KEBEBASAN MEMILIH (SUATU TINJAUAN KEKERASAN PEMILU DI ACEH) ERLANDA JULIANSYAH PUTRA RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 2 COPYRIGHT 2016 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG UNDANG DILARANG MENGUBAH, MENGUTIP, MEMPERJUALBELIKAN ISI DOKUMEN INI TANPA SEIZIN DARI PENULIS & JARINGAN SURVEY INISIATIF RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 3 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 4 KEBEBASAN MEMILIH TANPA INTERVENSI (SUATU TINJAUAN KEKERASAN PEMILU DI ACEH) ERLANDA JULIANSYAH PUTRA EDITOR ARYOS NIVADA COVER & LAY OUT TEUKU HARIST MUZANI RISET PUSTAKA KERJASAMA JARINGAN SURVEI INISIATIF DAN FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2016 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 5 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak untuk memilih dan dipilih merupakan serangkaian hak yang dilindungi dan diakui keberadaannya di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia, hak ini juga menegaskan seseorang tersebut harus terbebas dari segala bentuk intervensi, intimidasi, dan segala tindakan kekerasan yang menimbulkan rasa takut untuk menyalurkan haknya dalam memilih dan dipilih dalam setiap proses pemilu, hal ini dapat dilihat didalam Pasal 28C ayat 2 ,Pasal 28I ayat 1 dan ayat 5 Undang Undang Dasar 19451, yang pada intinya memberikan perlindungan kepada memperjuangkan 1 setiap haknya secara warga negara kolektif untuk untuk dapat membangun Penjabaran mengenai Hak Asasi Manusia dapat dilihat di dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasca Amandemen dengan penjelasan Pasal 28C ayat (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Pasal 28I ayat (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, dan Pasal 28I ayat (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 7 masyarakat , bangsa dan negara serta berhak memperoleh hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, serta hak untuk meneggakkan dan melindungi hak asasi manusia dengan prinsip negara hukum yang demokratis. Hak memilih juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, yaitu ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1). Yang menjadi dasar hukum bagi setiap warga negara Indonesia untuk memiliki kebebasan dalam ikut serta menentukan wakil-wakil mereka baik untuk duduk dalam lembaga legislatif maupun dijadikan sebagai pimpinan lembaga eksekutif, yang dilakukan melalui pemilihan umum. Robert a. Dahl dalam bukunya yang berjudul Participation and Opposition menyebutkan ada 8 (delapan) hal yang harus dipenuhi agar tercapai demokrasi, yaitu:2 pertama, kebebasan untuk berorganisasi, kedua, kebebasan untuk memilih, ketiga, hak untuk memilih, keempat, prasyarat untuk sarana perkantoran, kelima, hak untuk berpolitik, 2 keenam, hak untuk mendapatkan informasi, Robert A. Dahl, Polyarchy:Participation and Opposition (New Heaven: Yale University Press, 1977). Lihat juga John D. May, Defining Democraty: A Bid For Coherence and Consensus, Political Studies 26, No. 1 (march 1978). RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 8 ketujuh,pemilihan yang bebas dan adil, kedelapan, kepentingan untuk membuat kebijakan pemerintah. Demokrasi dipahami sebagai pengertian dari kedaulatan rakyat,3 kedaulatan tersebut merupakan satu-satunya sumber kekuasaan bagi setiap pemerintah.4 Kadaulatan rakyat juga mengandung arti bahwa yang berkuasa adalah rakyat, negara atau pemerintah hanyalah sebagai sarana dalam mewujudkan kedaulatan rakyat tersebut. Rakyat sendiri terdiri dari individu, kelompok-kelompok masyarakat dan pemerintahan atau sebagian dari rakyat yang memiliki otoritas oleh rakyat secara keseluruhan. Asas dari demokrasi sebagaimana terkandung di dalam pengertiannya tidak terjadi perubahan dalam sejarah ketatanegaraan, yaitu sistem pemerintahan negara dipegang oleh rakyat atau setidak-tidaknya rakyat diikutsertakan di dalam pembicaraan masalah-masalah pemerintahan negara.5 Pemilihan Umum merupakan salah satu sendi untuk tegaknya sistem politik demokrasi. Tujuan Pemilihan Umum tidak lain adalah 3 Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 setelah Amandemen Keempat Tahun 2002, GBHN (TAP MPR-RI Nomor IV/MPR/1999), 1999-2004, TAP-TAP MPR Tahun 2000, (Bandung: Pustaka Setia), hlm. 119. 4 Jimly Asshiddiqie. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia. (Jakarta: PT. Achtiar Baru Van Hoeve,1994), hlm.11. 5 Abdul bari Azed. Sistem-sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran. (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2000), hlm.3. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 9 untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi, dengan cara memilih wakil-wakil rakyat di Badan Perwakilan Rakyat. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan ketatanegaraan. Dalam Pemilihan Umum tercakup dua macam hak pilih, yaitu: - Hak pilih aktif atau sering dikenal sebagai Hak untuk memilih; dan - Hak pilih pasif, yaitu hak untuk dipilih menjadi Anggota Badan Perwakilan Rakyat. Menurut Henry B. Mayo dengan adanya Pemilihan Umum maka salah satu nilai demokrasi dapat terwujud, artinya terjadi perpindahan kekuasaan negara dari pemegang yang lama kepada pemegang yang baru secara damai.6 Namun hal ini sepertinya berbanding terbalik dengan realita pelaksanaan pemilu di provinsi aceh, pelaksanaan pemilu di aceh meninggalkan beragam tabir kelam bagi pelaksanaan demokratisasi terutama pelaksanaan pemilu 2014, setidaknya dalam kurun waktu tiga bulan terakhir mulai dari januari sampai dengan maret 2014 tindakan kekerasan bernuansa politik meningkat drastis. Tercatat 5 orang tewas, 19 orang terluka akibat penganiayaan, dan 6 Henry B. Mayo, dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986,hlm. 61 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 10 puluhan harta benda, termasuk perusakan dan pembakaran atribut partai. Kerugian nyawa dan harta benda ini diakibatkan oleh sejumlah tindakan kekerasan, seperti; penembakan, penganiayaan, pengrusakan, pembakaran, pelemparan bom molotov, intimidasi, dan teror.7 Apabila kita merujuk pada ketentuan Pasal 1 butir 6 UU. No. 39 Tahun 1999 Tetang Hak Asasi Manusia menyatakan : Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh UU ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Yang artinya apabila dikaitkan dengan prilaku kekerasan yang terjadi di Aceh sebelum pelaksanaan pemilihan umum dapat dikatakan sebagai salah satu perbuatan pelanggaran Hak Asasi Manusi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang secara sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengurangi, menghalangi, 7 Laporan Serangkaian Kekerasan dan Penembakan di Aceh Menjelang Pemilu 2014 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dihimpun dari berbagai sumber baik media masa maupun elektronik. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 11 membatasi atau mencabut hak asasi manusia yang dalam hal ini adalah hak memilih secara politik. Gesekan politik ini tentu akan memperbesar peluang terjadinya pelanggaran pemilu. tindakan ini sangat tidak sejalan dengan tujuan penyelenggaraan pemilu. Pemilu sebagai sarana perpindahan kekuasaan mestinya dijalankan dengan jalan damai. Rakyat diberikan ruang untuk mengekspresikan kedaulatannya dengan rasa aman dan nyaman sesuai dengan pertimbangan politiknya masing-masing Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin memberikan identifikasi dan kajian secara kritis terhadap permasalahan tersebut dengan memberikan tinjuan kepada hak pilih masyarakat aceh dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun 2014. B. Identifikasi Masalah 1. Apakah yang melatar belakangi intervensi, dan intimidasi terhadap masyarakat aceh dalam memempergunakan hak pilihnya? 2. Bagaimana implikasi dari intervensi, dan intimidasi tersebut terhadap pelaksanaan demokratisasi di aceh? RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 12 3. Bagaimanakah solusi terbaik bagi penyelesaian permasalahan hak pilih yang demokratis di aceh? C. Maksud dan Tujuan Makalah ini mempunyai maksud dan tujuan untuk : 1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya intervensi, dan intimidasi terhadap masyarakat aceh dalam mempergunakan hak pilihnya. 2. Untuk mengetahui implikasi dan yang ditimbulkan dari intervensi dan intimidasi tersebut terhadap pelaksanaan demokratisasi di aceh. 3. Untuk memberikan solusi terbaik bagi penyelesaian permasalahan hak pilih yang demokratis di aceh. 4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah hak asasi manusia RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 13 D. Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian sebagaimana tersebut di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut 1. secara akademis, dapat memberikan landasan teori mengenai Hak Pilih serta perlindungannya di dalam Hak Asasi Manusia terkait pelaksanaan pemilihan umum . 2. Secara Praktis, dari hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan masukan bagi masyarakat pada umumnya dan civitas akademis khususnya mengenai perlindungan hak pilih masyarakat aceh yang terbebas dari bentuk intimidasi dan intervensi serta segala bentuk kekerasan dalam pelaksanaan pemilihan umum. E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legis positivis yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu konsep ini RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 14 juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.8 2. Sumber Data Penelitian dengan pendekatan yang bersifat yuridis normatif akan dilakukan dengan mempergunakan bahan hukum primer9dan bahan hukum sekunder, 10 dengan melakukan analia data secara deduktif dengan sifat penelitian deskriptif. 3. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan penggunaan data sekunder dalam penulisan makalah ini, maka pengumpulan data akan dilakukan dengan cara mengumpul, mengkaji, dan mengolah secara sistimatis bahan-bahan kepustakaan serta dokumen-dokumen yang berkaitan. Data sekunder baik yang menyangkut bahan hukum primer dan sekunder diperoleh dari bahan 8 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 11. 9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Edisi 1, Cet. V, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 13-14. Lihat juga Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan di dalam Penelitian Hukum, Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979), hal.29. 10 Bahan hukum sekunder adalah bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer, yang antara lain mencakup: (a) abstrak; (b) indeks; (c) bibliografi; (d) penerbitan pemerintah; dan (e) bahan acuan lainnya. Ibid. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 15 pustaka. 11 Data tersebut disusun secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran relatif lengkap dari klasifikasi secara kualitatif F. Sistematika Penulisan Penulisan Makalah ini dibagi dalam empat bab yang dimaksdukan agar mudah dipahami, antara lain : Pada BAB I dengan judul Pendahuluan berisikan mengenai latar belakang masalah, ruang lingkup dan tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan Pada BAB II dengan judul Tinjauan Umum Mengenai Pengertian dan Sejarah HAM, Konsep Negara Hukum, Teori Demokrasi, dan Teori Partisipasi dan Teori Konflik. Dalam BAB ini akan dijelaskan mengenai tinjauan teoritis dengan penguraian tentang pengertian dan sejarah HAM serta penjabaran mengenai konsep negara hukum, teori demokrasi dan teori partisipasi. Pada BAB III dengan judul Kebebasan Memilih Tanpa Intervensi berisikan mengenai Identitas Politik Lokal di Aceh, Partai Politik Lokal Sebagai Upaya Perjuangan Identitas Politik, Latar Belakang 11 Ibid. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 16 Intervensi dan Intimidasi Hak Pilih Masyarakat Aceh, Implikasi Dari Intervensi dan Intimidasi Terhadap Pelaksanaan Demokrasi di Aceh, dan Solusi Terbaik Bagi Penyelesaian Permasalahan Hak Pilih Yang Demokratis di Aceh. Pada BAB IV dengan Judul Penutup berisikan mengenai kesimpulan (konklusi) hasil analisis dan memberikan masukan terhadap hak pilih masyarakat aceh tanpa intervensi dan intimidasi. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 17 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 18 BAB II LANDASAN TEORITIS TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGERTIAN DAN SEJARAH HAM, KONSEP NEGARA HUKUM, TEORI DEMOKRASI, TEORI PARTISIPASI DAN TEORI KONFLIK A. Pengertian dan Sejarah HAM Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.12 Asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia bersumber dari teori hak kodrati yang dikenal melalui tulisan-tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas. John Locke, mengajukan pemikiran mengenai teori hak-hak kodrati. Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. 12 Moh. Yasir Alimi,, Advokasi Hak-hak perempuan membela hak mewujudkan perubahan, LKIS 1999, Hal 13 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 19 Gagasan hak-hak asasi manusia pada awalnya berkaitan dengan kelas-kelas menengah. Melawan tuntutan-tuntutan asal-usul derajat kebangsawanan serta hak-hak istimewa tradisional, kaum borjuis yang menanjak di Eropa modern awal mengajukan tuntutan-tuntutan politis yang didasarkan pada persamaan kodrati manusia serta hakhak kodrati yang tak dapat dipindahtangankan. Persetujuan Internasional tentang hak-hak asasi manusia telah diselesaikan dalam bulan Desember 1966. Bersama dengan Deklarasi Universal, piagam-piagam itu mewakili suatu pernyataan berwibawa tentang hak-hak asasi manusia yang diakui secara Internasional. Sebagai bagian dari bangsa-bangsa yang beradab dan sebagai anggota PBB, bangsa Indonesia perlu mengkaji berbagai keputusan PBB mengenai HAM. Setiap bangsa tidak dapat menutup mata terhadap fenomena maraknya isu Internasional mengenai HAM, tidak terkecuali bangsa dan pemerintah Indonesia. Mulai tahun 1990-an, persoalan hak-hak asasi manusia (HAM) semakin marak di Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya tuntutan anggota masyarakat, baik individual maupun kolektif terhadap pelanggaran HAM yang dialaminya. Secara umum, RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 20 apa yang dinamakan HAM adalah hak pokok atau hak dasar, yaitu hak yang bersifat fundamental, sehingga keberadaannya merupakan suatu keharusan, tidak dapat diganggu gugat, bahkan harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan dari segala macam ancaman, hambatan, dan gangguan dari manusia lainnya. Istilah hak asasi manusia merupakan terjemahan dari istilah droits de l’homme dalam bahasa Perancis yang berarti “hak manusia”, atau dalam bahasa Inggrisnya human rights, yang dalam bahasa Belanda disebut menselijke rechten. Di Indonesia umumnya dipergunakan istilah “hak-hak asasi”, yang merupakan terjemahan dari basic rights dalam bahasa Inggris dan grondrechten dalam bahasa Belanda. Sebagian orang menyebutkannya dengan istilah hak-hak fundamental, sebagai terjemahan dari fundamental rights dalam bahasa Inggris dan fundamentele rechten dalam bahasa Belanda. Di Amerika Serikat, di samping dipergunakan istilah human rights, dipakai juga istilah civil rights.13 Dalam pengertian universal, HAM diartikan sebagai hak kebebasan dasar manusia yang secara alamiah melekat pada diri 13 Ramdlon Naning, Cita dan Citra HAM di Indonesia, LKUI, Jakarta, 1983,hlm. 7. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 21 manusia, dan tanpa itu manusia tidak dapat hidup secara wajar sebagai manusia. Sementara itu, dalam buku “ABC, Teaching of Human Rights” yang dikeluarkan oleh PBB, HAM didefinisikan sebagai hakhak yang melekat secara kodrati pada manusia, dan tanpa itu tidak dapat hidup layaknya seorang manusia (those rights which are inherent in our nature and without which we cannot live a human being). Terhadap pengertian HAM itu sendiri, terdapat beberapa batasan yang berbeda-beda, meskipun pada intinya mengandung makna yang sama. Miriam Budiardjo mendefinisikan hak asasi sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat.14 Miriam menambahkan, secara umum diyakini bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, atau jenis kelamin, dan oleh karena itu bersifat asasi serta universal. Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. 14 Miriam Budiardjo, 1994, HAM di Indonesia. Karangan dalam “Esei Pembangunan Politik, Situasi Global, dan HAM di Indonesia”, PT. Ikrar Mandiri Abadi, Jakarta, 1994, hlm. 429. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 22 Gunawan Setiardja mendefinisikan HAM sebagai hak-hak yang melekat yang dimiliki manusia sebagai manusia.15 Dan apabila ditinjau secara obyektif, Gunawan Setiardja menyatakan bahwa HAM merupakan kewenangan yang melekat pada manusia sebagai manusia, yang harus diakui dan dihormati oleh pemerintah. Oleh karenanya, HAM apabila ditinjau secara obyektif berhubungan dengan kodrat manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berbudi, sehingga landasan HAM ada dua, yaitu: 1. Landasan yang langsung dan pertama : kodrat manusia. 2. Landasan yang kedua dan yang lebih dalam : Tuhan sendiri yang menciptakan manusia16 Dalam tahap perkembangannya sekarang, pemantauan dan penegakan HAM telah didukung oleh perangkat yang lengkap, yang meliputi instrumen dan mekanisme HAM Internasional, regional dan nasional, yang saling menunjang satu sama lain. Negara yang mengabaikan kenyataan ini akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan dalam hubungan luar negerinya, padahal hubungan 15 Gunawan Setiardja, HAM Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius, Yogyakarta, 1993, hlm. 73. 16 Gunawan Setiardja, 1993, hlm. 74. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 23 luar negeri ini semakin lama semakin penting dalam abad 21 mendatang. Kondisi penghayatan dan penegakan HAM di Indonesia masih belum memuaskan karena berbagai faktor, yang pada hakekatnya bermuara pada masalah sentral, yaitu belum adanya interpretasi kolektif yang padu (uniform collective interpretation) antara anggota masyarakat, baik yang bergerak di lingkungan infrastruktur, suprastruktur memprihatinkan lagi adalah maupun adanya transtruktur. Yang kecenderungan lebih beberapa kelompok anggota masyarakat untuk berfikir secara dikhotomis (dichotomy thinking) seperti Sipil – ABRI, Infra – Suprastruktur, penguasa – masyarakat, dan sebagainya, yang membahayakan integrasi nasional.17 B. Konsep Negara Hukum Perkembangan konsep negara hukum merupakan produk dari sejarah, sebab rumusan atau pengertian negara hukum itu terus berkembang mengikuti sejarah perkembangan umat manusia. Karena itu dalam rangka memahami secara tepat dan benar konsep negara 17 Muladi, Pemasyarakatan HAM Melalui Pendidikan Formal, Makalah Lokakarya Nasional II HAM, Deplu – KOMNAS, Jakarta, 1994. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 24 hukum, perlu terlebih dahulu diketahui gambaran sejarah perkembangan pemikiran politik dan hukum, yang mendorong lahir dan berkembangnya konsepsi negara hukum.18 Selain itu pemikiran tentang negara hukum sebenarnya sudah sangat tua, jauh lebih tua dari usia ilmu negara ataupun ilmu kenegaraan itu sendiri19 dan pemikiran tentang negara hukum merupakan gagasan modern yang multiperspektif dan selalu aktual. 20 Ditinjau dari perspektif historis perkembangan pemikiran filsafat hukum dan kenegaraan gagasan mengenai negara hukum sudah berkembang semenjak 1800 SM.21 Akar terjauh mengenai perkembangan awal pemikiran negara hukum adalah pada masa yunani kuno. Menurut Jimly Ashidiqie gagasan kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi romawi, sedangkan tradisi yunani kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan hukum. 22 Pada masa yunani kuno pemikiran mengenai negara hukum dikembangkan 18 S.F. Marbun, Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 9 Vol 4-1997, hlm. 9. 19 Sobirin Malian, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 25. 20 A.Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan,Elsam, 2004, hlm. 48. 21 J.J Von Schmid, Pemikiran Tentang Negara dan Hukum, Pembangunan, Jakarta, 1988, hlm. 7. 22 Jimly Ashidiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 11. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 25 oleh para filosof besar yunani kuno seperti Plato23 (429-347 SM) dan Aristoteles24 (384-322 SM). Dalam bukunya politicos yang dihasilkan dalam penghujung hidupnya, Plato (429-347 SM) menguraikan bentuk-bentuk pemerintahan yang mungkin dijalankan. Pada dasarnya, ada dua macam pemerintahan yang dapat diselenggarakan ; pemerintahan yang dibentuk melalui jalan hukum, dan pemerintahan yang terbentuk tidak melalui jalan hukum.25 Konsep Negara Hukum menurut Aristoteles (384-322 SM) adalah Negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagian hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susilah kepada setiap manusia agar dia menjadi warga negara yang baik. Dan bagi Aristoteles (384-322 SM) yang memerintah dalam negara bukanlah manusia yang 23 Plato (429-347 SM) adalah murid Socrates (469-399 SM) dilahirkan pada tanggal 29 Mei 429 SM di Athena. Plato banyak menghasilkan karya dalam bidang Filsafat, Politik dan Hukum. Diantara karyanya yang termasyur adalah Politea (tentang negara), Politicos (tentang ahli negara),dan Nomoi (tentang Undang-Undang). 24 Aristoteles (384-322 SM) berasal dari Stageira. Dia adalah murid Plato (429-347 SM). Aristoteles banyak menghasilkan karya dalam bidang Filsafat, Logika, Polik, dan Hukum. Karyanya yang termasyur dalam bidang Filsafat Hukum adalah Ethica dan Politica. 25 Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum ; Problematika Ketertiban Yang Adil, Grasindo, Jakarta,2004, hlm 36-37. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 26 sebenarnya, melainkan pikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja.26 Montesquieu mengatakan bahwa fungsi Negara hukum harus dipisahkan dalam 3 (tiga) kekuasaan lembaga Negara dikenal dengan nama Trias Politika, yaitu : 1. Kekuasaan legislatif, yang membentuk undang-undang. 2. Kekuasaan Yudikatif, yang menjatuhkan hukuman atas kejahatan dan yang memberikan putusan apabila terjadi perselisihan antara para warga. 3. Kekuasaan Eksekutif, memaklumkan yang melaksanakan undang-undang, perang, mengadakan perdamaian dengan Negara- negara lain, menjaga tata tertib, menindas pemberontakan dan lainlain.27 Pada masa abad pertengahan pemikiran tentang Negara Hukum lahir sebagai perjuangan melawan kekuasaan absolute para raja. Menurut Paul Scholten dalam bukunya Verzamel Geschriften, dell I, tahun 1949, hlm. 383, dalam pembicaraan Over den Rechtsstaat, istilah 26 Moh. Kusnardi dan Harmailiy Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, PSHTN FH UI dan Sinar Bakti, 1988, hlm. 153. 27 Ramdlon Naning, Gatra Ilmu Negara, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1983, hlm. 25. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 27 negara hukum itu berasal dari abad XIX, tetapi gagasan tentang negara hukum itu tumbuh di eropa sudah hidup dalam abad tujuh belas. Gagasan itu tumbuh di inggris dan merupakan latar belakang dari Glorius Revolution 1688 M. gagasan itu timbul sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolute, dan dirumuskan dalam piagam yang terkenal sebagai Bill of Right 1689 (Great Britain), yang berisi hak dan kebebasan dari pada kawula negara serta peraturan pengganti raja di inggris. Di Indonesia istilah Negara Hukum sering diterjemahkan Rechsstaat atau The Rule of Law. Paham Rechtsstaat pada dasarnya bertumpu pada sistem Hukum Eropa Kontinental. Ide tentang Rechsstaat mulai popular pada abad XVII sebagai akibat dari situasi sosial politik Eropa didominir oleh absolutisme raja.28 Paham Rechsstaat dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Imanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl.29 Sedangkan paham The Rule of Law mulai dikenal setelah Albert Venn Dicey pada tahun 1885 menerbitkan bukunya Introduction 28 Padmo Wahjono, Perkembangan Hukum di Indonesia, Ind-Hill Co, Jakarta, 1989, hlm. 30. Miram Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, hlm. 57. 29 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 28 to Study of The Law of The Constitution. Paham The Rule of Law bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common Law System.30 Adapun ciri-ciri Rechsstaat adalah : 1. Adanya Undang Undang Dasar atau Konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat; 2. Adanya pembagian kekuasaan negara; 3. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat. Ciri-ciri diatas menunjukan bahwa ide sentral Rechsstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang bertumpu atas prinsip kebebasan dan persamaan. Adanya Undang Undang Dasar akan memberikan jaminan konstitusional terhadap asas kebebasan dan persamaan. Adanya pembagian kekuasaan untuk menghindari penumpukan kekuasaan dalam dalam satu tangan yang sangat cendrung pada penyalahgunaan kekuasaan yang berarti pemerkosaan terhadap kebebasan dan persamaan.31 Ciri-ciri Rechsstaat tersebut juga melekat pada Indonesia sebagai sebuah Negara Hukum. Ketentuan bahwa Indonesia adalah Negara 30 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia; Sebuah Studi Tentang Prinsip-prinsipnya, Penerapannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya, 1972, hlm. 72. 31 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2005, hlm. 73. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 29 Hukum tidak dapat dilepaskan dari pembukaan Undang Undang Dasar 1945 sebagai cita negara hukum, kemudian ditentukan pada batang tubuh dan penjelasan UUD 1945 (sebelum diamandemen)32 Alinea I pembukaan UUD 1945 mengandung kata Perikeadilan : dalam alinea II terdapat kata adil ; dalam alinea II terdapat kata Indonesia ; dalam alinea IV terdapat kata Keadilan sosial dan kata kemanusian yang adil. semua istilah tersebut merujuk pada pengertian negara hukum, karena salah satu tujuan negara hukum adalah mencapai keadilan.33 A.V. Dicey mengetengahkan tiga arti dari The Rule of Law sebagai berikut:34 1. Supremasi absolute atau predominasi dari regular law untuk menantang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan, prerogative atau discretionary authority yang luas dari pemerintah. 2. Persamaan di hadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan 32 Iriyanto A. Baso Ence,Negara Hukum dan Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi,Alumni, Bandung, 2008, hlm. 33. 33 Ibid 34 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara..op.cit, hlm.74. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 30 oleh ordinary court, ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada diatas hukum ; tidak ada peradilan administrasi negara. 3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber, tetapi merupakan konsekuensi dari hakhak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan. Paham negara hukum tidak dapat dipisahkan dari paham kerakyatan sebab pada akhirnya, hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Begitu eratnya hubungan antara paham negara hukum dan kerakyatan sehingga ada sebutan negara hukum yang demokratis atau democratische rechtsstaat. Dalam kaitannya dengan negara hukum, kedaulatan rakyat merupakan unsur material negara hukum, selain masalah kesejahtraan rakyat.35 35 Ibid., hlm. 76. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 31 C. Teori Demokrasi Pemerintah demokrasi telah berkembang dari Yunani Kuno,dengan perdebatan-perdebatan saat itu oleh kalangan tokohtokoh filsuf diantaranya Socrates, Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Polybius dan Cicero. Socrates memiliki gagasan tentang bentuk pemerintahan (negara ) yang dicita-citakannya, yaitu negara demokrasi, yang menyatakan bahwa negara yang yang dicitacitakannya tidak hanya melayani kebutuhan penguasa, tetapi negara yang berkeadilan bagi warga masyarakat (umum). 36 Perkembangan pemerintahan demokrasi dalam suatu negara lebih lanjut mempengaruhi pemikiran Plato. Menurut pendapat filsuf Plato dan Aristoteles, mengelompokkan pemerintahan demokrasi yaitu pemerintahan yang yang dicitacitakan dan pemerintahan yang korup. Perbedaan yang lain terletak pada penggunaan kreteria masing-masing dengan menggunakan indikator kualitatif dan kuantitatif. Pemerintahan demokrasi menurut Plato menganut pada indikator pemerintahan kualitatif yaitu pada 36 Syahran Basah ,Ilmu Negara, Pengantar Metode dan Sejarah Perkembangan,PT. Citra Adya Bhakti, Bandung .,19992, hlm. 86. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 32 kualitas pendidikan dan moral pemimpin, sedangkan oleh Aristoteles berdasarkan pada jumlah orang yang memimpin dan untuk kepentingan beberapa orang.37 Hendry B. Mayo38 dalam Mirian Budiardjo menyebutkan sebagai berikut : “A democratic political system is one in which publik policies are made on a majority basis, by representatives subject to effective popular control at periodic elections which are conducted on the principle of political equality and ander conditions of political freedom”.( bahwa sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh wakil rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjamin kebebasan politik ). Sistem demokrasi menurut pandangan Henry B. Mayo39 dalam Mirian Budiardjo bahwa, demokrasi sebagai sistem politik , tidak hanya merupakan sistem pemerintahan , tetapi juga gaya hidup serta tata masyarakat tertentu , yang karena itu juga mengandung unsurunsur moril dan beberapa nilai (values), yang pelaksanaannya sesuai dengan perkembangan sejarah serta budaya politik masingmasing. Nilai-nilai dalam demokrasi menurut Henry B.Mayo sebagai berikut:40 37 Plato dan Aristoteles dalam Syachran Basah, Ibid, hlm. 56 – 57. Henry B. Mayo dalam Mirian Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, PT Gramdia, Jakarta, 1981, hlm. 61. 39 Ibid, hlm.62. 40 Ibid , hlm. 62-63. 38 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 33 1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalized peacepul settlement of conflict). Dalam setiap perselisihan yang terjadi diupayakan dilakukan secara kompromi, konsensus atau mufakat, apabila tidak tercapai maka dapat dicarikan jalan dengan menggunakan kekuatan-kekuatan dari luar untuk memaksakan sehingga tercapai kompromi atau mufakat. Pemerintah dapat mempergunakan persuasi (persuasion) serta paksaan (coercion). 2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah (peaceful change in a chaning society). Dalam system social di masyarakat terjadi perubahanperubahan social, sehingga pemerintah harus menyesuaikan kebijaksaannya sesuai dengan perubahan-perubahan untuk mencegah adanya sistem diktatur. 3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur (orderly succession of rules). Penyelenggaraan pergantian pimpinan melalui demokrasi, tidak dengan keturunan atau coup d`etat. 4. Membatasai pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum of coercion). Mengikut sertakan golongan-golongan minoritas dalam RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 34 diskusi-diskusi secara terbuka dan kreatif , sehingga merasa turut bertanggungjawab. 5. Mengakui serta (diversity). Dalam menganggap wajar adanya keanekaragaman masyarakat pasti adanya keanekaragaman berpendapat, bertingkah laku, sehingga diperlukan terselenggaranya masyarakat terbuka (open social) serta kebebasan-kebebasan politik (political liberties). Demokrasi disebut sebagai gaya hidup (way of life), sehingga keanekaragaman perlu dijaga untuk menciptakan persatuan dan integrasi. 6. Menjamin tegaknya keadilan. Dalam demokrasi tentu adanya golongan-golongan terbesar mewakili dalam lembaga perwakilan, tentu golongan lain merasa diperlakukan tidak adil. Dengan demikian diperlukan keadilan yang relatif (relative justice) lebih bersifat keadilan dalam jangka panjang. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 35 Nilai-nilai hukum dalam demokrasi disebutkan oleh W.Friedmann , sebagai berikut: “...the essential legal values of modern democracy. The first is the recognition of individual personality, whose development is protected by individual right. Of these rights those are the most essential which protect the essential personel faculties and spiritual values. Those which protect material conditions of existence rank lower and are subject to changing conditions of society. Freedom of worship and thought ranks higher than freedom of property.Individual right is balanced by responsibility towards ones`s fellow citizens and legal responsibility for one`s acts. Democracy, secondely. demands legal protection for equel opportunity of development, regardless of personel, racial or national distinction; but the latter postulate is as yet severely limited by the organization of mankind in national states .Democracy further enjoins the law to ensure to the individual the possibility of participation in government , through adequate representation and direct responsibility. It finally demands a system of law which puts no individuals or classes above the law, guarantees its administration without distinction of persons and expresses the principle that everyone counts for one in legal rules”. Terjemahan bebasnya sebagai berikut : Nilai-nilai hukum yang essensial demokrasi modern, Pertama: Pengakuan dari individu yang perkembangannya yang dilindungi oleh hak-hak individu. Dari hak-hak ini yang paling penting adalah melindungi kemudahan-kemudahan pribadi yang essensial dan nilainilai spiritual . Mereka melindungi syarat-syarat material bagi keberadaan tingkatan yang lebih rendah dan tergantung pada keadaan masyarakat yang berubah-ubah. Kebebasan beribadah dan berfikir RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 36 adalah tingkatan yang lebih tinggi dari kebebasan hak untuk memiliki. Hak-hak individu adalah seimbang dengan tanggungjawab terhadap sesama warga masyarakat dan tanggungjawab hukum atas perbuatan. Kedua, demokrasi menuntut perlindungan hukum bagi kesempatan yang sama untuk pengembangan, dengan mengabaikan perbedaan pribadi, ras atau kebangsaan; akan tetapi yang disebut teakhir mandalilkan bahwa hingga kini sangat dibatasi oleh organisasi manusia di Negara nasional. Selain dari itu, ketiga, demokrasi menyeluruh untuk menjamin individu yang mungkin dapat berperan serta dalam pemerintahan, melalui perwakilan yang layak dan tanggung jawab langsung. Akhirnya, keempat demokrasi menuntut sistem hukum yang tidak menempatkan individu atau golongan diatas hukum, menjamin administrasi tanpa perbedaan antara sesama manusia dan menetapkan prinsip bahwa setiap orang dihitung satu dalam hukum. Menurut W.Friedmann tersebut diatas, dapat disebutkan bahwa nilai-nilai hukum dalam demokrasi modern yakni: Pertama; adanya perlindungan hukum atas hak-hak individu masyarakat. Kedua; kesempatan yang sama untuk pengembangan, dengan mengabaikan RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 37 perbedaan pribadi, ras atau kebangsaan. Ketiga; berperan serta dalam pemerintahan baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan. Keempat ; hukum berlaku bagi semua golongan tanpa membedakanbedakan dalam suatu negara. Sedangkan menurut Robert A.Dahl dalam M.Budairi Idjehar yang dikutif oleh H.S Tisnanta dihimpun oleh Muladi41menyebutkan prinsip dalam sistem demokrasi yang pada intinya yakni persamaan hak, partisipasi efektif dalam pengambilan keputusan baik keputusan politik maupun birokrasi, pengawasan oleh rakyat terhadap keputusan-keputusan yang telah diambil bersama, dan kedaulatan berada seluruh rakyat. Demokrasi dalam kerangka pemerintahan daerah dan desentralisasi dari sejak dulu oleh para pendiri negara indonesia antara lain Mohammad Hatta dan Soepomo, meletakkan dasar kedaulatan rakyat sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Moh.Hatta disebutkan bahwa dasar kedaulatan rakyat, yakni hak rakyat untuk menentukan nasibnya tidak hanya ada pada pucuk pemerintahan negeri, melainkan juga pada tiap tempat, di kota, di 41 Robert A.Dahl dikutif HS. Tisnanta , Partisipasi Publik Sebagai Hak Asasi Warga Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dalam Muladi : Editor, HAM, Hakekat ,Konsep dan Implemantasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama, Bandung, 2005 hlm. 76. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 38 desa dan di daerah. Tiap-tiap golongan persekutuan itu mempunyai badan perwakilan sendiri seperti gemeenteraad, provinciale raad...42 Menurut pendapat Soepomo yang tidak berbeda dengan Moh Hatta, bahwa Soepomo menuntut agar politik pembangunan Negara Indonesia disesuaikan dengan struktur sosial masyarakat Indonesia. Bentuk Negara Indonesia harus diungkapkan ”semangat kebatinan bangsa Indonesia”, yaitu hasrat rakyat akan persatuan, maka ia secara konsekwen mendukung desentralisasi.43 Dalam prinsip-prinsip demokrasi yang terbentuk dari asas desentralisasi mengarahkan kepentingan daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sendiridalam mengurus pada hak dan kewenangan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokrasi. Pemerintahan daerah yang demokrasi terlaksana dengan adanya partisipasi masyarakat didalam menentukan pemimpin di daerah serta mengawasai jalannya kegiatan pembangunan daerah yang dilaksanakan oleh kepala daerah sebagai pemerintah daerah. 42 Mohammad Hatta, Kearah Indonesia Merdeka (1932), dalam Kumpulan Karangan Jilid I, Bulan Bintang , Jakarta, 1976, hlm. 103. 43 Franz Magnis Suseno, Mencari Sosok Demokrasi, Sebuah Telaah Filosofis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hlm. 13 – 14. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 39 Pada dasarnya negara demokrasi, secara normative terikat dengan indikator sistem politik demokratis yang oleh Robert Dahl meliputi hal-hal sebagi berikut:44 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Control over governmental decision about policy is constitutionally vested in elected officials Elected official are chosen and peacefully removed in relatively frequent fair. Free election in which coercion is quite limited Practically all adults have the rights to vote in these elections Most adults have the rights to run for public offices for which candidate run in these election citizen have an effectively enforced rights to freedom of expression, particularly political expression, including criticism of the officials, the conduct of the government, the prevailing political, economic, and social system, and dominant ideology They also have aces to alternative sources of information that are note monopolized by government or any other single group Finally they have and effectively enforced right to form and join autonomous associations, including political parties and interest group that attempt to influence the government by competing in elections and by other peaceful means Secara umum, Robert A Dahl menggarisbawahi bahwa dalam system politik yang demokratis, kontrol terhadap pemerintah dalam membuat keputusan tidak bisa diabaikan, pemerintah harus dilipih secara teratur melalu pemeilihan yang adil, terbuka dan ada pembatasan terhadap tindakan yang bersifat pemaksaan, terdapat hak 44 Indikator-indikator tersebut dikemukakan oleh Robert A Dahl, sebagaimana dikutip oleh Affan Gafar, Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi, cet ke II, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2000 hlm.7 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 40 memilih dan hak dipih bagi warga negara yang telah memenuhi syarat (dewasa), termasuk pula hak warga negara untuk mengekspressikan kebebasan politiknya, ternasuk mengkritik aparat kekuasaan negara, ada akses untuk memanfaatkan sumbersumber infornasi alternatif yang tidak dimonopoli oleh pemerintah atau kelompok tertentu, lalu pada akhirnya, semua warga negara mempunyai hak yang sama untuk membentuk dan bergabung ke dalam kelompok-kelompok yang otonom, termasuk bergabung dalam partai-partai politik dan kelompok-kelompok kepentingan yang bertujuan mempengaruhi pemerintah. Selanjutnya Michael Saward mengemukakan bahwa demokratisasi sebuah system memerlukan beberapa kondisi minimal seperti jaminan basic freedom (freedom of speech an d expression, freedom of movement, freedom of association, rights to equal treatment under the law); citizenship and participation; administrative code; publicity and social rights.45 45 Michael Saward, Democratic Theory and Indices Of Democratization dalam David Beetham (edt) Defining and Measuring Democrcy, Sage Publication,Ltd London, 1994, hlm 16-17. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 41 Sebuah sistem politik yang demokratis akhirnya menjadi pilihan walaupun memerlukan sejumlah prasyarat dan prasyarat tersebut tidak mudah untuk dipenuhi karena sejumlah faktor seperti tingkat pendidikan warga masyarakat, tingkat pendidikan dan kesadaran politik masyarakat, komitmen penyelenggara kekuasaan untuk menciptakan system poltik yang demokratis, sampai pada factor adanya peraturan hukum yang dapat menjadi instrument bagi pelaksanaan sistem politik demokratis. Secara teoritik, Diomond, Linz, dan Lipset mengartikan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan yang mempunyai 3 (tiga) syarat, yaitu :46 1. Kompetisi yang sungguh-sungguh meluas diantara individuindividu dan kelompok-kelompok organisasi untuk memperebutkan jabatanjabatan pemerintahan yang memiliki kekuasaan efektif, pada jangka waktu yang reguler, dan tidak melibatkaan penggunaan daya paksa. 2. Partisipasi yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara dalam pemilihan pemimpin atau pembuatan kebijakan 46 Mohtar Mas’oed, Negara, Kapital, dan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994, hlm 10-11 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 42 3. Kebebasan politik dan sipil, yaitu kebebasan berbicara kebebasan pers, kebebesan membentuk dan bergabung ke dalam organisasi, yang cukup untuk menjamin integritas kompetisi dan partisipasi politik. D. Teori Partisipasi Partisipasi rakyat dalam pemerintahan demokratis sebagai syarat dalam sistem politik. Demokrasi pada sistem pemerintahan diartikan pemerintahan dari rakyat. Keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan demokrasi dapat dilihat dengan keberadaan partai politik yang menjadi pilar demokrasi, kelompok masyarakat dan/atau abentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan (Ormas) maupun organisasi non pemerintah (NGO). Dalam sistem demokrasi pada penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui perwakilan. Pada negara modern penyelenggaraan pemerintahan demokrasi pada umumnya dilaksanakan secara demokrasi perwakilan. Namun perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa dengan sistem demokrasi perwakilan mengakibatkan masyarakat masih merasakan RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 43 tidak terwakili. Proses pengambilan keputusan pemerintahan hanya melalui perwakilan sebagai wakil rakyat dalam pemerintahan. Kenyataannya keputusan dalam melaksanakan pemerintahan menimbulkan kekecewaan dan perasaan keberatan atas kebijakan pemerintah serta merugikan kepentingan masyarakat, sehingga kewenangan pemerintah berada diatas dari pada kedaulatan rakyat sebagai pemilik kewenangan.Lembaga dewan perwakilan rakyat belum mampu untuk membawa aspirasi rakyat didalam menentukan kebijakan pemerintah pada setiap pengambilan keputusan-keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang harus melibatkan masyarakat secara langsung. Kelebihan yang telah dimiliki oleh pemerintahan dalam sistem demokrasi tersebut harus memberikan ruang gerak bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan arah kebijakan dan program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintahan. Partisipasi adalah upaya mendorong setiap warga negara untuk mepergunakan hak menyampaikan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi dimaksud RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 44 untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi rakyat , sehingga dapat mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah menyediakan saluran komunikasi agar rakyat dapat menyalurkan partisi aktifnya.47 Pemerintah daerah sebagai lembaga publik berkewajiban untuk memberikan kesempatan bagi semua komponen masyarakat berpartisipasi dalam setiap pengambilan kebijakan pemerintah. Dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah, pemerintah berkepentingan agar setiap keputusan yang diambil pemerintah tidak akan menimbulkan permasalahan baru yaitu ketidaktaatan warga negara atau masyarakat dalam melaksanakan setiap kebijakan pemerintah. Wujud partisipasi masyarakat oleh pemerintah dilakukan melalui sarana media masa baik elektronik maupun media masa cetak, termasuk melakukan temu wicara dengan masyarakat di daerah. Begitu pula melalui keaktifan masyarakat untuk menyalurkan partisipasnya melalui kotak saran, maupun bersurat langsung kepada lembaga pemerintahan. 47 Adi Sujatno, Moral dan Etika Kepemimpinan Merupakan Landasan ke Arah Kepemerintahan yang Baik (Good Goverment ), Team 4 AS, Jakarta, 2009, hlm. 40. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 45 Proses partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan akan sangat ditentukan oleh kualitas hubungan antara pemerintah dan warga masyarakat. Pemerintah sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan yang lebih superior harus dengan tulus ikhlas membuka ruang gerak dan kesempatan bagi warga masyarakat untuk ikut dalam penentuan kebijakan. Perhatian partisipasi dalam keikutsertaan bagi warga masyarakat pada pemerintahan dalam pengambilan keputusan telah menjadi bagian dunia internasional. United Nation Development Program (UNDP) dalam Adi Sujatno48 , menyebutkan bahwa partisipasi adalah setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam proses pengambilan keputusan dan memiliki kebebasan berpendapat dan berserikat secara konstruktif. Menurut M. Budairi Idjehar yang dikutif oleh H.S.Tisnanta dalam Muladi49 , mengemukakan kesempatan bagi partisipasi rakyat melalui lembaga-lembaga dalam masyarakat dengan syarat yakni : kebebasan untuk membentuk dan bergabung dalam organisasi; kebebasan untuk mengemukakan pendapat; hak untuk memilih dalam pemilihan umum; hak untuk menduduki jabatan politik; hak para pemimpin untuk bersaing memproleh dukungan 48 49 Ibid, hlm. 50. M.Budairi Idjehar dikutif HS Tisnanta dalam Muladi Editor , Op Cit. hlm. 78. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 46 suara; tersedia sumber-sumber informasi alternatif; terselenggaranya pemilihan umum yang bebas dan jujur; dan adnya lembagalembaga yang menjamin agar kebijakan publik tergantung pada suara dalam pemilihan umum dan cara-cara penyampaikan pendapat. Proses syarat partisipasi rakyat seperti yang dikemukan oleh M. Budairi Idjehar, maka dapat disebutkan bahwa partisipasi rakyat dalam sistem pemerintahan demokrasi meliputi : kebebasan untuk membentuk dan bergabung dalam organisasi, kebebasan mengungkapkan pendapat, tersedianya sumber-sumber informasi alternatif dan tersedianya cara-cara penyampaian pendapat, karena melalui ini partisipasi rakyat dapat dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. Dengan partisipasi dari warga masyarakat mengandung makna partisipasi yang tidak dipaksa atau atas kesadaran sendiri melalui berbagai sumber penyaluran informasi sehingga partisipasi masyarakat memiliki nilai moral dan etika. Nilai moral dan etika setiap partisipasi bersifat positip, karena keikutsertaan warga masyarakat dalam pemerintah, maka warga masyarakat telah melakukan hak politiknya.Sedangkan menurut Siti Sundari Rangkuti RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 47 yang dikutif oleh Yuliandri dalam Radian Salman,dkk50 pada intinya dinyatakan, bahwa peran serta seorang, kelompok orang (LSM) atau badan hukum merupakan konsekuensi dari hak yang dapat dilaksanakan untuk mengambil bagian prosedur administratif seperti ”inspraak, public hearing, public inquiry dan sebagainya sebagai langkah efisiensi serta kualitas pengambilan keputusan. R.B.Gibson dalam Yuliandri, secara singkat disebutkan bahwa pelaksanaan partisipasi publik bagi semua warga masyarakat, tidak hanya sebagai konsumen kepuasan (consumems of satisfaction), tetapi diberikan dorongan pengungkapan dan pengembangan diri (self expression and development), baik secara bersamasama (collective life) dalam menyeimbangkan kepentingan pribadi (individual interests) dengan kepentingan bersama (social interests) dan keputusan menyertakan warga masyarakat sehingga terwujud pemerintahan demokratis (democratic goverments) dan masyarakat demokratis (democratic societies). 