BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bidang strategis
organisasi. Manajemen sumber daya manusia harus dipandang sebagai perluasan
pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu membutuhkan
pengetahuan tentang perilaku manusia dan kemampuan mengelolanya.
Bermacam-macam pendapat tentang pengertian manajemen sumber daya
manusia, diantaranya yang dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut,
Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan
tenaga kerja agar efektif dan efisien dan membantu terwujudnya tujuan peusahaan,
karyawan, dan masyarakat (Hasibuan, 2006:10) sedangkan kebijakan dan praktik
menentukan menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi
manajemen, termasuk merekrut, menyaring, member penghargaan dan penilaian.
Sesuai dengan pengertian diatas, A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:2)
mengemukakan pengertian manajemen sumber daya manusia adalah suatu pengelolaan
dan pendayagunaan sumber daya yang sudah ada pada individu, pengelolaan dan
pendayagunaan dikembangkan secara maksimal didalam dunia kerja untuk mencapai
tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai.
6
Dari pendapat para ahli diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Manajemen
Sumber Daya Manusia memfokuskan pada masalah tenaga kerja manusia yang diatur
menurut fungsi-fungsinya, agar lebih efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan
organisasi, karyawan dan masyarakat.
2.1.2
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen
keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Manajemen
sumber daya manusia mempunyai tugas untuk mengelola unsure manusia secara baik
agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan kerjanya.
Adapun fungsi-fungsi Manajemen sumber daya manusia menurut rifai dan sagala
(2009:13), seperti halnya fungsi manajemen umum, yaitu :
1. Fungsi Manajerial
a. Perencanaan (planning)
b. Pengorganisasian (organizing)
c. Pengarahan (directing)
d. Pengendalian (controlling)
2. Fungsi Oprasional
a. Pengadaan tenaga kerja (SDM)
b. Pengembangan
c. Kompensasi
d. Pengintegrasian
e. Pemeliharaan
7
f. Pemutusan tenaga kerja
Kedua fungsi tersebut harus dilakukan agar sasaran-sasaran yang diinginkan oleh
pegawai sebagai individu dapat dicapai dengan baik, demikian pula sasaran yang
diinginkan oleh organisasi dan masyarakat dapat diselesaikan pula dengan cukup
memuaskan.
2.2
Pengertian Budaya Organisasi
Setiap dan semua organisasi merupakan kumpulan sejumlah manusia sebagai
anggota organisasi, termasuk di dalamnya para pemimpin (manajer), setiap hari saling
berinteraksi satu sama lain, baik dalam melaksanakan pekerjaan maupun kegiatan lain di
luar pekerjaan. Interaksi itu yang bersifat formal dan informal, hanya akan berlangsung
harmonis dalam arti efektif dan efisien apabila setiap anggota organisasi menerima,
menghormati dan menjalankan nilai-nilai atau norma-norma tertentu yang sama di dalam
organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma sebagai unsur budaya manusia itu hidup dan
berkembang secara dinamis sesuai dengan kondisi organisasi dan menjadi kendali cara
berpikir, bersikap dan berperilaku hidup bersama dalam kebersamaan sebagai sebuah
organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma itulah yang kemudian menjadi budaya
organisasi.
Menurut Robbins, Stephen dan Timothy A. Judge (2008:256), menyatakan bahwa
: “Budaya perusahaan mengacu kesuatu sistem makna bersama yang dianut oleh para
anggota yang membedakan perusahaan itu dari perusahaan lain”. Budaya organisasi
berkaitan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan karakteristik dari suatu budaya
organisasi, bukan dengan apakah para karyawan menyukai budaya atau tidak.
8
Sedangkan
menurut
Terry
(1997)
dalam
buku
sembiring
(2012:11),
pengorganisasian adalah proses tindakan yang efektif tentang penetapan dan hubunganhubungan kerja diantara orang-orang sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien,
dengan demikian mereka memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya masing-masing dalam kondisi lingkungan tertentu, dalam rangka mencapai
beberapa sarana atau tujuan tertentu.
