MANAJEMEN OPERASI dan MARKETING

advertisement
MANAJEMEN
OPERASI dan
MARKETING
PERAMALAN
 Peramalan (forecasting) adalah suatu prediksi atas
kejadian-kejadian pada masa yang akan datang.
 Peramalan dapat dilakukan dengan menggunakan:
1. Intuisi yang berbasiskan informasi (informed
judgement)
2. metode metode-metode kuantitatif berdasarkan ilmu
statistik.
Analisis Regresi Linear
 Analisis regresi dengan metode kuadrat terkecil (least
squares) adalah analisis untuk mencari persamaan linier
antara variabel yang berhubungan.
 Pada analisis ini terdapat satu variabel yang dinamakan :
1. Variabel tak bebas (dependent variable) dan
2. Satu atau lebih variabel yang dinamakan variabel
bebas (independent variabel).
Jenis Regresi Linier
 Regresi sederhana (simple regression)
 Regresi berganda (multiple regression )
 Perhatikan masalah multicollinearity
 Efeknya:
1. Ketidakpastian yang lebih besar terhadap koefisien
dari variabel-varibel
2. Meningkatnya standar kesalahan (standard of
error).
Time Series Analysis
 Analisis regresi yang memasukkan variabel waktu
sebabgai varibel bebas.
 Analisis ini disebut trend analysis karena dapat
digunakan untuk mencari garis trend
 Contohnya, analisis trend penjualan suatu produk
selama misalnya lima tahun yang lalu lalu.
Cross-sectional Analysis
 Analisis regresi yang digunakan untuk mengembangkan
model yang memperlihatkan hubungan antara variabelvariabel yang terkait
 Contohnya, analisis hubungan antara penggunaan
bahan baku langsung dengan hutang dagang.
Pengukur Keakuratan Peramalan
 Tiga ukuran yang sering digunakan adalah:
1. Koefisien korelasi (correlation coefficient ),
2. Koefisien determinasi ( determination coefficient ) dan
3. Standard error of estimate
1. Koefisien Korelasi
 Koefisien korelasi dengan simbol r digunakan untuk




mengukur kekuatan relatif dari hubungan linear antara
variabel bebas dan tak bebas.
Nilai r bervariasi dari -1 sampai +1.
Nilai -1 berarti terdapat hubungan linear terbalik
sempurna antara varibel X ( varibel bebas) dan Y
(varibel tak bebas).
Nilai 0 berarti tidak terdapat hubungan linear antara
varibel X dan Y.
Nilai +1 berarti terdapat hubungan linear sempurna
antara varibel X dan Y.
2. Koefisien Determinasi
 Koefisien determinasi (determination coefficient )
merupakan ukuran variasi dari variabel bebas (Y) yang
dijelaskan oleh garis regresi regresi.
 Nilai koefisien determinasi adalah kuadrad dari koefisien
korelasi atau r².
 Kisaran nilai r² adalah dari 0 sampai 1.
 Persamaan regresi dengan nilai r² mendekati 1 lebih
disukai
3. Standard Error of Estimate
Standard error of estimate mengukur seberapa dekat
data dari varibel tak bebas terletak disekitar garis regresi
.
Time Series Analysis
 Peramalan dengan Time Series Analysis merupakan
analisis yang berbasiskan data historis.
 Pada analisis ini diasumsikan bahwa apa yang telah
terjadi di masa yang lalu akan terus terjadi dimasa yang
akan datang.
 Metode-metode time series analysis fokus pada nilai rata
rata-rata, trend, dan karakteristik-karakteristik yang
bersifat musiman yang mempengaruhi time series
MANAJEMEN
PROYEK
Definisi Proyek
Proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana
dan dilaksanakan secara berurutan yang bersifat
temporer dan memiliki titik awal dan akhir tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan
Manajemen Proyek
Manajemen Proyek adalah kegiatan pengelolaan
kegiatan selama siklus hidup suatu proyek untuk
menyelesaikan proyek tersebut sesuai dengan
batasan waktu dan biaya yang telah ditetapkan.
Teknik Manajemen Proyek
1. Bagan batang (Gantt atau Bar Chart)
2. Program Evaluation and Review Technique
(PERT), dan
3. Critical Path Method (CPM).
1. Bagan batang (Gantt atau Bar Chart)
Keuntungan:
 Sederhana
 Mudah
 Dapat digunakan baik untuk proyek kecil maupun
proyek besar.
