PENGARUH JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG PERUBAHAN SUKU BUNGA DAN KURS RUPIAH TERHADAP HARGA SAHAM: STUDI EMPIRIS DI INDONESIA (2000:1 – 2010:4) Rogatianus Maryatmo Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Email: [email protected] ABSTRACT The present study investigates the role of exchange rate and interest rate in stock price discovery in Indonesia. Indonesia is experiencing a kind of bubble which is indicated by surplus of current account accompanied by high capital inflow. Capital inflow simustaneusly influences exchange rate, and interest rate, and thus sequently affects stock prices. Employing cointegration approach and Engle Granger Error Corection Model (ECM), covering monthly time series data from January 2000 to April 2010, both short run and long run relationships are investigated. It is found out that there is cointegration relationship between stock price as dependent variable and exchange rate and interest rate, as independent variables. In the long run and in the short run, interest rate statisticaly significant negatively influences the stock prices. The impact of exchange rate on stock price is statistically significant, and changes in sign from negative in the short run effect to positive in the long run effect. In the long run, stock price is elastic to the changes in interest rate, and exchange rate. In the short run, the elasticity of stock price is decreasing in responding to the change in interest rate and exchange rate. Keywords: Cointegration, ECM, stock price, economic model, elasticity PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi secara positif. Telah lama bahwa suku bunga dalam negeri Indonesia lebih tinggi dari negara-negara tetangganya. Tingkat bunga yang tinggi dalam negeri dan pertumbuhan ekonomi yang positif telah menarik arus masuk modal asing jangka pendek. Di satu sisi neraca transaksi berjalan yang surplus, di sisi neraca modal juga surplus. Surplus neraca pembayaran tidak disertai dengan apresiasi mata uang domestik yang signifikan (rupiah), dan penurunan suku bunga yang cukup besar, sehingga aliran modal masuk terus berkelanjutan. Menurut teori pasar terbuka, aliran modal masuk mempengaruhi harga saham melalui perubahan nilai tukar dan suku bunga (Mankiw, 2004; Alhayky, 2009). Masuknya investasi meningkatkan penawaran mata uang asing dan meningkatkan nilai tukar mata uang domestik. Apresiasi mata uang domestik, pada gilirannya, menurunkan daya saing produksi dalam negeri di pasar luar negeri. Penurunan daya saing produksi dalam negeri melemahkan harga saham. Sementara itu, arus masuk modal menyebabkan pasokan dana dalam negeri membengkak, dan menekan tingkat bunga turun. Penurunan suku bunga cenderung meningkatkan permintaan saham, dan pada gilirannya mendongkrak harga saham. Ada begitu banyak artikel yang mengamati pengaruh nilai tukar dan suku bunga terhadap harga saham. Kebanyakan dari mereka meneliti secara bivariat antara nilai tukar dan harga saham dan antara suku bunga dan harga saham (Alhayky, 2009; et.all Rjoub., 2009; Kettering, 2009; Aliyu, 2009). Karena pada umumnya penelitian penelitian tersebut berasumsi bahwa ada hubungan timbal balik antara kedua set variabel, maka biasanya tes kausalitas antara dua set dilakukan (Alhayky, 2009; Aliyu, 2009). Penelitian ini sedikit berbeda. Uji kointegrasi antara dua variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam penelitian ini. Kedua variabel independen tersebut alah nilai tukar dan suku bunga, dan variabel terikatnya adalah harga saham. Konfirmasi uji kointegrasi persamaan tersebut menyatakan dukungannya terhadap kebenaran teori yang melatarbelakangi. JEJAK, Volume 3, Nomor 1, Maret 2010 1 LANDASAN TEORI Sebagian besar penelitian di berbagai negara menyelidiki hubungan antara nilai tukar dan harga saham, dan antara suku bunga dan harga saham secara terpisah. Penelitian ini memfokuskan diri pada hubungan antara variabel independen yakni nilai tukar dan suku bunga, dan variabel dependen yakni harga saham. Kointegrasi antara variabel independen dan variabel tergantung menunjukkan bahwa teori yang mendukung adalah benar adanya. Studi sebelumnya yang meneliti hubungan antara nilai tukar dan harga saham dilakukan diantaranya oleh Ahmed Alhayky dan nDambendia Houdou (2009); Ronald C. Kattering (2009); Shehu Usman Rano Aliyu (2009). Sebagian besar dari mereka meneliti hubungan antara harga saham dan nilai tukar mata uang beberapa negara. Ahmed Alhayky dan nDambendia Houdou (2009), dengan menggunakan data bulanan dari bulan Juni 2001 sampai Desember 2008, menguji hubungan antara nilai tukar mata uang dan harga saham di Kuwait. Dengan menggunakan uji kointegrasi, dan uji kausalitas, hasil penelitian menghasilkan bahwa ada kointegrasi antara harga saham Kuwait dan mata uang dolar AS, Yen Jepang, dan British Pound. Tidak ada kointegrasi antara harga saham Kuwait dan mata uang Eropa, Euro. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, ditemukan bahwa dalam jangka panjang, ada kausalitas bilateral antara harga saham Kuwait dan mata uang British Pound, harga saham Kuwait dan mata uang Yen Jepang, dan harga saham Kuwait dan mata uang dollar AS. Selain itu dalam jangka pendek, harga saham Kuwait tidak memiliki hubungan kausalitas searah atau dua arah dengan mata uang Inggris, Pound. