I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai tukar

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nilai tukar merupakan salah satu alat untuk kebijakan ekonomi bagi sebuah
negara. Nilai tukar adalah salah satu indikator ekonomi yang sangat dibutuhkan
khususnya sebagai daya saing ekonomi internasional karena mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap pembangunan ekonomi, perdagangan luar negeri dan neraca
modal yang didalamnya ada instrumen investasi portofolio dan investasi langsung
luar negeri atau Foreign Direct Invesment (FDI). Kebijakan mengenai fluktuasi
nilai tukar riil telah banyak menjadi pusat perhatian para ekonom diantara
banyaknya kebijakan ekonomi dalam pembangunan ekonomi. Selain itu,
pergerakan nilai tukar berdampak kepada para pelaku ekonomi termasuk
pedagang,
investor,
manajer
portofolio,
perusahaan
multinasional
atau
Multinational Corporation (MNC), dan pembuat kebijakan seperti pemerintah.
Pergerakan nilai tukar dan hubungan yang penting antara teori yang berlaku
dengan kenyataannya menjadi salah satu tantangan bagi ekonom dan juga
pembuat kebijakan untuk saling bekerjasama.
Fluktuasi nilai tukar tidak hanya berpengaruh terhadap nilai mata uang
dalam negeri terhadap masuknya mata uang dari luar negeri dan sebagai alat
pembayaran di masa yang akan datang, tetapi fluktuasi nilai tukar juga berdampak
kepada nilai mata uang luar negeri dengan memengaruhi volume dan nilai dari
aliran perdagangan di masa yang akan datang. Secara umum, besaran pergerakan
nilai tukar berasal dari beberapa faktor yang dominan seperti fundamental
ekonomi sebuah negara, intervensi politik dan harapan di masa yang akan datang.
Secara historikal, semenjak jatuhnya sistem Bretton-Woods dimana berlaku
nilai tukar nominal tetap pada awal tahun 1970-an, fluktuasi nilai tukar rill
meningkat secara dramatis.
Perkembangan rezim nilai tukar mengambang
(floating exchange rate regime) membuat fluktuasi nilai tukar riil hampir
menyamai pergerakan nilai tukar nominal dan secara konsekuen menunjukkan
tingkat yang sama.
Perubahan rezim nilai tukar mempunyai pengaruh dan
2
peranan yang penting bagi suatu negara. Pada rezim nilai tukar mengambang
bebas, fluktuasi nilai tukar dapat berdampak kuat pada tingkat harga yang berlaku
pada suatu negara melalui saluran permintaan agregat (agregat demand) dan
penawaran agregat (agregat supply).
Evolusi dari rezim nilai tukar dalam
beberapa negara pasar ekonomi seperti, Amerika Latin dan Asia Timur ini
sebagian besar banyak kemiripan. Acuan mata uang tunggal (single currecy
pegged) yang terus meningkat untuk beberapa tahun terakhir dinilai kurang lazim
(Chang dan Velasco, 2000 dalam Chowdury, 2004). Kebanyakan dari negaranegara tesebut berpindah dari rezim nilai tukar acuan jangka panjang (long-term
pegged rate) menjadi rezim nilai tukar mengacu tapi menyesuaikan (pegged-but
adjustable), dengan devaluasi yang curam, kemudian pada akhirnya menuju rezim
mengambang terkendali (managed floating rate). Perubahan rezim nilai tukar ini
tentunya mendeskripsikan adanya kecenderungan terhadap stabilitas nilai tukar
nominal.
Nilai tukar riil merupakan ukuran daya saing internasional, banyak negara
pasar ekonomi memakai kebijakan target nilai tukar riil, dimana fleksibilitas nilai
tukar nominal digunakan untuk menetapkan apresiasi riil. Banyak negara pasar
ekonomi yang berpengalaman dalam aliran modal masuk pada awal 1990-an,
rezim nominal yang kaku tidak dapat bertahan lama (Osakwe dan Schemberi,
2002). Dengan kenyataan tersebut, banyak negara pasar ekonomi membuktikan
bahwa tidak harus menggunakan rezim nilai tukar mengambang yang bebas dalam
mengatur ketentuan nominal dan mengendalikan nilai tukar lebih ketat satu sama
lain atau memakai mata uang jangkar. Menurut Calvo dan Reinhart (2002) dalam
Chowdury (2004), kelemahan dari rezim mengambang ini timbul adanya potensi
transmisi inflasi dari fluktuasi kurs yang tinggi dan jumlah kewajiban mata uang
luar negeri sehingga untuk mentapkan acuan nilai tukar menjadi agenda kebijakan
dalam negara pasar ekonomi.
