BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hormon

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hormon Aldosteron pertama kali diidentifikasi lebih dari 50 tahun
lalu. Hormon ini diproduksi dari molekul kolesterol pada mitokondria di
zona gromelurosa pada kelenjar adrenal terutama karena pengaruh
dari angiotensin II, diet tinggi kalium, dan stimulasi dari adrenal
corticotropin hormone (ACTH).1
Efek utama dari aldosteron adalah menyebakan retensi cairan dan
natrium menyebabkan peningkatan dari tekanan intravascular melalui
aktivasi sistem renin angiotensin-aldosteron (RAA). Penelitian terbaru
juga menyebutkan kelebihan aldosteron dapat menyebabkan inflamasi
dan menyebabkan efek fibrotik pada target organ seperti jantung,
ginjal, dan pembuluh darah.1,2
Berbagai penelitian telah dilakukan berhubungan dengan kadar
aldosteron
yang
berlebihan
pada
manusia
dimana
ditemukan
peningkatan berbagai penyakit kardiorenal seperti hipertensi, penyakit
jantung koroner, penyakit jantung kongesti, gagal ginjal kronik, dan
sindroma metabolik. Penyakit-penyakit ini telah dibuktikan memiliki
hubungan
yang
erat
dengan
aldosteron
karena
dengan
terapi
antagonis reseptor mineralokortikoid, berbagai penyakit tersebut dapat
disembuhkan ataupun diperlambat progresifitasnnya.2,3
Penyakit jantung hipertensi merupakan salah satu penyakit
kardiorenal
yang
dipengaruhi
oleh
aldosteron.
Penyakit
jantung
hipertensi adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit
jantung secara keseluruhan, mulai dari hipertrofi ventrikel kiri, aritmia
jantung, penyakit jantung coroner, dan penyakit jantung kronis, yang
disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Tingginya prevalensi hipertensi di Indonesia
yang berkisar antara 5-10%, dimana 85-90% kasus hipertensi tidak
diketahui penyebabnya sehingga penulis ingin mengetahui hubungan
antara aldosteron dan penyakit jantung hipertensi.4,5
B. Tujuan
1
Tujuan pada referat ini adalah mengetahui dan lebih memahami
pengaruh aldosteron dengan terjadinya penyakit jantung hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Aldosteron
mineralokortikoid
merupakan
yang
hormon
disekresikan
steroid
dari
dari
bagian
golongan
terluar
zona
glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal.
B. Fisiologi Pembentukan Aldosteron
Aldosteron dibentuk dari molekul
kolesterol
di
dalam
mitokondria dari sel zona glomerulosa pada korteks kelenjar adrenal.
Kelenjar adrenal mengandung 1-2 ug aldosteron, dengan kecepatan
produksi 70-250 ug/ hari. Proses pembentukan aldosteron dapat
dilihat di Gambar 1.2,3
Gambar 1. Proses Sintesis Aldosteron
2
C. Regulasi Sintesis Aldosteron
Berbagai macam faktor dapat mempengaruhi sekresi daripada
aldosteron diantaranya adalah Sistem Renin Angiotensin, ACTH, dan
kadar ion kalium dan natrium dalam darah 2,3,4,6
Sistem Renin Angiotensin merupakan
regulator
utama
daripada aldosteron. Renin disintesis pada sel juxtaglomerular pada
2
arteriol aferen ginjal akibat penurunan volume intravaskular dan
penurunan kadar natrium. Renin akan menyebabkan hidrolisis
daripada Angiotensinogen ke Angiotensin I yang akan dikonversikan
ke
Angiotensin
II
oleh
angiotensin-converting
enzyme
(ACE).
Angiotensin II ini yang akan merangsang zona glomerulosa pada
kelenjar adrenal untuk melepaskan aldosteron.2,3
ACTH, merupakan suatu hormon stress, dimana hormon ini
juga dapat meningkatkan sekresi aldosteron melalui jalur cAMP,
tetapi memiliki efek yang kecil dalam mempengaruhi kecepatan
sekresi
aldosteron.
