ANALISIS LANGKAH PENGELOLAAN GERAKAN SERIKAT PEKERJA OLEH MANAJEMEN (Studi Kasus pada PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero)) Gloria Naulina Simanjuntak Kusnar Budi Ilmu Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ABSTRAK PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) memiliki banyak kendala dalam menjalankan hubungan industrial. Berbagai dinamika hubungan industrial terjadi karena disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara pihak perseroan dengan pihak serikat pekerja. Perseroan kerap mengeluarkan surat kebijakan tanpa berunding terlebih dahulu dengan serikat pekerja. Keluarnya surat kebijakan tanpa adanya pemberitahuan menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan hubungan industrial yang dirangkum menjadi Matriks 9. Kurangnya komunikasi inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan sudut pandang. Perbedaan Sudut pandang inilah yang menyebabkan terjadinya gerakan serikat buruh. Usaha yang dilakukan PLN baru mengintensifikasikan Lembaga Kerjasama Bipartit. Usaha ini adalah sangat baik, namun akan menjadi lebih baik lagi apabila didukung dengan usaha pendekatan yang bersifat non-formal atau kasual. Penulis menyarankan agar dibuat wadah non formal seperi morning gathering, penggiatan klub olahraga, seni, atau organisasi keagamaan, dan penggiatan halal bi halal. Kata kunci: pengelolaan, gerakan serikat pekerja. ABSTRACT PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) has a lot of obstacles in running the industrial relations. The dynamics of industrial relations occur because of the lack of communication between the company and the trade union. The Company often issued policies without negotiating first with the union. Discharge letter policy without notice cause a variety of industrial relations problems are summarized into “Matriks Sembilan”. The lack of communication is what causes the difference in perspective. Because of the difference perspective, PT. PLN (Persero) tries to intensify The Bipartite Cooperation. This effort was very good, but it would be even better if it is supported by the non-formal or casual approach. Writer recommend to the board management to use non-formal approach such as morning gathering, activate the sport, art, or religious organizations’ activities, and liven up the gathering session. Keywords: Manage, Trade Union Movement. Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 1. Pendahuluan Pergerakan pekerja atau buruh sudah ada sejak zaman revolusi industri akhir abad ke 18. Revolusi Industri ditandai dengan penggunaan mesin-mesin hasil temuan teknologi dalam proses produksi barang di pabrik-pabrik, transportasi dan pertambangan. Penemuan teknologi tersebut telah memungkinkan sistem produksi massal (mass production). Karena itu industri dapat menyediakan barang dalam jumlah besar dengan kualitas yang lebih tinggi dengan harga yang relatif lebih murah. Keadaan yang kontras antara pengusaha dan buruh atau pekerja muncul. Pengusaha atau pemilik modal mendapat keuntungan yang berlipat-lipat, sedangkan di pihak pekerja/buruh kondisi kerjanya bertambah buruk. Mereka harus bekerja dengan waktu yang lebih lama sekitar dua belas jam sehari dengan upah yang rendah. (Bahrun dan Ismail, 2012:1) Pergerakan perburuhan di Indonesia mengalami suatu gebrakan baru ketika memasuki masa Orde Baru. Pergerakan perburuhan berubah setelah pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan gerakan perebutan kekuasaan 30 September 1965 yang dikenal sebagai G-30-SPKI gagal. Kegagalan G-30-SPKI ini mendorong serikat pekerja atau buruh untuk menyatukan diri dalam satu secretariat bersama. Pada tahun 1968 sekretariat bersama terbentuk, yaitu Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) yang merupakan awal dari bergabungnya serikat buruh atau pekerja pada masa itu. (Bahrun dan Ismail, 2012:2) Dalam pemilihan umum tahun 1971, tampil Sembilan partai politik dan satu golongan karya. Sebagai langkah depolitisasi dan deideologisasi partai-partai politik, pemerintah Orde Baru mendorong partai-partai peserta Pemilu 1971 untuk berfusi menjadi dua Partai Politik saja. Dengan penyederhanaan jumlah partai politik, serikat-serikat pekerja atau buruh mulai kehilangan induknya. Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia menyelenggarakan seminar di Tugu, pada tanggal 21-28 Oktober 1971, yang hasilnya adalah sebagai berikut: (1) Gerakan serikat pekerja harus lepas sama sekali dari kekuatan politik manapun, (2) Kegiatan serikat pekerja harus dititik beratkan pada bidang sosial ekonomi, (3) Serikat pekerja yang ada secara organisatoris harus ditata ulang dan perlu dipersuasi agar bersatu, (4) Struktur organisasi gerakan pekerja perlu diperbaiki, (5) Dalam hal pendanaan serikat-serikat pekerja tidak boleh mengharapkan atau bahkan menggantungkan diri pada sumber dana dari luar. Kelanjutan dari seminar ini, MPBI pada tanggal 24-26 Mei 1972 mengadakan rapat guna membahas upaya-upaya pembaharuan dan penyederhanaan eksistensi serikat-serikat pekerja. Tekad untuk membentuk satu wadah kaum pekerja di Indonesia ini direalisasikan melalui Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia yang dinyatakan di Jakarta pada tanggal 20 Februari 1973. Melalui deklarasi ini berdirilah Federasi Buruh seluruh Indonesia (FBSI). Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Pada mulanya FBSI disusun menjadi dua puluh Serikat Buruh Lapangan Pekerja (SBLP), namun pada tahun 1973, Kongres Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menetapkan PGRI sebagai organisasi profesi yang berdiri sendiri dan melepaskan diri dari FBSI. Kemudian Kongres Serikat Buruh Transport yang pertama tahun 1976 memutuskan untuk memecahkan diri tiga SBLP yaitu Serikat Buruh Angkutan Jalan Raya (SBAJR), Serikat Buruh Angkutan Sungai, Danau, dan Ferry (SBASDF), dan Serikat Buruh Transpor Udara (SBTU). Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia tanggal 20 Februari 1973 dirasakan sangat monumental dalam perkembangan serikat pekerja di Indonesia untuk menumbuhkan jati diri di kalangan pekerja Indonesia serta lebih meningkatkan kebanggaan para pekerja Indonesia dalam pengabdiannya kepada pembangunan nasional yang dilandasi system Hubungan Industrial Pancasila (HIP). Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Kongres kedua FBSI pada tanggal 26-30 November 1985 di Jakarta menetapkan bahwa FBSI diganti menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). SPSI adalah organisasi fungsional profesi para pekerja yang berazaskan pancasila. SPSI merupakan satu-satunya serikat pekerja yang diakui pemerintah sejak tahun 1973. SPSI merupakan organisasi fungsional profesi pekerja yang menghimpun seluruh pekerja Indonesia yang bekerja di berbagai sektor lapangan pekerjaan. (Bachrun dan Ismail, 2012: 13-16) Perkembangan serikat pekerja sangat didukung oleh pemerintah. Di masa presiden Soeharto berkuasa, pada setiap tanggal 17 Agustus selalu ada penghargaan terhadap putraputri Indonesia yang berprestasi untuk diundang di Istana Negara ikut menghadiri peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah pekerja teladan, perusahaan teladan dan profesi lain seperti dokter teladan, bidan teladan, guru teladan serta teladanteladan yang lain. Pemerintah sangat memperhatikan hal ini karena pemerintah juga merasa perlu adanya suasana pembangunan jangka panjang dan jangka pendek yang harus tenang untuk berusaha dan berinvestasi. Disamping itu juga ada tekanan-tekanan dari luar, seperti Negara-negara pemberi pinjaman, lembaga keuangan internasional, dan ILO. Berkaitan dengan usaha pemerintah untuk membantu pergerakan serikat pekerja, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per-01/MEN/1994 tentang Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan. Berdasarkan peraturan tersebut pekerja di perusahaan dimungkinkan mendirikan serikat pekerja yang bebas dan berdiri sendiri tanpa bergabung atau berafiliasi dengan serikat pekerja lain. Serikat pekerja yang independen ini dapat langsung mendaftar ke Departemen Tenagakerja dan dapat melakukan perundingan dengan pengusaha untuk membuat Kesepakatan Kerja Bersama atau KKB. Usaha ini sangat berhasil, banyak terbentuk SPLP dan berhasil menyusun KKB. Sejak dikeluarkannya Permen ini sampai dengan pertengahan tahun 1998, tercatat 1200 SPLP dan sebahagian mereka sudah memiliki KKB. Karena dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan keadaan dewasa ini, maka Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per-01/MEN/1994 tentang Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan dicabut melalui Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per-06/MEN/1998. Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per-01/MEN/1994 diganti dengan Undangundang Nomor 21 Tahun 2000. Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 memungkinkan serikat pekerja/buruh yang berdiri tidak harus mencerminkan sektor usaha, tetapi suatu jenis pekerjaan seperti pengemudi, tukang las, tukang ketik, sekretaris, dan lain-lain. Fungsi utama serikat pekerja/ buruh adalah merundingkan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) bukan lahi Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Dengan begitu manajemen/ pengusaha/ perusahaan dapat mengalami kesulitan dalam menghadapi serikat pekerja/buruh, bukan hanya dalam perundingan PKB tetapi juga dalam rangka konsultasi berbagai masalah ketenagakerjaan yang lain, termasuk penyediaan fasilitas. (Bachrun dan Ismail, 2012: 19-22) Saat ini, hubungan industrial di Indonesia sedang memasuki babak baru, suatu era demokrasi. Proses demokratisasi, dipicu oleh jatuhnya pemerintahan otoriter Soeharto, lalu diikuti dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sebelumnya, hubungan industrial di Indonesia berada di bawah kontrol ketat dari pemerintah pusat. Pemerintah Orde Baru mengatur