Kelemahan:
 Tidak menunjukkan hubungan antar kegiatan yang
ada.
 Padahal hubungan antar kegiatan sangat
diperlukan dalam manajemen proyek terlebih pada
proyek yang besar dan kompleks.
Program Evaluation and Review Technique
(PERT)
 Cocok untuk proyek-proyek berskala besar dan





kompleks.
Diagram PERT adalah diagram jaringan (network
diagram) sejumlah kegiatan yang memperlihatkan
keterkaitan antar kegiatan tersebut.
Setiap kegiatan (activity) akan digambarkan dengan
sebuah garis diantara dua kejadian (events).
Urutan garis-garis tersebut menunjukkan hubungan antar
kegiatan.
Kejadian tidak mengkosumsi sumber daya (resources)
Kegiatan akan mengkonsumsi sumber daya untuk
melaksanakannya.
Contoh Jaringan PERT
B
4
E
8
3
2
A
C
G
5
7
D
F
7
Jaringan PERT dengan estimasi waktu rata-rata
Lintasan Kritis (critical path)
 Pada setiap diagram jaringan terdapat setidaknya satu
lintasan kritis atau critical path, yaitu lintasan terpanjang
dalam jaringan untuk menyelesaikan suatu proyek.
 Kegiatan atau pekerjaan di lintasan tersebut tidak boleh
terlambat saat memulainya dan saat penyelesaiannya
agar penyelesaian proyek secara keseluruhan tidak
terlambat.
 Lintasan kritis pada contoh gambar sebelumnya adalah
lintasan yang melalui A-D-F-G yaitu 19 minggu.
Critical Path Method (CPM)
 Metode CPM banyak digunakan dalam industri konstruksi.
 CPM dapat dipandang sebagai bagian dari PERT.
 Metode CPM juga merupakan teknik diagram jaringan
 Waktu yang digunakan sebagai estimasi adalah waktu yang bersifat
deterministik.
 Selain waktu dimasukkan juga taksiran biaya biaya.
 Taksiran waktu dan biaya ada dua jenis jenis:
a. Taksiran yang bersifat normal yaitu normal time dan normal
cost
b. Taksiran yang bersifat percepatan (crash) yaitu crash time
dan crash cost.
 Berdasarkan informasi waktu dan biaya secara crash dapat
dilakukan proses crashing yaitu proses mencari biaya minimum
untuk menyelesaikan proyek tersebut dengan waktu yang paling
minimum (minimum time with minimum cost).
MANAJEMEN
INVENTORI
Manajemen Inventori
 Manajemen inventori berkaitan dengan perolehan,
penggunaan, dan distribusi inventori secara efektif dan
efisien.
 Salah satu tujuan dari pengendalian inventori adalah
untuk menetapkan tingkat inventori yang optimal yang
diperlukan untuk meminimalkan biaya.
 Inventori yang besar menyebabkan biaya memiliki
(carrying cost) inventori yang besar.
 Sebaliknya, inventori yang rendah menimbulkan risiko
timbulnya stockout cost
Biaya Inventori
Biaya inventori meliputi :
 Carrying costs meliputi sewa, asuransi, pajak,
keamanan, penyusutan, keusangan, kerusakan dan
biaya oportunitas (opportunity cost). Biaya bersifat
variabel.
 Ordering cost meliputi seluruh biaya yang berhubungan
dengan penempatan suatu order kepada supplier atau
suatu order produksi kepada pabrik. Biaya bersifat tetap
tidak memandang jumlah yang diorder. Contoh biaya ini
adalah biaya administrasi dan komunikasi.
Ukuran pada Inventori
 Average aggregate inventory value (nilai rata-rata
inventori) yaitu nilai seluruh inventori yang ada di tangan.
 Weeks of supply yaitu ukuran jumlah minggu yang dapat
disupply oleh persediaan yang ada.
 Inventory Turnover (perputaran inventori) merupakan
ukuran tentang berapa kali dalam setahun inventori
perusahaan berputar
Pembelian
 Pembelian adalah fungsi dalam manajemen inventori
yang berkaitan dengan proses perolehan.
