LAPORAN PENELITIAN FENOMENA MELEK POLITIK (POLITICAL

advertisement
LAPORAN PENELITIAN
FENOMENA MELEK POLITIK (POLITICAL LITERACY)
MASYARAKAT KOTA AMUNTAIKABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
Penelitian Ini Merupakan Bagian Dari Riset Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu
KERJASAMA ANTARA
TIM PENELITI
DENGAN
KOMISI PEMILIHAN UMUM
KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
AMUNTAI
2015
TIM PENELITI
KETUA PENELITI
:
AKHMAD RIDUAN, S.Sos., M.AP
ANGGOTA
:
BUDI LESMANA,S.AP., M.I.Kom
NASRIPANI, S.Sos., MA
RENO AFFRIAN,S.Sos
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya
dengan limpahan rahmat dan pertolongan-Nya jualah laporan penelitian yang
berjudul
“FENOMENA
MELEK
POLITIK
(POLITICAL
LITERACY
MASYARAKAT KOTA AMUNTAI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya sebagaimana diharapkan.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW,
penghulu ahlul bait dan insan kamil yang diberikan anugerah besar sebagai Nabi
dan Rasul pembawa wahyu Ilahi, negarawan hebat sekaligus panglima perang
budiman yang tertulis dengan tinta emas peradaban.
Tak lupa ucap tulus terima kasih kami ucapkan kepada :
1. Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Hulu Sungai Utara.
2. Sekretaris dan Seluruh Staf Pegawai KPU Kabupaten Hulu Sungai Utara.
3. Informan Dalam Penelitian ini dan
4. Semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuan dalam upaya
penyelesaian penelitian ini, baik moril maupun materiil.
Kesempurnaan bukanlah fitrah manusia sehingga tidaklah diberikan ilmu
oleh-Nya terkecuali sedikit. Dari karena itu, kritik dan saran dari para pembaca
sangat diharapkan agar laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya pribadi,
dunia akademik, KPU Kabupaten Hulu Sungai Utara Pemerintah Kabupaten Hulu
Sungai Utara dan masyarakat luas.
Amuntai, Agustus 2015
Tim Peneliti
ABSTRAK
Melek Politik ( Political Literacy) merupakan suatu kajian politik yang
memiliki relevansi dengan pendidikan kewarganegaraan.hal ini dikarenakan melek
politik sangat menentukan terhadap kader demokrasi yang menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui, mendeskripsikan, menganalisa dan menginterprestasikan,melek politik
masyarakat kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara yang bertumpu pada 3 (tiga)
aspek yaitu : Pengetahuan, Partisipasi dan Minat politik.
Metode penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan bersumber
pada data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara melalui teknik
purposive sampling. Adapun data sekunder berupa dokumen atau arsip berkenaan
dengan Fenomena melek politik masyarakat kota Amuntai Kabupaten hulu Sungai
Utara. Data-data yang telah terkumpul kemudian dianalisa dengan jalan data
reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian menyangkut fenomena melek politik
masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut Pengetahuan politik warga masyarakat kota Amuntai
Kabupaten Hulu Sungai Utara pada umumnya relatif rendah di mana istilah politik
tidak dimaknai sebagaimana arti sesungguhnya di samping ketidakpahaman relevansi
antara pemilu dan pembangunan daerah. Walaupun demikian, warga masyarakat pada
umumnya telah mengetahui dengan jelas berbagai macam jenis pemilu yang
diselenggarakan di Indonesia.Partisipasi politik warga masyarakat Kabupaten Hulu
Sungai Utara secara umum dapat dikatakan masih rendah karena pada umumnya
mereka yang bekerja di sektor informal cenderung menghindari keterlibatan dalam
aktivitas politik praktis. Dan walaupun mereka berpartisipasi aktif dalam
penyelenggaraan pemilu namun mereka terkesan tidak peduli pada output pemilu
yang tentunya lebih menentukan terhadap kesejahteraan masyarakat itu. Minat politik
warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara pada umumnya masih rendah
karena sebagian dari mereka menilai apriori terhadap aktivitas politik praktis
walaupun tak dipungkiri adapula sebagian dari mereka yang menilai positif terhadap
dunia politik. Terlebih lagi dalam konteks kompetisi politik yang bagi mereka sulit
diterabas dan membutuhkan asupan dana tidak sedikit.
Guna meningkatkan melek politik masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu
Sungai Utara yang relatif rendah, disarankan kepada penyelenggara Pemilu di
Kabupaten Hulu Sungai Utara terutama KPUD dan Panwaslu agar melakukan
sosialisasi politik secara intens terhadap masyarakat luas terutama yang berada di
kawasan pedesaan. Sosialisasi politik yang dimaksud sebaiknya juga menggandeng
peran serta pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan dan juga kalangan
perguruan tinggi di daerah..
Organisasi partai politik di daerah seyogyanya juga melakukan sosialisasi
politik sebagai perwujudan salah satu fungsi partai politik terutama di kawasankawasan yang menjadi basis massa parpol yang bersangkutan dengan
mengedepankan etika politik yang lazimnya menjadi salah satu ideologi politik
parpol.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ....................................................................................................
I
ABSTRAK ..................................................................................................
II
KATA PENGANTAR ................................................................................
III
DAFTAR ISI...............................................................................................
IV
DAFTAR TABEL.......................................................................................
V
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................
1
B. Fokus Penelitian ..............................................................................
5
C. Rumusan Masalah ...........................................................................
5
D. Tujuan Penelitian ............................................................................
6
E. Manfaat Penelitian ..........................................................................
6
BAB II
KERANGKA TEORITIK
A. Pemilihan Umum ............................................................................
8
1. Pengertian Pemilihan Umum ....................................................
8
2. Sejarah Pemilu ..........................................................................
10
3. Azaz Pemilihan Umum .............................................................
11
4. Tujuan Pemilihan Umum ..........................................................
12
5. Hak Pilih Dalam Pemilu ...........................................................
13
B. Sosialisasi Politik dan Melek Politik...............................................
14
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian......................................................
18
B. Lokasi Penelitian.............................................................................
18
C. Instrumen Penelitian........................................................................
19
D. Sumber Data....................................................................................
19
E. Teknik Pengumpulan Data..............................................................
22
F. Teknik Analisis Data.......................................................................
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Letak Geografis.........................................................................
25
2. Luas dan Batas Wilayah............................................................
25
3. Pemerintahan.............................................................................
27
4. Kependudukan...........................................................................
28
5. Sosial .........................................................................................
33
a. Agama....................................................................................
33
b.Pendidikan .............................................................................
33
c. Kesehatan...............................................................................
37
6. Kesehatan ..................................................................................
37
B. Fenomena Melek Politik Masyarakat Kota Amuntai
Kabupaten Hulu Sungai Utara ........................................................
40
1. Pengetahuan Politik..................................................................
40
2. Partisipasi Politik......................................................................
53
3. Minat Politik.............................................................................
58
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................
65
B. Saran..........................................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 01
Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan Tahun 2009 Di 26
Kabupaten Hulu Sungai Utara
Tabel 02
Klasifikasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap
Kecamatan Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Tabel 03
Rata-Rata Penduduk Per Desa/Kelurahan, Per Km2 dan Per 30
Rumah Tangga Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai
Utara
Tabel 04
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2009
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
31
Tabel 05
Tabel Rekapitulasi Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli
DaerahDesember 2013
6
Tabel 06
Sekolah Negri Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah
Kementrian Pendidikan Nasional di Kabupaten Hulu
Sungai Utara
6
Tabel 07
Sekolah Swasta Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah 35
Koordinasi Kementrian Pendidikan Nasional Di
Kabupaten Hulu Sungai Utara
Tabel 08
Sekolah Negri Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah 35
Kementrian Agama Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Tabel 09
Sekolah Swasta Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah
Kementrian Agama Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
36
Tabel 10
Banyaknya Paramedis Setiap Kecamatan Tahun 2009 Di
Kabupaten Hulu Sungai Utara
28
Tabel 11
Banyaknya Sarana Kesehatan Setiap Kecamatan Tahun
2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
39
Tabel 12
Perbandingan Tiga Perspektif dalam Administrasi Publik
68
29
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan diartikan Katzs (Hurairah,2008:12) sebagai ‘perubahan
yang lebih luas dari masyarakat terhadap suatu keadaan kehidupan yang kurang
bernilai kepada keadaan yang lebih bernilai’. Hal di atas dilakukan tidak lain
adalah untuk mengupayakan terwujudnya konsep welfare-state baik dari aspek
ekonomi maupun non-ekonomi.
Sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan di era reformasi
yang bermuara pada Propenas ini, maka salah satu sendi pokok pembangunan
berkaitan dengan kehidupan politik berbangsa dan bernegara dalam bingkai
negara kesatuan (unitarian). Konsekuensi dari pembangunan bidang politik
menghadirkan suksesi kepemimpinan secara langsung yang mengisyaratkan
keterlibatan segenap warga negara dalam setiap tahapan pemilihan umum secara
demokratis, baik dalam bentuk pemilihan presiden/wakilpresiden, pemilihan
anggota legislatif (DPR/DPRD), pemilihan kepala daerah (gubernur/wakil
gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota) hingga di tingkat
terkecil pemilihan kepala desa.
Perhelatan politik lima tahunan dalam bentuk pemilihan umum secara
langsung di Indonesia sesungguhnya merupakan entry point bagi usaha perbaikan
2
kesejahteraan masyarakat di berbagai aspek, baik politik, ekonomi, sosial budaya
dan sebagainya dengan aroma desentralisasi politik secara massif ditopang
prinsip-prinsip good governance.
Penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia yang pada tahun 2015 ini
direncanakan berlangsung secara serempak di berbagai daerah merupakan upaya
pemerintah kesekian kalinya untuk membenahi sistem pemilihan umum yang
telah ada. Betapa tidak, melihat perkembangan politik di tanah air pasca
reformasi yang menguras banyak pengorbanan moril dan materiil dan juga
menyisakan nestapa politik, banyak pihak berpandangan bahwa sistem demokrasi
yang dianut di Indonesia belumlah berhasil diaplikasikan dalam ranah kultural
walaupun struktur demokrasi telah dibangun dengan baik di mana institusiinstitusi politik yang ada menguatkan kesan Indonesia sebagai salah satu negara
demokrasi di dunia.
Menjelang hari H pemilihan umum
tahun 2015, sebagaimana
pengalaman terdahulu, masyarakat sebagai calon pemilih disuguhi berbagai
atraksi politik para kontestan yang secara simbolik pada umumnya mentahbiskan
diri sebagai sosok panutan, religius, dan penyambung lidah masyarakat. Di balik
itu, masyarakat Indonesia yang pada umumnya awam politik dan bekerja di
sektor informal dengan skala pendidikan menengah ke bawah, suara mereka
justru merupakan ladang khayalan para politikus sehingga simbol-simbol politik
yang dibalut legitnya strategi komunikasi politik oleh mesin-mesin politik para
kontestan dan bahkan terkadang terkesan narsis berpotensi melemahkan daya
nalar politik masyarakat terutama di kalangan grass root.
3
Politik dagang sapi, jual-beli suara (money politics), hingga dualisme
kepengurusan dua partai politik besar mengendus ruang dengar publik menjelang
pemilihan umum tahun 2015 ini. Dengan begitu, masyarakat Indonesia terutama
kalangan tak terdidik berpeluang besar untuk menyerahkan harapan kepada para
kontestan yang tidak kompeten. Dapat ditebak, pemilihan umum seakan
mengulang hal yang sama, tak menjanjikan harapan Indonesia yang lebih baik,
setidaknya dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Di lain pihak, secara nasional
partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 bergerak
fluktuatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih sekitar 10 persen
konsisten terjadi sampai pada Pemilu 2009. Sementara pada pemilu 2014, angka
partisipasinya naik sebesar 5%. Pada kasus pilpres, tercatat dalam pemilu 2014
pertama kalinya dalam sejarah angka partisipasinya lebih rendah dibandingkan
pemilu legislatif (Kariada dkk,2015:7). Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan
bagaimana dan apa yang menyebabkan angka partisipasi pemilu cenderung
fluktuatif sehingga menarik untuk dikaji lebih jauh dalam konteks political
literacy.