keberadaan serikat buruh (pada era tersebut hanya satu serikat pekerja secara resmi diakui oleh pemerintah), menetapkan tingkat upah minimum, dan mempengaruhi kondisi perburuhan umum. Saat ini, sistem hubungan industrial menjadi semakin terdesentralisasi, meskipun banyak komponen yang masih dipengaruhi oleh praktik pemerintah paternalistik pusat di masa lalu. Banyak yang berpendapat bahwa alasan sistem hubungan industrial di Indonesia masih dalam masa transisi karena arah masa depan masih belum jelas. Terutama, apakah hubungan industrial akan sepenuhnya terdesentralisasi, atau setengah terdesentralisasi dengan dominasi pemerintah pusat secara bertahap dikurangi, atau, apakah itu masih belum memungkinkan Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 untuk hubungan industrial di Indonesia untuk bebas dari warisan kebijakan Orde Baru terpusat. Administrasi kepemerintahan dan kebijakan desentralisasi di Indonesia telah mengubah cara pembuatan keputusan dalam sistem hubungan industrial. Saat ini, unsur-unsur desentralisasi serta dialog mulai untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Selain itu, beberapa perubahan telah dibuat undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan daerah. Misalnya, pemerintah daerah saat ini memiliki kewenangan untuk menentukan upah minimum di daerahnya. Perkembangan penting lainnya telah penciptaan UU No 21 tahun 2000, memungkinkan pekerja untuk mendirikan serikat pekerja di tingkat perusahaan. Keputusan ini dibuat setelah ratifikasi International Labour Organization (ILO), termasuk Konvensi No 87 tahun 1948 tentang "Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi". Proses demokratisasi dan transparansi proses pengambilan keputusan yang menyertai perubahan ini telah mengubah sikap para pekerja dan perilaku ketika mengekspresikan ide-ide mereka dan tujuan. Di masa lalu, suara para pekerja dibungkam, dan hak-hak mereka ditekan. Sekarang, pekerja, melalui serikat pekerja atau buruh dan gerakan buruh, secara terbuka membuat tuntutan mereka dengan semangat meningkat melalui pemogokan dan demonstrasi. Di satu sisi, para pekerja tuntutan peningkatan kesejahteraan melalui kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik dapat dimengerti, mengingat daya beli upah pekerja hampir tidak meningkat sebelum krisis. Selain itu, kebijakan pemerintah dan perundang-undangan, yang telah mempengaruhi kehidupan para pekerja, juga telah memberikan kontribusi terhadap meningkatnya jumlah pemogokan dan demonstrasi di Indonesia, terutama sejak pertengahan thn 2001. Hal ini telah diidentifikasi sebagai reaksi terhadap upaya untuk menarik Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-150/Men/2000 tentang "Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian di Perusahaan” Di sisi lain, pemulihan yang lambat dari krisis ekonomi, dalam kombinasi dengan gejala resesi global yang telah berdampak negatif pada pasar internasional, baru-baru ini menciptakan dilema bagi pengusaha dalam menampung tuntutan karyawan mereka. Terlebih lagi, kebijakan keputusan pemerintah untuk meningkatkan upah minimum nominal sebanyak 30-40% pada tahun 2002 merupakan pukulan ganda bagi pengusaha. Dari titik makroekonomi, kebijakan yang terus memberikan peningkatan yang signifikan dalam upah minimum memiliki potensi untuk mengganggu fleksibilitas pasar tenaga kerja, yang sampai sekarang telah menjadi bagian dari dinamika pasar tenaga kerja di Indonesia.(www.pu.go.id) Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Ada indikasi bahwa hubungan industrial saat ini sebagian besar diwarnai oleh konflik kepentingan antara pengusaha dan karyawan. Jika hal ini terus berlangsung, baik manajemen dan karyawan akan mengalami permasalahan hubungan industrial. Pengertian Perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu perusahaan. Permasalahan hubungan industrial yang tidak terselesaikan dengan baik dapat memicu terjadinya gerakan serikat pekerja. Akibatnya, ada kebutuhan mendesak untuk menghindari dan meminimalkan sengketa hubungan industrial. Usaha untuk memfasilitasi hubungan industrial yang baik dibutuhkan keterlibatan baik pengusaha maupun karyawan dan perwakilan mereka. Ada indikasi bahwa sebagian besar majikan dan karyawan harus mendukung strategi ini dan membuat upaya serius untuk hubungan industrial yang lebih baik Masalah hubungan industrial tidak hanya terjadi di perusahan-perusahaan swasta, tetapi juga di perusahaan-perusahan negara. PT PLN (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia. Menurut Undang-undang Nomer 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, definisi BUMN adalah : Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. PT. PLN (Persero) diberi kewenangan oleh Pemerintah dan diserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, serta diberikan tugas untuk melaksanakan pekerjaan usaha penunjang tenaga listrik. Persero yang dimaksudkan disini adalah adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan (www.bumn.go.id). Dalam menjalankan usahanya, PT PLN (Persero) terdiri dari beberapa proses bisnis inti yang dibagi menjadi 3 unit bisnis yaitu unit bisnis pembangkitan, unit bisnis penyaluran dan unit bisnis distribusi. Berbagai permasalahan hubungan industrial terjadi di PT. PLN (Persero). Permasalahan ini terjadi seiring dengan tantangan perusahaan yang dirasa semakin berat dan kebutuhan pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan mereka juga meningkat. Dimulai dari permasalahan mengenai remunerasi, status pekerja outsourcing, permasalahan Perjanjian Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Kerja Bersama (PKB), sampai penolakan serikat pekerja terhadap privatisasi PT.PLN. Karena era yang sedang berlangsung adalah era demokrasi maka dengan mudah para pekerja melalui serikat pekerjanya melakukan gerakan sosial yang biasa kita kenal dengan gerakan serikat pekerja. Gerakan serikat pekerja yang marak terjadi di PLN adalah demonstrasi dan ancaman mogok kerja. Gerakan seperti ini tentu mengganggu iklim kondusif dari proses bisnis yang dijalankan PT. PLN (Persero). Berdasarkan fenomena-fenomena sosial di atas peneliti melihat dibutuhkannya langkah antisipasi terhadap gerakan serikat pekerja. Langkah antisipasi dibutuhkan agar PT. PLN (Persero) tidak mengulangi kesalahan di masa lalu, meminimalkan masalah hubungan industrial yang sedang terjadi, dan menghindari masalah hubungan industrial yang lain di masa yang akan dating. Karena urgensi akan langkah antisipasi tersebut maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Langkah Pengelolaan Gerakan Serikat Pekerja Oleh Manajemen (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero). 2. TinjauanTeoritis Forum komunikasi Lembaga Kerjasama Bipartit (LKS Bipartit) adalah satu forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah antara wakil pekerja dan wakil pengusaha di perusahaan untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah hubungan industrial dan kondisi kerja pada umumnya. Fungsi LKS Bipartit atau forum bipartit adalah menciptakan ketenangan kerja supaya dapat menjamin kelangsungan perusahaan dan meningkatkan produktivitas kerja, supaya dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta kesejahteraan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Disamping itu, LK Bipartit dapat berfungsi memberikan saran-saran atau mempersiapkan rancangan peraturan perusahaan (Simanjuntak, 2011:91). Forum LKS Bipartit ini diatur dalam UU No. 13 tahun 2003 pasal 106 yang berbunyi sebagai berikut (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit, (2) Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan, (3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. (4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Tujuan LKS Bipartit menurut Kepmen Nomor 32/Men/XII/2008 adalah untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan di perusahaan. Fungsi dari LKS Bipartit menurut Kepmen Nomor 32/Men/XII/2008 Pasal 3 adalah sebagai forum komunikasi dan konsultasi antara pengusaha dengan wakil serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh dalam rangka pengembangan hubungan industrial untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan perusahaan, termasuk kesejahteraan pekerja/buruh. Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, LKS Bipartit mempunyai tugas sebagai berikut (1) Melakukan pertemuan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan, (2) Mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/buruh dalam rangka mencegah terjadinya permasalahan hubungan industrial di perusahaan, (3) Menyampaikan saran, pertimbangan, dan pendapat kepada pengusaha, pekerja/buruh dalam rangka penetapan dan pelaksanaan kebijakan perusahaan. 3. Metode Penelitian Pada penelitian kali ini peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti memilih pendekatan ini karena pada penelitian ini peneliti ingin memberikan penjelasan analisis akan langkah-langkah pengelolaan yang dilakukan pihak manajemen PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) terhadap gerakan serikat pekerja PLN sendiri. Kajian pustaka yang dilakukan oleh peneliti dimanfaatkan sebagai panduan penelitian agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan dan tujuan penelitian. Landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan berbagai bahan pembahasan hasil penelitian. Jika dilihat dari tujuannya, penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam penelitian eksplanatif Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan fenomena sosial pelaksanaan langkah pengelolaan yang dilakukan manajemen terhadap gerakan serikat pekerja.Selain itu penelitian ini menyajikan gambaran yang lengkap mengenai keadaan sosial serta hubunganhubungan yang saling terkait satu sama lain. Dilihat dari manfaat, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian murni karena berorientasi pada ilmu pengetahuan dan akademis. Penelitian murni fokus untuk mendukung teori-teori yang menjelaskan bagaimana kehidupan sosial beroperasi, hal-hal apa yang akan terjadi, mengapa hubungan sosial berjalan dengan suatu cara, dan mengapa terjadi perubahan masyarakat. (Neuman, 2007:152). Penelitian ini dilakukan untuk kepuasaan akademis dan tidak memiliki implikasi langsung untuk menyelesaikan suatu masalah. Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Penelitian ini mengambil waktu pada tanggal 29 Maret 2013 sampai dengan 20 Juni 2013 dan dilakukan di kantor pusat PT. PLN (Persero). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian cross sectional karena peneliti tidak akan melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan. Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini menggabungkan antara teknik pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam dengan beberapa narasumber yang telah dipilih dan dikonfirmasi oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peran narasumber sangat penting dan sangat diperlukan. Untuk menentukan narasumber dalam konteks objek penelitian diklasifikasikan berdasarkan kompetensi tiap-tiap informan. Teknik penentuan narasumber dilakukan secara purposif. Narasumber dalam penelitian ini berjumlah 4 (orang) orang yaitu Manajer Senior Hubungan Industrial, Senior Spesialis Hubungan Industrial, AR analis hubungan industrial, dan 1 (satu) orang perwakilan dari serikat pekerja PLN. Berdasarkan pada penelitian ini yang berfokus pada antisipasi terhadap gerakan serikat buruh, maka peneliti menentukan informan yang dianggap dapat memberikan infomasi terkait, baik yang ada pada posisi manajerial (pemberi kerja), pekerja, maupun akademisi yang akan dijadikan bahan analisis untuk penelitian ini. Adapun kriteria yang informan yang ditetapkan oleh peneliti adalah : (a) Memiliki pengalaman terlibat dalam program langkah antisipasi gerakan serikat pekerja baik sebagai konseptor, eksekutor, maupun pengamat, (b) Bersifat analitis, (c) Bersedia memberikan waktunya. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Kondisi Hubungan Industrial di Perusahaan Dalam menjalankan hubungan industrial, perusahaan dan serikat pekerja memiliki sebuah dasar tertulis yang disebut perjanjian kerja bersama. Perjanjian Kerja Bersama adalah kesepakatan atau perjanjian yang dicapai melalui perundingan antara wakil serikat pekerja dan wakil pengusaha di satu atau beberapa perusahaan mengenai hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha (Simanjuntak, 2011:82). Pada saat ini Peraturan Kerja Bersama yang berlaku di PLN adalah Perjanjian Kerja Bersama Periode tahun 2010-2012 antara PT PLN (Persero) dengan Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Nomor 140-1.PJ/040/DIR/2010 dan Nomor: DPP002.PJ/SP-PLN/2010 tanggal 23 April 2010. Sesuai dengan prinsip yang dianut dalam hubungan industrial Pancasila bahwa hubungan industrial bertujuan untuk a) menciptakan ketenangan atau ketentraman kerja serta ketenangan usaha; b). Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 meningkatkan produksi; c). meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabat manusia. Oleh karena itu hubungan industrial Pancasila harus dilaksanakan sesuai atas tri-kemitraan (three-partnerships) yaitu patnership in responsibility, patnership in production, dan partnership in profit (Aruan ,2004:1). Setelah membaca Perjanjian Kerja Bersama penulis menilai pada dasarnya kedua belah pihak sudah mengusahakan tercapainya keseimbangan kekuatan (Power Balance) antara perseroan dengan SP-PLN. Dengan adanya keseimbangan kekuatan berarti tidak terjadi ketimpangan dan sudah terpenuhinya asas kemitraan. Namun, dalam pelaksanaannya sehari-hari terkadang terjadi kekurangan dalam pelaksanaan sehingga menjadi permasalahan dalam hubungan industrial PT. PLN (Persero). Perjanjian Kerja Bersama ini selain bisa menjadi pedoman dalam hubungan industrial perusahaan, ternyata bisa juga memicu permasalahan hubungan industrial. Permasalahan hubungan industrial yang terjadi ini disebut dengan “Matriks 9”. Matriks 9 ini meliputi penanganan kesehatan, SI UJO (Sistem Uji Online), SIMPAPENAS (Sistem Manajemen Penilaian Kepegawaian Secara Nasional), pengaturan pernikahan sesama pegawai, Job description dalam jenjang karir (Sistem Paket), Shared Service Center (SSC), masalah privatisasi PLN, pemberian bonus, dan pemberian dana bantuan. Sembilan isu ini menjadi fokus permasalahan SP-PLN saat ini karena dikeluarkannya surat kebijakan terkait isu-isu tersebut oleh manajemen namun tanpa perundingan dengan pihak SP-PLN. Ketidakpuasan SP-PLN kerap terjadi karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam pembuatan sebuah keputusan padahal dalam menjalankan hubungan industrial perusahaan harus mengacu pada PKB. Ketidak terlibatan SP-PLN dalam pembuatan kebijakan menyebabkan SP-PLN berasumsi sendiri, asumsi tersebut menyebabkan perbedaan sudut pandang. Perbedaan sudut pandang ternyata menyebabkan sebuah gerakan serikat pekerja. Apabila ditelaah lagi ternyata inti dari permasalahan yang kerap terjadi ini karena kurangnya komunikasi antara SP-PLN dan manajemen atau perseroan. Pada saat ini manajemen tengah mengusahakan intensifikasi dari LKS Bipartit karena sebelumnya LKS Bipartit mengalami pasang surut dalam pelaksanaannya. 