LAPORAN PENELITIAN FENOMENA MELEK POLITIK (POLITICAL LITERACY) MASYARAKAT KOTA AMUNTAIKABUPATEN HULU SUNGAI UTARA Penelitian Ini Merupakan Bagian Dari Riset Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu KERJASAMA ANTARA TIM PENELITI DENGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA AMUNTAI 2015 TIM PENELITI KETUA PENELITI : AKHMAD RIDUAN, S.Sos., M.AP ANGGOTA : BUDI LESMANA,S.AP., M.I.Kom NASRIPANI, S.Sos., MA RENO AFFRIAN,S.Sos KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan limpahan rahmat dan pertolongan-Nya jualah laporan penelitian yang berjudul “FENOMENA MELEK POLITIK (POLITICAL LITERACY MASYARAKAT KOTA AMUNTAI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA” dapat terselesaikan tepat pada waktunya sebagaimana diharapkan. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW, penghulu ahlul bait dan insan kamil yang diberikan anugerah besar sebagai Nabi dan Rasul pembawa wahyu Ilahi, negarawan hebat sekaligus panglima perang budiman yang tertulis dengan tinta emas peradaban. Tak lupa ucap tulus terima kasih kami ucapkan kepada : 1. Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2. Sekretaris dan Seluruh Staf Pegawai KPU Kabupaten Hulu Sungai Utara. 3. Informan Dalam Penelitian ini dan 4. Semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuan dalam upaya penyelesaian penelitian ini, baik moril maupun materiil. Kesempurnaan bukanlah fitrah manusia sehingga tidaklah diberikan ilmu oleh-Nya terkecuali sedikit. Dari karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan agar laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya pribadi, dunia akademik, KPU Kabupaten Hulu Sungai Utara Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara dan masyarakat luas. Amuntai, Agustus 2015 Tim Peneliti ABSTRAK Melek Politik ( Political Literacy) merupakan suatu kajian politik yang memiliki relevansi dengan pendidikan kewarganegaraan.hal ini dikarenakan melek politik sangat menentukan terhadap kader demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan, menganalisa dan menginterprestasikan,melek politik masyarakat kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara yang bertumpu pada 3 (tiga) aspek yaitu : Pengetahuan, Partisipasi dan Minat politik. Metode penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan bersumber pada data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara melalui teknik purposive sampling. Adapun data sekunder berupa dokumen atau arsip berkenaan dengan Fenomena melek politik masyarakat kota Amuntai Kabupaten hulu Sungai Utara. Data-data yang telah terkumpul kemudian dianalisa dengan jalan data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian menyangkut fenomena melek politik masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut Pengetahuan politik warga masyarakat kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara pada umumnya relatif rendah di mana istilah politik tidak dimaknai sebagaimana arti sesungguhnya di samping ketidakpahaman relevansi antara pemilu dan pembangunan daerah. Walaupun demikian, warga masyarakat pada umumnya telah mengetahui dengan jelas berbagai macam jenis pemilu yang diselenggarakan di Indonesia.Partisipasi politik warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara secara umum dapat dikatakan masih rendah karena pada umumnya mereka yang bekerja di sektor informal cenderung menghindari keterlibatan dalam aktivitas politik praktis. Dan walaupun mereka berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemilu namun mereka terkesan tidak peduli pada output pemilu yang tentunya lebih menentukan terhadap kesejahteraan masyarakat itu. Minat politik warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara pada umumnya masih rendah karena sebagian dari mereka menilai apriori terhadap aktivitas politik praktis walaupun tak dipungkiri adapula sebagian dari mereka yang menilai positif terhadap dunia politik. Terlebih lagi dalam konteks kompetisi politik yang bagi mereka sulit diterabas dan membutuhkan asupan dana tidak sedikit. Guna meningkatkan melek politik masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara yang relatif rendah, disarankan kepada penyelenggara Pemilu di Kabupaten Hulu Sungai Utara terutama KPUD dan Panwaslu agar melakukan sosialisasi politik secara intens terhadap masyarakat luas terutama yang berada di kawasan pedesaan. Sosialisasi politik yang dimaksud sebaiknya juga menggandeng peran serta pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan dan juga kalangan perguruan tinggi di daerah.. Organisasi partai politik di daerah seyogyanya juga melakukan sosialisasi politik sebagai perwujudan salah satu fungsi partai politik terutama di kawasankawasan yang menjadi basis massa parpol yang bersangkutan dengan mengedepankan etika politik yang lazimnya menjadi salah satu ideologi politik parpol. ii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL .................................................................................................... I ABSTRAK .................................................................................................. II KATA PENGANTAR ................................................................................ III DAFTAR ISI............................................................................................... IV DAFTAR TABEL....................................................................................... V BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Fokus Penelitian .............................................................................. 5 C. Rumusan Masalah ........................................................................... 5 D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6 E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6 BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pemilihan Umum ............................................................................ 8 1. Pengertian Pemilihan Umum .................................................... 8 2. Sejarah Pemilu .......................................................................... 10 3. Azaz Pemilihan Umum ............................................................. 11 4. Tujuan Pemilihan Umum .......................................................... 12 5. Hak Pilih Dalam Pemilu ........................................................... 13 B. Sosialisasi Politik dan Melek Politik............................................... 14 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian...................................................... 18 B. Lokasi Penelitian............................................................................. 18 C. Instrumen Penelitian........................................................................ 19 D. Sumber Data.................................................................................... 19 E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 22 F. Teknik Analisis Data....................................................................... 23 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Letak Geografis......................................................................... 25 2. Luas dan Batas Wilayah............................................................ 25 3. Pemerintahan............................................................................. 27 4. Kependudukan........................................................................... 28 5. Sosial ......................................................................................... 33 a. Agama.................................................................................... 33 b.Pendidikan ............................................................................. 33 c. Kesehatan............................................................................... 37 6. Kesehatan .................................................................................. 37 B. Fenomena Melek Politik Masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara ........................................................ 40 1. Pengetahuan Politik.................................................................. 40 2. Partisipasi Politik...................................................................... 53 3. Minat Politik............................................................................. 58 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 65 B. Saran.......................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 01 Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan Tahun 2009 Di 26 Kabupaten Hulu Sungai Utara Tabel 02 Klasifikasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap Kecamatan Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tabel 03 Rata-Rata Penduduk Per Desa/Kelurahan, Per Km2 dan Per 30 Rumah Tangga Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tabel 04 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara 31 Tabel 05 Tabel Rekapitulasi Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli DaerahDesember 2013 6 Tabel 06 Sekolah Negri Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah Kementrian Pendidikan Nasional di Kabupaten Hulu Sungai Utara 6 Tabel 07 Sekolah Swasta Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah 35 Koordinasi Kementrian Pendidikan Nasional Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tabel 08 Sekolah Negri Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah 35 Kementrian Agama Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tabel 09 Sekolah Swasta Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah Kementrian Agama Di Kabupaten Hulu Sungai Utara 36 Tabel 10 Banyaknya Paramedis Setiap Kecamatan Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara 28 Tabel 11 Banyaknya Sarana Kesehatan Setiap Kecamatan Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara 39 Tabel 12 Perbandingan Tiga Perspektif dalam Administrasi Publik 68 29 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan diartikan Katzs (Hurairah,2008:12) sebagai ‘perubahan yang lebih luas dari masyarakat terhadap suatu keadaan kehidupan yang kurang bernilai kepada keadaan yang lebih bernilai’. Hal di atas dilakukan tidak lain adalah untuk mengupayakan terwujudnya konsep welfare-state baik dari aspek ekonomi maupun non-ekonomi. Sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan di era reformasi yang bermuara pada Propenas ini, maka salah satu sendi pokok pembangunan berkaitan dengan kehidupan politik berbangsa dan bernegara dalam bingkai negara kesatuan (unitarian). Konsekuensi dari pembangunan bidang politik menghadirkan suksesi kepemimpinan secara langsung yang mengisyaratkan keterlibatan segenap warga negara dalam setiap tahapan pemilihan umum secara demokratis, baik dalam bentuk pemilihan presiden/wakilpresiden, pemilihan anggota legislatif (DPR/DPRD), pemilihan kepala daerah (gubernur/wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota) hingga di tingkat terkecil pemilihan kepala