perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Waktu pulih sadar
a. Pendahuluan
Pulih sadar merupakan periode di mana pasien masih mendapatkan
pengawasan dari ahli anestesi setelah pasien meninggalkan meja operasi
(Apriliana, 2013). Pengawasan tersebut ditangani di Recovery Room.
Ruangan tersebut diperkenalkan pada tahun 1923 sebagai lokasi pilihan
untuk pemulihan segera pasien paska operasi (Aldrete dan Kroulik, 1970).
Pada masa transisi, kesadaran pasien masih belum sempurna
sehingga cenderung terjadi komplikasi serius seperti terjadinya aspirasi
dikarenakan sumbatan jalan napas yang lebih besar ditambah lagi dengan
reflek batuk, muntah, dan menelan juga belum kembali normal (Bruno B
dan Bernard D, 2005).
b. Tujuan pemeriksaan waktu pulih sadar
Tujuan dari pemeriksaan waktu pulih sadar adalah untuk
memulihkan kesehatan fisiologi dan psikologi dari pasien, antara lain:
1) Mempertahankan jalan napas.
2) Mempertahankan ventilasi/oksigenasi.
3) Mempertahankan sirkulasi darah.
4) Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase.
5) Keseimbangan cairan input dan output juga perlu diperhatikan.
commit to user
5
6
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Mempertahankan kenyamanan dan mencegah risiko luka
(Saphiro, 2007)
University
of
Pittsburgh
Medical
Center
(UPMC)
mengatakan bahwa kriteria pasien dapat dipulangkan tergantung
pada jenis operasi dan prosedurnya, sehingga dapat dinilai apakah
pasien dapat keluar dari Recovery Room ke ruang rawat inap yang
sesuai atau kembali ke Unit Bedah Harian. Berikut merupakan
beberapa kondisi yang dapat mendasari keputusan tersebut di atas :
a) Pemulihan dari anestesi:
1) Pada anestesi umum, pasien harus terjaga dan keadaan
mentalnya kembali normal.
2) Pada anestesi spinal, pasien harus mampu merasakan dan
menggerakkan kaki sebagaimana pasien dapat menggerakkan
kakinya sebelum operasi.
b) Tanda-tanda vital harus stabil dan suhu dasar harus normal.
c) Rasa nyeri harus terkontrol.
d) Jika terjadi mual atau muntah, maka pasien butuh untuk tinggal
lebih lama di Recovery Room.
e) Menggigil berlebihan dan hilangnya panas tubuh karena anestesi
juga membutuhkan waktu untuk tinggal lebih lama di Recovery
Room.
f) Tergantung pada operasi dan jenis anestesinya, pasien mungkin
membutuhkan obat yang membantu mengontrol detak jantung,
tekanan darah, pernapasan, atau gangguan seperti diabetes, dan
membutuhkan waktu tinggal lebih lama di Recovery Room.
Jika semua kriteria terpenuhi, pasien dapat ke Ruang Rawat Inap
atau Unit Bedah Harian (UPMC, 2012).
commit to user
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Penilaian waktu pulih sadar
Sampai saat ini tidak ada kesepakatan bersama mengenai penilaian yang
digunakan untuk menilai kesiapan pasien meninggalkan Recovery Room
(Truong, 2004). Umumnya rumah sakit menggunakan penilaiannya
dengan sistem penilaian Aldrete Score
dalam menentukan kondisi
umum, tingkat kesadaran dan kesiapan pasien setelah anestesi untuk bisa
keluar dengan aman dari Recovery Room (Brunner et al., 2010).
a. Aldrete score
Aldrete score adalah skor pemulihan paska anestesi yang
dikembangkan oleh J. Antonio Aldrete, MD dan diterbitkan pertama
kali pada tahun 1979 dan diperbaharui pada tahun 1995 (Slee et al.,
2008). Aldrete score merupakan kriteria yang menyatakan stabil
atau tidaknya pasien setelah anestesi yang diukur meliputi
pengukuran kesadaran, aktivitas, respirasi, sirkulasi (tekanan darah,
laju pernafasan), dan warna kulit (Xie et al., 2014). Penggunaannya
didukung oleh Joint Commision on Accredition of Healthcare
Organizations (JCAHO), khususnya untuk menilai kemampuan
mengevaluasi kondisi pasien yang telah menjalani anestesi umum
(Slee et al.,, 2008).