4.2 Permasalahan Hubungan Industrial di PT. PLN (Persero) Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Perselisihan hubungan industrial yang terjadi di PT. PLN (Persero) telah dirumuskan menjadi “Matriks 9”. Pada Sub bab ini penulis akan menganalisis jenisjenis perselisihan dari Matirks 9 tersebut: 4.2.1 Shared Service Center (SSC) Shared Services Center (SSC) dirancang untuk memodernisasikan PLN di urusan pembayaran dan tagihan pembayaran. SSC ini adalah pengembangan dari system yang sudah berjalan di PLN. Selain untuk mempermudah pelayanan bagi PLN, system ini untuk memudahkan rekanan meminta bayaran dari PLN setelah proyeknya rampung atau pembayaran kontrak. Menurut Nur Pamudji, Direktur Utama PT. PLN (Persero), SSC sama sekali tidak ada kaitannya dengan PHK. Permasalahan SSC ini disebabkan oleh kesalahpahaman. Ketika kebijakan SSC ini dikeluarkan, SP-PLN belum diajak untuk berunding. Puncak ketidakpuasan pihak SP-PLN berujung pada Rapat Akbar yang diselenggarakan pada tanggal 21-22 Maret 2013. Dilihat dari jenis perselihannya, maka perselisihan ini adalah perselisihan kepentingan. Objek sengketa dari perselisihan kepentingan adalah karena tidak adanya kesesuaian paham/ pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Dengan kata lain perselisihan kepentingan ini menyangkut pembuatan hukum dan/atau perubahan terhadap substansi hukum yang sudah ada. Pada kasus ini Surat keputusan mengenai SSC sudah dikeluarkan padahal belum ada kesepakatan atau perundingan dengan SP-PLN. 4.2.2 Privatisasi PT. PLN (Persero) Wacana privatisasi PT. PLN ini bermula pada rapat umum pemegang saham (RUPS) PT. PLN (Persero) pada tanggal 8 Januari 2008. Keputusan dalam RUPS itu kali ini sangat istimewa, karena berupa restrukturisasi terhadap PLN berupa pembentukan 5 anak perusahaan distribusi yaitu Jakarta Raya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, serta paling lambat akhir tahun 2008 membentukan satu anak perusahaan Transmisi dan Pusat Pengatur Beban Jawa Bali. Keputusan berikutnya akan dibentuk dua BUMN Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Pembangkitan bahwa PT Indonesia Power dan PT Pembangkit Jawa Bali yang terpisah dari PLN. Rencana privatisasi PT. PLN (persero) ini ditentang oleh SP-PLN. SP-PLN menolak dilaksanakannya privatisasi tidak semata-mata karena sifat PLN yang strategis sebagai penyedia tenaga listrik satu-satunya di Indonesia, melainkan karena SP-PLN merasa bahwa PLN adalah satu dari Sabang sampai Merauke, tidak terpecah-pecah. SP- PLN juga meminta agar sektor ketenaga listrikan tetap dikuasai langsung oleh pemerintah sebagaimana amanat pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. 4.2.3 Pernikahan Sesama Pegawai Yang menyebabkan terjadinya perselisihan adalah PKB yang berlaku di lingkungan PT PLN (Persero) tersebut tidak mengatur tentang perkawinan antar pegawai, sehingga ketika seorang pegawai melangsungkan perkawinan dengan sesama pegawai, maka pegawai tersebut tidak boleh di-PHK karena larangan perkawinan dengan sesama pegawai tidak ada di PKB sebagaimana yang dipersyaratkan oleh undang-undang. Namun di sisi lain, manajemen telah mengingatkan bahwa akan diberlakukan SK baru. 4.2.4 SI UJO (Sistem Uji Kompetensi On-line) Manajemen PLN mewajibkan tes bagi seluruh karyawan di Indonesia melalui tes uji kompetensi online. SP-PLN merasa bahwa pemberlakuan SIUJO ini adalah salah satu langkah PLN untuk melakukan PHK terhadap karyawannya.SI UJO juga diindikasi sebagai instrumen PHK dalam rangka menghadapi privatisasi PLN. Selain kecenderungan akan privatisasi, SI UJO juga ditolak oleh SP-PLN karena dirasa tidak mewakili seluruh aspek Human Capital yaitu knowledge, skill, dan attitude. SI UJO hanya mewakili bidang knowledge atau pengetahuan saja.Perselisihan terkait SI UJO ini termasuk dalam Perselisihan Kepentingan dan juga Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja. Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 4.2.5 Permasalahan SIMKPENAS Pada tahun 2012 Aplikasi SIMKP telah dimigrasikan menjadi SIMKPNAS yang didalamnya tidak terdapat lagi modul pembelajaran. Aplikasi IKD On Line yang disiapkan oleh PLN Pusdiklat telah diimplementasikan di Lingkungan PLN Pusdiklat pada tanggal 12 Juni 2012 yang hasil pemilihan Diklatnya akan digunakan sebagai bahan perencanaan.Diklat merupakan salah satu parameter dalam Manajemen Suksesi Jabatan dan Pembinaan Kompetensi (SE Direksi Nomor 006.E/DIR/2012) sehingga perlu disediakan akses agar setiap pegawai mendapatkan kesempatan mengikuti Diklat disetiap semester. Permasalahan SIMKPNAS ini terkait dengan permasalahan SI UJO. Ketidak siapan infrastruktur, penilaian yang kurang kompeten, dan ketakutan bahwa SIMKPNAS ini hanya menjadi jalan untuk privatisasi membuat SP tidak setuju dengan adanya sistem ini. Permasalahan ini dapat dikategorikan sebagai permasalahan kepentingan karena menyangkut peraturan baru terkait sistem penilaian kinerja. 