desa. Perhelatan politik lima tahunan dalam bentuk pemilihan umum secara langsung di Indonesia sesungguhnya merupakan entry point bagi usaha perbaikan 2 kesejahteraan masyarakat di berbagai aspek, baik politik, ekonomi, sosial budaya dan sebagainya dengan aroma desentralisasi politik secara massif ditopang prinsip-prinsip good governance. Penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia yang pada tahun 2015 ini direncanakan berlangsung secara serempak di berbagai daerah merupakan upaya pemerintah kesekian kalinya untuk membenahi sistem pemilihan umum yang telah ada. Betapa tidak, melihat perkembangan politik di tanah air pasca reformasi yang menguras banyak pengorbanan moril dan materiil dan juga menyisakan nestapa politik, banyak pihak berpandangan bahwa sistem demokrasi yang dianut di Indonesia belumlah berhasil diaplikasikan dalam ranah kultural walaupun struktur demokrasi telah dibangun dengan baik di mana institusiinstitusi politik yang ada menguatkan kesan Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi di dunia. Menjelang hari H pemilihan umum tahun 2015, sebagaimana pengalaman terdahulu, masyarakat sebagai calon pemilih disuguhi berbagai atraksi politik para kontestan yang secara simbolik pada umumnya mentahbiskan diri sebagai sosok panutan, religius, dan penyambung lidah masyarakat. Di balik itu, masyarakat Indonesia yang pada umumnya awam politik dan bekerja di sektor informal dengan skala pendidikan menengah ke bawah, suara mereka justru merupakan ladang khayalan para politikus sehingga simbol-simbol politik yang dibalut legitnya strategi komunikasi politik oleh mesin-mesin politik para kontestan dan bahkan terkadang terkesan narsis berpotensi melemahkan daya nalar politik masyarakat terutama di kalangan grass root. 3 Politik dagang sapi, jual-beli suara (money politics), hingga dualisme kepengurusan dua partai politik besar mengendus ruang dengar publik menjelang pemilihan umum tahun 2015 ini. Dengan begitu, masyarakat Indonesia terutama kalangan tak terdidik berpeluang besar untuk menyerahkan harapan kepada para kontestan yang tidak kompeten. Dapat ditebak, pemilihan umum seakan mengulang hal yang sama, tak menjanjikan harapan Indonesia yang lebih baik, setidaknya dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Di lain pihak, secara nasional partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 bergerak fluktuatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih sekitar 10 persen konsisten terjadi sampai pada Pemilu 2009. Sementara pada pemilu 2014, angka partisipasinya naik sebesar 5%. Pada kasus pilpres, tercatat dalam pemilu 2014 pertama kalinya dalam sejarah angka partisipasinya lebih rendah dibandingkan pemilu legislatif (Kariada dkk,2015:7). Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan bagaimana dan apa yang menyebabkan angka partisipasi pemilu cenderung fluktuatif sehingga menarik untuk dikaji lebih jauh dalam konteks political literacy. Di Kabupaten Hulu Sungai Utara sendiri, dari pemilihan umum Bupati/Wakil Bupati tahun 2012 diketahui dari 163.655 pemilih hanya sekitar 111.743 atau 68 % pemilih yang datang ke TPS memberikan hak suaranya. Jumlah ini sudah merupakan akumulasi dari suara sah sebesar 105.595 dan suara tidak sah sebesar 6.148. Bandingkan misalnya dengan pemilihan anggota DPD tahun 2014 di empat daerah pemilihan di mana pemilih yang memberikan hak suaranya sebesar 127.570 terdiri atas suara sah 97.421 dan suara tidak sah 4 sebanyak 30.149. Tidak jauh berbeda dengan pemilihan legislatif di tingkat DPR di mana diperoleh jumlah suara pemilih hadir ke TPS sebesar 108.489, di tingkat DPRD Propinsi Kalimantan Selatan jumlah suara pemilih yang memberikan hak suara sebanyak 108.826, dan di tingkat DPRD Kabupaten Hulu Sungai Utara sejumlah 120.805 suara pemilih (Data KPUD HSU,2012 dan 2014). Political literacy atau melek politik merupakan salah satu faktor yang berperan besar dalam kualitas pemilihan umum di suatu negara. Dalam rangka meningkatkan kedewasaan berpolitik di Indonesia termasuk juga di negaranegara berkembang lainnya, baik secara formal maupun non formal pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan politik sudah banyak dilakukan setidaknya selama era reformasi ini. Apabila bercermin pada penyelenggaraan pemilihan umum beberapa tahun terakhir nampaknya kualitas pemilihan umum di Indonesia pada umumnya masih jauh dari harapan, terutama dalam hal penentuan pilihan-pilihan secara rasional dari para pemilih yang belum terpenuhi (pragmatisme politik). Hal ini menandakan bahwa melek politik belumlah terwujudkan baik di tingkat elit politik maupun masyarakat luas padahal seyogyanya kualitas pemilihan umum merupakan indikator yang penting untuk mendapatkan aktor-aktor politik yang baik dan berkualitas termasuk pemimpin di berbagai tingkatan pemerintahan untuk kemudian di pundak mereka aspirasi masyarakat dititipkan. Berangkat dari fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Partisipasi Politik Masyarakat Banjar Hulu (Studi Political Literacy Warga Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara)” 5 2. Fokus Penelitian Pemilihan umum sebagai salah satu instrumen dalam negara demokrasi merupakan sebuah tahapan kehidupan demokrasi yang dapat mencerminkan partisipasi masyarakat sebagai penentu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara setidaknya dalam suatu periode kepemimpinan. Dalam pemilihan umum, baik secara langsung maupun tidak langsung masyarakat menyerahkan pilihan terhadap calon yang disukainya. Namun demikian, fenomena menurunnya tingkat partisipasi masyarakat secara nasional ditengarai merupakan salah satu akibat dari rendahnya tingkat melek politik warga masyarakat selain dari buntut dari kuatnya simbolisasi politik yang ditanamkan oleh para kontestan pemilihan umum politik tak terkecuali di Kabupaten Hulu Sungai Utara . Berhubung luasnya ruang lingkup permasalahan pemilihan umum terutama dalam konteks political literacy (melek politik) warga kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, maka untuk menguraikan permasalahan tersebut penelitian ini akan difokuskan pada beberapa hal pokok sebagai berikut : 1. Pengetahuan Politik. 2. Partisipasi Politik. 3. Minat Politik. A. Perumusan Masalah Berdasarkan fokus penelitian tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini diarahkan pada : 6 1. Bagaimana kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara ? 2. Faktor-faktor apa yang berkaitan dengan kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara ? B. Tujuan Penelitian Terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai dari penelitian terkait studi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara ini, yakni : 1. Untuk mendeskripsikan, menganalisa, dan menginterpretasikan kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2. Untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. C. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian akan dapat memberikan manfaat guna pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini disiplin ilmu politik dan pemerintahan umumnya serta teori dan konsep kepartaian dan manajemen pemilihan umum khususnya. 7 2. Manfaat praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh instansi berwenang terutama sebagai bahan kajian bagi penyusunan kebijakan untuk meningkatkan partisipasi warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam pemilihan umum dan setelahnya. 1 BAB II KERANGKA TEORI A. Pemilihan Umum 1. Pengertian Pemilihan Umum Pemilihan Umum (Pemilu) adalah merupakan suatu istilah yang tidak asing bagi masyarakat di negara-negara demokrasi. Pemilu yang diadakan dalam kurun waktu tertentu, baik melewat demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan diyakini mampu mencerminkan makna filosofis dari sistem demokrasi yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Oleh Liddle (Pito,2006:298), dalam sistem pemerintahan demokrasi pemilu sering dianggap sebagai penghubung antara prinsip kedaulatan rakyat dan praktek pemerintahan oleh sejumlah elit politik. Setiap warga negara yang telah dianggap dewasa dan memenuhi persyaratan menurut Undang-Undang, dapat memilih wakil-wakil mereka di parlemen, termasuk para pemimpin pemerintahan. Kepastian bahwa hasil pemilihan itu mencerminkan kehendak rakyat diberikan oleh seperangkat jaminan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemilu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilihan Umum 2 adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sementara itu, Nohlen (Pito dkk,2006:298) berpandangan bahwa Pemilu merupakan “satu-satunya metode demokratik” untuk memilih wakil rakyat. Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemilu sesungguhnya adalah media politik bagi rakyat untuk menyampaikan pilihan-pilihan politiknya secara demokratis sehingga dari suatu pemilu dihasilkan sejumlah elit politik baik di parlemen maupun di pemerintahan yang dianggap merupakan representasi dari suara rakyat. Pemilih dalam pemilu disebut juga sebagai konstituen, di mana para peserta atau kontestan Pemilu menawarkan janji-janji dan programprogramnya pada masa kampanye kepada para konstituen. Kampanye sendiri dilakukan pada waktu yang telah ditentukan menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, maka proses penghitungan dimulai. Pemenangan Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta dan disosialisasikan kepada para pemilih. Dikarenakan hal tersebut, maka pemilu berpeluang untuk terjadi penyimpangan atau kecurangan. Dalam konteks inilah Le Duc (Pito,2006:300) menyatakan 3 pemilu sebagai sebuah lembaga politik yang mendorong (leads) dan mencerminkan banyak kecenderungan sosial, politik, dan ekonomi. Proses pemilihan umum merupakan bagian dari demokrasi karena pemilu memberikan dukungan dan legitimasi politik terhadap rezim baru yang terpilih. Oleh karenanya, hampir semua sarjana politik beberapa di antaranya Dahl (1985), Carter dan Herz (1982), Mayo (1982), Ranney (1990), dan Sundhaussen (1992) sepakat bahwa pemilu merupakan satu kriteria penting untuk mengukur kadar demokrasi suatu sistem politik (Suryadi,2008:75). Bahkan lebih jauh Sanit (Pito,2006:307) menandaskan empat fungsi yang diemban oleh suatu pemilu yakni legitimasi politik, terciptanya perwakilan politik, sirkulasi elite politik, dan pendidikan politik. 2. Sejarah Pemilu di Indonesia Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Pemilihan umum 4 di Indonesia telah diadakan sebanyak 11 kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014. 3. Azas Pemilihan Umum Pemilu yang diselenggarakan pemerintah seyogyanya memenuhi beberapa azas tertentu yang apabila dijabarkan Pito dkk (2006:311) terbagi atas : a. Berkala (teratur) Hal ini berarti pemilu dilaksanakan secara teratur sesuai dengan konstitusi dan ketentuan yang diatur oleh negara bersangkutan. b. Langsung Dalam hal ini pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara dalam memilih wakil-wakil yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat dan di pemerintahan. c. Umum Maksudnya pemilu diikuti oleh setiap orang yang sudah memenuhi syarat. d. Bebas Hal ini menunjukkan bahwa dalam memberikan suara, si pemilih tidak ada tekanan dari pihak manapun yang memungkinkan dia memberikan suara tidak sesuai dengan hati nuraninya. Dia benar-benar bebas dalam menentukan pilihannya. 