MAKALAH TURUNNYA QURAN DENGAN TUJUH HURUF DISUSUN OLEH : 1. AYU LESTARI (201007200 ) 2. DWI FAJAR SULISTYANINGSIH ( 20100720011) PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TURUNNYA ALQURAN DENGAN TUJUH HURUF Orang arab mempunya lahjah ( dialek ) yamg timbul dalam fitrah mereka. Setiap kabilah mempunyai irama sendiri dalam mengucapkan kata-kata. Namun kaum quraisy mempunyai faktor-faktor yang menyebabkan bahasa mereka lebih unggul diantara cabang-cabang bahasa arab lainnya. Karena tugas mereka menjaga Baitullah, menjamu para jema’ah haji, memakmurkan masjidil Haram dan menguasai perdagangan. Oleh sebab itu, semua suku bangsa arab menjadikan bahasa quraisy sebagai bahasa induk bagi bahasa-bahasa mereka karena adanya karakteristik tersebut. Dengan demikian wajarlah jika Qur’an diturunkan dalam logat quraisy, kepada Rasul yang quraisy pula untuk mempersatukan bangsa arab dan mewujudkan kemukjizatan Qur’an ketika mereka gagal mendatangkan satu surah yang seperti Qur’an. Apabila orang arab berbeda lahjah (dialek) dalam pengungkapan sesuatu makna dengan perbedaan tertentu, maka Qur’an yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad SAW , menyempurnakan makna kemukjizatannya karena ia mencakup semua huruf dan wajah qiraah pilihan diantara lahjah-lahjah itu. Dan ini merupakan salah satu sebab yang memudahkan mereka untuk membaca, menghafal dan memahaminya. Hadits – hadits mengenai quran dengan tujuh huruf diantaranya : Dari Ibn Abbas, ia berkata : “Rasulullah berkata: ‘Jibril membacakan (Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf”. Dari Ubai bin Ka’ab: “Ketika Nabi berada di dekat parit Bani Ghafar, ia didatangi jibril seraya berkata: ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan sau huruf’ . Dia menjawab : ‘Aku mohon kepada Allah ampunan dan maghfirah-Nya, karena umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu’. Kemudian jibril datang lagi untuk yang kedua kalinya dan berkata : ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan dua huruf,’ Nabi menjawab : ‘Aku memohonkan kepada Allah ampunan dan maghfirah-Nya, umatku tidak kuat melaksanakannya.’ Jibril datang lagi untuk yang ketiga kalinya, lalu mengatakan : ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan tiga huruf,’ jawab Nabi : ‘Aku memohon kepada Allah ampunan dan Maghfirh-Nya, sebab umatku tidak kuat melaksanakannya.’ Kemudian jibril datang lagi untuk yang ketiga kalinya seraya berkata : ‘ Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf,’ dengan huruf mana saja mereka membaca, mereka tetap benar.” Dari Umar bin Khatab ia berkata: “Aku mendengar Hisyam bin Hakim membacakan surah al Furqan di masa hidup Rasulullah. Aku perhatikan bacaannya, tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan Raulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya di saat dia shalat, tetapi aku berusaha sabar menunggunya sampai salam. Begitu salam, aku tarik selendangnya dan bertanya : “Siapakah yang membacakan (mengajarkan bacaan) surah itu kepadamu?. Dia menjawab: ‘Rasulullah yang membacakannya kepadaku.’ Lalu aku katakan kepadanya: ‘Dusta kau ! Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surah yang kau dengar tadi engkau membacanya ( tapi tidak seperti bacaannu).’ Kemudian aku bawa dia ke hadapan Rasulullah, dan aku menceritakan kepadanya bahwa ‘ Aku telah mendengar orang ini membaca surah al Furqan dengan huruf-huruf yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surah al Furqan kepadaku.’ Maka Rasulullah berkata : ‘ Lepaskan dia, wahai Umar. Bacalah surah tadi, wahai Hisyam, Hisyam pun membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi. Maka kata Rasululah: ‘Begitulah surah itu diturunkan.’ Ia berkata lagi : ‘Bacalah wahai Umar, lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasulullah kepadaku. Maka kata Rasulullah; begitulah surah itu diturunkan.’ Dan katanya lagi : ‘Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu, diantaranya.’ Disini kami akan kemukakan beberapa pendapat diantaranya yang dianggap paling mendekati kebenaran. Pendapat Pertama Sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa dari bahasabahasa Arab mengenai satu makna; Dan dikatakan bahwa ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Huzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman. Sedangkan menurut Ibnu Hatim as-Sijistani, Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy, Huzail, Tamim, Azad, Rabi’ah, Haazin, dan Sa’d bin Bakar. Pendapat Kedua Suatu hukum berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dengan nama Qur’an diturunkan, Bahasa paling fasih diantara kalangan bangsa arab dalam bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Huzail, Saqif, Hawazin , Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara keseluruhan Qur’an mencakup ketujuh macam bahasa tersebut. Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya, karena yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di berbagai surah Qur’an. Bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna. Berkata Abu ‘Ubaid: “Yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran dalam Qur’an. Sebagiannya bahasa Quraisy, sebagian yang lain bahasa Huzail, Hawazin ,Yaman dan lain-lain.” Dan katanya pula : ‘Sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena dominan dalam Qur’an.” Pendapat Ketiga Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh wajah, yaitu: amr (perintah), nahyu (larangan), wa’d (janji), wa’id (ancaman), jadal (perdebatan), qasas (cerita), dan matsal (perumpamaan). Atau amr, nahyu, halal, haram,muhkam, mutasyabih dan amtsal. Dari Ibn Masu’ud Nabi berkata : “Kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf. Sedang Qur’an diturunkan melalui tujuh pintu dengan tujuh huruf, yaitu : zajr (larangan), amr, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal.” Pendapat Keempat, Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah : tujuh macam hal yang diantaranya terjadi ihtilaf (perbedaan), yaitu: 1. Ihtilaful asma’(perbedaan kata benda): Yaitu dalam bentuk mufrad, muzakkar dan cabang-cabangnya, seperti tasniyah, jamak dan ta’nis. 2. Perbedaan dalam segi I’rab (harakat akhir kata) 3. Perbedaan dalam tasrif. 4. perbedaan dalam taqdhim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan) 5. Perbedaan dalam segi ibdal (penggantian) baik penggantian huruf dengan huruf. 6. Perbedaan karena ada penambahan dan pengurangan. 7. Perbedaan lahjah seperti bacaan tafkhim (menebalkan) dan tarqiq (menipiskan), fatah dan imalah , idzhar dan idgham, hamzah dan tashil, isyman dll. Pendapat Kelima Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak diartikan secara harfiah tetapi bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang arab. Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan semua orang arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Pendapat keenam segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah qiraat tujuh. Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah sebagai berikut: 1. Mempermudah ummat Islam khususnya bangsa Arab yang dituruni Al-Qur’an sedangkan mereka memiliki beberapa dialeks (lahjah) meskipun mereka bisa disatukan oleh sifat ke-Arabannya. 2. Sebagai mukjizat al-Qur’an dari sisi lughawi (bahasa) bagi bangsa Arab. Karena beragamnya dialek diantara suku-suku Arab. 3. Mukjizat al-Qur’an dari segi makna dan penggalian hokum. Karena berubahnya bentuk lafaz dalah sebagaian huruf akan menghasilkan produk hukum yang dapat berlaku dalam setiap masa 4. Menyatukan ummat Islam dalam satu bahasa yang disatukan dengan bahasa Quraisy yang tersusun dari berbagai bahasa pilihan dikalangan suku-suku bangsa Arab yang berkunjung ke Makkah pada musim haji dan lainnya.