KERTAS KEBIJAKAN Mendefinisikan Usaha Milik Perempuan di

advertisement
Millennium Challenge Account-Indonesia
Mengentaskan Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi
Kesetaraan gender masih menjadi salah satu
isu penting di Indonesia. Dalam berbagai
bidang pembangunan, perempuan khususnya,
masih menghadapi tantangan serius dan
mengalami berbagai bentuk diskriminasi
berbasis gender. Dalam bidang bisnis dan
ekonomi misalnya, partisipasi dan kontribusi
perempuan masih belum ditelusuri secara
optimal, dan belum mendapatkan pengakuan.
Peran dan kontribusi mereka hanya dianggap
sebagai tambahan pendapatan utama. Hal ini
disebabkan oleh nilai budaya patriarki yang
menempatkan peran utama perempuan hanya
sebagai istri atau ibu rumah tangga. Oleh
karena itu, perlu ada upaya yang dilakukan
untuk menghapuskan diskriminasi berbasis
gender yang dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan, termasuk misalnya dengan
melakukan pendataan dan pendokumentasian
terhadap partisipasi dan kontribusi perempuan
dalam ekonomi dan bisnis, serta menciptakan
program dan kebijakan yang dapat
mendorong perempuan untuk memulai dan
mengembangkan usahanya.
Partisipasi Perempuan dalam Ekonomi, Bisnis
dan Wirausaha
Data menunjukkan dari tahun ke tahun
partisipasi perempuan dalam dunia
perekonomian nasional semakin meningkat.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
perempuan pada tahun 2013 tercatat 50,26%,
peningkatan stabil dari masing-masing
32,43% dan 38,79% pada dekade 1980an
dan 1990an. Angka ini tidak bisa diacuhkan
begitu saja sebab mengandung arti penting
bahwa setengah dari perempuan Indonesia
usia produktif di atas 15 tahun ternyata aktif
secara ekonomi. Menurut data Survei Angkatan
Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dihimpun
BPS, masing-masing 40,44 dan 46,06 persen
dari total jumlah pekerja di sektor industri dan
KERTAS KEBIJAKAN
Mendefinisikan Usaha Milik
Perempuan di Indonesia
jasa adalah perempuan. Sementara di sektor
perdagangan, partisipasi perempuan bahkan
sedikit di atas laki-laki dengan pencapaian
50,84%.
Dalam bisnis dan wirausaha, pada Mei 2014
tercatat lebih dari sepertiga dari jumlah orang
berusia 15 tahun ke atas yang bekerja dengan
status berusaha sendiri adalah perempuan.
Pada industri mikro dan kecil, partisipasi lakilaki sebesar 58,56% dan partisipasi perempuan
41,44%. Jika dianalisis berdasarkan kelompok
usia, jumlah pelaku usaha tertinggi ada pada
kelompok usia 25 – 44 tahun dan perempuan
menyumbang 47,37 persen dari total jumlah
tersebut. Pada tahun 2009 – 2010, Bank Dunia
memperkirakan terdapat andil perempuan pada
status kepemilikan 42.8 persen perusahaan di
Indonesia dan 31,2 persen memiliki manager
perempuan. Data yang lain yang dirilis oleh
International Finance Corporation (IFC) pada
tahun 2011 menunjukkan bahwa sepertiga
dari UKM di Indonesia dimiliki oleh perempuan
dengan estimasi pertumbuhan per tahun
sebesar 8%.
Tantangan Masih Ada: Kurangnya Pengakuan
dan Diskriminasi Berbasis Gender
Peningkatan jumlah perempuan dalam pasar
tenaga kerja dan dunia usaha tidak membuat
perempuan sepi dari tantangan. Perempuan
belum menerima pengakuan setara terhadap
peran dan kontribusi mereka dalam ekonomi
dan bisnis. Walaupun TPAK perempuan terus
meningkat, pencapaiannya masih jauh di bawah
laki-laki yang pada tahun 2013 mencapai
83,37%. Organisasi Buruh Internasional (ILO)
berpendapat bahwa rendahnya partisipasi
KERTAS KEBIJAKAN
Pendahuluan
1
KERTAS KEBIJAKAN
perempuan dalam pasar tenaga kerja dibanding
laki-laki adalah karena didorong oleh nilai dan
norma yang menempatkan perempuan sebagai
istri dan ibu rumah tangga. Pelabelan gender
(gender stereotyping) ini, yang menganggap
tempat utama perempuan adalah di rumah untuk
mengurus keluarganya, kemudian menciptakan
anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan
tidak mampu bekerja secara profesional. Hal ini
menimbulkan masalah lain yang lebih serius
yaitu adanya diskriminasi dalam upah dan gaji.