5 e. Rahasia Artinya kerahasiaan pemberi suara atas calon atau organisasi/partai peserta pemilu yang dipilihnya tidak akan diketahui oleh siapapun, termasuk panitia pemungutan suara sehingga pemilih bebas dari ketakutan atau ancaman dari pihak manapun dalam memberikan suaranya dan setelah dia memberi suaranya. f. Jujur Maksudnya adalah tidak boleh terjadi kecurangan-kecurangan dalam pemilu tersebut, baik oleh penyelenggara atau oleh organisasi partai peserta pemilu. g. Adil Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilu dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun. 4. Tujuan Pemilihan Umum Menurut Sanit (Pito,2006:308), pemilu yang diselenggarakan dalam kurun waktu tertentu bertujuan sebagai berikut : a. Melaksanakan kedaulatan rakyat yang menjamin kepentingan semua golongan. b. Menentukan wakil rakyat yang sekaligus harus melayani penguasa dan rakyat secara seimbang. c. Membentuk pemerintahan perwakilan lewat OPP pemenang (tunggal atau oposisi). 6 d. Pergantian atau pengukuran elite penguasa. e. Pendidikan politik bagi rakyat melalui partisipasi dalam pemilu. Sementara itu, Surbakti (1999:179) menjelaskan beberapa tujuan dari pemilu yakni : a. Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum. b. Pemilu juga dapat dikatakan sebagai mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil rakyat yang terpilih atau melalui partai-partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin. c. Pemilu merupakan sarana memobilisasikan dan/atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik. 5. Hak Pilih dalam Pemilu Pada azasnya setiap warganegara berhak ikut serta dalam setiap Pemilihan Umum. Schroder (Pito,2006:387) menyebutkan, hak pemilih merupakan dasar keikutsertaan dalam pemilu di mana setiap manipulasi atas hak pilih ini ada alasan serta akibat yang khusus. Hak warganegara untuk ikut serta dalam pemilihan umum yang lazim disebut Hak Pilih terdiri dari: a. Hak pilih aktif (hak memilih) b. Hak pilih pasif (hak dipilih) Setiap warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur tujuh belas tahun atau lebih atau sudah/ pernah kawin, mempunyai hak 7 memilih. Seorang warga negara Indonesia yang telah mempunyai hak memilih, baru bisa menggunakan haknya, apabila telah terdaftar sebagai pemilih. Seseorang yang telah mempunyai hak memilih, untuk dapat terdaftar sebagai pemilih, harus memenuhi persyaratan di antaranya : a. Tidak terganggu jiwa/ ingatannya; b. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebaliknya seorang warga negara Indonesia yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), kemudian ternyata tidak lagi memenuhi persyaratan tersebut di atas, tidak dapat menggunakan hak memilihnya. B. Sosialisasi Politik dan Melek Politik 1. Pengertian Penyelenggaraan pemilu merupakan hajatan kolektif masyarakat dalam rangka memilih para pemimpin politik di lembaga parlemen dan pemerintahan di berbagai tingkatan. Penyelenggaraan suatu pemilu dapat disebut demokratis oleh Hadenius (Pito, 2006:314) jikalau merujuk pada tiga kiteria sehingga dapat dikatakan pemilu tersebut memiliki makna. Tiga kriteria tersebut adalah keterbukaan, ketepatan dana, dan keefektifan pemilu. Melihat pendapat di atas, urgensi terhadap sosialisasi politik yang efektif terhadap warga negara merupakan suatu keharusan, baik yang dilakukan secara formal oleh negara melalui serangkaian perangkatnya maupun secara informal oleh pihak-pihak di luar negara seperti partai politik dan organisasi massa lainnya. 8 Dawson dan Prewitt (Fathurrahman dan Sobari,2004:276) menjelaskan, sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Surbakti (1999:117) menyatakan hal yang sama bahwa sosialisasi politik tidak lain adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para warga masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Dari segi metode penyampaian pesan, sosialisasi politik terbagi dua yakni pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pertama, pendidikan politik merupakan proses dialogik di antara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Pendidikan politik dianggap sebagai proses dialog antara pendidik seperti sekolah, pemerintah, partai politik, dan peserta didik dalam rangka pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai, norma, dan simbol politik yang dianggap ideal dan baik melalui berbagai bentuk kegiatan tertentu. Kedua, indoktrinasi politik yang berarti proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak berkuasa sebagai ideal dan baik. Melalui berbagai forum pengarahan yang penuh paksaan psikologis dan latihan yang penuh disiplin, partai politik dalam sistem politik totaliter melaksanakan fungsi indoktrinasi politik. 9 Tak jauh berbeda, Almond dan Powell,Jr (Fathurrahman dan Sobari,2004:276) mengungkapkan bahwa istilah sosialisasi mengacu pada cara-cara bagaimana anak-anak diperkenalkan pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat di mana ia tinggal. Sosialisasi politik adalah bagian dari proses ini yang membentuk sikap politik. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dijelaskan bahwa sosialisasi politik merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup di mana dalam proses ini para warga masyarakat memperoleh sikap dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Sosialisasi politik dilakukan oleh berbagai pihak baik secara formal maupun informal. Dalam kaitannya dengan sosialisasi politik, sering diperbincangkan istilah melek politik (political literacy) di mana Crick ( ) melihat melek politik menyangkut pemahaman tentang konsep-konsep, even-even, serta hakhak politik yang berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, melek politik dalam konteks pemilu dipahami sebagai kemampuan masyarakat untuk mendefinisikan kebutuhan mereka akan substansi politik terutama perihal pemilu. Dari sini dapat dipahami bahwa melek politik dikur dari seberapa peka dan pedulinya warga masyarakat terhadap peristiwa-peristiwa dan bahasa-bahasa politik di lingkungan sekitarnya. Studi terhadap melek politik berkaitan erat dengan kualitas penyelenggaraan pemilu di suatu negara yang menghasilkan sejumlah aktor politik di berbagai tingkatan di parlemen dan di pemerintahan. Sejatinya 10 melek politik tidak hanya mengupayakan pemahaman warga masyarakat namun lebih dari itu menimbulkan dorongan untuk terlibat aktif di ruang publik. 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pada penelitian yang akan dilakukan ini, pendekatan kualitatif dipilih dalam upaya menganalisa permasalahan berkenaan dengan kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Cara ini ditempuh oleh karena adanya kecenderungan “sifat permasalahan yang belum jelas, bersifat holistik, kompleks, dinamis serta penuh makna” sebagaimana diungkapkan Wahyu (2007:50). Sarman (2002:30) menambahkan, “metode penelitian kualitatif bermaksud untuk meramu secara ilmiah pelbagai informasi yang dibangun, dikembangkan dan disampaikan oleh manusia atau komunitas tertentu yang notabene merupakan obyek dan sekaligus subyek dalam penelitian sosial”. Adapun jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif sebagaimana dimungkinkan dalam pendekatan kualitatif. Sarman (2003:18) menyatakan bahwa “penelitian deskriptif kualitatif menggunakan metodemetode kualitatif untuk mengeksplorasi makna-makna, beragam variasi, dan pemahaman perseptual yang menyebabkan munculnya fenomena diteliti”. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di seputar Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara meliputi Kecamatan Amuntai Tengah, Amuntai Selatan, Amuntai 26 Utara, Sungai Pandan, dan Banjang di mana tingkat kepadatan penduduk dan tingkat homogenitasnya relatif tinggi. C. Instrumen Penelitian Sebagaimana lazimnya penelitian kualitatif, maka yang menjadi instrumen utama dalam penelitian ini adalah individu peneliti sendiri dengan didukung oleh alat tulis dan perangkat lainnya yang diperlukan seperti alat tulis, alat rekam, kamera dan sebagainya. D. Sumber data Berangkat dari permasalahan yang hendak dibahas, maka untuk menentukan subjek penelitian dipergunakan cara purposive sampling. Sarman (2002:79) menyebutkan, kalau purposive sampling yang dipilih, maka peneliti ‘dengan sengaja’ harus memilih sampel observasinya yang dipercaya akan dapat memberikan pemahaman komprehensif tentang gejala yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, informan kunci (key informan) terdiri dari beberapa pihak yang terdiri atas : 1. H.Amir Husaini Zam-Zam, usia 77 tahun, pendidikan terakhir D3, seorang pensiunan PNS dan Pengurus PWRI ( Persatuan Wredhatama RI) Kabupaten Hulu Sungai Utara, bertempat tinggal di desa Pamintangan Kecamatan Amuntai Utara. 2. H.Yadi Ilhami,S.Hi,MH, usia 38 tahun, pendidikan terakhir S2 FH Unlam, merupakan Ketua DPD KNPI Kabupaten Hulu Sungai Utara selain PNS di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara, bertempat tinggal di Kelurahan Antasari Kecamatan Amuntai Tengah. 27 3. Drs.H.Jahri,M.AP, usia 52 tahun, pendidikan terakhir S2 STIA Bina Banua, seorang PNS yang menjabat sebagai Kepala Bagian Kesra di Setda Kabupaten Hulu Sungai Utara, berlatarbelakang organisasi Karang Taruna, bertempat tinggal di desa Kotaraja Kecamatan Amuntai Selatan 4. Drs.H.Barkati,MM, usia 51 tahun, pendidikan terakhir S2 Manajemen, seorang wiraswastawan dan aktif di berbagai organisasi seperti KONI, Gapensi, Kadin, dan Hipmi, bertempat tinggal di Kelurahan Antasari Kecamata Amuntai Tengah. 5. Jumadi, S.AP,MT, usia 42 tahun, pendidikan terakhir S2 FT Unibraw, seorang PNS yang menjabat Kepala Bagian Tata Pemerintahan pada Setda Kabupaten Hulu Sungai Utara, bertempat tinggal di Kelurahan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah. 6. Aulia Rahim,S.Sos, usia 23 tahun, pendidikan terakhir S1 STIA Amuntai, seorang karyawan Telkomsel, bertempat tinggal di Kelurahan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah. 7. Hendra Royadi,A.Md, usia 33 tahun, pendidikan terakhir D3 Adm.Niaga STIA Amuntai, seorang wiraswastawan dan budayawan, bertempat tinggal di Kelurahan Antasari Kecamatan Amuntai Tengah. 8. H.Sarmadi, Lc,S.Pd.I, usia 45 tahun, pendidikan S1, seorang guru dan juga anggota MUI Kabupaten Hulu Sungai Utara, bertempat tinggal di desa Tangga Ulin Kecamatan Amuntai Tengah. 9. Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd, usia 43 tahun, pendidikan S2, seorang PNS pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara yang berlatarbelakang organisasi kepemudaan dan organisasi kemasyarakatan. 28 10. Hj.Emma Jijah, usia 58 tahun, pendidikan SLTA, seorang pensiunan PNS dan Pengurus DPC IWAPI Kabupaten Hulu Sungai Utara. 11. Masnah, usia 38 tahun, pendidikan terakhir SLTA/Sederajat, seorang wiraswastawan yang berhasil menjadi Kepala Desa Kotaraja Kecamatan Amuntai Selatan, bertempat tinggal di desa Kotaraja Kecamatan Amuntai Selatan. 