Dampak dari rezim nilai tukar mengambang bebas juga mendasari
perekonomian Indonesia, dimana variabilitas nilai tukar nominal menjadi cukup
tinggi dan membuat nilai tukar riil tidak stabil. Fluktuasi dan ketidakpastian
mengenai gerakan nilai tukar Rupiah menjadi tinggi.
Akibatnya peranan
3
ekspektasi pelaku ekonomi dan masyarakat akan menjadi lebih penting dalam
memengaruhi gerakan nilai tukar. Real effective exchange rates (harga relatif)
juga akan semakin berfluktuasi dan berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan
impor, dan oleh karena itu adanya dampak yang ditimbulkan perlu diperhitungkan
terhadap permintaan agregat. Laju pertumbuhan ekonomi juga dapat terpengaruh.
Dengan demikian, fluktuasi nilai tukar yang lebih tinggi bisa memengaruhi
sasaran-sasaran yang ingin dicapai seperti laju inflasi, laju pertumbuhan, dan
keseimbangan neraca pembayaran yang hendak dicapai oleh kebijakan makro.
(Fauzi, 2007)
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai oleh banyak negara yakni upaya
untuk mendorong liberalisasi perekonomian dan menuju integrasi ekonomi seperti
Eropa dengan European Union dan Amerika Utara dengan North American Free
Trade Area (NAFTA), maka Asia yang terdiri dari negara seperti China, Jepang,
dan Korea Selatan bekerjasama dengan negara-negara ASEAN. Di Eropa sendiri,
peningkatan kerjasama keuangan dan moneter adalah keberhasilan penyatuan
ekonomi dan peluncuran mata uang tunggal yang telah diluncurkan mulai Januari
1999. Peluncuran Euro di 12 negara European Union yang dapat melindungi
mata uang dari spekulasi pasar keuangan telah menyita perhatian negara-negara di
dunia. Untuk Asia sendiri hal ini ditandai dengan ASEAN-China Free Trade Area
dan Joint Declaration on the Comprehensive Economic Partnership antara
ASEAN-Jepang. Kemudian negara Selandia Baru dan Australia dalam mencari
peluang liberalisasi ekonomi tersebut harus mencari relasi dan pilihannya yaitu
bekerjasama dengan negara ASEAN. Hal tersebut juga dialami oleh India
sehingga muncul ASEAN+6.
Pada East Asia Summit (EAS) kedua yang
diselenggarakan pada 15 Januari 2007 di Cebu dengan partisipasi negara-negara
ASEAN termasuk China, Jepang, Korea, Australia, India dan Selandia Baru.
Kesepakatan ini dibentuk atas isu-isu negara anggotanya seperti energi dan
lingkungan. Jepang menganggap ASEAN+6 sebagai kelompok Asia Timur yang
tepat untuk perdagangan dan investasi (Kawai, 2007).
4
Sumber: CEIC 2012, di
diolah
Gambar 1.1. Per
ergerakan Nilai Tukar Riil Beberapa Negar
gara Kawasan
ASEAN+6, Negar
gara Kawasan Uni Eropa, dan negara Kawasan
asan Amerika
Utara Tahun 2002-2007
5
Gambar 1.1. merupakan pergerakan nilai tukar riil beberapa negara kawasan
ASEAN+6 serta negara kawasan lain dengan mengacu terhadap mata uang US
Dollar dari kuartal pertama tahun 2002 sampai dengan kuartal empat tahun 2011.
Gambar 1.1 mendeskripsikan bahwa pada setiap negara baik itu di kawasan
ASEAN+6 maupun negara lain mengalami pergerakan nilai tukar riil yang
berbeda-beda. Rata-rata setiap negara tersebut mengalami penurunan (depresiasi)
pada tahun 2008 sampai dengan 2009. Hal ini disebabkan oleh krisis global yang
terjadi.
