Suhu Tubuh Sapi Neonatus Friesian Holstein yang

advertisement
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan gambaran suhu tubuh
pada semua sapi neonatus percobaan. Gambaran suhu tubuh pada semua sapi
neonatus percobaan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 3.
Tabel 4. Suhu tubuh sapi neonatus yang ditantang dengan E. coli
Perlakuan
Asp
Asp1
Asp2
Asp3
Asp4
0 jam
(°C)
12 jam
(°C)
24 jam
(°C)
72 jam
(°C)
39
39.2
40.2
39.7
38.8
39
39
39.4
38.4
39
39.3
38.8
38.6
38.8
38.9
38.8
38.3
38.1
38.8
38.8
39
38.8
Asp5
38.6
38.6
Keterangan
Asp
: sapi neonatus dengan pemberian susu sapi
Asp1-5 : sapi neonatus dengan pemberian kolostrum
Dua belas jam setelah uji tantang terjadi peningkatan suhu tubuh pada
semua anak sapi percobaan (Tabel 4). Adanya bakteri yang masuk akibat uji
tantang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh
merupakan respon terhadap adanya inflamasi akibat adanya bakteri atau aktivitas
dari bakteri (Guyton and Hall 1997; Kelly 1982). Peradangan biasanya akan
ditandai dengan terjadinya vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas membran,
peningkatan suhu tubuh dan migrasi granulosit serta monosit ke dalam jaringan.
Peradangan ini akan memberikan efek pembentukan pembatas pada daerah yang
mengalami inflamasi terhadap daerah yang tidak menggalami inflamasi, yang
bertujuan agar bakteri tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain (Guyton and Hall
1997).
18
Tabbu (2000) melaporkan bahwa antigen yang masuk ke dalam tubuh
hewan yang sehat akan merangsang sistem pertahanan tubuh untuk membentuk
antibodi. Selama proses ini berlangsung hewan akan mengalami peningkatan suhu
tubuh dan mengalami stres. Stres terjadi akibat antigen yang masuk bereplikasi
sehingga mengundang sel kebal dan infiltrasi sel radang yang berakibat inflamasi
sehinggga suhu tubuh meningkat (Soejodono et al. 2007).
40.5
40
Asp
39.5
Asp1
39
Asp2
38.5
Asp3
Asp4
38
Asp5
37.5
37
0
12
24
72
Gambar 3. Perubahan suhu tubuh pada sapi neonatus yang diuji tantang
dengan E. coli K-99
Peningkatan suhu tubuh yang terjadi pada sapi neonatus yang ditantang E.
coli merupakan respon tubuh terhadap meningkatnya set point suhu dari sapi
neonatus. Set point suhu adalah tingkat suhu kritis pada hipotalamus yang dimiliki
oleh hewan. Menurut Tizard (2000), peningkatan suhu tubuh merupakan adaptasi
hewan terhadap adanya infeksi yang terjadi di dalam tubuh. Peningkatan suhu
19
tubuh ini melibatkan leukosit, khususnya netrofil. Adanya keterlibatan leukosit
akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Pada penelitian ini, peningkatan suhu tubuh pada sapi neonatus 12 jam
setelah uji tantang ternyata diikuti juga dengan peningkatan jumlah total sel darah
putih dalam sirkulasi darah. Peningkatan jumlah total sel darah putih lebih cepat
terjadi pada sapi neonatus yang diberi kolostrum (Bachri 2010). Hasil penelitian
Lamotte and Ebehart (1976) diacu dalam Esfandiari (2005) melaporkan bahwa
jumlah total leukosit dan aktifitas fagositosis lebih tinggi pada sapi neonatus yang
diberi kolostrum bila dibandingkan dengan sapi neonatus yang diberi susu.
Peningkatan suhu tubuh pada seluruh sapi neonatus terus berlangsung dan
mencapai puncaknya pada 24 jam setelah uji tantang. Namun demikian,
peningkatan suhu tubuh pada sapi neonatus yang diberi kolostrum masih dalam
kisaran normal. Tidak demikian halnya dengan suhu tubuh pada sapi neonatus
yang diberi susu, dimana suhu tubuh meningkat hingga mencapai 40.2°C.
Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Colvilles and Joanna (2002),
dimana tubuh hewan neonatus yang diberi kolostrum akan segera berespon
dengan cepat dengan cara meningkatkan suhu tubuhnya pada saat mendapat
serangan antigen. Pada penelitian ini, kolostrum yang diberikan pada sapi
neonatus berasal dari induk yang telah divaksin E. coli. Dengan demikian
kolostrum mengandung imunoglobulin yang telah memiliki spesifitas terhadap
E. coli.
Reaksi awal ketika terjadi infeksi adalah timbulnya reaksi imun dari tubuh,
berupa datangnya netrofil dan makrofag di lokasi terjadinya infeksi. Netrofil
merupakan garis pertahanan pertama, sedangkan makrofag merupakan garis depan
pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik. Netrofil dapat membunuh bakteri
karena sifatnya dapat hidup secara anaerob (Zukesti 2003; Guyton and Hall 1997).
Netrofil merupakan bagian terbesar dari semua jenis leukosit pada manusia dan
karnivora, tetapi hanya 20-30% dari jumlah total leukosit pada ruminansia (Tizard
2000). Netrofil bergerak menginvasi target. Gerakan netrofil dirangsang oleh
bahan yang dihasilkan pada reaksi inflamasi. Adanya bakteri yang masuk ke
20
dalam peredaran darah dan mengalir sampai hipotalamus akan merangsang
pembentukan netrofil yang lebih banyak (Guyton and Hall 1997).
Menurut Soejodono et al. (2007), agen penyakit yang bereplikasi dapat
mengakibatkan stres sehingga mengundang sel imun dan infiltrasi sel radang yang
berakibat inflamasi sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Sel radang akan
melepaskan sitokinin. Ada tiga jenis sitokinin yang penting dalam reaksi
peradangan, yaitu IL-1, IL-6 dan TNF. Interleukin-1 dan IL-6 memiliki efek dapat
meningkatkan suhu tubuh.
Mekanisme pertama yang merangsang pembentukan panas tubuh adalah
ketika pirogen eksogen yaitu dinding bakteri yang terbuat dari lipopolisakarida
masuk ke dalam tubuh, E. coli yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan
inflamasi pada sel-sel tubuh (Guyton and Hall 1997). Kehadiran sel pertahanan
tubuh pada lokasi inflamasi akan merangsang keluarnya pirogen endogen dan
prostaglandin ke dalam sirkulasi darah. Pirogen endogen yang dihasilkan akan
berjalan menuju hipotalamus yang disebut Organa Vasculosum of The Lamina
Terminals (OVLT) (Cunningham 2002). Pirogen endogen bekerja pada sel
endotel untuk memproduksi tambahan prostaglandin dan arakhidonat. Senyawa
tersebut akan menghambat neuron yang sensitif terhadap panas dan menyebabkan
set point suhu naik. Suhu tubuh akan mencapai set point suhu yang baru pada saat
set point suhu naik (Tizard 2000).
Bakteri E. coli adalah jenis bakteri Gram negatif, dimana bakteri ini sangat
tahan terhadap enzim pencernaan. Bakteri ini dapat memproduksi toksin yang
dapat meningkatkan suhu tubuh (Kelly 1982). Bakteri ini akan dikenali oleh tubuh
sebagai benda asing dan akan ditangkap oleh sistem kekebalan tubuh yaitu
netrofil. Netrofil merupakan sel darah putih yang bertugas sebagai pertahanan
tubuh terhadap serangan benda asing khususnya bakteri dan virus (Akers dan
Denbow 2008). Netrofil menghancurkan bakteri yang masuk melalui proses
fagositosis. Tubuh akan melakukan pertahanan, lokasi dimana terjadi pertahanan
tubuh akan menyebabkan inflamasi. Tanda utama inflamasi yang bisa dilihat
adalah adanya bengkak, kemerahan, rasa sakit dan demam (Tizard 2000).
