bab ii tinjauan pustaka - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP KOMUNIKASI
2.1.1 Definisi Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu “Communis” atau
“Common” yang dalam bahasa Inggris berarti sama. Berkomunikasi berarti kita
sedang bberusaha untuk mencapai kesamaan makna, “commoness” atau dengan
ungkapan yang lain melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan
atau sikap kita dengan partisipan lain.
Menurut Muhammad (2007) 1, komunikasi banyak didefinisikan oleh para
ahli, diantaranya adalah Berelson dan Stainer(1964), yang mendefinisikan
komunikasi sebagai proses penyampaian informasi, gagasan, emosi dan keahlian,
melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata,gambar,angka dan lain-lain.
Sedangkan Hovland, Janis & Klley (1953) komunikasi sebagai suatu proses
melalui bagaimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya
dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk prilaku orangorang lainnya (khalayak).
1
Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. Cetakan Delapan. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007
2
Dan William J. Seller mendefinisikan komunikasi sebagai proses dengan
makna simbol verbal dan nonverbal dikirimkan, diterima dan diberi arti.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi secara umum
adalah suatu proses penyampain pesan oleh pengirim (komunikator) baik secara
verbal maupun non verbal kepada penerima (komunikan).
Menurut Sendjaja (2002) 2 secara umum terjadinya proses komunikasi
diawali oleh sumber (souce) baik individu maupaun kelompok yang berusaha
berkomunikasi dengan individu atau kelompook lainnya.
2.1.2 Sifat Komunikasi
Menurut sifatnya Effendi (2000) mengklasifikasikan komunikasi sebagai
berikut: 3
a.
b.
c.
2
3
Komunikasi Verbal
(1)
Komunikasi Lisan (Oral Communication)
(2)
Konunikasi Tulisan (Written Communication)
Komunikasi Nonverbal
(1)
Komuniaksi Kial (Gesture/Body Communication)
(2)
Komunikasi Gambar (Pictoral Commucation)
Komunikasi Tatap Muka ( Face to face communication)
Sendjaja, Djuarsa. Teori Komunikasi. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2002
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2000, hal 53.
3
d.
Komunikasi Bermedia (Mediated Communication)
2.1.3 Tujuan Komunikasi
Tujuan dari komunikasi itu sendiri adalah: 4
a.
Mengubah Sikap (To Change Attitude)
b.
Mengubah Opini atau Pendapat atau Pandangan (To Change The Opinion)
c.
Mengubah Perilaku (To Chnage Behavioral)
d.
Mengubah Masyarakat (To Change The Society)
2.1.4 Fungsi Komunikasi
Menurut Deddy Mulyana dalam bukunya
Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar (2005: 5) mengutip fungsi komunikasi menurut Judy C. Pearson dan
Paul E. Nelson: 5
1. Untuk kelangsungan hidup diri-sendiri yang meliputi keselamatan fisik,
meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada
orang lain dan mencapai ambisi pribadi.
2. Untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki
hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.
4
5
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1988
Mulyana, Dedy dan Jalalludin Rakhmat. Ilmu Komuniasi Suatu Pengantar. Bandung PT. Remaja
Rosdakarya. 2005. Hal: 5.
4
Fungsi dan Manfaat Komunikasi menurut Alo Liliweri (2007; 18), secara
umum
ada
lima
kategori
fungsi
utama
komunikasi
dan Manfaat
Komunikasi diantaranya:
1. Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui
penerima (informasi/to inform), fungsi utama dan pertama dari informasi
adalah menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarluaskan informasi
kepada orang lain, artinya diharapkan dari penyebarluasan informasi itu
para penerima informasi akan mengetahui sesuatu yang ingin dia ketahui.
2. Sumber menyebarluaskan informasi dalam rangka mendidik penerima
(pendidikan/to educate), fungsi utama dan pertama dari informasi adalah
menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarluaskan informasi yang
bersifat mendidik kepada orang lain, artinya dari penyebarluasan informasi
itu diharapkan para penerima informasi akan menambah pengetahuan
tentang sesuatu yang ingin dia ketahui.
3. Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan penerima (instruksi),
fungsi instruksi adalah fungsi komunikasi untuk memberikan instruksi
(mewajibkan
atau
melarang)
penerima
melakukan
sesuatu
yang
diperintahkan.
