajah oleh Mesir selama 430 tahun. Kemudian setelah masa 430 tahun mereka dibebaskan / dikeluarkan oleh Tuhan dari Mesir. Pada malam terakhir sebelum keluar dari Mesir, mereka diperintahkan untuk mengadakan suatu perjamuan. Dalam perjamuan ini setiap keluarga harus mengambil seekor domba untuk dibakar dan dimakan, sisanya harus habis dibakar malam itu juga, tidak boleh ada bagian yang tersisa. Mereka harus memakannya dengan sayur pahit dan roti tidak beragi. Darah domba yang disembelih harus dipoleskan di pintu, di sekat di atas pintu, sehingga ketika malaikat lewat dan melihat darah tersebut, anak sulung mereka tidak dibunuh oleh Allah. Peristiwa ini mereka peringati tahun demi tahun dalam perayaan Roti Tidak Beragi. Jadi, peristiwa ini mengingatkan juga bahwa mereka tidak hanya dibebaskan dari Mesir. Hal inilah yang merupakan kelemahan kita saat ini, saat mengadakan perjamuan kudus kita hanya mengingat satu poin yang paling simple, yang paling dekat dengan kita, yang menguntungkan bagi kita, yaitu bahwa saya diselamatkan dan masuk surga. Tuhan Yesus mati bagi kita, darah-Nya dicurahkan. Kita diselamatkan dan masuk surga. Maka saya mengingat pengorbanan-Nya dalam Perjamuan Kudus. Sehingga ketika kita sudah melakukannya berulang kali kita menikmati perjamuan kudus tanpa makna. Suatu hari di GRII Pusat, saya melihat seorang remaja yang baru pertama kali mengikuti perjamuan kudus meneteskan air mata. Dia meneteskan air mata karena ini pertama kalinya dia mengikuti perjamuan kudus. Ada satu hati yang mengingat lebih jauh, bahwa dia diselamatkan dengan kematian Kristus. Sedangkan kita yang sudah melakukan Perjamuan Kudus ratusan kali sudah tidak merasa ada makna di balik Perjamuan Kudus. Kita sudah mereduksi Perjamuan Kudus hanya sekedar untuk kepentingan pribadi, kita diingatkan bahwa kita sudah diselamatkan, Yesus mati di kayu salib hanya demi saya. Lalu kita menciptakan 1/4 Ringkasan Khotbah - 22 July 2012 keagamaan yang sangat egosentris. Bahkan dalam perjamuan kudus kita menciptakan sistem ibadah yang egosentris. Keagamaan menjadi egosentris, karena saya dan demi saya. Alkitab tidak pernah mengajarkan sistem keagaamaan yang demikian. Alkitab mengajarkan sistem keagamaan sebagai suatu sistem Theosentris, di mana Allah menjadi pusatnya. Pertanyaannya, di mana Allah dalam perjamuan kudus bagi kita? Jika kita tidak bisa menemukan posisi Allah dalam Perjamuan Kudus, kita kehilangan seluruh maknanya. Ketika orang Yahudi setiap tahun merayakan hari raya roti tidak beragi, mereka mengingat beberapa hal: Pertama adalah, bahwa mereka adalah bangsa yang mempunyai Allah: Allah yang menciptakan dan tidak pernah membiarkan mereka, Allah yang tidak pernah membiarkan mereka dalam perbudakan, Allah yang melampaui segala sesuatu baik itu Firaun maupun dewa-dewa yang ada. Satu persatu Allah nyatakan kemenangan-Nya. 10 Tulah yang diberikan kepada bangsa Mesir bukan hanya sekedar hukuman terhadap bangsa Mesir, tetapi juga merupakan peperangan antara Allah dengan dewa-dewa Mesir. Diawali dengan Sungai Nil yang dianggap sebagai sumber kehidupan, dirubah menjadi darah, sehingga Sungai Nil tidak lagi menjadi sumber kehidupan. Diakhiri dengan kematian anak sulung Firaun, sehingga Firaun pun harus tunduk kepada Allah. Allah mengalahkan dewa bangsa Mesir. Maka setiap tahun saat mereka merayakan hari roti tidak beragi mereka mengingat Allah mereka yang perkasa, dan Allah