ABSTRAK “Sesungguhnya akan datang pada umatku suatu zaman, mereka saling bermegahmegahan dengan membangun beberapa masjid tapi yang memakmurkannya hanya sedikit” (Hadits Riwayat Baihaqi) Semangat membangun masjid di Indonesia belum diiringi dengan semangat memakmurkannya. Hal ini terlihat tidak sedikit masjid yang sunyi dari kegiatan: masjid di lingkungan kampus misalnya hanya berfungsi seminggu sekali untuk kegiatan shalat jum’at atau hanya untuk shalat dzuhur dan shalat ashar berjamaah, sedangkan maghrib dan isya serta subuh sangat jarang digunakan. Ada beberapa hal yang bisa kita telaah berkaitan dengan aktifitas yang dilakukan Rasul dan para sahabat menyangkut fungsionalisasi masjid, diantaranya: (1) Membentuk persatuan dan persaudaraan sesama kaum muslimin, (2) Sebagai tempat pembinaan umat dengan mengajarkan Tsaqofah Islamiyah. (3) Sebagai tempat membentuk SDM unggul. Namun, kondisi objektif dalam tatanan sosial masyarakat sekarang ini sangat jauh dari nilai-nilai seperti apa yang diharapkan dari fungsi dan peran masjid diatas. Jika dikaitkan dengan ilmu perencanaan, maka dari segi ruang lingkup substantif perencanaan terhadap rencana fasilitas peribadatan mengalami distorsi, yakni: perencanaan sosial yang kurang berdampak pada perbaikan moral, perencanaan ekonomi yang kurang berdampak pada kesejahteraan, serta perencanaan fisik terhadap bangunan masjid yang mengalami kemubadziran. Hal ini disebabkan karena keberadaan masjid hanya dianggap sebagai fasilitas/pelengkap saja dalam suatu Perencanaan Wilayah dan Kota. Apabila masjid dibangun dengan besar tapi ternyata tidak bisa menampung sejumlah aktivitas jamaah, maka masjid itu menjadi tabdzir, orangnya disebut mubadzdzir atau masjid sudah dibangun dengan fisik dan sarana yang ideal tapi bila tidak makmur, itu juga tabdzir. Dan oleh karenanya, kampus seharusnya mempelopori bagaimana merencanakan sebuah masjid yang tidak akan jauh dari nilai-nilai tabzir, yaitu yang sesuai dengan keruangan, serta manajemen yang baik. Kondisi tabzir, menyebabkan masjid kampus (sebagai sarana pembentuk mentalitas spritual mahasiswa) sepertinya masih dipandang kurang terlalu penting terhadap sebuah institusi pendidikan. Sehingga, sepertinya ada jarak yang terpisah antara dunia pendidikan dengan peran masjid. Padahal, dunia kampus sangat indentik dengan nuansa yang bersifat rasional intelektual, yang metodologinya untuk memahami realitas selalu membatasinya untuk tetap berada dalam domain yang terukur, reasesses, kekinian; semangatnya adalah bertanya, mempertanyakan, meragukan, menuntut bukti (Hermawan K. Dipojono, 2004). Dengan kata lain, dunia kampus yang membentuk jiwa atau karakter moral ke-intelektual-an mahasiswa sedangkan melalui masjid kampus mampu membentuk karakter spiritual mahasiswa untuk tetap seimbang. Oleh karena itu, perlunya suatu kajian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemakmuran masjid kampus untuk mengetahui apa yang menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kemakmuran. Hasil temuan studi dengan menggunakan metoda analisis regresi linier berganda, bahwa ternyata faktor manajemen masjid (fisik dan program kegiatan) yang lebih dominan berpengaruh. Karena bagaimanapun, ternyata yang membuat jamaah lebih senang untuk ke masjid, karena faktor lingkungan yang nyaman serta pelayanan yang memuaskan dari pengurus masjid. Sedangkan faktor lainnya yaitu citra masjid yang menjadi pilihan bagi jamaah untuk memakmurkannya. Oleh karena itu, rekomendasi yang akan diberikan untuk perencanaan masjid kampus kedepan adalah perlunya mempertimbangkan faktor-faktor strategis dalam merencanakan masjid, antara lain: memperhatikan perencanaan tapak masjid kampus, membentuk kepengurusan masjid kampus sebelum membangun masjid, merencanakan program masjid kampus sesuai dengan karakteristik jamaah, menyediakan sarana pelengkap (contohnya seperti: perpustakaan, internet access, laboratorium pengkajian Islam, dan museum sejarah Islam) dilingkungan masjid kampus agar lebih membuat jamaah tertarik untuk memakmurkan masjid kampus. Mudah-mudahan ini bisa mengatasi permasalahan krisis sosial yang terjadi dimasyarakat selama ini. Karena masjid dipandang sebagai sarana yang paling tepat untuk memperbaiki kualitas akhlak manusia. Wallahua’lam Bish-Shawab.