4.2.6 Permasalahan PAKET AKSI PAKET AKSI adalah singkatan dari Parameter Suksesi Jabatan dan Pembinaan Kompetensi. Ada beberapa parameter dalam suksesi jabatan dan pembinaan kompetensi Pegawai PLN, tidak lagi berbasis perolehan Kriteria Talenta, yang terdiri atas 2 unsur saja, yaitu penilaian atas hasil pencapaian kinerja dan kompetensi. Sebelumnya, dalam unsur kinerja, sudah ada elemen program pengembangan diri pegawai (PDP) yang dinilai, tetapi tidak signifikan, yaitu knowledge Sharing, inovasi, penugasan tim dan beberapa lainnya. Pada saat membuat keputusan terkait dengan Paket AKSI ini para pekerja tidak diajak untuk berdiskusi, tiba-tiba sudah selesai saja system ini dan akan segera diberlakukan. Para serikat Pekerja merasa sikap serupa tidak adil. Para pekerja ingin mendengar kajian lebih jauh terkait dengan Paket AKSI ini. Permasalahan ini termasuk dalam permasalahan Kepentingan. Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 4.2.7 Dana Bantuan, Penanganan Kesehatan, dan Bonus. Permasalahan penanganan kesehatan dan pemberian bonus tengah dirundingkan untuk pembaharuan Perjanjian Kerja Bersama. Karena terkait dengan Perjanjian Kerja Bersama maka permasalahan ini dapat digolongkan dengan perselisihan jenis kepentingan. Untuk kasus dana bantuan yang diberikan kepada daerah yang mengalami bencana dan kepada Negara tetangga yaitu Myanmar, SP-PLN mengharapkan transparansi proses pemberiannya dan kejelasan tujuan pemberian. 4.2.3 Analisis Langkah Pengelolaan Gerakan Serikat Pekerja oleh PT.Perusahaan Listrik Negara (Persero) Pada kasus PT. PLN (Persero) Manajemen berpandangan bahwa demo atau rapat tidak dapat dihindarkan, karena itu adalah hak pekerja yang diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu sikap manajemen adalah membiarkan gerakan tersebut terjadi apabila serikat pekerja memang dirasa perlu oleh serikat pekerja. Gerakan serikat pekerja yang dilakukan oleh SP-PLN adalah Rapat Akbar yang sebenarnya adalah demo, sejauh ini tidak pernah terjadi pemogokan. Pemogokan ini tidak pernah terjadi karena serikat pekerja berpikir bahwa listrik adalah kebutuhan vital di era modern ini, segala usaha bisnis, pekerjaan, dan kegiatan sehari-hari dapat terhambat apabila petugas mogok kerja dan menyebabkan mati listrik. Manajemen mengakui bahwa sampai sekarang mogok hanya menjadi ancaman saja. Gerakan SP yang terlalu sering dapat mengancam kinerja pegawai juga, kinerja pegawai berefek domino pada keuntungan perusahaan. Maka dari itu, PT. PLN (Persero) harus lebih tanggap terhadap isu yang sedang marak dan usaha pendekatan kepada serikat buruh yang bersifat kasual harus mulai dimarakkan. Usaha intensifikasi LKS Bipartit adalah sangat baik namun harus didukung dengan pendekatan kasual dan SOP pengelolaan agar gerakan serikat pekerja terkontrol. Selain itu dengan adanya pendekatan kasual maka tercipta suasana akrab dan kekeluargaan yang membuat serikat pekerja merasa menjadi mitra dengan manajemen, bukan dua kubu yang berlawanan dengan kepentingan yang berbeda. Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukan oleh penulis pada PT. PLN (Persero), hubungan industrial yang terjadi di PT.PLN (Persero) belum berjalan dengan harmonis dan adil karena masih ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak terhadap Perjanjian Kerja Bersama. Kurangnya komunikasi antara SP-PLN dan PT.PLN (Persero) menyebabkan berbagai perbedaan sudut pandang yang akhirnya menyulut gerakan buruh. Gerakan buruh yang ada di PLN biasanya berupa demo atau unjuk rasa yang disebut dengan Rapat Akbar. SP-PLN tidak pernah mengadakan mogok kerja, selama ini mogok kerja hanya menjadi ancaman saja. Manajemen PT.PLN (Persero) belum memiliki langkah pengelolaan gerakan serikat pekerja yang bersifat non-formal atau melakukan pendekatan yang lebih personal. Selama ini langkah yang dilakukan baru usaha intensifikasi Lembaga Kerja Sama Bipartit. Dengan dilaksanakannya intensifikasi LKS Bipartit ini, PT. PLN (Persero) berharap komunikasi antara SP-PLN dengan manajemen menjadi lebih baik dan terjadi kesamaan cara pandang. Dengan adanya kejelasan untuk masing-masing isu, komunikasi yang lebih baik, dan kesamaan cara pandang maka manajemen berharap gerakan serikat buruh dapat diminimalisir dan terwujudnya hubungan industrial yang harmonis. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang ada, hubungan industrial di PT.PLN (Persero) belum berjalan harmonis karena kurangnya komunikasi. Penulis memiliki beberapa masukan untuk perusahaan terkait pengelolaan gerakan serikat buruh dan forum komunikasi : 1. Sebaiknya dalam hubungan bipartit perusahaan mengintenskan pertemuan yang bersifat casual atau santai seperti morning gathering atau pertemuan di pagi hari sebelum bekerja. Morning gathering ini dilaksanakan antara pimpinan satu unit kerja dengan semua bawahan di unit kerja, walaupun hanya lima sampai sepuluh menit saja, sangat bermanfaat untuk membicarakan berbagai hal baik hal yang terkait pekerjaan maupun hal yang tidak terkait pekerjaan. Dalam pertemuan ini dapat dimanfaatkan juga Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 untuk saling berbagi informasi dan cerita hal-hal yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, namun dapat menambah keakraban dan semangat kerja. 2. Menggiatkan kembali kegiatan klub-klub olahraga, seni, maupun organisasi kerohanian juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mempererat hubungan sesama karyawan dan mengurangi ketegangan ‘SP-Manajemen’ 3. Menggiatkan kembali kegiatan Halal Bi Halal. Kegiatan Halal bi Halal dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebagai momen penting untuk meningkatkan hubungan yang harmonis antara pimpinan perusahaan dengan seluruh lapisan pekerja/buruh dengan saling maaf memaafkan. DAFTAR PUSTAKA Buku Abdussalam. 2009. Hukum Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan). Jakarta : Restu Agung. Bahrun, Saifudin dan Naufal Mahfudz Ismail. 2012. Kiat Mengelola Mogok Kerja dan Demo. Jakarta : Penerbit PPM Budiono, Abdul Rahmat. 1995. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Pesada. Bungin, Burhan. 2003. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Dawan, Prinst. 2000. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hardjosatoto, Suharyoto. 1985. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Yogyakarta : Liberty. Hoffer, Eric. 1993. Gerakan Massa (terjemahan Masri Manis). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Hyman, Richard. 2001. Understanding European Trade Unionism: Between Market, Class & Society. London: Sage. International Labour Organization. 2003. Kerjasama Bipartit di Tempat Kerja: Buku Pegangan). Jakarta : ILO. Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan: Sebuah Panduan Praktis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lansberger, Henry. A. 1981. Pergolakan Petani dan Perubahan Sosial (terjemahan Aswab Mahasin). Jakarta: CV. Rajawali. Moleong, Lexy J., 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Neuman, Lawrence W. 2007. Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Allyn and Bacon. Rahayu, Nanik. 2008. Radikalisasi Petani Delanggu. Surakarta: UNS. Simanjuntak, Payaman J., 2011. Manajemen Hubungan Industrial (Serikat Pekerja, Perusahaan, dan Pemerintah). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Uwiyono, Aloysius. 2001. Hak Mogok di Indonesia. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Wijayanti, Astri. 2012. Sinkronisasi Hukum Perburuhan terhadap Konvensi ILO: Analisis Kebebasan Berserikat dan Penghapusan Kerja Paksa di Indonesia. Bandung: Karya Putra Darwati Bandung. Jurnal Aruan. 2004. Kebijaksanaan Pembinaan Hubungan Industrial Dalam Melindungi Pekerja Menurut UU No. 13 Tahun 2003 dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menuju Terciptanya Kepastian Hukum. Informasi Hukum, Volume 1, No VI, hlm 1-8. Dasar-dasar Hukum ILO Convention No. 87/1948 on “the Freedom of Association and Protection of the Right to Organize.” Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-150/Men/2000 tentang "Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian di Perusahaan” Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1603. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 32/MEN/XII/2008 tentang “Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerja Sama Bipartit” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1998 tentang “Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Depan Umum” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2000 tentang “Serikat Pekerja / Serikat Buruh.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang “Badan Usaha Milik Negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial” Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013 Website www.bumn.go.id www.pln.co.id www.hukumtenagakerja.com Anonim. 2011. Serikat Pekerja PLN Tolak Privatisasi PLN. http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/serikat-pekerja-pln-tolakprivatisasi-pln/11466 diakses pada tanggal 15 Juni 2013. Lubis, Adiyansyah. 2013. Pegawai Gugat PLN: Di-PHK karena Menikah dengan Rekan Sekantor. http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=39361 diakses pada tanggal 15 Juni 2013. Siahaan, Charles.2011. Komisi VI Pertanyakan Keterlibatan Swasta Tangani SSC PLN.http://www.jurnalparlemen.com/view/1850/komisi-vi-pertanyakan-keterlibatanswasta-tangani-ssc-pln.html diakses pada tanggal 15 Juni 2013. Analisis langkah..., Simanjuntak, Gloria Naulina, FISIP UI, 2013