Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara

advertisement
1
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia termasuk Negara terbesar keempat diantara negara-negara
sedang berkembang setelah India. Hasil pencacahan lengkap sensus 2015,
penduduk Indonesia berjumlah 254,9 juta jiwa. Menurut proyeksi yang dilakukan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan menilik populasi absolut
Indonesia di masa depan, maka Negara ini akan memiliki penduduk lebih dari 270
juta jiwa pada tahun 2025, lebih dari 285 juta jiwa pada tahun 2035 dan 290 juta
jiwa pada tahun 2045. Jumlah ini dianggap cukup besar sehingga program KB
nasional dianggap perlu untuk mengelola jumlah dan pertumbuhan penduduk
tersebut.
Gerakan KB Nasional adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan
mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS) dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia. Tujuan
gerakan KB Nasional adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang
menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian
kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia. Akseptor KB (peserta keluarga
berencana atau (family planning participant) ialah PUS (Pasangan Usia Subur)
yang mana salah seorang menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi untuk
pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun non program, tujuan umum
dari program KB adalah menurunkan angka kelahiran dan meningkatkan
kesehatan ibu sehingga di dalam keluarganya akan berkembang Norma Keluarga
2
Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Sasaran dalam program ini adalah Pasangan
Usia Subur (PUS) yang ditetapkan berdasarkan survei PUS yang dilaksanakan
sekali dalam satu tahun dan pelaksanaannya di koordinasikan oleh Petugas.
Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Keluarga
Berencana merupakan upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi perlindungan dan bantuan
suami dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Program keluarga berencana nasional telah mampu menekan angka kelahiran
penduduk di Indonesia, diawali dengan TFR 5,6 pada tahun 1971, hingga pada
tahun 2012 data SDKI menunjukkan TFR Indonesia mencapai 2 anak per wanita
usia subur.
Berdasarkan data SDKI 2012 terjadi perubahan pemakai alat atau cara KB
modern bila dilihat pemakaian kontrasepsi modern, pemakaian alat kontrasepsi pil
pada wanita berstatus kawin pada data SDKI 2007 sebesar 15% mengalami
penurunan menjadi 13%. Berdasarkan SDKI 2012, pemakaian alat kontrasepsi
suntik meningkat secara signifikan menjadi 32%. Alat kontrasepsi hormonal
(suntikan dan pil) merupakan alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan
(BKKBN, 2012).
Salah satu metode untuk membatasi kelahiran adalah dengan cara memakai
alat kontrasepsi. Berbagai alat kontrasepsi dapat dipakai oleh para peserta KB,
tetapi cocok atau tidaknya tergantung dari keadaan fisik para akseptor. Masalah
pemakaian alat kontrasepsi tidak begitu mudah diterima oleh Pasangan Usia
Subur (PUS), maka struktur tingkat kualitas pelayanan terhadap para akseptor
3
harus ditingkatkan (Warnoatmojo, 1998). Kualitas pelayanan KB dan kesehatan
akhir-akhir ini semakin menjadi pusat perhatian pemerintah dan lembaga donor.
Peningkatan kualitas pelayanan dilihat sebagai salah satu alternatif bagi
peningkatan kinerja program KB dan kesehatan. Informasi mengenai aspek-aspek
penting dari kualitas pelayanan belum banyak tersedia bagi para administrator dan
pemberi layanan KB.
Kualitas pelayanan menjadi isu yang semakin penting dalam pembangunan
dan kesehatan Keluarga Berencana (KB). Tuntutan akan kualitas pelayanan KB
yang semakin baik tidak bisa dihindari lagi sejalan dengan perbaikan sosial
ekonomi masyarakat. Melalui perbaikan kualitas pelayanan diharapkan akses
masyarakat terhadap pelayanan KB dapat ditingkatkan, selain itu peningkatan
kualitas pelayanan KB diharapkan bisa memperbaiki pola prilaku pemakaian alat
kontrasepsi.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan pengendalian dan peningkatan
kualitas penduduk melalui program Keluarga Berencana belum cukup maksimal,
dari beberapa penelitian yang dilakukan tentang kualitas pelayanan KB,
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dan konseling tentang KB masih belum
cukup maksimal terutama pelayanan pada keluarga prasejahtera atau keluarga
keluarga miskin yang memiliki keterbatasan untuk mengakses kesehatan terutama
untuk masalah reproduksi dan KB.