4. Sumber mempengaruhi komunikan dengan informasi yang persuasif untuk
mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima (persuasi/to influence),
fungsi persuasi terkadang disebut fungsi memengaruhi, fungsi persuasi
adalah fungsi komunikasi yang menyebarkan informasi yang dapat
5
mempengaruhi (mengubah) sikap penerima agar dia menentukan sikap dan
perilaku yang sesuai dengan kehendak pengirim.
5. Sumber
menyebarluaskan
informasi
untuk
menghibur
sekaligus
mempengaruhi penerima (menghibur/to entertain), fungsi hiburan adalah
fungsi pengirim untuk mengirimkan pesan–pesan yang mengandung
hiburan kepada penerima menikmati apa yang diinformasikan.
Manfaat Komunikasi menurut MacBride (1977) editor buku Many Voices
One World, diuraikan bahwa apabila komunikasi di pandang dari arti yang lebih
luas, maka fungsinya dalam tiap sistem sosial adalah sebagai berikut:
1. Fungsi
Informasi:
yaitu pengumpulan, penyampaian, pemrosesan,
penyebaran berita, data gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar yang
dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap
kondisi.
2. Fungsi
sosialisasi:
penyediaan
sumber
ilmu
pengetahuan
yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat
yang efektif, yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia
dapat aktif didalam masyarakat.
3. Fungsi motivasi: menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek
maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan
keinginannya.
6
4. Perdebatan dan diskusi: menyediakan dan saling menukar fakta yang
diperlukan
untuk
memungkinkan
persetujuan
atau
menyelesaikan
perbedaan pendapat mengenai masalah publik.
5. Fungsi pendidikan: pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong
perkembangan
intelektual,
pembentukan
watak,
dan
pendidikan
ketrampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang
kehidupan.
6. Memajukan kebudayaan: penyebaran hasil kebudayaan dan seni dengan
maksud melestarikan masa lalu perkembangan kebudayaan dengan
memperluas horizon seseorang.
7. Fungsi hiburan: penyebarluasan sinyal atau lambang-lambang, simbolsimbol, suara, dan citra (image) dari drama, tari, kesenian, dan lain
sebagainya.
8. Fungsi integrasi: menyediakan bagi bangsa, kelompokman individu
kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar
mereka saling kenal dan mengerti, menghargai kondisi, pandangan dan
keinginan orang lain (Effendy, 2002:27-28).
2.2
KOMUNIKASI ORGANISASI
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan
organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi
(Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh
7
organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya
berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang
harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa
pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang
disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada
anggotanya secara individual.
2.2.1 Organisasi dan Komunikasi
Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara
harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling
bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga
yang menamakannya sarana.
Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization,
mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan
pembagian tugas.
Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach,
mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan
sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugastugas dan wewenang.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada
peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam
8
mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk
komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang
dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa
yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaanpertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu
konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi,
sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu
pada saat komunikasi dilancarkan.
2.2.2
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah
sebagai berikut: 6
a.
Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem
pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu
organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih
baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap
anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti.
Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk
membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang
terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan
informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi
6
Sendjaja, Djuarsa. Teori Komunikasi. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 1994
9
tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan
sebagainya.
b.
Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang
berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh
terhadap fungsi regulatif, yaitu:
(1)
Berkaitan
dengan
orang-orang
yang
berada
dalam
tataran
manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk
mengendalikan semua informasi yang disampaikan.Juga memberi
perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan
sebagaimana semestinya.
(2)
Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian
peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk
dilaksanakan.
c.
Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan
kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka
untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab
pekerjaan
yang dilakukan
secara sukarela
oleh
karyawan
akan
menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan
sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
10
d.
Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran
yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan
dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal
tersebut, yaitu:
(1)
Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam
organisasi
tersebut
(buletin,
newsletter)
dan
laporan
kemajuan organisasi.
(2) Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar
pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga,
ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan
menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih
besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Griffin (2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas
komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan
suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi. Adapun prinsip-prinsip
dari teori management klasikal adalah sebagai berikut:
a.
Kesatuan Komando, suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu
atasan
b.
Rantai Skalar, garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari
atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh
11
prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk
pengambilan keputusan dan komunikasi.
c.
Divisi Pekerjaan, manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat
tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi
dengan suatu cara efisien.
d.
Tanggung jawab dan Otoritas, perhatian harus dibayarkan kepada hak
untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan
keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
e.