yang perkasa ini tidak pernah meninggalkan mereka. Saat ini, ketika kita melakukan perjamuan Kudus, ingatkah kita punya Allah yang besar, yang membebaskan kita dari perbudakan dosa yang tidak bisa kita selesaikan sendiri, yang sanggup menarik kita keluar dari cengkeraman dosa dan bahkan membebaskan kita dari cengkeraman kematian? Ataukah kita hanya melakukan perjamuan kudus sekedar mengingat bahwa Tuhan telah mati bagiku? Kita memperingati hanya sebagai pengingat supaya kita tidak melupakan jasa Yesus. Ataukah saat kita mengambil cawan dan roti kita ingat bahwa kita punya Allah yang Maha Kuasa, yang membebaskan kita dari perbudakan dosa, sehingga setiap kali setelah perjamuan kudus kita dikuatkan untuk boleh menang atas dosa dalam hidup kita? Allah yang punya tangan yang perkasa, dimanakah kuasa-Nya setelah keluar dari ruangan ini? Dimanakah tangan-Nya jika kita tidak sadar bahwa kita punya Allah yang Maha Kuasa yang telah membebaskan kita? Kita akan menganggap hidup ini tidak ada Allah, bahwa kuasa Allah tidak sanggup membebaskan kita. Kita seringkali menyerah pada dosa hanya karena kita tidak percaya adanya Allah. Kita beranggapan bahwa kita tidak bisa keluar dari dosa. Kita tidak sadar bahwa kita punya Allah yang Maha Kuasa yang bisa membebaskan kita dari setiap permasalahan, perbudakan, dosa 2/4 Ringkasan Khotbah - 22 July 2012 dan setiap ilah dalam hidup kita. Kita begitu gampang mengatakan bahwa kita memang begitu (berdosa), padahal hal tersebut tidak benar. Allah begitu besar sehingga Ia mampu merubah hidup kita dan membuat kita menjadi manusia yang berbeda di dalam kehendak-Nya. Manusia tidak boleh mengatakan bahwa kita tidak bisa berubah. Allah kita sanggup memindahkan kita dari kematian ke dalam hidup sehingga di tengah-tengahnya juga mampu Ia selesaikan. Ataukah sebenarnya kita tidak mau dibebaskan oleh Allah? Jangan-jangan kita seperti bangsa Yahudi yang berada dalam perjalanan menuju tanah perjanjian, yang ingin kembali ke dalam perbudakan. Mereka lupa bahwa sumber kehidupan itu berasal dari Allah. Tuhan menyatakan kuat kuasanya kepada bangsa Yahudi dengan memberikan manna. Seringkali saat makan, kita merasa bahwa makanan kita bukan dari Tuhan, karena kita menganggap makanan tersebut merupakan hasil kerja kita. Kita merasa bisa hidup karena menjaga kesehatan. Kita tidak sadar bahwa setiap nafas kita ditopang oleh Tuhan. Hidup kita harusnya bergantung pada Tuhan. Dalam setiap konteks hidup kita, dalam keadaan kritis maupun nyaman, kita harus ingat bagaimana Tuhan menopang kita. Yang paling bahaya adalah saat kita dalam keadaan nyaman, semua lancar, kita kehilangan fokus pada Tuhan. Kita lupa pada Tuhan karena apa yang kita butuhkan tersedia. Keberdosaan kita adalah ketika kita menerima sesuatu setiap hari, tidak bisa melihat Allah di belakangnya. Ketika kita menerima keselamatan setiap hari, kita menganggap hal yang biasa. Maka kita hidup seperti tidak ada Allah, tidak ada lagi kemenangan dalam hidup ini. Setiap kali Perjamuan Kudus seharusnya kita diingatkan bahwa Allah kita Allah yang Maha Kuasa, yang telah membebaskan umat-Nya dari perbudakan, dari kematian menuju kehidupan. Dalam pergumulan hidup kita, saat menghadapi masalah, kita harus tahu bahwa kita bisa menang, karena Allah. Kedua, Allah yang menyelamatkan bangsa Yahudi, Allah yang baik, yang memperhatikan nasib umat-Nya, membawa umat-Nya keluar dari perbudakan dan menuju