12. Ipah, usia 29 tahun, pendidikan SLTP/Sederajat, seorang petani, bertempat tinggal di Kelurahan Kebun Sari Kecamatan Amuntai Tengah. 13. Adi Saputra, usia 25 tahun, pendidikan terakhir SLTP/Sederajat, seorang pekerja serabutan, bertempat tinggal di Kelurahan Kebun Sari Kecamatan Amuntai Tengah. 14. Abdullah, usia 27 tahun, pendidikan terakhir SD/Sederajat, seorang pekerja serabutan, bertempat tinggal di desa Lok Suga Kecamatan Haur Gading. 15. Mesransyah, usia 45 tahun, pendidikan Paket C, seorang wiraswastawan yang menjabat Ketua RT 4 dan Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Desa Patarikan, Kecamatan Banjang sekaligus Ketua PAC Partai PKB Kecamatan Banjang, bertempat tinggal di desa Patarikan Kecamatan Banjang. 16. Rolly, usia 30 tahun, pendidikan terakhir Paket C, seorang personil Satpam pada Kampus STIA Amuntai, bertempat tinggal di Kelurahan Antasari Kecamatan Amuntai Tengah. 17. Syahrian, usia pengrajin..................... 39 tahun, pendidikan SLTA, seorang 29 18. M.Ilhami, usia 30 tahun, pendidikan terakhir SLTA/Sederajat, seorang pedagang sepeda ............................... 19. Mawardi, usia 43 tahun, pendidikan SLTP/Sederajat, seorang wiraswastawan,................. 20. Surati, usia 32 tahun, pendidikan SD/Sederajat, seorang peternak sapi, bertempat tinggal di desa Kaludan Kecamatan Banjang.. E. Teknik Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui teknik triangulasi dengan menggabungkan observasi, wawancara terstruktur, dan juga dokumentasi. Azwar (2003:91) mengungkapkan, data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengumpulan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain atau diperoleh oleh peneliti tidak secara langsung dari subjek penelitian. Oleh karena itulah, data primer dalam penelitian ini akan diperoleh dengan cara observasi terhadap kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Selain itu, dilakukan pula wawancara terstruktur dengan para informan kunci. Adapun data sekunder akan didapatkan melalui teknik dokumentasi. F. Teknik Analisa Data Miles dan Huberman (Wahyu dkk,2007:60) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan 30 berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas-aktivitas sebagaimana dimaksudkan tersebut adalah : 1. Data Reduction (Reduksi Data) Sebagaimana fokus penelitian, maka reduksi data dalam penelitian ini hanya akan diarahkan pada hal-hal yang bersangkut paut dengan kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Hal ini mengingat dalam hemat Miles dan Huberman (Wahyu dkk,2007:60), ‘mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai’. 2. Data Display (Penyajian Data) Data-data yang diperoleh di lapangan berkaitan dengan kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, baik data primer atau data sekunder selanjutnya ‘diorganisasikan terutama dalam bentuk teks naratif’ sebagaimana dikatakan Miles dan Huberman (Wahyu dkk, 2007:61). Melalui penyajian data maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam melakukan display data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network (jejaring kerja), dan chart. 3. Conclusion Drawing/Verification Usai tahap penyajian data dilakukan, langkah berikutnya dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi terhadap data-data yang 31 sudah terorganisir tersebut. Hal ini dikarenakan boleh jadi data-data yang telah diperoleh, belumlah mencukupi untuk menjelaskan secara lengkap berkenaan dengan kondisi melek politik (political literacy) warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Melalui penarikan kesimpulan dan verifikasi dapat diidentifikasi kekosongan data yang belum terisi ketika dilakukan pengumpulan data sebelumnya. Penarikan kesimpulan dan verifikasi di sini dimungkinkan sebab seperti diungkapkan Miles dan Huberman (Wahyu dkk,2007:62), ‘kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya’. 081388431900 (h.hasan indra) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Letak Geografis Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada bagian Utara propinsi Kalimantan Selatan antara koordinat 2°17 sampai 2°33 Lintang Selatan dan 114°52 sampai 115°24 Bujur Timur. Secara morfologi, seluruh kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara berada pada kemiringan 0-2 % dan ketinggian 0-7 m dari permukaan laut. Jika diamati dari segi pemanfaatan lahan, maka sebagian besar wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara masih merupakan hutan rawa yaitu seluas 28.190 Ha (30,86 %) dan persawahan 25.865 Ha (28,31 %). sedangkan yang dimanfaatkan sebagai pemukiman seluas 4.525 Ha (4,95 %). Selebihnya, 32.770 Ha (35,87 %) atau lebih dari sepertiga luas wilayah Hulu Sungai Utara berupa kebun campuran, hamparan rumput rawa, danau dan lainnya. pemerintah perlu memikirkan perencanaan kedepan tentang pengembangan danau dan lahan rawa agar bisa lebih dimanfaatkan secara ekonomis maupun secara sosial. 2. Luas dan Batas Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara yang tersebar atas 10 kecamatan dan 219 desa/kelurahan sejak tahun 2007 mempunyai luas wilayah 892,70 km2 atau hanya 2,38 persen dari luas keseluruhan Provinsi Kalimantan Selatan. TABEL 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara No. Kecamatan Luas Area (Km2) 1. Danau Panggang 224,49 16 Persentase Luas Wilayah (%) 25,15 2. Paminggir 156,13 7 17,49 3. Babirik 77,44 23 8,67 4. Sungai Pandan 45,00 33 5,04 5. Sungai Tabukan 29,24 17 3,28 6. Amuntai Selatan 183,16 30 20,52 7. Amuntai Tengah 57,00 29 6,39 8. Banjang 41,00 20 4,59 9. Amuntai Utara 45,09 26 5,05 10. Haur Gading 34,15 18 3,83 892,70 219 100,00 Jumlah Jumlah Desa/ Kelurahan Sumber : Kab.Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010 Dari tabel di atas, diketahui bahwa di Kabupaten Hulu Sungai Utara terdapat 219 desa/kelurahan dengan luas keseluruhan 892,70 km2. Kecamatan Danau Panggang yang memiliki luas 224,49 km2 atau 25,15 % merupakan kecamatan dengan area terluas dan kecamatan Sungai Tabukan yang memiliki luas 29,24 km2 atau 3,28 % diketahui sebagai kecamatan dengan area tersempit. Berikutnya, dapat diketahui pula kecamatan dengan jumlah desa/ kelurahan paling banyak adalah Kecamatan Sungai Pandan yakni sebanyak 33 desa/kelurahan sedangkan kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan paling sedikit adalah Kecamatan Paminggir yang hanya memiliki 7 desa/ kelurahan. Apabila dilihat secara administratif, maka batas-batas daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat dijelaskan sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Barito Selatan (Propinsi Kalimantan Tengah) Sebelah Selatan : Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Sebelah Timur : Kabupaten Balangan Sebelah Barat : Kabupaten Barito Selatan (Propinsi Kalimantan Tengah) 3. Pemerintahan Sejak tahun 1952 hingga sekarang Kabupaten Hulu Sungai Utara telah mengalami 12 kali suksesi kepemimpinan Kepala Daerah/Bupati. Saat ini Kabupaten Hulu Sungai Utara dipimpin oleh Bupati Drs.H.Abdul Wahid,M.Si,MM dan Wakil Bupati H.Husairi Abdi,Lc. Lebih jelas, maka dapat disusun secara lengkap periodesasi kepemimpinan Kepala Daerah/Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagai berikut : 1. H. Mohammad Said (1952-1956). 2. Anang Ramlan (1956-1958). 3. Bihman Villa (1960-1964). 4. Maskoni (1964-1969). 5. Norsasi Hasbullah Dharma (1970-1973). 6. Bihman Villa (1974-1977). 7. Gusti Saputera (1978-1982). 8. Drs.H.Ardiansyah Fama (1982-1992). 9. Drs.H.Suhailin Muchtar (1992-2002). 10. Drs.H.Fakhrudin,M.Si (2002-2007). 11. Drs.H.Fakhrudin,M.Si (2007-2008). 12. H.M.Aunul Hadi,S.Si (2008-2012). 13. Drs.H.Abdul Wahid,MM,M.Si (2012-2017). 4. Kependudukan Dari data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Utara, diperoleh jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah sebanyak 218.109 jiwa terbagi atas 108.639 laki-laki dan 109.470 perempuan dengan jumlah rumah tangga mencapai 135.470. TABEL 4.2 Klasifikasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap Kecamatan Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Jenis Kelamin Jumlah Penduduk No. Kecamatan 1. Danau Panggang L 11.057 P 11.026 2. Paminggir 3.982 3.801 7.778 3. Babirik 9.882 9.708 19.584 4. Sungai Pandan 13.148 13.575 26.731 5. Sungai Tabukan 7.286 7.541 14.832 6. Amuntai Selatan 13.660 13.646 27.303 7. Amuntai Tengah 24.212 24.452 48.665 8. Banjang 7.839 7.629 15.461 9. Amuntai Utara 10.185 10.543 20.735 10. Haur Gading 7.389 7.548 14.940 108.639 109.470 218.109 Jumlah 22.079 Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010 Dari tabel di atas, terungkap bahwa Kecamatan Amuntai Tengah adalah merupakan Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang memiliki jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki terbanyak yakni sejumlah 24.212 jiwa sekaligus juga jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan terbanyak yakni 24.452 jiwa. Sementara itu, Kecamatan Paminggir adalah Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan paling sedikit di Kabupaten Hulu Sungai Utara yakni masing-masing 3.982 jiwa dan 3.801 jiwa. TABEL 4.3 Rata- Rata Penduduk Per Desa/Kelurahan, Per Km2 dan Per Rumahtangga Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara No. Kecamatan Desa/ Kelurahan Km2 Rumah Tangga 1. Danau Panggang 1.380 98 4 2. Paminggir 1.111 50 4 3. Babirik 851 253 4 4. Sungai Pandan 810 594 4 5. Sungai Tabukan 875 507 4 6. Amuntai Selatan 910 149 4 7. Amuntai Tengah 1.675 854 4 8. Banjang 773 377 4 9. Amuntai Utara 798 460 4 10. Haur Gading 830 437 4 244 4 Jumlah 996 Sumber : Kab.Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010 Berdasarkan tabel di atas, diketahui rata-rata penduduk per desa/ kelurahan dan rata-rata penduduk per km2 yang terbesar di Kabupaten Hulu Sungai Utara sama-sama terdapat di Kecamatan Amuntai Tengah yang terletak di pusat kota yakni 1.675 jiwa dengan persebaran 854 jiwa/km2. Sebaliknya, rata-rata penduduk per desa/kelurahan terkecil di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah terletak di Kecamatan Banjang yakni 773 jiwa sedangkan rata-rata penduduk per Km2 di Kabupaten Hulu Sungai Utara terkecil terdapat di Kecamatan Paminggir sebesar 50 jiwa/km2. Adapun rata-rata penduduk per rumah tangga di Kabupaten Hulu Sungai Utara secara umum di semua Kecamatan bernilai sama yakni 4 jiwa. TABEL 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 - 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 + 10 118 11 277 11 704 13 289 7 744 7 451 8 681 8 728 8 285 6 519 5 095 4 175 2 037 3 536 9 244 10 580 10 609 9 405 9 583 8 403 9 643 8 843 8 040 6 878 4 720 4 582 3 165 5 774 19 362 21 857 22 313 22 694 17 327 15 854 18 324 17 571 16 325 13 398 9 815 8 757 5 202 9 310 Rasio Jenis Kelamin 109,45 106,59 110,32 141,30 80,81 88,67 90,02 98,70 103,05 94,77 107,94 91,12 64,36 61,24 Jumlah 108 637 109 470 218 109 99,24 Kelompok Umur Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk Sumber : Kab.Hulu Sungai Utara Dalam Angka,2010 Dari tabel di atas, terlihat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam jumlah terbesar dengan jenis kelamin lakilaki yakni 13.289 jiwa terdapat pada kelompok umur 15-19 tahun sedangkan penduduk dengan jenis kelamin perempuan yakni 10.609 jiwa terdapat pada kelompok umur 10-14 tahun. Sebaliknya, penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam jumlah terkecil dengan jenis kelamin laki-laki yakni 2.037 jiwa dan jenis kelamin perempuan yakni 3.165 jiwa adalah sama-sama terletak pada kelompok umur 60-64 tahun. Sementara itu, apabila dilihat secara keseluruhan tanpa melihat jenis kelamin, maka jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam jumlah terbesar yakni 22.694 jiwa terdapat pada kelompok umur 15-19 tahun sedangkan dalam jumlah terkecil yakni 5.202 jiwa terdapat pada kelompok umur 60-64 tahun. Berikutnya, dilihat dari rasio jenis kelamin (sex ratio) di Kabupaten Hulu Sungai Utara maka rasio jenis kelamin paling besar atau 141,30 terdapat pada kelompok umur 15-19 tahun dan rasio jenis kelamin paling kecil atau 61,24 terdapat pada kelompok umur 65 ke atas. 5. Sosial a. Agama Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, penduduknya mayoritas adalah beragama Islam di mana hingga tahun 2010 terdapat tempat peribadatan umat Islam yakni masjid sebanyak 110 buah dan mushola/langgar sebanyak 614 buah yang tersebar di berbagai desa/kelurahan di semua kecamatan. Adapun bagi umat non muslim yang merupakan minoritas dan pada umumnya adalah pendatang maka mereka beribadah pada tempat-tempat peribadatan di luar wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara atau dengan memanfaatkan ruangan sederhana di salah satu instansi pemerintah. b. Pendidikan Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, terdapat sekolah negeri dan swasta di berbagai tingkat atau jenjang pendidikan baik SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA. Pada jenjang yang lebih tinggi, di Kabupaten Hulu Sungai Utara terdapat empat perguruan tinggi swasta yakni STIA Amuntai, STIPER Amuntai, STAI RasyidiyahKhalidiyah dan STIQ Rasyidiyah-Khalidiyah. TABEL 4.5 Sekolah Negeri Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah Kementerian Pendidikan Nasional Di Kabupaten Hulu Sungai Utara No. Nama Sekolah Jumlah Sekolah Kelas 1. TK 3 9 2. SD 180 1.184 3. SMP 28 163 4. SMA 4 58 5. SMK 3 35 218 1.438 Jumlah Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010 Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa SD Negeri merupakan lembaga pendidikan berstatus Negeri di bawah Kementerian Pendidikan Nasional yang paling banyak terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Utara yakni 180 buah dengan jumlah kelas sebanyak 1.184 buah. Adapun TK Negeri dan SMK Negeri merupakan lembaga pendidikan berstatus Negeri yang diketahui jumlahnya paling sedikit yakni masing-masing 3 buah. Akan tetapi, dalam hal jumlah kelas maka TK Negeri adalah merupakan lembaga pendidikan yang berstatus Negeri di bawah Kementerian Pendidikan Nasional yang memiliki jumlah kelas paling sedikit. TABEL 4.6 Sekolah Swasta Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah Koordinasi Kementerian Pendidikan Nasional Di Kabupaten Hulu Sungai Utara No. Nama Sekolah Jumlah Sekolah Kelas 1. TK 82 167 2. SD 5 32 3. SMP 2 8 4. SMA 1 3 5. SMK - - 90 210 Jumlah Dari tabel di atas, terlihat bahwa TK Swasta merupakan lembaga pendidikan berstatus swasta di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan Nasional yang jumlahnya paling banyak di Kabupaten Hulu Sungai Utara atau 82 buah dengan jumlah kelas 167 buah. Sebaliknya, SMA Swasta merupakan lembaga pendidikan berstatus Swasta yang jumlahnya paling sedikit atau 1 buah dengan jumlah kelas 3 buah. TABEL 4.7 Sekolah Negeri Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah Kementerian Agama Di Kabupaten Hulu Sungai Utara No. Nama Sekolah Jumlah Sekolah Kelas 1. TK/RA/BA - - 2. MI 28 210 3. MTs 6 77 4. MA 5 55 39 342 Jumlah Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010 Berdasarkan tabel di atas, diketahui MI Negeri merupakan lembaga pendidikan berstatus Negeri di bawah Kementerian Agama yang paling banyak di Kabupaten Hulu Sungai Utara yakni 28 buah dengan jumlah kelas 210 buah. Sebaliknya, MA Negeri merupakan lembaga pendidikan berstatus Negeri yang paling sedikit yakni 5 buah dengan jumlah kelas 55 buah. TABEL 4.8 Sekolah Swasta Menurut Tingkat Pendidikan Di Bawah Kementerian Agama Di Kabupaten Hulu Sungai Utara No. Nama Sekolah Jumlah Sekolah Kelas 1. TK/RA/BA 62 129 2. MI 52 337 3. MTs 23 113 4. MA 10 60 147 639 Jumlah Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka, 2010 Dari tabel di atas, diketahui bahwa TKRA/BA Swasta merupakan lembaga pendidikan berstatus Swasta di bawah Kementerian Agama yang paling banyak terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Utara yakni berjumlah 62 buah. Sementara itu MA Swasta diketahui merupakan lembaga pendidikan berstatus Swasta yang jumlahnya paling sedikit yakni sebanyak 10 buah. Apabila diilihat dari jumlah kelas, maka MI Swasta merupakan lembaga pendidikan berstatus Swasta di bawah Kementerian Agama di Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan jumlah kelas paling banyak yakni sebanyak 337 buah. Adapun MA Swasta merupakan lembaga pendidikan berstatus swasta dengan jumlah kelas paling sedikit yakni sebanyak 60 buah. c. Kesehatan Kesehatan merupakan salah satu bidang pembangunan strategis yang menjadi pusat perhatian pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah daerah mengupayakan pembangunan infrastruktur dan penyediaan tenaga medis serta perangkat penunjang kesehatan lainnya di berbagai wilayah kecamatan khususnya di tingkat desa/kelurahan. Hal ini ditempuh tidak lain agar kesehatan warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat terjamin atau terjangkau oleh pemerintah. TABEL 4.9 Banyaknya Paramedis Setiap Kecamatan Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara No. Kecamatan Perawat Bidan Dukun Beranak 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Danau Panggang Paminggir Babirik Sungai Pandan Sungai Tabukan Amuntai Selatan Amuntai Tengah 8 5 6 13 10 12 83 10 6 11 23 9 19 32 11 1 11 11 11 18 11 8. 9. 10. Banjang Amuntai Utara Haur Gading 9 13 10 14 18 9 11 11 4 Jumlah 169 151 141 Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka,2010 Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa paramedis dalam hal ini perawat dan bidan di Kabupaten Hulu Sungai Utara paling banyak terdapat di Kecamatan Amuntai Tengah yakni perawat sebanyak 83 orang dan bidan sebanyak 32 orang. Sementara itu, dukun beranak terbanyak diketahui terdapat di Kecamatan Amuntai Selatan dengan jumlah 18 orang. Sebaliknya perawat, bidan, dan dukun beranak paling sedikit diketahui terdapat di Kecamatan Paminggir yang terletak jauh dari pusat kota di mana perawat tercatat 5 orang, bidan sebanyak 6 orang, dan dukun beranak sebanyak 1 orang. TABEL 4.10 Banyaknya Sarana Kesehatan Setiap Kecamatan Tahun 2009 Di Kabupaten Hulu Sungai Utara No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kecamatan Danau Panggang Paminggir Babirik Sungai Pandan Sungai Tabukan Amuntai Selatan Amuntai Tengah Banjang Amuntai Utara Haur Gading Jumlah Puskesmas Puskesmas Polindes Poskesdes Lokal Pembantu 1 1 1 1 2 1 4 3 1 3 1 7 1 4 5 9 1 2 4 4 1 4 3 5 2 5 - 5 1 4 3 8 2 2 7 8 1 3 3 6 13 32 30 54 Sumber : Kab. Hulu Sungai Utara Dalam Angka,2010 Dari tabel di atas, terlihat bahwa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Puskesmas Lokal paling banyak terdapat di Kecamatan Paminggir, Kecamatan Amuntai Tengah, dan Kecamatan Amuntai Utara yakni masing-masing sebanyak 2 buah sedangkan di Kecamatan-Kecamatan lainnya merata hanya terdapat 1 buah Puskesmas Lokal. Berikutnya, Puskesmas Pembantu di Kabupaten Hulu Sungai Utara terungkap paling banyak atau 5 buah terdapat di Kecamatan Amuntai Tengah dan paling sedikit atau hanya 1 buah terdapat di Kecamatan Danau Panggang. Sementara itu, di Kabupaten Hulu Sungai Utara Polindes diketahui paling banyak terdapat di Kecamatan Amuntai Utara yakni 7 buah sedangkan Kecamatan Amuntai Tengah diketahui tidak mempunyai satupun Polindes di wilayahnya. Adapun Poskesdes paling banyak di Kabupaten Hulu Sungai Utara terdapat di Kecamatan Sungai Pandang yang berjumlah 9 buah sedangkan Poskesdes paling sedikit terdapat di dua Kecamatan yakni Kecamatan Danau Panggang dan Kecamatan Paminggir dengan jumlah masing-masing 1 buah. B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Fenomena Melek Politik Masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara a. Pengetahuan Politik Pengetahuan politik menunjukkan salah satu hal yang dapat menunjukkan tingkat pemahaman warga masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara terutama dalam konteks Pemilu yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, baik Pemilu Legislatif maupun Eksekutif. Untuk itu perlu pemaknaan yang benar akan istilah politik. 1). Makna Politik Secara literal, istilah politik bukanlah istilah yang baru dalam sejarah peradaban manusia karena ia merupakan salah satu naluri yang hidup dalam setiap jenis makhluk hidup. Politik dalam konteks suatu negara tentu tidak bisa dilepaskan dalam koridor negara kesejahteraan (welfare state) di mana politik memberi warna terhadap tumbuhkembangnya suatu negara yang berimbas pada tingkat kesejahteraan masyarakat dan pada awalnya diwujudkan dari kebijakan elit politik. Istilah politik bagi warga masyarakat tentu menimbulkan pemahaman yang beranekaragam tergantung dari perspektif atau sudut pandang. H. Amir Husin Zamzam, seorang pensiunan PNS dan Pengurus PWRI ( Persatuan Wredhatama RI) Kabupaten Hulu Sungai Utara mengatakan : “Politik itu untuk mencapai kedudukan/kekuasaan, sehingga dpat menemukan hubungan untuk menentukan perbaikan-perbaikan di segala bidang kehidupan dan kenegaraan” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Drs. H. Barkati.HB,MM, seorang wiraswastawan yang berlatarbelakang organisasi KONI, Gepensi, Hipmi, dan Kadin menjelaskan : “Politik sebenarnya membawa kemakmuran, sarana tertinggi masyarakat menentukan arah suatu bangsa tetapi anggapan masyarakat sering dianggap dengan kotor/perebutan kekuasaan” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Jumadi,S.AP,MT, PNS/Kabag Pemerintahan Setda Hulu Sungai Utara, memaparkan : “Politik itu suatu kegiatan pencapaian kegiatan untuk mencapai tujuan/kekuasaan dalam pemerintahan legislatif/eksekutif” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Komentar bernada serupa disampaikan H. Sarmadi,Lc, S.Pd.I, salah satu anggota MUI Kabupaten Hulu Sungai Utara : “Politik itu bermakna mengatur dan menggerakkan segala macam masukan masyarakat”(Hasil wawancara,Agustus 2015) Adapun Masnah, salah seorang Kepala Desa perempuan di Kecamatan Amuntai Selatan menyatakan : “Suatu tatanan berpolitik berinteraksi dengan masyarakat untuk mencapai tujuan (partai,kelompok/organisasi)” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Hj. Emma