7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari. Estuari adalah suatu perairan tempat pertemuan air tawar dengan air laut yang mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari mulai dari sepenuhnya air laut (33 – 37 ppt) di bagian mulut sampai dengan sepenuhnya air tawar pada bagian hulu. Percampuran akan terjadi bila kedua massa air tersebut bersentuhan, air tawar akan terapung diatas air laut karena densitas air tawar lebih ringan dibandingkan densitas air laut. Densitas air laut dipengaruhi oleh salinitas dan temperatur, tetapi di estuari, peranan salinitas dalam perubahan densitas lebih dominan dibandingkan dengan temperatur. Hal ini disebabkan karena dua alasan, yaitu kisaran salinitas yang lebih lebar dibandingkan dengan kisaran temperatur dan perairan yang relatif dangkal (Dyer, 1979). Di perairan estuari, terdapat tiga gaya hidrolik yang mempengaruhi tingkat percampuran dan pola sirkulasi air (Elliot et al, 1984), yaitu: 1. Adanya aliran dua arah sebagai hasil interaksi antara aliran air tawar dan pergerakan pasang surut air laut. 2. Perbedaan densitas antara air yang masuk ke estuari dengan air yang keluar ke estuari secara periodik. 3. Adanya gaya coriolis menyebabkan terjadinya perubahan bentuk muara sungai yang cenderung melebar dan perubahan pola sirkulasi air. Dari ketiga gaya tersebut, sirkulasi dan tingkat percampuran antara air tawar dan air laut akan membentuk stratifikasi salinitas. Stratifikasi menyebabkan terbentuknya distribusi salinitas yang dalam hal ini tergantung atas beberapa faktor, antara lain; 1. Pasang surut air laut. Pasang surut merupakan suatu gaya eksternal utama yang membangkitkan pergerakan massa air serta perilaku perubahan tinggi muka air secara periodik pada daerah estuari. Ketika pasang surut terjadi, seluruh massa air di estuari bergerak kearah hulu dan ke laut dalam periode tertentu . 8 Adanya arus pasut menyebabkan terjadinya gesekan antara massa air dengan dasar estuari yang menghasilkan pergolakan. Pergolakan ini memiliki kecenderungan untuk mencampur kolom air dengan lebih efektif. 2. Perubahan debit air sungai. Debit air sungai akan berubah secara musiman antara maksimum dan minimum. Perubahan debit air sungai tersebut manjadi penentu derajat percampuran antara air laut dan air tawar (Nybakken,1992). 3. Arus dan gelombang. Arus air pada perairan estuari berasal dari arus air sungai akibat perbedaan topografi dan arus air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut, angin dan gelombang. Klasifikasi sirkulasi air dan pola stratifikasi di estuari ada 4 tipe (Tomczak, 1998), yaitu: 1. Estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna (Vertically mixed estuary), biasanya dangkal dan airnya bercampur secara vertikal sehingga massa airnya menjadi homogen dari permukaan sampai ke dasar estuari. Salinitas meningkat dengan jarak sepanjang estuari dari hulu sampai kemulut atau hilir. Pada tipe estuari tercampur sempurna, energi pasut lebih besar daripada debit sungai dang mengakibatkan suatu proses pengadukan dan percampuran yang sangat efektif. Airnya bercampur secara vertikal. Gambar 2 dibawah ini menunjukkan bagaimana estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna. Gambar 2. Estuari Tercampur Sempurna ( Tomczak, 1998) 2. Estuari stratifikasi sebagian (Partially stratified estuary) terjadi pada suatu wilayah yang mempunyai debit sungai lebih kecil atau setara dengan energi pasut (Gambar 3). Energi pasang akan menstimulir terjadinya pengadukan dan 9 percampuran kedua massa air sungai dan laut estuari. Tipe estuari tercampur sebagian mempunyai sifat antara lain: salinitas meningkat dari kepala sampai mulut pada semua kedalaman, massa air masing-masing berada