Skor yang diperoleh dari kriteria Aldrete score ini berkisar 110 (Tabel 2.1). Pasien akan dinilai saat masuk ke Recovery Room,
setelah itu dinilai kembali setiap 15 menit sekali secara berkala
selama 4 kali kemudian skor total akan dihitung dan dicatat pada
catatan penilaian (Tabel 2.1). Pasien dengan skor kurang dari 7
harus tetap berada di Recovery Room sampai kondisi membaik atau
bisa juga dipindahkan ke bagian perawatan intensif, tergantung pada
nilai dasar pra-operasi pasien (Brunner et al., 2010). International
Anestesia Research Society (2010) menyebutkan apabila pasien yang
mendapatkan nilai skor 8 atau lebih dapat dibawa pulang ke rumah.
Lamanya pasien tinggal di Recovery Room tergantung dari teknik
commit(Karjadi
to user W, 2000). Pasien dikirim ke
anestesi yang digunakan
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Intensive Care Unit (ICU) apabila hemodinamik tidak stabil perlu
bantuan inotropik dan membutuhkan ventilator (Mechanical
Respiratory Support ) (Coyle TT et al., 2005).
Tabel 2.1. Aldrete Scoring System
RECOVERY SCORE
KRITERIA
In 15 30 45 60 Out
Aktifitas
Respirasi
Sirkulasi
Kesadaran
Warna
kulit
Dapat
bergerak 4 anggota gerak
volunter atau atas 2 anggota gerak
perintah
0 anggota gerak
Mampu bernapas dan batuk secara
bebas
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
2
2
2
2
2
2
Dyspnea, nafas dangkal atau terbatas
1
1
1
1
1
1
Apnea
0
0
0
0
0
0
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
Tensi pre-op
mmHg
Tensi 20 mmHg
2
preop
Tensi 20 – 50
….
mmHg
dari 1
preop
Tensi 50 mmHg
0
preop
Sadar penuh
2
2
2
2
2
2
Bangun waktu dipanggil
1
1
1
1
1
1
Tidak ada respons
0
0
0
0
0
0
Normal
2
2
2
2
2
2
Pucat kelabu
1
1
1
1
1
1
Sianotik
0
0
0
0
0
0
(Wirjoatmodjo, 2000)
commit to user
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Anestesi Inhalasi
a. Pendahuluan
Anestesi inhalasi cukup banyak digunakan sebagai pilihan
anestesi saat ini dikarenakan cukup aman, meskipun peralatannya
rumit dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit (Shung J, 2011).
Keunggulan anestesi inhalasi adalah konsentrasi obat anestesi yang
dapat lebih tinggi pada darah arteri karena obatnya masuk melalui
sirkulasi paru (Karjadi W, 2000). Selain itu, potensinya juga tinggi
dan konsentrasinya dapat dikendalikan melalui mesin sehingga
memungkinkan titrasi dosis sesuai respon yang diinginkan (Stoelting
RK, 2006). Campuran dari obat anestesi dan oksigen melalui jalur
pernafasan masuk ke dalam paru-paru dan akan berdifusi dari alveoli
ke pembuluh-pembuluh kapiler sesuai sifat masing-masing obat
anestesi inhalasi itu sendiri, kemudian akan beredar dalam darah
menuju jaringan atau organ dimana obat anestesi itu bekerja, seperti
ke otak, jantung, serta otot (Coyle TT et al., 2005). Dalamnya
anestesi tergantung pada kadarnya di sistem saraf pusat. Kadar
tersebut ditentukan oleh faktor yang memengaruhi transfer anestesi
dari alveoli paru ke darah dan dari darah ke jaringan otak. Faktor
yang menentukan kecepatan transfer anestesi di jaringan otak
ditentukan oleh (1) kelarutan zat anestesi, (2) kadar anestesi dalam
udara yang dihirup pasien atau disebut tekanan parsial anestesi, (3)
ventilasi paru, (4) aliran darah paru, dan (5) perbedaan antara
tekanan parsial anestesi di darah arteri dan di darah vena (Dewoto,
2011)
Dalam praktek, kelarutan zat inhalasi dalam darah merupakan
faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan
pemulihannya. Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat
yang tidak larut dan lambat pada yang larut (Latief et al., 2002).