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara sendiri, dari pemilihan umum
Bupati/Wakil Bupati tahun 2012 diketahui dari 163.655 pemilih hanya sekitar
111.743 atau 68 % pemilih yang datang ke TPS memberikan hak suaranya.
Jumlah ini sudah merupakan akumulasi dari suara sah sebesar 105.595 dan suara
tidak sah sebesar 6.148. Bandingkan misalnya dengan pemilihan anggota DPD
tahun 2014 di empat daerah pemilihan di mana pemilih yang memberikan hak
suaranya sebesar 127.570 terdiri atas suara sah 97.421 dan suara tidak sah
4
sebanyak 30.149. Tidak jauh berbeda dengan pemilihan legislatif di tingkat DPR
di mana diperoleh jumlah suara pemilih hadir ke TPS sebesar 108.489, di tingkat
DPRD Propinsi Kalimantan Selatan jumlah suara pemilih yang memberikan hak
suara sebanyak 108.826, dan di tingkat DPRD Kabupaten Hulu Sungai Utara
sejumlah 120.805 suara pemilih (Data KPUD HSU,2012 dan 2014).
Political literacy atau melek politik merupakan salah satu faktor yang
berperan besar dalam kualitas pemilihan umum di suatu negara. Dalam rangka
meningkatkan kedewasaan berpolitik di Indonesia termasuk juga di negaranegara berkembang lainnya, baik secara formal maupun non formal pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan politik sudah banyak dilakukan setidaknya
selama era reformasi ini.
Apabila bercermin pada penyelenggaraan pemilihan umum
beberapa
tahun terakhir nampaknya kualitas pemilihan umum di Indonesia pada umumnya
masih jauh dari harapan, terutama dalam hal penentuan pilihan-pilihan secara
rasional dari para pemilih yang belum terpenuhi (pragmatisme politik). Hal ini
menandakan bahwa melek politik belumlah terwujudkan baik di tingkat elit
politik maupun masyarakat luas padahal seyogyanya kualitas pemilihan umum
merupakan indikator yang penting untuk mendapatkan aktor-aktor politik yang
baik dan berkualitas termasuk pemimpin di berbagai tingkatan pemerintahan
untuk kemudian di pundak mereka aspirasi masyarakat dititipkan. Berangkat dari
fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul
“Partisipasi Politik Masyarakat Banjar Hulu (Studi Political Literacy Warga
Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara)”
5
2.
Fokus Penelitian
Pemilihan umum sebagai salah satu instrumen dalam negara demokrasi
merupakan sebuah tahapan kehidupan demokrasi yang dapat mencerminkan
partisipasi masyarakat sebagai penentu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
setidaknya dalam suatu periode kepemimpinan. Dalam pemilihan umum, baik
secara langsung maupun tidak langsung masyarakat menyerahkan pilihan
terhadap calon yang disukainya. Namun demikian, fenomena menurunnya
tingkat partisipasi masyarakat secara nasional ditengarai merupakan salah satu
akibat dari rendahnya tingkat melek politik warga masyarakat selain dari buntut
dari kuatnya simbolisasi politik yang ditanamkan oleh para kontestan pemilihan
umum politik tak terkecuali di Kabupaten Hulu Sungai Utara .
Berhubung luasnya ruang lingkup permasalahan pemilihan umum
terutama dalam konteks political literacy (melek politik) warga kota Amuntai
Kabupaten Hulu Sungai Utara, maka untuk menguraikan permasalahan tersebut
penelitian ini akan difokuskan pada beberapa hal pokok sebagai berikut :
1. Pengetahuan Politik.
2. Partisipasi Politik.
3. Minat Politik.
A. Perumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian tersebut, maka rumusan masalah pada
penelitian ini diarahkan pada :
6
1. Bagaimana kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota
Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara ?
2. Faktor-faktor apa yang berkaitan dengan kondisi melek politik (political
literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara ?
B. Tujuan Penelitian
Terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai dari penelitian terkait studi
melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten
Hulu Sungai Utara ini, yakni :
1. Untuk mendeskripsikan, menganalisa, dan menginterpretasikan kondisi
melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten
Hulu Sungai Utara.
2. Untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi
melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten
Hulu Sungai Utara.
C. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian akan dapat memberikan manfaat
guna pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini disiplin ilmu politik dan
pemerintahan umumnya serta teori dan konsep kepartaian dan manajemen
pemilihan umum khususnya.
7
2. Manfaat praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh instansi berwenang
terutama
sebagai
bahan
kajian
bagi
penyusunan
kebijakan
untuk
meningkatkan partisipasi warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara
dalam pemilihan umum dan setelahnya.
1
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pemilihan Umum
1. Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah merupakan suatu istilah yang tidak
asing bagi masyarakat di negara-negara demokrasi. Pemilu yang diadakan
dalam kurun waktu tertentu, baik melewat demokrasi langsung maupun
demokrasi perwakilan diyakini mampu mencerminkan makna filosofis dari
sistem demokrasi yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.
Oleh Liddle (Pito,2006:298), dalam sistem pemerintahan demokrasi
pemilu sering dianggap sebagai penghubung antara prinsip kedaulatan rakyat
dan praktek pemerintahan oleh sejumlah elit politik. Setiap warga negara yang
telah dianggap dewasa dan memenuhi persyaratan menurut Undang-Undang,
dapat memilih wakil-wakil mereka di parlemen, termasuk para pemimpin
pemerintahan. Kepastian bahwa hasil pemilihan itu mencerminkan kehendak
rakyat diberikan oleh seperangkat jaminan yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pemilu.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilihan Umum
2
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
Sementara itu, Nohlen (Pito dkk,2006:298) berpandangan bahwa
Pemilu merupakan “satu-satunya metode demokratik” untuk memilih wakil
rakyat.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
pemilu sesungguhnya adalah media politik bagi rakyat untuk menyampaikan
pilihan-pilihan politiknya secara demokratis sehingga dari suatu pemilu
dihasilkan sejumlah elit politik baik di parlemen maupun di pemerintahan
yang dianggap merupakan representasi dari suara rakyat.
Pemilih dalam pemilu disebut juga sebagai konstituen, di mana para
peserta atau kontestan Pemilu menawarkan janji-janji dan programprogramnya pada masa kampanye kepada para konstituen. Kampanye sendiri
dilakukan pada waktu yang telah ditentukan menjelang hari pemungutan
suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, maka proses penghitungan
dimulai. Pemenangan Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem
penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh
para peserta dan disosialisasikan kepada para pemilih. Dikarenakan hal
tersebut, maka pemilu berpeluang untuk terjadi penyimpangan atau
kecurangan. Dalam konteks inilah Le Duc (Pito,2006:300) menyatakan
3
pemilu sebagai sebuah lembaga politik yang mendorong (leads) dan
mencerminkan banyak kecenderungan sosial, politik, dan ekonomi.
Proses pemilihan umum merupakan bagian dari demokrasi karena
pemilu memberikan dukungan dan legitimasi politik terhadap rezim baru yang
terpilih. Oleh karenanya, hampir semua sarjana politik beberapa di antaranya
Dahl (1985), Carter dan Herz (1982), Mayo (1982), Ranney (1990), dan
Sundhaussen (1992) sepakat bahwa pemilu merupakan satu kriteria penting
untuk mengukur kadar demokrasi suatu sistem politik (Suryadi,2008:75).
Bahkan lebih jauh Sanit (Pito,2006:307) menandaskan empat fungsi yang
diemban oleh suatu pemilu yakni legitimasi politik, terciptanya perwakilan
politik, sirkulasi elite politik, dan pendidikan politik.
2. Sejarah Pemilu di Indonesia
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk
memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002,
pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh
MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun
dimasukkan ke dalam rangkaian pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu
diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pada
umumnya, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota
legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Pemilihan umum
4
di Indonesia telah diadakan sebanyak 11 kali yaitu pada tahun 1955, 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014.
3. Azas Pemilihan Umum
Pemilu yang diselenggarakan pemerintah seyogyanya memenuhi
beberapa azas tertentu yang apabila dijabarkan Pito dkk (2006:311) terbagi
atas :
a. Berkala (teratur)
Hal ini berarti pemilu dilaksanakan secara teratur sesuai dengan konstitusi
dan ketentuan yang diatur oleh negara bersangkutan.
b. Langsung
Dalam hal ini pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan
suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara dalam
memilih wakil-wakil yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat dan di
pemerintahan.
c. Umum
Maksudnya pemilu diikuti oleh setiap orang yang sudah memenuhi syarat.
d. Bebas
Hal ini menunjukkan bahwa dalam memberikan suara, si pemilih tidak
ada tekanan dari pihak manapun yang memungkinkan dia memberikan
suara tidak sesuai dengan hati nuraninya. Dia benar-benar bebas dalam
menentukan pilihannya.
5
e. Rahasia
Artinya kerahasiaan pemberi suara atas calon atau organisasi/partai
peserta pemilu yang dipilihnya tidak akan diketahui oleh siapapun,
termasuk panitia pemungutan suara sehingga pemilih bebas dari ketakutan
atau ancaman dari pihak manapun dalam memberikan suaranya dan
setelah dia memberi suaranya.
f. Jujur
Maksudnya adalah tidak boleh terjadi kecurangan-kecurangan dalam
pemilu tersebut, baik oleh penyelenggara atau oleh organisasi partai
peserta pemilu.
g. Adil
Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilu dan partai politik peserta
pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak
manapun.
4. Tujuan Pemilihan Umum
Menurut Sanit (Pito,2006:308),
pemilu yang diselenggarakan dalam
kurun waktu tertentu bertujuan sebagai berikut :
a. Melaksanakan kedaulatan rakyat yang menjamin kepentingan semua
golongan.
b. Menentukan wakil rakyat yang sekaligus harus melayani penguasa dan rakyat
secara seimbang.
c. Membentuk pemerintahan perwakilan lewat OPP pemenang (tunggal atau
oposisi).
6
d. Pergantian atau pengukuran elite penguasa.
e. Pendidikan politik bagi rakyat melalui partisipasi dalam pemilu.
Sementara itu, Surbakti (1999:179) menjelaskan beberapa tujuan dari
pemilu yakni :
a. Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan
dan
alternatif kebijakan umum.
b. Pemilu juga dapat dikatakan sebagai mekanisme memindahkan konflik
kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui
wakil-wakil rakyat yang terpilih atau melalui partai-partai yang memenangkan
kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin.
c. Pemilu merupakan sarana memobilisasikan dan/atau menggalang dukungan
rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses
politik.
5. Hak Pilih dalam Pemilu
Pada azasnya setiap warganegara berhak ikut serta dalam setiap Pemilihan
Umum. Schroder (Pito,2006:387) menyebutkan, hak pemilih merupakan dasar
keikutsertaan dalam pemilu di mana setiap manipulasi atas hak pilih ini ada
alasan serta akibat yang khusus. Hak warganegara untuk ikut serta dalam
pemilihan umum yang lazim disebut Hak Pilih terdiri dari:
a. Hak pilih aktif (hak memilih)
b. Hak pilih pasif (hak dipilih)
Setiap warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah
berumur tujuh belas tahun atau lebih atau sudah/ pernah kawin, mempunyai hak
7
memilih. Seorang warga negara Indonesia yang telah mempunyai hak memilih,
baru bisa menggunakan haknya, apabila telah terdaftar sebagai pemilih.
Seseorang yang telah mempunyai hak memilih, untuk dapat terdaftar
sebagai pemilih, harus memenuhi persyaratan di antaranya :
a. Tidak terganggu jiwa/ ingatannya;
b. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, sebaliknya seorang warga negara
Indonesia yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), kemudian
ternyata tidak lagi memenuhi persyaratan tersebut di atas, tidak dapat
menggunakan hak memilihnya.
B. Sosialisasi Politik dan Melek Politik
1.
