BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gigi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gigi dan mulut yang menjadi fokus penelitian utama di bidang
kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut
tersebar luas pada penduduk di dunia (Kwan, 2005). Walaupun telah dilakukan
upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut, angka penyakit gigi dan mulut
masyarakat Indonesia cenderung meningkat (Herijulianti, 2001). Berdasarkan data
yang diperoleh dari Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, diketahui
bahwa angka prevalensi penderita karies di Indonesia adalah 90,05% dan
sebanyak 96,5% untuk penderita penyakit jaringan periodontal.
Karies gigi merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan keadaan
disolusi lapisan permukaan gigi yang terjadi secara kimiawi sebagai hasil
peristiwa metabolik yang terjadi pada biofilm (plak gigi) pada permukaan gigi
(Fejerskov, 2008). Penyakit jaringan periodontal adalah suatu infeksi pada
jaringan periodontal yang mempengaruhi kondisi tulang serta jaringan pendukung
gigi. Jika tidak segera ditangani, penyakit jaringan periodontal dapat berakibat
pada timbulnya kegoyahan hingga hilangnya gigi akibat kerusakan tulang alveolar
(Obiechina, 2011).
Karies gigi dan penyakit inflamasi pada jaringan periodontal umumnya
disebabkan oleh akumulasi bakteri plak gigi (Sriyono, 2005). Plak gigi merupakan
suatu deposit bakteri dan produknya yang terbentuk dan melekat pada permukaan
1
gigi. Plak berupa biofilm, sekumpulan mikroorganisme yang melekat pada sebuah
permukaan (Kidd, 2005). Secara garis besar, komponen penyusun plak gigi dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu bakteri dan plak di antara bakteri. Bagian bakteri
menyusun 70-80% per 1 cc volume total plak gigi, sedangkan matriks interbakteri
menghuni 20-30% volume sisanya. Pembentukan plak gigi dapat terjadi dalam
waktu 1 jam setelah pembersihan gigi (Melo, 1992).
Perlekatan bakteri pada permukaan gigi merupakan proses perlekatan
tahap awal yang terjadi melalui mekanisme perlekatan spesifik dan non-spesifik.
Perlekatan
non-spesifik
terdiri dari interaksi hidrofobisitas, gaya tarik
elektrostatik, getaran atom dan molekul, gerak brown, serta penangkapan polimer
biofilm yang berinteraksi dengan kapsul bakteri. Perlekatan spesifik melibatkan
pembentukan banyak ikatan lock-and-key antara molekul komplemen bakteri
dengan permukaan gigi. Contoh faktor perlekatan spesifik adalah adhesin,
fimbriae, dan asam lipoteikoat (Todar, 2009). Bakteri menempel secara selektif
pada pelikel yang terbentuk pada proses perlekatan awal. Selanjutnya bakteri
berkumpul melalui interaksi adhesi dan kohesi spesifik yang melibatkan
komponen matriks plak dan kontak langsung sel bakteri. Bakteri yang dapat
menempel secara selektif pada pelikel antara lain, yaitu Streptococcus sanguis,
Strepococcus mitis, dan Actinomyces sp. (Rajendran, 2009).
Perlekatan awal koloni bakteri pada permukaan gigi dimulai oleh bakteri
koloni primer, contohnya S. sanguinis (Jass, 2003). Streptococcus sanguinis
merupakan bakteri prototipe yang memiliki interaksi pada platelet. Bakteri
tersebut memiliki platelet aggregation-associated protein (PAAP) yang
mengandung collagen-like epitop bakteri. PAAP tersebut berguna dalam proses
agregasi platelet (Hakenbeck, 2007). Komponen adhesin dari bakteri ini diketahui
memiliki berbagai macam mekanisme interaksi untuk membentuk koloni pada
permukaan gigi. Karakter paling baik dari adhesin pada bakteri ini adalah
kelompok antigen I/I. Streptococcus sanguinis juga menghasilkan SSP-5 dan p130
sebagai komponen protein yang berkontribusi dalam sifat hidrofobisitas sel pada
enamel. Bakteri tersebut juga memiliki suatu senyawa lektin dengan spesifisitas
lebih khusus daripada SSP-5. Senyawa tersebut berikatan dengan karbohidrat
spesifik pada musin saliva serta sel epitel bukal. Perlekatan bakteri Streptococcus
sanguinis pada pelikel saliva dapat diperkuat dengan keberadaan sIgA yang
merupakan komponen penyusun saliva (Hakenbeck, 2007). Interaksi spesifik dan
peran dari bakteri ini dalam proses perlekatan awal menjadi penentu akumulasi
dan pembentukan plak gigi.
Kontrol plak gigi secara umum dapat dilakukan dengan cara
menghilangkan plak yang terbentuk serta menghambat proses pembentukannya.
Untuk membersihkan atau menghilangkan plak yang terbentuk dapat dilakukan
dengan cara mekanik maupun kimiawi. Cara mekanik dalam melepaskan plak gigi
dapat dilakukan dengan menggunakan sikat gigi ataupun benang gigi. Larutan
klorheksidin glukonat dan minyak atsiri dapat digunakan dalam proses pelepasan
plak secara kimiawi (Cappelli, 2008). Pemahaman mekanisme perlekatan bakteri
dapat memberikan pilihan cara untuk mencegah perlekatan, kolonisasi, serta
kerusakan jaringan oleh bakteri patogen.