Rangsangan
ACTH
yang
kronik
justru
menyebabkan penurunan sekresi aldosteron yang diduga melalui 2
mekanisme yakni ACTH dapat mengubah sel zona glomerulosa yang
masih berproliferasi menjadi sel zona fasikulata yang menyebabkan
penurunan jumlah sel penghasil aldosteron, dan cAMP dapat
mengganggu Angiotensin II pada zona glomerulosa kelenjar adrenal
2,6
Kadar
konsentrasi
ion
kalium
dan
natrium
sangat
mempengaruhi kecepatan sekresi daripada aldosteron,dimana pada
kondisi hiperkalemi dan hiponatremi, aldosteron akan disekresikan
dengan cepat.2,3,4
D. Fungsi Aldosteron
Fungsi Utama dari Hormon Aldosteron adalah meningkatkan
pengangkutan pertukaran natrium dan kalium melewati beberapa
bagian dinding tubulus renal, dan fungsi yang kurang penting,
adalah untuk meningkatkan pengangkutan ion-ion hidrogen. 1,4
Aldosteron dapat menyebabkan peningkatan pertukaran
natrium dan kalium dengan cara merangsang pompa Na +K+ATP-ase
pada membrane tubulus kolingetes kortikalis pada tubulus distal dan
meningkatkan permeabilitas natrium pada membran sel. Mekanisme
ini menyebabkan retensi daripada natrium dan menyebabkan
sekresi daripada kalium meningkat.4
Efek retensi natrium daripada aldosteron akan menyebabkan
peningkatan kadar natrium dalam cairan ekstraseluler. Hal ini akan
dikompensasi
oleh
anti
diuretic
hormone
(ADH)
yang
akan
3
meningkatkan reabsorpsi air yang menyebabkan peningkatan cairan
ekstraseluler untuk menurunkan kadar kepekatan natrium dalam
cairan ekstraseluler.4
E. Pengaruh sistem renin angiotensin dengan penyakit jantung
hipertensi
Aldosteron dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan
progresifitas penyakit kardiovaskular melalui berbagai mekanisme
seperti retensi cairan intravaskular kronik, supresi fungsi endotel,dan
menginduksi inflamasi dan fibrosis pada target organ.3
Gambar 2. Pengaruh Kelebihan Aldosteron pada Sistem
Kardiovaskular1
Efek retensi cairan dan natrium daripada aldosteron akan
menyebabkan peningkatan peningkatan tekanan darah, cardiac
output, volume intrakardiak, dan kecepatan filtrasi glomerulus. Hal
ini terjadi karena peningkatan cairan intravaskular akibat retensi
cairan dan natrium akan menyebabkan peningkatan daripada
cardiac output yang akan meningkatkan tekanan pada arteri melalui
2 mekanisme. Pertama dengan hubungan langsung peningkatan
cardiac output dengan peningkatan tekanan darah, hal ini dapat
4
dijelaskan
karena
dengan
jumlah
cairan
yang
banyak,
akan
meningkatkan volume intracardiak yang akan menyebabkan jantung
bekerja lebih kuat untuk memompa semua cairan tersebut yang
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Kedua, dengan
jumlah aliran darah yang berlebihan akan merangsang pembuluh
darah
pada
jaringan-jaringan
untuk
melakukan
sistem
autoregulasinya yakni dengan melakukan vasokonstriksi untuk
menurunkan aliran darahnya agar perfusi jaringan menjadi lebih
baik. Hal ini akan meningkatkan tahanan perifer yang secara
langsung akan menyebabkan tingginya tekanan arteri sesuai dengan
rumus bahwa tekanan arteri sama dengan cardiac output dikali
dengan tahanan perifer.4
Gambar 3. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron menyebabkan
hipertensi7
Peningkatan tekanan arteri ini juga merupakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk menjaga kadar cairan dalam tubuh.
