S47490-Simanjuntak, Gloria Naulina

advertisement
ANALISIS LANGKAH PENGELOLAAN GERAKAN SERIKAT
PEKERJA OLEH MANAJEMEN
(Studi Kasus pada PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero))
Gloria Naulina Simanjuntak
Kusnar Budi
Ilmu Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik
ABSTRAK
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) memiliki banyak kendala dalam menjalankan
hubungan industrial. Berbagai dinamika hubungan industrial terjadi karena disebabkan oleh
kurangnya komunikasi antara pihak perseroan dengan pihak serikat pekerja. Perseroan kerap
mengeluarkan surat kebijakan tanpa berunding terlebih dahulu dengan serikat pekerja.
Keluarnya surat kebijakan tanpa adanya pemberitahuan menyebabkan terjadinya berbagai
permasalahan hubungan industrial yang dirangkum menjadi Matriks 9. Kurangnya
komunikasi inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan sudut pandang.
Perbedaan
Sudut pandang inilah yang menyebabkan terjadinya gerakan serikat buruh. Usaha yang
dilakukan PLN baru mengintensifikasikan Lembaga Kerjasama Bipartit. Usaha ini adalah
sangat baik, namun akan menjadi lebih baik lagi apabila didukung dengan usaha pendekatan
yang bersifat non-formal atau kasual. Penulis menyarankan agar dibuat wadah non formal
seperi morning gathering, penggiatan klub olahraga, seni, atau organisasi keagamaan, dan
penggiatan halal bi halal.
Kata kunci: pengelolaan, gerakan serikat pekerja.
ABSTRACT
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) has a lot of obstacles in running the industrial
relations. The dynamics of industrial relations occur because of the lack of communication
between the company and the trade union. The Company often issued policies without
negotiating first with the union. Discharge letter policy without notice cause a variety of
industrial relations problems are summarized into “Matriks Sembilan”. The lack of
communication is what causes the difference in perspective. Because of the difference
perspective, PT. PLN (Persero) tries to intensify The Bipartite Cooperation. This effort was
very good, but it would be even better if it is supported by the non-formal or casual approach.
Writer recommend to the board management to use non-formal approach such as morning
gathering, activate the sport, art, or religious organizations’ activities, and liven up the
gathering session.
Keywords:
Manage, Trade Union Movement.
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
1. Pendahuluan
Pergerakan pekerja atau buruh sudah ada sejak zaman revolusi industri akhir abad ke
18. Revolusi Industri ditandai dengan penggunaan mesin-mesin hasil temuan teknologi dalam
proses produksi barang di pabrik-pabrik, transportasi dan pertambangan. Penemuan teknologi
tersebut telah memungkinkan sistem produksi massal (mass production). Karena itu industri
dapat menyediakan barang dalam jumlah besar dengan kualitas yang lebih tinggi dengan
harga yang relatif lebih murah. Keadaan yang kontras antara pengusaha dan buruh atau
pekerja muncul. Pengusaha atau pemilik modal mendapat keuntungan yang berlipat-lipat,
sedangkan di pihak pekerja/buruh kondisi kerjanya bertambah buruk. Mereka harus bekerja
dengan waktu yang lebih lama sekitar dua belas jam sehari dengan upah yang rendah. (Bahrun
dan Ismail, 2012:1)
Pergerakan perburuhan di Indonesia mengalami suatu gebrakan baru ketika memasuki
masa Orde Baru. Pergerakan perburuhan berubah setelah pemberontakan yang dilakukan oleh
Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan gerakan perebutan kekuasaan 30 September 1965
yang dikenal sebagai G-30-SPKI gagal. Kegagalan G-30-SPKI ini mendorong serikat pekerja
atau buruh untuk menyatukan diri dalam satu secretariat bersama. Pada tahun 1968 sekretariat
bersama terbentuk, yaitu Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) yang merupakan
awal dari bergabungnya serikat buruh atau pekerja pada masa itu. (Bahrun dan Ismail, 2012:2)
Dalam pemilihan umum tahun 1971, tampil Sembilan partai politik dan satu golongan
karya. Sebagai langkah depolitisasi dan deideologisasi partai-partai politik, pemerintah Orde
Baru mendorong partai-partai peserta Pemilu 1971 untuk berfusi menjadi dua Partai Politik
saja. Dengan penyederhanaan jumlah partai politik, serikat-serikat pekerja atau buruh mulai
kehilangan induknya. Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia menyelenggarakan seminar
di Tugu, pada tanggal 21-28 Oktober 1971, yang hasilnya adalah sebagai berikut: (1) Gerakan
serikat pekerja harus lepas sama sekali dari kekuatan politik manapun, (2) Kegiatan serikat
pekerja harus dititik beratkan pada bidang sosial ekonomi, (3) Serikat pekerja yang ada secara
organisatoris harus ditata ulang dan perlu dipersuasi agar bersatu, (4) Struktur organisasi
gerakan pekerja perlu diperbaiki, (5) Dalam hal pendanaan serikat-serikat pekerja tidak boleh
mengharapkan atau bahkan menggantungkan diri pada sumber dana dari luar.