Disiplin, ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang
keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
f.
Mengebawahkan Kepentingan Individu dari Kepentingan Umum, melalui
contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.
Selanjutnya, Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas
komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan sistem.
Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur
hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan
mungsuh dari inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus
terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde
untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami
informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan
informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya
12
ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing)
dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang
mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.
Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam
bidang
komunikasi
karena
ia menggunakan
komunikasi
sebagai
basis
pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika untuk memahami
bagaimana orang berorganisasi. Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian
memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari informasi yang diterima
dari lingkungan atau
wilayah
sekeliling. Ia
menggunakan
istilah
ketidakjelasan untuk mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan
kurangnya predictability. Semua informasi dari lingkungan sedikit banyak
sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas pengorganisasian dirancang untuk
mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang
bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses:
a. Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau
mengumpulkan
informasi yang tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada
rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan.
b. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima
aspek-aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari
informasi. Ini mempersempit bidang, dengan menghilangkan
alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi.
13
Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari
informasi awal.
c. Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang
akan
digunakan
pada
masa
mendatang.
Informasi
yang
dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang
sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasinya.
Setelah
dilakukan
menghadapi
penyimpanan,
sebuah masalah
para
anggota
pemilihan. Yaitu
organisasi
menjawab
pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi.
Misal, ”haruskah kami mengambil tindakan berbeda dari apa yang
telah kami lakukan sebelumnya?”
Sedemikian jauh, rangkuman ini mungkin membuat anda mempercayai
bahwa organisasi bergerak dari proses pengorganisasian ke proses lain dengan
cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi; penyimpanan; dan pemilihan. Bukan
begitu halnya. Sub-subkelompok individual dalam organisasi terus menerus
melakukan kegiatan di dalamproses-proses ini untuk menemukan aspek-aspek
lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu dari organisasi
mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses organisasi,
hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Pendek kata di dalam
organisasi terdapat siklus perilaku.
Siklus
perilaku adalah
kumpulan-kumpulan
perilaku
yang
saling
bersambungan yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman
14
tentang pengertian-pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak.
Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturanaturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk
menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau
penyimpanan).
Demikianlah pembahasan tentang konsep-konsep dasar dari teori Weick,
yaitu: lingkungan; ketidakjelasan; penentuan; seleksi; penyimpanan; masalah
pemilihan; siklus perilaku; dan aturan-aturan berkumpul, yang semuanya memberi
kontribusi pada pengurangan ketidakjelasan.
2. Pendekatan budaya.
Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang
sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu
itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan
ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah
ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi
merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk
sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya.
Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa
budaya bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah
sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari
anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya
15
mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga menciptakan atau
memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas ”resmi” dari para karyawan,
karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling membumi juga memberi
kontribusi bagi budaya tersebut.
Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu menggunakan ceritacerita, ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi
dan mereproduksi seperangkat pemahaman.
3. Pendekatan kritik.
Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa
kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek
lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusankeputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi
perusahaan, atau manajerialisme.
2.3
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-
orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosio,
ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Kebudayaan adalah cara
hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari
generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1966) 7
7
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Human Communication :Konteks-konteks Komunikasi.
Bandung. Remaja Rosdakarya. 1966. Hal. 236-238
16
Komunikasi antar budaya memiliki akarnya dalam bahasa (khususnya
sosiolinguistik), sosiologi, antropologi budaya, dan psikologi. Dari keempat
disiplin ilmu tersebut, psikologi menjadi disiplin acuan utama komunikasi lintas
budaya, khususnya psikologi lintas budaya. Pertumbuhan komunikasi antar
budaya dalam dunia bisnis memiliki tempat yang utama, terutama perusahaanperusahaan yang melakukan ekspansi pasar ke luar negaranya notabene Negaranegara yang ditujunya memiliki aneka ragam budaya.
Selain itu, makin banyak orang yang bepergian ke luar negeri dengan
beragam kepentingan mulai dari melakukan perjalanan bisnis, liburan, mengikuti
pendidikan lanjutan, baik yang sifatnya sementara maupun dengan tujuan untuk
menetap selamanya. Satelit komunikasi telah membawa dunia menjadi semakin
dekat, kita dapat menyaksikan beragam peristiwa yang terjadi dalam belahan
dunia, baik melalui layar televisi, surat kabar, majalah, dan media on line. Melalui
teknologi komunikasi dan informasi, jarak geografis bukan halangan lagi kita
untuk melihat ragam peristiwa yang terjadi di belahan dunia.
