BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bidang strategis organisasi. Manajemen sumber daya manusia harus dipandang sebagai perluasan pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu membutuhkan pengetahuan tentang perilaku manusia dan kemampuan mengelolanya. Bermacam-macam pendapat tentang pengertian manajemen sumber daya manusia, diantaranya yang dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut, Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dan membantu terwujudnya tujuan peusahaan, karyawan, dan masyarakat (Hasibuan, 2006:10) sedangkan kebijakan dan praktik menentukan menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, member penghargaan dan penilaian. Sesuai dengan pengertian diatas, A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:2) mengemukakan pengertian manajemen sumber daya manusia adalah suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang sudah ada pada individu, pengelolaan dan pendayagunaan dikembangkan secara maksimal didalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai. 6 Dari pendapat para ahli diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia memfokuskan pada masalah tenaga kerja manusia yang diatur menurut fungsi-fungsinya, agar lebih efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat. 2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia mempunyai tugas untuk mengelola unsure manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan kerjanya. Adapun fungsi-fungsi Manajemen sumber daya manusia menurut rifai dan sagala (2009:13), seperti halnya fungsi manajemen umum, yaitu : 1. Fungsi Manajerial a. Perencanaan (planning) b. Pengorganisasian (organizing) c. Pengarahan (directing) d. Pengendalian (controlling) 2. Fungsi Oprasional a. Pengadaan tenaga kerja (SDM) b. Pengembangan c. Kompensasi d. Pengintegrasian e. Pemeliharaan 7 f. Pemutusan tenaga kerja Kedua fungsi tersebut harus dilakukan agar sasaran-sasaran yang diinginkan oleh pegawai sebagai individu dapat dicapai dengan baik, demikian pula sasaran yang diinginkan oleh organisasi dan masyarakat dapat diselesaikan pula dengan cukup memuaskan. 2.2 Pengertian Budaya Organisasi Setiap dan semua organisasi merupakan kumpulan sejumlah manusia sebagai anggota organisasi, termasuk di dalamnya para pemimpin (manajer), setiap hari saling berinteraksi satu sama lain, baik dalam melaksanakan pekerjaan maupun kegiatan lain di luar pekerjaan. Interaksi itu yang bersifat formal dan informal, hanya akan berlangsung harmonis dalam arti efektif dan efisien apabila setiap anggota organisasi menerima, menghormati dan menjalankan nilai-nilai atau norma-norma tertentu yang sama di dalam organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma sebagai unsur budaya manusia itu hidup dan berkembang secara dinamis sesuai dengan kondisi organisasi dan menjadi kendali cara berpikir, bersikap dan berperilaku hidup bersama dalam kebersamaan sebagai sebuah organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma itulah yang kemudian menjadi budaya organisasi. Menurut Robbins, Stephen dan Timothy A. Judge (2008:256), menyatakan bahwa : “Budaya perusahaan mengacu kesuatu sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan perusahaan itu dari perusahaan lain”. Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan karakteristik dari suatu budaya organisasi, bukan dengan apakah para karyawan menyukai budaya atau tidak. 8 Sedangkan menurut Terry (1997) dalam buku sembiring (2012:11), pengorganisasian adalah proses tindakan yang efektif tentang penetapan dan hubunganhubungan kerja diantara orang-orang sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dengan demikian mereka memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya masing-masing dalam kondisi lingkungan tertentu, dalam rangka mencapai beberapa sarana atau tujuan tertentu. 2.2.1 Dimensi-Dimensi Budaya Organisasi Robbins dan Coutler (2007), memberikan tujuh dimensi budaya sebagai berikut : a. Inovasi dan pengambilan resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko. b. Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan, analisis, dan perhatian kepada detail. c. Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. d. Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi. e. Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu. f. Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai. 2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi Fungsi budaya organisasi menurut Robbins (2006) dalam buku Sembiring (2012:64) : 9 a. Menetapkan tapal batas : artinya budaya organisasi menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain b. Budaya memberikan identitas ke anggota-anggota organisasi c. Budaya mempermudah timbul komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri pribadi seseorang d. Budaya ini meningkatkan kemantaan system social e. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendalian yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi. 2.2.3 Tipe-Tipe Budaya Organisasi Dalam organisasi sebagai suatu kesatuan, setiap transformasi atau konversi aktivitas dapat dilihat sebagai subsistem saling berhubungan dan saling berinteraksi dengan subsistem lain. Dalam Darmawan (2013:149) dikemukakan empat tipe budaya organisasi yaitu : a. Budaya Kekuasaan (Power Culture). Sejumlah kecil eksekutif senior menggunakan kekuasaannya lebih banyak untuk memerintah bawahan. Ada kepercayaan dalam sikap mental yang kuat dan tegas untuk memajukan perhatian organisasi. b. Budaya Peran (role culture). Ada hubungan antara produsen birokratis seperti pengaturan-pengaturan pemerintah dan peran spesifik yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan menstabilkan system. c. Budaya Pendukung (support culture). Komunikasi yang mendukung orang yang mengusahakan integrasi dan seperangkat nilai bersama. 