96 DAFTAR ISTILAH -AAncur—adalah bahan perekat dan penghalus bahan pewarna Bali yang khusus dikirim (berasal) dari Yokyakarta (wawancara Kodi 24 September 2009). -BBalih-balihan—sekuler. Banten—persembahan atau sesajen untuk upacara di Bali. Bebali—semi-sakral. Belih-belihan—profane. Brahmana—kasta para pemimpin spiritual. Butha Yadnya—pemujaan terhadap dunia berseta seluruh isinya. -CCudamani—adalah hiasan pada dahi (ditengah-tengah kening), lambang mata hati (Dwija Putra, 2001: viii). Cudamani juga sering disebut sebagai mata ketiga, oleh karena itu karakter yang dianggap alus dan memiliki posisi yang tinggi atau sakral seperti misalnya pedande dan Sidakarya mengenakan cudamani dikeningnya. -DDalem—raja. 97 Dewa Yadnya—pemujaan terhadap Dewata. Duk—bisa terbuat dari rambut manusia ataupun pohon Enau yang kemudian diproses sehingga menjadi serat yang berwarna hitam. -GGambuh—adalah bentuk tertua dari dramatari Bali yang dianggap sebagai sumber dari tarian dan musi Bali (Bandem, 2001: 10). -JJeroan—tempat yang paling dalam, biasanya suci atau angker. -KKaja—tinggi atau suci. Kanda Pat—adalah Empat Teman yang berasal dari urat kata Kanda artinya teman dan Pat artinya empat, Kanda pat merupakan kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang selalu menyertai roh manusia sejak embrio sampai meninggal dunia mencapai Nirwana. M enurut Kitab Suci Lontar Tutur Panus Karma nama Kanda Pat berubah-ubah seiring perubahan usia manusia. Bentuk-bentuk Kanda Pat yang dapat dilihat dan diraba secara nyata pada tubuh manusia, setelah mereka dikuburkan (segera setelah bayi lahir) maka perubahan selanjutnya adalah abstrak (tak berwujud) namun dapat dirasakan oleh manusia yang kekuatan batinnya terpelihara. Kelod—rendah atau tidak suci. 98 Kstria—kasta para prajurit dan pemimpin. -LLek—rasa malu. -MMangku—pemimpin spiritual dan upacara dalam pura keluarga yang disebut sanggah. Manusa Yadnya—pemujaan terhadap sesama makhluk hidup yang tidak abadi. Masupati— atau Pasupati berasal dari kata pasu yang berarti memasukkan dan pati yang berarti roh. Pasupati bisa juga terjadi secara tidak sengaja oleh seniman pembuat topeng akibat ketekunan dan keseriusan pembuatannya. Topeng yang dipasupati secara sengaja hanyalah Topeng Barong, Topeng Rangda, dan Topeng Sidakarya, namun hal ini tidak menutup kemungkinan topeng-topeng lainnya terpasupati secara tidak sengaja oleh seniman topeng pembuatnya (wawancara Kodi dan Bagus Oka 24-25 September 2009). Melaspas—Upacara melaspas secara ontologi berasal dan kata pelas dan pas, yang artinya pemisahan dan fungsi sebelum yang mengandung makna pula mepralina/melebur bahanbahan yang digunakan menjadi suci dan terhindar dan kekuatan jahat. Contohnya kayu yang digunakan untuk tapel dipelaspas menjadi pererai, dan lain-lain. Ngatep— salah satu rangkaian upacara pembuatan topeng. Masuci—upacara penyucian dan pemanggilan kekuatan bhuta atau Dewata setelah Masupati. 99 -NNegara Kertagama—merupakan kakawin yang menceritakan kisah Raja M ajapahit, Hayam Wuruk yang melakukan plesiran ke daerah Blambangan. Ngapon—proses melapisi topeng dengan Ancur sebanyak 10 kali. Ngayah—bhakti yang didedikasikan terhadap lingkungan. Ngerehin—nama lain dari upacara Masuci, lihat Masuci. Ngutpeti—salah satu rangkaian upacara pembuatan topeng. Niskala—dunia spiritual. Nongkrong—gaya hidup bergaul berkumpul di suatu tempat tanpa melakukan suatu apa pun selain berkumpul, biasanya diisi perbincangan ringan, hanya untuk bersenangsenang. -PPanca Yadnya—lima pemujaan. Pasupati—lihat Masupati. Pedande—pemimpin spiritual dan upacara dalam pura. Pengajum/pengande—tembang atau metaphor. Pertapukan—pertopengan. Pitra Yadnya—pemujaan terhadap leluhur yang sudah mangkat. Prade—bahan warna emas yang terbuat dari bubuk (impor). Praksok—serat putih yang terbuat dari Pandan Bali yang digunakan sebagai rambut dan merupakan bahan dengan kualitas paling bagus untuk Barong, akan tetapi lebih tidak tahan lama. 100 Prayascita—upacara memohon berkah keselamatan serta membersihkan segala hal yang kotor dan duniawi. Purwaning Kalangwan—salah satu contoh sasatra Jawa