Kelanjutan dari seminar ini, MPBI pada tanggal 24-26 Mei 1972 mengadakan rapat
guna membahas upaya-upaya pembaharuan dan penyederhanaan eksistensi serikat-serikat
pekerja. Tekad untuk membentuk satu wadah kaum pekerja di Indonesia ini direalisasikan
melalui Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia yang dinyatakan di Jakarta pada tanggal
20 Februari 1973. Melalui deklarasi ini berdirilah Federasi Buruh seluruh Indonesia (FBSI).
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Pada mulanya FBSI disusun menjadi dua puluh Serikat Buruh Lapangan Pekerja
(SBLP), namun pada tahun 1973, Kongres Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
menetapkan PGRI sebagai organisasi profesi yang berdiri sendiri dan melepaskan diri dari
FBSI. Kemudian Kongres Serikat Buruh Transport yang pertama tahun 1976 memutuskan
untuk memecahkan diri tiga SBLP yaitu Serikat Buruh Angkutan Jalan Raya (SBAJR),
Serikat Buruh Angkutan Sungai, Danau, dan Ferry (SBASDF), dan Serikat Buruh Transpor
Udara (SBTU).
Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia tanggal 20 Februari 1973 dirasakan
sangat monumental dalam perkembangan serikat pekerja di Indonesia untuk menumbuhkan
jati diri di kalangan pekerja Indonesia serta lebih meningkatkan kebanggaan para pekerja
Indonesia dalam pengabdiannya kepada pembangunan nasional yang dilandasi system
Hubungan Industrial Pancasila (HIP). Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara
para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah)
didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila
dan Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan
kebudayaan nasional Indonesia.
Kongres kedua FBSI pada tanggal 26-30 November 1985 di Jakarta menetapkan
bahwa FBSI diganti menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). SPSI adalah organisasi
fungsional profesi para pekerja yang berazaskan pancasila. SPSI merupakan satu-satunya
serikat pekerja yang diakui pemerintah sejak tahun 1973. SPSI merupakan organisasi
fungsional profesi pekerja yang menghimpun seluruh pekerja Indonesia yang bekerja di
berbagai sektor lapangan pekerjaan. (Bachrun dan Ismail, 2012: 13-16)
Perkembangan serikat pekerja sangat didukung oleh pemerintah. Di masa presiden
Soeharto berkuasa, pada setiap tanggal 17 Agustus selalu ada penghargaan terhadap putraputri Indonesia yang berprestasi untuk diundang di Istana Negara ikut menghadiri peringatan
kemerdekaan Republik Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah pekerja teladan, perusahaan
teladan dan profesi lain seperti dokter teladan, bidan teladan, guru teladan serta teladanteladan yang lain.
Pemerintah sangat memperhatikan hal ini karena pemerintah juga merasa perlu adanya
suasana pembangunan jangka panjang dan jangka pendek yang harus tenang untuk berusaha
dan berinvestasi. Disamping itu juga ada tekanan-tekanan dari luar, seperti Negara-negara
pemberi pinjaman, lembaga keuangan internasional, dan ILO.
Berkaitan dengan usaha pemerintah untuk membantu pergerakan serikat pekerja,
pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per-01/MEN/1994 tentang
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan. Berdasarkan peraturan tersebut pekerja di perusahaan
dimungkinkan mendirikan serikat pekerja yang bebas dan berdiri sendiri tanpa bergabung atau
berafiliasi dengan serikat pekerja lain. Serikat pekerja yang independen ini dapat langsung
mendaftar ke Departemen Tenagakerja dan dapat melakukan perundingan dengan pengusaha
untuk membuat Kesepakatan Kerja Bersama atau KKB. Usaha ini sangat berhasil, banyak
terbentuk SPLP dan berhasil menyusun KKB. Sejak dikeluarkannya Permen ini sampai
dengan pertengahan tahun 1998, tercatat 1200 SPLP dan sebahagian mereka sudah memiliki
KKB. Karena dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan keadaan dewasa ini, maka
Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per-01/MEN/1994 tentang Serikat Pekerja Tingkat
Perusahaan dicabut melalui Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per-06/MEN/1998.
Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per-01/MEN/1994 diganti dengan Undangundang Nomor 21 Tahun 2000. Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun
2000 memungkinkan serikat pekerja/buruh yang berdiri tidak harus mencerminkan sektor
usaha, tetapi suatu jenis pekerjaan seperti pengemudi, tukang las, tukang ketik, sekretaris, dan
lain-lain. Fungsi utama serikat pekerja/ buruh adalah merundingkan pembuatan Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) bukan lahi Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Dengan begitu
manajemen/ pengusaha/ perusahaan dapat mengalami kesulitan dalam menghadapi serikat
pekerja/buruh, bukan hanya dalam perundingan PKB tetapi juga dalam rangka konsultasi
berbagai masalah ketenagakerjaan yang lain, termasuk penyediaan fasilitas. (Bachrun dan
Ismail, 2012: 19-22)
Saat ini, hubungan industrial di Indonesia sedang memasuki babak baru, suatu era
demokrasi. Proses demokratisasi, dipicu oleh jatuhnya pemerintahan otoriter Soeharto, lalu
diikuti dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sebelumnya, hubungan industrial di
Indonesia berada di bawah kontrol ketat dari pemerintah pusat. Pemerintah Orde Baru
mengatur keberadaan serikat buruh (pada era tersebut hanya satu serikat pekerja secara resmi
diakui oleh pemerintah), menetapkan tingkat upah minimum, dan mempengaruhi kondisi
perburuhan umum. Saat ini, sistem hubungan industrial menjadi semakin terdesentralisasi,
meskipun banyak komponen yang masih dipengaruhi oleh praktik pemerintah paternalistik
pusat di masa lalu.
