8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam suatu perusahaan manusia merupakan sumber daya yang
penting untuk mencapai keberhasilan dalam menjalankan semua
aktifitas perusahaan. Walaupun ditunjang dengan aspek teknologi yang
sempurna, tetapi apabila tanpa aspek manusia sulit kiranya perusahaan
mencapai tujuan dengan baik. Pentingnya sumber daya manusia juga
terlihat dari aktifitas perusahaan dalam mencapai tujuan dengan
menggunakan sumber daya lain seperti uang, bahan baku, metode dan
sebagainya baru bisa terlaksana jika ada unsur manusia yang mampu
mengelola atau menggunakannya secara maksimal.
Karena peranan manusia sebagai sumber daya dalam organisasi
semakin
diyakini
kepentingannya,
maka
semakin
mendorong
perkembangan ilmu tentang bagaimana mendayagunakan sumber daya
manusia tersebut agar mencapai kondisi yang optimal. Berbagai
pendekatan manajemen dilakukan dalam mengelola sumber daya
manusia tersebut, yang berkembang mengikuti perkembangan dari
falsafah manajemen yang sedang dikembangkan pada masa itu.
Manajemen sumber daya manusia menurut Bambang Wahyudi
(2002:1) :
8
9
“Ilmu dan seni atau proses memperoleh, memajukan atau
mengembangkan, dan memelihara sumber daya manusia yang
kompeten sedemikian rupa, sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai dengan efisiensi dan ada kepuasan pada diri pribadipribadi yang bersangkutan”.
Defenisi lain menurut Edwin B. Flippo dalam buku Bambang
Wahyudi, Manajemen Sumber Daya Manusia (2002:9) :
“Personel Management is the planning, organizing, directing,
and controlling of the procurement, development, competition,
integragration, maintenance, and separation of human
resources to the end that individual, organizational, and
societal objectives are accomplished.”
Artinya :
“ Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan daripada
pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pemisahan sumber daya manusia ke suatu
titik akhir dimana tujuan-tujuan perorangan, organisasi dan
masyarakat.”
Selanjutnya menurut Malayu S.P. Hasibuan (2001:10)
“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan
efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan,
dan masyarakat.”
Setelah memperhatikan beberapa defenisi yang telah diberikan
para ahli dan penulis buku tentang manajemen sumber daya manusia,
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah masalah tenaga kerja manusia yang diatur menurut
fungsi-fungsinya, agar efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
10
2.1.2 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Sesuai dengan pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
yang telah dirumuskan di atas, maka kegiatan-kegiatan pengelolan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi dapat diklarifikasikan ke
dalam beberapa fungsi.
Sebagai ilmu terapan dari ilmu Manajemen, maka Manajemen
Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi pokok yang sama
dengan fungsi manajemen dengan penerapan di bidang Sumber Daya
Manusia.
Menurut Malayu (2007:21) terdapat 2 (dua) fungsi manajemen
sumber daya manusia yaitu :
a. Fungsi Manajerial terdiri dari :
1) Perencanaan (Planning)
Merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar
sesuai
dengan
kebutuhan
perusahaan
dalam
membantu
terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan kebutuhan
menetapkan
program
pengorganisasian,
kepegawaian
pengarahan,
yang
pengendalian,
meliputi
pengadaan,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan,
kedisiplinan dan pemberhentian karyawan.
2) Pengorganisasian (Organizing)
Kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan
pembagian
kerja,
hubungan
kerja,
delegasi
11
wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi.
Dengan organisasi yang baik maka akan membantu terwujudnya
tujuan secara efektif.
3) Pengarahan (Actuating)
Kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama
dan bekerja secara efektif dalam membantu tercapainya tujuan
perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan
pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan
semua tugasnya dengan baik.
4) Pengendalian (Controlling)
Kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati
peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan
rencana.
Pengendalian
karyawan
meliputi
kehadiran,
kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan
menjaga situasi lingkungan.
b. Fungsi Operasional terdiri dari :
1) Pengadaan (procurement)
Proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan diskusi
untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya
tujuan.
12
2) Pengembangan (Development)
Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan
moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
3) Kompensasi (Compesation)
Pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung
(indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan
jasa yang diberikan kepada perusahaan.
4) Pengintegrasian (Integration)
Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan untuk
dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi
dan saling menguntungkan. Pengintegrasian merupakan hal
terpenting dan sulit dalam MSDM, karena memperstukan dua
kepentingan bertolak belakang.
5) Pemeliharaan (Maintenance)
Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,
mental, dan loyalitas karyawan, agar dapat tetap mau berkerja
sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan
dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan
sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan
eksternal konsistensi.
6) Pemisahan (Separation)
Putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan.
Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan,
13
keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pension, dan
sebab-sebab lainnya. Maksud dari semua kegiatan yang
diikhtisarkan di atas, yakni menajerial dan operasional adalah
untuk membantu dan menyelesaikan sasaran-sasaran dasar.
Sehingga arah, misi dan tujuan yang telah ditetapkan perusahaan
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien oleh para pegawai
dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
2.1.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber daya Manusia mengatur dan mentapkan
program kepegawaian yang mencakup masalah-masalah berikut :
a) Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang
efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan deskripsi
pekerjaan, spesifikasi jabatan, persyaratan pekerjaan, dan evaluasi
pekerjaan.
b) Menetapkan
penarikan,
seleksi,
dan
penempatan
karyawan
berdasarkan azas the right man in the right place and the right man
in the right job.
c) Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan
pemberhentian
d) Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada
masa yang akan datang.
e) Memperkirakan keadaan perekenomian pada umumnya dan
perkembangan perusahaan pada khususnya.