50 Siti Sundari Rangkuti dalam Yuliandri, Membentuk Undang – Undang yang Berkelanjutan,Editor Radian Salman ,dkk, ,2008,Dinamika Perkembangan Hulum Tata Negara dan Hukum Lingkungan ,Edisi khusus Kumpulan Tulisan dalam Rangka Purnabakti Siti Sundari Rangkuti, Airlangga University Press, Surabaya,hlm. 292. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 48 Pemerintahan merupakan suatu proses politik didalam upaya untuk mencapai kesejahteraan bagi semua masyarakat. Joan Nelson dalam M.R Khirul Muluk51 mengemukakan bahwa partisipasi politis dibagi dalam dua hal. Pertama, partisipasi horisontal yang melibatkan warga secara kolektif untuk mempengaruhi keputusan kebijakan kebijakan. Kedua, partisipasi vertikal yang terjadi ketika anggota masyarakat mengembangkan hubungan tertentu dengan kelompok elit dan pejabat yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Partisipati warga masyarakat dalam pemerintahan demokratis sebagai wujud nyata dari elit berkuasa dalam mengimplementasi kedaulatan rakyat yang memiliki wewenang baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun keikutsertaan masyarakat dalam pemerintahan. Kebijakan pemerintah yang diambil melalui partisipasi masyarakat baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun atas partisipasi masyarakat dengan kesadarannya baik secara individual maupun kelompok mencerminkan nilai moral untuk mewujudkan sense of belonging dan sense of responbility dalam pemerintahan. Sense of belonging masyarakat menimbulkan kesadaran untuk mentaati dan 51 M.R Khairul Muluk , Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Bayu Media Publishing, Malang, 2006, hlm. 47. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 49 melaksanakan setiap kebijakan pemerintah. Sedangkan sense of responbility berdampak setiap kebijakan pemerintah yang dilakukan, masyarakat memiliki perasaan ikut bertanggungjawab. Munir Fuady hubungan partisipasi rakyat dalam wilayah pemerintahan dan demokrasi dalam sistem demokrasi adanya unsurunsur sebagai berikut : 1. Pemahaman yang jelas oleh warga negara tentang berbagai hal yang perlu diketahui; 2. Adanya wadah tempat para warga negara dan masyarakat sipil (civil society) mendiskusikan berbagai hal secara cerdas; 3. Partisipasi yang efektif bagi warga negara dalam proses pengambilan keputusan; 4. Kontrol akhir terhadap putusan-putusan politik harus tetap berada di tangan rakyat; dan 5. Kekuatan publik yang impersonal, yakni yang senantiasa dibatasi oleh hukum, dengan pusat otoritas yang beraneka ragam.52 Penyelenggaraan partisipasi masyarakat dapat dilaksanakan sesuai dengan unsur-unsur pembentuknya. Berdasarkan pendapat 52 Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 37 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 50 Munir Fuady diatas, yang merupakan unsur dari partisipasi masyarakat yakni; pemahaman yang jelas oleh warga negara tentang berbagai hal yang perlu diketahui, adanya wadah tempat para warga negara dan masyarakat sipil (civil society) mendiskusikan berbagai hal secara cerdas, dan kontrol akhir terhadap putusan-putusan politik harus tetap berada di tangan rakyat. Karena salah satu unsur tersebut tidak ada, maka partisipasi masyarakat tidak akan terwujud. Partisipasi memerlukan suatu pemahaman yang jelas dalam hal tertentu bagi masyarakat, sehingga partisipasi yang disampaikan secara cerdas, kritis dan bermanfaat bagi masyarakat. Penyaluran partisipasi masyarakat diperlukan sarana dan prasarana baik secara elektronik maupun media masa serta secara konvensional melalui kotak saran. Penyampaian patisipasi masyarakat dapat dilakukan secara langsung kepada pemerintah melalui temu wicara dari para elit yang berkuasa pada pemerintahan maupun lembaga perwakilan rakyat yang sah dengan melalui wakil rakyat sebagai manifestasi rakyat yang terwakili. Sedangkan partisipasi masyarakat dalam wujud serta diperlukan partisipasi yang efektif bagi warga negara dan masyarakat sipil (civil society) dan kekuatan publik yang impersonel, RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 51 yakni yang senantiasa dibatasi oleh hukum dengan pusat otoritas yang beraneka ragam.Karena bentuk partisipasi masyarakat secara vertikal maupun horinsontal telah sesuai dengan sasaran dan tujuan terhadap program pembangunan yang dilakukan pemerintah. Pemerintah daerah mewujudkan rencana pembangunan daerah melalui proses bottom up yakni dengan musyawarah pembangunan desa, kecamatan dilanjutkan kabupaten dan provinsi. Proses pembangunan dimaksud diperoleh melalui pendataan dan usulan setiap wilayah dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat yang berdasarkan atas kebutuhan dan kepentingannya sehingga pengambilan kebijakan keputusan berdasarkan atas partisipasi aktif dari masyarakat melalui musyawarah untuk melaksanakan demokrasi. Munir Fuady mengutif pendapat Rousseau bahwa partisipasi rakyat dalam proses demokrasi dapat diartikan partisipasi dalam membuat suatu keputusan53 Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 , Pasal 28 E Ayat (3) disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan 53 Ibid, hlm. 41. pendapat. Dengan demikian maka, kebebasan RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 52 berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dalam pemerintahan demokratis merupakan suatu hak. Sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab seharusnya menggunakan haknya dengan sebaik-baiknya sebagai rasa untuk membangun bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah telah memberikan hak konstitusional bagi warga negara untuk menyampaikan pendapat atau berpartisipasi dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. E. Teori Konflik Konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah. Sehingga, ada konflik yang berwujud kekerasan dan ada pula konflik yang tak berwujud kekerasan. 54 54 Ramalan Surbakti, Memahami Ilmu Politik , Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana, 1999, hlm.75 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 53 Konflik adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana seseorang individu atau kelompok dalam mencapai tujuan maka individu atau kelompok akan mengalami kehancuran, sedang yang lain menilai bahwa konflik merupakan sebuah proses sosial dimana individuindividu atau kelompk individu berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan.55 14Menurut Soerjono Soekanto “Konflik adalah Proses sosialisasi dimana orang perorang atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan”.56 Perselisihan atau konflik dapat berlangsung antar individuindividu, kumpulan-kumpulan atau antar individu dengan kumpulan. Bagaimanapun konflik baik yang bersifat antara kelompok maupun intra kelompok, selalu ada ditempat hidup orang bersama. Konflik disebut unsur interaksi yang penting, dan tidak sama sekali tidak boleh dikatakan selalu tidak baik atau memecah belah dan merusak, 55 56 Slamet Santosa, “Dinamika Kelompok” Jakarta, Bumi Aksara, 1999, hlm. 32 Soerjono Soekanto “Sosiologi Suatu Pengantar” Jakarta, Graha Grafindo : 1999, hlm. 68 . RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 54 justru konflik dapat menyumbangkan banyak pada kelestarian kelompok dan memepererat hubungan antar anggotanya.57 Setiap sistem politik terutama sistem politik demokrasi penuh kompetisi dan sangat dimungkinkan adanya perbedaan kepentingan, rivalitas, dan konflik-konflik. Hal ini merupakan realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat modern, karena masing-masing mempunyai interest, tujuan yang mungkin saling bertentangan. Maka konflik dalam ilmu politik sering diterjemakhkan sebagai oposisi, interaksi yang antagonistis atau pertentangan, benturan antar macam-macam paham, perselisihan kurang mufakat, pergesekan, perkelahian, perlawanan dengan senjata dan perang.58 Konflik dapat berlangsung pada setiap tingkat dalam struktur organisasi dan ditengah masyarakat karena memperbutkan sumber yang sama, baik mengenai kekuasaan, kekayaan, kesempatan atau kehormatan, boleh jadi muncul disharmonisasi, disintegrasi dan disorganisasi masyarakat yang mengandung banyak konflik baik tertutup maupun terbuka. Pada masyarakat yang telah memiliki 57 Ibid Rahman Arifin, “Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Struktural Fungsional” Surabaya, SIC 2002, hlm. 184 58 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 55 konsensus dasar, tujuan negara dan mekanisme pengaturan konflik tidak akan berujung pada kekerasan tetapi masih dalam batas yang wajar seperti unjuk rasa, pemogokan, pengajuan petisi dan polemik melalui media massa ataupun perdebatan melalui forum-forum tertentu. Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa konflik terjadi dalam masyarakat karena adanya distribusi kewenangan yang tak merata sehingga bertambah kewenangan pada suatu pihak akan dengan sendirinya mengurangi kewenangan pihak lain. Oleh karena itu para penganut teori konflik ini berkeyakinan bahwa konflik merupakan gejala serba hadir, gejala yang melekat pada masyarakat itu sendiri, karena ia melekat pada masyarkat itu sendiri, maka konflik tidak akan dapat dilenyapkan, yang dapat dilakukan oleh manusia anggota masyarakat adalah mengatur konflik itu agar konflik yang terjadi antar kekuatan sosial dan politik tidak berlangsung secara kekerasan.59 Menurut Paul Conn : “Konflik merupakan gejala serba-hadir dalam kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara. Konflik pada 59 Ramlan Surbakti, “Memahami Ilmu Politik” ,Jakarta , PT.Gramedia Widiasarana : 1999, hlm.20 . RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 56 dasarnya dibedakan menjadi konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan konflik menang-menang (non-zerosumconflict). Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang bersifat antagonistik sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan konflik menangmenang adalah situasi konflik dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik masih mungkin untuk mengadakan kompromi dan bekerja sama sehingga semua pihak akan mendapatkan bagian dari konflik tersebut. Yang dipertaruhkan dalam situasi konflik biasanya bukan hal-hal yang prinsipil, tetapi bukan pula hal yang penting.60 Konflik dalam suatu masyarakat dan negara sangat diperlukan. Hal itu karena konflik atau perbedaan baik pendapat, aspirasi, maupun ide dapat memeperkaya gagasan yang berlainan dan bervariasi merupakan sumber inovasi, perubahan dan kemajuan, apabila berbedaan itu dapat dikelola melalui mekanisme yang baik. Dengan demikian konflik dapat berfungsi sebagai sumber perubahan kearah kemajuan, seperti yang dikemukakan oleh dahrendorf bahwa, 60 Ibid, hlm. 158. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 57 konflik mempunyai fungsi sebagai pengintegrasi masyarkat dan sumber perubahan.61 Selain sebagai sumber perubahan, konflik juga berfungsi untuk menghilangkan unsur-unsur pengganggu dalam suatu hubungan. Dalam hal ini Lewis Cozer berpendapat bahwa konflik dapat berfungsi sebagai penyelesaian ketegangan antara unsur-unsur yang bertentangan yang mempunyai fungsi sebagai stabilisator dan komponen pemersatu hubungan. Fisher, dkk menyebutkan ada beberapa alat bantu untuk menganalisis situasi konflik, salah satunya adalah penahapan konflik. Konflik berubah setiap saat, melalui tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan yang berbeda, tahapan-tahapan ini adalah : (1) Pra-Konfik : merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuaian sasaran diantara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun salah satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadi konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak dan atau keinginan untuk menghindari kontak satu 61 Ramlan Surbakti,Op.cit,hal.76 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 58 sama lain. (2) Konfrontasi : pada saat ini konflik mejadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya. (3) Krisis : ini merupakan puncak konflik ketika ketegangan dan kekerasan terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang, ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh. kemungkinan Komunitas putus normal diantara pernyataan-pernyataan kedua umum pihak cenderung menuduh dan menentang pihak lainnya. (4) Akibat : kedua pihak mungkin setuju bernegoisasi dengan atau tanpa perantara. Satu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga yang lebih berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk menghentikan pertikaian. (5) Pasca-konflik : akhirnya situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah lebih normal diantara kedua pihak. Namun jika isu-isu dan masalah-masalah yang timbul karena sasaran mereka saling bertentangan62 62 Fisher, R. Fractionating conflict. Dalam R. Fisher, ed. International conflict and behavioral science: the craigville papers. New York, 1964, Basic Books. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 59 Menurut Wallase dan Alison, teori konflik kepentingan memiliki tiga asumsi utama yang saling berhubungan : (a) Manusia memiliki kepentingan-kepentingan yang asasi dan mereka berusaha untuk merealisasikan kepentingan-kepentingannya itu, (b) Power bukanlah sekedar barang langka dan terbagi secara tidak merata sebagai sumber konflik, melainkan juga sebagai sesuatu yang bersifat memaksa (coercive). Sebagian menguasai sumber, sedangkan yang lainnya tidak memperoleh sama sekali, (c) Ideologi dan nilai-nilai dipandangnya sebagai senjata yang dipergunakan oleh berbagai kelompok yang berbeda untuk meraih tujuan dan kepentingan mereka masingmasing. Oleh sebab itu pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2) langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan (3) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul.63 63 Robbin Stephen P, 1978. Administrative Process : Integrating theory and practice, New Delhi RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 60 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 61 BAB III PEMBAHASAN KEBEBASAN MEMILIH TANPA INTERVENSI A. identitas Politik Lokal di Aceh Donald L. Morowitz (1998), Pakar Universitas Duke, mendifinisikan, Politik Identitas adalah pemberian garis yang tegas untuk menentukan siapa yang akan disertakan dan siapa yang akan di tolak. Karena garis-garis penentuan tersebut tampak tidak dapat dirubah, maka status sebagai anggota bukan anggota dengan serta merta tampak bersifat permanen, politik identitas dimakanai sebagai politik perbedaan.64 Sementara Kemala Chandakirana (1989) dalam artikelnya Geertz dan Masalah Kesukuan, menyebutkan bahwa : “ Politik Identitas biasanya digunakan oleh para pemimpin sebagai retorika dengan sebutan kami bagi “orang asli” yang menghendaki kekuasaan dan mereka bagi “orang pendatang” yang harus melepaskan kekuasaan. Jadi, singkatnya politik identitas sekedar untuk dijadikan alat manipulasi-alat 64 Dalam jurnal Mohtar Haboddin, yang berjudul Menguatnya Politik Identitas di Ranah Lokal, Jurnal Studi Pemerintahan ,2012. Hlm. 112 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 62 untuk menggalang politik guna memenuhi kepentingan ekonomi dan politiknya”.65 Pemahaman ini berimplikasi pada kecendrungan untuk : Pertama, ingin mendapat pengakuan dan perlakuan yang setara atau dasar hak-hak sebagai manusia baik politik, ekonomi maupun sosial budaya, kedua, demi menjaga dan melestarikan nilai budaya yang menjadi ciri khas kelompok yang bersangkutan, Ketiga, kesetian yang kuat terhadap etnistas yang dimilikinya.66 Menguatnya politik identitas di Indonesia di dasari oleh muatan etnisitas,agama, dan ideologi politik, RMS (Republik Maluku Selatan), GAM (Gerakan Aceh Merdeka), dan GPM (Gerakan Papua Merdeka), sebagai contoh perwujudan dari kegelisahan etnis-etnis ini terhadap politik sentralistik Jakarta yang dirasa sangat tidak adil, khususnya bagi Aceh dan Papua. Membebaskan konsep hukum dari ide keadilan cukup sulit karena secara terus menerus dicampur-adukan secara politis terkait dengan tedensi ideologis untuk membuat hukum sebagai keadilan. Jika hukum dan keadilan identik, jika hanya aturan sosial yang disebut 65 66 Ibid Ibid RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 63 hukum adalah mengindentikan adil, yang hukum berarti dan justifikasi keadilan adalah moral. Tedensi tedensi untuk menjustifikasi suatu tata aturan sosial. Hal ini merupakan tedensi dan cara politik, bukan tedensi ilmu pengetahuan.67 Apabila kita mengkaji sejarah mengenai Konflik aceh yang memakan waktu lebih dari 30 tahun, maka kita akan melihat ada beberapa persoalan yang dituntut oleh masyarakat aceh dalam mempertahankan identitas politiknya dalam bernegara. Awal mula konflik aceh timbul dari ketidak percayaan akan keadilan yang telah di janjikan oleh presiden pertama Indonesia soekarno, yang dimana pada saat itu aceh bersedia tunduk kepada Indonesia dan presiden soekarno dengan persyaratan aceh harus mendapatkan keistimewaan menjalankan syariat islam secara kaffah. Tuntutan tersebut akhirnya melahirkan suatu pemberontakan Darul Islam yang dikomandoi langsung Daud Beureueh yang ketika itu menjabat sebagai gubernur aceh.68 Daud Bereueh menyatakan bahwa aceh 67 merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia yang Jimly Asshidiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi Press, 2006, hlm.17. 