Banyak yang berpendapat bahwa alasan sistem hubungan industrial di Indonesia masih
dalam masa transisi karena arah masa depan masih belum jelas. Terutama, apakah hubungan
industrial akan sepenuhnya terdesentralisasi, atau setengah terdesentralisasi dengan dominasi
pemerintah pusat secara bertahap dikurangi, atau, apakah itu masih belum memungkinkan
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
untuk hubungan industrial di Indonesia untuk bebas dari warisan kebijakan Orde Baru
terpusat.
Administrasi kepemerintahan dan kebijakan desentralisasi di Indonesia telah
mengubah cara pembuatan keputusan dalam sistem hubungan industrial. Saat ini, unsur-unsur
desentralisasi serta dialog mulai untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Selain
itu, beberapa perubahan telah dibuat undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan
daerah. Misalnya, pemerintah daerah saat ini memiliki kewenangan untuk menentukan upah
minimum di daerahnya. Perkembangan penting lainnya telah penciptaan UU No 21 tahun
2000, memungkinkan pekerja untuk mendirikan serikat pekerja di tingkat perusahaan.
Keputusan ini dibuat setelah ratifikasi International Labour Organization (ILO), termasuk
Konvensi No 87 tahun 1948 tentang "Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak
Berorganisasi".
Proses demokratisasi dan transparansi proses pengambilan keputusan yang menyertai
perubahan ini telah mengubah sikap para pekerja dan perilaku ketika mengekspresikan ide-ide
mereka dan tujuan. Di masa lalu, suara para pekerja dibungkam, dan hak-hak mereka ditekan.
Sekarang, pekerja, melalui serikat pekerja atau buruh dan gerakan buruh, secara terbuka
membuat tuntutan mereka dengan semangat meningkat melalui pemogokan dan demonstrasi.
Di satu sisi, para pekerja tuntutan peningkatan kesejahteraan melalui kenaikan upah
dan kondisi kerja yang lebih baik dapat dimengerti, mengingat daya beli upah pekerja hampir
tidak meningkat sebelum krisis. Selain itu, kebijakan pemerintah dan perundang-undangan,
yang telah mempengaruhi kehidupan para pekerja, juga telah memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya jumlah pemogokan dan demonstrasi di Indonesia, terutama sejak pertengahan
thn 2001. Hal ini telah diidentifikasi sebagai reaksi terhadap upaya untuk menarik Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-150/Men/2000 tentang "Penyelesaian Pemutusan
Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti
Kerugian di Perusahaan”
Di sisi lain, pemulihan yang lambat dari krisis ekonomi, dalam kombinasi dengan
gejala resesi global yang telah berdampak negatif pada pasar internasional, baru-baru ini
menciptakan dilema bagi pengusaha dalam menampung tuntutan karyawan mereka. Terlebih
lagi, kebijakan keputusan pemerintah untuk meningkatkan upah minimum nominal sebanyak
30-40% pada tahun 2002 merupakan pukulan ganda bagi pengusaha. Dari titik makroekonomi, kebijakan yang terus memberikan peningkatan yang signifikan dalam upah
minimum memiliki potensi untuk mengganggu fleksibilitas pasar tenaga kerja, yang sampai
sekarang telah menjadi bagian dari dinamika pasar tenaga kerja di Indonesia.(www.pu.go.id)
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Ada indikasi bahwa hubungan industrial saat ini sebagian besar diwarnai oleh konflik
kepentingan antara pengusaha dan karyawan. Jika hal ini terus berlangsung, baik manajemen
dan karyawan akan mengalami permasalahan hubungan industrial. Pengertian Perselisihan
hubungan industrial menurut UU No. 2 tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan
hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu
perusahaan.
Permasalahan hubungan industrial yang tidak terselesaikan dengan baik dapat memicu
terjadinya gerakan serikat pekerja. Akibatnya, ada kebutuhan mendesak untuk menghindari
dan meminimalkan sengketa hubungan industrial. Usaha untuk memfasilitasi hubungan
industrial yang baik dibutuhkan keterlibatan baik pengusaha maupun karyawan dan
perwakilan mereka. Ada indikasi bahwa sebagian besar majikan dan karyawan harus
mendukung strategi ini dan membuat upaya serius untuk hubungan industrial yang lebih baik
Masalah hubungan industrial tidak hanya terjadi di perusahan-perusahaan swasta,
tetapi juga di perusahaan-perusahan negara. PT PLN (Persero) merupakan salah satu Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia. Menurut Undang-undang Nomer 19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara, definisi BUMN adalah : Badan Usaha Milik Negara,
yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan. PT. PLN (Persero) diberi kewenangan oleh Pemerintah dan diserahi
tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum, serta diberikan tugas untuk melaksanakan pekerjaan usaha penunjang tenaga listrik.
Persero yang dimaksudkan disini adalah adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas
yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu
persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar
keuntungan (www.bumn.go.id). Dalam menjalankan usahanya, PT PLN (Persero) terdiri dari
beberapa proses bisnis inti yang dibagi menjadi 3 unit bisnis yaitu unit bisnis pembangkitan,
unit bisnis penyaluran dan unit bisnis distribusi.
Berbagai permasalahan hubungan industrial terjadi di PT. PLN (Persero).