Pengertian
Penyelenggaraan pemilu merupakan hajatan kolektif masyarakat
dalam rangka memilih para pemimpin politik di lembaga parlemen dan
pemerintahan di berbagai tingkatan. Penyelenggaraan suatu pemilu dapat
disebut demokratis oleh Hadenius (Pito, 2006:314) jikalau merujuk pada tiga
kiteria sehingga dapat dikatakan pemilu tersebut memiliki makna. Tiga
kriteria tersebut adalah keterbukaan, ketepatan dana, dan keefektifan pemilu.
Melihat pendapat di atas, urgensi terhadap sosialisasi politik yang
efektif terhadap warga negara merupakan suatu keharusan, baik yang
dilakukan secara formal oleh negara melalui serangkaian perangkatnya
maupun secara informal oleh pihak-pihak di luar negara seperti partai politik
dan organisasi massa lainnya.
8
Dawson
dan
Prewitt
(Fathurrahman
dan
Sobari,2004:276)
menjelaskan, sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan
orientasi politik para anggota masyarakat.
Surbakti (1999:117) menyatakan hal yang sama bahwa sosialisasi
politik tidak lain adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para
anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para warga
masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang
berlangsung dalam masyarakat. Dari segi metode penyampaian pesan,
sosialisasi politik terbagi dua yakni pendidikan politik dan indoktrinasi politik.
Pertama, pendidikan politik merupakan proses dialogik di antara pemberi dan
penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan
mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya
dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan
partai politik. Pendidikan politik dianggap sebagai proses dialog antara
pendidik seperti sekolah, pemerintah, partai politik, dan peserta didik dalam
rangka pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai, norma, dan simbol
politik yang dianggap ideal dan baik melalui berbagai bentuk kegiatan
tertentu. Kedua, indoktrinasi politik yang berarti proses sepihak ketika
penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima
nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak berkuasa sebagai ideal dan baik.
Melalui berbagai forum pengarahan yang penuh paksaan psikologis dan
latihan yang penuh disiplin, partai politik dalam sistem politik totaliter
melaksanakan fungsi indoktrinasi politik.
9
Tak jauh berbeda, Almond dan Powell,Jr (Fathurrahman dan
Sobari,2004:276) mengungkapkan bahwa istilah sosialisasi mengacu pada
cara-cara bagaimana anak-anak diperkenalkan pada nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat di mana ia tinggal. Sosialisasi politik adalah bagian dari proses ini
yang membentuk sikap politik.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dijelaskan bahwa sosialisasi
politik merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup di mana
dalam proses ini para warga masyarakat memperoleh sikap dan orientasinya
terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Sosialisasi
politik dilakukan oleh berbagai pihak baik secara formal maupun informal.
Dalam kaitannya dengan sosialisasi politik, sering diperbincangkan
istilah melek politik (political literacy) di mana Crick (
) melihat melek
politik menyangkut pemahaman tentang konsep-konsep, even-even, serta hakhak politik yang berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan kata lain, melek politik dalam konteks pemilu dipahami
sebagai kemampuan masyarakat untuk mendefinisikan kebutuhan mereka
akan substansi politik terutama perihal pemilu. Dari sini dapat dipahami
bahwa melek politik dikur dari seberapa peka dan pedulinya warga
masyarakat terhadap peristiwa-peristiwa dan bahasa-bahasa politik di
lingkungan sekitarnya.
Studi terhadap melek politik berkaitan erat dengan kualitas
penyelenggaraan pemilu di suatu negara yang menghasilkan sejumlah aktor
politik di berbagai tingkatan di parlemen dan di pemerintahan. Sejatinya
10
melek politik tidak hanya mengupayakan pemahaman warga masyarakat
namun lebih dari itu menimbulkan dorongan untuk terlibat aktif di ruang
publik.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian yang akan dilakukan ini, pendekatan kualitatif dipilih
dalam upaya menganalisa permasalahan berkenaan dengan kondisi melek
politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu
Sungai Utara. Cara ini ditempuh oleh karena adanya kecenderungan “sifat
permasalahan yang belum jelas, bersifat holistik, kompleks, dinamis serta
penuh makna” sebagaimana diungkapkan Wahyu (2007:50). Sarman
(2002:30) menambahkan, “metode penelitian kualitatif bermaksud untuk
meramu secara ilmiah pelbagai informasi yang dibangun, dikembangkan dan
disampaikan oleh manusia atau komunitas tertentu yang notabene merupakan
obyek dan sekaligus subyek dalam penelitian sosial”.
Adapun
jenis
penelitian
yang
digunakan
bersifat
deskriptif
sebagaimana dimungkinkan dalam pendekatan kualitatif. Sarman (2003:18)
menyatakan bahwa “penelitian deskriptif kualitatif menggunakan metodemetode kualitatif untuk mengeksplorasi makna-makna, beragam variasi, dan
pemahaman perseptual yang menyebabkan munculnya fenomena diteliti”.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di seputar Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai
Utara meliputi Kecamatan Amuntai Tengah, Amuntai Selatan, Amuntai
26
Utara, Sungai Pandan, dan Banjang di mana tingkat kepadatan penduduk dan
tingkat homogenitasnya relatif tinggi.
C. Instrumen Penelitian
Sebagaimana lazimnya penelitian kualitatif, maka yang menjadi
instrumen utama dalam penelitian ini adalah individu peneliti sendiri dengan
didukung oleh alat tulis dan perangkat lainnya yang diperlukan seperti alat
tulis, alat rekam, kamera dan sebagainya.
D. Sumber data
Berangkat dari permasalahan yang hendak dibahas, maka untuk menentukan
subjek penelitian dipergunakan cara purposive sampling. Sarman (2002:79)
menyebutkan, kalau purposive sampling yang dipilih, maka peneliti ‘dengan
sengaja’ harus memilih sampel observasinya yang dipercaya akan dapat
memberikan pemahaman komprehensif tentang gejala yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini, informan kunci (key informan) terdiri dari
beberapa pihak yang terdiri atas :
1. H.Amir Husaini Zam-Zam, usia 77 tahun, pendidikan terakhir D3, seorang
pensiunan PNS dan Pengurus PWRI ( Persatuan Wredhatama RI)
Kabupaten Hulu Sungai Utara, bertempat tinggal di desa Pamintangan
Kecamatan Amuntai Utara.
2. H.Yadi Ilhami,S.Hi,MH, usia 38 tahun, pendidikan terakhir S2 FH Unlam,
merupakan Ketua DPD KNPI Kabupaten Hulu Sungai Utara selain PNS di
lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara,
bertempat tinggal di Kelurahan Antasari Kecamatan Amuntai Tengah.
27
3. Drs.H.Jahri,M.AP, usia 52 tahun, pendidikan terakhir S2 STIA Bina
Banua, seorang PNS yang menjabat sebagai Kepala Bagian Kesra di Setda
Kabupaten Hulu Sungai Utara, berlatarbelakang organisasi Karang Taruna,
bertempat tinggal di desa Kotaraja Kecamatan Amuntai Selatan
4. Drs.H.Barkati,MM, usia 51 tahun, pendidikan terakhir S2 Manajemen,
seorang wiraswastawan dan aktif di berbagai organisasi seperti KONI,
Gapensi, Kadin, dan Hipmi, bertempat tinggal di Kelurahan Antasari
Kecamata Amuntai Tengah.
5. Jumadi, S.AP,MT, usia 42 tahun, pendidikan terakhir S2 FT Unibraw,
seorang PNS yang menjabat Kepala Bagian Tata Pemerintahan pada Setda
Kabupaten Hulu Sungai Utara, bertempat tinggal di Kelurahan Sungai
Malang Kecamatan Amuntai Tengah.
6. Aulia Rahim,S.Sos, usia 23 tahun, pendidikan terakhir S1 STIA Amuntai,
seorang karyawan Telkomsel, bertempat tinggal di Kelurahan Sungai
Malang Kecamatan Amuntai Tengah.
7. Hendra Royadi,A.Md, usia 33 tahun, pendidikan terakhir D3 Adm.Niaga
STIA Amuntai, seorang wiraswastawan dan budayawan, bertempat tinggal
di Kelurahan Antasari Kecamatan Amuntai Tengah.
8. H.Sarmadi, Lc,S.Pd.I, usia 45 tahun, pendidikan S1, seorang guru dan juga
anggota MUI Kabupaten Hulu Sungai Utara, bertempat tinggal di desa
Tangga Ulin Kecamatan Amuntai Tengah.
9. Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd, usia 43 tahun, pendidikan S2, seorang
PNS pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara yang
berlatarbelakang organisasi kepemudaan dan organisasi kemasyarakatan.
28
10. Hj.Emma Jijah, usia 58 tahun, pendidikan SLTA, seorang pensiunan PNS
dan Pengurus DPC IWAPI Kabupaten Hulu Sungai Utara.
11. Masnah, usia 38 tahun, pendidikan terakhir SLTA/Sederajat, seorang
wiraswastawan yang berhasil menjadi Kepala Desa Kotaraja Kecamatan
Amuntai Selatan, bertempat tinggal di desa Kotaraja Kecamatan Amuntai
Selatan.
12. Ipah, usia 29 tahun, pendidikan SLTP/Sederajat, seorang petani, bertempat
tinggal di Kelurahan Kebun Sari Kecamatan Amuntai Tengah.
13. Adi Saputra, usia 25 tahun, pendidikan terakhir SLTP/Sederajat, seorang
pekerja serabutan, bertempat tinggal di Kelurahan Kebun Sari Kecamatan
Amuntai Tengah.
14. Abdullah, usia 27 tahun, pendidikan terakhir SD/Sederajat, seorang
pekerja serabutan, bertempat tinggal di desa Lok Suga Kecamatan Haur
Gading.
15. Mesransyah, usia 45 tahun, pendidikan Paket C, seorang wiraswastawan
yang menjabat Ketua RT 4 dan Ketua Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) di Desa Patarikan, Kecamatan Banjang sekaligus Ketua PAC
Partai PKB Kecamatan Banjang, bertempat tinggal di desa Patarikan
Kecamatan Banjang.
16. Rolly, usia 30 tahun, pendidikan terakhir Paket C, seorang personil
Satpam pada Kampus STIA Amuntai, bertempat tinggal di Kelurahan
Antasari Kecamatan Amuntai Tengah.
17.
Syahrian,
usia
pengrajin.....................
39
tahun,
pendidikan
SLTA,
seorang
29
18.
M.Ilhami, usia 30 tahun, pendidikan terakhir SLTA/Sederajat,
seorang pedagang sepeda ...............................
19. Mawardi,
usia
43
tahun,
pendidikan
SLTP/Sederajat,
seorang
wiraswastawan,.................
20. Surati, usia 32 tahun, pendidikan SD/Sederajat, seorang peternak sapi,
bertempat tinggal di desa Kaludan Kecamatan Banjang..
E. Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan berupa data
primer dan data sekunder yang diperoleh melalui teknik triangulasi dengan
menggabungkan observasi, wawancara terstruktur, dan juga dokumentasi.
Azwar (2003:91) mengungkapkan, data primer merupakan data yang
diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat
pengukuran atau alat pengumpulan data langsung pada subjek sebagai sumber
informasi yang dicari sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh
lewat pihak lain atau diperoleh oleh peneliti tidak secara langsung dari subjek
penelitian.
Oleh karena itulah, data primer dalam penelitian ini akan diperoleh
dengan cara observasi terhadap kondisi melek politik (political literacy)
warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Selain itu,
dilakukan pula wawancara terstruktur dengan para informan kunci. Adapun
data sekunder akan didapatkan melalui teknik dokumentasi.
F. Teknik Analisa Data
Miles dan Huberman (Wahyu dkk,2007:60) mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
30
berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah
jenuh. Aktivitas-aktivitas sebagaimana dimaksudkan tersebut adalah :
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Sebagaimana fokus penelitian, maka reduksi data dalam penelitian ini
hanya akan diarahkan pada hal-hal yang bersangkut paut dengan kondisi
melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai
Kabupaten Hulu Sungai Utara. Hal ini mengingat dalam hemat Miles dan
Huberman (Wahyu dkk,2007:60), ‘mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan
dipandu oleh tujuan yang akan dicapai’.