Kadar
Alveolus
Minimal (KAM) atau Minimum alveoli
commit
to user
concentration (MAC)
adalah
kadar minimal zat tersebut dalam
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alveolus pada tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah
gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar (Shung J,
2011). Pada umumnya imobilisasi tercapai pada 95% pasien, jika
kadarnya dinaikkan di atas 30% nilai KAM. Dalam keadaan
seimbang, tekanan parsial zat anestestik dalam alveoli sama dengan
tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.
Konsentrasi uap anestesi dalam alveoli selama induksi ditentukan
oleh:
1) Konsentrasi inspirasi
Secara teoritis apabila saturasi uap anestesi di dalam jaringan
sudah penuh, maka ambilan paru berhenti dan konsentrasi uap
inspirasi sama dengan alveoli. Berbeda dengan
prakteknya,
induksi akan semakin cepat jika konsentrasi semakin tinggi,
tetapi jika tidak terjadi depresi napas atau kejang laring.
2) Ventilasi alveoli
Ventilasi alveoli meningkat, konsentrasi alveoli semakin tingi
dan sebaliknya.
3) Koefisien darah/gas
Semakin tinggi angkanya, semakin cepat larut dalam darah,
semakin rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
4) Curah jantung atau aliran darah paru
Semakin tinggi curah jantung, semakin cepat uap diambil.
5) Hubungan ventilasi perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestesi.
Jumlah uap dalam mesin anestesi bukan merupakan gambaran
yang sebenarnya, karena sebagian uap tersebut hilang dalam
tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfir sekitar sebelum
mencapai pernafasan (Mangku dan Senapathi, 2010).
commit to user
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Status Fisik
Penentuan status fisik pasien dalam perencanaan tindakan anestesi
berdasarkan klasifikasi American Society of Anesthesiologist (ASA)
dibagi dalam 6 kelompok sebagai berikut:
1) ASA 1
: pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan
operasi.
2) ASA 2
: pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai
sedang, baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain.
3) ASA 3
: pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat
yang disebabkan oleh berbagai penyebab.
4) ASA 4 : pasien dengan penyakit berat dan mengancam
kehidupannya.
5) ASA 5
: pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
meski dioperasi atau tidak.
6) ASA 6
: pasien dengan kematian batang otak dan organnya
dapat diambil (Wirjoatmojo, 2000).
c. Stadium Anestesi
Berikut ini merupakan tahap yang penting untuk diperhatikan dalam
anestesi eter yang awitan kerja sentralnya lambat akibat kelarutannya
yang tinggi dalam darah sehingga tiap tahap dapat dilihat dengan
jelas:
1) Tahap I, stadium analgesi.
Awalnya pasien mengalami analgesi tanpa disertai amnesia
(hilangnya kesadaran) dan di akhir stadium I baru didapatkan
amnesia dan analgesi
2) Tahap II, stadium eksitasi (delirium).
Mulai dari hilangnya kesadaran (amnesia) sampai permulaan
tahap bedah. Tahap I dan II bersama-sama disebut tahap induksi.
3) Tahap III, stadium operasi (Surgical Stage).
commit to user
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mulai dari berakhirnya tahap II sampai berhentinya napas
spontan (apnea). Pada tahap ini pembedahan dapat dilakukan.
Tahap ini dibagi menjadi 4 bidang (plane).
4) Tahap IV, stadium depresi medula oblongata (medullary
paralysis).
Mulai dari berhentinya napas spontan sampai gagalnya sirkulasi
(henti jantung). Tahap ini disebabkan oleh kelebihan dosis
(overdose,
terlalu
dalam,
keracunan)
sehingga
terjadi
kelumpuhan pada pusat pernapasan dan sirkulasi yang letaknya
di medula oblongata.