Permasalahan ini terjadi seiring dengan tantangan perusahaan yang dirasa semakin berat dan
kebutuhan pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan mereka juga meningkat. Dimulai dari
permasalahan mengenai remunerasi, status pekerja outsourcing, permasalahan Perjanjian
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Kerja Bersama (PKB), sampai penolakan serikat pekerja terhadap privatisasi PT.PLN. Karena
era yang sedang berlangsung adalah era demokrasi maka dengan mudah para pekerja melalui
serikat pekerjanya melakukan gerakan sosial yang biasa kita kenal dengan gerakan serikat
pekerja. Gerakan serikat pekerja yang marak terjadi di PLN adalah demonstrasi dan ancaman
mogok kerja. Gerakan seperti ini tentu mengganggu iklim kondusif dari proses bisnis yang
dijalankan PT. PLN (Persero).
Berdasarkan fenomena-fenomena sosial di atas peneliti melihat dibutuhkannya
langkah antisipasi terhadap gerakan serikat pekerja. Langkah antisipasi dibutuhkan agar PT.
PLN (Persero) tidak mengulangi kesalahan di masa lalu, meminimalkan masalah hubungan
industrial yang sedang terjadi, dan menghindari masalah hubungan industrial yang lain di
masa yang akan dating. Karena urgensi akan langkah antisipasi tersebut maka peneliti akan
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Langkah Pengelolaan Gerakan Serikat Pekerja
Oleh Manajemen (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero).
2. TinjauanTeoritis
Forum komunikasi Lembaga Kerjasama Bipartit (LKS Bipartit) adalah satu forum
komunikasi, konsultasi, dan musyawarah antara wakil pekerja dan wakil pengusaha di
perusahaan untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah hubungan industrial dan
kondisi kerja pada umumnya. Fungsi LKS Bipartit atau forum bipartit adalah menciptakan
ketenangan kerja supaya dapat menjamin kelangsungan perusahaan dan meningkatkan
produktivitas kerja, supaya dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta
kesejahteraan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Disamping itu, LK Bipartit
dapat berfungsi memberikan saran-saran atau mempersiapkan rancangan peraturan perusahaan
(Simanjuntak, 2011:91).
Forum LKS Bipartit ini diatur dalam UU No. 13 tahun 2003 pasal 106 yang berbunyi
sebagai berikut (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang
pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit, (2) Lembaga kerja
sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan
konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan, (3) Susunan keanggotaan lembaga
kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan
unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili
kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. (4) Ketentuan mengenai tata
cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Tujuan LKS Bipartit menurut Kepmen Nomor 32/Men/XII/2008
adalah untuk
menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan di perusahaan.
Fungsi dari LKS Bipartit menurut Kepmen Nomor 32/Men/XII/2008 Pasal 3 adalah sebagai
forum komunikasi dan konsultasi antara pengusaha dengan wakil serikat pekerja/serikat buruh
dan/atau wakil pekerja/buruh dalam rangka pengembangan hubungan industrial untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan perusahaan, termasuk kesejahteraan
pekerja/buruh. Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, LKS
Bipartit mempunyai tugas sebagai berikut (1) Melakukan pertemuan secara periodik dan/atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan, (2) Mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi
pekerja/buruh dalam rangka mencegah terjadinya permasalahan hubungan industrial di
perusahaan, (3) Menyampaikan saran, pertimbangan, dan pendapat kepada pengusaha,
pekerja/buruh dalam rangka penetapan dan pelaksanaan kebijakan perusahaan.
3. Metode Penelitian
Pada penelitian kali ini peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti
memilih pendekatan ini karena pada penelitian ini peneliti ingin memberikan penjelasan
analisis akan langkah-langkah pengelolaan yang dilakukan pihak manajemen PT. Perusahaan
Listrik Negara (PLN) (Persero) terhadap gerakan serikat pekerja PLN sendiri. Kajian pustaka
yang dilakukan oleh peneliti dimanfaatkan sebagai panduan penelitian agar fokus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan dan tujuan penelitian. Landasan teori juga bermanfaat untuk
memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan berbagai bahan pembahasan hasil
penelitian.
Jika dilihat dari tujuannya, penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam penelitian
eksplanatif
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan fenomena sosial pelaksanaan
langkah pengelolaan yang dilakukan manajemen terhadap gerakan serikat pekerja.Selain itu
penelitian ini menyajikan gambaran yang lengkap mengenai keadaan sosial serta hubunganhubungan yang saling terkait satu sama lain.
Dilihat dari manfaat, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian murni karena
berorientasi pada ilmu pengetahuan dan akademis. Penelitian murni fokus untuk mendukung
teori-teori yang menjelaskan bagaimana kehidupan sosial beroperasi, hal-hal apa yang akan
terjadi, mengapa hubungan sosial berjalan dengan suatu cara, dan mengapa terjadi perubahan
masyarakat. (Neuman, 2007:152). Penelitian ini dilakukan untuk kepuasaan akademis dan
tidak memiliki implikasi langsung untuk menyelesaikan suatu masalah.
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Penelitian ini mengambil waktu pada tanggal 29 Maret 2013 sampai dengan 20 Juni
2013 dan dilakukan di kantor pusat PT. PLN (Persero). Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian cross sectional karena peneliti tidak akan melakukan penelitian lain di waktu yang
berbeda untuk diperbandingkan. Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini
menggabungkan antara teknik pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data kualitatif
dilakukan melalui wawancara mendalam dengan beberapa narasumber yang telah dipilih dan
dikonfirmasi oleh peneliti.