Perubahan nilai tukar riil baik apresiasi maupun depresiasi tersebut
tentunya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang relevan dengan keadaan ekonomi
pada setiap negara.
Dalam pertemuan negara-negara ASEAN+6 dihasilkan sebuah kesepakatan
yang disebut Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA),
dimana membuat posisi ASEAN lebih efektif sehingga penting untuk membentuk
karateristik dari rencana yang lebih jelas (Shigematsu, 2006).
Tujuan dari
kesepakatan tersebut adalah untuk menciptakan integrasi ekonomi yang lebih
intensif di kawasan ASEAN+6 serta mengurangi divergensi pembangunan antar
negara tersebut. Untuk di ASEAN sendiri, penandatangan Bali Concorde II pada
tanggal 7 Oktober 2003 menjadi awal terbentuknya ASEAN Community tahun
2020 pada pertemuan ASEAN ke-36 dengan tiga pilar utamanya, ASEAN Security
Community,
ASEAN
Economic
Community,
dan
ASEAN
Socio-Culture
Community (Achsani, 2008). Dengan terwujudnya ASEAN Community, maka
ASEAN akan menjadi pasar tunggal dimana arus barang, jasa, investasi, dan
tenaga terampil yang bebas, serta arus modal yang lebih bebas diantara negara
anggota ASEAN.
ASEAN+6 merupakan negara-negara yang dinamis pertumbuhannya dan ke
depannya menuju penyatuan ekonomi. Untuk mencapai daya saing internasional
dan stabilitas ekonomi makro maka kajian mengenai fluktuasi nilai tukar ini
sangat diperlukan. Hal ini dilakukan mengingat pentingnya nilai tukar riil yang
stabil dan kompetitif dalam sebuah negara untuk membangun tingkat daya saing
karena memengaruhi banyak aspek ekonomi terutama aliran modal yang masuk,
FDI, dan perdagangan untuk mendapatkan keuntungan komparatif.
6
1.2. Perumusan Masalah
Semenjak berakhirnya sistem Bretton Woods pada tahun 1973, telah banyak
dilakukan penelitian mengenai isu fluktuasi nilai tukar riil, sebagian besar literatur
empiris mengenai nilai tukar riil fokus pada paritas daya beli (Purchasing Power
Parity) jangka panjang, menganalisis komponen sementara atau jangka pendek
maupun permanen dari fluktuasi nilai tukar riil, dan mengidentifikasi berbagai
efek dari variasi guncangan dalam fluktuasi nilai tukar riil. Fluktuasi nilai tukar
riil dalam suatu negara tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor atau disebut
guncangan struktural. Ada empat tipe guncangan struktural di antaranya yaitu
guncangan yang memengaruhi permintaan (demand shocks), guncanagan yang
memengaruhi penawaran (supply shocks), guncangan yang berasal penyesuaian
perdagangan internasional (external shocks), dan guncangan permintaan uang
relatif terhadap penawaran dan perubahan kurs nominal (nominal shocks)
(Caporale, Amor, dan Rault, 2009).
Beberapa penelitian diantaranya seperti
Frankel et al. (2001) dalam Caporale et al. (2009) menyatakan bahwa kontrol
modal jangka pendek berguna dalam mengurangi fluktuasi nilai tukar,
meningkatkan resiko premi (risk premium) terhadap aset domestik, kemudian
meningkatkan tingkat bunga domestik dan mengurangi investasi dan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini tentunya untuk mengakomodasi guncangan dari nominal shocks
sendiri.
Ketidakpastian nilai tukar di sebuah kawasan tidak saja menghambat arus
barang dan jasa tetapi juga arus modal. Nilai tukar riil yang sangat berfluktuasi
mengganggu proses ekonomi banyak negara terutama bagi negara dengan tingkat
keterbukaan ekonomi yang tinggi. Hal ini mengarahkan pemerintah setiap negara
sebagai pembuat kebijakan berupaya mengendalikan nilai tukar riil dan dapat
meningkatkan daya saingnya.