14
f) Memonitor
dengan
cermat
undang-undang
perburuhan
dan
kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
g) Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh
h) Melaksanakan pendidikan,
pelatihan dan penilaian prestasi
karyawan
i) Mengatur mutasi karyawan baik vertical maupun horizontal
j) Mengatur pension, pemberhentian, dan pesangonnya.
Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia diakui sangat
menentukan bagi terwujudnya tujuan, tetapi untuk memimpin unsur
manusia ini sangat sulit dan rumit. Tenaga kerja manusia selain mampu,
cakap, dan terampil, juga tidak kalah pentingnya kemauan dan
kesungguhan mereka untuk bekerja efektif dan efesien. Kemampuan
dan kecakapan kurang berarti jika tidak diikuti dengan moral kerja dan
kedisiplinan karyawan dalam mewujudkan tujuan.
2.2 Konsep Pendidikan dan Pelatihan
2.2.1 Pengertian Pendidikan dan Pelatihan
Soebagio (2002:37) mendefinisikan pendidikan dan pelatihan
sebagai berikut :
Pendidikan dan pelatihan adalah seluruh kegiatan yang didesain
untu membantu meningkatkan karyawan memperoleh
pengetahuan dan keterampilan, serta meningkatkan sikap dan
perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan
baik yang sekarang menjadi tanggung jawabnya sehingga tujuan
organisasi atau perusahaan dapat tercapai.
Menurut Mangkunegara (2001:44) bahwa:
15
Pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka
pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan
terorganisir dimana pegawai non managerial mempelajari
pengetahuan dan keterampilan teknis dan tujuan terbatas.
Hariandja (2002 : 168) mendefinisikan “latihan sebagai usaha
terencana
dari
organisasi
untuk
menihgkatkan
pengetahuan,
keteranpilan dan kemampuan pegawai”.
Secara konseptual pelatihan dapat juga mengubah sikap terhadap
pekerjaan. Hal ini disebabkan pemahaman pegawai terhadap
pekerjaannya juga berubah, perlu dipahami bahwa sikap seseorang
memiliki elemen-elemen : (1) kognitif yaittu keyakinan dan
pengetahuan seseorang terhadap suatu
obyek; (2) afeksi yaitu
perasaan seseorang terhadap obyek tersebut sebagai akibat dari
pengetahuan dan keyakinannya. (3) kecenderungan tindakan terhadap
obyek tersebut, sehinggan pengetahuan yang diperoleh akan dapat
mengubah sikap seseorang. akan tetapi pelatihan dapat juga dilakukan
secara khusus untuk mengubah sikap pegawai dalam upaya
meningkatkan kepuasaan dan motivasi kerja bilamana dibutuhkan.
Menurut Oemar (2000:10) :
Pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan
(upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk
pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang diberikan oleh
tenaga professional kepelatihan dalam satuan waktu yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta
dalambidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektifitas
dan produktifitas dalam suatu organisasi.
16
Pelatihan merupakan suatu fungsi manajemen yang perlu
dilaksanakan terus menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan
dalam organisasi. Proses Pelatihan merupakan serangkaian tindakan
(upaya) yang dilaksanakan secara berkesinambungan,bertahap dan
terpadu. Tiap proses Pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan
tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuannya.
Veithzal Rivai (2004:226) menegaskan bahwa :
Pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku
pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan
dengan keahlian dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan
pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan
membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan
tertentu agar berhasil melaksanakan pekerjaan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 tahun 2000 yaitu tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS. Peraturan tersebut berbunyi
“Diklat
dalam
Jabatan
dilaksanakan
untuk
mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat melaksanakan
tugas-tugas pemerintah dan pembangunan dengan sebaik-baiknya”.
Dengan demikian dapat simpulkan bahwa “pelatihan sebagai suatu
kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja mendatang”
(Veithzal Rifai: 2004:226).
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan
pelatihan adalah proses memberi bantuan kepada pegawai agar
memiliki efektivitas dalam pekerjaannya yang sekarang maupun di
kemudian hari, dengan jalan mengembangkan pada dirinya kebiasaan
17
berfikir dan bertindak, keterampilan, pengetahuan, sikap serta
pengertian yang tepat untuk melaksanaan tugas dan pekerjaannya.
2.2.2 Jenis Pendidikan dan Pelatihan
Menurut sifatnya, pendidikan dan pelatihan dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pelatihan keahlian dan pelatihan kejuruan.
1.
Pendidikan Umum , yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dalam
dan di luar sekolah, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun
swasta, dengan tujuan mempersiapkan dan mengusahakan para
peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum.
2.
Pendidikan Kejuruan, yaitu pendidikan umum yang direncanakan
untuk
memperasiapkan
para
peserta
pendidikan
maupun
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang kejuruannya.
3. Pelatihan Keahlian, yaitu bagian dari pendidikan yang memberikan
pengetahuan
dan
keterampilan
yang
diisyaratkan
untuk
melaksanakan suatu pekerjaan, termasuk di dalamnya pelatihan
ketatalaksanaan
4. Pelatihan Kejuruan, yaitu bagian dari pendidikan yang memberikan
pengetahuan
dan
keterampilan
yang
diisyaratkan
untuk
melaksanakan suatu pekerjaan yang pada umumnya bertaraf lebih
redah daripada pelatihan keahlian.
Menurut sasarannya, pendidikan dam pelatihan dapat dibedakan
menjadi 2 jenis (Siswanto : 2002), yaitu :
18
1. Pelatihan Prajabatan
Pelatihan prajabatan merupakan pelatihan yang diberikan kepada
tenaga kerja baru dengan tujuan agar tenaga kerja yang
bersangkutan dapat terampil melaksanakan tugas dan pekerjaan
yang akan dipercayakan kepadanya. Selain itu, dengan adanya
pelatihan ini mereka diharapkan dapat menghindari hal-hal yang
dipandang kurang efisien dan efektif, nisalnya salah dalam
pekerjaan, pemborosan (pengeluaran), yang tak berarti, dan
sebagainya.