Dalam penelitian ini, peran narasumber sangat penting dan sangat diperlukan. Untuk
menentukan narasumber dalam konteks objek penelitian diklasifikasikan berdasarkan
kompetensi tiap-tiap informan. Teknik penentuan narasumber dilakukan secara purposif.
Narasumber dalam penelitian ini berjumlah 4 (orang) orang yaitu Manajer Senior Hubungan
Industrial, Senior Spesialis Hubungan Industrial, AR analis hubungan industrial, dan 1 (satu)
orang perwakilan dari serikat pekerja PLN. Berdasarkan pada penelitian ini yang berfokus
pada antisipasi terhadap gerakan serikat buruh, maka peneliti menentukan informan yang
dianggap dapat memberikan infomasi terkait, baik yang ada pada posisi manajerial (pemberi
kerja), pekerja, maupun akademisi yang akan dijadikan bahan analisis untuk penelitian ini.
Adapun kriteria yang informan yang ditetapkan oleh peneliti adalah : (a) Memiliki
pengalaman terlibat dalam program langkah antisipasi gerakan serikat pekerja baik sebagai
konseptor, eksekutor, maupun pengamat, (b) Bersifat analitis, (c) Bersedia memberikan
waktunya.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Kondisi Hubungan Industrial di Perusahaan
Dalam menjalankan hubungan industrial, perusahaan dan serikat pekerja
memiliki sebuah dasar tertulis yang disebut perjanjian kerja bersama. Perjanjian Kerja
Bersama adalah kesepakatan atau perjanjian yang dicapai melalui perundingan antara
wakil serikat pekerja dan wakil pengusaha di satu atau beberapa perusahaan mengenai
hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha (Simanjuntak,
2011:82). Pada saat ini Peraturan Kerja Bersama yang berlaku di PLN adalah
Perjanjian Kerja Bersama Periode tahun 2010-2012 antara PT PLN (Persero) dengan
Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Nomor 140-1.PJ/040/DIR/2010 dan Nomor: DPP002.PJ/SP-PLN/2010 tanggal 23 April 2010. Sesuai dengan prinsip yang dianut dalam
hubungan industrial Pancasila bahwa hubungan industrial bertujuan untuk a)
menciptakan ketenangan atau ketentraman kerja serta ketenangan usaha; b).
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
meningkatkan produksi; c). meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya
sesuai dengan martabat manusia. Oleh karena itu hubungan industrial Pancasila harus
dilaksanakan sesuai atas tri-kemitraan (three-partnerships) yaitu patnership in
responsibility, patnership in production, dan partnership in profit (Aruan ,2004:1).
Setelah membaca Perjanjian Kerja Bersama penulis menilai pada dasarnya
kedua belah pihak sudah mengusahakan tercapainya keseimbangan kekuatan (Power
Balance) antara perseroan dengan SP-PLN. Dengan adanya keseimbangan kekuatan
berarti tidak terjadi ketimpangan dan sudah terpenuhinya asas kemitraan. Namun,
dalam pelaksanaannya sehari-hari terkadang terjadi kekurangan dalam pelaksanaan
sehingga menjadi permasalahan dalam hubungan industrial PT. PLN (Persero).
Perjanjian Kerja Bersama ini selain bisa menjadi pedoman dalam hubungan
industrial perusahaan, ternyata bisa juga memicu permasalahan hubungan industrial.
Permasalahan hubungan industrial yang terjadi ini disebut dengan “Matriks 9”.
Matriks 9 ini meliputi penanganan kesehatan, SI UJO (Sistem Uji Online), SIMPAPENAS (Sistem Manajemen Penilaian Kepegawaian Secara Nasional),
pengaturan pernikahan sesama pegawai, Job description dalam jenjang karir (Sistem
Paket), Shared Service Center (SSC), masalah privatisasi PLN, pemberian bonus, dan
pemberian dana bantuan. Sembilan isu ini menjadi fokus permasalahan SP-PLN saat
ini karena dikeluarkannya surat kebijakan terkait isu-isu tersebut oleh manajemen
namun tanpa perundingan dengan pihak SP-PLN.
Ketidakpuasan SP-PLN kerap terjadi karena mereka merasa tidak dilibatkan
dalam pembuatan sebuah keputusan padahal dalam menjalankan hubungan industrial
perusahaan harus mengacu pada PKB. Ketidak terlibatan SP-PLN dalam pembuatan
kebijakan menyebabkan SP-PLN berasumsi sendiri, asumsi tersebut menyebabkan
perbedaan sudut pandang.
Perbedaan sudut pandang ternyata menyebabkan sebuah gerakan serikat
pekerja. Apabila ditelaah lagi ternyata inti dari permasalahan yang kerap terjadi ini
karena kurangnya komunikasi antara SP-PLN dan manajemen atau perseroan. Pada
saat ini manajemen tengah mengusahakan intensifikasi dari LKS Bipartit karena
sebelumnya LKS Bipartit mengalami pasang surut dalam pelaksanaannya.
