Jakarta, 11 Januari 2010

advertisement
Jakarta, 14 September 2015
Brazil Downgraded & Fed Uncertainty
Upaya
keras
pemerintah
memacu
pertumbuhan ekonomi dengan menggelar
program stimulus sektor riil nampaknya
belum mampu menggairahkan pasar
modal dan nilai tukar.
Selama pekan lalu, IHSG kembali
terpangkas 1,24% sementara indeks SUN
Asian Bond Fund Indonesia (Abtrindo)
turun 1.64% dengan yield bertenor 10
tahun menjadi 9,27%. Kurs rupiah
terdepresiasi 1% menjadi 14.322 per
dollar.
Nampaknya perhatian investor lebih
tertuju pada sejumlah faktor eksternal
seperti ketidakpastian kenaikan suku
bunga the Fed dan dampak penurunan
peringkat Brazil.
Mudah
dimaklumi
sebab
manfaat
kebijakan pemerintah itu bila benar-benar
diimplementasikan secara efektif baru
berdampak dalam jangka panjang.
Perlambatan ekonomi, tantangan defisit
anggaran dan faktor ketidakpastian politik melandasi keputusan S&P menurunkan peringkat Brazil kini
menjadi BB+. Ini artinya Brazil, seperti Indonesia, tidak lagi termasuk investment grade.
Rating downgrade ini melonjakkan yield obligasi negara Brazil diatas 15% untuk tenor 10 tahun dan angka
credit default swap (CDS) Brazil yang hampir mendekati 400bps (lihat tabel). Sebagai akibatnya CDS negara
berkembang lain, termasuk Indonesia, cenderung meningkat. Dapat dicermati juga Brazil mengalami
depresiasi nilai tukar sekitar 32% sepanjang tahun berjalan yang banyak terkait dengan kejatuhan harga
minyak yang menjadi sumber ekspor negara tersebut. Tantangan seperti ini juga dialami oleh negara
eksportir minyak seperti Russia dan Malaysia.
Pada dasarnya kita menyaksikan memburuknya sentiment investor asing terhadap negara berkembang
secara keseluruhan. Itu sebabnya indeks saham negara berkembang di luar Jepang (MXAPJ) sepanjang tahun
1
ini anjlok sebesar 14.6%. Yang masih positif hanya bursa Jepang (4.7%) dan sejumlah bursa di Eropa.
Sementara itu, kinerja bursa Amerika Serikat (S&P500) dan China SHCOMP juga berada pada teritori negatif.
Ketidakpastian Fed Lift-off
Mencermati
depresiasi
berbagai mata uang dunia,
praktis kita menyaksikan trend
penguatan dollar. sejumlah
kalangan menduga the Fed
mempertahankan suku bunga.
Kami cermati pekan lalu terjadi
penurunan konsensus investor
yang menduga Fed akan tetap
menaikkan suku bunga menjadi
sekitar 28%. Lihat Tabel
Bloomberg.
Argumen untuk Fed menaikkan bunga sebetulnya didukung oleh
prakiraan metode Prof Taylor dimana suku bunga
“keseimbangan” mempertimbangkan kondisi lapangan kerja
dan inflasi. Lihat Tabel.
Dengan tingkat pengangguran yang terus membaik menjadi
5,1% metode Prof Taylor sebetulnya menyarankan kenaikan
suku bunga walau dengan menggunakan inflasi headline
(overall) yang cenderung lebih rendah ketimbang inflasi inti
(core) yang secara tradisional biasanya digunakan oleh bank
sentral. Misalnya dalam penggunaan Consumer Price Index sebagai indikator tingkat harga, dengan inflasi
yang hanya 0,2% metode Prof Taylor menyarankan Fed fund rate sebesar 1.2%. Angka ini jelas lebih tinggi
ketimbang saat ini 0,25%.
Tanggapan Stimulus Pemerintah: Positif, Seperti Letter of Intent IMF
Melalui ekonom senior Faisal Basri, saya mendapat rincian Paket Stimulus dari Kantor Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian. Secara umum, saya menyambut positif berbagai langkah stimulus yang
cenderung “supply-side revolution” yang juga dilengkapi dengan upaya mencegah penurunan daya beli
masyarakat. Sebab selain ada target waktu dan pelaksana, seperti Letter of Intent dengan IMF, saya melihat
langkah stimulus itu sudah dilengkapi dengan penguatan birokrasi, seperti peraturan-peraturan pelaksanaan
yang dibutuhkan. Kita mengetahui ketika Presiden Jokowi mulai memerintah dan mendapat persetujuan
penyesuaian APBN-2015, hambatan birokrasi terbukti menjadi penghambat yang turut menyebabkan
perlambatan ekonomi selama triwulan pertama 2015.