68 Lembaga riset dan survey IAIN-Ar-Raniry Darussalam, Dalam Laporan Penelitian PUSA Terhadap Reformasi di Aceh, Banda Aceh, 1978, hlm. 71. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 64 dideklarasikan oleh Kartosuwiryo di jawa barat, namun akhirnya rencana tersebut berhasil ditumpaskan oleh pemerintah Indonesia pada masa itu. Alasan Soekarno tidak mengizinkan penerapan syariat Islam di Aceh karena beliau khawatir daerah-daerah lain juga akan ikut menuntut syariat Islam dan memisahkan diri dari Republik Indonesia. Soekarno lebih memilih konsep nasionalis. Menurutnya nasionalis lebih dapat menyatukan berbagai perbedaan seperti suku, agama, ras, dan etnis yang ada di Indonesia. Pada masa orde baru, perlawanan pemberontakan untuk kemerdekaan berlanjut, pada tahun 1976 Hasan Tiro (anggota dari delegasi Indonesia untuk PBB di New York) kembali ke aceh dan membentuk Gerakan Aceh Merdeka sebagai upaya melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia hal ini dilandasi oleh kekecewaan masyarakat aceh terhadap upaya eksplorasi hasil alam yang dilakukan pemerintah Indonesia yang tidak dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi masyarakat aceh.69 69 Antje Missbach, Politik Jarak Jauh Diaspora Aceh Suatu Gambaran Tentang Konflik Separatis di Indonesia, Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2012, hlm.16. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 65 Gerakan Aceh Merdeka diplokamirkan pada 4 Desember 1976, disebuah camp yang bertepatan di Bukit Cokan, pedalaman kecamatan tiro, Pidie.70 Hasan Tiro menulis sebuah tulisan tentang Demokrasi untuk Indonesia (1958). Pandangan Hasan Tiro di antaranya adalah : 1. Pancasila bukan filsafat, suatu ideologi yang hidup dalam masyarakat indonesia.Oleh karena itu ia berpendapat bahwa Islamlah yang dijadikan filsafat atau ideologi negara. 2. Menolak bentuk ketatanegaraan Indonesia yang unitaris, karena bentuk itu menimbulkan dominasi suku. Ia lebih memilih negara federal yang pembagian daerahnya berdasarkan suku bangsa. 71 Pada masa Soeharto GAM dipandang sebagai Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), sehingga harus dibasmi, karena itu tidak ada refrensi pada masa pemerintahan Soeharto untuk melakukan upaya integrasi politik bagi kelompok ini. Pendekatan militer menyebabkan terjadinya kekerasan pada DOM 1989-1998 di Aceh. Penghilangan orang, pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, justru menjadi anti 70 Nazarudin,Syamsudin Integrasi Politik di Indonesia, Jakarta,Gramedia, 1989, hlm. 26. Tiro, Hasan Mohammad, Demokrasi Untuk Indonesia. Jakarta, Teplok Press,1999, hlm. 610. 71 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 66 tesis dari proses integrasi politik selama masa Orba. Akibat penyelesaian yang tidak tuntas dimasa lalu dan kegagalan pendekatan dalam menangani separatisme tersebut.72 Pada tanggal 7 Agustus 1998 Jendral Wiranto sebagai Menhankam/Panglima TNI mengumumkan secara resmi pencabutan DOM di Aceh, namun kondisi aceh semakin hari semakin sulit.73 Masyarakat aceh pada saat itu menghendaki adanya referendum bagi aceh seperti yang diberikan B.J. Habibie dalam menyelesaikan kasus Timor Timur, namun tuntutan itu tidak mendapatkan tanggapan oleh pemerintah. B.J. Habibie pada masa itu memberikan formulasi bagi masyarakat aceh dengan memberikan syariat islam secara khusus di Aceh yang dituangkan pada Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 yang meengatur ke istimewaan Aceh. Pasal 1 menyebutkan bahwa keistimewaan Aceh adalah kewenangan khusus untuk menyelenggarakan kehidupan beragama, adat, pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah. 72 Sulaiman. M.Isa. Aceh Merdeka Ideologi Kepemimpinan, dan Gerakan, Jakarta, Pustaka AlKuasar, hlm. 111-115. 73 Ibid RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 67 Pada masa Presiden Megawati menjabat sebagai Presiden, gagasan pemberian otonomi khusus akhirnya diundangkan melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan syariat islam, selanjutnya menerbitkan inpres yang berisi enam langkah instruksi untuk menyelesaikan Aceh secara konfrehensif di bidang politik, ekonomi, sosial, hukum dan ketertiban masyarakat, dan keamanan74 namun tetap tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Baru pada tahun 2005 ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, pemerintahan tersebut berhasil mendapatkan kesepakatan damai yang di fasilitasi oleh Crisis Management Initiatif (CMI) yang dipimpin oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari yang menghasilkan sebuah Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) yang ditanda tangani pada tanggal 15 Agustus 2005 antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. 74 Ahmad Farhan Hamid, Jalan Damai Nanggroe Endatu, catatan seorang wakil rakyat Aceh, Suara Bebas, Jakarta, 2006, hlm. 62. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 68 B. Partai Politik Lokal Sebagai Upaya Perjuangan Identitas Politik Pendekatan diplomasi dalam penyelesaian konflik Aceh kembali digunakan oleh pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang dipilih melalui pemilihan secara langsung pada tahun 2004, dengan melakukan pembicaraan informal dengan pihak GAM. Pembicaraan informal yang berlangsung sejak akhir Januari hingga Mei 2005 difasilitasi oleh Crisis Managemant Initiatif (CMI), sebuah lembaga internasional yang dipimpin mantan Presiden Firlandia Martti Ahtisaari. Rangkaian pembicaraan ini berlangsung empat tahap antara delegasi Pemerintah RI dan GAM di luar kota Heksinki ini akhirnya menghasilkan sebuah Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 69 Dalam pembukaan MoU disebutkan bahwa : “.......Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua. Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia. Para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh pasca Tsunami tanggal 26 Desember 2004 dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan. Para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk membangun rasa saling percaya. Nota Kesepahaman ini memerinci isi persetujuan yang dicapai dan prinsip-prinsip yang akan memandu proses transformasi ....’ (Pembukaan dalam Nota Kesepahaman antara RIGAM)”.75 Kutipan di atas mengilustrasikan tekad kedua belah pihak, Republik Indonesia maupun GAM untuk menyelesaikan konflik Aceh 75 Sumber : diambil dari terjemahan resmi yang telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. hanya terjemahan resmi ini yang digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani di Helsinki, Firlandia 15 Agustus 2005. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 70 secara bermartabat. MoU Heksinki adalah suatu terobosan yang dilakukan oleh pihak RI dan GAM sebagai salah satu proses transformasi konflik yang amat mendasar, dari konflik yang bernuansa kekerasan menjadi perjuangan politik melalui kerangka demokrasi. Untuk mencapai itu, proses transformasi akan dilakukan, sebagaimana tercermin dalam isi nota kesepahaman melalui : penyelenggaraan pemerintahan di Aceh; partisipasi politik (adanya partai lokal); ekonomi; peraturan perundang-undangan; hak asasi manusia (HAM),hingga masalah amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat.76 Partai Politik Lokal bukanlah hal yang baru dalam sejarah ketatanegaraan di Indonesia, Keinginan membentuk partai politik lokal sudah terdengar sejak awal reformasi. Setidaknya keinginan itu didasari pengalaman kehadiran partai politik lokal dalam Pemilihan Umum 1955. Artinya, dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan 76 MoU Heksinki terdiri atas tiga bagian, yaitu : (1) penyelenggaraan pemerintahan Aceh, yang mengatur tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur pemerintahan di Aceh, pengaturan partisipasi di bidang politik, hak-hak ekonomi bagi Aceh, dan pembentukan peraturan perundang-undangan ; (2) penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM); dan (3) amnesti dan reintegrasi mantan anggota GAM dan tahanan politik ke dalam masyarakat serta pengaturan keamanan, pembentukan Misi Monitoring Aceh, dan mekanisme penyelesaian perselisihan dalam tahap implementasi kesepakatan di lapangan. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 71 Indonesia, partai politik lokal bukan sesuatu yang ahistoris. Buktinya, berkaca pada hasil Pemilihan Umum 1955, Herbert Feith membagi empat kelompok partai politik yang mendapatkan suara di DPR dan Konstituante, yakni partai besar, menengah, kelompok kecil yang bercakupan nasional, dan kelompok kecil yang bercakupan daerah.77 Kelompok terakhir ini, menurut Feith, bisa dikategorikan partai atau kelompok yang bersifat kedaerahan dan kesukuan. Misalnya munculnya Partai Rakyat Desa, Partai Rakyat Indonesia Merdeka, Gerakan Pilihan Sunda, Partai Tani Indonesia, dan Gerakan Banteng di Jawa Barat. Tidak hanya itu, di daerah lain ada Gerinda di Yogyakarta dan Partai Persatuan Daya di Kalimantan Barat.78 Adanya perubahan pola perjuangan dari bentuk perlawanan bersenjata menjadi gerakan politik membawa dampak yang cukup besar di internal GAM. Pimpinan GAM membentuk Majelis Nasional sebagai badan yang berwenang untuk mengurusi politik da Komite Peralihan Aceh (KPA) untuk memantau proses demobilisasi dan reintegrasi mantan kombatan.. 77 Saldi Isra,Partai Politik Lokal, http://www.tempo.co diakses hari Selasa, Tanggal 01 April 2014 jam 15.14 WIB 78 Ibid RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 72 Salah satu butir kesepakatan dalam kesepakatan damai Helsinki adalah partai lokal.Butir 1.2.1. (Partisipasi Politik) MoU Helsinki tertulis: Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak penendatangan Nota Kesepahaman ini, pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan Nasional. Memahami aspirasi masyarakat Aceh untuk partai politik lokal, Pemerintahan RI dalam tempo satu tahun, atau paling lambat18 bulan sejak penandatangan Nota Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan DPR. Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini yang tepat waktu akan memberi sumbangan positif bagi maksud tersebut. Produk hukum sebagai implementasi butir di atas adalah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2007 tentang partai politik lokal di Aceh. Secara teoritis, partai politik berperan sebagai sarana untuk mengoperasionalkan fungsi-fungsi politik, seperti sosialisasi politik, rekrutmen politik, artikulasi dan agregasi RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 73 kepentingan politik masyarakat. Fungsi-fungsi ini terkait dengan kedudukan partai politik sebagai salah satu penghuni sistem politik. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.79 Secara teoritis, partai politik berperan sebagai sarana untuk mengoperasionalkan fungsi-fungsi politik, seperti sosialisasi politik, rekrutmen politik, artikulasi dan agregasi kepentingan politik masyarakat. Fungsi-fungsi ini terkait dengan kedudukan partai politik sebagai salah satu penghuni sistem politik. Sistem politik sendiri menurut pendfkatan Fungsional Estonian terdiri dari dua sub sistem yaitu, infrastruktur politik dan suprastruktur politik. Dalam pengertian sederhana, infrastruktur politik merupakan suasana kehidupan politik di tingkat masyarakat yang mencerminkan 79 Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undangundang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 74 dinamika organisasi sosial politik di luar pemerintahan. Sementara suprastruktur politik merupakan suasana kehidupan politik di dalam pemerintahan dan berkaitan dengan peran dan fungsi lembagalembaga pemerintahan.80 Kehidupan yang demokratis sendiri menurut Urofsky ditandai dengan adanya pemilihan pimpinan secara bebas oleh warga negara dan terbuka dan jujur.81 Oleh Karena itu pilkada langsung Aceh selain membawa angin demokrasi bagi masyarakat Aceh, juga menambah pengalaman politik luar biasa yang bisa dicapai setelah sekian lama hidup dalam konflik. Pada tahun 2006 dilakukan Pemilihan Kepala Daerah untuk pertama kalinya setelah pasca kesepakatan damai 2005, Pemilihan Kepala Daerah diselenggarakan pada tanggal 11 Desember 2006 serentak dengan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten/Kota di 19 dari 21 kabupaten/kota se-provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Berbeda dengan Pilkada lainnya di Indonesia yang diselenggarakan oleh Komisi 80 Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Pilkada di NAD Partai local dan masa depan Partai Nasional http//www.acehistitut.org/m_rizwan_, diakses hari Kamis, Tanggal 03 April 2014 jam 10.19 WIB 81 Urofsky, Melvin. Prinsip-prinsip dasar Demokrasi dalam politik, demokrasi dan managemen komunikasi. Yogyakarta, Galang Press, tahun 2002. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 75 diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nanggroe Aceh Darussalam. Hal lain yang membedakan Pilkada NAD adalah Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah boleh diikuti oleh calon independen.Data KIP NAD menunjukkan, jumlah pemilih Pilkada NAD tercatat 2.632.935 orang, yang tersebar di 21 kabupaten/kota; yang memilih di 8.471 Tempat Pemungutan Suara.82 Pilkada ini menghasilkan pasangan idependen Irwandi-Nazar yang dimotori oleh para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka dan aktivis SIRA. Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2007 mengeluarkan aturan khusus mengenai pembentukan partai politik lokal, sehingga pada tahun 2007 ada 12 partai lokal yang lolos verifikasi tingkat provinsi.83 Namun kemudian haya 6 partai lokal yang lolos verifikasi tingkat pusat menjadi peserta pemilu 2009, adapun partai tersebut antara lain, Partai Aceh, Partai Rakyat Aceh,Partai Suara Independen Rakyat 82 Hasil Pemilukada Aceh 2006, www.KIP-Aceh.go.id , diakses pada hari Kamis, Tanggal 03 April 2014 jam 10.25 WIB 83 12-Parlok-Disahkan, www.waspada.com.., diakses pada hari Kamis, Tanggal 03 April 2014 jam 10.25 WIB RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 76 Aceh, Partai Aceh Aman Sejahtera, Partai Bersatu Atjeh, dan Partai Daulat Aceh.84 Di dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2006 terdapat pengaturan khusus mengenai partai politik lokal yang memperlihatkan kedudukan politik identitas dalam suatu partai politik lokal di aceh, Pasal 77 ayat (2) tentang Asas,Tujuan dan Fungsi yang menyebutkan “ Partai politik lokal dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan aspirasi, agama, adat istiadat, dan filosofi kehidupan masyarakat Aceh. Artinya apabila kita mengkaji bunyi dari pasal tersebut maka jelas terlihat adanya penegasan ciri dari partai politik lokal yang memiliki cerminan aspirasi yang berbeda, yang dimana ciri tersebut mengarahkan pada identitas politik dari partai lokal masing-masing. Pada tahun 2009, perolehan suara partai lokal sangat signifikan hal ini dibuktikan dengan unggulnya suara partai lokal terutama Partai Aceh (PA) yang menjadi motor penggerak politik mantan kombatan GAM di aceh, partai aceh berhasil meraih 36 kursi dari 69 kursi yang diperebutkan di DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh), 84 Hasil verifikasi faktual KPU Pusat, www.KPU.go.id diakses pada hari Kamis, Tanggal 04 April 2014 jam 11.00 WIB. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 77 perolehan suara yang lain disusul oleh Partai Demokrat, Golkar, PAN,PPP,PKS, dan beberapa partai kecil lainya. Perubahan pola pergerakan mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka yang sebelumnya menuntut perjuangan kemerdekaan aceh sudah mentransformasikan diri menjadi kekuatan politik yang baru bagi demokratisasi di aceh. Hal yang paling mendasari dari tuntutan politik identitas gerakan ini adalah menjadikan aceh sebagai daerah pelaksanaan syariat islam secara kaffah, maka tidak heran kiranya beberapa aturan peraturan daerah (perda) atau yang di kenal dengan sebutan qanun di aceh lebih memprioritaskan produk hukum yang bernafaskan keislaman. Politik identitas yang diperjuangkan oleh para mantan kombatan melalui partai politik lokal sebagai salah satu upaya untuk dapat memperjuangkan eksistensi keberadaan suatu kelompok masyarakat yang menginginkan adanya aturan khusus didaerah, di sisi lain dengan adanya partai politik lokal setidaknya dapat meredam upaya pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dikarenakan aspirasi yang ingin diperjuangkan bukan melalui perjuangan senjata, RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 78 melainkan perjuangan aspirasi masyarakat melalui sistem politik di aceh. Bendera Aceh dan Lembaga Wali Nanggroe misalnya, wujud dari upaya partai aceh dalam memperjuangkan politik identitas, yang sampai saat ini masih menuai kontroversi di kalangan masyarakat aceh. Hal ini membuktikan politik identitas tidak hanya terbatas pada konsepsi ideologi, etnis, dan agama melainkan telah tertransformasikan dengan kepentingan golongan elite yang ada di daerah. C. Latar Belakang Intervensi Dan Intimidasi Hak Pilih Masyarakat Aceh Intervensi dan intimidasi terhadap hak pilih masyarakat aceh ditandai dengan adanya gesekan konflik politik, yang terjadi diantara partai politik lokal dan nasional, konflik ini dilatarbelakangi oleh tiga indikator85, indikator yang pertama adanya perpecahan secara ideologi yang dipahami oleh para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan membentuk partai politik lokal yang 85 Tiga indikator tersebut merupakan pemahaman penulis dalam menyimpulkan peristiwa di aceh berdasarkan beberapa bahan masukan seperti media masa baik cetak dan elektronik RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 79 didonominasi oleh para mantan kombatan yang terdiri dari dua partai politik lokal yakni, Partai Aceh dan Partai Nasional Aceh.86 Indikator yang kedua, adanya persaingan politik yang tidak sehat diantara kedua partai politik tersebut dengan melakukan serangkaian kegiatan intervensi, intimidasi, kekerasan hingga pembunuhan yang bertujuan untuk memberikan legitimasi kedudukan secara politik terhadap kedua partai politik lokal tersebut, indikator ketiga, adalah keterlibatan pihak ketiga seperti organisasi masyarakat (ormas) yang memiliki latar belakang ideologi yang berbeda dengan para mantan kombatan dan adanya dugaan orang tidak dikenal dalam keterlibatan konflik politik di aceh. Ted Gur menjelaskan munculnya perilaku politik kekerasan sebagai akibat dari kondisi psikologis deprivasi relatif. Menurutnya, “Relative Deprivation is a discrepancy between value expectations and capabilities with respect to any collective deprivation”. Kesenjangan ini dipicu oleh 86 ledakan kemarahan tertentu atau yang disebutnya Ada tiga partai politik lokal aceh yang menjadi peserta pemilu 2014 yaitu, Partai Aceh, Partai Nasional Aceh, dan Partai Daulat Aceh, dan 12 Partai Nasional yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtra, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Demokrati, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan Persatuan Indonesia. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 80 sebagai dipengaruhi discontent anger rage. Perilaku politik kekerasan yang berkembang terkait pemilu, dapat menjadi indikator tentang rendahnya kapasitas sistem politik untuk mengolah berbagai tuntutan yang muncul agar menjadi kebijakan yang otoritatif. Salah satu nilai dari demokrasi yang penting ditegakkan dalam melahirkan kapasitas sistem politik semacam itu adalah proses penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berlaku adil bagi setiap pihak, terutama terhadap peserta (free and fair election). Robert Dahl87 (1985) menyebutkan tentang kemampuan untuk melakukan pentingnya proses sirkulasi kepemimpinan di tingkat elit yang berlangsung secara damai dan jauh dari cara-cara kekerasan atau manipulatif . Secara umum, kondisi Aceh pasca MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 sebenarnya sehingga membuka berkembang positif harapan bagi kondisi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Trauma kekerasan diupayakan untuk ditangani, tanpa melupakan catatan sejarah kelam yang pernah terjadi agar dijadikan pelajaran di masa mendatang, realitas yang terjadi di satu pihak, konflik vertical yang terjadi antara mantan kombatan GAM 87 Robert A. Dahl, Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol (terjemahan), Jakarta, Rajawali Press, 1985. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 81 dengan pihak TNI/Polri memang mengalami penurunan yang sangat drastis. Tetapi dilain pihak, konflik antar-sesama masyarakat justru cendrung meningkat, dan hal ini sudah diawali sejak adanya persaingan antar kelompok-kelompok tertentu yang menganggap pembagian dana reintegrasi tidak dilakukan secara adil, konflik yang terus berlarut-larut, meskipun terjadi secara sporadis, telah membawa implikasi tersendiri pada saat momentum pilkada 2012 lalu dan menjelang pemilu 2014. Keberadan MoU tersebut menjadi landasan bagi penerbitan Intruksi Presiden No. 15 Tahun 2005, perintah atau Direktif Menkopolhukam No. DIRDIR-67/Menko/ Polhukam/12/2005 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM serta SK Gubernur NAD No. 330/032/2006 tanggal 11 Februari 2006 yang kemudian diubah melalui SK Gubernur NAD No. 330/213/2006 tanggal 19 Juni 2006 tentang Pembentukan Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRA), yang sumber dananya berasal dari APBD, APBN, dan lembaga atau negara donor asing. Dalam pelaksanaan muncul anggapan ketidakadilan atas pembagian dana reintegrasi. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 82 Keberadaan lembaga pengelola dana reintegrasi secara ad hoc, justru dimanfaatkan bagi kelompok-kelompok mantan kombatan yang memiliki akses ke pemerintahan. Akibatnya, terdapat ketidakpercayaan dan bahkan persaingan di antara mereka. Padahal, awalnya setelah MoU tersebut, Perdamaian atau keberadaan Forum Bersama Forbes Damai, di mana terdapat unsur dari pemerintah, mantan GAM, dan unsur dari donatur internasional, adalah memperlancar program-program rekonstruksi Aceh. Metode kerjanya yang fleksibel justru dianggap dapat terhindar dari sistem pengadministrasian yang terlalu kaku dan konvensional. Kenyataannya, anggapan ketidakadilan semakin tercermin dalam Partai dana reintegrasi, perpecahan yang terjadi pada internal Aceh. Perpecahan melahirkan sempalan Partai Aceh yang didirikan mantan gubernur Aceh Irwandi Yusuf bersama sejumlah mantan GAM. Sempalan ini bernama Partai Nasional Aceh, yang didaftarkan ke Kanwil Kemenkumham di Banda Aceh, 24 April 2012. Tragisnya, pengelolaan persaingan antar-elit mantan GAM, tidak berjalan baik dan justru memicu konflik terbuka antara-mereka. Hal ini tampak pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gebernur Aceh tahun RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 83 2012 yang diwarnai pertikaian menjurus pada konflik horizontal. Saat itu, terdapat dua kubu yang bersebrangan pertama yaitu, kubu Irwandi Yusuf dan Muhyan yunan yang maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur melalui jalur independen. Kedua, yaitu, kubu Partai Aceh yang mengusung Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Majunya kedua mantan elit GAM dalam pilkada dianggap mengulang sejarah konflik Aceh. Saat itu, insiden demi dalam keseharian, mulai dari pemukulan, insiden terus terjadi pembakaran, dan penembakran mobil, hingga pembunuhan. Persaingan diinternal GAM dalam konteks partai-partai yang didirikannya ini cendrung berkepanjangan dan meluas. Ketatnya persaingan juga terjadi di antara partai-partai lainnya di lingkup nasional dalam pemilu anggota legislative 2014. Ironisnya, ketatnya persaingan tidak dibarengi dengan nilai fairness dalam demokrasi, sehingga berujung pada munculnya ledakan aksi-aksi prilaku politik kekerasan. Padahal, MoU Helsinki pada awalnya juga diarahkan dalam proses transformasi kelompok-kelompok bersenjata pada kekuatan politik partai bersaing secara demokratis. Ironisnya, benih-benih awal transformasi kelompok-kelompok tersebut, termasuk dikalangan RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 84 GAM, sudah berkembang sejak pemilu presiden (pilpres) tahun 2004 meskipun pilpres ini merupakan pilpres secara langsung oleh rakyat yang pertama kali dalam sejarah. Kekerasan dan intimidasi serta intervensi terhadap hak politik dalam menentukan pilihan sudah mulai terlihat semenjak dimulainya jadwal tahapan hingga tiga bulan sebelum proses pemilihan, berdasarkan data yang penulis himpun dari berbagai media baik cetak dan elektronik terdapat 36 peristiwa kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, dan pidato/orasi yang menimbulkan permusuhan diantara para pihak yang memiliki kepentingan politik di aceh, adapun peristiwa tersebut sebagai berikut : 88 88 Data tersebut penulis peroleh dari pemberitaan media cetak dan elektronik mengenai kekerasan dan intimidasi hingga pembunuhan dalam kurun waktu tiga bulan sebelum pemilihan umum yang dillaksanakan pada tanggal 9 april 2014 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 85 A. Kekerasan Menjelang Pemilu 2014 di Aceh i. Peristiwa Januari 2014 1. 10 Januari 2014, penganiayaan terhadap seorang kader PNA oleh OTK saat memasang atribut kampanye di Ujong Banda Sakti, Lhokseumawe. 2. Pada 15 Januari 2014, Ramli [kader PNA] dihajar oleh kader PA hingga mengalami luka parah dibagian kening dan pipi. Ramli dianiaya karena menurunkan bendera PA didaerah Desa Kuala Cangkoi, Kecamatan Lapang, Aceh Utara. 3. Tanggal 19 Januari 2014, sebuah mobil pribadi milik M. Azmuni, Caleg PA untuk DPRA dibakar oleh OTK di kawasan Desa Meunasah Mee, Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara. 4. Perusakan Posko pemenangan pemilu milik PNA di Desa Keude Karieng Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara, Sabtu 25 Januari 2014 malam. Pelaku perusakan dilakukan oleh sekelompok pria yang menggunakan mobil berstiker Caleg PA. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 86 5. 25 Januari 2014, ratusan bendera PNA dilintasan jalan nasional, kawasan Blang Peuria, Kecamatan Samudera, Aceh Utara juga dirampas OTK. 6. Jufrizal, yang memasang bendera PNA di jalan dikawasan Panggoi, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, dianiaya oleh sekelompok orang pada 29 Januari 2014. Akibat penganiayaan, Jufrizal sempat pingsan dan harus dirawat di rumah sakit. ii. Peristiwa Februari 2014 1. Pada 6 Februari 2014, Yuwaini [47], ketua DPC PNA yang dituduh menurunkan bendera PA tewas dianiaya oleh Abu Dun dan Zulkifli Jamal dikawasan Desa Beuregang, kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara. Abu Dun tercatat sebagai ketua Satuan Tugas [Satgas] PA kemukiman Beureghang, kecamatan Kuta Makmur. 2. Pada 6 Februari 2014, terjadi pembakaran mobil milik Zulkifli alias Ayah Pasee Panglima Sagoe KPA [Komite Peralihan Aceh] wilayah Murtahda, di Desa Serba Jaman, Tang Luas, Aceh Utara. Pelaku yang belum diketahui identitasnya menjalankan aksinya sekitar pukul 4.30. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 87 3. Pada 16 Februari 2014, dua OTK menggunakan senjata laras panjang memberondong Posko pemenangan Zubir HT calon legislatif DPRK Aceh Utara dari Partai Nasional Demokrat di Jalan Line Exxon Mobil, Desa Kunyet Mule, Kecamatan Matang Kuli, Aceh Utara. Pelaku juga menganiaya dua tim sukses dengan cara ditendang dikepala, dirahang dan dipunggung. 4. Rumah Husaini, Caleg DPRK Aceh Utara dari Partai Nasdem, dilempar bom Molotov oleh OTK sekitar pukul 02.30, 21 Februari 2014. Kejadian terjadi di Desa Nibong, Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara. 5. Pada 26 Februari 2014, Ilyas Syafi’I [kader PNA] dikeroyok oleh lima kader PA yang menggenderai mobil milik Agustina, Caleg DPRK Lhokseumawe dari PA. Ramli dipukul saat sedang memasang baliho baliho di Jalan Samudra, Kampung Jawa, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. 6. Pada 26 Februari 2014, terjadi pengrusakan mobil jenis avanza milik Agustina, Caleg DPRK Lhokseumawe dari PA dikawasan kampung Hagu Selatan, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe. Pelaku diduga RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 88 sebanyak enam orang membawa parang dan samurai. Disinyalir pengrusakan buntut dari kasus penganiayaan terhadap Ilyas Syafi’i [kader PNA]. 7. Sebuah mobil jenis panther Pick up milik Iswandi Caleg PDI P Perjuangan dibakar OTK dikawasan Desa Seuneubok Baroe Kecamatan Manyak Payed di Bakar OTK, pada Rabu dini hari, 26 Februari 2014. 8. Sebuah mobil pribadi jenis sedan milik Razuan, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDA [Partai Damai Aceh] dan Caleg DPRA dibakar oleh OTK didepan poskonya di Gampong Pantee Raja, Kecamatan Pasie Raja, Aceh Selatan. Insiden pembakaran terjadi sekitar pukul 04, tanggal 28 Februari 2014. 9. 28 Februari 2014, seorang kader PA meludahi anggota Panwaslu Aceh Tamiang, Saiful Alam, SE, di Karang Baru, Aceh Tamiang RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 89 iii. Peristiwa Maret 2014 1. Pada 1 Maret 2014, seorang anggota Satgas PA, Taufiq alias Banggala, dikeroyok oleh 3 orang pemuda di Gampong Geudot, Jangka Bireun. 2. Pada 2 Maret 2014, sejumlah atribut kampanye milik partai PNA, PA, PKS, PAN, Nasdem, Golkar, dan PPP dirusak oleh OTK di Blang Dalam Tunong, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. 3. Pada 2 Maret 2014, Faisal [40], Calon Legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten [DPRK] Aceh Selatan dari PNA tewas diberondong peluru jenis senapan AK 47 saat mengendarai mobil pribadinya Meukek, dikawasan Aceh Gunung Selatan. Gunteng Sejauh ini Mancang, polisi Kecamatan belum dapat mengindentifikasi identitas pelaku. 4. Pada 5 Maret 2014 tepatnya di Desa Moncrang, Kanot dan Meucat, Kecamatan Syamtalira Aron, Aceh Utara terjadi pengerusakan dan pembakaran terhadap Bendera serta baliho Partai Aceh. 5. Pada 5 Maret 2014, sebuah posko pemenangan milik PNA dibakar oleh OTK di Alue Awe, Kecamatan Geuredong Pasee, Aceh Utara. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 90 6. Pada 5 Maret 2014. Pembakaran posko pemenangan milik Partai Nasdem di Alue Awe, Kecamatan Geuredong Pasee, Aceh Utara. 7. Pada 5 Maret 2014 terjadi pembakaran Kantor Dewan Pimpinan Gampong Partai Aceh (DPG-PA) Meunasah Manyang, kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe. 8. Pada 5 Maret 2014, Muntasir seorang caleg dari PNA melakukan pengerusakan sejumlah atribut kampanye milik PA di Meunasah Kanot, Syamtalira Aron, Aceh Utara. 