 Fungsi ini meliputi kegiatan-kegiatan :
a. Pemilihan pemasok
b. Negosiasi kontrak
c. Memutuskan apakah pembelian akan dilakukan
secara terpusat atau lokal.
d. Analisis nilai.
Pemilihan Pemasok
 Pemilihan pemasok dilakukan berdasarkan harga
harga, kualitas, kinerja pengiriman, biaya pengiriman,
fasilitas kredit, dan pelayanan.
 Sistem pembelian dapat dilakukan dengan:
a. Pendekatan kompetitif
b. Pendekatan kooperatif
Negosiasi Kontrak
 Negosiasi kontrak akan tergantung dari sifat barang yang
dibeli.
 Sifat barang yang dibeli dapat bersifat khusus
(customized) atau standar (standardized)
 Apabila jumlah barang yang diperlukan cukup banyak,
kontrak dapat dibuat untuk jangka panjang.
 Kontrak jangka panjang ini ada bersifat sebagai:
a. Blanket contract yaitu kontrak yang meliputi sejumlah
barang atau
b. Open-ended contract yaitu kontrak yang
memungkinkan isi perjanjian ditambah atau periode
perjanjian ditambah.
Pembelian Tepusat VS Lokal
 Pembelian terpusat :
 Dilakukan oleh kantor pusat akan menaikkan posisi tawar
perusahaan dalam bernegosiasi dengan pemasok.
 Pembelian terpusat cocok untuk pembelian yang dilakukan
dari pemasok luar negeri.
 Pembelian terpusat dimungkinkan dengan perkembangan
teknologi informasi.
 Pembelian lokal:
 dilakukan oleh unit-unit bisnis untuk barang-baang yang
bersifat khusus bagi unit tersebut.
 digunakan apabila perusahaan menerapkan sistem just-intime (JIT)
 Ingin menghindarkan waktu tunggu (lead time time) yang
panjang
Analisis Nilai (Value Analysis)
 Dilakukan untuk untuk:
 Menetapkan apakah barang tersebut memang
diperlukan
 Menetapkan apakah barang standar yang lebih murah
namun mempunyai fungsi yang sama dapat ditemukan
di pasar.
 Menetapkan apakah barang tersebut dapat
disederhanakan atau spesifikasinya diubah untuk
mengurangi biaya.
 Menetapkan apakah kinerja barang dapat ditingkatkan
atau biayanya dapat diturunkan.
 Analisis nilai ini merupakan tanggung jawab bersama
dari fungsi pembelian, produksi, dan teknik.
Economic Order Quantity
(EOQ)
 Model kuantitatif yang dirancang untuk
mengendalikan biaya inventori dengan menentukan
waktu yang optimal untuk melakukan order (atau
memulai produksi) dan kuantitas order (atau jumlah
yang akan diproduksi) yang optimal.
EOQ =
√
2aD
k
Dimana :
a = ordering cost per order
D = jumlah unit permintaan selama
satu periode
k = carrying cost per unit
Contoh EOQ :
Permintaan akan suatu produk adalah konstan
sebesar 10.000 unit per tahun . Ordering cost per
order adalah sebesar Rp . 2.000.000, dan carrying
cost per unit adalah sebesar Rp.250.000,Berapa EOQ – nya ?
EOQ =
√
2 (2000.000) (10.000) = 400 unit
250.000
The ABC System
 Model EOQ memperlakukan setiap item dalam inventori
mempunyai tingkat kepentingan yang sama.
 Sistem ABC mengelompokkan inventori menjadi tiga
kelompok, yaitu:
 Kelompok A, yaitu item-item yang mempunyai nilai
rupiah yang tinggi
 Kelompok B, yaitu item-item yang mempunyai nilai
rupiah yang menengah
 Kelompok C, yaitu item-item yang mempunyai nilai
rupiah yang rendah
 Dengan pengelompokkan ini maka tingkat pengendalian
yang dilakukan terhadap setiap kelompok dapat
dibedakan.
Materials Requirements
Planning (MRP)
 MRP adalah suatu sistem informasi yang berbasis
komputer yang dibuat untuk merencanakan dan
mengendalikan bahan baku yang digunakan dalam
produksi.
 MRP dikategorikan sebagai push-through system karena
produksi diaktifkan dengan meramal permintaan,
bukannya kebutuhan konsumen yang aktual.
 MRP akan menghasilkan daftar lengkap semua
komponen yang diperlukan dan kapan komponen
tersebut akan digunakan.