Perempuan secara umum menerima gaji dan
upah yang lebih rendah dibandingkan laki-laki,
yaitu dengan kesenjangan sebesar 22,26% di
antara keduanya. Pada setiap gaji yang diterima
laki-laki untuk jenis dan kualifikasi pekerjaan yang
sama pada sektor non-pertanian, perempuan
hanya menerima 77,74 persennya. Lebih jauh lagi
menurut BPS, perempuan mendominasi total
jumlah pekerja keluarga/tidak dibayar dengan
persentase 73,04% pada tahun 2013.
2
Dalam dunia bisnis dan wirausaha, tanggung
jawab mengurus keluarga mengakibatkan
fenomena beban ganda bagi perempuan
pengusaha yang membatasi akses dan
kesempatan perempuan untuk menjadi pengusaha
profesional dan untuk mengembangkan usahanya
ke skala yang lebih besar. Permasalahan ini pun
menjadi salah satu temuan kunci dalam studi
yang dilakukan oleh MCA–Indonesia mengenai
penyusunan definisi resmi usaha milik perempuan.
Beban ganda serta budaya patriarki yang
menjunjung tinggi dominasi laki-laki ternyata
memiliki pengaruh kuat dalam menciptakan
perasaan inferior dan kurang percaya diri bagi
perempuan pengusaha. Dalam berbagai kasus,
perempuan bahkan beranggapan bahwa usaha
yang mereka jalankan hanya sebatas hobi,
tambahan penghasilan keluarga atau pekerjaan
sementara, sehingga usaha yang dijalankan
tidak perlu ditekuni secara serius. Walaupun
mereka ingin mengembangkan usaha ke skala
yang lebih besar, perempuan seringkali merasa
kesulitan karena kurangnya dukungan dari suami
dan keluarga. Hal ini mendorong perempuan
memilih menjalankan usaha kecil dengan resiko
yang kecil pula dan terdapat kecenderungan bagi
perempuan untuk memulai usaha dalam kelompok
agar tidak perlu menanggung sendiri resiko
kerugian yang mungkin terjadi. Selain itu, sering
disebutkan bahwa usaha perempuan mendominasi
usaha informal yang secara mayoritas berbentuk
industri rumahan pada skala mikro dan kecil.
Tetapi pada kenyataannya, di Indonesia belum
ada data nasional yang komprehensif yang
menyatakan secara pasti jumlah usaha atau
perusahaan milik perempuan pada skala dan
sektor usaha yang berbeda, termasuk data
terkait karakteristik dan tantangan yang dihadapi
dalam usaha yang dijalankan. Ketiadaan data ini
mengakibatkan tidak jelasnya peran dan posisi
perempuan pada dunia bisnis dan wirausaha
sehingga memerlukan kajian lebih lanjut.
Gap dalam Ketersediaan Data mengenai Usaha
dan Perusahaan Milik Perempuan
Data menjadi elemen penting dalam melakukan
penilaian terhadap esensi dan besaran masalah
serta menjadi faktor penting dalam menentukan
intervensi yang paling tepat. Data terpilah yang
dikumpulkan selama ini mengatakan bahwa pada
kenyataannya partisipasi perempuan dalam dunia
ekonomi dan bisnis semakin meningkat. Namun
data nasional tersebut hanya menggambarkan
profesi individu dalam bentuk data TPAK dan
memaparkan jumlah perempuan dan laki-laki
yang berprofesi sebagai pengusaha industri
mikro dan kecil, tanpa memperhatikan jumlah dan
dinamika usaha dan perusahaan yang digeluti oleh
masing-masing individu, khususnya perempuan.