McLuhan (dalam Infante et.al, 1990: 371)8 menyatakan bahwa dunia saat
ini telah menjadi “Global Village” yang mana kita mengetahui orang dan
peristiwa yang terjadi di negara lain hampir sama seperti layaknya seorang warga
negara dalam sebuah desa kecil yang menjadi tetangga Negara-negara lainnya.
Perubahan sosial adalah hal lain yang berpengaruh dalam komunikasi antar
budaya adalah dengan makin banyaknya perayaan-perayaaan budaya sebuah etnis
8
Fred E. Jandt. Intercultural Communication, An Introduction. 1998. London. Sage Publication.
Hal. 36
17
dalam sebuah negara. Perbedaan budaya dalam sebuah negara menciptakan
keanekaragaman pengalaman, nilai, dan cara memandang dunia. Keanekaragaman
tersebut menciptakan pola-pola komunikasi yang sama di antara anggota– anggota
yang memiliki latar belakang sama dan mempengaruhi komunikasi di antara
anggota-anggota daerah dan etnis yang berbeda. Perusahaan-perusahaan yang
memiliki cabangnya di luar negeri, tentunya merupakan syarat mutlak bagi para
karyawannya untuk memiliki bekal pengetahuan yang cukup mengenai situasi dan
kondisi budaya yang akan dihadapinya (intercultural competence), salah-salah
jika mereka gagal berkomunikasi dengan budaya yang dihadapinya, perusahaan
hanya akan bertahan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Gudykunst and
Kim (2003: 17) mengkonsepkan fenomena komunikasi antar budaya sebagai
“... sebuah transaksional, proses simbolik yang mencakup pertalian antar individu
dari latar belakang budaya yang berbeda” Kata kuncinya adalah proses. Dalam
wacana orang Swedia istilah kulturmöte (literally cultural encounter) seringkali
diartikan pada beberapa singgungan (atau pertentangan) antar budaya (seperti,
dalam literatur, gaya komunikasi, gaya manajemen, adat istiadat, dan orientasi
nilai).
Namun
demikian,
beberapa
pertemuan
biasa
dianalisis
tanpa
mempertimbangkan pada karakter prosesnya. Komunikasi antar budaya
seharusnya, dapat dipandang dan dianalisa sebagai sebuah proses yang kompleks,
bukan sekedar sebuah pertemuan. Pada saat yang bersamaan, komunikasi antar
budaya adalah sebuah lingkup studi yang berhubungan dengan berbagai disiplin
ilmu lainnya (seperti psikologi, psikologi sosial, sosiologi, pendidikan, studi
media, antropologi budaya dan manajemen). Bagi ilmu-ilmu tersebut, komunikasi
18
antar budaya dipandang sebagai sebuah objek studi atau sebuah permasalahan
dalam bidang disiplin ilmu-ilmu tersebut. Damen (1987: 23) mendefinisikan
komunikasi antar budaya sebagai “tindakan-tindakan komunikasi yang dilakukan
oleh individu-individu yang diidentifikasikan dengan kelompok-kelompok yang
menampilkan variasi antar kelompok dalam bentuk pertukaran sosial dan budaya.
Pertukaran bentuk, ekspresi individu, adalah variable-variabel utama dalam
tujuan, tatakrama, cara, dan arti-arti yang mana proses komunikatif memberikan
efek.
Komunikasi antar budaya, Lustig and Koester’s menyatakan (2003: 4951), adalah sebuah “proses simbolik yang mana orang dari dari budaya–budaya
yang berbeda menciptakan pertukaran arti-arti”. Hal tersebut terjadi “ketika
perbedaan-perbedaan budaya yang besar dan penting menciptakan interpretasi dan
harapan-harapan yang tidak sama mengenai bagaimana berkomunikasi secara
baik”. Jandt (2004: 4) mengatakan komunikasi antar budaya tidak hanya
komunikasi antar individu tapi juga di antara “kelompok-kelompok dengan
identifikasi budaya yang tersebar”. Ringkasnya, komunikasi antar budaya
menjelaskan interaksi antar individu dan kelompok-kelompok yang memiliki
persepsi yang berbeda dalam perilaku komunikasi dan perbedaan dalam
interpretasi. Beberapa studi mengenai komunikasi antar budaya menguji apa yang
terjadi dalam kontak dan interaksi antar budaya ketika proses komunikasi
mencakup orang–orang yang secara budaya tersebar (Samovar & Porter 1997).