Empat tujuan stadium ini dapat dilihat dengan pergerakan
bola mata, reflek mata, dan ukuran pupil, yang dalam keadaan
tertentu menandai penningkatan kedalaman anestesi (Janine et
al., 2010).
d. Jenis anestesi inhalasi
Obat anestesi inhalasi yang paling banyak digunakan adalah
isofluran, desfluran dan sevofluran (Tabel 2.2). Senyawa-senyawa
ini merupakan cairan volatil yang memiliki beberapa perbedaan
efek pada bidang farmakologinya (Tabel 2.3) Dari semua anestesi
inhalasi yang tersedia, N₂O, sevofluran, isofluran dan desfluran
merupakan jenis anestesi inhalasi yang paling banyak digunakan di
Amerika Serikat (Katzung, 2007).
Dari penelitian sebelumnya didapatkan waktu ekstubasi dan
waktu tinggal pasien di Recovery Room secara signifikan lebih lama
pada kelompok isofluran dibanding dengan sevofluran (Barash et
al., 2013). Perhatian utama bidang anestesi selain keamanan dan
keselamatan pasien adalah pemulihan kesadaran penuh pada pasien
dengan menggunakan kriteria aldrete score (Soenarjo et al., 2010).
commit to user
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.2. Fisik dan Kimia Anestesi Inhalasi
Nitrous
Oxide
Anestesi Inhalasi
(N₂O) Halotan Enfluran Isofluran Desfluran Sevofluran
Berat molekul
44
197
184
184
168
200
-68
Titik didih (°C)
50.2
56.6
48.5
22.8
58.5
Tekanan uap
(mmHg; 20°C)
Bau
Pengawet
Turunan eter
Koefisien partisi
darah/gas
5200
243-244 172-174.5 238-240
Manis
Bukan
0.46
Organik
Perlu
Bukan
2.54
Eter
Ya
1.90
Eter
Ya
1.46
669-673
160-170
Eter
Ya
0.42
Eter
Ya
0.65
(Omoigui, 2009)
Anestesi inhalasi paling banyak dipakai untuk induksi pada
pediatri atau pasien anak-anak dimana cukup sulit apabila dilakukan
lewat jalur intravena. Di sisi lain, bagi pasien dewasa biasanya
dokter anestesi lebih menyukai induksi cepat dengan agen
intravena. Meskipun demikian, sevofluran masih menjadi obat
induksi pilihan (Butterworth et al., 2013). Perbandingan anestesi
inhalasi secara fisik-kimia maupun secara klinik farmakologi dapat
dilihat pada tabel berikut.
1) Isofluran
(a) Sifat umum
Isofluran
yang
memiliki
nama
kimia
1-chloro-
2,2.trifluoroethyl difluoromethyl ether merupakan eter metil
etil terhalogenasi eter yang dikemas dalam bentuk cairan,
tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak mengandung zat
pengawet dan relatif tidak larut dalam darah, namun baunya
commit to user
relatif tajam sehingga kadar obat yang tinggi dalam udara
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
inspirasi cukup iritatif sehingga membuat pasien menahan
nafas dan batuk (Vlajkovic et al., 2007). Sifatnya tidak
mudah meledak/terbakar, stabil, mendidih pada 48,5°C pada
760 mmHg tekanan atmosfer, batas keamanan yang cukup
lebar dan kemampuan relaksasi otot yang baik membuatnya
digunakan secara luas dan banyak menjadi pilihan bagi
kalangan medis (Bruno B dan Bernard D, 2005).
Penelitian oleh Frink dkk, pasien yang dianestesi
dengan isofluran kurang dari 1 jam, dapat membuka mata
dengan perintah kira – kira 7 menit setelah anestesi
dihentikan. Pemberian yang lebih lama, yaitu selama 5 – 6
jam, munculnya respon dengan perintah relatif cepat, kira –
kira 11 menit setelah isofluran dihentikan (Stoelting RK,
2006).