2.2.1
Dimensi-Dimensi Budaya Organisasi
Robbins dan Coutler (2007), memberikan tujuh dimensi budaya sebagai berikut :
a. Inovasi dan pengambilan resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong
untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
b. Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan memperlihatkan
kecermatan, analisis, dan perhatian kepada detail.
c. Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil
ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
d. Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
e. Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang individu-individu.
f. Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
2.2.2
Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya organisasi menurut Robbins (2006) dalam buku Sembiring (2012:64)
:
9
a. Menetapkan tapal batas : artinya budaya organisasi menciptakan perbedaan yang jelas
antara satu organisasi dengan organisasi yang lain
b. Budaya memberikan identitas ke anggota-anggota organisasi
c. Budaya mempermudah timbul komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada
kepentingan diri pribadi seseorang
d. Budaya ini meningkatkan kemantaan system social
e. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme
pengendalian yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku para anggota
organisasi.
2.2.3
Tipe-Tipe Budaya Organisasi
Dalam organisasi sebagai suatu kesatuan, setiap transformasi atau konversi
aktivitas dapat dilihat sebagai subsistem saling berhubungan dan saling berinteraksi
dengan subsistem lain. Dalam Darmawan (2013:149) dikemukakan empat tipe budaya
organisasi yaitu :
a.
Budaya Kekuasaan (Power Culture). Sejumlah kecil eksekutif senior menggunakan
kekuasaannya lebih banyak untuk memerintah bawahan. Ada kepercayaan dalam
sikap mental yang kuat dan tegas untuk memajukan perhatian organisasi.
b.
Budaya Peran (role culture). Ada hubungan antara produsen birokratis seperti
pengaturan-pengaturan pemerintah dan peran spesifik yang jelas karena diyakini
bahwa hal ini akan menstabilkan system.
c.
Budaya Pendukung (support culture). Komunikasi yang mendukung orang yang
mengusahakan integrasi dan seperangkat nilai bersama.
10
d.
Budaya Prestasi (achievement culture). Ada suasana yang mendorong ekspresi diri
dan usaha keras untuk adanya independensi dan tekananyaada pada keberhasilan dan
prestasi.
2.3 Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2007) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan
harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan
karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi
kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan
luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati
dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan,
dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan
kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa
walaupun balas jasa itu penting
Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positive
tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut. Senada
dengan itu, Noe, et. all (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan yang
menyenangkan sebagai hasil dari persepsi bahwa pekerjaannya memenuhi nilai-nilai
pekerjaan yang penting . Selanjutnya Kinicki and Kreitner (2005) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan
seseorang. Definisi ini memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal.
Lebih dari itu seseorang dapat secara relative dipuaskan dengan satu aspek pekerjaannya
dan dibuat tidak puas dengan satu atau berbagai aspek. Dalam pandangan yang hampir
11
sama, Nelson and Quick (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi
emosional yang positif dan menyenangkan sebagai hasil dari penilaian pekerjan atau
pengalaman pekerjaan seseorang .
Pendapat-pendapat di atas memiliki implikasi bahwa kepuasan kerja di dalam diri
pegawai merupakan sebuah sikap individu sebagai anggota organisasi dalam memandang
lingkungan pekerjaan, kemudian timbul perilaku positif atau negatif yang tergantung dari
kondisi pekerjaan dan seluruh dimensi yang ada di lingkungan organisasi.Memperhatikan
masalah kepuasan kerja juga merupakan tanggung jawab para pemimpin agar tercipta
suasana kerja yang kondusif dalam mendukung tercapainya tujuan-tujuan organisasi.
2.3.1 Teori Kepuasan Kerja
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda, hal ini disebabkan
karena adanya perbedaaan tingkat kepuasan dan kebutuhan dari masing-masing pihak.