10 d. Budaya Prestasi (achievement culture). Ada suasana yang mendorong ekspresi diri dan usaha keras untuk adanya independensi dan tekananyaada pada keberhasilan dan prestasi. 2.3 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Hasibuan (2007) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positive tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut. Senada dengan itu, Noe, et. all (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan yang menyenangkan sebagai hasil dari persepsi bahwa pekerjaannya memenuhi nilai-nilai pekerjaan yang penting . Selanjutnya Kinicki and Kreitner (2005) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal. Lebih dari itu seseorang dapat secara relative dipuaskan dengan satu aspek pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau berbagai aspek. Dalam pandangan yang hampir 11 sama, Nelson and Quick (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan sebagai hasil dari penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang . Pendapat-pendapat di atas memiliki implikasi bahwa kepuasan kerja di dalam diri pegawai merupakan sebuah sikap individu sebagai anggota organisasi dalam memandang lingkungan pekerjaan, kemudian timbul perilaku positif atau negatif yang tergantung dari kondisi pekerjaan dan seluruh dimensi yang ada di lingkungan organisasi.Memperhatikan masalah kepuasan kerja juga merupakan tanggung jawab para pemimpin agar tercipta suasana kerja yang kondusif dalam mendukung tercapainya tujuan-tujuan organisasi. 2.3.1 Teori Kepuasan Kerja Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaaan tingkat kepuasan dan kebutuhan dari masing-masing pihak. Menurut Veithzal Rivai (2011:856) mengemukakan teori kepuasan kerja sebagi berikut : 1. Discrepancy Theory (Teori ketidaksesuaian) Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai. 2. Equity Theory (Teori Keadilan) Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. 12 Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. 3. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor) Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satifies atau motivator dan dissatisfies. a. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhnya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. b. Dissatisfies (hygiene factor) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari : gaji/upah, pengawasan, hubungan antara pribadi, kondisi kerja dan setatus. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, Jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan. 2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Faktor-Faktor Kepuasan Kerja menurut Veithzal Rivai (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: a. Faktor psikologis 13 Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan. b. Faktor Sosial Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antar karyawan, maupun karyawan dengan atasan. c. Faktor Fisik Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik karyawan,meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya. d. Faktor Finansial Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi system dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya. 2.3.3 Dimensi-Dimensi Kepuasan Kerja Menurut Dessler yang kemukakan dalam buku Veithzal Rivai (2011), ada beberapa penilaian kinerja yang meliputi indikator : 1 Gaji Dengan upah seseorang padat memenuhi keputusan sehari-hari dan melihat tingkat upah yang diterima, seseorang dapat melihat seberapa besar kontribusi yang diberikan perusahaan kepada dirinya. Seseorang berharap dapat mendapatkan gaji dan kesempatan promosi sesuai dengan penghargaannya 2 Pekerjaan itu sendiri 14 Sumber kepuasan kerja dan sebagian dari unsur yang memuaskan dan paling penting yang diungkapkan oleh banyak peneliti adalah pekerjaan yang memberikan status. Lebih lanjut, pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuannya serta menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai sebarapa baik mereka bekerja. 3 Kesempatan mendapatkan promosi Kesempatan promosi jabatan memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi menggunakan berbagai cara dan memiliki penghargaan yang beragam, misalnya promosi berdasarkan tingkat senioritas, dedikasi, pertimbangan kinerja, dll. Kebijakan promosi yang adil dan transparan terhadap semua pegawai dapat memberikan dampak kepada mereka yang memperoleh kesempatan dipromosikan, seperti perasaan senang, bahagia, dan memperoleh kepuasan atas kerjanya. 4 Supervisi Kemampuan atasan dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku pada pegawai dapat menumbuhkan kepuasan kerja bagi mereka. Demikian pula iklim partisipatif yang diciptakan oleh atasan dapat memberikan pengaruh yang substansial terhadap kepuasan kerja pegawai. 5 Kolega kerja atau rekan kerja Dukungan rekan kerja atau kelompok kerja dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi pegawai karena pegawai merasa diterima dan dibantu dalam memperlancar penyelesaian tugasnya. Sifat kelompok kerja akan memiliki pengaruh terhadap 15 kepuasan kerja. Bersama dengan rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat menjadi sumber kepuasan bagi pegawai secara individu. Menurut Luthans (dalam Robbins 1996) kelompok kerja yang bagus dapat membuat kerja menjadi lebih menyenangkan , sehingga kelompok kerja dapat memberikan support, kesenangan, nasehat dan bantuan bagi seorang pegawai. 