2. Data Display (Penyajian Data)
Data-data yang diperoleh di lapangan berkaitan dengan kondisi melek
politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten
Hulu Sungai Utara, baik data primer atau data sekunder selanjutnya
‘diorganisasikan terutama dalam bentuk teks naratif’ sebagaimana
dikatakan Miles dan Huberman (Wahyu dkk, 2007:61). Melalui penyajian
data maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga
akan semakin mudah dipahami. Dalam melakukan display data, selain
dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network
(jejaring kerja), dan chart.
3. Conclusion Drawing/Verification
Usai tahap penyajian data dilakukan, langkah berikutnya dalam penelitian
ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi terhadap data-data yang
31
sudah terorganisir tersebut. Hal ini dikarenakan boleh jadi data-data yang
telah diperoleh, belumlah mencukupi untuk menjelaskan secara lengkap
berkenaan dengan kondisi melek politik (political literacy) warga
masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Melalui
penarikan kesimpulan dan verifikasi dapat diidentifikasi kekosongan data
yang belum terisi ketika dilakukan pengumpulan data sebelumnya.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi di sini dimungkinkan sebab seperti
diungkapkan Miles dan Huberman (Wahyu dkk,2007:62), ‘kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila
ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya’.
081388431900 (h.hasan indra)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Letak Geografis
Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada bagian Utara
propinsi Kalimantan Selatan antara koordinat 2°17 sampai 2°33 Lintang
Selatan dan 114°52 sampai 115°24 Bujur Timur.
Secara morfologi, seluruh kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai
Utara berada pada kemiringan 0-2 % dan ketinggian 0-7 m dari
permukaan laut. Jika diamati dari segi pemanfaatan lahan, maka
sebagian besar wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara masih merupakan
hutan rawa yaitu seluas 28.190 Ha (30,86 %) dan persawahan 25.865
Ha (28,31 %). sedangkan yang dimanfaatkan sebagai pemukiman seluas
4.525 Ha (4,95 %). Selebihnya, 32.770 Ha (35,87 %) atau lebih dari
sepertiga luas wilayah Hulu Sungai Utara berupa kebun campuran,
hamparan rumput rawa, danau dan lainnya. pemerintah perlu
memikirkan perencanaan kedepan tentang pengembangan danau dan
lahan rawa agar bisa lebih dimanfaatkan secara ekonomis maupun secara
sosial.
2. Luas dan Batas Wilayah
Kabupaten Hulu Sungai Utara yang tersebar atas 10 kecamatan
dan 219 desa/kelurahan sejak tahun 2007 mempunyai luas wilayah
892,70 km2 atau hanya 2,38 persen dari luas keseluruhan Provinsi
Kalimantan Selatan.
TABEL 4.1
Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan Tahun 2009
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
No.
Kecamatan
Luas Area
(Km2)
1.
Danau Panggang
224,49
16
Persentase
Luas
Wilayah
(%)
25,15
2.
Paminggir
156,13
7
17,49
3.
Babirik
77,44
23
8,67
4.
Sungai Pandan
45,00
33
5,04
5.
Sungai Tabukan
29,24
17
3,28
6.
Amuntai Selatan
183,16
30
20,52
7.
Amuntai Tengah
57,00
29
6,39
8.
Banjang
41,00
20
4,59
9.
Amuntai Utara
45,09
26
5,05
10.
Haur Gading
34,15
18
3,83
892,70
219
100,00
Jumlah
Jumlah
Desa/
Kelurahan
Sumber : Kab.Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010
Dari tabel di atas, diketahui bahwa di Kabupaten Hulu Sungai
Utara terdapat 219 desa/kelurahan dengan luas keseluruhan 892,70 km2.
Kecamatan Danau Panggang yang memiliki luas 224,49 km2 atau 25,15
% merupakan kecamatan dengan area terluas dan kecamatan Sungai
Tabukan yang memiliki luas 29,24 km2 atau 3,28 % diketahui sebagai
kecamatan dengan area tersempit.
Berikutnya, dapat diketahui pula kecamatan dengan jumlah desa/
kelurahan paling banyak adalah Kecamatan Sungai Pandan yakni
sebanyak 33 desa/kelurahan sedangkan kecamatan dengan jumlah
desa/kelurahan paling sedikit adalah Kecamatan Paminggir yang hanya
memiliki 7 desa/ kelurahan.
Apabila dilihat secara administratif, maka batas-batas daerah
Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Kabupaten Tabalong dan Kabupaten
Barito Selatan (Propinsi Kalimantan
Tengah)
Sebelah Selatan : Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Sebelah Timur
: Kabupaten Balangan
Sebelah Barat
: Kabupaten Barito Selatan (Propinsi
Kalimantan Tengah)
3. Pemerintahan
Sejak tahun 1952 hingga sekarang Kabupaten Hulu Sungai Utara
telah mengalami 12 kali suksesi kepemimpinan Kepala Daerah/Bupati.
Saat ini Kabupaten Hulu Sungai Utara dipimpin oleh Bupati
Drs.H.Abdul Wahid,M.Si,MM dan Wakil Bupati H.Husairi Abdi,Lc.
Lebih
jelas,
maka
dapat
disusun
secara
lengkap
periodesasi
kepemimpinan Kepala Daerah/Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara
sebagai berikut :
1. H. Mohammad Said (1952-1956).
2. Anang Ramlan (1956-1958).
3. Bihman Villa (1960-1964).
4. Maskoni (1964-1969).
5. Norsasi Hasbullah Dharma (1970-1973).
6. Bihman Villa (1974-1977).
7. Gusti Saputera (1978-1982).
8. Drs.H.Ardiansyah Fama (1982-1992).
9. Drs.H.Suhailin Muchtar (1992-2002).
10. Drs.H.Fakhrudin,M.Si (2002-2007).
11. Drs.H.Fakhrudin,M.Si (2007-2008).
12. H.M.Aunul Hadi,S.Si (2008-2012).
13. Drs.H.Abdul Wahid,MM,M.Si (2012-2017).
4. Kependudukan
Dari data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten
Hulu Sungai Utara, diperoleh jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai
Utara adalah sebanyak 218.109 jiwa terbagi atas 108.639 laki-laki dan
109.470 perempuan dengan jumlah rumah tangga mencapai 135.470.
TABEL 4.2
Klasifikasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap Kecamatan
Tahun 2009
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Jenis Kelamin
Jumlah
Penduduk
No.
Kecamatan
1.
Danau Panggang
L
11.057
P
11.026
2.
Paminggir
3.982
3.801
7.778
3.
Babirik
9.882
9.708
19.584
4.
Sungai Pandan
13.148
13.575
26.731
5.
Sungai Tabukan
7.286
7.541
14.832
6.
Amuntai Selatan
13.660
13.646
27.303
7.
Amuntai Tengah
24.212
24.452
48.665
8.
Banjang
7.839
7.629
15.461
9.
Amuntai Utara
10.185
10.543
20.735
10.
Haur Gading
7.389
7.548
14.940
108.639
109.470
218.109
Jumlah
22.079
Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010
Dari tabel di atas, terungkap bahwa Kecamatan Amuntai
Tengah adalah merupakan Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai
Utara yang memiliki jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki
terbanyak yakni sejumlah 24.212 jiwa sekaligus juga jumlah penduduk
dengan jenis kelamin perempuan terbanyak yakni 24.452 jiwa.
Sementara itu, Kecamatan Paminggir adalah Kecamatan yang
memiliki jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki dan jenis
kelamin perempuan paling sedikit di Kabupaten Hulu Sungai Utara
yakni masing-masing 3.982 jiwa dan 3.801 jiwa.
TABEL 4.3
Rata- Rata Penduduk Per Desa/Kelurahan, Per Km2 dan Per
Rumahtangga Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
No.
Kecamatan
Desa/
Kelurahan
Km2
Rumah
Tangga
1.
Danau Panggang
1.380
98
4
2.
Paminggir
1.111
50
4
3.
Babirik
851
253
4
4.
Sungai Pandan
810
594
4
5.
Sungai Tabukan
875
507
4
6.
Amuntai Selatan
910
149
4
7.
Amuntai Tengah
1.675
854
4
8.
Banjang
773
377
4
9.
Amuntai Utara
798
460
4
10.
Haur Gading
830
437
4
244
4
Jumlah
996
Sumber : Kab.Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010
Berdasarkan tabel di atas, diketahui rata-rata penduduk per
desa/ kelurahan dan rata-rata penduduk per km2 yang terbesar di
Kabupaten Hulu Sungai Utara sama-sama terdapat di Kecamatan
Amuntai Tengah yang terletak di pusat kota yakni 1.675 jiwa dengan
persebaran 854 jiwa/km2.
Sebaliknya, rata-rata penduduk per desa/kelurahan terkecil di
Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah terletak di Kecamatan Banjang
yakni 773 jiwa sedangkan rata-rata penduduk per Km2 di Kabupaten
Hulu Sungai Utara terkecil terdapat di Kecamatan Paminggir sebesar
50 jiwa/km2. Adapun rata-rata penduduk per rumah tangga di
Kabupaten Hulu Sungai Utara secara umum di semua Kecamatan
bernilai sama yakni 4 jiwa.
TABEL 4.4
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2009
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
0–4
5–9
10 – 14
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 - 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 +
10 118
11 277
11 704
13 289
7 744
7 451
8 681
8 728
8 285
6 519
5 095
4 175
2 037
3 536
9 244
10 580
10 609
9 405
9 583
8 403
9 643
8 843
8 040
6 878
4 720
4 582
3 165
5 774
19 362
21 857
22 313
22 694
17 327
15 854
18 324
17 571
16 325
13 398
9 815
8 757
5 202
9 310
Rasio
Jenis
Kelamin
109,45
106,59
110,32
141,30
80,81
88,67
90,02
98,70
103,05
94,77
107,94
91,12
64,36
61,24
Jumlah
108 637
109 470
218 109
99,24
Kelompok
Umur
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Jumlah
Penduduk
Sumber : Kab.Hulu Sungai Utara Dalam Angka,2010
Dari tabel di atas, terlihat bahwa jumlah penduduk Kabupaten
Hulu Sungai Utara dalam jumlah terbesar dengan jenis kelamin lakilaki yakni 13.289 jiwa terdapat pada kelompok umur 15-19 tahun
sedangkan penduduk dengan jenis kelamin perempuan yakni 10.609
jiwa terdapat pada kelompok umur 10-14 tahun. Sebaliknya, penduduk
Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam jumlah terkecil dengan jenis
kelamin laki-laki yakni 2.037 jiwa dan jenis kelamin perempuan yakni
3.165 jiwa adalah sama-sama terletak pada kelompok umur 60-64
tahun. Sementara itu, apabila dilihat secara keseluruhan tanpa melihat
jenis kelamin, maka jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara
dalam jumlah terbesar yakni 22.694 jiwa terdapat pada kelompok umur
15-19 tahun sedangkan dalam jumlah terkecil yakni 5.202 jiwa
terdapat pada kelompok umur 60-64 tahun.
Berikutnya, dilihat dari rasio jenis kelamin (sex ratio) di
Kabupaten Hulu Sungai Utara maka rasio jenis kelamin paling besar
atau 141,30 terdapat pada kelompok umur 15-19 tahun dan rasio jenis
kelamin paling kecil atau 61,24 terdapat pada kelompok umur 65 ke
atas.
5. Sosial
a. Agama
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, penduduknya mayoritas
adalah beragama Islam di mana hingga tahun 2010 terdapat tempat
peribadatan umat Islam yakni masjid sebanyak 110 buah dan
mushola/langgar sebanyak 614 buah yang tersebar di berbagai
desa/kelurahan di semua kecamatan. Adapun bagi umat non muslim
yang merupakan minoritas dan pada umumnya adalah pendatang
maka mereka beribadah pada tempat-tempat peribadatan di luar
wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara atau dengan memanfaatkan
ruangan sederhana di salah satu instansi pemerintah.
b. Pendidikan
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, terdapat sekolah negeri dan
swasta di berbagai tingkat atau jenjang pendidikan baik SD/MI,
SMP/MTs dan SMA/SMK/MA. Pada jenjang yang lebih tinggi, di
Kabupaten Hulu Sungai Utara terdapat empat perguruan tinggi swasta
yakni STIA Amuntai, STIPER Amuntai, STAI RasyidiyahKhalidiyah dan STIQ Rasyidiyah-Khalidiyah.