Materials Requirements
Planning (MRP II)
 MRP MRP-II adalah suatu sistem informasi manufaktur
yang bebasis komputer dan bersifat lingkaran tertutup
yang menghubungakan seluruh aspek bisnis manufaktur,
termasuk fungsi produksi, penjualan, inventori, skedul,
dan arus kas.
 Sistem ini digunakan baik untuk keperluan pelaporan
keuangan maupun untuk manajemen operasi.
 MRP merupakan bagian dari MRP-II
Just in Time (JIT)
 Sistem JIT dirancang untuk menghasilkan atau mengirimkan barang
dan jasa pada waktu diperlukan dengan menggunakan inventori
yang minimal.
 Di dalam sistem JIT terkandung konsep-konsep:
- Perbaikan terus menerus (continuous improvement)
- Pengendalian kualitas secara total (total quality control)
- Pelibatan dan pemberdayaan karyawan (employee
involvement and empowerment empowerment)
- Penurunan inventori (inventory reduction)
 Tujuan paling tinggi (ultimate objective) dari sistem ini adalah
meningkatkan competitiveness dan menghasilkan laba yang lebih
besar.
Metode dalam JIT
 JIT menggunakan metode tarik (pull method)
berdasarkan permintaan yang ada
 Cocok untuk perusahaan yang memiliki proses
manufaktur yang sangat repetitif dan arus material
yang telah terdefinisi dengan baik.
Tujuan JIT
 Meningkatnya produktivitas
 Menurunnya ordering cost dan juga carrying cost.
 Setup yang lebih cepat dan lebih murah
 Semakin singkatnya waktu siklus manufaktur
 Kinerja ketepatan waktu yang lebih baik
 Meningkatnya kualitas
 Proses yang lebih fleksibel
SUPPLY-CHAIN
MANAGEMENT
Supply-Chain Management
 Supply chain terdiri dari aliran mulai dari sumber bahan
baku baku, komponen, barang jadi, jasa, dan informasi
melalui perantara sampai kepada konsumen akhir.
 Dilakukan dengan tujuan agar barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu organisasi dapat sampai kepada
konsumennya secara efisien dan efektif.
 Aliran dan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dalam
suatu supply chain dapat terjadi:
 di berbagai fungsi dalam rantai nilai (value chain)
suatu organiasi
 di berbagai organisasi yang berbeda.
Bullwhip Effect
 Bullwhip effect adalah meningkatnya variabilitas
permintaaan di keseluruhan supply chain.
 Sebagai contoh, pengecer menghadapi ketidakpastian
permintaan dari konsumennya akibat perilaku
permintaaan yang bersifat random.
 Variabilitas order dari pengecer kepada pabrikan selain
disebabkan variabilitas permintaan konsumen juga akan
ditambah dengan varibilitas faktor-faktor lain.
 Selanjutnya, variabilitas order dari pabrikan kepada
pemasoknya akan mencerminkan varibilitas yang lebih
besar lagi karena selain memasukkan unsur variabilitas
dari pengecer juga akan memasukkan variabilitas faktorfaktor lain yang diperhitungkannya.
Penyebab Bullwhip Effect
 Kesulitan untuk memprediksi mermintaan dan
permintaan lanjutan pada setiap hubungan dalam suatu
supply chain.
 Keperluan untuk membeli dan membuat barang dalam
satuan yang biayanya efisien.
 Perubahan dalam harga yang mungkin mendorong
pembelian sebagai antisipasi kenaikan harga dimasa
yang akan datang.
 Adanya kelangkaan yang menyebabkan terjadinya
penjatahan yang dilakukan oleh pemasok atau pabrikan.
Cara Mengatasi Bullwhip Effect
 Dilakukan dengan menurunkan ketidakpastian permintaan
bagi seluruh pihak yang terlibat dengan berbagi informasi
misalnya informasi tentang penjualan, inventori, harga,
kampanye pemasaran, dan ramalan penjualan, inventori,
harga, pemasaran, penjualan.
 Dengan berbagi informasi tersebut diharapkan dapat:
 Meminimalkan inventori yang dipegang oleh pemasok,
pabrikan, dan pengecer.
 Menghindari ketiadaan inventori (stockout)
 Makin sedikitnya order yang bersifat segera (rush order)
 Produksi dilakukan sesuai dengan keperluan pengecer.