pada 2 lapisan, dimana lapisan atas salinitasnya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan yang lebih dalam serta tidak terbentuk gradien densitas. Pada tipe ini ada jaringan masuk mengalir dilapisan yang lebih dalam. Gambar 3. Estuari Stratifikasi Sebagian (Tomczak, 1998) 3. Estuari stratifikasi tinggi (Highly stratified estuary), lapisan atas salinitas meningkat dari dekat nol pada sungai sampai mendekati diluar mulut perairan yang lebih dalam. Pada estuari ini ada haloklin diantara perairan atas dan bawah khususnya dibagian kepala estuari. Gambar 4 dibawah ini memperlihatkan kondisi estuari berstratifikasi tinggi. Gambar 4. Estuari Stratifikasi Tinggi (Tomczak, 1998) 10 4. Estuari Baji Garam (Salt wedge), air bersalinitas tinggi menyusup dari laut seperti baji dibawah air sungai. Estuari baji garam mempunyai penampakan yang hampir sama dengan estuari stratifikasi sedang dan tinggi. Ada gradien horisontal dari salinitas didasar seperti pada partially stratified estuary dan sebuah gradien salinitas vertikal yang tegas pada high stratied estuari. Tipe estuari baji garam umumnya terjadi di wilayah yang mempunyai aliran air sungai yang lebih dominan dari pada energi pasut, sehingga sirkulai masa air didominasi oleh energi massa air yang masuk dari sungai dan mengakibatkan terbentuknya gradien densitas nyata pada batas pertemuan massa air sungai dan massa air laut yang disebut baji garam. Adanya gradien densitas menyebabkan proses pengadukan dan percampuran kurang efektif . Material Padatan Tersuspensi di Estuari Material Padatan tersuspensi dalam air laut berasal dari 1. Sungai, Material ini berasal dari pelarutan batuan (seperti kwarsa, mineral lempung), bahan-bahan organik di daratan (contoh sisa-sisa tanaman, material humus) dan berbagai macam polutan (sewage). 2. Atmosfer Bahan pencemar di udara yang melayang sebagi debu 3. Laut Berasal dari komponen biogeneus yang berasal dari organisme laut (skeletal debris/tulang, mineral organik) dan komponen anorganik (berasal dari sedimen maupun yang terbentuk dalam kolom air laut itu sendiri). 4. Estuari itu sendiri Material ini merupakan hasil dari proses yang terjadi di estuari, diantaranya adalah; penggumpalan, presipitasi, dan adanya proses produksi biologi yang menghasilkan material organik. Penggumpalan (Flocculation) terjadi di estuari karena adanya percampuran air yang berbeda salinitasnya. Peningkatan salinitas akan menyebabkan bertambahnya kekuatan ikatan ionik (ionic strength). Penggumpalan ini dipengaruhi oleh komponen organik 11 seperti material humus maupun anorganik, termasuk didalamnya karena adanya mineral lempung tersuspensi yang terbawa oleh air sungai dan spesies koloidal dari besi (Fe). Sebaran dari material partikulat di estuari dipengaruhi oleh proses-proses fisika seperti pola sirkulasi air, adanya gaya gravitasi yang menyebabkan penenggelaman sehingga membentuk deposit sedimen serta adanya resuspensi. Material padatan tersuspensi dan terlarut di estuari akan saling berinteraksi, dan hasil dari interaksi itu adalah adanya perubahan berupa penambahan (addition) atau pengurangan (removal) komponen terlarut di estuari. Perubahan ini terjadi akibat dari proses-proses : 1. Flocculation, adsorption, presipitation, dan pengambilan secara biologi. Hal ini menyebabkan pengurangan(removal) komponen dari fase terlarut untuk kemudian membentuk fase partikulat. 2. Desorption dari permukaan partikel dan terpisahnya material organik. Hal ini akan menghasilkan penambahan komponen terlarut. 