TABEL 4.5
Sekolah Negeri Menurut Tingkat Pendidikan
Di Bawah Kementerian Pendidikan Nasional
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
No.
Nama Sekolah
Jumlah
Sekolah
Kelas
1.
TK
3
9
2.
SD
180
1.184
3.
SMP
28
163
4.
SMA
4
58
5.
SMK
3
35
218
1.438
Jumlah
Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa SD Negeri
merupakan lembaga pendidikan berstatus Negeri di bawah
Kementerian Pendidikan Nasional yang paling banyak terdapat di
Kabupaten Hulu Sungai Utara yakni 180 buah dengan jumlah kelas
sebanyak 1.184 buah. Adapun TK Negeri dan SMK Negeri
merupakan lembaga pendidikan berstatus Negeri yang diketahui
jumlahnya paling sedikit yakni masing-masing 3 buah. Akan tetapi,
dalam hal jumlah kelas maka TK Negeri adalah merupakan lembaga
pendidikan yang berstatus Negeri di bawah Kementerian Pendidikan
Nasional yang memiliki jumlah kelas paling sedikit.
TABEL 4.6
Sekolah Swasta Menurut Tingkat Pendidikan
Di Bawah Koordinasi Kementerian Pendidikan Nasional
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
No.
Nama Sekolah
Jumlah
Sekolah
Kelas
1.
TK
82
167
2.
SD
5
32
3.
SMP
2
8
4.
SMA
1
3
5.
SMK
-
-
90
210
Jumlah
Dari tabel di atas, terlihat bahwa TK Swasta merupakan
lembaga
pendidikan
berstatus
swasta
di
bawah
koordinasi
Kementerian Pendidikan Nasional yang jumlahnya paling banyak di
Kabupaten Hulu Sungai Utara atau 82 buah dengan jumlah kelas 167
buah. Sebaliknya, SMA Swasta merupakan lembaga pendidikan
berstatus Swasta yang jumlahnya paling sedikit atau 1 buah dengan
jumlah kelas 3 buah.
TABEL 4.7
Sekolah Negeri Menurut Tingkat Pendidikan
Di Bawah Kementerian Agama
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
No.
Nama Sekolah
Jumlah Sekolah
Kelas
1.
TK/RA/BA
-
-
2.
MI
28
210
3.
MTs
6
77
4.
MA
5
55
39
342
Jumlah
Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010
Berdasarkan tabel di atas, diketahui MI Negeri merupakan
lembaga pendidikan berstatus Negeri di bawah Kementerian Agama
yang paling banyak di Kabupaten Hulu Sungai Utara yakni 28 buah
dengan jumlah kelas 210 buah. Sebaliknya, MA Negeri merupakan
lembaga pendidikan berstatus Negeri yang paling sedikit yakni 5
buah dengan jumlah kelas 55 buah.
TABEL 4.8
Sekolah Swasta Menurut Tingkat Pendidikan
Di Bawah Kementerian Agama
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
No.
Nama Sekolah
Jumlah Sekolah
Kelas
1.
TK/RA/BA
62
129
2.
MI
52
337
3.
MTs
23
113
4.
MA
10
60
147
639
Jumlah
Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010
Dari tabel di atas, diketahui bahwa TKRA/BA Swasta
merupakan lembaga pendidikan berstatus Swasta di bawah
Kementerian Agama
yang paling banyak terdapat di Kabupaten
Hulu Sungai Utara yakni berjumlah 62 buah. Sementara itu MA
Swasta diketahui merupakan lembaga pendidikan berstatus Swasta
yang jumlahnya paling sedikit yakni sebanyak 10 buah.
Apabila diilihat dari jumlah kelas, maka MI Swasta
merupakan lembaga pendidikan berstatus Swasta di bawah
Kementerian Agama
di Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan
jumlah kelas paling banyak yakni sebanyak 337 buah. Adapun MA
Swasta merupakan lembaga pendidikan berstatus swasta dengan
jumlah kelas paling sedikit yakni sebanyak
60 buah.
c. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu bidang pembangunan
strategis yang menjadi pusat perhatian pemerintah Kabupaten Hulu
Sungai Utara. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
pemerintah daerah mengupayakan pembangunan infrastruktur dan
penyediaan tenaga medis serta perangkat penunjang kesehatan
lainnya di berbagai wilayah kecamatan khususnya di tingkat
desa/kelurahan. Hal ini ditempuh tidak lain agar kesehatan warga
masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat terjamin atau
terjangkau oleh pemerintah.
TABEL 4.9
Banyaknya Paramedis Setiap Kecamatan Tahun 2009
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
No.
Kecamatan
Perawat
Bidan
Dukun
Beranak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Danau Panggang
Paminggir
Babirik
Sungai Pandan
Sungai Tabukan
Amuntai Selatan
Amuntai Tengah
8
5
6
13
10
12
83
10
6
11
23
9
19
32
11
1
11
11
11
18
11
8.
9.
10.
Banjang
Amuntai Utara
Haur Gading
9
13
10
14
18
9
11
11
4
Jumlah
169
151
141
Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka,2010
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa paramedis dalam
hal ini perawat dan bidan di Kabupaten Hulu Sungai Utara paling
banyak terdapat di Kecamatan Amuntai Tengah yakni perawat
sebanyak 83 orang dan bidan sebanyak 32 orang. Sementara itu,
dukun beranak terbanyak diketahui terdapat di Kecamatan Amuntai
Selatan dengan jumlah 18 orang. Sebaliknya perawat, bidan, dan
dukun beranak paling sedikit diketahui terdapat di Kecamatan
Paminggir yang terletak jauh dari pusat kota di mana perawat tercatat
5 orang, bidan sebanyak 6 orang, dan dukun beranak sebanyak 1
orang.
TABEL 4.10
Banyaknya Sarana Kesehatan Setiap Kecamatan Tahun 2009
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Kecamatan
Danau
Panggang
Paminggir
Babirik
Sungai
Pandan
Sungai
Tabukan
Amuntai
Selatan
Amuntai
Tengah
Banjang
Amuntai
Utara
Haur
Gading
Jumlah
Puskesmas Puskesmas
Polindes Poskesdes
Lokal
Pembantu
1
1
1
1
2
1
4
3
1
3
1
7
1
4
5
9
1
2
4
4
1
4
3
5
2
5
-
5
1
4
3
8
2
2
7
8
1
3
3
6
13
32
30
54
Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam
Angka,2010
Dari tabel di atas, terlihat bahwa di Kabupaten Hulu Sungai
Utara Puskesmas Lokal paling banyak terdapat di Kecamatan
Paminggir, Kecamatan Amuntai Tengah, dan Kecamatan Amuntai
Utara yakni masing-masing sebanyak 2 buah sedangkan di
Kecamatan-Kecamatan lainnya merata hanya terdapat 1 buah
Puskesmas Lokal. Berikutnya, Puskesmas Pembantu di Kabupaten
Hulu Sungai Utara terungkap paling banyak atau 5 buah terdapat di
Kecamatan Amuntai Tengah dan paling sedikit atau hanya 1 buah
terdapat di Kecamatan Danau Panggang. Sementara itu, di
Kabupaten Hulu Sungai Utara Polindes diketahui paling banyak
terdapat di Kecamatan Amuntai Utara yakni 7 buah sedangkan
Kecamatan Amuntai Tengah diketahui tidak mempunyai satupun
Polindes di wilayahnya. Adapun Poskesdes paling banyak di
Kabupaten Hulu Sungai Utara terdapat di Kecamatan Sungai
Pandang yang berjumlah 9 buah sedangkan Poskesdes paling sedikit
terdapat di dua Kecamatan yakni Kecamatan Danau Panggang dan
Kecamatan Paminggir dengan jumlah masing-masing 1 buah.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.
Fenomena Melek Politik Masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu
Sungai Utara
a. Pengetahuan Politik
Pengetahuan politik menunjukkan salah satu hal yang dapat
menunjukkan tingkat pemahaman warga masyarakat Kota Amuntai
Kabupaten Hulu Sungai Utara terutama dalam konteks Pemilu yang
diselenggarakan setiap lima tahun sekali, baik Pemilu Legislatif
maupun Eksekutif. Untuk itu perlu pemaknaan yang benar akan istilah
politik.
1). Makna Politik
Secara literal, istilah politik bukanlah istilah yang baru
dalam sejarah peradaban manusia karena ia merupakan salah satu
naluri yang hidup dalam setiap jenis makhluk hidup. Politik dalam
konteks suatu negara tentu tidak bisa dilepaskan dalam koridor
negara kesejahteraan (welfare state) di mana politik memberi
warna terhadap tumbuhkembangnya suatu negara yang berimbas
pada tingkat kesejahteraan masyarakat dan pada awalnya
diwujudkan dari kebijakan elit politik.
Istilah politik bagi warga masyarakat tentu menimbulkan
pemahaman yang beranekaragam tergantung dari perspektif atau
sudut pandang.
H. Amir Husin Zamzam, seorang pensiunan PNS dan
Pengurus PWRI ( Persatuan Wredhatama RI) Kabupaten Hulu
Sungai Utara mengatakan :
“Politik itu untuk mencapai kedudukan/kekuasaan, sehingga dpat
menemukan hubungan untuk menentukan perbaikan-perbaikan di
segala bidang kehidupan dan kenegaraan” (Hasil wawancara,
Agustus 2015).
Drs. H. Barkati.HB,MM, seorang wiraswastawan yang
berlatarbelakang organisasi KONI, Gepensi, Hipmi, dan Kadin
menjelaskan :
“Politik sebenarnya membawa kemakmuran, sarana tertinggi
masyarakat menentukan arah suatu bangsa tetapi anggapan
masyarakat sering dianggap dengan kotor/perebutan kekuasaan”
(Hasil wawancara, Agustus 2015).
Jumadi,S.AP,MT, PNS/Kabag Pemerintahan Setda Hulu
Sungai Utara, memaparkan :
“Politik itu suatu kegiatan pencapaian kegiatan untuk mencapai
tujuan/kekuasaan dalam pemerintahan legislatif/eksekutif” (Hasil
wawancara, Agustus 2015)
Komentar bernada serupa disampaikan H. Sarmadi,Lc,
S.Pd.I, salah satu anggota MUI Kabupaten Hulu Sungai Utara :
“Politik itu bermakna mengatur dan menggerakkan segala macam
masukan masyarakat”(Hasil wawancara,Agustus 2015)
Adapun Masnah, salah seorang Kepala Desa perempuan di
Kecamatan Amuntai Selatan menyatakan :
“Suatu tatanan berpolitik berinteraksi dengan masyarakat untuk
mencapai tujuan (partai,kelompok/organisasi)” (Hasil wawancara,
Agustus 2015)
Hj. Emma Jijah, seorang pensiunan PNS, Pengurus DPC
IWAPI Kabupaten Hulu Sungai Utara dan juga Mawardi, seorang
wiraswastawan menandaskan hal yang sama sebagai berikut :
“Politik adalah kumpulan orang untuk mencapai tujuan” (Hasil
wawancara,Agustus 2015).
Tak jauh berbeda pandangan Ahmad Nawawi Abdurrauf,
M.Pd, seorang PNS Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai
Utara. Beliau menyatakan :
“Politik itu strategi untuk mensejahterakan rakyat, bukan
golongan/kelompok semata. Berpolitik merupakan hak setiap
warga negara, maka jadikan politik sebagai alat bukan tujuan”
(Hasil wawancara, Agustus 2015)
Di beberapa tempat strategis menjelang Pemilu biasanya
ditempatkan baliho besar dalam upaya mengenalkan warga
masyarakat tentang apa itu politik terutama terkait pemilu
walaupun memang tidak besar pengaruhnya karena baliho bersifat
komunikasi sepihak. Tak heran muncul makna politik yang buruk
muncul di tengah warga masyarakat.