Distribusi
 Distribusi adalah pemindahan barang, jasa, dan
informasi dari produsen kepada konsumen atau dari
pusat distribusi kepada pedagang.
 Jadi, fungsi distribusi ini mengelola aliran barang keluar
(outflow).
 Dalam aktivitas distribusi masalah-masalah yang timbul
adalah :
 Pemilihan saluran distribusi (distribution channel)
 Peletakan inventori (inventory placement).
 Alat transportasi.
 Jadual pengiriman.
 Rute pengiriman.
 Pengangkut.
Saluran Distribusi
 Saluran distribusi adalah serial institusi pemasaran yang
saling tergantung yang memfasilitasi pemindahan suatu
barang dari produsen kepada konsumen akhir atau
pengguna industri.
 Suatu saluran distribusi menciptakan kegunaan tempat,
waktu, dan kepemilikan dengan menyatukan penjual dan
pembeli.
 Dalam saluran distribusi akan juga terlibat pihak
perantara seperti dealer, agen, broker, dan consignee
Sistem Distribusi
 Sistem distribusi vertikal.
Pada sistem ini produsen, grosir, dan pengecer
bertindak sebagai satu kesatuan.
 Sistem distribusi horisontal.
Pada sistem ini dua atau lebih perusahaan pada satu
tingkat saluran bekerja bersama untuk memanfaatkan
kesempatan baru, seperti pengenalan ATM pada
supermarket.
 Sistem multi saluran.
Pada sistem ini sebuah perusahaan membentuk dua
atau lebih saluran untuk menjangkau satu atau lebih
segmen konsumen.
Peletakan Inventori
Terdapat dua cara, yaitu:
1. Peletakan ke depan (forward placement) :
 Dilakukan dengan meletakkan inventori dekat dengan
konsumen akhir pada pusat distribusi (gudang), grosir, atau
pengecer.
 Opsi ini meminimalkan biaya transportasi dan waktu
pengiriman.
2. Peletakan ke belakang (backward placement) :
 Dilakukan dengan menyimpan inventori pada pabrik secara
terpusat atau tidak menyimpan inventori sama sekali.
 Digunakan untuk menghadapi permintaaan yang sangat
berfluktuasi dari daerah-daerah pemasaran.
 Opsi tidak menyimpan inventori sama sekali digunakan
apabila produk yang dijual bersifat khusus (customized)
Distribution Resource Planning
(DRP)
 Manajmen distribusi dapat difasilitasi dengan




distribution resource planning (DRP).
Metode ini mirip dengan MRP-II.
DRP mulai dari ramalan kebutuhan kotor pada
tingkat pengecer.
Metode ini juga membutuhkan penetapan tingkat
inventori, waktu tunggu, dan struktur distribusi.
Sistem DRP memberikan respon atas order yang
ditarik oleh pengecer untuk mengisi kembali stok
mereka.
PENETAPAN
HARGA
Tujuan Penetapan Harga
 Maksimalisasi laba.
 Maksimalisasi target marjin.
 Tujuan yang berorientasi volume.
 Tujuan yang berorientasi pandangan (image-oriented)
 Tujuan stabilisasi.
Faktor-Faktor dalam
Penetapan Harga
 Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan harga
terdiri dari faktor :
 penawaran dan permintaan,
 faktor internal,
 faktor eksternal dan
 faktor dimensi waktu
 Faktor permintaan dan penawaran terhadap barang dan
jasa ditentukan oleh :
 pengaruh konsumen atas permintaan,
 Tindakan pesaing, dan
 biaya.
Faktor-faktor Internal
Faktor-faktor internal terdiri dari:
 Tujuan-tujuan marketing
 Strategi bauran pemasaran (marketing mix)
 Semua biaya yang relevan sepanjang rantai nilai.
 Tempat pengambilan keputusan harga dalam struktur
organisasi.
 Kapasitas yang terpakai.
Faktor-faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal terdiri dari:
1. Pasar
Faktor ini terdiri dari:
 Jenis pasar
 Persepsi konsumen atas harga dan nilai.
 Hubungan antara harga dengan permintaan.
 Elastisitas harga terhadap permintaan.
2. Produk, biaya, harga, dan jumlah yang ditawarkan oleh
kompetitor.