3. Adanya reaksi kompleksasi dan chelation dengan ligan anorganik dan organik. Hal ini akan menstabilkan fase terlarut. Interaksi antara material terlarut dan partikulat dipengaruhi oleh sejumlah komponen termasuk pH dan klorinitas. Dari hasil eksperimen di laboratorium (Salomos, 1980 dalam Chester, 1990) menyatakan bahwa; 1. Adsorpsi logam Cd dan Zn sedikit bertambah dengan bertambahnya pH (7 – 8,5). 2. Adsorpsi dari Cd dan Zn sedikit berkurang dengan bertambahnya klorinitas. Hal ini diduga karena adanya kompetisi dengan ion Cl untuk membentuk ikatan kompleks. 3. Adsorpsi kedua elemen bertambah dengan bertambahnya turbiditas atau kekeruhan. Proses-proses yang terlibat dalam interaksi materi partikulat tersuspensi dan terlarut dalam kolom air meliputi (Burton & Liss, 1976 dalam Sanusi, 2006): 1. Pembentukan fase padat (kompleksasi) dan pengendapan dari materi terlarut, termasuk pembentukan mineral lithogenous, dimana fase autogenik terbentuk oleh materi organik hidup dan hasil pelapukan, baik yang berasal dari lingkungan estuari itu sendiri maupun diluar lingkungan estuari. 12 2. Pembentukan kelarutan dari fase tersuspensi materi partikulat, melalui prosesproses Disolusi, Desorpsi, Autolisis, dan Respirasi biologi. Dinamika proses fisika-kimia (physicochemical process) materi tersuspensi dan terlarut meliputi solidifikasi dan disolusi serta adsorpsi dan desorpsi. Proses-proses tersebut menentukan suatu substansi apakah berada dalam larutan, terendapkan dalam sedimen atau teradsorpsi oleh partikel tersuspensi. Padatan tersuspensi (suspended solid) adalah padatan yang berada dalam kolom air dan memilki ukuran partikel ≥ 0.45 – 2.0 µm, dikenal pula dengan sebutan seston. Padatan tersuspensi di perairan laut berasal dari daratan (allothonous) yang di transpor melalui sungai dan udara, dan yang berasal dari dalam laut (autothonous) itu sendiri. Komposisi padatan tersuspensi terdiri dari material anorganik (Particle Inorganic Matter – PIM) dan organik (Particle Organic Matter – POM) termasuk organisme mikro flora dan fauna yang hidup dan mati atau detritus. Menurut Libes (1992), POM yang 16 bersumber dari laut (4x10 gC/tahun) yang merupakan produksi primer adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan yang berasal dari daratan yang di transpor melalui sungai (4.2 9 x 10 gC/tahun). Dalam kolom air padatan tersuspensi memiliki kemampuan mengadsorpsi elemen atau senyawa kimia inorganik maupun organik terlarut, kemudian mengendap dalam sedimen, yang kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel dan dinamika arus setempat. Proses adsorpsi tersebut bersifat fisik-kimia dan berperan dalam mereduksi konsentrasi senyawa kimia terlarut (seperti logam berat) dalam kolom air, dan meningkatkan konsentrasinya dalam sedimen. Makin halus ukuran partikel padatan tersuspensi, makin luas permukaannya dan makin besar kapasitas adsorpsinya terhadap senyawa kimia terlarut. Dengan kata lain, padatan tersuspensi memiliki kapasitas adsorpsi yang besar terhadap logam berat terlarut, dan potensial mengakumulasi logam berat tersebut dalam sedimen. Adsorpsi memegang peranan penting pada distribusi trace elemen antara beberapa bentuk fase padat dan cair. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsoprsi diantaranya adalah pH, salinitas, konsentrasi ligan inorganik dan organik, proses fisik biologi, kimia dan kehadiran adsorbent dan adsorbate. Adsorpsi dapat terjadi dalam beberapa mekanisme. Pada umumnya materi yang ada di perairan memiliki muatan 13 listrik, beberapa adsorpsi ion terjadi karena adanya atraksi elektrostatik atau yang dikenal dengan electrostik adsorpsi. Proses ini berlangsung cepat sampai terjadi keseimbangan muatan. Mekanisme adsorpsi lainnya adalah adsorpsi spesifik dimana kontribusi energi bebas dari sumber asal(adsorbate) sangat besar. Proses adsorpsi spesifik berlangsung lambat dan keseimbangan muatan jarang tercapai. Logam Berat di Estuari Di Estuari, logam berat ditemukan dalam bentuk: a. Terlarut, yaitu ion logam berat dan logam yang berbentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik. b. Tidak terlarut, yang terdiri dari partikel dan senyawa kompleks metal yang teradsorpsi pada zat tersuspensi (Razak, 1980). Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen yang disebabkan karena kontaminasi bahan organik, maka daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik atau rendah kadar oksigen (Ramlal, 1987). Logam berat yang diikat oleh padatan tersuspensi kemudian akan mengendap kedasar perairan, dan akan mempengaruhi kualitas sedimen didasar perairan serta perairan disekitarnya. Kadar normal dan maksimum logam berat dalam air laut disajikan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kadar Normal dan Maksimum Logam Berat Dalam Air Laut. Jenis Logam Berat Cd Cu Pb Zn Hg Keterangan : * : Kep Men LH No 51/2004 ** : Enviromental Protection Agency (1976) Kadar (ppm) Normal 0,015 0,008 0.008 0.005 0,05 * Maksimum** 0,059 0.05 0.05 0.17 0,0037 14 Parameter kimia dan fisika yang turut mempengaruhi kandungan logam berat dalam perairan adalah suhu, salinitas, padatan tersuspensi total, dan derajat keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam penyebaran bahan pencemar adalah arus, pasang surut, gelombang, dan keadaaan batimetri. Arus di perairan estuari dipengaruhi oleh lingkungan yang khas seperti pengaruh masukan air sungai, pasang surut, gelombang, serta pergerakan dan percampuran massa air. Pola sebaran logam berat terlarut terhadap nilai salinitas berbeda antara logam yang satu dengan yang lain (Maslukah, 2006). Konsentrasi logam Pb mengalami kenaikan dengan bertambahnya salinitas, sedangkan logam Cu dan Zn mengalami penurunan dengan bertambahnya nilai salinitas. Perilaku logam berat di perairan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara fase larutan dan fase padatan. Konsentrasi logam terlarut secara cepat hilang dari larutan pada saat berhubungan dengan permukaan materi partikulat melalui beberapa fenomena ikatan permukaan yang berbeda (ikatan koloid, adsorbsi, dan presipitasi). Pengikatan logam berat oleh partikulat kemudian akan mengendap di dasaar perairan dan menambah konsentrasinya didalam sedimen. Adsorpsi di Lingkungan Laut Proses adsorpsi adalah proses pemindahan sejumlah elemen terlarut dalam kolom air kedalam sedimen. Waktu yang dibutuhkan oleh partikel tersuspensi untuk mengadsorpsi elemen terlarut tersebut disebut dengan Scavaging Residence Time (SRT). Nilai kapasitas adsorpsi suatu elemen menunjukkan besarnya elemen tersebut yang teradsorpsi oleh partikel tersuspensi dalam kolom air (Sanusi, 2006). Dalam perairan, logam berat ditemukan dalam bentuk terlarut, yaitu ion logam berat dan logam yang berbentuk kompleks dengan senyawa organik dan an organik. Selain yang terlerut unsur tersebut terdapat juga dalam bentuk tidak terlarut yang terdiri dari partikel dan senyawa kompleks metal yang teradsorpsi pada zat tersuspensi (Razak, 1980). 15 Logam berat yang terdapat di laut mengalami beberapa fase padat yang ditandai dengan adsoprsi logam berat tersebut pada suspended solid. Proses adsorpsi ini mengurangi konsentrasi logam berat terlarut dalam perairan. Pada beberapa trace elemen seperti merkuri memiliki konsentrasi yang tinggi di sedimen dalam bentuk fraksi halus dan fraksi kasar. Selanjutnya trace elemen ini akan lebih terkonsentrasi pada suspended solid dibandingkan di dasar sedimen atau dalam badan air. Hal ini disebabkan oleh proses adsorpsi yang berlangsung di perairan laut. Sedimen di Estuari. Estuari merupakan tempat bertemunya arus sungai menuju ke laut dan arus pasang surut air laut yang menuju