Peningkatan
cairan
ekstraseluler
5-15%
akan
menyebabkan
5
peningkatan tekanan arteri sebesar 15-25%. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kecepatan filtrasi glomerulus pada ginjal untuk
membuang
kelebihan
cairan
dan
natrium,
sehingga
terjadi
keseimbangan cairan di tubuh. Fenomena ini dikenal sebagai
diuresis tekanan.4
Peningkatan tekanan arteri ini apabila terjadi dalam jangka
waktu lama akan menyebabkan kerja jantung terutama ventrikel kiri
akan lebih berat yang kelamaan akan menyebabkan kompensasi
berupa pembesaran ventrikel kiri. Pembesaran ventrikel kiri ini
sering terjadi akibat stimulus patologik seperti myokard infark, hipertensi, dan berbagai
stress oksidatif kardiovaskular lainnya 4
F. Pengaruh aldosteron pada jantung
Gambar 4. Prevalensi Hiperaldosteron dengan Grade Hipertensi
berdasarkan
JNC VI (Stage 1, 140-159/90-99 mmHg; Stage 2, 160179/100-109
mmHg; Stage 3, ≥ 180/110 mmHg)8
6
Aktivasi RAAS pada hipertensi memiliki asosiasi dengan LVH dan remodeling
jantung seperti yang diungkapkan pada bab di atas.
Berbagai Penelitian,
mengungkapkan aldosteron dapat menyebabkan terjadinya peyakit
jantung hipertensi bukan hanya dari efek retensi cairan dan
natriumnya. Pada penelitian oleh Okoshi et al, didapatkan bahwa aldosteron dapat
menginduksi hipertrofi jantung, dan peningkatan
atrial natriuretic peptide (ANP)
(suatu marker molekuler daripada hipertrofi jantung) pada otot jantung tikus,
independen dari keseimbangan Na/K. Penelitian lain didapatkan tikus dengan jumlah
11ß-HSD 2 (suatu enzim yang mengubah kortisol menjadi kortison sehingga kinerja
aldosteron pada mineralokortikoid meningkat) berlebihan, didapatkan LVH spontan,
fibrosis, gagal jantung bertahap dan kematian prematur.9
Penemuan reseptor mineralokortikoid pada sel otot jantung (kardiomiosit) dan
pada pembuluh darah membuat suatu dugaan bahwa aldosteron dapat berikatan
dengan reseptornya secara langsung pada jantung dan pembuluh darah dan
merangsang terjadinya berbagai perubahan seluler.3,8
Gambar 5. Pengaruh Aldosterone terhadap Reseptor Mineralokortikoid9
7
Aldosteron dapat berikatan dengan reseptor mineralokortikoid. Reseptor
mineralkortikoid merupakan ligand spesific transcription factor, kelompok dari
reseptor steroid. Kortisol dan aldosteron berikatan dengan reseptor mineralkortikoid
dengan afinitas yang sama. Tetapi konsentrasi kortisol sepuluh sampai seribu kali lebih
tinggi dibandingkan aldosteron di dalam kardiomiosit dan seratus kali lebih tinggi di
dalam sirkulasi. Normalnya, kortisol akan berikatan dan berfungsi sebagai antagonis
reseptor mineralokortikoid pada jantung. Ada banyak teori kenapa aldosteron dapat
menempati reseptor mineralokortikoid, salah satunya diduga karena peningkatan
ekspresi 11ß-HSD 2 (11ß hidroksisteroid dehidrogenase 2) yang berfungsi mengubah
kortisol menjadi bentuk inaktifnya yakni kortison sehngga aldosteron dapat berikatan
dengan reseptor mineralkortikoid. Banyak jaringan yang mengekspresikan 11ß-HSD 2
meliputi ginjal, kolon, endotel dan sel otot polos,. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Lombes et al menunjukkan jantung manusia juga mengekspresikan
11ß-HSD 2. Ditambah lagi, aldosteron juga diproduksi oleh jantung manusia yang
rusak dengan meningkatkan ekspresi dari CYP11B2, suatu enzim yang mengkatalisis
fase akhir dari sintesis aldosteron. 9,10
Enzim 11ß-HSD 2 berperan dalam mengubah kortisol menjadi kortison
sehingga kortisol tidak dapat berikatan dengan reseptor mineralkortikoid dan
aldosteron dapat berikatan dengan reseptor tersebut. Setelah berikatan, aktivasi dari
reseptor mineralkortikoid oleh aldosteron akan memiliki efek genomic dan
nongenomic. Efek genomic berupa reseptor mineralokortikoid akan mentranslokasi ke
nukleus dan menyebabkan perubahan pada transkripsi dan translasi pada DNA. Reseptor
mineralokortikoid ditemukan pada sel endotel, sel otot polos, kardiomiosit dan pada
fibroblas jantung, aldosteron akan menginduksi pertumbuhan fibroblas melalui
aktivasi signal Ras-raf-MEK-ERK. Pertumbuhan fibroblas jantung akan memicu
terjadinya profilerasi, deposisi matriks dan peningkatan matriks metaloproteinase
(MMP). Sehingga dapat memicu terjadinya fibrosis dan hipertrofi dari jantung.