Dimensi Waktu
Faktor dimensi waktu dalam penetapan harga terdiri dari harga untuk:
 Jangka pendek (kurang dari satu tahun)
 Jangka panjang
Dimensi waktu akan menentukan :
 biaya-biaya yang relevan dimasukkan dalam penetapan harga.
 tujuan yang ingin dicapai :
•
taktis jangka pendek
•
strategis jangka panjang
Harga yang bersifat jangka pendek
 Dapat naik atau turun sebagai respon atas permintaan konsumen
yang kuat atau lemah.
Harga yang bersifat jangka panjang
 membina hubungan dengan konsumen yang loyal
Pendekatan Umum
Penetapan Harga
 Penetapan harga berbasiskan biaya (cost-based pricing).
 Penetapan harga berbasiskan pasar (market–based
pricing)
 Penetapan harga berbasiskan kompetisi (competitionbased pricing) yaitu:
a. Going-rate pricing : Harga ditetapkan sebagian besar
berbasiskan harga dari kompetitor.
b. Sealed-bid pricing : Harga ditetapkan berbasiskan
persepsi perusahaan mengenai harga dari kompetitor.
Target Price
 Target price adalah harga yang diharapkan untuk barang dan




jasa yang dihasilkan dengan telah mempertimbangkan
pengetahuan perusahaan tentang persepsi nilai yang dimiliki
oleh konsumennya dan respon dari kompetitor.
Berdasarkan target price ini perusahaan dapat menentukan
target cost
Berdasarkan target cost tersebut kemudian perusahaan dapat
menentukan apakah perusahaan dapat menghasilkan barang
tersebut dengan biaya sebesar atau kurang dari target cost.
Apabila tidak, maka perusahaan harus menetapkan strategistrategi yang harus dilakukan untuk mengurangi biaya (cost
reduction).
Alat untuk mencapai tingkat biaya yang ditargetkan tersebut
dinamakan value engineering.
Aktivitas dalam Value
Engineering
 Mengidentifikasikan biaya-biaya yang bernilai tambah
dan tidak bernilai tambah.
 Membedakan antara cost incurrence dan locked-in costs.
a. Cost incurrence adalah biaya aktual atas
penggunaan sumber daya sedangkan
b. Locked-in costs adalah biaya-biaya yang akan
menyebabkan penggunaan sumber daya dimasa
yang akan datang sebagai akibat dari keputusan
yang lalu.
Penetapan Harga Produk Baru
Price Skimming
Pada cara ini harga yang digunakan sebagai harga
perkenalan adalah harga yang tinggi.
Penetration pricing
Harga perkenalan yang digunakan relatif rendah
dibandingkan harga pesaing.
Price Skimming
 Harga perkenalan adalah harga yang relatif tinggi
dibandingkan harga dari kompetitor.
 Biasa digunakan untuk produk yang bersifat khusus dan
hanya ada sedikit atau tidak ada sama sekali kompetitor.
 Satu keuntungan dari strategi ini adalah memungkinkan
perusahaan untuk dapat secara cepat mendapatkan
kembali biaya riset dan pengembangan.
 Untuk memaksimalkan pendapatan dari penjualan
produk baru sebelum masuknya pesaing-pesaing baru.
Penetration Pricing
 Harga perkenalan yang digunakan relatif rendah
dibandingkan harga pesaing.
 Dimaksudkan untuk melakukan penetrasi pasar secara
cepat dan dalam .
 Digunakan untuk memperkenalkan produk baru pada
pasar yang telah dipenuhi banyak merek dari kompetitor.
 Metode ini sangat mungkin digunakan apabila elastisitas
permintaan atas barang tersebut bersifat sangat elastis.
 Untuk produk baru yang belum banyak pesaing, metode
ini memberikan keuntungan berupa berkurangnya
dorongan bagi kompetitor baru untuk masuk.
Penyesuaian Harga
 Penetapan harga berdasarkan lokasi geografis
(geographical pricing)
 Pemberian discounts dan allowances seperti :
1. Discriminatory pricing
2. Psychological pricing
3. Promotional pricing
4. Value pricing
5. International pricing
Product-mix Pricing
Perusahaan yang mempunyai berbagai jenis produk dapat
menerapakan product-mix pricing yang terdiri dari :
1. Product-line pricing
2. Optional-product pricing
3. Captive-product pricing
4. By-product pricing
5. Product-bundle pricing
Download