sungai. Kedua aktivitas ini menyebabkan proses sedimentasi di Estuari juga semakin efektif, baik sedimen dari laut maupun sedimen dari sungai. Proses sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi, dan diameter sedimen (Posma, 1976 diacu dalam Supriharyono, 2000). Sedimen berdiameter 104 μm akan tererosi oleh arus dengan kecepatan 150 cm/dt, dan terbawa arus pada kecepatan antara 90 – 150 cm/dt, dan akan mengendap pada kecepatan arus < 90 cm/dt . Untuk sedimen yang halus atau dengan ukuran diameter 102 μm, akan tererosi pada kecepatan arus > 30 cm/dt dan terendapkan pada kecepatan < 15 cm/dt. Dalam kondisi seperti tersebut diatas, maka di estuari, seluruh ukuran partikel sedimen akan mengalami erosi dan terbawa arus (MC Lusky, 1981 dalam Supriharyono, 2000). Apabila arus melemah, maka sedimen berukuran besar seperti pasir, akan mengendap terlebih dahulu, sedangkan sedimen yang berukuran kecil seperti clay atau lempung masih terbawa oleh arus. Partikel halus ini akan mengendap setelah arus sudah cukup lemah dan akan mengendap di tengah estuaria. Laju sedimentasi tergantung pada ukuran partikel dan sedimen yang terbawa sampai ke daerah estuaria berada dalam bentuk suspensi dan berukuran kecil. Partikelpartikel itu umumnya berdiameter < 2 μm, dan merupakan komposisi dari clay mineral, yaitu illite, kaolinite, dan montmorilonit, yang bersumber dari sungai. Semakin kecil diameter partikel, maka akan semakin sulit untuk mengendap. Menurut King (1976), 16 pasir dan pasir kasar mengendap secara cepat diperairan. Sedimen sedimen ini dapat mengendap dalam satu siklus pasang, sementara sedimen yang lebih halus seperti silt dan clay, kecepatan endapnya sangat lambat, tidak dapat mengendap dalam satu siklus pasang. Tabel 2 berikut memperlihatkan beberapa tipe sedimen dengan laju kecepatan endapnya menurut King, 1976. Tabel 2. Kecepatan Endap Beberapa Fraksi Sedimen (King 1976) Fraksi Sedimen Diameter (um) Kecepatan Endap (cm/dt) Pasir Lumpur Lempung (clay) 62 – 250 31,2 – 3,9 1,95 – 0,12 0,3484-1,2037 0,0870 – 0,0014 3,47x10-4 -1,16x10-6 Kualitas Perairan Estuari. 1. Salinitas. Salinitas di estuari sangat dipengaruhi oleh musim, topografi estuari, pasang surut dan debit air sungai. Fluktuasi di estuari terjadi karena daerah tersebut merupakan tempat pertemuan antara massa air tawar yang berasal dari sungai dengan massa air laut serta diiringi dengan pengadukan massa air. 2. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air yang digunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat asam atau basa. Nilai pH berkisar antara 1-14 dimana nilai pH 7 adalah netral, yang merupakan batas antara asam dan basa. Makin tinggi pH suatu larutan maka makin besar sifat basanya, dan sebaliknya makin kecil pH makin besar sifat asam suatu larutan. Derajat keasaman ini dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang sangat penting. Ia juga mempengaruhi konsentrasi logam berat di perairan. Pada perairan estuari, kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan dengan perairan lainnya. Hal ini disebabkan karena kelarutan logam berat lebih tinggi pada pH rendah (Chester 1990). 3. Oksigen Terlarut Kelarutan logam berat sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut. Pada daerah dengan kandungan oksigen rendah daya larutnya juga rendah sehingga mudah 17 mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan sulit larut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal, 1987). 4. Bahan Organik Selain faktor-faktor yang mempengaruhi daya larut logam berat di atas, kandungan logam berat disuatu perairan dipengaruhi juga oleh faktor bahan organik. Bahan organik itu akan mempengaruhi proses adsorpsi, absorpsi, dan desorpsi logam berat.