4.2 Permasalahan Hubungan Industrial di PT. PLN (Persero)
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Perselisihan hubungan industrial yang terjadi di PT. PLN (Persero) telah
dirumuskan menjadi “Matriks 9”. Pada Sub bab ini penulis akan menganalisis jenisjenis perselisihan dari Matirks 9 tersebut:
4.2.1
Shared Service Center (SSC)
Shared Services Center (SSC) dirancang untuk memodernisasikan PLN
di urusan pembayaran dan tagihan pembayaran. SSC ini adalah
pengembangan dari system yang sudah berjalan di PLN. Selain untuk
mempermudah pelayanan bagi PLN, system ini untuk memudahkan
rekanan meminta bayaran dari PLN setelah proyeknya rampung atau
pembayaran kontrak. Menurut Nur Pamudji, Direktur Utama PT. PLN
(Persero), SSC sama sekali tidak ada kaitannya dengan PHK.
Permasalahan SSC ini disebabkan oleh kesalahpahaman. Ketika
kebijakan SSC ini dikeluarkan, SP-PLN belum diajak untuk berunding.
Puncak ketidakpuasan pihak SP-PLN berujung pada Rapat Akbar yang
diselenggarakan pada tanggal 21-22 Maret 2013. Dilihat dari jenis
perselihannya, maka perselisihan ini adalah perselisihan kepentingan.
Objek sengketa dari perselisihan kepentingan adalah karena tidak
adanya kesesuaian paham/ pendapat mengenai pembuatan, dan/atau
perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Dengan kata
lain perselisihan kepentingan ini menyangkut pembuatan hukum
dan/atau perubahan terhadap substansi hukum yang sudah ada. Pada
kasus ini Surat keputusan mengenai SSC sudah dikeluarkan padahal
belum ada kesepakatan atau perundingan dengan SP-PLN.
4.2.2 Privatisasi PT. PLN (Persero)
Wacana privatisasi PT. PLN ini bermula pada rapat umum
pemegang saham (RUPS) PT. PLN (Persero) pada tanggal 8 Januari
2008. Keputusan dalam RUPS itu kali ini sangat istimewa, karena
berupa restrukturisasi terhadap PLN berupa pembentukan 5 anak
perusahaan distribusi yaitu Jakarta Raya, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Bali, serta paling lambat akhir tahun 2008
membentukan satu anak perusahaan Transmisi dan Pusat Pengatur
Beban Jawa Bali. Keputusan berikutnya akan dibentuk dua BUMN
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Pembangkitan bahwa PT Indonesia Power dan PT Pembangkit Jawa
Bali yang terpisah dari PLN. Rencana privatisasi PT. PLN (persero) ini
ditentang oleh SP-PLN. SP-PLN menolak dilaksanakannya privatisasi
tidak semata-mata karena sifat PLN yang strategis sebagai penyedia
tenaga listrik satu-satunya di Indonesia, melainkan karena SP-PLN
merasa bahwa PLN adalah satu dari Sabang sampai Merauke, tidak
terpecah-pecah. SP- PLN juga meminta agar sektor ketenaga listrikan
tetap dikuasai langsung oleh pemerintah sebagaimana amanat pasal 33
ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara”.
4.2.3
Pernikahan Sesama Pegawai
Yang menyebabkan terjadinya perselisihan adalah PKB yang
berlaku di lingkungan PT PLN (Persero) tersebut tidak mengatur
tentang perkawinan antar pegawai, sehingga ketika seorang pegawai
melangsungkan perkawinan dengan sesama pegawai, maka pegawai
tersebut tidak boleh di-PHK karena larangan perkawinan dengan
sesama pegawai tidak ada di PKB sebagaimana yang dipersyaratkan
oleh
undang-undang.
Namun
di
sisi
lain,
manajemen
telah
mengingatkan bahwa akan diberlakukan SK baru.
4.2.4
SI UJO (Sistem Uji Kompetensi On-line)
Manajemen PLN mewajibkan tes bagi seluruh karyawan di
Indonesia melalui tes uji kompetensi online. SP-PLN merasa bahwa
pemberlakuan SIUJO ini adalah salah satu langkah PLN untuk
melakukan PHK terhadap karyawannya.SI UJO juga diindikasi sebagai
instrumen PHK dalam rangka menghadapi privatisasi PLN. Selain
kecenderungan akan privatisasi, SI UJO juga ditolak oleh SP-PLN
karena dirasa tidak mewakili seluruh aspek Human Capital yaitu
knowledge, skill, dan attitude. SI UJO hanya mewakili bidang
knowledge atau pengetahuan saja.Perselisihan terkait SI UJO ini
termasuk dalam Perselisihan Kepentingan dan juga Perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja.
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
4.2.5
Permasalahan SIMKPENAS
Pada tahun 2012 Aplikasi SIMKP telah dimigrasikan menjadi
SIMKPNAS yang didalamnya tidak terdapat lagi modul pembelajaran.
Aplikasi IKD On Line yang disiapkan oleh PLN Pusdiklat telah
diimplementasikan di Lingkungan PLN Pusdiklat pada tanggal 12 Juni
2012 yang hasil pemilihan Diklatnya akan digunakan sebagai bahan
perencanaan.Diklat merupakan salah satu parameter dalam Manajemen
Suksesi Jabatan dan Pembinaan Kompetensi (SE Direksi Nomor
006.E/DIR/2012) sehingga perlu disediakan akses agar setiap pegawai
mendapatkan kesempatan mengikuti Diklat disetiap semester.