Pelatihan prajabatan merupakan pendidikan dan pelatihan yang
khusus diberikan kepada para tenaga kerja baru setelah mereka
mengalami proses seleksi maupun penempatan pegawai.
2. Pelatihan dalam Jabatan
Pelatihan dalam Jabatan adalah suatu pelatihan tenaga kerja
yang dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kualitas, keahlian,
kemampuan, dan keterampilan para tenaga kerja yang bekerja
dalam perusahaan. Pelatihan dalam jabatan ini dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu :
a. Pelatihan dalam Jabatan yang bersifat Umum
Yaitu pelatihan dalam jabatan yang diselenggarakan untuk
tenaga kerja baik pada tingkat manajer puncak, manajer
menengah, dan manajer bawah maupun para pekerja lapangan.
19
Biasanya materi yang disampaikan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan lingkup pekerjaan dengan tujuan agar
tenaga kerja mampu melaksanakan tugas dan pekerjaan yang
diberikan kepadanya. Misalnya pendidikan dan pelatihan
pimpinan (DIKLATPIM) yang disebut juga diklat struktural..
b. Pelatihan dalam Jabatan yang bersifat Khusus
Yaitu pelatihan dalam jabatan yang diselenggarakan untuk
para tenaga kerja yang ada di dalam perusahaan akibat adanya
inovasi baru atas segala sarana dan prasarana yang digunakan
perusahaan dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan
mampu mempergunakan dan mengoperasikan sarana dan
prasarana tersebut. Misalnya dengan pelaksanaan Pendidikan
dan Pelatihan Fungsional.
2.2.3 Tujuan dan Manfaat Pendidikan dan Pelatihan
Kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan merupakan tanggung
jawab bagian kepegawaian dan penyelia (pimpinan) langsung.
Pimpinan mempunyai tanggung jawab atas kebijakan-kebijakan umum
dan prosedur yang dibutuhkan untuk menerapkan program pendidikan
dan pelatihan pegawai. Adapun tujuan pendidikan dan pelatihan
menurut (Henry Simamora dalam Ambar T. Sulistiyani & Rosidah,
2003:174) yaitu :
1) Memperbaiki kinerja.
20
2) Memutakhirkan keahlian para pegawai sejalan dengan kemajuan
teknologi.
3) Membantu memecahkan persoalan operasional.
4) Mengorientasikan pegawai tehadap organisasi
5) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.
6) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam
mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
Menurut Wursanto (1989:60), tujuan pendidikan dan pelatihan, yaitu :
1) Menambah pengetahuan pegawai.
2) Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian dan keterampilan
pegawai.
3) Mengubah dan membentuk sikap pegawai.
4) Mengembangkan keahlian pegawai sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan cepat.
5) Mengembangkan semangat, kemauan dan kesenangan kerja
pegawai.
6) Mempermudah pengawasan terhadap pegawai.
7) Mempertinggi stabilitas pegawai.
Secara lebih rinci Handoko (2004:104) mengemukakan manfaat
pelatihan dan pengemabangan, baik untuk organisasi maupun untuk
pegawai itu sendiri adalah pelatihan (trainaing) dimaksudkan untuk
memperbaiki
penguasaan
berbagai
keteranpilan
dan
teknik
21
pelaksanaan kerja tertantu terinci dan rutin. pelatiha menyiapkan
karyawan melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang.
Tentang
manfaat
pelatihan
beberapa
ahli
mengemukakan
pendapatnya Robinson dalam M. Saleh Marzuki (1992 : 28)
mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut :
(a)pelatihan
sebagai
alat
untuk
memperbaiki
penampilan/kemampuan -individu atau kelompok dengan harapan
memperbaiki performance organisasi .... ; (b) keterampilan tertentu
diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai
dengan standar yang diinginkan … (c) pelatihan juga dapat
memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan
atau karyawan .... ; dan (d) manfaat lain daripada pelatihan adalah
memperbaiki standar keselamatan.
Pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga
memberikan manfaat sebagai berikut :
Mengurangi kesalahan produksi; meningkatkan produktivitas;
meningkatkan kualitas; meningkatkan fleksibilitas karyawan;
respon yang lebih balk terhadap perubahan; meningkatkan
komunikasi; kerjasama tim yang lebih baik, dan hubungan
karyawan yang lebih harmonis ... (1998 : 215).
Masih terkait dengan tujuan dan manfaat pelatihan Henry
Simamora (2002:346) mengatakan tujuan-tujuan utama pelatihan, pada
intinya dapat dikelompokkan ke dalam lima bidang diantaranya
memperbaiki kinerja. Sedangkan manfaat pelatihan diantaranya
meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas (2002 : 349).
Menurut Siswanto (2002 : 212), manfaat dan dampak yang
diharapkan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan adalah :
1. Peningkatan Keahlian Kerja
22
2.
Pengurangan Keterlambatan Kerja, Kemangkiran, serta perpinda
han Tenaga Kerja
3.
Pengurangan Timbulnya Kecelakaan dalam Bekerja, Kerusakan,
dan Peningkatan Pemeliharaan terhadap alat-alat kerja
4. Peningkatan Produktivitas Kerja
2.2.4 Pengembangan Program Pendidikan dan Pelatihan
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat
bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau
langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada
pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan
dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan
pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.
Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah
pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum
digunakan
dalam
pengembangan
program
pelatihan,
seperti
dikemukakan oleh William B. Werther (1989 : 287) yang pada
prinsipnya meliputi (l) need assessment; (2) training and development
objective; (3) program content; (4) learning principles; (5) actual
program-, (b) skill knowledge ability of works; dan (7) evaluation.
Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (1997 : 360)
yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu
(1). tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan;
(2) mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan; (3) menyusun
kriteria; (4) pre tes terhadap pemagang (5) memilih teknik
pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar; (b) melaksanakan
23
pelatihan; (7) memantau pelatihan; dan (8) membandingkan hasilhasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan.
Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan
langkah yang paling penting dalam pengembangan program pelatihan.
Langkah penilaian kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat
menentukan pada langkah-langkah berikutnya. Kekurangakuratan atau
kesalahan dalam penilaian kebutuhan dapat berakibat fatal pada
pelaksanaan pelatihan. Dalam penilaian kebutuhan dapat digunakan
tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis pada
tingkat program atau operasi dan analisis pada tingkat individu.
Sedangkan teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis
kinerja, analisis kemampuan, analisis tugas maupun survey kebutuhan
(need survey).
Perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and
development objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan
yang telah ditentukan. perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah
laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini
akan menjadi standar kinerja yang harus diwujudkan serta merupakan
alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program pelatihan.
Isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil
penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan
pendidikan
dan
pelatihan.
Isi
program
ini
berisi
keahlian
(keterampilan), pengetahuan dan sikap yang merupakan pengalaman
belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan
24
tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada pelatihan harus
relevan dengan kebutuhan peserta maupun lembaga tempat kerja.
Prinsip-prinsip belajar (learning principles) yang efektif adalah
yang memiliki kesesuaian antara metode dengan gaya belajar peserta
pelatihan dan tipe-tipe pekerjaan, yang membutuhkan. Pada dasarnya
prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar
lima hal yaitu partisipasi, reputasi, relevansi, pengalihan, dan umpan
balik (Sondang P. Siagian, 1994 :190). Dengan prinsip partisipasi pada
umumnya proses belajar berlangsung dengan lebih cepat dan
pengetahuan yang diperoleh diingat lebih lama. Prinsip reputasi
(pengulangan) akan membantu peserta pelatihan untuk mengingat dan
memanfaatkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Prinsip
relevansi, yakni kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila
bahan yang dipelajari mempunyai relevansi dan makna kongkrit
dengan kebutuhan peserta pelatihan. Prinsip pengalihan dimaksudkan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam kegiatan belajar
mengajar dengan mudah dapat dialihkan pada situasi nyata (dapat
dipraktekkan pada pekerjaan). Dan prinsip umpan balik akan
membangkitkan motivasi peserta pelatihan karena mereka tahu
kemajuan dan perkembangan belajarnya.
Pelaksanaan program (actual program) pelatihan pada prinsipnya
sangat
situasional
sifatnya.
Artinya
dengan
penekanan
pada
perhitungan kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan
25
prinsip-prinsip belajar dapat berbeda intensitasnya, sehingga tercermin
pada penggunaan pendekatan, metode dan teknik tertentu dalam
pelaksanaan proses pelatihan.
Keahlian, pengetahuan, dan kemampuan pekerja (skill knowledge
ability of workers) sebagai peserta pelatihan merupakan pengalaman
belajar (hasil) dari suatu program pelatihan yang diikuti. Pelatihan
dikatakan efektif, apabila hasil pelatihan sesuai den-an tugas peserta
pelatihan. dan bermanfaat pada tugas pekerjaan.
Dan langkah terakhir dari pengembangan program pelatihan adalah
evaluasi (evaluation) pelatihan Pelaksanaan program pelatihan
dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu
proses transformasi pengalaman belajar pada bidang pekerjaan.
Sondang P. Siagian menegaskan proses transformasi dinyatakan
berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal yaitu
peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan
perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja (1994:202).
Selanjutnya untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut
dilakukan penilaian. Dan untuk mengukur keberhasilan tidaknya yang
dinilai tidak hanya segi-segi teknis
saja. Akan tetapi juga segi
keperilakuan (Sondang P. Siagian; 1994:202). Dan untuk evaluasi
diperlukan kriteria evaluasi yang dibuat berdasarkan tujuan program
pelatihan dan pengembangan.
26
2.2.5 Metode Pendidikan dan Pelatihan
Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, tidak ada
satupun metode dan teknik pendidikan dan pelatihan yang paling baik.
Semuanya tergantung pada situasi kondisi kebutuhan.
Dalam memilih metode dan teknik suatu pelatihan ditentukan oleh
banyak hal. Seperti dikemukakan William B. Werther (1989 : 290)
sebagai berikut : that is no simple technique is always best; the best
method depends on : cost effectiveness; desired program content;
learning principles; appropriateness of the facilities; trainee
preference and capabilities; and trainer preferences and capabilities.
Artinya tidak ada satu teknik pelatihan yang paling baik, metode yang
paling baik tergantung pada efektivitas biaya, isi program yang
diinginkan, prinsip-prinsip belajar, fasilitas yang layak, kemampuan
dan preference peserta serta kemampuan dan preference pelatih.
Metode pendidikan dan pelatihan merupakan suatu cara sistematis
yang
dapat
memberikan
deskripsi
secara
luas
serta
dapat
mengkondisikan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk
mengembangkan aspek, kognitif, afektif dan psikomotorik tenaga kerja
terhadap tugas dan pekerjaannya (Siswanto, 2003:214).Metode
pendidikan dan pelatihan merupakan pendekatan terhadap cara
penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
27
Menurut Soekidjo (2003:37), pada garis besarnya dibedakan ada
dua macam metode yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan
pegawai, yaitu :
a. Metode On The Job Site (di dalam pekerjaan)
Pelatihan ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru pada
pegawai yang telah berpengalaman (senior). Hal ini berarti
pegawai
,
itu
minta kepada para pegawai
yang sudah
berpengalaman untuk membimbing atau mengajarkan pekerjaan
yang baik kepada para pegawai baru.
Menurut T. Hani Handoko (2000:112), metode “on-the-job
site” merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan.