Selain itu, Indonesia juga belum memiliki konsep
kepemilikan bisnis yang jelas yang bisa digunakan
sebagai acuan dalam mengumpulkan data
statisik. Kurangnya data dan pendokumentasian
partisipasi dan kontribusi perempuan dalam bisnis
dan wirausaha merupakan salah satu penyebab
utama kurangnya pengakuan terhadap peran dan
kontribusi perempuan.
Akibatnya, saat ini sulit untuk mengetahui
secara pasti jumlah usaha dan perusahaan milik
perempuan pada berbagai skala dan sektor usaha
serta perbedaan karakter dan dinamika yang
dialami oleh masing-masing usaha tersebut. Data
dan informasi ini penting untuk menggambarkan
jenis usaha yang digeluti oleh perempuan dan
tantangan yang dihadapi, sehingga dapat menjadi
acuan dalam mengidentifikasi kesenjangan yang
ada dan menciptakan kebijakan dan program
yang dapat mendorong perempuan untuk
memulai dan mengembangkan usahanya. Data
yang lengkap akan melahirkan pemahaman yang
utuh terkait partisipasi dan kontribusi perempuan
dalam bisnis dan wirausaha, yang nantinya akan
dapat meningkatkan pengakuan terhadap peran
perempuan dalam ekonomi.
Berbagai upaya untuk mengatasi ketiadaan
data tersebut diharapkan mampu berkontribusi
pada penciptaan database yang sensitif
gender dalam bisnis dan ekonomi yang dapat
digunakan oleh semua pihak untuk menciptakan
kebijakan dan program terkait. Upaya ini sejalan
dengan komitmen pemerintah Indonesia
untuk meningkatkan kesetaraan gender dan
pemberdayaan ekonomi perempuan, sebagaimana
tercantum dalam:
• Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
yang memberikan penekanan terhadap
peningkatan kualitas hidup perempuan dan
peran perempuan dalam berbagai sektor
pembangunan melalui peningkatan kontribusi
perempuan dalam ekonomi dari sektor non-
• Rencana Strategis (RENSTRA)
Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak 2015-2019
yang memberikan penekanan terhadap
pelaksanaan strategi pengarusutamaan
gender dan pemberdayaan perempuan
dalam berbagai bidang pembangunan,
di antaranya melalui peningkatan jumlah
kebijakan responsif gender untuk
mendukung pemberdayaan perempuan
dan pemahaman publik dan dunia usaha
terhadap kesetaraan gender, serta
peningkatan ketersediaan data terpilah
untuk digunakan sebagai acuan dalam
menciptakan, memantau, dan melakukan
evaluasi terhadap berbagai kebijakan dan
program pembangunan.
• Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Data
Gender dan Anak dan Nomor 5 Tahun 2014
tentang tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Informasi Data Gender dan Anak
• Kesepahaman Bersama antara Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak dengan Badan Statistik
Indonesia pada tahun 2010 dan 2015yang
menekankan peningkatan kerjasama
antara kedua instansi dalam rangka
penyelenggaran data dan informasi gender
dan anak.
Studi Penyusunan Definisi Resmi Usaha Milik
Perempuan di Indonesia
Sejalan dengan prioritas pemerintah Indonesia
untuk menciptakan metode pengumpulan data
responsif gender dalam bisnis dan ekonomi,
MCA–Indonesia telah melaksanakan studi
penyusunan definisi untuk menyempurnakan
konseptualisasi kepemilikan bisnis oleh
perempuan yang dapat berkontribusi pada
ketersediaan data yang valid dan terpercaya.
Tujuan utama studi tersebut adalah menyusun
sebuah definisi usaha milik perempuan yang
strategis, inklusif dan relevan terhadap situasi
dan kondisi usaha milik perempuan di Indonesia.
Studi ini melibatkan berbagai pihak terkait, baik
pihak pemerintah maupun non-pemerintah yang
terdiri dari perwakilan pemerintah pusat dan
daerah dari delapan provinsi di Indonesia serta
perwakilan NGO, pusat studi wanita, universitas,
lembaga penelitian, asosiasi pengusaha serta
perempuan pelaku usaha, sebagai upaya untuk
merumuskan konsep usaha milik perempuan
yang tidak hanya menjawab kebutuhan
perempuan tetapi juga sejalan dengan arah
kebijakan pembangunan nasional.