Komponen immunoglobulin rongga mulut adalah IgG dari cairan sulkus
gingival dan IgA dari saliva. Komponen tersebut menyusun 5-15% bagian dalam
saliva yang berperan dalam menghambat perlekatan dan kolonisasi bakteri oral
pada permukaan gigi (Schuurs, 2013). Penggantian diet dapat dilakukan untuk
menghambat perlekatan bakteri oral pada gigi. Dengan menghambat perlekatan
bakteri oral pada gigi, maka pembentukan plak gigi juga akan terhambat. (Barnett,
2005)
Setiap kebudayaan di dunia memiliki tradisi pemanfaatan tanaman obat
tradisionalnya masing-masing. Tanaman sirih hijau (Piper betle Linn) tumbuh
secara luas pada cuaca tropis lembab Asia Tenggara. Daun dari tanaman ini secara
luas sudah digunakan sebagai penyegar nafas. (Arora, 2008). Daun tanaman
tersebut juga biasa dimanfaatkan sebagai salah satu bahan obat tradisional di
Indonesia. Pemanfaatan daun sirih hijau oleh masyarakat sampai saat ini adalah
untuk obat batuk, tenggorokan, sariawan, obat keputihan, perdarahan atau
mimisan, mempercepat penyembuhan luka, mengurangi bau mulut, dan obat sakit
gigi (Suprapto, 2012).
Efek daun sirih hijau telah banyak diteliti. Bissa dkk. (2007), menjelaskan
bahwa budaya mengunyah daun sirih hijau bermanfaat dalam menjaga kesehatan
gigi dan mulut. Pada penelitian tersebut, diketahui bahwa daun sirih hijau
mengandung bahan untuk mengurangi populasi bakteri oral yang terdapat pada
rongga mulut. Menurut Moeljanto dan Mulyono (2003), minyak atsiri yang
terkandung di dalam daun sirih dapat berperan sebagai antibakteri, sedangkan
katekin dan tannin berfungsi sebagai antiseptik.
Ekstrak sirih hijau dapat mempengaruhi struktur atau morfologi bakteri
sehingga mengurangi aktifitas metabolisme normalnya. Pengamatan di bawah
SEM (Scanning Electron Microsope) menunjukkan perubahan tersebut termasuk
penurunan ukuran dan kemampuan membelah diri dari bakteri (Fathilah, 2009).
Efek ekstrak daun sirih hijau (Piper betle Linn.) mempengaruhi kemampuan
perlekatan dari S. sanguinis, S. mitis, dan Actinomyces sp. in vitro pada tahap
awal pembentukan plak gigi (Razak, 2003). Pada penelitian tersebut dijelaskan
bahwa bakteri koloni primer yang sudah melekat pada permukaan gigi dapat
dilepaskan perlekatannya oleh ekstrak daun sirih hijau. Pada penelitian lainnya,
Razak dkk (2006) menjelaskan ekstrak daun sirih hijau dengan konsentrasi 20
mg/ml dapat menghambat kemampuan hidrofobisitas bakteri S. sanguinis, S.
mitis, dan
Actinomyces
sp. in
vitro. Potensi ekstrak dalam menurunkan
hidrofobisitas bakteri sangat bermanfaat dalam mengurangi permasalahan
kesehatan gigi dan mulut (Subramani, 2013).
Proses melepaskan ikatan antara bakteri dan gigi dapat dikategorikan
proses
intervensi
pasca
kejadian,
sedangkan
proses
penghambatan
menitikberatkan pada proses prevensi sebelum perlekatan terjadi (Fletcher, 1996
dan Subramani, 2013). Dengan menghambat perlekatan bakteri pada permukaan
gigi, terutama bakteri koloni primer seperti S. sanguinis akan dapat mencegah
terbentuknya plak gigi. Hal ini mendorong peneliti untuk mengetahui efektifitas
ekstrak daun sirih hijau dalam menghambat perlekatan bakteri S. sanguinis pada
gigi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut : Bagaimana efek ekstrak daun sirih hijau (Piper betle Linn) 0,2% dalam
menghambat perlekatan bakteri S. sanguinis in vitro?
C. Keaslian Penelitian
Fathilah dkk. (2009) telah menguji efek ekstrak sirih hijau terhadap
morfologi dari bakteri plak gigi S. sanguinis, S. mitis, Actinomyces sp.
Sebelumnya, Razak dkk. (2003) telah menguji efek ekstrak daun sirih hijau
(Piper betle Linn.) terhadap kemampuan perlekatan dari ketiga bakteri tersebut
setelah plak gigi terbentuk pada tahap awal. Selanjutnya, Razak dkk. (2006) juga
meneliti efek ekstrak daun sirih hijau dengan konsentrasi 20 mg/ml terhadap
kemampuan hidrofobisitas dari ketiga bakteri tersebut. Sejauh yang penulis
ketahui, belum ada penelitian yang menguji efektifitas daun sirih hijau dalam
menghambat perlekatan bakteri S. sanguinis sebelum plak gigi terbentuk.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas ekstrak daun sirih hijau
dalam menghambat perlekatan bakteri S. sanguinis pada gigi (in vitro).
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan didapat dari penelitian ini antara lain :
1. Sebagai sarana pembuktian secara ilmiah uji efektifitas ekstrak daun sirih
hijau dalam menghambat perlekatan bakteri pada gigi.
2. Hasil kajian dapat dijadikan informasi kepada masyarakat umum tentang
manfaat daun sirih hijau dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.
3. Hasil kajian dapat dijadikan pertimbangan produsen produk oral care
dalam membuat alternatif produk maupun diversifikasi produk.
Download