Latihan dengan menggunakan metode ini dilakukan di tempat
kerja. Pegawai dilatih tentang pekerjaan baru dengan supervisi
langsung seorang pelatih yang berpengalaman (biasanya pegawai
lain). Metode latihan ini dirasa lebih ekonomis karena pegawai
langsung dilibatkan pada pekerjaan, bukan hanya simulasi
sehingga tidak memerlukan waktu khusus.
Metode-metode yang biasa digunakan dalam praktik adalah
sebagai berikut :
1) Pembekalan (Coaching)
Pimpinan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
bawahan
dalam
pelaksanaan
pekerjaan
rutin
mereka.
Pembekalan ini dianggap paling cocok karena memiliki
28
keuntungan yang berupa interaksi antara pelatih dan peserta
latihan.
2) Rotasi Jabatan
Pemindahan pegawai melalui jabatan yang bermacam-macam
dan berbeda-beda.
3) Penugasan Sementara
Di mana bawahan ditempatkan pada posisi manajemen tertentu
untuk jangka waktu yang ditetapkan.
4) Magang (Apprenticeship training)
Pegawai baru dimagangkan pada seorang yang ahli dalam
bidang tertentu. Para magang bekerja dan berlatih di bawah
pengawasan langsung ahli tersebut. Biasanya metode ini
digunakan untuk jenis pekerjaan yang memerlukan skill tinggi.
b. Metode Off The Job Site ( di luar pekerjaan)
Pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan metode ini
berarti para pegawai sebagai peserta pendidikan dan pelatihan ke
luar sementara dari kegiatan pekerjaannya.Metode ini mempunyai
dua macam teknik, yaitu :
1) Teknik Presentasi Informasi
Teknik Presentasi Informasi adalah menyajikan informasi,yang
tujuannya
mengintroduksikan
pengetahuan,
sikap
dan
keterampilan baru kepada para peserta. Harapan akhir dari
proses pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta diadopsi
29
oleh peserta pendidikan dan pelatihan di dalam pekerjaannya
nanti. Yang termasuk teknik ini antara lain :
a) Ceramah biasa, di mana pengajar (pelatih) bertatap muka
langsung dengan peserta. Peserta pendidikan dan pelatihan
pasif mendengarkan.
b) Teknik diskusi, di mana informasi yang akan disajikan
disusun di dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau tugastugas yang harus dibahas dan didiskusikan oleh para peserta
aktif.
c) Diskusi Kelompok adalah suatu proses interaksi secara lisan
mengenai tujuan tertentu yang di dalamnya melibatkan
beberapa peserta dengan cara tatap muka, melalui tukarmenukar
informasi
atau
pemecahan
suatu
masalah/persoalan.
d) Teknik pemodelan perilaku adalah salah satu cara
mempelajari atau meniru tindakan (perilaku) dengan
mengobservasi dan meniru model-model. Biasanya modelmodel
perilaku
yang
harus
diobservasi
dan
ditiru
diproyeksikan dalam video tape.
e) Teknik magang ialah pengiriman karyawan dari suatu
organisasi ke badan-badan atau organisasi yang lain yang
dianggap lebih maju baik secara kelompok maupun
perorangan. Mereka mempelajari teori-teori dan langsung
30
mempraktikkan di bawah pengawasan, hal-hal baru,
keterampilan baru yang harus mereka terapkan di dalam
organisasi tersebut.
2) Teknik Simulasi
Simulasi adalah suatu penentuan karakteristik atau perilaku
tertentu dari dunia riil se-demikian rupa sehingga, para peserta
dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya. Dengan
demikian, maka apabila peserta pendidikan dan pelatihan
kembali ke tempat pekerjaan semula akan mampu melakukan
pekerjaan
yang
disimulasikan
tersebut.
Metode-metode
simulasi ini mencangkup :
a. Simulator alat-alat, misalnya simulasi alat-alat suntik bagi
pendidikan kedokteran atau perawat;
b. Studi kasus (case study), di mana para peserta pendidikan
dan pelatihan diberikan suatu kasus, kemudian dipelajari
dan di diskusikan oleh peserta pendidikan dan pelatihan.
Kasus atau masalah yang diberikan merupakan situasi yang
membutuhkan keputusan dan tindakan yang sesuai. Oleh
karena itu, studi kasus harus bisa membuat pikiran para
peserta pendidikan dan pelatihan terpusat pada kondisi
khusus yang sama dengan kondisi yang mungkin mereka
alami;
31
c. Permainan peranan (role playing). Dalam cara ini peserta
diminta untuk memainkan peran, bagian-bagian dari
karakter (watak) dalam kasus. Para peserta diminta untuk
membayangkan diri sendiri tentang tindakan (peranan)
tertentu yang diciptakan bagi mereka oleh pelatih. Metode
permainan peran (role playing) dapat diartikan sebagai
suatu metode pendidikan dan pelatihan dimana terlibat
proses interaksi hubungan individu baik sebenarnya
maupun tiruan yang diperankan secara spontan
d) Teknik di dalam keranjang (in basket).
Metode ini
dilakukan dengan memberikan bermacam-macam persoalan
kepada para peserta. Dengan kata lain, peserta diberi suatu
basket atau keranjang yang penuh dengan bermacammacam persoalan yang diatasi.
Kemudian peserta pendidikan dan pelatihan diminta untuk
memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan teori
dan pengalaman yang dipunyai mulai dari perencanaan
sampai dengan evaluasinya.