tanah perjanjian. Seringkali kita mencurigai Tuhan memberikan kita jalan yang lebih jelek atau susah, bahwa Tuhan itu jahat. Kecurigaan ini tidak beralasan. Manusia mempunyai hati yang sangat jahat karena meragukan dan mencurigai Allah. Saat orang Kristen dituntut oleh Tuhan kita menolaknya. Manusia ingin selamat tetapi ingin mempertahankan kehidupan yang berdosa. Kita juga mencurigai surga. Ilusi manusia berdosa tentang surga adalah tempat di mana kita bisa bersantai dan menikmati hidup. Padahal surga sebenarnya adalah tempat di mana kita melayani Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita. Seumur hidup dan selama-lamanya kita melayani Tuhan. Kekristenan tidak pernah berbicara tentang manusia, tetapi berbicara tentang Allah. Allah sedang memberikan kita hidup yang baik dan benar di mata-Nya, tetapi kita yang berdosa tidak bisa melihat kebaikan Allah dan berpikir lebih baik seperti orang berdosa. Ketika orang Yahudi merayakan Hari Raya Roti Tidak Beragi, mereka mengingat bangsa Yahudi dibebaskan dari Mesir. Allah dengan tangan-Nya yang kuat memimpin umat-Nya keluar 3/4 Ringkasan Khotbah - 22 July 2012 dari perbudakan dan memimpin menuju tanah perjanjian sebagai identitas mereka sebagai suatu bangsa. Bagi orang Yahudi, saat mereka diberi dan menempati tanah perjanjian itu mereka mengembangkan suatu mental bahwa mereka adalah bangsa superior, karena mereka mempunyai Allah yang besar. Sehingga saat orang Yahudi dibuang ke Babel, mereka menangis (Mazmur 137). Hari ini orang Kristen tidak pernah menangis ketika ditawan di Babel, ketika hidup kita ditawan oleh keberdosaan kita menikmatinya. Kita menangis justru saat kita dibebaskan dari keberdosaan kita. Dalam perayaan ini bangsa Yahudi mengerti mereka punya Allah yang memberikan identitas yang jelas, yang memberikan mereka tanah perjanjian. Orang Kristen juga dijanjikan tanah perjanjian saat di surga nanti, di mana kita boleh hadirkan kebenaran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Manusia seringkali bertanya di manakah bagian kita? Mari kita sadar identitas kita ketika hidup dalam Tuhan, setiap langkah kita membawa nama Tuhan. Untuk itulah kita ada, sebagai manusia, peta dan teladan Allah, mahkota ciptaan, untuk menyatakan Allah dalam hidup kita. Hal inilah panggilan kita yang paling sederhana. Jika hidup kita tidak menampakkan hal tersebut, kita sudah kehilangan seluruh makna keberadaan. Dalam Perjamuan Kudus bagi orang Yahudi, bukan saja mereka mengingat bahwa mereka sudah diselamatkan tetapi ada poin penting yaitu bagaimana Allah mereka yang besar sanggup menyelamatkan mereka, memberikan mereka identitas yaitu tanah perjanjian. Mari kita mempunyai pengertian saat melakukan Perjamuan Kudus bagaimana kita mengingat bahwa dengan tangan teracung Kristus telah membebaskan kita dari perbudakan dosa, dengan cinta kasih-Nya menyelamatkan kita dengan kematian-Nya di kayu salib, dengan cinta kasih-Nya memberikan kita identitas dalam diri-Nya sehingga kita beroleh hidup yang bebas dari dosa, hidup yang menyatakan bahwa kita adalah warganegara sorgawi dan di tengah dunia ini memuliakan Tuhan. Saat perjamuan kudus kita tidak hanya berhenti dalam pengertian Yesus menyelamatkan saya, tetapi membawa seluruh hidup kita kembali kepada Tuhan. Supaya seluruh hidup kita mempunyai makna yang jelas dan tidak dijalankan dalam kesia-siaan. (Ringkasan belum diperiksa pengkotbah. Transkrip: MD) 4/4