Akses terhadap pelayanan keluarga berencana yang berkualitas merupakan
unsur penting dalam upaya mencapai pelayanan kesehatan reproduksi
sebagaimana yang tertera pada ICPD tahun 1994 di Kairo. Hak setiap orang untuk
4
memperoleh informasi dan akses terhadap berbagai metode kontrasepsi yang
aman, efektif, terjangkau, serta akseptabel.
Penelitian tentang pelayanan KB dan kesehatan sebagai upaya untuk
mengembangkan konsep kualitas pelayanan telah cukup banyak dilakukan.
Penelitian terdahulu dalam bidang ini lebih banyak memusatkan pada aksesibilitas
pelayanan. Indikator-indikator yang dipakai dalam menjelaskan kualitas KB juga
lebih banyak mengukur dan menjelaskan kualitas pelayanan KB seperti
pengetahuan alat-alat kontrasepsi serta sumber pelayanan dan obat-obatan dan alat
kontrasepsi.
Puskesmas sebagai unit terkecil dari kesehatan tingkat pertama dan terdepan
dalam pelayanan kesehatan harus melakukan upaya kesehatan wajib dan beberapa
upaya kesehatan pilihan yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan, tuntutan,
kemampuan, dan inovasi serta kebijakan pemerintah daerah setempat.
Menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh dan terpadu
dilaksanakam melalui upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan
pemulihan.
Ketersediaan sumberdaya baik dari segi kualitas maupun kuantitas sangat
mempengaruhi pelayanan kesehatan, upaya kesehatan wajib di Puskesmas
mencangkup 6 hal yaitu:
1.
Program pengobatan.
2.
Promosi kesehatan.
3.
Pelayanan KIA dan KB.
4.
Pencegahan pengendalian penyakit menular dan tidak menular.
5
5.
Kesehatan lingkungan.
6.
Perbaikan gizi masyarakat.
Pelayanan KIA dan KB yaitu program pelayanan kesehatan di Puskesmas
untuk memberikan informasi pelayanan kepada PUS (Pasangan Usia Subur) untuk
berKB, pelayanan ibu hamil, ibu melahirkan, serta pelayanan bayi dan balita
(Depkes RI, 2013).
Tabel 1.1
Penggunaan Alat atau Cara KB Provinsi Sumatera Selatan
Alat/cara KB
Pil
Suntikan
IUD
Implant
Kondom
Sterilisasi Pria
Sterilisasi Wanita
SDKI
1991
(%)
SDKI
1994
(%)
SDKI
1997
(%)
SDKI
2007
(%)
SDKI
2012
(%)
14,8
11,7
13,3
3,1
0,8
2,7
0,7
17,1
15,2
10,3
4,9
0,9
3,1
0,7
15,4
21,2
8,1
6,0
0,7
3,0
0,4
13,2
27,8
6,3
4,3
0,9
3,7
0,4
13,2
31,8
4,9
2,8
1,3
3.0
0,2
Sumber: BKKBN 2012
Informasi yang diperoleh dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa telah terjadi
perubahan pemakaian alat atau cara KB modern, bila dilihat dari pemakaian
kontrasepsi modern, pemakaian alat kontrasepsi pil pada wanita berstatus kawin
berdasarkan data pada tahun 1994 cendrung mengalami peningkatan akan tetapi
pada tahun 2007 dan 2012 mengalami penurunan dan beralih kepemakaian alat
kontrasepsi suntik. Pemakaian alat kontrasepsi suntik meningkat secara signifikan,
sedangkan alat kontrasepsi MANTAP seperti IUD menjadi yang paling sedikit
digunakan oleh para akseptor, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya kurangnya
pengetahuan akseptor tentang program KB yang tercermin dari masih banyaknya
6
akseptor yang menggunakan alat kontrasepsi jenis pil saja menjelaskan masih
rendahnya kualitas pelayanan KB, bila dilihat dari jenis Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang (MKJP) dan non MKJP, peserta KB Sumatera Selatan lebih
banyak menggunakan kontrasepsi non MKJP (suntikan, pil, kondom).