2.2.6 Kendala-kendala dalam Pendidikan dan Pelatihan
Dalam melaksanakan pengembangan pegawai, ada beberapa
kendala-kendala yang harus dihadapi organisasi. Menurut Malayu
Hasibuan (2005:85-86) kendala-kendala pengembangan yang dapat
menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, yaitu :
32
a. Peserta
Peserta pengembangan mempunyai latar belakang yang tidak sama
atau heterogen, seperti pendidikan dasarnya, pengalaman kerjanya
dan usianya. Hal ini akan menyulitkan dan menghambat
kelancaran dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan karena daya
tangkap, persepsi dan daya nalar mereka terhadap pelajaran yang
diberikan berbeda.
b. Pelatih
Pelatih yang ahli dan cakap mentransfer pengetahuannya kepada
peserta pendidikan dan pelatihan sulit didapat.
c. Fasilitas Pengembangan
Fasilitas sarana dan prasarana pengembangan yang dibutuhkan
untuk pendidikan dan pelatihan sangat kurang atau kurang baik.
Hal ini akan menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
pegawai.
d. Kurikulum
Kurikulum yang diajarkan tidak sesuai atau menyimpang serta
tidak sistematis untuk mendukung sasaran yang diinginkan oleh
pekerjaan atau jabatan peserta.
e. Dana Pengembangan
Dana yang tersedia untuk pengembangan sangat terbatas sehingga
sering dilakukan secara paksa, bahkan pelatih maupun sarananya
kurang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.
33
2.2.7 Penerapan Hasil Pendidikan dan Pelatihan
Apabila ditinjau dari segi evaluasinya pelatihan akan memiliki
keberartian yang lebih mendalam. Evaluasi ini akan memperlihatkan
tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu program. Beberapa kriteria
yang digunakan dalam evalusi pelatihan akan berfokus pada outcome
(hasil akhir). Veitzal Rifai (2004) dan Henry Simamora (2004),
menunjukkan bahwa kriteria yang efektif
dalam mengevaluasi
pelatihan yaitu : 1. Reaksi dari peserta, 2. pengetahuan atau proses
belajar mengajar, 3. perubahan perilaku akibat pelatihan dan 4. hasil
atau perbaikan yang dapat diukur. Kriteria tersebut dalam konteks
yang lebih luas dapat dikembangkan untuk mengetahui dampak
keberhasilan suatu program pelatihan yang sudah dilaksanakan.
Merujuk pada pendapat Veitzal dan Henry Simamora, dengan
memperhatikan kriteria efektivitas evaluasi maka dalam penelitian ini
akan diperluas pada Penerapan pelatihan. Selanjutnya kriteria
efektivitas evaluasi di atas dijadikan dimensi untuk mengukur tingkat
Penerapan hasil pelatihan pada suatu lembaga. Dimensi-dimensi
tersebut adalah : dimensi pengetahuan, dimensi sikap, dimensi perilaku
dan dimensi hasil.
Secara teoritis rujukan terhadap dimensi-dimensi dapat dijelaskan :
Sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
34
(unfavorable) pada
objek tersebut (Berkowitz, 1972). Thurstone
memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif
terhadap suatu objek psikologis (Azwar, 2003). Sikap merupakan suatu
pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi dalam situasi sosial, atau secara
sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah
terkondisikan (Azwar, 2003). Definisi-definisi di atas menunjukkan
adanya perbedaan di antara para ahli psikologi sosial, namun terdapat
ciri khas dari sikap (Sarwono, 2005) adalah :
1. Mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda
dan sebagainya).
2. Mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suaka tidak suka).
Sikap mengandung tiga bagian (domain) yaitu kognitif, afektif
dan konatif . Myers (dalam Sarwono, 2005) memberikan istilah yang
mudah diingat yaitu Affective (perasaan), Behavior (perilaku) dan
Cognitif (kesadaran) yang disingkat ABC. Karena ketiga domain itu
saling terkait erat, timbul teori bahwa jika kita dapat mengetahui
kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu,
kita akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Dengan demikian, kita
dapat meramalkan perilaku dan sikap.
35
2.3. Kinerja Pegawai
2.3.1 Pengertian Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai
oleh
seseorang). Kinerja adalah “tingkat keberhasilan di dalam
melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang
dinginkan dapat dicapai dengan baik”. (Khoerul, 2005:12)
Menurut John Soeprihanto dalam Umar Husin (2008:209), kinerja
atau prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang atau kelompok selama
periode
tertentu
dibandingkan
dengan
berbagai
kemungkinan,
misalnya standart, target/sasaran,atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan disepakati bersama
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan karyawan (Robert L. Mathis dan John H. Jackson, 2002 :
78). Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak kontribusi
karyawan kepada organisasi yang antara lain termasuk : 1. Kuantitas
Output; 2. Kualitas Output; 3. Jangka Waktu Output; 4. Kehadiran di
tempat kerja; 5. Sikap Kooperatif.
Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha
dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya (Sulistiyani,
2003:223). Sedangkan menurut Bernardin dan Russell dalam
Sulistiyani (2003:223-224), menyatakan bahwa kinerja merupakan
36
catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau
kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Suyadi, 1999:2). Istilah
kinerja berasal dari Job Perfomance atau Actual Performance yang
berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang (Anwar P.M, 2005 : 67).
Jadi, berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat
disimpukan bahwa pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Kinerja
Menurut
Anwar
(2005:67-68),
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi pencapaian kinerja, yaitu:
a. Faktor Kemampuan (ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge +
skill). Artinya, setiap pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah
37
mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu
ditempatkan sesuai dengan keahliannya.
Menurut Siswanto (2003:236), “kemampuan meliputi beberapa
hal, yaitu : a.Kualitas kerja (quality of work); b.Kuantitas kerja
(quantity of work); c.Pengetahuan tentang pekerjaan (knowledge
of job); d.Kerja sama (cooperation); e.Pengambilan Keputusan
(judgement)”.
b. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi. Sikap mental yang mendorong diri pegawai untuk
berusaha mencapai kinerja secara maksimal.
Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap
secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan dan situasi).
Artinya, seorang pegawai harus memiliki sikap mental, mampu
secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan
dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.