Aktivasi dari reseptor mineralkortikoid juga akan memicu terjadinya peningkatan
ekspresi dari sitokin proinflamasi (TNF-α, MCP-1) dan faktor protrombic. Oleh
karena itu, aktivasi dari reseptor mineralokortikoid dapat meningkatkan stres oksidatif
kardiovaskular sehingga meningkatkan hipertrofi dan fibrosis jantung. 9
8
Gambar 6. Gambaran Histologi Otot Jantung pada Pasien normal dan
hipertensi
(warna merah menandakan kolagen)8
Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang melibatkan tikus
dengan diet garam tinggi yang diberi aldosterone memiliki reaksi
inflamasi dan fibrosis yang tinggi, dan proses ini dapat dicegah
dengan inhibisi reseptor mineralokortikoid (MR). Aldosteron juga
dapat meningkatkan ekspresi TGF-β melalui aktivasi MR yang dapat
menyebabkan fibrosis, remodeling jaringan, dan peningkatan produksi protein
matriks, Aldosteron juga menurunkan ekspresi TGF- β pada inducible nitric oxide
synthase (iNOS) dan nitric oxide (NO). Hal ini juga menyebabkan terjadinya fibrosis
karena NO dapat mencegah terjadinya fibrosis dengan cara mengurangi reactive organ
species yang merupakan salah satu faktor yang diduga pembentuk pada fibrosis.9
Gambar
7.
Mekanisme
Angiotensin
II-Aldosteron
merangsang
terjadinya fibrosis8
Aldosteron meningkatkan ekspresi dari plasminogen activator inhibitor (PAI)1, suatu inhibitor protease yang penting dalam proses fibrinolisis. PAI-1 berfungsi
sebagai penghambat aktivasi kolagenisasi dan berbagai matriks metaloproteinase.
Matriks metaloproteinase ini sendiri merupakan suatu protein yang bekerja dengan
berikatan dengan kadar zink dalam tubuh, dan berfungsi untuk mendegradasi berbagai
9
macam protein, salah satunya adalah kolagen. Matriks metalloproteinase selain dapat
mendegradasi kolagen, ternyata juga dapat menghasilkan faktor seperti transforming
growth factor β1, fibronectin, dan faktor-faktor lainnya yang berfungsi dalam
pembentukan matriks ekstraseluler serta saat fase akhir mendegradasi matriks
extraseluler, matriks metalloproteinase menghasilkan Matrikines yang dapat
menstimulasi pembentukan daripada kolagen baru oleh fibroblast yang menyebabkan
fibrosis. Fibrosis ini akan menyebabkan kekakuan pada otot jantung
yang menyebabkan gangguan pada sistem pompa oleh jantung. Hal
ini dapat menyebabkan pembesaran otot jantung terutama ventrikel
kiri dikarenakan jantung berusaha untuk memompakan darah
keluar.3,7,8,11
Gambar 8. Hubungan Matrikines dengan pembentukan kolagen pada HHD11
Gambar 9. Faktor-faktor yang merangsang sintesis dan degradasi kolagen pada
myocardium11
10
Aktivasi MR oleh aldosteron juga dapat memodulasi aktivitas aliran listrik
pada jantung yang kelamaan menyebabkan aritmia. Aldosteron dapat menginisiasi
perubahan kalsium kardiomiosit dan remodeling chanel ion dengan memodulasi
ekspresi dari T-type calcium channel, L-type calcium channel, dan ryanodine reseptor.