6 Kondisi Kerja Termasuk disini adalah kondisi tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir. Dengan adanya kondisi kerja yang nyaman maka karyawan pun akan merasa nyaman bekerja di tempat ia bekerja 2.3.4 Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja Menurut Greenberg dan Baron (dalam Wibowo 2007:316), memberikan saransaran untuk mencegah ketidak puasan dan meningkatan kepuasan,dengan cara sebagai berikut: a. Membuat pekerjaan menyenangkan Orang lebih puas dengan pekerjaan yang sedang mereka kerjakan dari pada yang membosankan.meskipun beberapa pekerjaan membosankan,pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan tingkat kesengangan kedalam setiap pekerjaan. b. Orang dibayar dengan jujur Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur cenderung tidak puas dengan pekerjaannya.Hal ini diperlikan tidak hanya untuk gaji dan upah per jam,tetapi juga tunjangan.Mereka merasa dibayar dengan jujur dan apabila orang diberi peluang memilih tunjangan yang paling mereka inginkan,kepuasan kerjanya cenderung menarik. 16 c. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya.Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya sambil ditempat kerja,semakin puas mereka dengan pekerjaannya. d. Menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang. Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang.Orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan cara bebas melakukan kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu. 2.4 Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan, kecuali jika keadaan sudah menjadi sangat buruk atau segala sesuatu menjadi serba salah.Kadang beberapa atasan atau manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja yang ada sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. 17 Jika berbicara mengenai kinerja, Mangkunegara (2005:9) menyatakan bahwa ”Kinerja karyawan merupakan istilah yang berasal dari job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang).” Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan Kusriyanto dalam Mangkunegara (2005:9) adalah ”Perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam).”Gomes dalam Mangkunegara (2005:hal.9) mengemukakan definisi kinerja sebagai ”Ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Menurut Prawirosentono (1999:2) dalam buku Sinambela (2012:5), Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral dan etika. Menurut castello (1994:3), dalam buku wibowo (2013:9) menyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendorong yang berada dibelakang semua keputusan organisasi, usaha kerja, dan alokasi sumber daya. 2.4.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut wibowo (2013), Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kerja karyawan adalah sebagai berikut : a. Efektifitas dan Efisien Dalam hubungan dengan kinerja, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur dari efektifitas dan efisien. Artinya efektifitas kelompok (organisasi) bila tujuan kelompok 18 tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Efisien berkaitan dengan jumlah pengorganan yang dilakukan dengan mencapai tujuan organisasi. b. Otoritas dan Tanggung Jawab Dalam organisasi yang baik, wewenang dan tanggung jawab telah di delegasikan dengan baik tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing-masing karyawan mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibanya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab akan mendukung kinerja karyawan tersebut. c. Disiplin Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan dan karyawan. Disiplin berkaitan dengan arat terhadap sanksi kepada pihak yang melanggar. d. Inisiatif Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya piker, kreatifitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Hasil kerja seseorangakan memberikan umpan balik bagi orang itu sendiri untuk selalu aktifmelakukan kerjanya secara baik dan diharapkan akan menghasilkan mutupekerjaan yang baik. Pendidikan mempengaruhi kinerja seseorang karenadapat memberikan wawasan yang lebih luas untuk berinisiatif danberinovasi dan selanjutnya berpengaruh terhadap kinerjanya 2.4.2 Dimensi-Dimensi Kinerja Menurut Dessler (2006:239), Kinerja Karyawan dapat dinilai atau diukur dengan beberapa indikator yaitu : a. Kualitas. Akurasi, ketelitian, tingkat dapat diterimanya kinerja pekerjaan 19 b. Produktivitas. Kuantitas dan efisiensi yang dihasilkan pekerjaan dalam periode waktu tertentu c. Pengetahuan mengenai pekerjaan. Keahlian praktis dan teknik dan informaasi yang digunakan untuk pekerjaan d. Keterpecayaan. Tingkatan dimana karyawan dapat dipercaya berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan dan penindaklanjutannya. e. Kebebasan. Tingkat kinerja pekerjaan dengan sedikit atau tanpa supervisi. 2.5 Hubungan Antar Variabel 2.5.1 Hubungan Antara Budaya Organisasi dan Kinerja Karyawan Menurut Robbins (2007:516), budaya sebagai tatanan sistem yang terus dikembangkan, meliputi empat fungsi, yaitu: Pertama, budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu dengan lainnya. Kedua, budaya memberikan identitas bagi anggota - anggota organisasi. Ketiga, budaya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada mendorong timbulnya kepentingan pribadi seseorang. Keempat, budaya merupakan perekat sosial diantara sesama anggota organisasi Menurut Robbins (2007:525 - 526) ada empat cara bagi anggota organisasi mempelajari budaya organisasi, yaitu: Pertama, melalui cerita mengenai kegigihan pendiri organisasi atau orang - orang yang dianggap sukses di organisasi tersebut. Kedua, melalui ritual deretan kegiatan berulang yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi, misalnya apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting, dan mana yang dapat dikorbankan. Ketiga, melalui lambang dan kebendaan. Keempat, melalui bahasa. 