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Usman Shehu Rano Aliyu di Nigeria (2009). Aliyu melakukan pengamatan hubungan jangka panjang dan hubungan jangka pendek antara nilai tukar mata uang dan harga saham di Nigeria, dengan menggunakan basis data harian dari 1 Februari 2001 sampai dengan 31 Desember 2008. Dengan menggunakan metoda kointegrasi Johansen dan Julius dan menggunakan uji kausalitas, Aliyu menemukan bahwa ada kointegrasi antara nilai tukar mata uang dollar AS dan harga saham di Nigeria. Uji kausalitas menunjukkan bahwa ada hubungan dua arah jangka panjang 2 antara nilai tukar mata uang dolar AS dan harga saham di Nigeria. Sebuah perhatian khusus diberikan oleh Ronald Kettering (2009) untuk meneliti hubungan antara kurs mata uang dolar AS dan harga saham yang diwakili oleh harga saham Industri Dow Jones dan Index saham Standard Poor's 500. Menggunakan data bulanan untuk periode 8 tahun, 1999-2006, hubungan antara harga saham dan kurs tukar dolar AS diamati. Periode waktu penelitian ini dipilih sebagai upaya menyertakan periode mulai berlakunya mata uang Eropa, Euro. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan, namun dampaknya terbatas. Temuan tambahan menunjukkan bahwa ada perubahan hubungan antar mata uang, namun hubungan antar mata uang dari daerah ekonomi yang sama cenderung berhubungan positif. Hubungan antara mata uang Euro, Pound, dan Frank berhubungan positif. Sebuah pendekatan yang sedikit berbeda dilakukan oleh Husam Rjoub, Turgut Tursoy, dan Nihil Gunsel (2009) yang penelitian dilakukan di Turki. Pendekatan Ordinary Least Squares (OLS) dogimalam untuk menguji pengaruh dari enam variabel makroekonomi terhadap harga saham. Variabel makro yang digunakan adalah suku bunga, inflasi, premi risiko, nilai tukar, dan jumlah uang yang beredar. Sampel yang digunakan untuk penelitian mereka adalah saham dari 259 perusahaan yang terdaftar di Bursa pasar uang Turki dalam periode 1 Januari 2001 hingga September 2005. Data runtun waktu sebanyak 57 bulan digunakan untuk mengestimasi model linier enam variabel independen tersebut. Hasilnya adalah bahwa variabel makroekonomi secara umum mampu menjelaskan variasi harga portofolio di Turki. Mohammad Shabri Abdul Madjid, dan Roslin Mohammad Yusof (2009), dengan menggunakan data bulanan dari Mei 1999 sampai Februari 2006, meneliti hubungan antara variabel ekonomi makro dan penghasilan saham syariah di Malaysia (2009). Variabel makroekonomi yang digunakan sebagai variabel independen adalah suku bunga obligasi pemerintah (TBR), suku bunga bank federal (FDR), jumlah uang beredar (M2), dan nilai tukar riil (REER). Dengan menggunakan model Autoregressive Distributed Lag dan dengan pendekatan Cointegrasi, hubungan jangka panjang dan jangka Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang Perubahan Suku Bunga . . . . (Maryatmo: 1 – 11) pendek antara variabel-variabel ekonomi makro dan penghasilan saham diteliti. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga obligasi pemerintah, dan semakin tinggi suku bunga bank, semakin banyak orang membeli saham Syariah, sehingga harga saham meningkat. Penelitian tersebut menegaskan bahwa ada hubungan antara kurs dan penghasilan saham syariah. Semakin tinggi nilai tukar, permintaan saham syariah turun, sehingga harga saham syariah itu juga turun. Mohammad Akbar dan Omar kundi (2009), dengan menggunakan data bulanan untuk periode Januari 2000 hingga April 2008, meneliti pengaruh variabel moneter pada harga saham di Pakistan. Variabel moneter adalah inflasi, jumlah uang beredar (M2), dan suku bunga. Kointegrasi dan Vector Error Correction Model digunakan untuk meneliti hubungan antara variabel-variabel moneter dan harga saham. Dapat disimpulkan bahwa semua variabel moneter menyebabkan harga saham. Tingkat bunga positif mempengaruhi harga saham. Kesimpulan tentang pengaruh tingkat bunga terhadap harga saham mirip dengan temuan penelitian Abdul Madjid dengan topik serupa yang dilakukan di Malaysia. Dengan menggunakan data runtun waktu triwulanan yang tidak terlalu panjang, yakni hanya 38 observasi, M Shabri Abdul Madjid (2009) mengeksplorasi hubungan antara permintaan uang dan harga saham di Indonesia. Data meliputi kuartal kedua tahun 1997 yang merupakan awal masa krisis ekonomi bagi Indonesia, sampai kuartal keempat tahun 2008. Kointegrasi dan pendekatan Kausalitas Engle Granger digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kointegrasi antara uang sempit, M1, dengan harga saham. Ada hubungan kausalitas dua arah antara M1 dan harga saham. Hal ini lebih lanjut menunjukkan bahwa dalam merancang kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan pasar saham, pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia juga dapat menggunakan saldo uang yang beredar. Praktek kebijakan ekonomi untuk mengatur pasar saham yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada saat ini menggunakan tingkat suku bunga. Sebaliknya, mengendalikan stabilitas saldo uang dalam jangka panjang dapat dicapai secara tidak langsung dengan cara mengatur