Gangguan modulasi tersebut menyebabkan gangguan kontrol daripada homeostasis
kalsium yang dapat menyebabkan gangguan ritme jantung. Kondisi ini diasosiasikan
denegan ventricular extrasystole dan ventricular arrhythmia. Hal ini dibuktikan
dengan
pemberian
eplerenone
menurunkan
kecepatan
daripada
ventricular
arrhytmia.12,13
G. Pengaruh Aldosteron pada pembuluh darah
Gambar 8. Efek aldosteron terhadap fungsi vaskular12
Aldosteron mempengaruhi struktur dan fungsi dari pembuluh darah melalui
berbagai mekanisme meliputi meningkatkan stres oksidatif, disfungsi dari endotel,
inflamasi dan menstimulus remodeling dan fibrosis vaskular. Pada jantung, aldosteron
akan mempengaruhi fungsi dari kardiomiosit melalui stimulus sistem saraf simpatis,
meningkatkan ekskresi dari K+ dan Mg+ sehingga menginisiasi apoptosis dan
hipertrofi dari kardiomiosit. Aldosteron dapat meningkatkan stres oksidatif dengan
mengaktivasi NADPH oksidase, mengubah eNOS menjadi nitrit oksida dan
11
menurunkan kapasitas antioksidan dengan menurunkan ekspresi dan aktivitas dari
glukosa 6 fosfat dehidrogenase. Aldosteron juga dapat menyebabkan terjadinya
inflamasi pada pembuluh darah dengan cara meningkatkan adhesi sel molekul dan
infiltrasi dari sel monosit, makrofag dan limfosit. 12
Aldosteron dapat meningkatkan kekakuan pada pembuluh darah dengan
mengatur konsentrasi dari air dan natrium didalam sel pembuluh darah dan juga
menstimulasi remodeling profibrotik. Aldosteron dapat masuk secara langsung ke
dalam kanal epitel sodium (EnaC), yang diekspresikan oleh sel vaskular dan masuk ek
dalam membran sel endotel. Dengan masuknya aldosteron ke dalam membran sel
endotel, maka akan terjadi retensi air, pembengkakan, dan kekakuan pada pembuluh
darah.12
Penelitian
pada
tikus
yg
mengalami
hiperaldosteron,
didapatkan adanya proses inflamasi pada perivascular, yang dalam
jangka waktu lama akan menyebabkan adanya proses fibrosis pada
pembuluh darah yang menyebabkan kekakuan pada pembuluh
darah
dan
adanya
akumulasi
kolagen
pada
aorta.
Hal
ini
menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah, sehingga
pembuluh darah sulit untuk melakukan vasokonstriksi ataupun
vasodilatasi. Hal ini menyebabkan peningkatan resistensi perifer
yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hal ini dibuktikan
dengan adanya hubungan terbalik antara kadar aldosteron, selain
itu penelitian pada hewan juga didapatkan bahwa aldosteron dapat
mengganggu aktivitas daripada baroreseptor pembuluh darah yang
akan menyebabkan gangguan pada kapasitas arteri.
1.3
Aldosteron juga memiliki efek pada nitrit oxide (NO), dimana
kapasitas arteri diduga berhubungan erat dengan kemampuan
vaskular untuk melepaskan NO, dimana hal ini menyebabkan
terjadinya
disfungsi
endotel.