9. Pada 5 Maret 2014, sejumlah kader PA melakukan pengerusakan atribut kampanye milik PNA di Simpang Meulieng, Syamtalira, Aceh Utara. Selain itu, dua orang jurnalis juga diintimidasi oleh sejumlah kader PA tersebut. 10. Pada 7 Maret 2014, seorang Kader PNA, Mundirsyah alias Robert, diserang oleh sejumlah Kader PA di Supeung Kecamatan Tanah Luas, Kabupaten, Aceh Utara. Selain itu Kader PA juga merusak rumah korban RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 91 11. Pada 7 Maret 2014, seorang Sekjen PNA, Sofyan, mengalami penganiayaan oleh sejumlah orang yang diduga Kader PA di Blang Bidok Kecamatan Tanah Luas 12. Pada 7 Maret 2014, seorang anggota Tim sukses PNA, Rusli alias Lukhen, dianiaya oleh sejumlah orang yang diduga merupakan kader PA, di Meunasah Nga Kecamatan Lhoksukon. 13. Pada 7 Maret 2014, sebuah Posko pemenangan milik Partai Gerindra, dibakar oleh OTK di Lhok Keutapang Kecamatan Tangse, Pidie. 14. Pada 8 Maret 2014, sebuah Posko milik PNA, dirusak oleh OTK di Nibong, Aceh Utara. 15. Pada 10 Maret 2014, sejumlah rombongan kendaraan milik anggota PA mengalami bocor ban akibat terkena ranjau paku di Meunasah Keh, Kecamatan Nibong, Aceh Utara. Diduga ranjau tersebut sengaja disebar oleh OTK 16. Pada tanggal 11 Maret 2014 tepatnya pukul 20.15 WIB, sebuah Kantor Dewan Pimpinan Sagoe Partai Aceh (DPS-PA) Luengbata Banda Aceh, RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 92 dilempari granat jenis Nanas oleh OTK dan menyebabkan beberapa bagian kaca kantor tersebut pecah. 17. Pada 13 Maret 2014, OTK melakukan pelemparan bom molotov terhadap sebuah rumah milik kader PA, Abubakar Abdullah, di Jalan Darussalam Lhokseumawe. 18. Salah satu kader Partai Nasional Aceh atas nama Darmuni (38 Tahun) diculik oleh lima pria dikawasan Tunong Krueng Kecamatan Paya Bakong kabupaten Aceh Utara, kejadian tersebut terjadi pada tanggal 14 Maret 2014 tepatnya pukul 23.45 WIB. 19. Pada 14 Maret 2014, sejumlah OTK melakukan pengerusakan dan penganiayaan terhadap sejumlah rombongan kader PNA di Simpang Kandang, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe. 20. Pada tanggal 15 Maret 2014, sekitar pukul 19.10 WIB sebuah Kantor Dewan Pimpinan Wilayah Partai Nasional Aceh (DPW PNA) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) di Desa Guhang, Kecamatan Blangpidie, ditembak oleh OTK, namun tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 93 21. Seorang Caleg partai NASDEM diculik oleh OTK pada tanggal 15 Maret 2014, tepatnya pukul 02.00 WIB di Gampong Matang Seulimeng, Kecamatan Langsa Barat, korban atas nama Muslim alias Cut Lem diculik dan dianiaya oleh pelaku, selain itu korban juga dimasukkkan kedalam karung goni dalam keadaan tangan dan kaki terikat. 22. Pada 18 Maret 2014, sejumlah massa dari PETA dan LMP melakukan penyerangan terhadap sebuah kantor dan pengerusakan atribut kampanye milik PA di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. 23. Pada 18 Maret 2014, pasca penyerangan PETA dan LMP, sejumlah jurnalis mengaku mengalami intimidasi melalui sms yang dikirm oleh OTK di Takengon, Aceh Tengah 24. Pada 18 Maret 2014, sejumlah atribut kampanye dan Posko milik kader PDIP, Ir Tagore, yang juga merupakan pengurus PETA, dirusak oleh Kader PA dan Forkab di Bener Meriah. 25. Pada 19 Maret 2014, sebuah Posko pemenangan milik PA dirusak oleh OTK di Gampong Payabujok Seuleumak, Kec Langsa Baro, Kota Langsa RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 94 26. Pada tanggal 21 Maret 2014 seorang kader Partai Aceh bernama Ahmad Syuib (25 Tahun) ditembak oleh OTK saat pulang dari acara kampanye, tepatnya di Desa Ulee Pulo Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara pada pukul 19.30 WIB. 27. Pada 21 Maret 2014, paska penembakan iring-iringan mobil kampanye PA, 2 orang satgas PNA dikeroyok oleh sejumlah orang yang diduga merupakan Kader PA di Simpang Unimal, Dewantara, Aceh Utara. 28. Pada 21 Maret 2014, selain itu sebuah rumah milik seorang kader PNA juga dirusak oleh Kader PA di Lancang Barat, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara 29. Dua orang Satgas PNA atas nama Armiya (24 tahun) dan Tauhid (25 tahun) dikeroyok oleh massa di sehingga babak belur, kejadian tersebut terjadi pada tanggal 21 Maret 2014 disebuah warung. 30. Pada 22 Maret 2014, kembali sebuah rumah milik satgas PNA juga dirusak oleh sejumlah kader PA. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 95 31. Pada 25 Maret 2014: Seorang anggota Panitia Pemungut Suara dianiaya oleh Kader PA di Kumbang Unoe, Kecamatan Glumpang Baro, Pidie. 32. Pada 26 Maret 2014, seorang Kader PNA, Syamsul Bahri, dianiaya oleh OTK di Teupin Mane, Juli, Bireun. 33. Pada tanggal 28 Maret 2014 tepatnya pukul 12.02 WIB, seorang Caleg DPRA Dapil 6 Langsa dari partai PAN atas nama Muliadi alias Radja, mengalami luka akibat penganiayaan yang dilakukan aleh 20 pemuda di Dusun Teupin Kule, Desa Sineubok Rambong, Idi Rayeuk, Aceh Timur. 34. Puluhan bendera partai politik dan spanduk milik Caleg PA di wilayah Aceh Utara dirusak oleh OTK. Selain itu, sebuah mobil minibus tim sukses milik Caleg PA juga dibakar oleh OTK. 35. Pada tanggal 28 Maret 2013 sekitar pukul 20.00 WIB, sebuah rumah milik seorang Timses PNA atas nama Safrudin (48 Tahun) yang terletak di jalan Imam Bonjol Desa Seuneubok Meulaboh Aceh Barat dibakar oleh OTK. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 96 36. Senin Tanggal 31 Maret 2014 sekitar pukul 21.30 WIB, tepatnya di Simpang Kuburan Cina (simpang Buket Teukuh), Desa Geulanggang Teungoh, Kecamatan Kota Juang Bireuen, sebuah Mobil Kijang Innova warna hitam BK 1216 HQ berstiker Partai Aceh ditembaki oleh OTK, sehingga menyebabkan 3 orang meninggal dan 2 orang lainnya mengalami luka. Korban meninggal adalah Juwaini (29 Tahun), Khairul Anwar (1,5 Tahun), Azirawati (28 Tahun), sedangkan yang mengalami luka adalah Ainsyah (60 Tahun) dan Misrawati (25 Tahun). b. Pidato / Orasi Menyebar Kebencian dan Permusuhan 1. Bupati Aceh Utara, H. Muhammad Thaib, mengharamkan beras gratis untuk yang tidak dukung Partai Aceh untuk pemenangan di Pemilu 2014 ini, "Saya tegaskan, bahwa mulai detik ini juga yang bukan kader Partai Aceh atau yang tidak dukung Partai Aceh, maka haram terima beras gratis.” Pernyataan tersebut disampaikan pada acara kampanye perdana di lapangan Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara pada tanggal 18 Maret 2014. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 97 2. Pada tanggal 24 Maret bertempat di Lapangan Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Cahe Utara, Ketua DPRK Lhokseumawe, Saifuddin Yunus atau Pon Pang mengeluarkan pernyataan bahwa “"Partai Aceh wajib dipilih, jika tidak maka orang yang tidak pilih PA akan kita usir dari bumi Aceh ini." Selain itu Juru Bicara Partai Aceh Pusat Fachrur Razi M.IP. Dirinya menyebutkan bahwa dua partai lokal selain Partai Aceh adalah partai yang tidak miliki ayah dan ibu. "Siapa sich mereka? Kedua partai lokal itu padahal tidak diakui oleh dunia internasional, kecuali PA. Dua parlok tersebut yakni PNA dan PDA bagaikan partai yang tidak miliki ayah dan ibu." Selain itu, Jubir PA juga menyatakan bahwa "Siapa yang tidak mau pilih PA? Silahkan keluar dari Aceh. Perlu diketahui, jika PA menang pada pemilu 2014 ini, maka akan ditempatkan di Aceh kantor perwakilan PBB, CMI, dan Uni Eropa. Ketiganya itu nantinya akan bertugas memantau perkembangan kondisi di Aceh, segala persoalan ataupun kinerja, kita akan laporkan ke pihak internasional, bukan lagi ke Indonesia." 3. Pada tanggal 30 Maret 2014, bertempat di stadion TM. Djafar Julok Aceh Timur, Ketua DPW Partai Aceh Kabupaten Aceh Timur, Syahrul Bin Syamaun yang juga Wakil Bupati Aceh Timur menyatakan bahwa RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 98 "Bila partai Aceh kalah, maka diharamkan partai lain menang di Aceh." Apabila merujuk pada indikator grafik maka kita akan melihat ada lima jenis tindakan kekerasan dalam kurun waktu tiga bulan sebelum pemilihan umum, hal ini penulis sajikan dalam table grafik berikut : Jenis-Jenis Tindakan Dalam Kekerasan Politik di Aceh 29 12 6 7 2 Table Grafik. 1.a. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 99 Dari penjelasan table grafik 1.a terlihat ada lima jenis tindakan kekerasan politik di aceh sebelum pelaksanaan pemilihan umum yaitu; pengrusakan, penembakan, penganiayaan, intimidasi, hingga penculikan. Keseluruhan peristiwa tersebut menimbulkan pola kekerasan politik yang signifikan dalam kurun waktu tiga bulan, hal ini dapat dilihat dari pola kekerasan yang penulis sajikan di dalam Table Grafik berikut ini; RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 100 Pola Kekerasan Politik Yang Terjadi di Aceh Januari s/d Maret 2014 Pola 2 Penculikan Kader 5 Penembakan 4 Intimidasi/Ancaman 3 Bom Molotov 12 Penganiayaan Kader Perusakan Mobil 6 Perusakan Atribut 6 Pelemparan Granat 1 13 Pengerusakan Pos Penembakan Pos 3 Table Grafik 1.b Selain pola kekerasan diatas, sasaran dan korban kekerasan politikpun hampir merata terjadi di aceh, baik partai politik lokal dan nasional hingga korban sipil yang merupakan simpatisan dari partai politik lokal di aceh hal ini dapat dilihat di table ketiga; RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 101 Table 1.c Sehingga dari keseluruhan rangkaian kekerasan di aceh meinimbulkan kondisi korban yang berbeda-beda pula, setidaknya ada 5 orang menjadi korban tewas, 19 orang korban luka, dan 31 orang menjadi korban yang dirugikan secara materi dan psikologis, lihat table grafik berikut ini: RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 102 Kondisi Korban Kekerasan Politik di Aceh 9% 35% 56% Tewas Luka Lainnya Table Grafik 1.d. Keseluruhan peristiwa di atas tentu saja akan berdampak pada ketakutan politik yang dialami masyarakat Aceh, dan berdampak pada hak politik masyarakat Aceh dalam memilih dan dipilihi dalam konteks pesta demokrasi di Aceh. Dalam pandangan Robert A. Dahl RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 103 dalam karyanya yang lain, hak pilih sebagai faktor penting dalam pemilu demokratis dapat diukur minimal dengan 4 (empat) nilai. 89 Pertama, inculisiveness, artinya setiap orang yang sudah dewasa harus diikutkan dalam pemilu. Kedua, equal vote, artinya setiap suara mempunyai hak dan nilai yang sama. Ketiga, effective partisipation, artinya setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan pilihannya. Keempat, enlightned understanding, artinya dalam rangka mengekspresikan mempunyai pilihan pemahanan politik dan secara akurat kemampuan setiap orang kuat untuk yang memutuskan pilihannya. Hal ini sejalan dengan pendapat IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance) yang menyatakan bahwa adanya pengakuan terhadap hak pilih universal harus diadopsi dalam kerangka hukum untuk menjamin pemilu yang demokratis. 90 Pada dasarnya hak memilih telah mendapatkan pengakuan secara yuridis di dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, berdasarkan ketentuan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, dinyatakan bahwa “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib 89 Robert A. Dahl, “Procedural Democracy”, dalam P. Laslett & J. Fishkin (Eds.), Philosophy, Politics, and Society. (New Haven: Yale University Press, 1979), hlm. 97-133. 90 IDEA, Standar-standar Internasional Pemilihan Umum: Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu, (Jakarta: IDEA, 2002), hlm. 39-47. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 104 tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”. Berdasarkan ketentuan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 di atas, jelas menunjukkan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, dimungkinkan adanya pembatasan. Pembatasan yang demikian ini mengacu pada ketentuan pasal tersebut harus diatur dalam undang-undang, artinya tanpa adanya pengaturan tentang pembatasan tersebut berdasarkan undang-undang maka tidak dimungkinkan dilakukan adanya pembatasan terhadap pelaksanaan hak dan kebebasan yang melekat pada setiap orang dan warga negara Indonesia. Kerangka hukum yang demikian ini perlu untuk dipahami secara bersama dalam rangka memaknai “hak” yang telah diakui dan diatur secara hukum di Indonesia. Kondisi demikian tersebut di atas, apabila mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menunjukkan adanya bentuk pelanggaran hukum terhadap jaminan hak memilih RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 105 yang melekat pada warga negara Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”. Kedua ketentuan pasal di atas jelas menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga negara Indonesia itu sendiri untuk melaksanakan hak memilihnya. Adanya ruang untuk melakukan pembatasan terhadap hak yang melekat pada setiap orang dan warga negara Indonesia sebagimana dikemukakan di atas, melahirkan pengaturan bahwa hak memilih tersebut dimungkinkan untuk tidak melekat pada semua warga negara Indonesia. Artinya, hak memilih tersebut diberikan pembatasan-pembatasan sehingga warga negara yang diberikan jaminan untuk memiliki hak memilih tersebut RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 106 benar-benar merupakan warga negara yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Apabila mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 22 UndangUndang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dinyatakan bahwa “Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin”. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, diketahui bahwa: (1) Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih; (2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih. Penegasan pembatasan sebagaimana disebutkan Pasal 19 ayat (2) di atas, lebih lanjut menurut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, semakin dipertegas, yaitu dinyatakan bahwa “Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia harus terdaftar RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 107 sebagai pemilih”. Penegasan pengaturan yang demikian ini menunjukkan adanya pembatasan yang tegas terhadap hak memilih yang telah diakui dan diatur sebagaimana termasuk dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999. Dengan pembatasan sebagaimana dikemukakan di atas, ketentuan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, dilakukan melalui undang-undang, adalah dapat dibenarkan secara konstitusional. Sehingga apabila Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 dalam mengatur pelaksanaan jaminan adanya hak memilih dari warga negara Indonesia memberikan pembatasan-pembatasan yang berkaitan dengan persyaratan yang ditentukan bagi warga negara Indonesia dapat mempergunakan hak memilih tersebut, maka pengaturan pembatasan yang demikian tersebut dapat dibenarkan secara konstitusional. Sehingga apabilla kita bandingkan dengan peristiwa kekerasan yang terjadi di aceh sangat bertentangan dengan proses pembatasan hak pilih yang dilindungi di dalam konstitusi Republik Indonesia yang disertai intimidasi dan intervensi secara politik RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 108 D. Implikasi Dari Intervensi dan Intimidasi Terhadap Pelaksanaan Demokrasi di Aceh Implikasi dari intervensi dan intimidasi terhadap hak pilih dan dipilih adalah pada tingkat partisipasi masyarakat dalam menentukan pilihannya dan tingkat ketakutan secara politik, Partisipasi dipahami sebagai upaya mendorong setiap warga negara untuk mepergunakan hak menyampaikan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi dimaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi rakyat , sehingga dapat mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah menyediakan saluran komunikasi agar rakyat dapat menyalurkan partisi aktifnya melalui prosesi pemilu, sehingga apabila partisipasi disini mengalami intervensi dan intimidasi maka brdampak pada rendahnya partisipasi masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya. Isbandi menerangkan bahwa partisipasi dimaknai sebagai keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 109 dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan, dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses perubahan yang terjadi.91 Mikkelsen mengklasifikasikan partisipasi dalam lima pengertian, yaitu: 92 a. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan; b. Partisipasi adalah “pemekaaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan; c. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri; d. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu; e. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka. 91 Isbandi Rukminto Adi, 2007, Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. FISIP UI Press: Depok, Hlm. 27. 92 Mikkelsen, Britha, 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Hlm. 64 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 110 Miriam Budiardjo mendefinisikan partisipasi dalam bidang politik sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, serta secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).93 Menguatkan pengertian itu, Herbert McClosky dalam International Encyclopedia of the Social Science menyebutkan, partisipasi politik adalah kegiatankegiatan sukarela dari warga masyarakat, melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.94 Berdasarkan pengertian tersebut, partisipasi bisa dilakukan dalam bentuk apapun untuk memengaruhi kebijakan pemerintahan, yang dilakukan sebagai bentuk kesadaran masyarakat secara aktif dan sukarela. Pada dasarnya pemilu dapat dikatakan sebagai bentuk partisipasi politik dimana warga negara yang bertindak sebagai pribadi atau perseorangan, dapat mempengaruhi pembuatan keputusan oleh 93 Miriam Budiardjo. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1998. Hlm. 1. 94 Hetifah Sj. Sumarto, 2009. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm. xxv. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 111 pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.95 Pelaksanaan pemilu di aceh yang disertai dengan tindakan intimidasi dan kekerasan tentunya dapat mempengaruhi partisipasi publik dalam menentukan pilihannya. Apabila ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia maka menurut Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa ketentuan HAM di dalam UUD 1945 setelah perubahan terdapat di dalam 37 butir ketentuan yang diklasifikasi ke dalam empat kelompok,96 yaitu: Pertama, kelompok ketentuan yang menyangkut hak-hak sipil yang meliputi: a. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya; b. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan; c. 95 96 Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan; Miriam Budiardjo, loc.cit. Jimly Asshiddiqie, Op.cit. hal 86-88 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 112 d. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya; e. Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran, dan hati nurani; f. Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; g. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan; h. Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut; i. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah; j. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan; k. Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan, dan kembali ke negaranya; l. Setiap orang berhak memperoleh suaka politik; m. Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 113 Kelompok kedua adalah hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang meliputi: a. Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara damai dengan lisan dan tulisan; b. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat; c. Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatanjabatan publik; d. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi kemanusiaan; e. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan; f. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi; g. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang bermartabat; RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 114 h. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi; i. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan pengajaran; j. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia; k. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hakhak masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa-bangsa; l. Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional; m. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut kepercayaannya itu. Ketiga, kelompok hak-hak khusus dan hak atas pembangunan yang meliputi: RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 115 a. Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama; b. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mendapai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional; c. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan uang dikarenakan oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum; d. Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian, dan perlindungan orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan pribadinya; e. Setiap warga negara berhak untuk berperan-serta dalam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam; f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat; g. Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan dituangkan undangan yang sah. dalam peraturan perundang- RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 116 Keempat, kelompok yang mengatur mengenai tanggungjawab negara dan kewajiban asasi manusia yang meliputi: a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas, dan kesusilaan, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis; c. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia; d. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak yang pembentukan, kedudukannya diatur dengan undang-undang. susunan, dan RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 117 Apabila kita merujuk pada pandangan Jimly Asshidiqie maka dapat dikatakan pelaksanaan pemilu di aceh yang disertai dengan tindakan kekerasan tersebut tergolong perbuatan yang melangggar prinsip hak asasi manusia sebagai mana yang dimaksudkan di dalam katagori kelompok kedua mengenai hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya, utamanya pada huruf a dan b , yang menyatakan Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara damai dengan lisan dan tulisan, dan Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat hal ini jelas bertentangan dengan spirit penegakan Hak Asasi Manusia yang dicantumkan di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia di dalam Pasal 28 UUD 1945 E. Solusi Terbaik Bagi Penyelesaian Permasalahan Hak Pilih yang Demokratis di Aceh Partisipati masyarakat Aceh dalam pemerintahan demokratis merupakan wujud nyata dari implementasi kedaulatan rakyat keikutsertaan masyarakat dalam pemerintahan merupakan bagian dari partisipasi masyarakat baik yang dilakukan oleh pemerintah RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 118 maupun atas partisipasi masyarakat dengan kesadarannya secara individual maupun kelompok mencerminkan nilai moral untuk mewujudkan sense of belonging dan sense of responbility dalam pemerintahan. Sense of belonging masyarakat menimbulkan kesadaran untuk mentaati dan melaksanakan setiap kebijakan pemerintah. Sedangkan sense of responbility berdampak setiap kebijakan pemerintah yang dilakukan, masyarakat memiliki perasaan ikut bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan suatu solusi untuk dapat mewadahi setiap hak yang berkaitan dengan partisipasi masyrakat aceh, Secara koersif, ketegasan atas penanganan secara hukum terhadap berbagai perilaku politik kekerasan menjelang pemilu 2014, sudah harus dilakukan secara konsisten. UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, di Pasal 293 menyebutkan: “Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 119 Rp36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah).” Sedangkan terkaitan tahapan kampanye, di Pasal 275 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan: “Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).” Sementara itu, secara preventif, dalam terjadinya bentrokan, KPU terutama rangka mencegah sudah mencoba mengantisipasinya, ketika nanti masa kampanye yang bersifat pengerahan massa atau rapat umum. Antisipasi tersebut, adalah dengan membuat pemetaan zonasi kampanye pemilu yang diharapkan bermanfaat untuk mencegah pertemuan secara masif antar massa pendukung dan sangat berpotensi menyulut bentrokan fisik. Penyelenggaraan pemilu menjadi ujian tersendiri bagi demokrasi di Indonesia, karena situasi persingan antar kandidat dan partai bukan tidak mungkin melahirkan kondisi psikologis politik deprivasi relatif. Kondisi psikologi politik demikian sebagai penyebab terjadinya seseorang atau kelompok orang menempuh jalan dalam mencapai tujuannya. Pilihan melakukan aksi kekerasan didorong RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 120 oleh kesenjangan antara tujuan yang ingin dicapainya dengan ketersediaan jalan yang ada dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut. Artinya kedua bentuk penyelesaian di atas merupakan solusi kongkrit atas perlindungan hak memilih dan dipilih di provinsi aceh, sehingga setiap masyarakat aceh dapat terlindungi secara hukum atas hak-hak politiknya. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 121 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 122 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Pemilihan Umum merupakan salah satu sendi untuk tegaknya sistem politik demokrasi. Tujuan Pemilihan Umum tidak lain adalah untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi, dengan cara memilih wakil-wakil rakyat di Badan Perwakilan Rakyat. Salah satu upaya untuk mewujudkan pemilu adalah dengan mempergunakan hak pilih, hak pilih adalah hak yang mendapatkan pengakuan secara yuridis di dalam konstitusi negara republik Indonesia, hak ini juga dilindungi di dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, untuk itu hak ini harus secara bebas terlepas dari segala bentuk intimidasi dan intervensi yang mengarahkan pada kepentingan politik tertentu. Kekerasan pemilu yang terjadi sebelum pemilihan umum di provinsi aceh, mengindikasikan adanya suatu tekanan intervensi dan intimidasi terhadap hak pilih yang seyogyanya menjadi hak dasar dalam menentukan pilihan kepada calon legislatif yang terdapat di RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 123 Aceh, untuk itu segala bentuk tindakan kekerasan tersebut haruslah dihindari guna menegakkan semangat demokrasi di provinsi Aceh. B. SARAN Kekerasan politik yang terjadi di aceh harus mendapatkan perhatian serius bagi pemerintah terutama dengan melakukan tindakan koersif dan preventif dengan melibatkan seluruh elemen yang terlibat didalam kontestasi pemilihan umum, dengan melakukan kesepakatan pakta integritas untuk mendukung pemilihan umum yang demokratis di Aceh. RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 124 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU DAN JURNAL Abdul bari Azed. Sistem-sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran. (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000. A.Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan,Elsam, 2004 Adi Sujatno, Moral dan Etika Kepemimpinan Merupakan Landasan ke Arah Kepemerintahan yang Baik (Good Goverment ), Team 4 AS, Jakarta, 2009 Antje Missbach, Politik Jarak Jauh Diaspora Aceh Suatu Gambaran Tentang Konflik Separatis di Indonesia, Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2012 Ahmad Farhan Hamid, Jalan Damai Nanggroe Endatu, catatan seorang wakil rakyat Aceh, Suara Bebas, Jakarta, 2006 Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum ; Problematika Ketertiban Yang Adil, Grasindo, Jakarta,2004 Franz Magnis Suseno, Mencari Sosok Demokrasi, Sebuah Telaah Filosofis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995 Gunawan Setiardja, HAM Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius, Yogyakarta, 1993 Henry B. Mayo, dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 198 Henry B. Mayo dalam Mirian Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, PT Gramdia, Jakarta, 1981 Iriyanto A. Baso Ence,Negara Hukum dan Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi,Alumni, Bandung, 2008 Jimly Asshiddiqie. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: PT. Achtiar Baru Van Hoeve,1994 Jimly Ashidiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994 Jimly Asshidiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi Press, 2006 J.J Von Schmid, Pemikiran Tentang Negara dan Hukum, Pembangunan, Jakarta, 1988 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 125 Moh. Yasir Alimi,, Advokasi Hak-hak perempuan membela hak mewujudkan perubahan, LKIS 1999 Miriam Budiardjo, 1994, HAM di Indonesia. Karangan dalam “Esei Pembangunan Politik, Situasi Global, dan HAM di Indonesia”, PT. Ikrar Mandiri Abadi, Jakarta, 1994 Moh. Kusnardi dan Harmailiy Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, PSHTN FH UI dan Sinar Bakti, 1988 Miram Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998 Mohammad Hatta, Kearah Indonesia Merdeka (1932), dalam Kumpulan Karangan Jilid I, Bulan Bintang , Jakarta, 1976 Michael Saward, Democratic Theory and Indices Of Democratization dalam David Beetham (edt) Defining and Measuring Democrcy, Sage Publication,Ltd London, 1994 Mohtar Mas’oed, Negara, Kapital, dan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994 M.R Khairul Muluk , Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Bayu Media Publishing, Malang, 2006 Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, Refika Aditama, Bandung, 2010 Miriam Budiardjo. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1998 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2005 Nazarudin,Syamsudin Integrasi Politik di Indonesia, Jakarta,Gramedia, 1989 Padmo Wahjono, Perkembangan Hukum di Indonesia, Ind-Hill Co, Jakarta, 1989 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia; Sebuah Studi Tentang Prinsip-prinsipnya, Penerapannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya, 1972 Robert A. Dahl, Polyarchy:Participation and Opposition (New Heaven: Yale University Press, 1977 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988 Ramdlon Naning, Cita dan Citra HAM di Indonesia, LKUI, Jakarta, 1983 Ramdlon Naning, Gatra Ilmu Negara, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1983 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 126 Ramalan Surbakti, Memahami Ilmu Politik , Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana, 1999 Rahman Arifin, “Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Struktural Fungsional” Surabaya, SIC 2002 Ramlan Surbakti, “Memahami Ilmu Politik” ,Jakarta , PT.Gramedia Widiasarana : 1999 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Edisi 1, Cet. V, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001 S.F. Marbun, Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 9 Vol 4-1997 Sobirin Malian, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2001 Syahran Basah ,Ilmu Negara, Pengantar Metode dan Sejarah Perkembangan,PT. Citra Adya Bhakti, Bandung ,19992 Slamet Santosa, “Dinamika Kelompok” Jakarta, Bumi Aksara, 1999 Soerjono Soekanto “Sosiologi Suatu Pengantar” Jakarta, Graha Grafindo : 1999 Tiro, Hasan Mohammad, Demokrasi Untuk Indonesia. Jakarta, Teplok Press,1999 RISET PUSTAKA JARINGAN SURVEI INISIATIF www.jsithopi.0rg 127 B. INTERNET Saldi Isra,Partai Politik Lokal, http://www.tempo.co diakses hari Selasa, Tanggal 01 April 2014 jam 15.14 WIB Partai local dan masa depan Partai Nasional http//www.acehistitut.org/m_rizwan_, diakses hari Kamis, Tanggal 03 April 2014 jam 10.19 WIB Hasil Pemilukada Aceh 2006, www.KIP-Aceh.go.id , diakses pada hari Kamis, Tanggal 03 April 2014 jam 10.25 WIB 12-Parlok-Disahkan, www.waspada.com.., diakses pada hari Kamis, Tanggal 03 April 2014 jam 10.25 WIB Hasil verifikasi faktual KPU Pusat, www.KPU.go.id diakses pada hari Kamis, Tanggal 04 April 2014 jam 11.00 WIB.