Permasalahan SIMKPNAS ini terkait dengan permasalahan SI
UJO. Ketidak siapan infrastruktur, penilaian yang kurang kompeten,
dan ketakutan bahwa SIMKPNAS ini hanya menjadi jalan untuk
privatisasi membuat SP tidak setuju dengan adanya sistem ini.
Permasalahan
ini
dapat
dikategorikan
sebagai
permasalahan
kepentingan karena menyangkut peraturan baru terkait sistem penilaian
kinerja.
4.2.6
Permasalahan PAKET AKSI
PAKET AKSI adalah singkatan dari Parameter Suksesi Jabatan
dan Pembinaan Kompetensi. Ada beberapa parameter dalam suksesi
jabatan dan pembinaan kompetensi Pegawai PLN, tidak lagi berbasis
perolehan Kriteria Talenta, yang terdiri atas 2 unsur saja, yaitu
penilaian atas hasil pencapaian kinerja dan kompetensi. Sebelumnya,
dalam unsur kinerja, sudah ada elemen program pengembangan diri
pegawai (PDP) yang dinilai, tetapi tidak signifikan, yaitu knowledge
Sharing, inovasi, penugasan tim dan beberapa lainnya.
Pada saat membuat keputusan terkait dengan Paket AKSI ini
para pekerja tidak diajak untuk berdiskusi, tiba-tiba sudah selesai saja
system ini dan akan segera diberlakukan. Para serikat Pekerja merasa
sikap serupa tidak adil. Para pekerja ingin mendengar kajian lebih jauh
terkait dengan Paket AKSI ini. Permasalahan ini termasuk dalam
permasalahan Kepentingan.
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
4.2.7
Dana Bantuan, Penanganan Kesehatan, dan Bonus.
Permasalahan penanganan kesehatan dan pemberian bonus
tengah dirundingkan untuk pembaharuan Perjanjian Kerja Bersama.
Karena terkait dengan Perjanjian Kerja Bersama maka permasalahan ini
dapat digolongkan dengan perselisihan jenis kepentingan. Untuk kasus
dana bantuan yang diberikan kepada daerah yang mengalami bencana
dan kepada Negara tetangga yaitu Myanmar, SP-PLN mengharapkan
transparansi proses pemberiannya dan kejelasan tujuan pemberian.
4.2.3 Analisis Langkah Pengelolaan Gerakan Serikat Pekerja oleh PT.Perusahaan
Listrik Negara (Persero)
Pada kasus PT. PLN (Persero) Manajemen berpandangan bahwa demo
atau rapat tidak dapat dihindarkan, karena itu adalah hak pekerja yang diatur
dalam undang-undang. Oleh karena itu sikap manajemen adalah membiarkan
gerakan tersebut terjadi apabila serikat pekerja memang dirasa perlu oleh serikat
pekerja. Gerakan serikat pekerja yang dilakukan oleh SP-PLN adalah Rapat
Akbar yang sebenarnya adalah demo, sejauh ini tidak pernah terjadi pemogokan.
Pemogokan ini tidak pernah terjadi karena serikat pekerja berpikir bahwa listrik
adalah kebutuhan vital di era modern ini, segala usaha bisnis, pekerjaan, dan
kegiatan sehari-hari dapat terhambat apabila petugas mogok kerja dan
menyebabkan mati listrik. Manajemen mengakui bahwa sampai sekarang mogok
hanya menjadi ancaman saja. Gerakan SP yang terlalu sering dapat mengancam
kinerja pegawai juga, kinerja pegawai berefek domino pada keuntungan
perusahaan. Maka dari itu, PT. PLN (Persero) harus lebih tanggap terhadap isu
yang sedang marak dan usaha pendekatan kepada serikat buruh yang bersifat
kasual harus mulai dimarakkan. Usaha intensifikasi LKS Bipartit adalah sangat
baik namun harus didukung dengan pendekatan kasual dan SOP pengelolaan agar
gerakan serikat pekerja terkontrol. Selain itu dengan adanya pendekatan kasual
maka tercipta suasana akrab dan kekeluargaan yang membuat serikat pekerja
merasa menjadi mitra dengan manajemen, bukan dua kubu yang berlawanan
dengan kepentingan yang berbeda.
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
5. Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukan oleh penulis pada PT.
PLN (Persero), hubungan industrial yang terjadi di PT.PLN (Persero) belum
berjalan dengan harmonis dan adil karena masih ada pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh kedua belah pihak terhadap Perjanjian Kerja Bersama.
Kurangnya komunikasi antara SP-PLN dan PT.PLN (Persero) menyebabkan
berbagai perbedaan sudut pandang yang akhirnya menyulut gerakan buruh.
Gerakan buruh yang ada di PLN biasanya berupa demo atau unjuk rasa yang
disebut dengan Rapat Akbar. SP-PLN tidak pernah mengadakan mogok kerja,
selama ini mogok kerja hanya menjadi ancaman saja.
Manajemen PT.PLN (Persero) belum memiliki langkah pengelolaan
gerakan serikat pekerja yang bersifat non-formal atau melakukan pendekatan
yang lebih personal. Selama ini langkah yang dilakukan baru usaha
intensifikasi Lembaga Kerja Sama Bipartit. Dengan dilaksanakannya
intensifikasi LKS Bipartit ini, PT. PLN (Persero) berharap komunikasi antara
SP-PLN dengan manajemen menjadi lebih baik dan terjadi kesamaan cara
pandang. Dengan adanya kejelasan untuk masing-masing isu, komunikasi yang
lebih baik, dan kesamaan cara pandang maka manajemen berharap gerakan
serikat buruh dapat diminimalisir dan terwujudnya hubungan industrial yang
harmonis.