Definisi Resmi Usaha Milik Perempuan
Pengumpulan Data
Kebijakan dan Program Afirmasi
Penelitian dan Studi Terkait
Gambar 1. Penggunaan Definisi Resmi Usaha Milik Perempuan
Sebagaimana dijabarkan di atas, definisi ini
diharapkan dapat menjadi acuan bagi lembaga
pemerintah, dan pihak terkait lainnya dalam
mengumpulkan data untuk mendokumentasikan
usaha-usaha yang dimiliki oleh perempuan
sehingga dapat meningkatan ketersediaan data
terpilah dalam bisnis dan ekonomi di Indonesia.
Data tersebut dapat digunakan sebagai dasar
penting bagi pemerintah dan non-pemerintah
dalam menciptakan kebijakan dan program
yang bermanfaat bagi usaha milik perempuan
sebagai upaya untuk mengatasi tantangan yang
kerap ditemui oleh perempuan pengusaha dan
usaha milik perempuan. Dalam program afirmasi
yang khusus membantu usaha milik perempuan,
definisi ini juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi usaha mana yang dianggap
memenuhi syarat untuk menerima bantuan
permodalan atau dukungan lainnya baik dari
pemerintah maupun organisasi donor. Peneliti
dan akademisi juga dapat memanfaatkan
definisi dengan menggunakannya sebagai
referensi dalam penelitian dan studi untuk
mengembangkan wirausaha perempuan.
Definisi Usaha Milik Perempuan
Berdasarkan temuan studi, usaha milik
perempuan didefinisikan sebagai berikut:
Usaha di mana seorang atau sekelompok
perempuan memegang sebagian besar peran
dan posisi penting1 dalam (1) kepemilikan
modal/input usaha, (2) pengelolaan usaha, (3)
sumber daya manusia/tenaga kerja, dan/atau
(4) kontrol usaha.
Definisi ini menggambarkan konsep baku
kepemilikan usaha yang saat ini belum ada di
Indonesia. Terdapat empat aspek penting yaitu
kepemilikan modal/input usaha, pengelolaan
usaha, sumber daya manusia/tenaga kerja, dan
kontrol usaha/pengambilan keputusan menjadi
kriteria utama bagi seseorang untuk memiliki
usaha.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih
jelas mengenai aspek definisi, studi ini juga
menyusun definisi operasional sebagai berikut:
1
Peran dan posisi penting diartikan sebagai peran dan posisi yang memberikan
pengaruh kuat terhadap jalannya usaha.
KERTAS KEBIJAKAN
pertanian, ketersediaan data dan analisa
kesenjangan gender serta kebijakan
responsif gender dalam bidang industri,
perdagangan dan UKM.
3
NO
ASPEK
DEFINISI OPERASIONAL
1
Kepemilikan modal/
input usaha
kepemilikan atas sumber-sumber penting untuk pendirian
dan pengembangan bisnis (seperti keuangan, sumber
daya manusia, bahan baku, teknologi, energi, informasi,
strategi dan jejaring) oleh perempuan.
2
Pengelolaan usaha
keterlibatan perempuan secara aktif dalam kegiatan
sehari-hari pengelolaan usaha/bisnis.
3
Tenaga kerja
Seorang atau sekelompok perempuan yang bekerja
pada orang lain atau lembaga/kantor/perusahaan dan
memperoleh uang/tunai atau barang sebagai upah/gaji,
baik dengan status tidak tetap maupun permanen.
4
Kontrol usaha/
pengambilan keputusan
(i) perempuan mampu membuat keputusan terkait bisnis
yang dijalankan; (ii) seorang atau sekelompok perempuan
yang memimpin jalannya usaha dan memegang posisi
pengambil keputusan tertinggi dalam usaha (contoh,
CEO, Presiden Direktur, Direktur Eksekutif, etc).