Selanjutnya menghadapi variasi kurs riil,
pemerintah dapat bertindak melalui anggaran dan kebijakan moneter, tetapi
efektivitas pengukuran ini tentu saja bergantung pada hubungan relatif real shocks
dan nominal shocks terhadap fluktuasi nilai tukar riil. Berdasarkan literatur yang
ada, banyak bukti empiris yang ditemukan dan memiliki hasil yang menarik. Di
negara-negara Afrika studi menunjukkan real demand shocks adalah sumber yang
paling dominan dalam pergerakan nilai tukar riil pada negara-negara tersebut,
7
walaupun nominal shocks mempunyai peran yang signifikan walaupun kecil di
negara Afrika Selatan dan Botswana (Ahmad dan Pentecost, 2009). Menurut
Alexius (1999), real supply shocks merupakan faktor yang mendominasi
keragaman fluktuasi nilai tukar riil di negara Denmark, Finlandia, Norwegia, dan
Swedia. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan produktivitas merupakan
determinan yang paling penting. dalam pergerakan nilai tukar riil jangka panjang.
Era globalisasi yang terus berjalan membuat banyak negara yang
membentuk kesepakatan atau kerjasama dalam bidang ekonomi yang disebut
dengan integrasi untuk memperkuat ekonomi masing-masing negara atau
kelompok negara yang dibentuk. Sejalan dengan upaya menuju integrasi ekonomi
menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN, stabilitas nilai tukar riil perlu mendapat
perhatian penting. Stabilitas nilai tukar riil negara-negara yang terdapat dalam
sebuah kawasan diperlukan guna mewujudkan kepastian usaha dan investasi
kawasan yang pada gilirannya akan memengaruhi arus barang dan jasa lintas batas
terutama pada negara-negara yang sangat tergantung pada pasar internasional.
Stabilitas nilai tukar kawasan menjadi tujuan jangka panjang sejalan dengan
tujuan peningkatan integrasi ekonomi regional secara substansial. Keterbukaan
ekonomi yang semakin lebar dan terjadinya peningkatan kerjasama antara
ASEAN, Asia Timur dan Oseania yang berimplikasi pada pembentukan
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memberikan peluang dan tantangan tersendiri
bagi kawasan ASEAN+6.
Dalam penelitian ini, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
fluktuasi nilai tukar riil, merupakan implementasi kebijakan pemerintah terhadap
kurs. Hal ini sebagai intrumen kebijakan pemerintah digunakan untuk mengatasi
efek negatif pergerakan nilai tukar riil dalam kegiatan ekonomi. Berdasarkan
uraian di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang akan diteliti, antara
lain:
1. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negaranegara yang dalam seluruh kawasan?
2. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negaranegara dalam kawasan ASEAN+6?
8
3. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil negaranegara dalam kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara)?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian setelah dikaitkan dengan permasalahan yang telah
diuraikan di atas, antara lain :
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil
negara-negara yang menjadi objek penelitian,
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil
negara-negara kawasan ASEAN+6, dan
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar riil
negara-negara kawasan non ASEAN+6.
1.4. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Bagi pembaca, memperluas wawasan mengenai karateristik pergerakan
nilai tukar yang terdapat di negara-negara kawasan ASEAN+6 dan non
ASEAN+6, serta mengetahui bagaimana perilaku negara maju dengan
negara berkembang dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar riil,
2. Sebagai referensi bagi para pembuat kebijakan di negara-negara terutama
di kawasn ASEAN+6 agar dapat mengatasi fluktuasi nilai tukar riil, dan
3. Bagi penulis merupakan media untuk menerapkan mata kuliah yang telah
dipelajari selama perkuliahan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini fokus menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi
nilai tukar riil di kawasan negara-negara ASEAN+6. Negara ASEAN+6 diwakili
oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Australia, Selandia Baru,
9
China, India, Jepang dan Korea Selatan, sedangkan negara luar yang menjadi
perbandingan adalah kawasan Uni Eropa diwakili Jerman, Perancis, dan Inggris
serta untuk negara di Amerika Utara yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan
Meksiko. Ruang lingkup penelitian ini mencakup pada faktor-fakktor penyebab
fluktuasi nilai tukar riil yang diproksi melalui tiga guncangan struktural yakni
demand shocks, supply shocks, dan nominal shocks dengan menggunakan metode
data panel dinamis.
Download