(b) Indikasi dan kontraindikasi
Isofluran diindikasikan untuk induksi dan pemeliharaan
anestesi umum. Selain itu, isofluran merupakan pilihan untuk
anestesi kraniotomi karena terjadi penurunan konsumsi
oksigen pada otak saat di induksi sehingga tidak berpengaruh
pada tekanan intrakranial (Sinclair R dan Faleiro R, 2006).
Isofluran juga memiliki efek proteksi serebral dan efek
metabolik yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi
kendali (Mangku dan Senapathi, 2010)
Penggunaan isofluran dikontraindikasikan pada
pasien yang rentan terhadap hipertermia maligna dan pasien
dengan gangguan kejang. Walaupun penggunaan isofluran
secara umum aman, namun terdapat beberapa tipe pasien
yang memerlukan perhatian khusus, antara lain: hipovolemik
berat, riwayat penyakit hati, hamil, dan menyusui (Lewis et
al., 2007). commit to user
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. 3. Farmakologi klinik anestesi inhalasi
Nitrous
Oxide
Anestesi Inhalasi
(N₂O) Halotan Enfluran Isofluran Desfluran Sevofluran
Kardiovaskuler
Tekanan Darah
TB
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓
Laju nadi
TB
↓
↑
↑
TB atau ↑
TB
Respirasi
Volume tidal
↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓
↓
Laju napas
↑
↑↑
↑↑
↑
↑
↑
PaCO2 istirahat
TB
↑
↑↑
↓
↓↓
↓
Serebral
Aliran darah
↑
↑↑
↑
↑
↑
↑
Tekanan
↑
↑↑
↑↑
↑
↑
↑
Intrakranial
Seizure
↓↓
↓
↑
↓
↓
↓
Blokade
Pelumpuh otot non↑↑
↑
↑
↑
↑
↑
depolarisasi
Ginjal
Aliran darah
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓
↓
Laju filtrasi
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
?
?
glomerulus
Hepar
Aliran darah
↓
↓↓
↓↓
↓
↓
↓
0,04% 15-20% 2-5%
Metabolisme
0,2%
<0,1%
2-3%
(Morgan GE et al., 2006)
(c) Farmakokinetik dan Farmakodinamik
1) Farmakokinetik
Dalam tindakan pembedahan, 1,5% - 3,0% isofluran
akan menimbulkan efek anestesi dalam waktu 7-10 menit.
Setelah diinduksi oleh tiopental, N₂O 60% dan ditambah
isofluran
dengan
MAC
0,65
didapatkan
waktu
bangkitannya (respon terhadap peintah) adalah 15,6 menit
commit to user
(Butterworth et al., 2013). Sama seperti volatil anestesi
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lainnya, kelarutan gas darah isofluran sangat bergantung
pada konsentrasinya alveoli. Isofluran memiliki kelarutan
yang sangat rendah di dalam darah dan jaringan
dibandingkan jenis anestesi inhalasi lainnya (Sinclair R
dan Faleiro R, 2006). Konsentrasinya dalam alveolus dan
darah arterial mencapai 50% konsentrasi yang diberikan
pada 4-8 menit pertama, dan 60% dalam 15 menit
(Barrash, 2013).
Isofluran dieliminasi melalui paru-paru, hati dan
ginjal (Denisa et al., 2012). Sehubungan dengan
kelarutannya yang rendah dalam darah dan jaringan,
maka proses pemulihan isofluran pada manusia dapat
digolongkan
cepat
(Morgan
GE
et
al.,
2006).
Biotransformasi isofluran termasuk rendah dibanding
enfluran dan halothan. Pada manusia, hanya sekitar 0,2%
isofluran yang dimetabolisme menjadi fluorida dan fluor
organik
dengan asumsi 50% dari sisa metabolit ini
diekskresi melalui urin, maka dapat disimpulkan bahwa
metabolisme
isofluran
sangat
rendah
dan
tidak
menimbulkan nefrotoksik maupun hepatotoksik karena
metabolitnya flourida dalam jumlah minimal (Lewis et
al., 2007 ; Denisa et al., 2012).