Menurut David C. McClelland dalam Anwar P.M. (2005:68)
berpendapat bahwa ada hubungan positif antara motif berprestasi
dengan pencapaian kinerja. Motif berprestasi adalah suatu
dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau
tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja yang
38
maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal
apabila pegawai tersebut memiliki motif berprestasi tinggi. Motif
berprestasi tersebut perlu dimiliki oleh pegawai yang ditumbuhkan
dari dalam diri sendiri selain dari lingkungan kerja.
Menurut Sagir dalam Siswanto (2003:269), mengemukakan
unsur-unsur
penghargaan,
penggerak
tantangan
motivasi
tanggung
antara
jawab,
lain
keinginan,
pengembangan,
keterlibatan dan kesempatan
Castteter dalam Khaerul (2005;83) mengemukakan sumber-sumber
yang menyebabkan terjadinya kinerja tidak efektif
adalah sebagai
berikut:
Tabel 1.
Sumber-sumber yang menyebabkan kinerja tidak efektif
Sumber dari
individu itusendiri
Kelemahan Intelektual
Kelemahan Fisiologis
Demotivasi
Faktor Personalitas
Keusangan/ketuaan
Preparasi, posisi
Orientasi nilai
Sumber dari
organisasi
Sistem
Organisasi
Peranan
Organisasi
Kelompok
Organisasi
Perilaku yang
berhubungan
dengan
pengawasan
Iklim
Organisasi
Sumber dari lingkungan
eksternal
Keluarga
Kondisi-kondisi ekonomi
Kondisi-kondisi hukum
Nilai-nilai sosial
Pasaran Kerja
Perubahan Teknologi
Perkumpulanperkumpulan
39
Dari bagan tersebut terlihat jelas bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi Kinerja dari dalam organisasi diantaranya terciptanya
kondisi kerja yang kondusif, hubungan antar personal dan dari luar
organisasi diantaranya yaitu perubahan terknologi
yang sangat
dirasakan pada era sekarang ini.
Dua variabel ini terlihat cukup ironis, satu sisi kemajuan teknologi
telah menjanjikan suatu hasil pekerjaan yang efektif dan efesien serta
on-line, dengan sistem teknologi yang semakin pesat, sistem-sistem
informasipun begitu mudah di peroleh, semakin akurat, dan cepat,
tetapi bagaimanapun pesatnya kemajuan teknologi, peranan manusia
masih menduduki peringkat terpenting, karena teknologi hanyalah
berupa alat bantu berupa hardware, sedangkan manusia itu sendiri
adalah yang mengoptimalkannya, hal-hal yang menyangkut perasaan,
pertimbangan
kebijakan tidak dapat dilakukan oleh teknologi.
Keharmonisan diantara personal, suasana yang penuh kekeluargaan,
tidak sedikit pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian
kedua faktor tersebut begitu besar pengaruhna terhadap kinerja
pegawai.
40
Sementara itu menurut JM. Ivancevich, James H. Donnely dalam
Khaerul (2005;5) “faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Pegawai
adalah 1). Individu, 2) Organisasi dan 3) Faktor Psikologis”
Faktor
Individu
pen
1. Kemampua
keterampilan
mental fisik
2. Latar
belakang
keluarga,
tingkat
social dan
laman
3. Demografi:
umur, asal
usul, jenis
kelamin
Perilaku Individu
Prestasi (hasil
Faktor Psikologis
yang diharapkan)
1, Persepsi
2. Sikap
3. KePriba
dian
4. Belajar
Faktor Organisasi
1. Sumber daya
2. Kepemimpinan
3. Imbalan
4. Struktur desian
pekerjaan
Control
Gambar 1 : Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai.
2.3.3 Evaluasi Kinerja
Untuk mengetahui kinerja pegawai perlu melakukan evaluasi
kinerja.Evaluasi Kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen
kinerja, yang merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai
dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan,” Seberapa
baikkah kinerja seorang pegawai pada suatu periode tertentu?, “Metode
apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, tidak untuk
menyalahkan salah satu unsur dalam organsasi . Penilain kinerja
hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih
lanjut”.(Robert Bacal: 4).
Sejalan dengan pendapat Miller Richard (1978;250) yang
mengemukakan bahwa “kinerja karyawan dapat dipantau dari catatan
41
lembaga, yakni efesiensi dan produktivitas kerjanya”. (Khoerul,
2005;86)
Penilaian kinerja ditujukan bukan untuk kepentingan organisasi
yang bersangkutan melainkan
untuk semua pihak, seperti yang
diungkapkan oleh Ahmad S. Ruky
(2001; 20-21) bahwa penilaian
prestasi mempunyai tujuan untuk
1. Meningkatkan prestasi kerja karyawan baik
secara
individu,
maupun sebagai kelompok.
2. Mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan yang
direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.
3. Merangsang minat dalam pengembanagan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil kerja dan prestasi kerja.
4. Membantu
perusahaan
untuk
dapat
menyusun
program
pengembangan dan pelatihan karyawan yang lebih tepat guna.
5. Menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja
pegawai dengan gajinya atau imbalannya.
6. Memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal yang ada kaitannya.
Penilaian kinerja merupakan proses subjektif yang menyangkut
penilaian manusia. Penilaian kinerja dilakukan dengan tujuan sebagai
(Siswanto : 232) :
42
1. Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan
pengembangan
jangka
panjang
bagi
perusahaan
yang
bersangkutan;
2. Nasihat yang perlu disampaikan kepada tenaga kerja dalam
perusahaan;
3. Alat untuk memberikan umpan balik (feedback) yang mendororng
kearah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan
kualitas kerja bagi para tenaga kerja.
4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari
seorang pemegang tugas dan kepercayaan
5. Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada
bidang ketenagakerjaan, baik promosi,mutasi, maupun kegiatan
ketenagakerjaan lainnya.