pasar saham. Sangat menarik bahwa sebagian besar penelitian yang mengamati hubungan antara suku bunga dan harga saham menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara kedua variabel tersebut (Rjoub et.all, 2009; Shabri dan Roslin, 2009; Akbar dan kundi, 2009; Shabri, 2009; Erdem, Arslan dan Erdem, 2005). Erdem, Arslan dan Erdem (2005) menunjukkan bahwa perubahan suku bunga menyebabkan investor mengubah portofolionya dari obligasi ke saham. Ketika suku bunga turun, investor mengalihkan investasi dari obligasi ke saham. Rjoub et.all, (2009), Shabri dan Roslin, (2009), Akbar dan kundi, (2009), Shabri, (2009) melakukan penelitian mereka di negara-negara berkembang. Penelitian tersebut berurutan dilakukan di Turki, Malaysia, Pakistan, dan Indonesia. Negara-negara berkembang dianggap sebagai negara kecil yang terbuka lebih sensitif terhadap pengaruh negara asing. Jika perbedaan suku bunga meningkat, arus masuk modal meningkat, permintaan akan saham naik, dan pada gilirannya berikutnya, harga saham yang meningkat. Hubungan antara nilai tukar dan harga saham sangat ambigu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan statistik yang signifikan antara nilai tukar dan harga saham (Rjoub, 2009; Alhayky dan Houdou, 2009; Kettering, 2009). Beberapa penelitian lain menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara nilai tukar dan harga saham (Rjoub, 2009; Kettering, 2009; Aliyu, 2009). Beberapa penelitian lainnya lagi menemukan bahwa hubungan statistik antara kedua variabel adalah negatif (Rjoub, 2009; Alhayky dan Houdou, 2009; Kettering, 2009; Shabri dan Roslin, 2009. Kettering (2009) menyimpulkan bahwa hubungan statistik antara harga saham dan nilai tukar sangatlah meragukan dan lemah. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa dampak nilai tukar terhadap harga saham selama periode sampel hasilnya tidak meyakinkan. Aliyu (2009) menjelaskan bahwa hubungan positif antara harga saham dan nilai tukar bersifat dua arah. Ini berarti bahwa nilai tukar ditentukan harga saham, dan harga saham mempengaruhi nilai tukar. Jika ada modal masuk, permintaan saham meningkat, dan harga saham naik. Dapat pula sebaliknya terjadi, jika kinerja sektor riil bagus, maka pasar saham akan bagus pula. Jika arus modal masuk meningkat, nilai tukar menguat. Menurut Aliyu (2009), hubungan dua arah menguntungkan Nigeria. Pasar saham mendukung posisi neraca pembayaran, JEJAK, Volume 3, Nomor 1, Maret 2010 3 dan meningkatkan stabilisasi nilai tukar. Sebaliknya pasar valuta asing memperkuat pasar saham. Bukti ini menunjukkan bahwa Nigeria adalah negara kecil dengan perekonomian terbuka. Alhayky (2009), menjelaskan argumen tanda negatif atau positif pada hubungan antara kurs dan harga saham. Ada dua pendekatan pada hubungan antara kedua variabel. Pendekatan yang berorientasi aliran (flow) dan jumlah (stock). Pertama, efek nilai tukar terhadap pasar pasar saham (pendekatan aliran) dijelaskan sebagai berikut. Depresiasi nilai tukar akan meningkatkan daya saing yang mengarah kepada peningkatan output domestik (ekspansi), yang pada gilirannya merupakan indikator ekspansi perekonomian dan meningkatkan atau mempengaruhi harga saham. Kedua, pengaruh harga saham pada nilai tukar (berorientasi stok) menyatakan bahwa kenaikan harga saham menyebabkan arus modal masuk, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan permintaan untuk mata uang domestik dan menyebabkan nilai tukar mata uang domestik meningkat. Pendekatan berorientasi aliran menunjukkan hubungan yang negatif antara nilai tukar dan harga saham, di sisi lain pendekatan stok menunjukkan hubungan positif antara nilai tukar dan harga saham. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Diasumsikan bahwa semua pelaku perekonomian mengoptimalkan hasil atau keuntungan dari perdagangan saham dalam negeri. Para pelaku perekonomian mendapatkan keuntungan dari capital gain dan dari dividen. Para pelaku perekonomian memiliki dua sumber dana untuk membeli saham. Mereka bisa meminjam uang di dalam negeri dan internasional. Untuk dana dari dalam negeri, mereka harus membayar tingkat bunga domestik. Untuk dana asing, mereka harus membayar suku bunga asing. Para investor harus mempertimbangkan risiko nilai tukar, jika mereka menggunakan dana dari luar negeri. Fungsi laba dapat dirumuskan sebagai fungsi Lagrange Multiplier sebagai berikut. M ax..(Q ) P(Q ) * Q R * Q rd(Qd, Qf ) * Qd rf * E(Qf ) * Qf (1) Sumber penghasilan modal capital gain ( P (Q) * Q), dan dividen (R * T), di mana P adalah perubahan harga saham, Q adalah jumlah saham yang diperdagangkan, R adalah tingkat dividen . Agar sederhana, tingkat dividen (R) dan suku bunga asing (rf) diasumsikan eksogen. Harga saham ditentukan oleh permintaan (dan penawaran) saham. Biaya kepemilikan saham adalah bunga yang dibayar untuk pinjaman domestik (rd (Qd, Qf) * Qd) dan bunga yang dibayar untuk pinjaman internasional (rf * E (Qf) * Qf), di mana Qd adalah sumber dana dalam negeri, dan Qf adalah sumber dana luar negeri. Total dana untuk membeli saham dalam negeri adalah Q, dimana Q terdiri dari Qf dan Qd (Q = Qf + Qd). Pinjaman internasional mengandung resiko perubahan nilai tukar. Karena Indonesia