Menurut Veithzal Rivai (2011:856) mengemukakan teori kepuasan kerja sebagi berikut :
1. Discrepancy Theory (Teori ketidaksesuaian)
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara
sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila
kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih
puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif.
Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan
didapatkan dengan apa yang dicapai.
2. Equity Theory (Teori Keadilan)
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung
pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja.
12
Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan
dan ketidakadilan.
3. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor)
Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang
berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel
yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok
yaitu satifies atau motivator dan dissatisfies.
a. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan
kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan
untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhnya
faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini
tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.
b. Dissatisfies (hygiene factor) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber
ketidakpuasan, yang terdiri dari : gaji/upah, pengawasan, hubungan antara pribadi,
kondisi kerja dan setatus. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis
serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak
akan puas. Namun, Jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Faktor-Faktor Kepuasan Kerja menurut Veithzal Rivai (2011) faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
a.
Faktor psikologis
13
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi
minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.
b.
Faktor Sosial
Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antar karyawan,
maupun karyawan dengan atasan.
c.
Faktor Fisik
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik karyawan,meliputi jenis
pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan
ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur,
dan sebagainya.
d.
Faktor Finansial
Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan
yang meliputi system dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan,
fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.
2.3.3
Dimensi-Dimensi Kepuasan Kerja
Menurut Dessler yang kemukakan dalam buku Veithzal Rivai (2011), ada beberapa
penilaian kinerja yang meliputi indikator :
1 Gaji
Dengan upah seseorang padat memenuhi keputusan sehari-hari dan melihat tingkat
upah yang diterima, seseorang dapat melihat seberapa besar kontribusi yang
diberikan perusahaan kepada dirinya. Seseorang berharap dapat mendapatkan gaji
dan kesempatan promosi sesuai dengan penghargaannya
2 Pekerjaan itu sendiri
14
Sumber kepuasan kerja dan sebagian dari unsur yang memuaskan dan paling penting
yang diungkapkan oleh banyak peneliti adalah pekerjaan yang memberikan status.
Lebih lanjut, pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuannya serta
menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai sebarapa baik
mereka bekerja.
3 Kesempatan mendapatkan promosi
Kesempatan promosi jabatan memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini
dikarenakan promosi menggunakan berbagai cara dan memiliki penghargaan yang
beragam, misalnya promosi berdasarkan tingkat senioritas, dedikasi, pertimbangan
kinerja, dll. Kebijakan promosi yang adil dan transparan terhadap semua pegawai
dapat memberikan dampak kepada mereka yang memperoleh kesempatan
dipromosikan, seperti perasaan senang, bahagia, dan memperoleh kepuasan atas
kerjanya.
4 Supervisi
Kemampuan atasan dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku pada
pegawai dapat menumbuhkan kepuasan kerja bagi mereka. Demikian pula iklim
partisipatif yang diciptakan oleh atasan dapat memberikan pengaruh yang substansial
terhadap kepuasan kerja pegawai.
5 Kolega kerja atau rekan kerja
Dukungan rekan kerja atau kelompok kerja dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi
pegawai karena pegawai merasa diterima dan dibantu dalam memperlancar
penyelesaian tugasnya. Sifat kelompok kerja akan memiliki pengaruh terhadap
15
kepuasan kerja. Bersama dengan rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat
menjadi sumber kepuasan bagi pegawai secara individu. Menurut Luthans (dalam
Robbins 1996) kelompok kerja yang bagus dapat membuat kerja menjadi lebih
menyenangkan , sehingga kelompok kerja dapat memberikan support, kesenangan,
nasehat dan bantuan bagi seorang pegawai.