Pendapat lainnya disampaikan Hendra Royadi,A.Md,
seorang wiraswastawan dan penggiat Yayasan Sanggar Air sebagai
berikut :
“Politik adalah suatu seni yang penuh warna-warni di masyarakat
saling mengangkat dan saling menjatuhkan”(Hasil wawancara,
Agustus 2015)
Mesransyah, seorang wiraswastawan dan Ketua Gapoktan
Desa Patarikan Kecamatan Banjang menyebutkan :
“Politik itu jahat” (Hasil wawancara,Agustus 2015).
Hampir sama dengan komentar pendek H. Yadi Elhamy,
S,HI, MM, Ketua DPD KNPI Kabupaten Hulu Sungai Utara
bahwa :
“Politik itu adalah bicara tentang kekuasaan” (Hasil wawancara,
Agustus 2015).
Aulia
Rahim,
S.Sos,
seorang
karyawan
Telkomsel
menjelaskan :
“Politik itu elastis, kadang dilihat dari sisi buruknya memandang
tidak jauh dari uang ...” (Hasil wawancara,Agustus 2015)
Seorang pekerja serabutan bernama Adi Saputra,
memaknai
politik
dalam
ruang
lingkup
individual.
Ia
mengatakan :
“Politik itu sesuatu yang menguntungkan bagi pribadi” (Hasil
wawancara, Agustus 2015)
Senada dengan itu, Abdullah, seorang pekerja serabutan
menegaskan sebagai berikut :
“Terserah pelaksana politik” (Hasil wawancara,Agustus 2015).
Tidak heran apabila Syahrian, seorang pengrajin
memyatakan dengan lugas :
“Politik itu tentang partai, memilih caleg, presiden atau kepada
daerah (bupati)” (Hasil wawancara,Agustus 2015)
Ipah, 29 tahun, seorang petani yang
berdomisili di
Jl.Bihman Villa menuturkan :
“Politik adalah memilih pemimpin yang lebih baik untuk
negara/bangsa” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Drs.H.Jahri,M.AP, PNS/Kabag Kesra Setda Kabupaten
Hulu Sungai Utara yang juga merupakan Ketua Karang Taruna
Kabupaten Hulu Sungai Utara memaparkan :
“Politik adalah suatu kebijakan dan program yang terlihat
dibuat untuk mensejahterakan rakyat” (Hasil wawancara,
Agustus 2015)
M. Ilhami, seorang pedagang sepeda mengutarakan
pandangannya :
“Politik itu urusan negara yang di dalamnya ada pejabat dan
pegawai pemerintah” (Hasil wawancara,Agustus 2015)
Rolly, salah seorang Satpam di STIA Amuntai pun
menuturkan :
“Politik itu adalah diskusi dengan sesama” (Hasil wawancara,
Agustus 2015).
Bahkan,
Surati,
seorang
peternak
secara
spontan
menyatakan :
“Saya kurang paham apa itu politik” (Hasil wawancara, Agustus
2015)
Dari sejumlah informasi di atas dapat diketahui bahwa
sebagian besar warga masyarakat memberikan makna terhadap
istilah politik di luar makna politik yang sesungguhnya bernilai
filosofis itu. Dengan kata lain, sebagian besar dari mereka
cenderung tak sepenuhnya memahami makna yang terkandung
dalam istilah politik walaupun pada kenyataannya istilah tersebut
sangat familiar di ruang dengar warga masyarakat.
2). Pemilihan Umum
Manakala istilah politik diketengahkan, maka salah satu aspek
yang seringkali muncul adalah menyangkut pemilihan umum
terutama di negara-negara yang menganut demokrasi seperti halnya
di Indonesia, baik demokrasi yang bersifat langsung maupun
perwakilan. Pemilu di negara-negara tersebut merupakan sebuah
perwujudan demokratisasi yang mendasar di mana setiap individu
memiliki kebebasan politik untuk menentukan orientasi politik di
suatu negara.
Mengenai pemilu sebagai salah satu agenda politik di
negara demokrasi, banyak informan seperti H. Sarmadi,Lc, S.Pd.I,
Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd, H.Yadi Ilhami, S.HI,MH,
Hendra Royadi,A.Md, Ipah, Masnah Abdullah, Surati Mawardi,
Hj.Emma Jijah, Syahrian, Rolly dan Mesransyah memberikan
jawaban yang relatif sama bahwa :
“Pemilu adalah merupakan sarana memilih pemimpin” (Hasil
wawancara, Agustus 2015).
Di kesempatan lain Drs. H. Barkati.HB,MM secara filosofis
menyebutkan :
“Pemilu merupakan sarana tertinggi masyarakat menentukan arah
suatu bangsa” (Hasil wawancara, Agustus 2015)
Apa yang disampaikan di atas sesuai dengan pandangan
Surbakti (1999:179) di mana salah satu tujuan dari pemilu adalah
sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan
dan alternatif kebijakan umum.
Pernyataan lainnya disampaikan oleh H.Amir Husin ZamZam sebagai berikut :
“Pemilu merupakan salah satu sarana dalam demokrasi guna
mewujudkan sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat”
(Hasil wawancara,Agustus 2015).
Hampir sama, Jumadi,S.AP,MT, seorang PNS di Setda
Kabupaten Hulu Sungai Utara mengutarakan :
“Pemilu adalah suatu proses memberikan hak demokrasi kepada
masyarakat untuk menentukan hak politiknya” (Hasil wawancara,
Agustus 2015).
Pendapat yang dikemukakan di atas sejalan dengan pandangan
Sanit (Pito,2006:308) bahwa pemilu di antaranya bertujuan untuk
melaksanakan kedaulatan rakyat yang menjamin kepentingan semua
golongan.
Pendapat lainnya yang kurang lebih bermakna sama
dikemukakan Drs.H.Jahri,M.AP, Adi Saputra, dan M.Ilhami di
mana mereka menyatakan :
“Pemilu adalah sarana menyalurkan aspirasi” (Hasil wawancara,
Agustus 2015)
Adapun Aulia Rahim,S.Sos memberikan pandangan yang
serupa namun lebih terkesan kritis sebagai berikut :
“Pemilu adalah cara suatu bangsa/daerah untuk menyaring orangorang yang mampu memiliki kepemimpinan yang baik, cepat
berpikir dan tanggap terhadap permasalahan masyarakat” (Hasil
wawancara, Agustus 2015).
Harapan di atas tidak terpaut jauh dari apa yang dikatakan
Sanit (Pito,2006:308) bahwa di antara tujuan pemilu adalah sarana
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di mana aspirasi
masyarakat diamanahkan kepada para elit politik yang terpilih
selain sebagai sarana pendidikan politik bagi rakyat melalui
partisipasi dalam pemilu.
Sedangkan menyangkut aneka ragam jenis pemilu di negara
demokrasi terutama di Indonesia, Aulia Rahim, S.Sos dan M.
Ilhami menyatakan :
“Pemilu di Indonesia ada dua yakni pemilu legislatif dan eksekutif”
(Hasil wawancara, Agustus 2015)
Jumadi,S.Ap,MT, menambahkan :
“Pemilu di Indonesia ada pemilu legislatif, eksekutif dengan
tataran ada dua yakni Pemilu (tingkat) pusat dan daerah” (Hasil
wawancara, Agustus 2015).
Tidak jauh berbeda, Drs. H. Barkati.HB,MM, menjelaskan :
“Pemilu di Indonesia ada Pemilu legislatif, eksekutif, dan sekarang
termasuk pemilihan kepada Desa” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Untuk
kepentingan
penyelenggaraan
pemilu,
KPU
Kabupaten Hulu Sungai Utara, Panwaslu Kabupaten Hulu Sungai
Utara, dan pihak-pihak terkait lain biasanya menyampaikan perihal
pemilu melalui berbagai media, baik baliho, poster, hingga melalui
siaran TV pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Namun
begitu,
sebagian
informan
lainnya
seperti
Drs.H.Jahri,M.AP, H. Sarmadi,Lc.S.Pd.I, H. Yadi Elhamy, S,HI,
MM, Hendra Royadi, Adi Saputera, Masnah, Abdullah, Ipah,
Surati, Mawardi, Hj. Emma Jijah, dan Syahrian memberikan
pendapat yang terperinci sebagai berikut :
“Pemilu di Indonesia terdiri atas Pemilihan presiden dan wakil
Presiden, DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Secara lebih lengkap, H. Amir Husin Zamzam kemudian
menjelaskan :
“Pemilu di Indonesia terdiri atas pemilihan presiden dan wakil
presiden, pemilihan anggota DPR RI/DPRD I /DPRD II, Pemilihan
anggota DPRD, Pemilihan kepada daerah (gubernur/wakil
gubernur, Bupati/wakil bupati) (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa secara
mendasar warga masyarakat di seputar Kota Amuntai Kabupaten
Hulu Sungai Utara nampaknya telah mengetahui berbagai macam
pemilu yang diselenggarakan di Indonesia terutama di era
reformasi dewasa ini.
3). Pemilu dan Pembangunan Daerah
Dalam kaitannya dengan pembangunan daerah, pemilu
sesungguhnya merupakan entry point bagi setiap kontestan pemilu
untuk mengabdikan dirinya bagi pembangunan bangsa dan negara
termasuk daerah di era desentralistik sekarang ini bilamana mereka
terpilih. Dengan kata lain, hasil pemilu akan sangat menentukan
terhadap proses pembangunan yang berarti pula menentukan
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Menyikapi hal tersebut, pendapat singkat dikemukakan Adi
Saputra dan Mawardi. Mereka berucap sama :
“Ada hubungannya antara pemilu dengan pembangunan
daerah”. (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Adapun Mesransyah menyatakan :
“Pemilu memiliki keterkaitan dengan pembangunan daerah karena
pemilu membuka kesempatan kepada calon yang terpilih untuk
memajukan daerahnya” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Pendapat serupa dikemukakan H. Sarmadi,Lc.S.Pd.I
bahwasanya :
“Dipastikan ada dampak yang ditimbul dari hasil pemilu terutama
dari segi ekonomi, maka yang diharapkan orang-orang
propesional yang menduduki jabatan ini” (Hasil wawancara,
Agustus 2015).
Hj. Emma Jijah turut menyampaikan harapannya sebagai
berikut :
“Dengan terpilihnya presiden/kepala daerah semua program
pembangunan terlaksana dan terpilihnya anggota legislatif
anggaran, pengawasan pembangunan terlaksana” (Hasil
wawancara, Agustus 2015)
Harapan yang begitu besar diamanahkan kepada setiap
calon terpilih baik di legislatif maupun eksekutif, di pusat/daerah
semuanya tentu di samping membawa implikasi politis, ekonomi,
dan lainnya tentu juga membawa implikasi moral sebab dalam
pandangan demokrasi, ada etika politik yang mesti ditunaikan
sebagai bentuk akuntabilitas.
Drs.H.Jahri, M.AP, H. Amir Husin Zamzam dan Drs.H.
Barkati,MM, M.Ilhami, menyampaikan unek-uneknya berikut ini :
“Hubungan antara hasil pemilu dengan pembangunan daerah pasti
ada, yang ditentukan dan sesuai dengan visi-misi dan program
serta janji-janji yang perlu direalisasi” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Pendapat lebih kritis disampaikan oleh beberapa orang
seperti Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd, yakni :
“Ada hubungannya tetapi ini relatif, tergantung niat dan
kesungguhan pemimpin yang terpilih, yang terpenting para
pemangku kebijakan harus memiliki visi-misi membangun
masyarakat” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Jumadi,S.Ap,MT dan Ipah sama-sama ikut menimpali.
Mereka menyatakan :
“Pemilu tentu ada hubungannya dengan pembangunan daerah
karena ditentukan oleh kepala daerah, tidak terlepas dari mutu
kepada daerah, kalau terhasilkan kepada daerah jelek, jelek juga
kebijakannya, kalau terpilih yang bagus, bagus juga kebijakannya.
(Hasil wawancara, Agustus 2015).