adalah negara kecil, modal masuk (Qf) tidak mempengaruhi tingkat suku bunga asing (rf), tetapi mempengaruhi tingkat bunga domestik (rd (Qf)), dan nilai tukar (E (Qf)) secara bersamaan. Pelaku perekonomian memaksimalkan laba dengan mengatur jumlah dana yang akan dialokasikan untuk membeli saham. Sumber dana untuk membeli saham adalah sumber dana domestik dan internasional. First Order Condition (FOC) adalah sebagai berikut. { P(Q )} Qd P(Qd) R Qd Qd rd Qd rd 0 Qd { P(Q )} rd Qf P(Qf ) R Qd Qf Qf Qf E rf * Qf rfE 0 Qf Q Qd Qf 0 (3) (4) FOC pertama (persamaan 2) berarti bahwa perubahan sumber dana domestik mempengaruhi harga saham dan tingkat bunga domestik. Peningkatan permintaan domestik untuk saham cenderung meningkatkan harga saham, ( P/ Q)>0. Peningkatan saham yang diperdagangkan merangsang kenaikan suku bunga domestik, ( rd/ P)>0 dan meningkatkan biaya kepemilikan saham. FOC (Q Qd Qf ) 4 (2) Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang Perubahan Suku Bunga . . . . (Maryatmo: 1 – 11) pertama, atau persamaan kedua dapat dirumuskan sebagai berikut. { P(Q )} rd Qd P(Qd) R rd Qd Qd (5) Kondisi di atas menyiratkan bahwa jika perubahan keuntungan memegang saham lebih tinggi daripada biaya memegang saham dalam negeri, permintaan untuk saham meningkat. Jika biaya memegang saham domestik lebih tinggi dari keuntungan memegang saham, permintaan saham menurun. Jika biaya domestik dan profitabilitas memegang saham sama, kondisi ekuilibrium tercapai. Kondisi FOC terpenuhi. FOC kedua (persamaan 3) menunjukkan bahwa arus modal masuk memperkuat nilai tukar, ( E/ Qf) > 0, sehingga jumlah yang sama valuta asing mendapatkan jumlah yang lebih kecil dari mata uang domestik. mata uang Domestik dan aset domestik semakin mahal dalam hal mata uang asing. Masuknya investasi yang lebih tinggi memicu pasokan uang dan likuiditas, dan pada gilirannya menurunkan tingkat bunga domestik, ( rd/ Qf) < 0. Semakin rendah tingkat bunga domestik, yang lebih murah biaya modal. Lebih murah biaya modal, semakin tinggi permintaan terhadap uang dan saham adalah. Masuknya investasi juga secara langsung merangsang permintaan untuk saham, dan berturutturut naik harga saham ( P/ Qf) > 0. Kondisi FOC kedua dapat disajikan kembali sebagai berikut. { P(Q )} rd Qf P(Qf ) R Qd Qf Qf E rf * Qf rf * E Qf Persamaan (6) di atas menyatakan bahwa jika keuntungan dari memegang saham lebih tinggi dari biaya memegang saham dari sumber dana luar negeri, pelaku perekonomian cenderung untuk meminjam dana dari luar negeri. Jika biaya lebih tinggi dari keuntungan, permintaan saham menurun. Kondisi kesetimbangan dicapai jika keuntungan memegang saham adalah sama dengan biaya memegang saham. Jika persamaan (5) dan (6) digabungkan, kondisi ekuilibrium untuk perekonomian terbuka terpenuhi. Jika sumber dana domestik lebih murah dibandingkan sumber dana asing, permintaan dana dalam negeri meningkat. Peningkatan permintaan dana dalam negeri mendorong tingkat bunga domestik meningkat, dan perbedaan suku bunga menghilang. Dipicu oleh arus modal masuk, jumlah uang beredar meningat, dan sekaligus memperkuat nilai tukar mata uang domestik. Peningkatan jumlah uang beredar mendorong tingkat bunga turun, dan menghapus perbedaan suku bunga antar negara, dan menghentikan arus modal antar negara. Dari model di atas, ditemukan bahwa harga saham, suku bunga domestik, dan nilai tukar adalah endogen, sementara suku bunga asing dan tingkat dividen adalah eksogen. Dari ketiga FOC bisa diselesaikan ketiga variabel endogen sebagai fungsi dari variabel eksogen. Karena kepentingan penelitian ini fokusnya adalah hubungan antara harga saham (P), dan dua variabel independen tingkat bunga domestik (rd), dan nilai tukar (E), sangat mungkin untuk membangun sebuah hubungan secara umum sebagai berikut. P f rd(rf ,R ), E (rf ,R ) ( or ) ( ) (7) Persamaan di atas mengatakan bahwa harga saham (P) adalah fungsi dari tingkat bunga domestik (rd), dan nilai tukar (E). Suku bunga Asing (rf), dan tingkat dividen (R) secara langsung, maupun tidak langsung melalui tingkat bunga domestik, dan kurs mempengaruhi harga saham (P). Jika tingkat bunga domestik meningkat, biaya peminjaman uang domestik meningkat, sehingga permintaan saham menurun. Jika permintaan saham menurun, harga saham menurun. Hubungan antara suku bunga domestik (rd) dan harga saham (P) adalah negatif. Kesimpulan teoritis ini benar-benar bertentangan dengan semua (6) penelitian sebelumnya (Rjoub et.all, 2009; Shabri dan Roslin, 2009; Akbar dan kundi, 2009; Shabri, 2009). Jika nilai tukar mata uang domestik (E) meningkat, biaya pinjaman luar negeri lebih mahal, tapi biaya pinjaman dalam negeri lebih murah. Penurunan biaya pinjaman dalam negeri disebabkan karena arus modal masuk akan menyebabkan jumalah uang beredar meningkat, dan selanjutnya mendorong penurunan suku bunga domestik. Meningkatnya nilai mata uang domestik di satu menurunkan permintaan asing terhadap saham domestik, di sisi lain meningkatkan permintaan domestik terhadap saham domestik. Jika penurunan permintaan luar negeri lebih JEJAK, Volume 3, Nomor 1, Maret 2010 5 tinggi dari pada peningkatan permintaan domestik, harga saham turun. Jika peningkatan permintaan domestik lebih tinggi dari penurunan permintaan luar negeri untuk saham, harga saham dalam negeri meningkat. Hubungan antara nilai tukar dan harga saham adalah tak tentu. Kesimpulan teoritis ini mirip dengan temuan beberapa penelitian sebelumnya (Rjoub, 2009; Alhayky dan Houdou, 2009; Kettering, 2009). seri ini akan stasioner jika rho adalah di antara nol dan satu (0 < rho <1). Jika rho adalah sama dengan satu (atau lebih dari satu atau kurang dari nol) seri disebut akar unit. Berarti satu unit, dan seri tidak stasioner. Persamaan (8) dikonversikan ke dalam persamaan (9) dalam rangka memfasilitasi tes. Yt = ( - 1) Yt-1 + Yt = theta Metodologi Ada tiga variabel yang digunakan dalam penelitian. Ketiganya adalah harga saham, nilai tukar, dan tingkat suku bunga. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) digunakan sebagai proxy untuk harga saham. Kurs diukur sebagai rasio rupiah (mata uang Indonesia) per dolar AS. Federal Reserve Tingkat Indonesia, atau dikenal sebagai Suku Bunga Bank Indonesia (BI rate), digunakan untuk mewakili tingkat bunga. Satu masalah serius yang dihadapi oleh ahli ekonometri ketika berhadapan dengan data time series adalah regresi lancung atau spurious regression (Thomas, RL, 1997). Ada tiga cara untuk menghindari masalah tersebut. Solusi yang mungkin adalah, pertama, melakukan regresi untuk semua variabel stasioner dalam persamaan. Solusi yang kedua adalah menggunakan pendekatan kointegrasi. Solusi ketiga adalah menerapkan model dinamik. Karena motivasi dari penelitian ini adalah mengamati hubungan jangka panjang, atau hubungan teoritis antara variabel-variabel independen yakni tingkat bunga dan nilai tukar dan variabel dependen yang adalah harga saham, maka hanya solusi kedua dan ketiga akan dilakukan. Langkah penting pertama adalah menjalankan uji akar unit dan menemukan derajat integrasi dari variabel yang terlibat dalam model. Uji akar unit yang dipergunakan adalah Dicky Fuller (DF) dan Augmented Dicky Fuller (ADF) dan Phillip Perron (Thomas, 1993). Pengertian dari uji DF dan uji ADF adalah sebagai berikut. Diasumsikan bahwa realisasi data time series mengikuti pola fungsi autokorelasi sebagai berikut. Yt = 6 Yt-1 + t (8) Yt-1 + t (9) t = ( - 1). Serial tersebut akan memiliki sifat akar unit jika rho bernilai sama dengan satu, atau theta adalah sama dengan nol. Uji akar unit atau uji Dicky Fuller mengajukan hipotesis bahwa H null bahwa theta sama dengan nol, yang berarti adalah rho ( ) adalah sama dengan satu (unit). Dicky Fuller menyadari bahwa residual dari persamaan (9) cenderung bersifat autocorrelatif. Untuk menghindari masalah autokorelasi, lag dari variabel dependen yang disertakan sebagai independen variabel dalam persamaan. Modifikasi uji tersebut kemudian terkenal dengan uji Augmented Dicky Fuller (ADF), yang formula adalah sebagai berikut. i Yt 0 Yt 1 1 Yt i t (10) 1 Persamaan (10) di atas menghadapi masalah lain, yaitu panjang lag. Akaike dan kriteria Schwarz digunakan dalam menentukan panjang lag. Transformasi persamaan (8) ke persamaan (9) dari uji DF mengilhami cara untuk membuat sebuah seri data menjadi stasioner. Diferensiasi adalah salah satu cara yang mungkin untuk membuat non-stasioner menjadi seri stasioner. Berapa kali diferensiasi untuk mengkonversi non-stasioner untuk seri stasioner dikenal sebagai derajat integrasi. Tantangan pertama adalah menemukan seri stasioner dan menjalankan regresi semua variabel stasioner. Tantangan kedua adalah membuktikan bahwa ada suatu hubungan jangka panjang antara variabel dependen yang adalah harga saham dan variabel independen yang adalah tingkat bunga dan nilai tukar. Hubungan jangka panjang akan tersirat oleh regresi kointegrasi. Regresi kointegrasi statis akan diuji dengan menggunakan uji DF dan ADF. Residual regresi kointegrasi stasioner harus statis. Seperti yang disarankan oleh Harris (1995), menguji Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang Perubahan Suku Bunga . . . . (Maryatmo: 1 – 11) kestasioneran dari sisa menyiratkan pengujian regresi kointegrasi statis dari persamaan utama. Regresi kointegrasi statis dapat dirumuskan sebagai berikut. Yt 0 1X 1t 2 X 2 t t (11) Karena hubungan jangka panjang tidak diketahui apakah linier atau non-linear, McKinnon, White, dan Davidson (MWD) test harus dilakukan. Uji MWD dilakukan dalam rangka untuk memilih apakah sebuah model cenderung linear atau non linear. Uji MWD mengikuti formula seperti itu (Gudjarati, 2009). Yt 0 1X 1t 2 X 2 t 3 Z1 1t (12) log(Yt ) 0 1 log(X 1t ) 2 log(X 2 t ) 3 Z 2 2 t (13) Z1 adalah selisih antara log Yt predicted dan log (Yt) predicted. Z2 adalah selisih antara antilog log (Yt) predicted dan Yt predicted. Jika koefisien Z1 dalam persamaan (12) secara statistik signifikan, dan koefisien Z2 dalam persamaan (13) secara statistik tidak signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel dependen dan independen adalah non-linear. Sebaliknya, jika koefisien Z1 dalam persamaan (12) secara statistik tidak signifikan, dan koefisien Z2 dalam persamaan (13) secara statistik signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel dependen dan independen cenderung linier. Dengan asumsi bahwa tantangan kedua selesai, tantangan ketiga yang harus diselesaikan adalah merumuskan dan menjalankan Engle-Granger Error Correction Model (ECM). Seperti yang dinyatakan oleh Engle dan Granger (1991), ECM adalah representasi dari regresi kointegrasi. Ada beberapa keuntungan ECM daripada regresi kointegrasi statis. Keuntungan pertama adalah tidak hanya jangka panjang tetapi juga hubungan jangka pendek bisa diungkapkan. Kedua, dapat kecepatan penyesuaian menuju keseimbangan yang baru dapat diketahui. Perumusan ECM dapat ditulis sebagai berikut. Yt 1X 1t 2 X 2 t Z t 1 t (14) Di mana, Zt-1 adalah istilah koreksi kesalahan. Koefisien adalah koefisien penyesuaian, yang merupakan besarnya reaksi variabel dependen atau penyesuaian untuk setiap unit disekuilibrium di masa lalu. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan dari Januari 2001 hingga April 2010. Data unduh dari website Bank Indonesia. Variabel yang digunakan adalah indeks komposit harga saham (IHSG) sebagai variabel dependen, nilai tukar uang rupiah terhadap dolar, dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai variabel independen. Diasumsikan bahwa persamaan dapat bersifat linear atau non linear. Untuk persamaan yang nonlinear, untuk membuat persamaan menjadi linear, semua variabel diubah menjadi linier dengan pendekatan logaritma. Variabel linier dan logaritmik diuji untuk kestasioneran mereka dengan cara uji akar unit DF dan ADF. Hasil uji unit root dilaporkan dalam tabel (1). Sangat menarik untuk menginterpretasikan hasil ADF untuk semua variabel. Pertama-tama, semua variabel mengalami masalah autokorelasi order satu. Untuk mengatasi masalah autokorelasi, lag dari variabel-variabel yang diuji harus disertakan. Untuk menentukan panjang lag, kriteria Akaike dan Schwarz digunakan. Autokorelasi order satu menunjukkan bahwa panjang lag adalah satu. Karena data yang digunakan adalah data bulanan, autokorelasi order satu menunjukkan bahwa data masa kini dipengaruhi oleh data bulan lalu. Sebagai contoh, saat ini harga saham dipengaruhi oleh harga bulan lalu. Kedua, hampir semua variabel mengandung drift dan atau tren. Harga Saham (IHSG) dan Suku Bunga (SBI) mengandung dengan drift dan trend. Nilai tukar mata uang (Kurs) hanya mengandung drift. Harga Saham bergerak ke atas sejak Maret 2001. Indek harga saham bernilai 318 poin pada Maret 2001, dan mencapai puncak pada bulan April 2010 dengan nilai 2971,250 poin. Suku Bunga bergerak turun sejak Agustus 2001. Tingkat tertinggi 17,67 persen pada Agustus 2001, dan mencapai tingkat terendah pada bulan April 2010 dengan nilai 6,2 persen. Kurs, bahkan memiliki kecenderungan untuk bergerak ke atas dan ke bawah secara acak, tapi rata-rata agak bergeser ke atas. Ketika tren dan drif telah dihapus dari persamaan, semua seri tidak stasioner. Dapat disimpulkan bahwa semua variabel level memiliki tingkat integrasi satu. JEJAK, Volume 3, Nomor 1, Maret 2010 7 Table 1. Nilai ADF Variabel Dengan Intersep Dengan Intersep dan Tren Tanpa Intersep dan TanpaTren Kesimpulan IHSG 0.085497 -2.284437 1.281499 KURS -3.759088* -3.668761** 0.062949 SBI -1.267095 -2.484059 -0.782013 Log IHSG -0.147512 -2.855180 1.468068 Log KURS -3.848434* -3.734858** 0.310192 Log SBI -1.269920 -2.544904 -0.690160 *Signifikan dengan =1%; ** Signifikan dengan =5% ***; Signifikan dengan =10% Agar semua variabel menjadi stasioner perlu dideferensiasi. Tidak ada drif dan tren di semua variabel yang telah dideferensiasi order satu. Ketika variabel dideferensiasi, trend dan drif hilang. Seperti yang disarankan oleh Pindyck dan Rubinfeld (1991), bahwa terdapat banyak variabel yang tidak stasioner, namun ketika dideferensiasi satu kali atau lebih menjadi stasioner. Hasilnya adalah bahwa variabel yang telah dideferensiasi cenderung bebas dari masalah autokorelasi. Dengan demikian karena ketiadaan masalah autokorelasi pada semua seri yang telah dideferensiasi, uji akar unit disederhanakan dari uji ADF menjadi uji DF. Dapat disimpulkan bahwa semua variabel memiliki tingkat integrasi derajat satu. Langkah berikutnya adalah menjalankan regresi kointegrasi. Ada dua model yang mungkin untuk dibangun. Kedua model tersebut adalah model linier dan logistik. Untuk memilih model yang lebih baik, uji McKinnon, White, dan Davidson (MWD) dapat digunakan. Hasilnya adalah bahwa model logistik Akar Unit Akar Unit Akar Unit Akar Unit Akar Unit Akar Unit lebih baik dibandingkan dengan model linier. Z1 secara statistik signifikan pada model linier, tetapi Z2 secara statistik tidak signifikan dalam model logistik. Karena Z1 berisi unsur logistik, dapat disimpulkan bahwa model logistik lebih baik dibandingkan dengan model linier. Dengan informasi bahwa model logistik lebih baik dibandingkan dengan model linier, model logistik bisa digunakan untuk regresi kointegrasi statis. Hasil estimasi dari regresi kointegrasi adalah sebagai berikut (Tabel 4). Regresi kointegrasi statis memiliki sifat bahwa residual persamaan tersebut memiliki rata rata nol dan varians konstan (Hamilton, 1994), atau residual bersifat stasioner. Seperti yang disarankan oleh Harris (1995), menguji kestasioneran residual persamaan menyiratkan pengujian kointegrasi persamaan tersebut. Menguji kestasioneran