Hal
ini
terbukti
karena
pada
penggunaan spironolakton yang merupakan antagonis aldosteron
berhasil meningkatkan fungsi endotel pada pasien dengan gagal
jantung dan meningkatkan aktivitas biologik daripada NO.3
12
BAB III
KESIMPULAN
Aldosteron
mineralokortikoid
merupakan
yang
hormon
disekresikan
steroid
dari
dari
bagian
golongan
terluar
zona
glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal. Aldosteron ini
sendiri
dibentuk
dari
kolesterol
pada
mitokondria
sel
zona
glomerulus pada korteks kelenjar adrenal.
Regulasi daripada sintesis aldosteron ini sendiri dipengaruhi
berbagai macam faktor, dimana faktor yang paling mempengaruhi
fungsi daripada aldosteron adalah sistem RAA, ACTH, dan kadar
daripada natrium dan kalium dalam darah.
Fungsi aldosteron pada tubuh sangat beragam, dimana salah
satu fungsi terbesar dari aldosteron adalah pada sistem RAA
menyebabkan terjadinya retensi natrium dan cairan dalam tubuh
yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.
Hubungan aldosterone dengan penyakit jantung hipertensi itu
pada 2 faktor yakni karena fungsi retensi cairan dan natrium oleh
aldosteron
menyebabkan
terjadinya
overload
cairan
sehingga
13
membebani kinerja jantung dan membuat terjadinya vasokonstriksi
pada pembuluh darah, dan pada target organ itu sendiri dimana
aldosteron dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung dan
pembuluh darah melalui meningkatkan fibrosis, gangguan fungsi
endotel, dan menginduksi inflamasi pada target organ yang
menyebabkan gangguan pada kontraksi jantung dan tingginya
resistensi vaskular, yang menyebabkan terjadinya hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gaddam
KK,
Pimenta
E,
Husain
S,
et
al.
Aldosterone
and
Cardiovascular Disease. Curr Probl Cardiol 2009; 34:51-84.
2. Schrier RW, Masoumi A, Elhassan E. Aldosterone: Role in Edematous
Disorders, Hypertension, Chronic Renal Failure, and Metabolic
Syndrome. Clin J Am Soc Nephrol. 2010; 5:1132-1149.
3. Murin J. Cardiovascular effects of aldosterone. Bratisl Lek Listy 2005;
106 (1): 3-19.
4. Guyton AC, Hall JE. Hormon Adrenokortikal, dalam. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi IX. 1997.p. 1205-1208.
5. Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo
AW, Setyohadi B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
14
Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.1654-55.
6. Connel JMC, Davies E. The New Biology of Aldosterone. J Endocrinol.
2005. 186:1-20.
7. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online:December
5
2013).
Avaible
from:
http://www.emedicine.medscape.com/article/162449-overview
Accessed at July 11, 2014.
8. Gonzalez A, Lopez B, Diaz J. Fibrosis in Hypertensive Heart Disease.
Med Clin N Am 88. 2004. 83-97.
9. Essick EE, Sam F. Cardiac Hypertophy and Fibrosis in the Metabolic
Syndrome:
A Role
for
Aldosterone and the Mineralocorticoid
Receptor. International Journal of Hypertension Vol 2011. 2011.
346985.
10.
Pippal JB, Fuller PJ. Structure-function relationships in the
mineralocorticoid receptor.
Journal of Molecular Endocrinology 41.
2008. 405-413.
11.
Loper B, Gonzalez A, Diez J. Role of matrix metalloproteinase in
hypertension
associated
cardiac
fibrosis.
Curr
Opin
Nephrol
Hypertens 13:197-204
12.
Maron BA, Leopold JA. The role of the renin-angiotensin-
aldosterone system in the pathobiology of pulmonary arterial
hypertension. Pulm Circ 2014; 4(2). 200-210.
13. Messaoudi S, Jaisser D. Aldosterone and the mineralocorticoid
receptor. European Heart Journal Supplements. 2011. 13; B4-B9
15
Download