kuno. -RRaket—buku raja-raja abad ke-14. Rsi Yadnya—pemujaan terhadap guru spiritual. Rwa Bhineda—keseimbangan antara kebaikan dan kejahatan. -S S apta S unya—dunia tingkatan surga. Sekala—dunia material. Semuk—adalah kumpulan asap yang menempel dari api yang terbakar dari minyak kelapa (wawancara Kodi 24 September 2009). Siwagama—lontar tua yang berisi tentang berbagai tata cara upacara, pemujaan, ritual, wejangan-wejangan hidup sehari-hari, serta kisah-kisah kebajikan. S oritekes—buku raja-raja abad ke-14. -TTapel—topeng. Taksu—menurut orang Bali, adalah sebuah kata yang tidak bisa didefinisikan, tetapi berbagai kalangan mencoba memberikan kata definisi yang paling mendekati maksudnya yaitu: inspirasi dan karisma. Taksu berasal dari dua sumber, yaitu bakat dari individu tersebut dan kekuatan Dewata. Taksu adalah kombinasi kemampuan yang 101 sudah dimiliki dalam diri seseorang yang diperkaya dengan sesuatu yang ekstra yang masuk melalui campur tangan Yang Diatas (Geriya, Pitana, Sugriwa, dkk, 1998: 16 – 19). Bhatara Siwa Natharaja yang bersemayam di Pura Dalem diyakini sebagai sumber taksu, oleh karena itu seorang seniman yang ingin metaksu-taksu bersembahyang di Pura Dalem dan memintanya dari Bhatara Siwa Natharaja (Geriya, Pitana, Sugriwa, dkk, 1998: 14). Teori warna Nawa Sanga—disebut juga Pangider-ider adalah warna-warna sesuai dengan arah mata angin dengan pusat ditengah. Teori warna ini memposisikan DewaDewa sesuai arah mata anginnya. Ditengah-tengah, yang dianggap sebagai Dewa Kesenian, Bhatara Siwa dengan warna brumbun (campuran semua warna arah lainnya); di utara adalah Sri Vishnu/Wisnu dengan warna hitam; di timur laut adalah Sambhu dengan warna abu-abu; di timur adalah Dewa Iswara dengan warna putih; di tenggara adalah M aheswara dengan warna merah muda; di selatan adalah Dewa Brahma dengan warna merah; di barat daya adalah Rudra dengan warna jingga; di barat adalah M aha Dewa dengan warna kuning; dan di barat laut adalah Sangkara dengan warna hijau (Dwija Putra, 2001: 56). Tirta—air suci. Tri Hita Karana—prinsip yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-sesamaalam yang berdasarkan itab Veda. Trikaya Parisuda—tiga gerak atau perbuatan yang harus disucikan. Tri Marga—Hindu Dharma (Ciwa Buddha), Karma Marga, dan Jnana Marga. Tri Rna—prinsip tiga hutang, hutang kepada Tuhan-sesama-orang tua. 102 -WWali—sakral. -YYadnya—pemujaan. 103 DAFTAR PUSTAKA Bandem, I M ade. (2001a). Topeng in Contemporary Bali dalam Bandem(ed.) Mask The Other Face of Humanity, pp1-3. Denpasar. Bandem, I M ade. (2001b). Wayang Wong. Bali M angsi Press, Denpasar. Couteau, Jean. (1999). Museum Puri Lukisan. Yayasan Rathna Warta, Ubud. Dibia, I. W., Ballinger, R.. (2004). Balinese Dance, Drama & Music-a Guide to the Performing Arts of Bali. Periplus, Singapur. Geriya, I. W., Pitana, I. G., Sugriwa, I. G. B. S., dkk. (1998). Taksu, Never Ending Creativity. Cultural Affairs Office Bali Province, Denpasar. Kanta, I M ade. (1978). Proses Melukis Tradisionail Wayang Kamasan. Proyek Sasana Budaya Bali, Denpasar. Kodi, I Ketut. (2006). Topeng Bondres Dalam Perubahan Masyarakat Bali: Suatu Kajian Budaya. Tesis Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana, Denpasar. Pandji. (1975). Perkembangan Wayang Wong Sebagai Seni Pertunjukkan. Proyek Pengembangan Sarana Wisata Budaya Bali, Denpasar. Putra, I Dewa Alit Dwija. (2001). Kajian Pergeseran Fungsi Bentuk Simbolis Topeng Tradisional Topeng Pajegan Bali. Tesis Program M agister. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Putra, I Dewa Gde. (1977). Teknik Pembuatan Tapel Tradisional Bali. Proyek Sasana Budaya Bali, Denpasar. Racki, Christian. (1998). The Sacred Dances of Bali. C.V Buratwangi Bali, Denpasar. 104 Sulistyowati, Ayu. (2009). Tradisi-Topeng Sidakarya & Alam. Kompas, 14 Desember, p14. Sumandhi, I. N., Sayang, D. N. M ., Asnawa, K. G. (1993). Topeng Sidakarya-Deskripsi Dramatari Bali. Proyek Pembinaan Kesenian. Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Bali, Denpasar. Tangguh, I Wayan. (1984). Masques Traditionnels De Bali. Pusat Kebudayaan Prancis dan Kanwil Jawa Timur, Surabaya.