residual dapat dilakukan dengan menggunakan uji DF, ADF, dan uji Phillip Peron. Hasil uji DF, ADF dan uji Phillip Peron terhadap residual adalah sebagai berikut (Tabel 5). Tabel 2. Nilai ADF Variabel Dengan Intersep Dengan Intersep dan Tren (IHSG) (KURS) (SBI) Log IHSG Log KURS Log SBI * Signifikan dengan = 1%. Tanpa Intersep dan Tren Kesimpulan -7.664464* -9.808982* -5.264705* -8.756859* -9.556683* -4.861682 Stationer Stationer Stationer Stationer Stationer Stationary Model Tabel 3. Uji MWD Regression Result Linear IHSG t 817.87 72.35 * SBI t 0.05 * KURS t 0.59 * Z 1 Prob ( ) 0.06* lIHSG t 2.98 0.23 * lSBI t 0.37 * lKURS t 0.0008 * Z 2 0.16 ( 1.87)* Logistic ( 1.39) *Signifikan untuk 8 = 10% Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang Perubahan Suku Bunga . . . . (Maryatmo: 1 – 11) Tabel 4. Regresi Kointegrasi LISHG t 4.088 1.6177* LKURS 1.653 * LSBI ( 0.91129) ( 11.612)* ( 3.2751)* Fc 69.12 * *Signifikan dengan =10% Tabel 5. Nilai DF, ADF, dan Phillip Peron Variabel Dengan Intersep Uji ADF Phillip Perron Dengan Intersep dan Tren -1.827705 -1.614052 *Signifikan dengan Tanpa Intersep dan Tren -2.390041 -2.289241 -1.837601* -1.620620* Kesimpulan Stationer Stationer =10% Karena regresi kointegrasi statis (Tabel 4) mengandung masalah autokorelasi, tidak hanya uji DF dan ADF tetapi juga uji Phillip Peron diterapkan. Semangat ADF dan tes Phillip Peron sebenarnya sama. Kedua tes mempertimbangkan masalah autokorelasi, sehingga kedua uji memasukkan unsur lag dari variabel-variabel dependen dalam model pengujian. Hasil uji menunjukkan bahwa ada kointegrasi antara harga saham sebagai variabel dependen dan suku bunga, dan nilai tukar sebagai variabel independen, namun dengan probabilitas terjadinya keputusan yang salah sebesar =10%. Engle dan Granger (1991) menyatakan bahwa regresi yang terkointegrasi dapat disajikan dalam bentuk Model Koreksi Kesalahan (ECM). Keuntungan dari ECM adalah bahwa, hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang dapat diamati secara bersamaan dalam satu model. Penggunaan ECM memungkinkan merunut proses mencapai tingkat keseimbangan. Hasil estimasi ECM disajikan dalam tabel 6. Hasil estimasi ECM menunjukkan bahwa semua koefisien secara parsial dan simultan secara statistik signifikan dengan % = 1. Nilai t hitung untuk koefisien Error Correction Term (ECT) adalah (-2,322074). Dengan probabilitas membuat keputusan yang salah sebesar 1%, t hitung lebih besar dari t tabel. Hasil uji menegaskan bahwa ada hubungan jangka panjang antara harga saham dan variabel independen tingkat bunga, dan nilai tukar. Koefisien ECT adalah negatif 0,03063. Koefisien tersebut bisa ditafsirkan bahwa jika ada satu unit persen disekuilibrium kejutan pada periode sebelumnya, harga saham akan bereaksi meredam kejutan tersebut dan nilainya turun sebesar 0,03763%. Karena data yang digunakan adalah data bulanan, keseimbangan baru akan dicapai dalam 32 bulan atau hampir tiga tahun. Pengaruh tingkat bunga pada harga saham adalah negatif, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hasil temuan ini benar-benar berbeda dengan semua kesimpulan penelitian sebelumnya. Semua studi sebelumnya menyimpulkan bahwa hubungan antara harga saham dan tingkat bunga adalah positif (Rjoub et.all, 2009; Shabri dan Roslin, 2009; Akbar dan kundi, 2009; Shabri, 2009; Erdem, Arslan dan Erdem, 2005). Implikasi dari penelitian ini adalah searah dengan kesimpulan teoritis model penelitian. Dampak negatif suku bunga pada harga saham mungkin dapat dijelaskan oleh pengaruh dominan dari arus modal masuk jangka pendek. Masuknya investasi mendorong jumlah uang beredar dalam negeri meningkat, dan menekan tingkat bunga domestik turun ke bawah. Semakin rendah tingkat bunga, semakin tinggi permintaan untuk saham ini. Permintaan yang lebih tinggi untuk saham meningkatkan harga saham. Ketika terjadi penurunan tingkat Tabel 6. Hasil Estimasi Regresi ECM DLIHSG t 0.899326* DLKURS t 0.494331* DLSBI t 0.030763* LRES t 1 ( 5.812958)* ( 3.193684 )* ( 2.322074 )* Fc 69.12 * DW 1.833986 *Signifikan dengan =1% JEJAK, Volume 3, Nomor 1, Maret 2010 9 bunga, harga saham meningkat. Salah satu penjelasan yang paling rasional adalah bahwa periode waktu penelitian adalah antara Januari 2000 dan April 2010. Selama masa studi pemerintah menjalankan program untuk meningkatkan efisiensi dalam sistem perbankan. Tujuan dari program ini adalah untuk mengurangi biaya investasi dengan menurunkan tingkat suku bunga. Didukung oleh kelimpahan arus modal masuk, tingkat suku bunga terus mengalami penurunan. Pada saat yang sama, jumlah arus modal masuk meningkatkan permintaan saham, dan pada gilirannya mendorong harga saham meningkat. Dampak perubahan kurs terhadap harga saham berubah dari negatif dalam jangka pendek menjadi positif dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, dampak langsung penguatan mata uang domestik terhadap penurunan permintaan saham domestik lebih rendah dari dampak tidak langsung melalui penurunan suku bunga terhadap kenaikan permintaan saham. Hasil bersihnya adalah permintaan saham domestik meningkat, dan selanjutnya memicu kenaikan harga saham domestik. Dalam jangka pendek hubungan antara perubahan kurs terhadap harga saham negatif. Dalam jangka panjang, penguatan mata uang domestik meningkatkan biaya investasi asing dalam negeri, sehingga menyebabkan permintaan luar negeri untuk saham domestik turun, dan pada gilirannya harga saham menurun. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Rjoub, 2009; Alhayky dan Houdou, 2009; Kettering, 2009) dan juga sesuai dengan kesimpulan teoretis model penelitian. Dalam jangka panjang, harga saham sangat elastis terhadap perubahan suku bunga dan nilai tukar. Elastisitas harga saham terhadap perubahan suku bunga adalah negatif 1,6553%. Jika terjadi kenaikan suku bunga satu (1) persen, maka akan terjadi penurunan harga saham sebesar 1,6553%. Elastisitas harga saham yang disebabkan karena perubahan nilai tukar adalah positif 1,6177%. Jika terjadi kenaikan nilai tukar sebesar satu (1) persen, maka akan mengakibatkan kenaikan harga saham sebesar 1,6177%. Dalam jangka pendek, penurunan elastisitas harga saham adalah sebesar 0.899326% sebagai dampak dari peningkatan nilai tukar sebesar satu (1) persen. Elastisitas harga saham menurun sebesar 0,494331%, jika terjadi peningkatan suku bunga sebesar satu persen. 10 KESIMPULAN Tulisan ini meneliti hubungan antara variabel dependen, Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia, dan variabel independen, yaitu suku bunga, dan nilai tukar, dengan menggunakan kointegrasi dan model koreksi kesalahan untuk periode Januari 2000 hingga April 2010. Pengujian kointegrasi menunjukkan bahwa ada hubungan keseimbangan jangka panjang antara Indeks Harga Saham Gabungan sebagai variabel dependen, dan nilai tukar dan suku bunga sebagai variabel independen. Berdasarkan hasil uji empiris regresi kointegrasi dan model koreksi kesalahan, hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien penyesuaian adalah sebesar -0,030763. Koefisien menyiratkan bahwa jika ada shok, keseimbangan baru akan dicapai selama kurun waktu 32 bulan. Pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari tingkat suku bunga terhadap harga saham kedua duanya memiliki tanda negatif. Dampak perubahan kurs terhadap harga saham memiliki tanda dari negatif dalam jangka pendek, dan memiliki efek positif dalam jangka panjang. Dalam jangka panjang, harga saham sangat elastis terhadap perubahan suku bunga dan nilai tukar. Dalam jangka pendek, dalam proses mencapai keseimbangan baru, elastisitas harga saham dalam menanggapi perubahan nilai tukar dan suku bunga menurun. DAFTAR PUSTAKA Akbar, Mohammad, and Omar Kundi, (2009), “Monetary Policy Variables and Stock Prices in Pakistan”, Interdiciplinary Journal of Contemporary Researchin Business, Vol 1. No. 6, page 84-101 Alhayky, Ahmed, and nDambendia Houdou, (2009), “Stock Price and Exchange Rate: Empirical Evidence From Kuwait Financial Market”, The IUP Journal of Financial Economics, Vol. VII, Nos. 3 & 4, page 71 – 82 Aliyu, Shuha Usman Rano, (2009), “Stock Prices and Exchange Rate Interactions in Nigeria: A Maiden Intra-Global Financial Crisis Investigation”, The IUP Journal of Financial 8 Economics, Vol. VII, Nos. 3 & 4, page 7-23 Binger, Brian, R., and Elizabeth Hoffman (1988), Microeconomics with Calculus, Scott, Foresman and Company, Illinois, page 68 Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang Perubahan Suku Bunga . . . . (Maryatmo: 1 – 11) Engle, R.F., and C.W.J. Granger, (1991), Long Run Economic Relationships; Reading in Cointegration, Oxford University Press Inc., New York, page 8-9 Erdem, C., Arslan, C.K. and Erdem, M.S., (2005). “Effects of macroeconomic variables on Istanbul stock exchange indexes”. Applied Financial Economics, vol. 15, pp. 987-994. Gujarati, Domodar, N., and Dawn C., Porter, (2009), Basic Econometrics, McGraw-Hill International Edition, 5th Edd., Boston, page260-261 Hamilton, James, D. (1994), Time Series Analysis, Princeton University Press, New Jersey, page, 571-579 Harris, Richard, (1995), Using Cointegration Analysis in Econometrics Modelling, Prentice Hall, page 5 Husam Rjoub, Turgut Tu¨rsoy and Nil Gu¨nsel, (2009), “The Effects of Macroeconomic Factors on Stock Returns:Istanbul”, Studies in Economics and Finance, Vol. 26, No. 1, page 36-44 Kettering, Ronald, C.(2009), “The Effect of International Currencies Upon US Stock Prices”, Journal of Business Research, Volume 8, No.2, page 8794 Madjid, Abdul, M., Shabri, (1997), “An Empirical Examination on Money Demand – Stock Price Relationship in Indonesia: Evidence from the Post 1997 Financial Turmoil”, The IUP Journal of Applied Finance, Vol. 15, No. 7, page 40-50 Mankiw, Gregory, N. (2004), Principles of economics, 3th eddition, page 609 Pindyck, Robert, S., and Daniel L. Rubinfeld, (1991), Econometric Models & Economic Forecasts, 3rd Edd., McGraw Hill, page 450-452 Shabri, Mohammad Abdul Madjid, and Roslin Mohammad Yusof, (2009) “Long Run Relationship Between Islamic Stocks Return and Macroeconomic Variables”, Humanomics, Vol. 25. No. 2, page 127-141 Stock Market Thomas, R.L.,(1993), Introductory Econometrics, 2nd Edd., Longman, New York, page 159-60 Thomas, R.L.,(1997), Modern Econometrics an Introduction, Addison-Wesley Longman, Harlow England, page 377 JEJAK, Volume 3, Nomor 1, Maret 2010 11