20 Menurut Edgar Schein dalam Fred Luthans (2006:124) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah: Pola asumsi dasar diciptakan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri dengan masalah -masalah eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup baik serta dianggap berharga, dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang benar untuk menyadari, berpikir dan merasakan hubungan dengan masalah tersebu Dari beberapa kutipan di atas dimungkinkan bahwa bila suatu organisasi memiliki budaya yang baik maka kinerja anggota organisasinya juga baik artinya para anggota organisasi dapat menjalankan pekerjaan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh organisasi. H1: Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. 2.5.2 Hubungan Antara Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan Robbins (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang inividu terhadap pekerjaannya dimana alam pekerjaan tersebut seseorang dituntut berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mngikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja. Maintenance factors adalah factor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi faktor-faktor : 1). Gaji atau upah (Wages or Salaries), 2). Kondisi kerja (Working Condittion), 3). Kebijaksanaan dan Administrasi perusahaan (Company Policy 21 and Administration), 4). Hubungan antar pribadi (Interpersonal Relation), 5). Kualitas supervise (Quality Supervisor) H2 : Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. 2.5.3 Hubungan Antara Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja karyawan Budaya memiliki arti penting dalam organisasi. Proposisi yang diajukan oleh Chuang, Cruch dan Zikic(2004) yang dikutip dari dalam buku perilaku organisasional oleh Dr.Sopiah,MM.,M.Pd. , yakni kesesuaian budaya organisasi akan dapat mengurangi terjadinya konflik, baik yang tekait dengan pekerjaan maupun yang terkait dengan hubungan antar individu. Temuan Tepeci (2001) mengungkapkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja, tingkat keinginan untuk tetap bertahan pada organisasi dan kemauan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak lain. Begitu juga temuan dari Rashid, Sambasivan dan Johari (2003) bahwa budaya organisasi terkait erat dengan komitmen pekerjaan dan berpengaruh signifikan tehadap pencapaian kinerja. Untuk kepentingan kedepan, kesesuaian dan keterbukaan budaya organisasi memainkan peran penting bagi keberhasilan organisasi dalam melakukan proses-proses perubahan, pembelajaran organisasi dalam melakukan proses-proses perubahan. H3 : Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Berpengaruh terhadap Kinerja Kerja 22 2.3 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul – Tahun Nama Penulis Hasil Penelitian ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN (Studi pada PT. Sido Muncul Kaligawe Semarang) -2012 Chaterina Melina Taurisa, Intan Ratnawati Hasil dari penelitian ini membuktikan dan memberi kesimpulan bahwa: (1) budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, (2) budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, (3) kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, (4) komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, (5) budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, serta (6) kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Kata kunci: budaya organisasi, kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan kinerja karyawan PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi pada Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum” Kota Semarang) - 2012 M. HANIF AL RIZAL Hasil analisis menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan yang ditunjukkan oleh nilai probabiltas 0,007 dan t hitung sebesar 2,759 dengan nilai koefisien 0,241, kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas 0,000 dan t hitung sebesar 5,262 dengan nilai koefisien 0,460. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan kinerja karyawan manajemen Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum” perlu memperhatikan faktor-faktor budaya organisasi dan kepuasan kerja, karena faktor-faktor tersebut terbukti mempengaruhi kinerja karyawan. Kata kunci :Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan. PENGARUH BUDAYA Dwi Eka Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh ORGANISASI DAN Novianty budaya organisasi dan kepuasan kerja baik secara KEPUASAN KERJA simultan maupun parsial terhadap kinerja pegawai. TERHADAP KINERJA Kinerja pegawai secara simultan dipengaruhi oleh budaya organisasi dan kepuasan kerja sebesar 85,20% PEGAWAI – 2012 dan sisanya 14,80% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Secara parsial, kinerja pegawai dipengaruhi oleh budaya organisasi sebesar 53,7% dan 72% dipengaruhi oleh kepuasan kerja. 23 Kata kunci: Budaya organisasi, kepuasan kerja, kinerja pegawai Sumber : dari berbagai jurnal 2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran Penelitian Sumber :Dikembangkan untuk penelitian ini, 2014. 2.5 Hipotesis Penelitian Pengertian Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 96), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikiran tersebut di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. H2 : Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. 24