Evaluasi kinerja diharapkan dapat meningkatkan prestasi kerja
pegawai,
mendorong
keseluruhan,
Sumber
Daya
Manusia
(SDM)
secara
merangsang minat untuk berkembang yang dapat
membantu perusahaan menyusun
program
pengembangan,
sekaligus menjadi alat untuk membandingkan prestasi dengan gaji/
imbalan yang diterimanya dan yang terpenting dengan adanya evaluasi
kinerja memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal lain yang ada kaitannya,
dalam bentuk komunikasi interpersonal, sebagai umpan balik (feed
back) .
43
2.3.4 Unsur-unsur Penilaian Kinerja
Ada beberapa pendapat terhadap unsur yang ditetapkan dalam
mengukur kinerja pegawai. Salah satunya adalah menurut Putti seperti
yang dikutip oleh Umar (2008:210) menyatakan bahwa perkembangan
dan kemanjuan ilmu manajemen dan khususnya SDM terjadi akibat
evolusi dari berbagai konsep dan teknik yang digunakan manajemen.
Salah satu teknik dalam bidang SDM yang mengalami evolusi adalah
dalam pendekatan terhadap cara menilai karyawan. Putti menyebutkan
bahwa objek penilaian kinerja mengalami evolusi dari pendekatan
yang berpusat pada individu (individual approached centered)
bergerak ke arah pekerjaan (job centered) dan akhirnya berpusat pada
sasaran (objective centered). Dalam kaitan ini dapat pula dikaitkan
input-proses-output. Pendekatan penilaian kinerja berdasarkan inputproses-output lebih lanjut diterangkan oleh Achmad S. Rucky dalam
Umar Husin (2008:210) sebagai berikut :
a.
Kinerja berorientasi input. Sistem ini merupakan cara tradisional
yang menekankan pada pengukuran atau penilaian ciri-ciri
kepribadian pegawai. Ciri-ciri kepribadian yang dijadikan objek
pengukuran misalnya: kejujuran, ketaatan, disiplin, loyalitas,
kreativitas, adaptasi, komitmen, sopan-santun dan lain-lain.
b. Kinerja berorientasi proses. Melalui sistem ini, kinerja pegawai
diukur dengan cara menilai sikap dan perilaku seorang pegawai
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Dengan kata lain
44
penilaian tetap difokuskan pada kuantitas dan kualitas hasil yang
dicapainya, yang diteliti adalah bagaimana tugas-tugas dilakukan
dengan membandingkan perilaku dan sikap yang diperlihatkan
dengan standart yang telah ditetapkan untuk setiap tugas yang telah
dibebankan kepadanya.
c. Kinerja berorientasi output. Sistem ini biasanya disebut dengan
sistem manajemen kinerja yang berbasiskan pencapaian sasaran
kerja individu. Sistem ini berbasis pada metode manajemen kinerja
berbasiskan pada konsep MBO (Manajement by Objective).
2.4. Pengaruh Pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja
Sumber Daya Manusia yang terampil dan memiliki kinerja tinggi
sangat diperlukan dalam era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga
mampu bersaing dalam tataran internasional. Organisasi pada masa sekarang
menyadari bahwa produktivitas sumber daya manusia yang berkualitas
adalah aset utama untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu pengelolaan
manajemen Sumber Daya Manusia harus dioptimalkan. Perlu disadari
bersama bahwa untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia setiap
organisasi memiliki keterbatasan. Oleh karena itu perlu melibatkan pihak
lain dalam proses pengembangan Sumber Daya Manusia tersebut. Melalui
cara inilah pelatihan dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan
(2001:70) yaitu :” dengan pengembangan sumber daya manusia, maka
diharapkan produktivitas kerja akan meningkat, kualitas dan kuantitas
produksi semakin baik, karena technical skill dan managerial skill sumber
45
daya manusia yang semakin baik”. Nasution
(1982:71) menegaskan
“pelatihan adalah suatu proses belajar mengajar dengan mempergunakan
teknik dan metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan
kemampuan kerja seseorang. Dimana tujuan pelatihan untuk meningkatkan
produktivitas”.
Soeroto (2008:106) mengemukakan bahwa pengaruh pendidikan dan
pelatihan dalam meningkatkan kinerja pegawai dapat dilihat berdasarkan
faktor – faktor efektifitas kerja yang dapat ditingkatkan melalui 3 jalur yaitu:
pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Pendidikan dan Pelatihan dapat
meningkatkan kinerja seorang pegawai baik dalam penanganan pekerjaan
yang ada saat ini maupun pekerjaan yang ada pada masa yang akan datang
sesuai bidang tugas yang diemban dalam organisasi. Disamping itu, harus
dibekali dengan pengalaman, yang memiliki peranan besar dalam
menyelesaikan masalah maupun kendala yang dialami pegawai dalam
menjalankan roda organisasi agar dapat lebih berdaya guna dan berhasil
guna dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan maksimal.
Pengaruh pendidikan dan latihan (diklat) adalah meningkatkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan
tugas jabatan secara profesional. Disamping itu, pendidikan dan pelatihan
tersebut
berpengaruh
dalam
meningkatkan
kinerja pegawai
dalam
memberikan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat
sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi terkait.
46
Pentingnya pendidikan dan pelatihan tidak hanya berlaku bagi pegawai
saja, tetapi juga mampu memberikan keuntungan bagi organisasi. Karena
dengan meningkatnya kemampuan dan keterampilan para pegawai maka
meningkat
pula
produktivitas
dan
kinerja
pegawai.
Peningkatan
produktivitas dan kinerja pegawai dari organisasi yang bersangkutan maka
dapat memacu organisasi tersebut untuk lebih memperoleh keuntungan.
Download