6 Kondisi Kerja
Termasuk disini adalah kondisi tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat
parkir. Dengan adanya kondisi kerja yang nyaman maka karyawan pun akan merasa
nyaman bekerja di tempat ia bekerja
2.3.4
Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja
Menurut Greenberg dan Baron (dalam Wibowo 2007:316), memberikan saransaran untuk mencegah ketidak puasan dan meningkatan kepuasan,dengan cara sebagai
berikut:
a. Membuat pekerjaan menyenangkan
Orang lebih puas dengan pekerjaan yang sedang mereka kerjakan dari pada yang
membosankan.meskipun beberapa pekerjaan membosankan,pekerjaan tersebut masih
mungkin meningkatkan tingkat kesengangan kedalam setiap pekerjaan.
b. Orang dibayar dengan jujur
Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur cenderung tidak puas
dengan pekerjaannya.Hal ini diperlikan tidak hanya untuk gaji dan upah per
jam,tetapi juga tunjangan.Mereka merasa dibayar dengan jujur dan apabila orang
diberi peluang memilih tunjangan yang paling mereka inginkan,kepuasan kerjanya
cenderung menarik.
16
c. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya.Semakin
banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya sambil
ditempat kerja,semakin puas mereka dengan pekerjaannya.
d. Menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang.
Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan
pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang.Orang jauh lebih puas dengan
pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan cara bebas
melakukan kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu.
2.4 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan dengan
produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja organisasi
merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses
kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang
diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru
kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja
dalam organisasinya. Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari
berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.Para atasan atau manajer
sering tidak memperhatikan, kecuali jika keadaan sudah menjadi sangat buruk atau
segala sesuatu menjadi serba salah.Kadang beberapa atasan atau manajer tidak
mengetahui betapa buruknya kinerja yang ada sehingga perusahaan / instansi
menghadapi krisis yang serius.
17
Jika berbicara mengenai kinerja, Mangkunegara (2005:9) menyatakan bahwa
”Kinerja karyawan merupakan istilah yang berasal dari job performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang).”
Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan Kusriyanto dalam Mangkunegara
(2005:9) adalah ”Perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per
satuan waktu (lazimnya per jam).”Gomes dalam Mangkunegara (2005:hal.9)
mengemukakan definisi kinerja sebagai ”Ungkapan seperti output, efisiensi serta
efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas.
Menurut Prawirosentono (1999:2) dalam buku Sinambela (2012:5), Kinerja
adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka
upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum
dan sesuai dengan moral dan etika.
Menurut castello (1994:3), dalam buku wibowo (2013:9) menyatakan bahwa
manajemen kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendorong yang berada dibelakang
semua keputusan organisasi, usaha kerja, dan alokasi sumber daya.
2.4.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut wibowo (2013),
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kerja karyawan adalah sebagai berikut :
a. Efektifitas dan Efisien
Dalam hubungan dengan kinerja, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur dari
efektifitas dan efisien. Artinya efektifitas kelompok (organisasi) bila tujuan kelompok
18
tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Efisien berkaitan
dengan jumlah pengorganan yang dilakukan dengan mencapai tujuan organisasi.
b. Otoritas dan Tanggung Jawab
Dalam organisasi yang baik, wewenang dan tanggung jawab telah di delegasikan
dengan baik tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing-masing karyawan mengetahui
apa yang menjadi hak dan kewajibanya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Kejelasan wewenang dan tanggung jawab akan mendukung kinerja karyawan tersebut.
c. Disiplin
Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara
perusahaan dan karyawan. Disiplin berkaitan dengan arat terhadap sanksi kepada
pihak yang melanggar.
d. Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya piker, kreatifitas dalam bentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
Hasil kerja seseorangakan memberikan umpan balik bagi orang itu sendiri untuk selalu
aktifmelakukan kerjanya secara baik dan diharapkan akan menghasilkan mutupekerjaan
yang baik. Pendidikan mempengaruhi kinerja seseorang karenadapat memberikan
wawasan yang lebih luas untuk berinisiatif danberinovasi dan selanjutnya berpengaruh
terhadap kinerjanya
2.4.2 Dimensi-Dimensi Kinerja
Menurut Dessler (2006:239), Kinerja Karyawan dapat dinilai atau diukur dengan
beberapa indikator yaitu :
a. Kualitas. Akurasi, ketelitian, tingkat dapat diterimanya kinerja pekerjaan
19
b. Produktivitas. Kuantitas dan efisiensi yang dihasilkan pekerjaan dalam periode waktu
tertentu
c. Pengetahuan mengenai pekerjaan. Keahlian praktis dan teknik dan informaasi yang
digunakan untuk pekerjaan
d. Keterpecayaan. Tingkatan dimana karyawan dapat dipercaya berkaitan dengan
penyelesaian pekerjaan dan penindaklanjutannya.
e. Kebebasan. Tingkat kinerja pekerjaan dengan sedikit atau tanpa supervisi.
2.5
Hubungan Antar Variabel
2.5.1 Hubungan Antara Budaya Organisasi dan Kinerja Karyawan
Menurut Robbins (2007:516), budaya sebagai tatanan sistem yang terus
dikembangkan, meliputi empat fungsi, yaitu: Pertama, budaya menciptakan pembedaan
yang jelas antara organisasi yang satu dengan lainnya. Kedua, budaya memberikan
identitas bagi anggota - anggota organisasi. Ketiga, budaya
komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
mendorong timbulnya
kepentingan pribadi seseorang.
Keempat, budaya merupakan perekat sosial diantara sesama anggota organisasi Menurut
Robbins (2007:525 - 526) ada empat cara bagi anggota organisasi mempelajari budaya
organisasi, yaitu: Pertama, melalui cerita mengenai kegigihan pendiri organisasi atau
orang - orang yang dianggap sukses di organisasi tersebut. Kedua, melalui ritual deretan
kegiatan berulang yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi,
misalnya apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting, dan
mana yang dapat dikorbankan. Ketiga, melalui lambang dan kebendaan. Keempat,
melalui bahasa.
20
Menurut Edgar Schein dalam Fred Luthans (2006:124) menyatakan bahwa budaya
organisasi adalah: Pola asumsi dasar diciptakan atau dikembangkan oleh kelompok
tertentu saat mereka menyesuaikan diri dengan masalah -masalah eksternal dan integrasi
internal yang telah bekerja cukup baik serta dianggap berharga, dan karena itu diajarkan
pada anggota baru sebagai cara yang benar untuk menyadari, berpikir dan merasakan
hubungan dengan masalah tersebu Dari beberapa kutipan di atas dimungkinkan bahwa
bila suatu organisasi memiliki budaya yang baik maka kinerja anggota organisasinya juga
baik artinya para anggota organisasi dapat menjalankan pekerjaan sesuai standar yang
telah ditetapkan oleh organisasi.
H1: Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
2.5.2 Hubungan Antara Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan
Robbins (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang
inividu terhadap pekerjaannya dimana alam pekerjaan tersebut seseorang dituntut
berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mngikuti aturan dan kebijakan organisasi,
memenuhi standar kinerja.
Maintenance factors adalah factor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan
hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini
menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena
kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi faktor-faktor pemeliharaan ini
meliputi faktor-faktor : 1). Gaji atau upah (Wages or Salaries), 2). Kondisi kerja
(Working Condittion), 3). Kebijaksanaan dan Administrasi perusahaan (Company Policy
21
and Administration), 4). Hubungan antar pribadi (Interpersonal Relation), 5). Kualitas
supervise (Quality Supervisor)
H2 : Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
2.5.3 Hubungan Antara Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
karyawan
Budaya memiliki arti penting dalam organisasi. Proposisi yang diajukan oleh
Chuang, Cruch dan Zikic(2004) yang dikutip dari dalam buku perilaku organisasional
oleh Dr.Sopiah,MM.,M.Pd. , yakni kesesuaian budaya organisasi akan dapat mengurangi
terjadinya konflik, baik yang tekait dengan pekerjaan maupun yang terkait dengan
hubungan antar individu. Temuan Tepeci (2001) mengungkapkan bahwa budaya
organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja, tingkat keinginan untuk tetap
bertahan pada organisasi dan kemauan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak
lain. Begitu juga temuan dari Rashid, Sambasivan dan Johari (2003) bahwa budaya
organisasi terkait erat dengan komitmen pekerjaan dan berpengaruh signifikan tehadap
pencapaian kinerja. Untuk kepentingan kedepan, kesesuaian dan keterbukaan budaya
organisasi memainkan peran penting bagi keberhasilan organisasi dalam melakukan
proses-proses perubahan, pembelajaran organisasi dalam melakukan proses-proses
perubahan.
