Jakarta, 14 September 2015 Brazil Downgraded & Fed Uncertainty Upaya keras pemerintah memacu pertumbuhan ekonomi dengan menggelar program stimulus sektor riil nampaknya belum mampu menggairahkan pasar modal dan nilai tukar. Selama pekan lalu, IHSG kembali terpangkas 1,24% sementara indeks SUN Asian Bond Fund Indonesia (Abtrindo) turun 1.64% dengan yield bertenor 10 tahun menjadi 9,27%. Kurs rupiah terdepresiasi 1% menjadi 14.322 per dollar. Nampaknya perhatian investor lebih tertuju pada sejumlah faktor eksternal seperti ketidakpastian kenaikan suku bunga the Fed dan dampak penurunan peringkat Brazil. Mudah dimaklumi sebab manfaat kebijakan pemerintah itu bila benar-benar diimplementasikan secara efektif baru berdampak dalam jangka panjang. Perlambatan ekonomi, tantangan defisit anggaran dan faktor ketidakpastian politik melandasi keputusan S&P menurunkan peringkat Brazil kini menjadi BB+. Ini artinya Brazil, seperti Indonesia, tidak lagi termasuk investment grade. Rating downgrade ini melonjakkan yield obligasi negara Brazil diatas 15% untuk tenor 10 tahun dan angka credit default swap (CDS) Brazil yang hampir mendekati 400bps (lihat tabel). Sebagai akibatnya CDS negara berkembang lain, termasuk Indonesia, cenderung meningkat. Dapat dicermati juga Brazil mengalami depresiasi nilai tukar sekitar 32% sepanjang tahun berjalan yang banyak terkait dengan kejatuhan harga minyak yang menjadi sumber ekspor negara tersebut. Tantangan seperti ini juga dialami oleh negara eksportir minyak seperti Russia dan Malaysia. Pada dasarnya kita menyaksikan memburuknya sentiment investor asing terhadap negara berkembang secara keseluruhan. Itu sebabnya indeks saham negara berkembang di luar Jepang (MXAPJ) sepanjang tahun 1 ini anjlok sebesar 14.6%. Yang masih positif hanya bursa Jepang (4.7%) dan sejumlah bursa di Eropa. Sementara itu, kinerja bursa Amerika Serikat (S&P500) dan China SHCOMP juga berada pada teritori negatif. Ketidakpastian Fed Lift-off Mencermati depresiasi berbagai mata uang dunia, praktis kita menyaksikan trend penguatan dollar. sejumlah kalangan menduga the Fed mempertahankan suku bunga. Kami cermati pekan lalu terjadi penurunan konsensus investor yang menduga Fed akan tetap menaikkan suku bunga menjadi sekitar 28%. Lihat Tabel Bloomberg. Argumen untuk Fed menaikkan bunga sebetulnya didukung oleh prakiraan metode Prof Taylor dimana suku bunga “keseimbangan” mempertimbangkan kondisi lapangan kerja dan inflasi. Lihat Tabel. Dengan tingkat pengangguran yang terus membaik menjadi 5,1% metode Prof Taylor sebetulnya menyarankan kenaikan suku bunga walau dengan menggunakan inflasi headline (overall) yang cenderung lebih rendah ketimbang inflasi inti (core) yang secara tradisional biasanya digunakan oleh bank sentral. Misalnya dalam penggunaan Consumer Price Index sebagai indikator tingkat harga, dengan inflasi yang hanya 0,2% metode Prof Taylor menyarankan Fed fund rate sebesar 1.2%. Angka ini jelas lebih tinggi ketimbang saat ini 0,25%. Tanggapan Stimulus Pemerintah: Positif, Seperti Letter of Intent IMF Melalui ekonom senior Faisal Basri, saya mendapat rincian Paket Stimulus dari Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Secara umum, saya menyambut positif berbagai langkah stimulus yang cenderung “supply-side revolution” yang juga dilengkapi dengan upaya mencegah penurunan daya beli masyarakat. Sebab selain ada target waktu dan pelaksana, seperti Letter of Intent dengan IMF, saya melihat langkah stimulus itu sudah dilengkapi dengan penguatan birokrasi, seperti peraturan-peraturan pelaksanaan yang dibutuhkan. Kita mengetahui ketika Presiden Jokowi mulai memerintah dan mendapat persetujuan penyesuaian APBN-2015, hambatan birokrasi terbukti menjadi penghambat yang turut menyebabkan perlambatan ekonomi selama triwulan pertama 2015. Pemerintah bersama-sama dengan Otoritas Moneter (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan langkah-langkah dalam upaya menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif, melalui: Stabilisasi fiskal dan moneter (termasuk pengendalian inflasi) Percepatan belanja Penguatan neraca pembayaran Saya menilai ketiga hal tersebut sangat diperlukan untuk mencegah memburuknya sentimen negatif investor yang pada akhirnya mempengaruhi fundamental. Walau alokasi APBN dalam PDB hanya sekitar 10%, namun dalam keadaan ekonomi melesu percepatan belanja pemerintah menjadi penting untuk menahan perlambatan. Sayang sekali indikasi pengerluaran pemerintah selama Agustus 2015 tidak sepesat dua bulan sebelumnya. 2 Penguatan neraca pembayaran menjadi penting mengingat menurunnya capital inflows, baik melalui arus portfolio dan investasi langsung, telah menyebabkan semacam funding gap yang menyebabkan Bank Indonesia melepas cadangan devisa untuk membiayai defisit neraca berjalan. Pemerintah harus segera menyakinkan investor asing untuk sangat serius kembali fokus pada pertumbuhan ekonomi mengingat selama ini kita “dihukum” oleh equity investor. Seperti terlihat pada peraga, sepanjang tahun berjalan investor asing untuk saham melakukan net-selling. Hal yang berbeda dengan investor obliasi tetap tercatat membukukan inflows positif. Kami sudah mengingatkan kepada pemerintah jangan sampai Indonesia kembali dihukum oleh foreign direct investor (FDI) di sektor riil. Selain stabilisasi makroekonomi, pemerintah melakukan serangkaian kebijakan deregulasi, debirokratisasi dan memberikan insentif fiskal dalam rangka menggerakan perekonomian nasional (sektor riil). Pada tahap I meliputi: Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, insentif fiskal) Mempercepat proyek strategis nasional Meningkatkan investasi di sektor properti Pemerintah melakukan langkah-langkah untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat pedesaan dari dampak melemahnya ekonomi nasional melalui Stabilisasi Harga Pangan Percepatan Pencairan Dana Desa Penambahan Raskin 13 dan 14 Saran Bagi Investor Walaupun tepat, stimulus pemerintah tersebut jelas butuh waktu. Yang jelas, kita harus berani melakukan perubahan struktural (reformasi) dengan cepat. Dan saya menyakini dalam banyak hal kita telah memulai langkah ke arah yang benar. Pekan lalu, Presiden Jokowi telah memulai pembangunan transportasi masal komuter light train transit (LRT) yang tidak saja sangat vital untuk mendukung produktivitas, tetapi juga menyehatkan kondisi makroekonomi. Peraga dibawah ini menunjukkan pelemahan rupiah (warna biru) tidak saja terkait oleh faktor eksternal penguatan dollar (warna merah). Pada bagian bawah terlihat, faktor defisit neraca minyak (grafik batang) yang sangat terkait dengan kecerobohan fiskal mengalokasi subsidi BBM yang sangat besar dan salah sasaran telah menyebabkan defisit neraca berjalan ditengah penurunan penerimaan ekspor non-migas. Pada bagian lain, kami sajikan Bahana Fear Index yang mengindikasikan secara moneter rupiah cukup aman mengingat terjadi penurunan konsentrasi dana rupiah jangka pendek relatif terhadap cadangan devisa. 3 Pesan kuat dari peraga diatas adalah reformasi fiskal untuk mencegah kebijakan populis yang secara struktural berbahaya bagi profil perekonomian. Alokasi fiskal semestinya diarahkan untuk penguatan infrastruktur yang memacu daya saing ekspor. Harian Kompas hari ini memuat perkembangan kemajuan pelabuhan Tanjung Priok yang penting untuk memanfaatkan trend penguatan dollar. Jadi tidaknya the Fed menaikkan bunga, kami duga tidak banyak berpengaruh terhadap perkembangan pasar modal Indonesia mengingat kejatuhan sejauh ini sudah dalam. Dengan kata lain, sudah priced-in. Yield SUN 9,2% jelas menarik bagi investor lokal mengingat angka ini lebih tinggi dari proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Salam Budi Hikmat Chief Economist and Director for Investor Relation 4