Sebuah permasalahan yang sama dalam komunikasi antar budaya muncul “ketika
orang-orang yang menjelaskan dirinya sebagai kelompok yang berbangsa dan
19
beretnis sama tidak mau melakukan pertukaran ide-ide mengenai bagaimana
menunjukkan identitas mereka dan tidak menyetujui tentang norma-norma untuk
interaksi” (Collier 1997: 43). Untuk mencapai komunikasi antar budaya yang
efektif, individu seharusnya mengembangkan kompetensi antar budaya; merujuk
pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai komunikasi antar budaya
yang efektif Jandt (1998, 2004) mengidentifikasikan empat keterampilan sebagai
bagian dari kompetensi antar budaya, yaitu personality strength, communication
skills, psychological adjustment and cultural awareness.
Tidak dapat diragukan bahwa kompetensi antar budaya adalah sebuah hal
yang sangat penting saat ini. Pendatang sementara secara kolektif disebut sebagai
sojourners atau biasa kita kenal dengan istilah ekspatriat, yaitu sekelompok orang
asing (stranger) yang tinggal dalam sebuah negara yang memiliki latar belakang
budaya yang berbeda dengan negara tempat mereka berasal. Oberg (1960)
menggunakan istilah sojourners untuk mengindikasikan kesulitan-kesulitan yang
muncul dari pembukaan lingkungan yang tidak dikenal. Kesulitan yang dialami
oleh sojourners tidak sama. Beberapa variabel utama mencakup jarak antara
budaya tempat mereka berasal dengan budaya tempat pribumi, jenis keterlibatan,
lamanya kontak, dan status pendatang dalam sebuah negara (cf. Bochner, 1982)
Berdasarkan hasil beberapa penelitian mengatakan bahwa tinggal di negara orang
lain tidak secara otomatis menggiring pada sikap positif terhadap negara tersebut.
Bukti dalam penelitian seringkali muncul yang negatifnya dibandingkan dengan
yang positifnya selama tinggal di negara orang lain, setidaknya di kalangan
pelajar (Stroeb, Lenkert, & Jonas, 1988)
20
2.3.1 Tujuan Komunikasi antar Budaya
Tujuan komunikasi antar budaya adalah: 9
a.
Memahami perbedaan budaya yang mempengaruhi praktik komunikasi
b. Mengkomunikasi antar orang yang berbeda budaya
c. Mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam komunikasi
d. Membantu mengatasi masalah komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan
budaya.
e. Meningkatkan ketrampilan verbal dan non verbal dalam komunikasi
f. Menjadikan kita mampu berkomunikasi secara efektif
Ada beberapa alasan mengapa perlunya komunikasi antar budaya, antara lain: 10
a.
membuka diri memperluas pergaulan;
b.
meningkatkan kesadaran diri;
c.
etika/etis;
d.
mendorong perdamaian dan meredam konflik;
e.
demografis;
f.
ekonomi;
9
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Human Communication :Konteks-konteks Komunikasi.
Bandung. Remaja Rosdakarya. 1996. Hal. 236-238
10
Alo Liliweri. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2003. Hal.
11-12,36-42
21
g.
menghadapi teknologi komunikasi; dan
h.
menghadapi era globalisasi. (Alo Liliweri, 2003).
Komunikasi antar budaya menurut Samovar dan Porter merupakan
komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misalnya suku
bangsa, etnik, dan ras, atau kelas sosial. Komunikasi antar budaya ini dapat
dilakukan dengan negosiasi, pertukaran simbol, sebagai pembimbing perilaku
budaya, untuk menujukkan fungsi sebuah kelompok. Dengan pemahaman
mengenai komunikasi antar budaya dan bagaimana komunikasi dapat dilakukan,
maka kita dapat melihat bagaimana komunikasi dapat mewujudkan perdamaian
dan meredam konflik di tengah-tengah masyarakat. Dengan komunikasi yang
intens kita dapat memahami akar permasalahan sebuah konflik, membatasi dan
mengurangi kesalahpahaman, komunikasi dapat mengurangi eskalasi konflik
sosial. Menurut Charles E Snare bahwa usaha meredam konflik dan mendorong
terciptanya perdamaian tergantung bagaimana cara kita mendefinisikan situasi
orang lain agar kita dapat mencapai perdamaian dan kerjasama. Dalam berbagai
kasus politik E Snare mengatakan “Kita perlu mengerti bagaimana letak bingkai
rujukan para aktor politik dan darimana pikiran mereka berasal”.