Jijah, seorang pensiunan PNS, Pengurus DPC IWAPI Kabupaten Hulu Sungai Utara dan juga Mawardi, seorang wiraswastawan menandaskan hal yang sama sebagai berikut : “Politik adalah kumpulan orang untuk mencapai tujuan” (Hasil wawancara,Agustus 2015). Tak jauh berbeda pandangan Ahmad Nawawi Abdurrauf, M.Pd, seorang PNS Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara. Beliau menyatakan : “Politik itu strategi untuk mensejahterakan rakyat, bukan golongan/kelompok semata. Berpolitik merupakan hak setiap warga negara, maka jadikan politik sebagai alat bukan tujuan” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Di beberapa tempat strategis menjelang Pemilu biasanya ditempatkan baliho besar dalam upaya mengenalkan warga masyarakat tentang apa itu politik terutama terkait pemilu walaupun memang tidak besar pengaruhnya karena baliho bersifat komunikasi sepihak. Tak heran muncul makna politik yang buruk muncul di tengah warga masyarakat. Pendapat lainnya disampaikan Hendra Royadi,A.Md, seorang wiraswastawan dan penggiat Yayasan Sanggar Air sebagai berikut : “Politik adalah suatu seni yang penuh warna-warni di masyarakat saling mengangkat dan saling menjatuhkan”(Hasil wawancara, Agustus 2015) Mesransyah, seorang wiraswastawan dan Ketua Gapoktan Desa Patarikan Kecamatan Banjang menyebutkan : “Politik itu jahat” (Hasil wawancara,Agustus 2015). Hampir sama dengan komentar pendek H. Yadi Elhamy, S,HI, MM, Ketua DPD KNPI Kabupaten Hulu Sungai Utara bahwa : “Politik itu adalah bicara tentang kekuasaan” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Aulia Rahim, S.Sos, seorang karyawan Telkomsel menjelaskan : “Politik itu elastis, kadang dilihat dari sisi buruknya memandang tidak jauh dari uang ...” (Hasil wawancara,Agustus 2015) Seorang pekerja serabutan bernama Adi Saputra, memaknai politik dalam ruang lingkup individual. Ia mengatakan : “Politik itu sesuatu yang menguntungkan bagi pribadi” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Senada dengan itu, Abdullah, seorang pekerja serabutan menegaskan sebagai berikut : “Terserah pelaksana politik” (Hasil wawancara,Agustus 2015). Tidak heran apabila Syahrian, seorang pengrajin memyatakan dengan lugas : “Politik itu tentang partai, memilih caleg, presiden atau kepada daerah (bupati)” (Hasil wawancara,Agustus 2015) Ipah, 29 tahun, seorang petani yang berdomisili di Jl.Bihman Villa menuturkan : “Politik adalah memilih pemimpin yang lebih baik untuk negara/bangsa” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Drs.H.Jahri,M.AP, PNS/Kabag Kesra Setda Kabupaten Hulu Sungai Utara yang juga merupakan Ketua Karang Taruna Kabupaten Hulu Sungai Utara memaparkan : “Politik adalah suatu kebijakan dan program yang terlihat dibuat untuk mensejahterakan rakyat” (Hasil wawancara, Agustus 2015) M. Ilhami, seorang pedagang sepeda mengutarakan pandangannya : “Politik itu urusan negara yang di dalamnya ada pejabat dan pegawai pemerintah” (Hasil wawancara,Agustus 2015) Rolly, salah seorang Satpam di STIA Amuntai pun menuturkan : “Politik itu adalah diskusi dengan sesama” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Bahkan, Surati, seorang peternak secara spontan menyatakan : “Saya kurang paham apa itu politik” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Dari sejumlah informasi di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar warga masyarakat memberikan makna terhadap istilah politik di luar makna politik yang sesungguhnya bernilai filosofis itu. Dengan kata lain, sebagian besar dari mereka cenderung tak sepenuhnya memahami makna yang terkandung dalam istilah politik walaupun pada kenyataannya istilah tersebut sangat familiar di ruang dengar warga masyarakat. 2). Pemilihan Umum Manakala istilah politik diketengahkan, maka salah satu aspek yang seringkali muncul adalah menyangkut pemilihan umum terutama di negara-negara yang menganut demokrasi seperti halnya di Indonesia, baik demokrasi yang bersifat langsung maupun perwakilan. Pemilu di negara-negara tersebut merupakan sebuah perwujudan demokratisasi yang mendasar di mana setiap individu memiliki kebebasan politik untuk menentukan orientasi politik di suatu negara. Mengenai pemilu sebagai salah satu agenda politik di negara demokrasi, banyak informan seperti H. Sarmadi,Lc, S.Pd.I, Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd, H.Yadi Ilhami, S.HI,MH, Hendra Royadi,A.Md, Ipah, Masnah Abdullah, Surati Mawardi, Hj.Emma Jijah, Syahrian, Rolly dan Mesransyah memberikan jawaban yang relatif sama bahwa : “Pemilu adalah merupakan sarana memilih pemimpin” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Di kesempatan lain Drs. H. Barkati.HB,MM secara filosofis menyebutkan : “Pemilu merupakan sarana tertinggi masyarakat menentukan arah suatu bangsa” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Apa yang disampaikan di atas sesuai dengan pandangan Surbakti (1999:179) di mana salah satu tujuan dari pemilu adalah sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum. Pernyataan lainnya disampaikan oleh H.Amir Husin ZamZam sebagai berikut : “Pemilu merupakan salah satu sarana dalam demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat” (Hasil wawancara,Agustus 2015). Hampir sama, Jumadi,S.AP,MT, seorang PNS di Setda Kabupaten Hulu Sungai Utara mengutarakan : “Pemilu adalah suatu proses memberikan hak demokrasi kepada masyarakat untuk menentukan hak politiknya” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Pendapat yang dikemukakan di atas sejalan dengan pandangan Sanit (Pito,2006:308) bahwa pemilu di antaranya bertujuan untuk melaksanakan kedaulatan rakyat yang menjamin kepentingan semua golongan. Pendapat lainnya yang kurang lebih bermakna sama dikemukakan Drs.H.Jahri,M.AP, Adi Saputra, dan M.Ilhami di mana mereka menyatakan : “Pemilu adalah sarana menyalurkan aspirasi” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Adapun Aulia Rahim,S.Sos memberikan pandangan yang serupa namun lebih terkesan kritis sebagai berikut : “Pemilu adalah cara suatu bangsa/daerah untuk menyaring orangorang yang mampu memiliki kepemimpinan yang baik, cepat berpikir dan tanggap terhadap permasalahan masyarakat” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Harapan di atas tidak terpaut jauh dari apa yang dikatakan Sanit (Pito,2006:308) bahwa di antara tujuan pemilu adalah sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di mana aspirasi masyarakat diamanahkan kepada para elit politik yang terpilih selain sebagai sarana pendidikan politik bagi rakyat melalui partisipasi dalam pemilu. Sedangkan menyangkut aneka ragam jenis pemilu di negara demokrasi terutama di Indonesia, Aulia Rahim, S.Sos dan M. Ilhami menyatakan : “Pemilu di Indonesia ada dua yakni pemilu legislatif dan eksekutif” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Jumadi,S.Ap,MT, menambahkan : “Pemilu di Indonesia ada pemilu legislatif, eksekutif dengan tataran ada dua yakni Pemilu (tingkat) pusat dan daerah” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Tidak jauh berbeda, Drs. H. Barkati.HB,MM, menjelaskan : “Pemilu di Indonesia ada Pemilu legislatif, eksekutif, dan sekarang termasuk pemilihan kepada Desa” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Untuk kepentingan penyelenggaraan pemilu, KPU Kabupaten Hulu Sungai Utara, Panwaslu Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan pihak-pihak terkait lain biasanya menyampaikan perihal pemilu melalui berbagai media, baik baliho, poster, hingga melalui siaran TV pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Namun begitu, sebagian informan lainnya seperti Drs.H.Jahri,M.AP, H. Sarmadi,Lc.S.Pd.I, H. Yadi Elhamy, S,HI, MM, Hendra Royadi, Adi Saputera, Masnah, Abdullah, Ipah, Surati, Mawardi, Hj. Emma Jijah, dan Syahrian memberikan pendapat yang terperinci sebagai berikut : “Pemilu di Indonesia terdiri atas Pemilihan presiden dan wakil Presiden, DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Secara lebih lengkap, H. Amir Husin Zamzam kemudian menjelaskan : “Pemilu di Indonesia terdiri atas pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR RI/DPRD I /DPRD II, Pemilihan anggota DPRD, Pemilihan kepada daerah (gubernur/wakil gubernur, Bupati/wakil bupati) (Hasil wawancara, Agustus 2015). Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa secara mendasar warga masyarakat di seputar Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara nampaknya telah mengetahui berbagai macam pemilu yang diselenggarakan di Indonesia terutama di era reformasi dewasa ini. 3). Pemilu dan Pembangunan Daerah Dalam kaitannya dengan pembangunan daerah, pemilu sesungguhnya merupakan entry point bagi setiap kontestan pemilu untuk mengabdikan dirinya bagi pembangunan bangsa dan negara termasuk daerah di era desentralistik sekarang ini bilamana mereka terpilih. Dengan kata lain, hasil pemilu akan sangat menentukan terhadap proses pembangunan yang berarti pula menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Menyikapi hal tersebut, pendapat singkat dikemukakan Adi Saputra dan Mawardi. Mereka berucap sama : “Ada hubungannya antara pemilu dengan pembangunan daerah”. (Hasil wawancara, Agustus 2015). Adapun Mesransyah menyatakan : “Pemilu memiliki keterkaitan dengan pembangunan daerah karena pemilu membuka kesempatan kepada calon yang terpilih untuk memajukan daerahnya” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Pendapat serupa dikemukakan H. Sarmadi,Lc.S.Pd.I bahwasanya : “Dipastikan ada dampak yang ditimbul dari hasil pemilu terutama dari segi ekonomi, maka yang diharapkan orang-orang propesional yang menduduki jabatan ini” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Hj. Emma Jijah turut menyampaikan harapannya sebagai berikut : “Dengan terpilihnya presiden/kepala daerah semua program pembangunan terlaksana dan terpilihnya anggota legislatif anggaran, pengawasan pembangunan terlaksana” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Harapan yang begitu besar diamanahkan kepada setiap calon terpilih baik di legislatif maupun eksekutif, di pusat/daerah semuanya tentu di samping membawa implikasi politis, ekonomi, dan lainnya tentu juga membawa implikasi moral sebab dalam pandangan demokrasi, ada etika politik yang mesti ditunaikan sebagai bentuk akuntabilitas. Drs.H.Jahri, M.AP, H. Amir Husin Zamzam dan Drs.H. Barkati,MM, M.Ilhami, menyampaikan unek-uneknya berikut ini : “Hubungan antara hasil pemilu dengan pembangunan daerah pasti ada, yang ditentukan dan sesuai dengan visi-misi dan program serta janji-janji yang perlu direalisasi” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Pendapat lebih kritis disampaikan oleh beberapa orang seperti Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd, yakni : “Ada hubungannya tetapi ini relatif, tergantung niat dan kesungguhan pemimpin yang terpilih, yang terpenting para pemangku kebijakan harus memiliki visi-misi membangun masyarakat” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Jumadi,S.Ap,MT dan Ipah sama-sama ikut menimpali. Mereka menyatakan : “Pemilu tentu ada hubungannya