Kemerahan dan panas atau peningkatan suhu tubuh diakibatkan oleh adanya
21
tambahan aliran darah ke dalam pembuluh darah dan ekstravasasi dari plasma
yang mengakibatkan bengkak dan rasa sakit (Tizard 2000).
Peningkatan suhu akan berakibat pada terjadinya peningkatan aliran pada
pembuluh darah. Hal ini berfungsi untuk meningkatkan pengiriman antibodi pada
lokasi antigen. Selain itu peningkatan aliran darah akan meningkatkan
permeabilitas dari pembuluh darah dan menyebabkan antibodi merembes keluar
pembuluh dalam konsentrasi tinggi (Tizard 2000).
Pada saat E. coli masuk ke dalam jaringan, maka bakteri ini akan
berkembang dalam jaringan dan darah, lalu akan difagosit oleh netrofil dan
makrofag. Sel ini mencerna antigen dan pada akhirnya akan mengeluarkan IL-1
atau yang biasa disebut sebagai pirogen endogen. Pirogen endogen ini yang dapat
merangsang peningkatan suhu tubuh (Lorenz and Cornelius 1987).
Tujuh puluh dua jam (72 jam) setelah uji tantang, empat ekor sapi
neonatus yang diberi kolostrum mengalami penurunan suhu tubuh, namun satu
ekor (Asp1) mengalami peningkatan suhu tubuh sebesar 0.40C. Hal ini
dikarenakan setiap individu memiliki sistem kekebalan berbeda. Menurut Guyton
and Hall (1997), bila faktor penyebab peningkatan suhu tubuh dihilangkan, maka
set point suhu pengaturan hipotalamus akan turun menjadi lebih rendah dan akan
memungkinkan kembali ke titik normal. Pada stadium ini hewan menggalami
stadium dekrementi.
Suhu tubuh akan diturunkan melalui mekanisme vasodilatasi, berkeringat
dan penurunan pembentukan panas. Vasodilatasi merupakan mekanisme untuk
menurunkan metabolisme tubuh dan peningkatan pengeluaran panas (Guyton and
Hall 1997). Penurunan suhu tubuh merupakan mekanisme yang menyertai setelah
terjadinya peningkatan suhu tubuh. Kejadian dimulai ketika hewan terpapar oleh
benda asing, maka tubuh akan berespon dengan menghambat pengeluaran panas
melalui vasokonstrisi, piloereksi dan peningkatan pembentukan panas. Kondisi ini
akan meningkatkan suhu tubuh, dimana peningkatan ini akan dipertahankan
sampai mencapai set point suhu, setelah itu akan terjadi pengeluaran panas
melalui vasodilatasi (Phillis 1976).
22
Penurunan suhu tubuh merupakan peristiwa yang menunjukkan adanya
proses homeostasis tubuh yang bertujuan mengembalikan suhu tubuh ke arah
normal. Saat terjadi penurunan suhu, maka tubuh akan merespon dengan
mekanisme homeostasis yang membantu produksi panas melalui mekanisme
umpan balik negatif agar dapat meningkatkan suhu tubuh kearah normal (Widodo
2008).
Pada penelitian ini, penurunan suhu tubuh pada sapi neonatus yang diberi
kolostrum diikuti juga dengan penurunan jumlah total sel darah putih dalam
sirkulasi darah. Penurunan sel darah putih terjadi pada 24-72 jam setelah uji
tantang (Bachri 2010). Hal ini dikarenakan sistem pertahanan spesifik dalam
tubuh telah menggantikan sistem pertahanan non spesifik dalam tubuh. Penurunan
jumlah leukosit dipengaruhi oleh penurunan jumlah netrofil yang bersirkulasi
dalam darah karena fungsi netrofil telah meningkat, sehingga jumlah netrofil yang
bersirkulasi menurun.
Download