Jadi jelas dengan mempelajari komunikasi antar budaya berarti kita
mempelajari (termasuk membanding) kebiasaan-kebiasaan setiap etnis, adat,
agama, geografis dan kelas sosial di masyarakat kita. Dengan pemahaman tersebut
kita mengkomunikasikan perbedaan-perbedaan tersebut dengan komunikasi antar
budaya, guna menyelesaikan konflik melalui dialog yang baik antara lain dengan
identifikasi perspektif budaya.
22
2.3.2 Hakikat Komunikasi Antarbudaya
A.
Enkulturasi
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya.
Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua,
kelompok, teman, sekolah, lembaga ke-agamaan, dan lembaga pemerintahan
merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.
B.
Akulturasi
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui
kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok
imigran kemudian berdiam di AS (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan
dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara
berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari
kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut
berubah
2.3.3 Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya
A.
Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui
perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
23
1.
Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku
komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial perlikau
itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari
perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya
dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, , maupun tingkat pendidikan
seseorang.
2.
Menyatakan Integrasi Sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antar
pribadi, antar kelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang
dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi
adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator
dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan
perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial
merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran
pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana
kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya
kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan
integrasi sosial atas relasi mereka.
3.
Menambah Pengetahuan
24
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah
pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.
4.
Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan
diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan
komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan
hubungan
yang komplementer
dan
hubungan
yang
simetris. Hubungan
komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda.
Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang
lain.
Dalam
hubungan
komplementer,
perbedaan
di
antara
dua
pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua
orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin
pada perilaku yang lainnya.
B.
Fungsi Sosial
Fungsi sosial adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui
perilaku komunikasi yang bersumber dari orang lain.
1. Pengawasan
Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi
antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan
berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi
25
ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan.
Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan
secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun
peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
2. Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang
dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas
perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui
pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan
tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini
dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi.
3. Sosialisasi Nilai
Fungsi
sosialisasi
merupakan
fungsi
untuk
mengajarkan
dan
memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat
lain.
4. Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi
antarbudaya. Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota
yang terletak di depan Honolulu Zaw, Honolulu hawai. Hiburan tersebut termasuk
dalam kategori hiburan antarbudaya.
26
2.3.4 Prinsip-Prinsip Komunikasi Antarbudaya
Prinsip-prinsip komunikasi antarbudaya adalah
a) Terdapatnya golongan ningrat sebagai budaya yang tertinggi
Hal ini terlihat dari adanya ketimpangan pemlihan calon gubernur yang
mengharuskan dari keturunan darah biru.
b) Relativitas Bahasa
Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan perilaku paling
banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa
memengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat
berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya
masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang
berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir
tentang dunia.
c) Bahasa Sebagai Cermin Budaya
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin
perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat
nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin
besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan.Kesulitan ini
dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih
27
banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin
banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
d) Mengurangi Ketidak-pastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam
ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha
mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan,
memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena letidak-pasrtian
dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan
upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara
lebih bermakna.
e) Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
Makin
besar
(mindfulness)
perbedaan
antarbudaya,
para partisipan
selama
makin
besar
komunikasi.
kesadaran
Ini
diri
mempunyai
konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali
membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang
mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita
terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
f) Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara
berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih
akrab. Walaupun kita selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan
28
salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi
komunikasi antarbudaya.
g) Memaksimalkan Hasil Interaksi
Dalam komunikasi antarbudaya kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi.
Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989) mengisyaratkan
implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang
akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan
hasil
positif.
Karena
komunikasi
antarbudaya
itu
sulit,
anda
mungkin menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih
berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda
ketimbang orang yang sangat berbeda.Kedua, bila kita mendapatkan hasil
yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita.
Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi
komunikasi. Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang
akan
menghasilkan hasil
positif.
dalam
komunikasi,
anda
mencoba
memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisisi yang anda ambil,
perilaku nonverbal yang anda tunjukkan, dan sebagainya. Anda kemudian
melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil positif dan
berusaha tidak melakkan apa yang menurut anda akan memberikan hasil
negatif.
29
Download