Pemerintah bersama-sama dengan Otoritas Moneter (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan
langkah-langkah dalam upaya menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif, melalui:
 Stabilisasi fiskal dan moneter (termasuk pengendalian inflasi)
 Percepatan belanja
 Penguatan neraca pembayaran
Saya menilai ketiga hal tersebut sangat diperlukan untuk mencegah memburuknya sentimen negatif investor
yang pada akhirnya mempengaruhi fundamental. Walau alokasi APBN dalam PDB hanya sekitar 10%, namun
dalam keadaan ekonomi melesu percepatan belanja pemerintah menjadi penting untuk menahan
perlambatan. Sayang sekali indikasi pengerluaran pemerintah selama Agustus 2015 tidak sepesat dua bulan
sebelumnya.
2
Penguatan neraca pembayaran menjadi
penting mengingat menurunnya capital
inflows, baik melalui arus portfolio dan
investasi langsung, telah menyebabkan
semacam funding gap yang menyebabkan
Bank Indonesia melepas cadangan devisa
untuk membiayai defisit neraca berjalan.
Pemerintah harus segera menyakinkan
investor asing untuk sangat serius kembali
fokus pada pertumbuhan ekonomi
mengingat selama ini kita “dihukum” oleh
equity investor. Seperti terlihat pada
peraga, sepanjang tahun berjalan investor asing untuk saham melakukan net-selling. Hal yang berbeda
dengan investor obliasi tetap tercatat membukukan inflows positif. Kami sudah mengingatkan kepada
pemerintah jangan sampai Indonesia kembali dihukum oleh foreign direct investor (FDI) di sektor riil.
Selain stabilisasi makroekonomi, pemerintah melakukan serangkaian kebijakan deregulasi, debirokratisasi
dan memberikan insentif fiskal dalam rangka menggerakan perekonomian nasional (sektor riil). Pada tahap I
meliputi:
 Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, insentif fiskal)
 Mempercepat proyek strategis nasional
 Meningkatkan investasi di sektor properti
Pemerintah melakukan langkah-langkah untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan
masyarakat pedesaan dari dampak melemahnya ekonomi nasional melalui
 Stabilisasi Harga Pangan
 Percepatan Pencairan Dana Desa
 Penambahan Raskin 13 dan 14
Saran Bagi Investor
Walaupun tepat, stimulus pemerintah tersebut jelas butuh waktu. Yang jelas, kita harus berani melakukan
perubahan struktural (reformasi) dengan cepat. Dan saya menyakini dalam banyak hal kita telah memulai
langkah ke arah yang benar. Pekan lalu, Presiden Jokowi telah memulai pembangunan transportasi masal
komuter light train transit (LRT) yang tidak saja sangat vital untuk mendukung produktivitas, tetapi juga
menyehatkan kondisi makroekonomi.
Peraga dibawah ini menunjukkan pelemahan rupiah (warna biru) tidak saja terkait oleh faktor eksternal
penguatan dollar (warna merah). Pada bagian bawah terlihat, faktor defisit neraca minyak (grafik batang)
yang sangat terkait dengan kecerobohan fiskal mengalokasi subsidi BBM yang sangat besar dan salah sasaran
telah menyebabkan defisit neraca berjalan ditengah penurunan penerimaan ekspor non-migas. Pada bagian
lain, kami sajikan Bahana Fear Index yang mengindikasikan secara moneter rupiah cukup aman mengingat
terjadi penurunan konsentrasi dana rupiah jangka pendek relatif terhadap cadangan devisa.
3
Pesan kuat dari peraga diatas adalah reformasi fiskal untuk mencegah kebijakan populis yang secara
struktural berbahaya bagi profil perekonomian. Alokasi fiskal semestinya diarahkan untuk penguatan
infrastruktur yang memacu daya saing ekspor. Harian Kompas hari ini memuat perkembangan kemajuan
pelabuhan Tanjung Priok yang penting untuk memanfaatkan trend penguatan dollar.
Jadi tidaknya the Fed menaikkan bunga, kami duga tidak banyak berpengaruh terhadap perkembangan pasar
modal Indonesia mengingat kejatuhan sejauh ini sudah dalam. Dengan kata lain, sudah priced-in. Yield SUN
9,2% jelas menarik bagi investor lokal mengingat angka ini lebih tinggi dari proyeksi inflasi dan pertumbuhan
ekonomi.
Salam
Budi Hikmat
Chief Economist and Director for Investor Relation
4
Download