H3 : Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Berpengaruh terhadap Kinerja Kerja
22
2.3
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Judul – Tahun
Nama Penulis
Hasil Penelitian
ANALISIS PENGARUH
BUDAYA ORGANISASI
DAN KEPUASAN KERJA
TERHADAP
KOMITMEN
ORGANISASIONAL
DALAM
MENINGKATKAN
KINERJA KARYAWAN
(Studi pada PT. Sido
Muncul
Kaligawe
Semarang) -2012
Chaterina
Melina
Taurisa,
Intan
Ratnawati
Hasil dari penelitian ini membuktikan dan memberi
kesimpulan bahwa: (1) budaya organisasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, (2)
budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap komitmen organisasional, (3) kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen
organisasional,
(4)
komitmen
organisasional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan, (5) budaya organisasi berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan, serta (6)
kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan.
Kata kunci: budaya organisasi, kepuasan kerja,
komitmen organisasional, dan kinerja karyawan
PENGARUH BUDAYA
ORGANISASI DAN
KEPUASAN KERJA
TERHADAP
KINERJA KARYAWAN
(Studi pada Rumah Sakit
Panti Wilasa “Citarum”
Kota Semarang) - 2012
M. HANIF
AL RIZAL
Hasil analisis menunjukkan bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan yang
ditunjukkan oleh nilai probabiltas 0,007 dan t hitung
sebesar 2,759 dengan nilai koefisien 0,241, kepuasan
kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan
yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas 0,000 dan t
hitung sebesar 5,262 dengan nilai koefisien 0,460.
Hasil tersebut mengindikasikan bahwa untuk
meningkatkan kinerja karyawan manajemen Rumah
Sakit Panti Wilasa “Citarum” perlu memperhatikan
faktor-faktor budaya organisasi dan kepuasan kerja,
karena faktor-faktor tersebut terbukti mempengaruhi
kinerja karyawan.
Kata kunci :Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan
Kinerja Karyawan.
PENGARUH
BUDAYA Dwi
Eka Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh
ORGANISASI
DAN Novianty
budaya organisasi dan kepuasan kerja baik secara
KEPUASAN
KERJA
simultan maupun parsial terhadap kinerja pegawai.
TERHADAP
KINERJA
Kinerja pegawai secara simultan dipengaruhi oleh
budaya organisasi dan kepuasan kerja sebesar 85,20%
PEGAWAI – 2012
dan sisanya 14,80% dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Secara parsial,
kinerja pegawai dipengaruhi oleh budaya organisasi
sebesar 53,7% dan 72% dipengaruhi oleh kepuasan
kerja.
23
Kata kunci: Budaya organisasi, kepuasan kerja, kinerja
pegawai
Sumber : dari berbagai jurnal
2.4
Kerangka Pemikiran Penelitian
Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Gambar 2.1
Rerangka Pemikiran Penelitian
Sumber :Dikembangkan untuk penelitian ini, 2014.
2.5
Hipotesis Penelitian
Pengertian Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 96), hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara
karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.Hipotesis dirumuskan atas
dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang
dirumuskan.Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikiran tersebut di atas,
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
H2 : Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
24
Download