dengan pembangunan daerah karena ditentukan oleh kepala daerah, tidak terlepas dari mutu kepada daerah, kalau terhasilkan kepada daerah jelek, jelek juga kebijakannya, kalau terpilih yang bagus, bagus juga kebijakannya. (Hasil wawancara, Agustus 2015). Relatif sama pandangan yang dinyatakan H.Yadi Ilhami,MH di bawah ini : “Ada kaitannya,hasil pemilu menentukan pembangunan daerah, dan yang lebih urgen pada SDM-nya karena bila salah pilih tentu salah arah pembangunan (Hasil wawancara, Agustus 2015). Secara lebih tegas, Aulia Rahim, S.Sos memberikan pernyataan yang kiranya lebih merupakan suatu penilaian sebagai berikut : “Ada kaitannya, tetapi selama ini masih tidak sesuai dengan janjijanji pertama saat mencalonkan diri” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Di balik beberapa pendapat di atas, ditemui pula beberapa orang yang menyatakan ketidaktahuannya/ ketidakmengertiannya di antaranya Hendra Royadi,A.Md, Masnah, Abdullah, Surati, dan Syahrian. Mereka pun sama-sama memberikan jawaban singkat : “Tidak tahu” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Berdasarkan data di atas, dapatlah kiranya dipahami bahwa sebagian besar warga masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah tidak mengerti urgensi pemilu bagi pembangunan daerah/bangsa yang pada gilirannya turut membawa dampak pada kesejahteraan mereka sendiri. Dengan kata lain, warga masyarakat cenderung mengikuti pemilu namun tidak memahami apa yang menjadi orientasi mendasar suatu pemilu. Oleh karena itulah, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan politik warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara pada umumnya masih rendah terutama mereka yang berpendidikan menengah ke bawah. Hal ini terlihat dari pemahaman mereka akan makna politik, pemilu, dan juga relevansi pemilu terhadap pembangunan daerah. Realitas yang tergambar di atas secara prinsipil bertentangan dengan maksud pengetahuan politik yang dikutip Bochel (http//: www.google.com, diakses 5 Juli 2015) dalam upaya pendidikan politik. kewarganegaraan bagi peningkatan angka melek Sejalan dengan hal tersebut, Crick (http//:www. google.com, diakses 7 Juli 2015) justru lebih melihat melek politik menyangkut pemahaman tentang konsep-konsep, even-even, serta hak-hak politik yang berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari. b. Partisipasi Politik Perwujudan dari kedaulatan politik warga masyarakat biasanya mudah dilihat dari sejauh mana partisipasi mereka dalam berbagai aktivitas politik, baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Partisipasi politik sendiri bisa dilakukan dalam berbagai bentuk seperti menjadi pengurus ormas/orsospol, kelompok kepentingan/penekan turut terlibat dalam penggalangan opini publik, dan lain sebagainya. 1). Keterlibatan warga dalam kelembagaan suatu ormas/parpol Kelembagaan ormas/parpol adalah sarana kelembagaan bagi aktualisasi politik warga masyarakat dalam iklim demokrasi. Sebagai bagian dari infrastruktur politik, maka parpol, kelompok kepentingan/penekan, dan opini publik adalah suatu instrumen bagi warga masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya. Drs. H. Barkati.HB,MM dalam suatu kesempatan memberikan pendapatnya : “Saya pernah berorganisasi dalam kepengurusan parpol sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi masyarakat atau kader sehingga nanti kalau terpilih bisa menyalurkan aspirasi rakyat” (Hasil wawancara, Agustus 2015) H.Amir Husin Zam-Zam pun memberikan jawaban sama : “Saya pernah terlibat dalam kepengurusan ormas/parpol, karena sebagai pegawasi negeri dan anggota Korpri (dulu) wajib menjadi anggota Golkar dan saya pernah menjabat sebagai Sekretaris DPD Golkar Dati II Hulu Sungai Utara selama dua periode” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Pernyataan lainnya disampaikan di antaranya oleh Hendra Royadi,A.Md. Ia menyatakan : “Saya pernah terlibat dalam organisasi semacam itu, tetapi saya mengundurkan diri karena banyak kejanggalan, hati dan pikiran, akal, logika tidak menerima atas kebohongan kepada publik” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Bagi warga masyarakat yang berstatus PNS di masa sekarang ada ketentuan bahwa netralitas PNS itu adalah suatu keharusan. Sehubungan dengan hal ini Jumadi, S.AP,MT dan Hj.Emma Jijah menuturkan sebagai berikut : “Tidak ikut terlibat, karena memang ketentuannya PNS tidak boleh (netral)” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Partisipasi politik yang dapat digalang melalui keanggotaan suatu parpol, kelompok kepentingan/penekan seperti misalnya ormas NU dan Muhammadiyah yang memiliki basis massa tradisional di Kabupaten Hulu Sungai Utara ataupun penyampaian aspirasi lewat opini publik. Mesransyah mengungkapkan tanggapannya terkait kepengurusan ormas/parpol : “Saya tertarik masuk dalam kepengurusan parpol PKB karena di sana banyak ulamanya” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Namun demikian, bagi masyarakat golongan informal lainnya justru diperoleh jawaban yang berbeda. Syahrian menyatakan : Saya tidak berminat karena saya merasa tidak mahir” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Mawardi mengemukakan hal yang sama dengan Syahrian. Ia berucap : “Saya tidak berminat karena saya tidak paham” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Sedangkan Masnah, Abdullah, Adi Saputra, dan M. Ilhami menegaskan ketidaktertarikannya sebagai berikut : “Saya tidak berminat/tidak tertarik dengan keanggotaan seperti itu” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Di lain pihak Ipah menyatakan : “Saya tidak (berminat) mengikutinya karena saya sibuk bertani, lagipula sekolah saya tidak tinggi” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd pun menjelaskan ketidaktertarikannya berikut ini : “Saya tidak tertarik, selain PNS, juga ikut ormas/parpol bukan jiwa saya” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa warga masyarakat di seputar Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara yang pada umumnya bermatapencaharian di sektor informal tidak tertarik untuk ikut terlibat dalam aktivitas politik baik dalam kepengurusan suatu parpol, kelompok kepentingan/penekan, dan opini publik. 2). Keterlibatan Dalam Penyelenggaraan Pemilu Pemilu yang diadakan secara rutin dalam kurun waktu tertentu di dalam suatu negara demokrasi menduduki peran penting bagi pelaksanaan kedaulatan rakyat secara langsung, bebas, dan rahasia. Di Indonesia pemilu dapat berbentuk pemilihan legislatif maupun eksekutif, baik di tingkat nasional, propinsi, hingga kabupaten/kota. Suatu pemilu dapat dikatakan berlangsung demokratis bilamana rakyat memberikan suaranya tanpa ada tekanan atau paksaan. Dalam hal keterlibatan dalam penyelenggaraan pemilu, mayoritas informan menyatakan hal yang sama di mana Drs.H.Jahri,M.AP, Drs. H. Barkati.HB,MM, Jumadi,S.Ap,MT, H. Yadi Elhamy, S,HI, MM, Ahmad Nawawi Abdurrauf, M.Pd, H.Amir Husin Zam-Zam, H. Sarmadi,Lc.S.Pd.I, Aulia Rahim,S.Sos, Hendra Royadi, A.Md, Ipah, Masnah, Abdullah, Surati, Mawardi, Hj. Emma Jijah, dan Syahrian, Mesransyah, dan Rolly mengungkapkan pernyataan serupa : “Dalam setiap pemilu yang diselenggarakan pemerintah, saya selalu ikut memberikan hak suara/ memilih” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Sedangkan M.Ilhami menyebutkan bahwa : “Dalam pemilu saya ikut memilih namun pernah 1 kali golput saat pemilihan Gubernur Kalsel 2010 lalu” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Berbagai pernyataan tersebut di atas nampaknya sejalan dengan pendapat Schroder (Pito,2006:387) di mana, hak pemilih merupakan dasar keikutsertaan dalam pemilu di mana setiap manipulasi atas hak pilih ini ada alasan serta akibat yang khusus. Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, dari pemilihan umum Bupati/Wakil Bupati tahun 2012 diketahui dari 163.655 pemilih hanya sekitar 111.743 atau 68 % pemilih yang datang ke TPS memberikan hak suaranya. Jumlah ini sudah merupakan akumulasi dari suara sah sebesar 105.595 dan suara tidak sah sebesar 6.148. Bandingkan misalnya dengan pemilihan anggota DPD tahun 2014 di empat daerah pemilihan di mana pemilih yang memberikan hak suaranya sebesar 127.570 terdiri atas suara sah 97.421 dan suara tidak sah sebanyak 30.149. Tidak jauh berbeda dengan pemilihan legislatif di tingkat DPR di mana diperoleh jumlah suara pemilih hadir ke TPS sebesar 108.489, di tingkat DPRD Propinsi Kalimantan Selatan jumlah suara pemilih yang memberikan hak suara sebanyak 108.826, dan di tingkat DPRD Kabupaten Hulu Sungai Utara sejumlah 120.805 suara pemilih (Data KPUD HSU,2012 dan 2014). Sebelum penyelenggaraan pemilu, biasanya dilakukan pencatatan daftar pemilih berdasarkan kriteria kepemilikan KTP, domisili dan lain sebagainya untuk kemudian diverifikasi sebelum akhirnya dicetak undangan dan dilakukan pemungutan suara di berbagai TPS termasuk di luar negeri bahkan di Rumah Sakit, Lembaga Pemasyarakatan dan lain-lain. Bertolakbelakang dengan hal tersebut, Adi Saputra menuturkan : “Saya malah tidak pernah ikut mencoblos karena tidak terdaftar padahal sudah cukup umur karena sudah 26 tahun tapi saya hanya berdiam diri tanpa mencari informasi agar dapat ikut memilih” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Dari data di atas, diketahui bahwa keterlibatan warga masyarakat di seputar Kota Amuntai dalam penyelenggaraan pemilu untuk menyalurkan hak suaranya pada umumnya sudah bagus karena mereka bersedia untuk memberikan hak suaranya kepada calon tertentu yang diyakini dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Seperti ditandaskan Sanit (Pito,2006:308), salah satu tujuan pemilu adalah pendidikan politik bagi rakyat melalui partisipasi dalam pemilu. Namun demikian, dalam hal partisipasi politik ini diperoleh kesimpulan bahwa partisipasi politik warga masyarakat tersebut secara aktif barulah sebatas dalam tahapan pemungutan suara padahal kehidupan politik tidak hanya bergantung pada satu aktivitas penyelenggaraan pemilu saja, karena di luar itu masih ada ruang partisipasi seperti misalnya melakukan kontrol terhadap kinerja eksekutif/legislatif. Realitas sebagaimana diperoleh di atas bertolakbelakang dengan maksud partisipasi politik yang dikutip Bochel (http//: www.google.com, diakses 5 Juli 2015) dalam upaya membangun relevansi politik dalam bingkai kewarganegaraan. Atau sebagaimana dijelaskan lebih lanjut oleh Crick (http//:www. google.com, diakses 7 Juli 2015) di mana melek politik sendiri menyangkut pemahaman tentang konsep-konsep, even-even, serta hak-hak politik yang berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari. c. Minat Politik Setiap makhluk hidup terlahir dengan memiliki naluri politik (zoon politicon) sebagaimana disitir Aristoteles. Dalam bahasa sederhana, politik mengajarkan kepada manusia bagaimana struggle for life pada awalnya namun pada gilirannya bisa menembus batas hingga merambah struggle for power. Tentu selalu ada kepentingan dibalik aksi politik yang dilakukan. 