5.2
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang ada, hubungan industrial di PT.PLN
(Persero) belum berjalan harmonis karena kurangnya komunikasi. Penulis
memiliki beberapa masukan untuk perusahaan terkait pengelolaan gerakan
serikat buruh dan forum komunikasi :
1. Sebaiknya dalam hubungan bipartit perusahaan mengintenskan pertemuan
yang bersifat casual atau santai seperti morning gathering atau pertemuan
di pagi hari sebelum bekerja. Morning gathering ini dilaksanakan antara
pimpinan satu unit kerja dengan semua bawahan di unit kerja, walaupun
hanya lima sampai sepuluh menit saja, sangat bermanfaat untuk
membicarakan berbagai hal baik hal yang terkait pekerjaan maupun hal
yang tidak terkait pekerjaan. Dalam pertemuan ini dapat dimanfaatkan juga
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
untuk saling berbagi informasi dan cerita hal-hal yang tidak terkait
langsung dengan pekerjaan, namun dapat menambah keakraban dan
semangat kerja.
2. Menggiatkan kembali kegiatan klub-klub olahraga, seni, maupun organisasi
kerohanian juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mempererat hubungan
sesama karyawan dan mengurangi ketegangan ‘SP-Manajemen’
3. Menggiatkan kembali kegiatan Halal Bi Halal. Kegiatan Halal bi Halal
dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebagai momen penting untuk
meningkatkan hubungan yang harmonis antara pimpinan perusahaan dengan
seluruh lapisan pekerja/buruh dengan saling maaf memaafkan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdussalam. 2009. Hukum Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan). Jakarta : Restu Agung.
Bahrun, Saifudin dan Naufal Mahfudz Ismail. 2012. Kiat Mengelola Mogok Kerja dan Demo.
Jakarta : Penerbit PPM
Budiono, Abdul Rahmat. 1995. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Pesada.
Bungin, Burhan. 2003. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.
Dawan, Prinst. 2000. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Hardjosatoto, Suharyoto. 1985. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Yogyakarta :
Liberty.
Hoffer, Eric. 1993. Gerakan Massa (terjemahan Masri Manis). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,
Hyman, Richard. 2001. Understanding European Trade Unionism: Between Market, Class &
Society. London: Sage.
International Labour Organization. 2003. Kerjasama Bipartit di Tempat Kerja: Buku
Pegangan). Jakarta : ILO.
Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan: Sebuah Panduan Praktis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Lansberger, Henry. A. 1981. Pergolakan Petani dan Perubahan Sosial (terjemahan Aswab
Mahasin). Jakarta: CV. Rajawali.
Moleong, Lexy J., 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Neuman, Lawrence W. 2007. Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative
Approaches. Boston: Allyn and Bacon.
Rahayu, Nanik. 2008. Radikalisasi Petani Delanggu. Surakarta: UNS.
Simanjuntak, Payaman J., 2011. Manajemen Hubungan Industrial (Serikat Pekerja,
Perusahaan, dan Pemerintah). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2006. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara.
Uwiyono, Aloysius. 2001. Hak Mogok di Indonesia. Depok: Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
Wijayanti, Astri. 2012. Sinkronisasi Hukum Perburuhan terhadap Konvensi ILO: Analisis
Kebebasan Berserikat dan Penghapusan Kerja Paksa di Indonesia. Bandung: Karya
Putra Darwati Bandung.
Jurnal
Aruan. 2004. Kebijaksanaan Pembinaan Hubungan Industrial Dalam Melindungi Pekerja
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Menuju Terciptanya Kepastian Hukum. Informasi Hukum, Volume 1, No VI, hlm 1-8. Dasar-dasar Hukum
ILO Convention No. 87/1948 on “the Freedom of Association and Protection of the Right to
Organize.”
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-150/Men/2000 tentang "Penyelesaian
Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan
Masa Kerja, dan Ganti Kerugian di Perusahaan”
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1603.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor Per. 32/MEN/XII/2008 tentang “Tata Cara Pembentukan dan Susunan
Keanggotaan Lembaga Kerja Sama Bipartit”
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1998 tentang “Kemerdekaan Menyatakan
Pendapat di Depan Umum”
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2000 tentang “Serikat Pekerja / Serikat
Buruh.”
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang “Badan Usaha Milik
Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang “Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial”
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Website
www.bumn.go.id
www.pln.co.id
www.hukumtenagakerja.com
Anonim.
2011.
Serikat
Pekerja
PLN
Tolak
Privatisasi
PLN.
http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/serikat-pekerja-pln-tolakprivatisasi-pln/11466 diakses pada tanggal 15 Juni 2013.
Lubis, Adiyansyah. 2013. Pegawai Gugat PLN: Di-PHK karena Menikah dengan Rekan
Sekantor. http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=39361 diakses pada tanggal 15
Juni 2013.
Siahaan, Charles.2011. Komisi VI Pertanyakan Keterlibatan Swasta Tangani SSC
PLN.http://www.jurnalparlemen.com/view/1850/komisi-vi-pertanyakan-keterlibatanswasta-tangani-ssc-pln.html diakses pada tanggal 15 Juni 2013.
Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013
Download