Relatif
sama
pandangan
yang
dinyatakan
H.Yadi
Ilhami,MH di bawah ini :
“Ada kaitannya,hasil pemilu menentukan pembangunan daerah,
dan yang lebih urgen pada SDM-nya karena bila salah pilih tentu
salah arah pembangunan (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Secara lebih tegas, Aulia Rahim, S.Sos memberikan
pernyataan yang kiranya lebih merupakan suatu penilaian sebagai
berikut :
“Ada kaitannya, tetapi selama ini masih tidak sesuai dengan janjijanji pertama saat mencalonkan diri” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Di balik beberapa pendapat di atas, ditemui pula beberapa
orang yang menyatakan ketidaktahuannya/ ketidakmengertiannya
di antaranya Hendra Royadi,A.Md, Masnah, Abdullah, Surati, dan
Syahrian. Mereka pun sama-sama memberikan jawaban singkat :
“Tidak tahu” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Berdasarkan data di atas, dapatlah kiranya dipahami bahwa
sebagian besar warga masyarakat terutama kalangan menengah ke
bawah tidak mengerti
urgensi pemilu bagi pembangunan
daerah/bangsa yang pada gilirannya turut membawa dampak pada
kesejahteraan mereka sendiri. Dengan kata lain, warga masyarakat
cenderung mengikuti pemilu namun tidak memahami apa yang
menjadi orientasi mendasar suatu pemilu.
Oleh karena itulah, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengetahuan politik warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai
Utara pada umumnya masih rendah terutama mereka yang
berpendidikan menengah ke bawah. Hal ini terlihat dari
pemahaman mereka akan makna politik, pemilu, dan juga relevansi
pemilu terhadap pembangunan daerah.
Realitas
yang
tergambar
di
atas
secara
prinsipil
bertentangan dengan maksud pengetahuan politik yang dikutip
Bochel (http//: www.google.com, diakses 5 Juli 2015) dalam upaya
pendidikan
politik.
kewarganegaraan bagi peningkatan angka melek
Sejalan
dengan
hal
tersebut,
Crick
(http//:www.
google.com, diakses 7 Juli 2015) justru lebih melihat melek politik
menyangkut pemahaman tentang konsep-konsep, even-even, serta
hak-hak politik yang berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari.
b. Partisipasi Politik
Perwujudan dari kedaulatan politik warga masyarakat biasanya
mudah dilihat dari sejauh mana partisipasi mereka dalam berbagai
aktivitas politik, baik yang bersifat langsung maupun tak langsung.
Partisipasi politik sendiri bisa dilakukan dalam berbagai bentuk seperti
menjadi pengurus ormas/orsospol, kelompok kepentingan/penekan turut
terlibat dalam penggalangan opini publik, dan lain sebagainya.
1). Keterlibatan warga dalam kelembagaan suatu ormas/parpol
Kelembagaan ormas/parpol adalah sarana kelembagaan bagi
aktualisasi politik warga masyarakat dalam iklim demokrasi. Sebagai
bagian
dari
infrastruktur
politik,
maka
parpol,
kelompok
kepentingan/penekan, dan opini publik adalah suatu instrumen bagi
warga masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya.
Drs.
H.
Barkati.HB,MM
dalam
suatu
kesempatan
memberikan pendapatnya :
“Saya pernah berorganisasi dalam kepengurusan parpol
sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi masyarakat atau kader
sehingga nanti kalau terpilih bisa menyalurkan aspirasi rakyat”
(Hasil wawancara, Agustus 2015)
H.Amir Husin Zam-Zam pun memberikan jawaban sama :
“Saya pernah terlibat dalam kepengurusan ormas/parpol,
karena sebagai pegawasi negeri dan anggota Korpri (dulu) wajib
menjadi anggota Golkar dan saya pernah menjabat sebagai
Sekretaris DPD Golkar Dati II Hulu Sungai Utara selama dua
periode” (Hasil wawancara, Agustus 2015)
Pernyataan lainnya disampaikan di antaranya oleh
Hendra Royadi,A.Md. Ia menyatakan :
“Saya pernah terlibat dalam organisasi semacam itu, tetapi
saya mengundurkan diri karena banyak kejanggalan, hati dan
pikiran, akal, logika tidak menerima atas kebohongan kepada
publik” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Bagi warga masyarakat yang berstatus PNS di masa sekarang
ada ketentuan bahwa netralitas PNS itu adalah suatu keharusan.
Sehubungan dengan hal ini Jumadi, S.AP,MT dan Hj.Emma Jijah
menuturkan sebagai berikut :
“Tidak ikut terlibat, karena memang ketentuannya PNS tidak
boleh (netral)” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Partisipasi politik yang dapat digalang melalui keanggotaan
suatu parpol, kelompok kepentingan/penekan seperti misalnya ormas
NU dan Muhammadiyah yang memiliki basis massa tradisional di
Kabupaten Hulu Sungai Utara ataupun penyampaian aspirasi lewat
opini publik.
Mesransyah
mengungkapkan
tanggapannya
terkait
kepengurusan ormas/parpol :
“Saya tertarik masuk dalam kepengurusan parpol PKB
karena di sana banyak ulamanya” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Namun demikian, bagi masyarakat golongan informal
lainnya
justru
diperoleh
jawaban
yang
berbeda.
Syahrian
menyatakan :
Saya tidak berminat karena saya merasa tidak mahir” (Hasil
wawancara, Agustus 2015)
Mawardi mengemukakan hal yang sama dengan Syahrian. Ia
berucap :
“Saya tidak berminat karena saya tidak paham” (Hasil
wawancara, Agustus 2015).
Sedangkan Masnah, Abdullah, Adi Saputra, dan M. Ilhami
menegaskan ketidaktertarikannya sebagai berikut :
“Saya tidak berminat/tidak tertarik dengan keanggotaan
seperti itu” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Di lain pihak Ipah menyatakan :
“Saya tidak (berminat) mengikutinya karena saya sibuk
bertani, lagipula sekolah saya tidak tinggi” (Hasil wawancara,
Agustus 2015).
Ahmad
Nawawi
Abdurrauf,M.Pd
pun
menjelaskan
ketidaktertarikannya berikut ini :
“Saya tidak tertarik, selain PNS, juga ikut ormas/parpol
bukan jiwa saya” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa warga masyarakat
di seputar Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara yang pada
umumnya bermatapencaharian di sektor informal tidak tertarik untuk
ikut terlibat dalam aktivitas politik baik dalam kepengurusan suatu
parpol, kelompok kepentingan/penekan, dan opini publik.
2). Keterlibatan Dalam Penyelenggaraan Pemilu
Pemilu yang diadakan secara rutin dalam kurun waktu
tertentu di dalam suatu negara demokrasi menduduki peran penting
bagi pelaksanaan kedaulatan rakyat secara langsung, bebas, dan
rahasia. Di Indonesia pemilu dapat berbentuk pemilihan legislatif
maupun eksekutif, baik di tingkat nasional, propinsi, hingga
kabupaten/kota.
Suatu
pemilu
dapat
dikatakan
berlangsung
demokratis bilamana rakyat memberikan suaranya tanpa ada tekanan
atau paksaan.
Dalam hal keterlibatan dalam penyelenggaraan pemilu,
mayoritas
informan
menyatakan
hal
yang
sama
di
mana
Drs.H.Jahri,M.AP, Drs. H. Barkati.HB,MM, Jumadi,S.Ap,MT, H.
Yadi Elhamy, S,HI, MM, Ahmad Nawawi Abdurrauf, M.Pd, H.Amir
Husin Zam-Zam, H. Sarmadi,Lc.S.Pd.I, Aulia Rahim,S.Sos, Hendra
Royadi, A.Md, Ipah, Masnah, Abdullah, Surati, Mawardi, Hj. Emma
Jijah, dan Syahrian, Mesransyah, dan Rolly mengungkapkan
pernyataan serupa :
“Dalam setiap pemilu yang diselenggarakan pemerintah, saya selalu
ikut memberikan hak suara/ memilih” (Hasil wawancara, Agustus
2015)
Sedangkan M.Ilhami menyebutkan bahwa :
“Dalam pemilu saya ikut memilih namun pernah 1 kali golput saat
pemilihan Gubernur Kalsel 2010 lalu” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Berbagai pernyataan tersebut di atas nampaknya sejalan
dengan pendapat Schroder (Pito,2006:387) di mana, hak pemilih
merupakan dasar keikutsertaan dalam pemilu di mana setiap manipulasi
atas hak pilih ini ada alasan serta akibat yang khusus.
Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, dari pemilihan umum
Bupati/Wakil Bupati tahun 2012 diketahui dari 163.655 pemilih
hanya sekitar 111.743 atau
68 % pemilih yang datang ke TPS
memberikan hak suaranya. Jumlah ini sudah merupakan akumulasi
dari suara sah sebesar 105.595 dan suara tidak sah sebesar 6.148.
Bandingkan misalnya dengan pemilihan anggota DPD tahun 2014 di
empat daerah pemilihan di mana pemilih yang memberikan hak
suaranya sebesar 127.570 terdiri atas suara sah 97.421 dan suara
tidak sah sebanyak 30.149. Tidak jauh berbeda dengan pemilihan
legislatif di tingkat DPR di mana diperoleh jumlah suara pemilih
hadir ke TPS sebesar 108.489, di tingkat DPRD Propinsi Kalimantan
Selatan jumlah suara pemilih yang memberikan hak suara sebanyak
108.826, dan di tingkat DPRD Kabupaten Hulu Sungai Utara
sejumlah 120.805 suara pemilih (Data KPUD HSU,2012 dan 2014).
Sebelum
penyelenggaraan
pemilu,
biasanya
dilakukan
pencatatan daftar pemilih berdasarkan kriteria kepemilikan KTP,
domisili dan lain sebagainya untuk kemudian diverifikasi sebelum
akhirnya dicetak undangan dan dilakukan pemungutan suara di
berbagai TPS termasuk di luar negeri bahkan di Rumah Sakit,
Lembaga Pemasyarakatan dan lain-lain.
Bertolakbelakang
dengan
hal
tersebut,
Adi
Saputra
menuturkan :
“Saya malah tidak pernah ikut mencoblos karena tidak terdaftar
padahal sudah cukup umur karena sudah 26 tahun tapi saya hanya
berdiam diri tanpa mencari informasi agar dapat ikut memilih”
(Hasil wawancara, Agustus 2015).
Dari data di atas, diketahui bahwa keterlibatan warga
masyarakat di seputar Kota Amuntai dalam penyelenggaraan pemilu
untuk menyalurkan hak suaranya pada umumnya sudah bagus karena
mereka bersedia untuk memberikan hak suaranya kepada calon
tertentu yang diyakini dapat membawa perubahan ke arah lebih baik.
Seperti ditandaskan Sanit (Pito,2006:308), salah satu tujuan pemilu
adalah pendidikan politik bagi rakyat melalui partisipasi dalam
pemilu.
Namun demikian, dalam hal partisipasi politik ini
diperoleh kesimpulan bahwa partisipasi politik warga masyarakat
tersebut secara aktif barulah sebatas dalam tahapan pemungutan
suara padahal kehidupan politik tidak hanya bergantung pada satu
aktivitas penyelenggaraan pemilu saja, karena di luar itu masih ada
ruang partisipasi seperti misalnya melakukan kontrol terhadap
kinerja eksekutif/legislatif.
Realitas sebagaimana diperoleh di atas bertolakbelakang
dengan maksud partisipasi politik yang dikutip Bochel (http//:
www.google.com, diakses 5 Juli 2015) dalam upaya membangun
relevansi politik dalam bingkai kewarganegaraan. Atau sebagaimana
dijelaskan lebih lanjut oleh Crick (http//:www. google.com, diakses
7 Juli 2015) di mana melek politik sendiri menyangkut pemahaman
tentang konsep-konsep, even-even, serta hak-hak politik yang
berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari.
c. Minat Politik
Setiap makhluk hidup terlahir dengan memiliki naluri politik
(zoon politicon) sebagaimana disitir Aristoteles. Dalam bahasa
sederhana, politik mengajarkan kepada manusia bagaimana struggle for
life pada awalnya namun pada gilirannya bisa menembus batas hingga
merambah struggle for power. Tentu selalu ada kepentingan dibalik aksi
politik yang dilakukan.