Tabel 1. Definisi Operasional dari Aspek Definisi Usaha Milik Perempuan
Rekomendasi
Setelah menyusun definisi, langkah selanjutnya
yang diperlukan adalah, memastikan
penggunaan definisi tersebut. Sebagaimana
disebutkan di atas, definisi ini merupakan
sebuah alat untuk mencapai metode
pengumpulan data yang lebih baik dan
terstruktur serta mengidentifiikasi usaha milik
perempuan dalam program dan kebijakan
terkait. Walaupun definisi ini dapat digunakan
baik oleh pemerintah maupun non-pemerintah,
penekanan penggunaan definisi ini diberikan
kepada beberapa instansi pemerintah sebagai
bagian dari upaya formalisasi dan adopsi definisi
ini. Berikut adalah beberapa rekomendasi
penggunaan definisi:
KERTAS KEBIJAKAN
•Sebagai tokoh utama di balik perencanaan
pembangunan nasional, diharapkan Bappenas
dapat memberikan dukungannya terhadap
penggunaan dan integrasi definisi usaha milik
perempuan ke dalam pengumpulan data dan
program terkait yang dikembangkan baik oleh
pemerintah maupun lembaga non-pemerintah
di Indonesia.
4
•Sebagai bagian dari penggunaannya untuk
meningkatkan pengumpulan data mengenai
partisipasi dan kontribusi perempuan dalam
bisnis dan wirausaha, definisi usaha milik
perempuan yang telah tersusun dapat
diintegrasikan ke dalam metode pengumpulan
data yang dilakukan oleh BPS, terutama
Sensus Ekonomi 2016 untuk mengumpulkan
data mengenai kegiatan ekonomi di Indonesia
termasuk jumlah dan karakteristik kegiatan
usaha dalam berbagai skala dan sektor, Profil
Industri Mikro dan Kecil, SAKERNAS serta
survei terkait lainnya. Data yang diambil
dapat digunakan antara lain sebagai acuan
penting untuk institusi keuangan seperti Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, bank
umum dan koperasi untuk meningkatkan akses
usaha milik perempuan terhadap berbagai jasa
keuangan.
•Mengingat upaya Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak saat ini
untuk mengembangkan industri rumahan
yang diduga didominasi oleh perempuan,
definisi ini dapat digunakan oleh Kementerian
untuk menyempurnakan pengumpulan data
mengenai usaha berbasis industri rumahan
yang dimiliki oleh perempuan dan pemilihan
target dalam program afirmasi untuk usahausaha milik perempuan. Definisi yang
telah disusun juga dapat digunakan oleh
Kementerian untuk upaya pengumpulan data
dan program terkait lainnya.
•Kementerian dan lembaga lain seperti
Kementerian Perindustrian, Kementerian
Koperasi dan UKM, Kementerian
Ketenagakerjaan, Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
(LKPP) dan kantor dinas masing-masing di
daerah juga diharapkan dapat memanfaatkan
definisi usaha milik perempuan ini untuk upaya
pengumpulan data atau program terkait
sebagai bagian dari komitmen masing-masing
pihak untuk memperkuat usaha yang dimiliki
dan digeluti oleh perempuan.
•Definisi ini juga dapat digunakan sebagai
acuan dalam program afirmasi dan penelitian
terkait mengenai perempuan dan wirausaha
yang dilakukan oleh LSM, lembaga penelitian,
pusat studi wanita, universitas serta asosiasi
pengusaha.
Referensi
Badan Pusat Statistik. (2014). Survei Angkatan
Kerja Nasional 2014 Triwulan 1. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
International Finance Corporation (IFC). (2011).
Strengthening access to finance by womenowned enterprises in developing countries.
Washington, DC: IFC.
International Labour Organization. (2015). Tren
tenaga kerja dan sosial di Indonesia 2014-2015.
Jakarta: ILO.
Rahayu, A.W. (2015, January 29). Perempuan
dan belenggu peran kultural. Jurnal Perempuan.
Retrieved from http://www.jurnalperempuan.
org/
Supriyanto, S. (2014). Perempuan dan laki-laki di
Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
World Bank. (2009). Enterprise surveys:
what businesses experience. Retrieved from
http://www.enterprisesurveys.org/data/
exploreeconomies/2009/indonesia#gender
Millennium Challenge Account-Indonesia
Mengentaskan Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi
Gedung MR21, Lantai 11. Jl. Menteng Raya No. 21, Jakarta 10340
Tel. +6221 39831971 | Fax: +6221 39831970
Download