2) Farmakodinamik
Minimum Alveoli Concentration (MAC) adalah
konsentrasi minimal zat tersebut dalam gas alveoli yang
menyebabkan imobilitas 50% pasien ketika terpajan
rangsangan
yang merugikan seperti
insisi
bedah
(noxious) (Dewoto, 2011). Isofluran memiliki nilai MAC
1,4. Dari nilai MAC ini dapat dilihat distribusi frekuensi
commit
user
dosis obat
yangto diperlukan
untuk menghasilkan efek
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tertentu pada pasien. Umumnya untuk anestesi, setiap
individu memerlukan 0,5-1,5 MAC (Katzung, 2007).
Isofluran menimbulkan penurunan tekanan darah
terkait dengan dosis, jadi semakin tinggi dosisnya maka
semakin tinggi juga penurunannya sehingga bisa
membuat takikardia, tetapi penurunan tekanan darah ini
merupakan hal penting untuk melihat kedalaman dari
anestesia. Selain penurunan tekanan darah, tanda yang
digunakan untuk melihat kedalaman anestesia dapat
meliputi volume, dan frekuensi tekanan darah (kecuali
bila ventilasi dikendalikan), dan meningkatnya frekuensi
denyut jantung (Dewoto, 2011 ; Butterworth et al.,
2013).
Isofluran
dapat
menyebabkan
iskemia
miokardium melalui fenomena coronary steal yaitu :
pengalihan aliran darah dari daerah yang perfusinya
buruk ke daerah yang perfusinya baik. Kecenderungan
timbulnya aritmia amat kecil, sebab isofluran tidak
menyebabkan sensitasi jantung terhadap katekolamin
(Wijaya A, 2013).
a) Sistem saraf pusat
Apabila isofluran diberikan sesuai dengan dosisnya,
maka
tidak
vasodilatasi
menimbulkan
dan
perubahan
kelainan
serebral
EEG,
serta
mekanisme autoregulasi aliran darah otak tetap
stabil.
b) Kardiovaskular
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh
darah lebih ringan dibanding dengan obat anestesi
inhalasi yang lain.
c) Respirasi
commit to user
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya
sebanding dengan dosis yang diberikan.
d) Otot rangka
Melalui mekanisme depresi pusat motoris pada
serebrum, isofluran dapat menurunkan otot tonus
rangka skelet. Meskipun demikian, isofluran masih
memerlukan
obat
pelumpuh
otot
untuk
mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal
terutama pada operasi laparotomi.
e) Ginjal
Isofluran dapat menurunkan aliran darah ginjal dan
laju filtrasi glomerulus sehingga produksi urin
berkurang, namun dalam batas normal sesuai
dengan dosis anestesinya (Mangku dan Senapathi,
2010).
(d) Efek samping
Keluhan yang sering ditimbulkan pada pemakaian
isofluran adalah hipotensi, depresi pernapasan, aritmia,
peningkatan sel darah putih, menggigil, mual dan muntah
(Stoelting RK, 2006).
(e) Keuntungan
Induksi
pada
isofluran
ini
cepat
dan
lancar,
pemulihannya juga lebih cepat dibanding dengan halotan dan
enfluran, tidak menimbulkan mual-muntah, dan tidak
menimbulkan menggigil paska anestesia. Isofluran juga tidak
mengubah sensitivitas otot jantung terhadap katekolamin,
tidak
menimbulkan
guncangan
terhadap
fungsi
kardiovaskuler, dan tidak menimbulkan efek eksitasi SSP
to user
(Morgan GE commit
et al., 2006).
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(f) Kelemahan
Isofluran memerlukan kombinasi degan obat lain,
dikarenakan analgesi dan relaksasinya yang kurang.
Memiliki batas keamanan yang sempit sehingga membuat
mudah terjadi kelebihan dosis dan cukup iritatif terhadap
mukosa jalan nafas (Shapiro dan Fred, 2007).