1). Ketertarikan Terhadap Dunia Politik Praktis
Untuk mengetahui gambaran melek politik warga masyarakat
di seputar Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, minat politik
warga masyarakat perlu digali lebih jauh termasuk persepsi mereka
terhadap dunia politik.
Drs. H. Barkati.HB,MM mengatakan ketertarikannya dengan
dunia politik. Beliau beralasan :
“Saya tertarik dengan dunia politik dengan tujuan untuk
memperjuangkan keadaan masyarakat melalui sarana keanggotaan
parpol” (Hasil wawancara, Agustus 2015)
Dengan maksud sama, Mesransyah memberikan pendapatnya
sebagai berikut :
“Saya tertarik dengan dunia politik karena panggilan hati untuk
memperjuangkan agama di PKB yang merupakan parpol Islam di
mana banyak ulama di dalamnya sehingga saya mau ditunjuk sebagai
Ketua PAC PKB Kecamatan Banjang” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Pendapat serupa disampaikan Jumadi,S.AP,MT berikut ini :
“Saya tertarik, karena politik adalah proses menuju kesempatan
dalam berkuasa (mengelola negara)” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Pernyataan lainnya diungkapkan oleh Drs.H.Jahri,M.AP di
mana beliau mengatakan :
“Saya tertarik dengan dunia politik karena memang saya suka
berorganisasi apalagi di dunia politik” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Selain dari tujuan kolektif dan latarbelakang organisasi seperti
dikemukakan di atas, beberapa informan seperti Aulia Rahim,S.Sos,
Mawardi, dan Syahrian secara jujur menyatakan ketertarikannya
terhadap dunia politik. Secara terpisah, mereka mengatakan :
“Saya tertarik dengan dunia politik tentunya untuk menambah
wawasan ilmu politik, sekaligus pengalaman dalam menyalurkan
aspirasi rakyat” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Adapun ketertarikan H. Yadi Elhamy, S,HI, MH nampaknya
lebih kepada output pemilu di mana ia menjelaskan :
“Saya tertarik dengan dunia politik (praktis) karena produk UU di
Indonesia adalah produk politik” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Segala pernyataan positif di atas ternyata tidak serta merta
diiyakan oleh beberapa pihak padahal keikutsertaan dalam dunia
politik praktis tentunya tidak mesti terlibat dalam suatu organisasi
partai politik atau underbouw-nya, melainkan juga dapat melalui
ormas baik yang bersifat kelompok kepentingan maupun kelompok
penekan atau bahkan yang lebih massif dalam bentuk opini publik.
Di waktu berbeda, seperti M.Ilhami, Adi Saputera, dan Ipah
secara singkat dan tanpa alasan mereka menuturkan :
“Saya tidak (tertarik dengan dunia politik)” (Hasil wawancara,
Agustus 2015).
Tak berbeda jauh pernyataan Abdullah. Mereka secara terpisah
menyatakan :
“Saya tidak tertarik dengan dunia politik itu, bikin pusing kepala”
(Hasil wawancara, Agustus 2015).
Masnah turut menambahkan :
“Saya tidak tertarik dengan dunia politik, penuh tipu muslihat, bikin
pusing kepala ” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Selebihnya, Surati dan Rolly menjelaskan :
“Saya tidak tertarik dengan dunia politik karena saya tidak mengerti”
(Hasil wawancara, Agustus 2015).
Ketidaktarikan terhadap aktivitas di dunia politik juga
ditegaskan
oleh
H.
Sarmadi,Lc.S.Pd.I
dan
Ahmad
Nawawi
Abdurrauf,M.Pd. H.Sarmadi,Lc,S.Pd.I menandaskan bahwa :
“Saya tidak tertarik, karena menurut saya politik sekarang tidak
bersih, banyak kebohongan tidak benar-benar untuk bangsa dan
masyarakat” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Dengan kalimat berbeda namun bermaksud relatif sama,
Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd beranggapan :
“Saya tidak tertarik, jikapun ikut juga harus dipikirkan matang
matang untung rugi didunia dan di akhirat” (Hasil wawancara,
Agustus 2015).
Hendra Royadi,A.Md menambahkan penilaiannya tentang
aktivitas di dunia politik sebagai berikut :
“Saya tidak tertarik, saya adalah orang lapangan yang selalu
bergerak untuk kemajuan usaha/swasta dan kesenian disamping
senang dengan keindahan dan keramahan tanpa hiruk pikuk yang
kejam (seperti di dunia politik)” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Menyimak data di atas, dapat dipahami bahwa sebagian warga
masyarakat di seputar Kabupaten Hulu Sungai Utara menganggap
dunia politik dengan penilaian yang positif dengan keyakinannya
masing-masing. Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa sebagian warga
masyarakat lainnya justru menilai secara apriori (negatif) terhadap
aktivitas di dunia politik dengan berbagai alasan yang terkesan
individual.
2). Ketertarikan Sebagai Peserta/Kontestan Pemilu
Pemilu seringkali ‘menggoda’ banyak orang untuk ikut
mencalonkan diri sebagai peserta/kontestan. Betapa tidak, bilamana
terpilih maka ia akan dikelilingi dengan berbagai fasilitas selaku
salah satu pejabat negara/daerah. Segala materi dan bentuk
penghormatan akan tersemat di dirinya sehingga menambah
kepercayaan diri dan wibawa di depan khalayak ramai.
Drs. H. Barkati.HB,MM dan Jumadi,S.AP, MT secara tegas
menyatakan minatnya apabila seandainya terbuka kesempatan.
Beliau mengutarakan :
“Saya berminat untuk menjadi salah satu kontestan pemilu karena
saya ingin memperjuangkan aspirasi masyarakat yang belum
terlaksana untuk kemakmuran rakyat” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Bahkan Drs.H.Jahri, M.AP secara lugas menyampaikan
ketertarikannya untuk menjadi calon wakil bupati bilamana ada
kesempatan.
“Ya saya berminat ingin jadi cawabup karena ingin memberikan
aspirasi terhadap warga untuk membangun desa dan
memperjuangkan masyarakat di daerah” (Hasil wawancara, Agustus
2015).
Namun demikian, di luar mereka ternyata masih banyak
warga masyarakat yang memandang miring dengan anggapan
kompetisi di dunia politik itu perlu dana yang tidak murah dan juga
tidak mudah untuk diterabas. Di lingkungan masyarakat sudah bukan
rahasia umum apabila pemberian uang atau sembako akan ramai
apalagi menjelang penyelenggaraan pemilu.
Adi
Saputra,
Syahrian
dan
Mawardi
mengemukakan
alasannya :
“Tidak berminat karena uang untuk dibagi ke masyarakat tidak ada,
‘kan untuk menjadi peserta pemilu harus banyak duit”. (Hasil
wawancara, Agustus 2015).
Pendapat
di
atas
dikuatkan
lagi
oleh
Ahmad
Nawawi
Abdurrauf,M.Pd sebagai berikut :
“Saya tidak tertarik karena terlalu banyak persyaratan, terutama
ongkos politik yang sangat tinggi, jadi tidak usahlah berpikir ke
arah tersebut” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Di balik itu, Masnah cenderung mengkaitkan dunia politik
dengan latar belakang pendidikan. Ia menandaskan bahwa :
“Saya tidak berminat karena saya menyadari tingkat pendidikan
saya tidak tinggi” (Hasil wawancara, Agustus 2015).
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa sebagian besar
warga masyarakat memiliki kecenderungan negatif terhadap
penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Penilaian negatif semacam ini
tentu saja akan dengan mudah meruntuhkan minat politik warga
masyarakat. Realitas tersebut tentunya bertolakbelakang dengan
maksud Hadenius (Pito, 2006:314) bahwa pemilu yang berkualitas
adalah memenuhi kriteria keterbukaan, ketepatan dana, dan
keefektifan pemilu yang tidak semuanya terwujudkan sebagaimana
pandangan sebagian warga masyarakat Kota Amuntai.
Selain itu, fenomena yang terjadi di atas bertentangan pula
dengan maksud minat politik yang dikutip Bochel (http//:
www.google.com, diakses 5 Juli 2015) terutama dalam upaya
membangun relevansi politik dalam bingkai kewarganegaraan. Atau
sebagaimana diungkapkan Crick (http//:www. google.com, diakses 7
Juli 2015) di mana melek politik adalah menyangkut pemahaman
tentang konsep-konsep, even-even, serta hak-hak politik yang
berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari.
1
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian menyangkut fenomena
melek politik masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengetahuan politik warga masyarakat kota Amuntai Kabupaten Hulu
Sungai Utara pada umumnya relatif rendah di mana istilah politik tidak
dimaknai sebagaimana arti sesungguhnya di samping ketidakpahaman
relevansi antara pemilu dan pembangunan daerah. Walaupun demikian,
warga masyarakat pada umumnya telah mengetahui dengan jelas berbagai
macam jenis pemilu yang diselenggarakan di Indonesia.
2. Partisipasi politik warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara secara
umum dapat dikatakan masih rendah karena pada umumnya mereka yang
bekerja di sektor informal cenderung menghindari keterlibatan dalam
aktivitas politik praktis. Dan walaupun mereka berpartisipasi aktif dalam
penyelenggaraan pemilu namun mereka terkesan tidak peduli pada output
pemilu yang tentunya lebih menentukan terhadap kesejahteraan masyarakat
itu.
3. Minat politik warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara pada
umumnya masih rendah karena sebagian dari mereka menilai apriori
2
terhadap aktivitas politik praktis walaupun tak dipungkiri adapula sebagian
dari mereka yang menilai positif terhadap dunia politik. Terlebih lagi
dalam konteks kompetisi politik yang bagi mereka sulit diterabas dan
membutuhkan asupan dana tidak sedikit.
B. Saran
Guna meningkatkan melek politik masyarakat Kota Amuntai
Kabupaten Hulu Sungai Utara yang relatif rendah, disarankan kepada
penyelenggara Pemilu di Kabupaten Hulu Sungai Utara terutama KPUD dan
Panwaslu agar melakukan sosialisasi politik secara intens terhadap
masyarakat luas terutama yang berada di kawasan pedesaan. Sosialisasi
politik yang dimaksud sebaiknya juga menggandeng peran serta pemerintah
daerah, organisasi kemasyarakatan dan juga kalangan perguruan tinggi di
daerah..
Organisasi partai politik di daerah seyogyanya juga melakukan
sosialisasi politik sebagai perwujudan salah satu fungsi partai politik terutama
di kawasan-kawasan yang menjadi basis massa parpol yang bersangkutan
dengan mengedepankan etika politik yang lazimnya menjadi salah satu
ideologi politik parpol.
DAFTAR PUSTAKA
Bochel,Bugh.2015.Political Literacy. (onlen), ( http://www.google.com,diakses
juli 2015)
Fathurrahman,Deden dan Sobari,Wawan.2004. Pengantar Ilmu Politik.
UMM.Press. Malang
Kabupaten Hulu Sungai Utara Dalam Angka.2010.
BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara
Kariada,I made dkk.2015.Fenomena Melek Politik masyarakat Kluangkung Pada
Pemilu 2014 dan Pemilukada 2012. Fisip Univ. UDAYANA dan KUPD
KLUANGKUNG
Surbakti,Rahlan.1999.Memahami Ilmu Politik.Grasindo.Jakarta
Pito,andrianus dkk.2006.Mengenal Teori-Teori Politik.Nuansa.Bandung
Suryadi,Budi.2008.Kerangka Analisis Sistem Politik Indonesia.Scripta
Cendekia.Banjarbaru
BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara.2010. Kabupaten HSU dalam Angka.2010
Hurairah,Abu.2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model
dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan.HUMANINORA.Bandung
Sarman,Mukhtar.2002.MPS Untuk Mahasiswa.Yasiba.Banjarbaru
Sugiyono,2009.Metode Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta bandung
Wahyu dkk.2007.Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. FKIP Unlam.Banjarmasin
Download