1). Ketertarikan Terhadap Dunia Politik Praktis Untuk mengetahui gambaran melek politik warga masyarakat di seputar Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, minat politik warga masyarakat perlu digali lebih jauh termasuk persepsi mereka terhadap dunia politik. Drs. H. Barkati.HB,MM mengatakan ketertarikannya dengan dunia politik. Beliau beralasan : “Saya tertarik dengan dunia politik dengan tujuan untuk memperjuangkan keadaan masyarakat melalui sarana keanggotaan parpol” (Hasil wawancara, Agustus 2015) Dengan maksud sama, Mesransyah memberikan pendapatnya sebagai berikut : “Saya tertarik dengan dunia politik karena panggilan hati untuk memperjuangkan agama di PKB yang merupakan parpol Islam di mana banyak ulama di dalamnya sehingga saya mau ditunjuk sebagai Ketua PAC PKB Kecamatan Banjang” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Pendapat serupa disampaikan Jumadi,S.AP,MT berikut ini : “Saya tertarik, karena politik adalah proses menuju kesempatan dalam berkuasa (mengelola negara)” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Pernyataan lainnya diungkapkan oleh Drs.H.Jahri,M.AP di mana beliau mengatakan : “Saya tertarik dengan dunia politik karena memang saya suka berorganisasi apalagi di dunia politik” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Selain dari tujuan kolektif dan latarbelakang organisasi seperti dikemukakan di atas, beberapa informan seperti Aulia Rahim,S.Sos, Mawardi, dan Syahrian secara jujur menyatakan ketertarikannya terhadap dunia politik. Secara terpisah, mereka mengatakan : “Saya tertarik dengan dunia politik tentunya untuk menambah wawasan ilmu politik, sekaligus pengalaman dalam menyalurkan aspirasi rakyat” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Adapun ketertarikan H. Yadi Elhamy, S,HI, MH nampaknya lebih kepada output pemilu di mana ia menjelaskan : “Saya tertarik dengan dunia politik (praktis) karena produk UU di Indonesia adalah produk politik” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Segala pernyataan positif di atas ternyata tidak serta merta diiyakan oleh beberapa pihak padahal keikutsertaan dalam dunia politik praktis tentunya tidak mesti terlibat dalam suatu organisasi partai politik atau underbouw-nya, melainkan juga dapat melalui ormas baik yang bersifat kelompok kepentingan maupun kelompok penekan atau bahkan yang lebih massif dalam bentuk opini publik. Di waktu berbeda, seperti M.Ilhami, Adi Saputera, dan Ipah secara singkat dan tanpa alasan mereka menuturkan : “Saya tidak (tertarik dengan dunia politik)” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Tak berbeda jauh pernyataan Abdullah. Mereka secara terpisah menyatakan : “Saya tidak tertarik dengan dunia politik itu, bikin pusing kepala” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Masnah turut menambahkan : “Saya tidak tertarik dengan dunia politik, penuh tipu muslihat, bikin pusing kepala ” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Selebihnya, Surati dan Rolly menjelaskan : “Saya tidak tertarik dengan dunia politik karena saya tidak mengerti” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Ketidaktarikan terhadap aktivitas di dunia politik juga ditegaskan oleh H. Sarmadi,Lc.S.Pd.I dan Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd. H.Sarmadi,Lc,S.Pd.I menandaskan bahwa : “Saya tidak tertarik, karena menurut saya politik sekarang tidak bersih, banyak kebohongan tidak benar-benar untuk bangsa dan masyarakat” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Dengan kalimat berbeda namun bermaksud relatif sama, Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd beranggapan : “Saya tidak tertarik, jikapun ikut juga harus dipikirkan matang matang untung rugi didunia dan di akhirat” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Hendra Royadi,A.Md menambahkan penilaiannya tentang aktivitas di dunia politik sebagai berikut : “Saya tidak tertarik, saya adalah orang lapangan yang selalu bergerak untuk kemajuan usaha/swasta dan kesenian disamping senang dengan keindahan dan keramahan tanpa hiruk pikuk yang kejam (seperti di dunia politik)” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Menyimak data di atas, dapat dipahami bahwa sebagian warga masyarakat di seputar Kabupaten Hulu Sungai Utara menganggap dunia politik dengan penilaian yang positif dengan keyakinannya masing-masing. Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa sebagian warga masyarakat lainnya justru menilai secara apriori (negatif) terhadap aktivitas di dunia politik dengan berbagai alasan yang terkesan individual. 2). Ketertarikan Sebagai Peserta/Kontestan Pemilu Pemilu seringkali ‘menggoda’ banyak orang untuk ikut mencalonkan diri sebagai peserta/kontestan. Betapa tidak, bilamana terpilih maka ia akan dikelilingi dengan berbagai fasilitas selaku salah satu pejabat negara/daerah. Segala materi dan bentuk penghormatan akan tersemat di dirinya sehingga menambah kepercayaan diri dan wibawa di depan khalayak ramai. Drs. H. Barkati.HB,MM dan Jumadi,S.AP, MT secara tegas menyatakan minatnya apabila seandainya terbuka kesempatan. Beliau mengutarakan : “Saya berminat untuk menjadi salah satu kontestan pemilu karena saya ingin memperjuangkan aspirasi masyarakat yang belum terlaksana untuk kemakmuran rakyat” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Bahkan Drs.H.Jahri, M.AP secara lugas menyampaikan ketertarikannya untuk menjadi calon wakil bupati bilamana ada kesempatan. “Ya saya berminat ingin jadi cawabup karena ingin memberikan aspirasi terhadap warga untuk membangun desa dan memperjuangkan masyarakat di daerah” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Namun demikian, di luar mereka ternyata masih banyak warga masyarakat yang memandang miring dengan anggapan kompetisi di dunia politik itu perlu dana yang tidak murah dan juga tidak mudah untuk diterabas. Di lingkungan masyarakat sudah bukan rahasia umum apabila pemberian uang atau sembako akan ramai apalagi menjelang penyelenggaraan pemilu. Adi Saputra, Syahrian dan Mawardi mengemukakan alasannya : “Tidak berminat karena uang untuk dibagi ke masyarakat tidak ada, ‘kan untuk menjadi peserta pemilu harus banyak duit”. (Hasil wawancara, Agustus 2015). Pendapat di atas dikuatkan lagi oleh Ahmad Nawawi Abdurrauf,M.Pd sebagai berikut : “Saya tidak tertarik karena terlalu banyak persyaratan, terutama ongkos politik yang sangat tinggi, jadi tidak usahlah berpikir ke arah tersebut” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Di balik itu, Masnah cenderung mengkaitkan dunia politik dengan latar belakang pendidikan. Ia menandaskan bahwa : “Saya tidak berminat karena saya menyadari tingkat pendidikan saya tidak tinggi” (Hasil wawancara, Agustus 2015). Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa sebagian besar warga masyarakat memiliki kecenderungan negatif terhadap penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Penilaian negatif semacam ini tentu saja akan dengan mudah meruntuhkan minat politik warga masyarakat. Realitas tersebut tentunya bertolakbelakang dengan maksud Hadenius (Pito, 2006:314) bahwa pemilu yang berkualitas adalah memenuhi kriteria keterbukaan, ketepatan dana, dan keefektifan pemilu yang tidak semuanya terwujudkan sebagaimana pandangan sebagian warga masyarakat Kota Amuntai. Selain itu, fenomena yang terjadi di atas bertentangan pula dengan maksud minat politik yang dikutip Bochel (http//: www.google.com, diakses 5 Juli 2015) terutama dalam upaya membangun relevansi politik dalam bingkai kewarganegaraan. Atau sebagaimana diungkapkan Crick (http//:www. google.com, diakses 7 Juli 2015) di mana melek politik adalah menyangkut pemahaman tentang konsep-konsep, even-even, serta hak-hak politik yang berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari. 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian menyangkut fenomena melek politik masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Pengetahuan politik warga masyarakat kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara pada umumnya relatif rendah di mana istilah politik tidak dimaknai sebagaimana arti sesungguhnya di samping ketidakpahaman relevansi antara pemilu dan pembangunan daerah. Walaupun demikian, warga masyarakat pada umumnya telah mengetahui dengan jelas berbagai macam jenis pemilu yang diselenggarakan di Indonesia. 2. Partisipasi politik warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara secara umum dapat dikatakan masih rendah karena pada umumnya mereka yang bekerja di sektor informal cenderung menghindari keterlibatan dalam aktivitas politik praktis. Dan walaupun mereka berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemilu namun mereka terkesan tidak peduli pada output pemilu yang tentunya lebih menentukan terhadap kesejahteraan masyarakat itu. 3. Minat politik warga masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara pada umumnya masih rendah karena sebagian dari mereka menilai apriori 2 terhadap aktivitas politik praktis walaupun tak dipungkiri adapula sebagian dari mereka yang menilai positif terhadap dunia politik. Terlebih lagi dalam konteks kompetisi politik yang bagi mereka sulit diterabas dan membutuhkan asupan dana tidak sedikit. B. Saran Guna meningkatkan melek politik masyarakat Kota Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara yang relatif rendah, disarankan kepada penyelenggara Pemilu di Kabupaten Hulu Sungai Utara terutama KPUD dan Panwaslu agar melakukan sosialisasi politik secara intens terhadap masyarakat luas terutama yang berada di kawasan pedesaan. Sosialisasi politik yang dimaksud sebaiknya juga menggandeng peran serta pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan dan juga kalangan perguruan tinggi di daerah.. Organisasi partai politik di daerah seyogyanya juga melakukan sosialisasi politik sebagai perwujudan salah satu fungsi partai politik terutama di kawasan-kawasan yang menjadi basis massa parpol yang bersangkutan dengan mengedepankan etika politik yang lazimnya menjadi salah satu ideologi politik parpol. DAFTAR PUSTAKA Bochel,Bugh.2015.Political Literacy. (onlen), ( http://www.google.com,diakses juli 2015) Fathurrahman,Deden dan Sobari,Wawan.2004. Pengantar Ilmu Politik. UMM.Press. Malang Kabupaten Hulu Sungai Utara Dalam Angka.2010. BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara Kariada,I made dkk.2015.Fenomena Melek Politik masyarakat Kluangkung Pada Pemilu 2014 dan Pemilukada 2012. Fisip Univ. UDAYANA dan KUPD KLUANGKUNG Surbakti,Rahlan.1999.Memahami Ilmu Politik.Grasindo.Jakarta Pito,andrianus dkk.2006.Mengenal Teori-Teori Politik.Nuansa.Bandung Suryadi,Budi.2008.Kerangka Analisis Sistem Politik Indonesia.Scripta Cendekia.Banjarbaru BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara.2010. Kabupaten HSU dalam Angka.2010 Hurairah,Abu.2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan.HUMANINORA.Bandung Sarman,Mukhtar.2002.MPS Untuk Mahasiswa.Yasiba.Banjarbaru Sugiyono,2009.Metode Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta bandung Wahyu dkk.2007.Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. FKIP Unlam.Banjarmasin