(g) Dosis
1) Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 2.0 – 3.0% bersama-sama dengan N₂O
2) Untuk pemeliharaan
dengan pola nafas spontan,
konsentrasinya berkisar 1.0 – 2.5 %, sedangkan untuk
nafas kendali, berkisar antara 0.5 – 1.0% (Mangku dan
Senapathi, 2010).
2) Sevofluran
(a) Sifat Umum
Sama halnya dengan isofluran, sevofluran juga
merupakan halogenasi eter dalam bentuk cairan, yang tidak
berbau, tidak berwarna dan tidak iritatif sehingga baik
untuk induksi inhalasi. Agen inhalasi ini, paling cepat
dalam induksi dan proses pemulihannya, bila dibandingkan
dengan agen inhalasi lain (Wijaya A, 2013).
Koefisien partisi darah/gas pada 37°C adalah 0,59.
Dimana semakin kecil nilainya maka semakin zat tersebut
tidak larut dalam darah. Kelarutan yang rendah ini
menimbulkan induksi anestesi yang cepat dan lebih cepat
juga pasien untuk sadar karna zat tersebut cepat dieliminasi
di dalam darah (Butterworth et al., 2013).
commit to user
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sevofluran sering digunakan untuk induksi pada anak
karena berbau enak, tidak merangsang jalan nafas dan tidak
meningkatkan sekresi saluran nafas. Sevofluran mungkin
paling tidak iritasi pada saluran nafas dibanding jenis
anestesi inhalasi lain yang dipakai saat ini (Morgan GE et
al., 2006 ; Stoelting RK, 2006). Sevofluran hampir
mempunyai semua sifat yang membuatnya ideal sebagai
anestesi inhalasi (Katzung, 2007).
(b) Indikasi dan kontraindikasi
Sevofluran
diindikasikan
untuk
induksi
dan
komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum.
Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, sevofluran
sangat baik digunakan untuk induksi.
Penggunaan sevofluran di kontraindikasikan pada
pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial (Mangku dan
Senapathi, 2010).
(c) Famakokinetik dan farmakodinamik
(1) Farmakokinetik
Sama dengan isofluran, evofluran juga dieliminasi
melalui paru, hati dan ginjal. Soda lime dan baralyme
dapat mendegradasi sevofluran menjadi produk akhir
yang nefrotoksik, sehingga sevofluran tidak dapat
digunakan dalam anestesi sistem terutup atau aliran
rendah (Mangku dan Senapathi, 2010). Terkait dosis
yang
digunakan,
sevofluran
dapat
menimbulkan
vasodilatasi uterus dan penurunan aliran darah. Efek
puncak yang ditimbulkan oleh isofluran pun juga
commit
useryang digunakan. Waktu bangkitan
tergantung
dari to
dosis
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(respon terhadap perintah) setelah diinduksi oleh
tiopental, N₂O 66% dan sevofluran dengan MAC 0,9
adalah 14,3 menit, dimana waktu yang diperoleh lebih
cepat dibandingkan isofluran (Butterworth et al., 2013).
Biotransformasi
sevofluran
yaitu
hampir
seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, dan
hanya sebagian kecil 2-3% dimetabolisme dalam tubuh.
Maka
dapat
sevofluran
disimpulkan
sangat
rendah,
bahwa
tidak
metabolisme
cukup
untuk
menimbulkan gangguan fungsi ginjal (Morgan GE et
al., 2006).
(2) Farmakodinamik
Sevofluran memiliki nilai MAC sebesar 2,0.
Koefisien partisi darah/gas pada 37°C adalah 0,59.
Kelarutannya yang menengah
dalam darah ini
menimbulkan induksi anestesi yang cepat dan juga
recovery yang cepat (Katzung, 2007).
Berbeda
dengan
isofluran,
sevofluran
tidak
menyebabkan vasodilatasi pada arteria koronaria yang
dapat menyebabkan fenomena coronary steal (Wijaya
A, 2013). Sevofluran dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah arteri melalui vasodilatasi primer, namun
kejadian ini dapat terjadi terkait dengan dosis yang
digunakan (Bruno B dan Bernard D, 2005). Sama
halnya dengan isofluran, sevofluran juga menimbulkan
penurunan tekanan darah terkait dengan dosis dan
memiliki efek yang sama (Dewoto, 2011).
i.
Sistem saraf pusat
Hampir sama dengan isofluran. Aliran darah ke otak
commit
to user sehingga meningkatkan tekanan
sedikit
meningkat
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
intrakranial. Laju metabolisme otak juga menurun
cukup bermakna, sama seperti isofluran.
ii.
Kardiovaskular
Relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia selama
induksi. Tahan vaskular dan curah jantung sedikit
menurun sehingga tekanan darah sedikit menurun.
iii.
Respirasi
Sama dengan anestesi inhalasi yang lain, sevofluran
juga menimbulkan depresi pernapasan terkait
dengan dosis yang diberikan sehingga volume tidal
tidak akan menurun, tapi frekuensi napas sedikit
meningkat.
iv.
Otot rangka
Efeknya terhadap tonus otot rangka lebih lemah
dibandingkan dengan isofluran.
v.
Ginjal
Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus lebih
ringan dibanding dengan isofluran terkait dengan
dosis yang diberikan.
vi.
Hati
Aliran darah hati sedikit menurun (Mangku dan
Senopathi, 2010).
(d) Efek samping
Efek yang utama yang terjadi pada induksi sevofluran
adalah mual, muntah, gangguan fungsi ginjal, hipotensi,
aritmia, depresi pernapasan, apneu, pusing, peningkatan
aliran darah menuju otak dan tekanan intracranial (Stoelting
RK, 2006).
commit to user
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(e) Keuntungan
Induksi sevofluran cepat dan lancer, tidak iritatif
terhadap mukosa jalan nafas, dan pemulihannya paling
cepat dibandingkan dengan agen volatil yang lain (Latief et
al., 2002).
(f) Kelemahan
Sevofluran memiliki kelemahan yang sama seperti
isofluran, yaitu memiliki batas keamanan yang sempit
sehingga mudah terjadi kelebihan dosis (Shapiro dan Fred,
2007).
(h) Dosis
(1) Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 3.0 – 5.0% bersama-sama dengan N₂O
(2) Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan,
konsentrasinya berkisar 2.0 – 3.0 %, sedangkan untuk
nafas kendali, berkisar antara 0.5 – 1.0% (Mangku dan
Senapathi, 2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
B. Kerangka Penelitian
Obat anestesi inhalasi
Isofluran
Sevofluran
Farmakodinamik
dan farmakokinetik
1. Koefisien partisi
darah/gas tinggi (1.46)
2. Efek anestesi timbul
dalam 11.5 menit
3. Induksi & pemulihan
lebih lama dari sevofluran
4. Biotransformasi rendah
Efek obat
SSP :
SSP :
1.
2.
1.
2.
Efek depresi
↓ Konsumsi
oksigen otak
3.
Respirasi :
1.
Depresi
pernafasan
1.
1.
Depresi otot
jantung
Dan pembuluh
darah
Otot rangka :
Efek depresi
Aliran darah
otak sedikit ↑
↓ Konsumsi
oksigen otak
Respirasi :
Kardiovaskular :
1.
Farmakodinamik
dan farmakokinetik
Efek obat
2.
1.
2.
3.
4.
Koefisien partisi
darah/gas rendah (0.65)
Efek anestesi timbul
dalam 7 menit
Induksi & pemulihan
lebih cepat dari isofluran
Biotransformasi rendah
Depresi
pernafasan
Frekuensi nafas
sedikit ↑
Kardiovaskular :
1.
↓ Tonus otot
2.
Tahanan
vascular &
curah jantung ↓
Tekanan darah
↓
Otot rangka :
1.
↓ Tonus otot
Faktor yang memperlambat :
-
Kelainan
metabolisme
tubuh
Sensitivitas masing-masing
individu
Penyakit penyerta
Suhu
Efek terhadap waktu pulih sadar
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
commit to user
Aldrete score
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan waktu pulih sadar antara penggunaan anestesi sevofluran dan
isofluran dimana waktu pulih sadar sevofluran lebih cepat daripada isofluran.
commit to user
Download