Hasil survei BKKBN pada tahun 2011 mengaitkan pemilihan atau
penggunaan alat atau cara KB menurut tingkat pendidikan ibu dengan kesertaan
berKB menunjukkan bahwa proporsi pemakaian alat KB terendah terdapat pada
wanita yang tidak sekolah, kemudian cenderung menurun proporsi pemakaian KB
pada wanita yang mempunyai level pendidikan menengah keatas, sedangkan pada
wanita yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi tingkat proporsi pengguna KB
sangat tinggi, hal ini menegaskan bahwa tingginya pendidikan dan pengetahuan
akan berpengaruh terhadap akses pelayanan KB dan kesertaan seseorang untuk
berKB.
Tabel 1.2
Pemakaian KB Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota Palembang
No.
Tingkat Pendidikan
%
1.
Tidak Sekolah
10,0
2.
Tamat SD
13,0
3.
SLTP
20,0
4.
Perguruan Tinggi
57,0
Sumber: BKKBN 2011
Secara umum sumber atau tempat mendapatkan pelayanan KB yang
dominan digunakan peserta KB di Kota Palembang adalah sumber pelayanan
swasta. Tabel 1.3 menjelaskan bahwa pelayanan yang banyak di gunakan oleh
7
akseptor KB adalah melalui bidan. Kemandirian masyarakat untuk berKB
berbayar cukup tinggi sedangkan yang menggunakan jasa pemerintah atau
mendapatkan pelayanan secara
gratis
hanya 46%
akseptor
KB
yang
menggunakannya.
Tabel 1.3
Sumber Pelayanan KB Kota Palembang
No. Sumber Pelayanan KB
1. P Pemerintah
2.
%
a. Pukesmas
20,5
b. Posyandu
10,5
c. Polindes
10
d. PosKB
5
Swasta
a. Dokter praktek
26,8
b. Bidan praktek
27,2
Sumber: BKKBN 2011.
Kecamatan Plaju sebagai salah satu Kecamatan yang ada di Kota
Palembang, yang terdiri dari 7 kelurahan yaitu Kelurahan Komperta, Kelurahan
Plaju Darat, Kelurahan Plaju Ilir, Kelurahan Plaju Ulu, Kelurahan Talang Bubuk,
Kelurahan Talang Putri, dan Kelurahan Bagus Kuning, memiliki jumlah Pasangan
Usia Subur (PUS) tahun 2015 sebanyak 30.229 PUS dari 305.548 PUS yang ada
di Kota Palembang, namun hanya memiliki 1 Puskesmas pusat yaitu Puskesmas
Jaya Plaju. Seperti data yang terlihat Tabel 1.3 PUS di Kota Palembang banyak
menggunakan pelayanan KB di sektor swasta. Peneliti meneliti kualitas pelayanan
KB di Puskesmas Jaya yang merupakan sektor pelayanan KB pemerintah, karena
untuk mengatahui bagaimana pelayanan yang diberikan oleh sektor pemerintah
8
dalam hal pemberian pelayanan KB kepada PUS di Kecamatan Plaju Kota
Palembang.
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini menjadi sangat penting untuk
dilaksanakan sehingga dapat mengetahui bagaimana kualitas pelayanan KB di
Kota Palembang khususnya di Puskesmas Jaya Kecamatan Plaju.
1.2 Rumusan Masalah
Banyaknya akseptor KB yang menggunakan layanan KB pada sektor swasta
seperti dokter praktek mandiri dan bidan dipengaruhi oleh kualitas pelayanan
yang baik serta fasilitas-fasilitas medis yang lengkap, dan komunikasi yang baik
kepada pasien, hal ini membuat para akseptor KB lebih memilih menggunakan
pelayanan di sektor swasta seperti rumah sakit swasta, dokter praktek mandiri dan
bidan (BKKBN, 2011).
Berdasarkan hal diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kualitas pelayanan KB di Puskesmas Jaya Plaju Kota Palembang?
2. Faktor-faktor apakah yang paling mempengaruhi kualitas pelayanan KB di
Puskesmas Jaya Plaju Kota Palembang?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan suatu subbagian dalam suatu uraian yang
sangat penting di kemukakan karena secara eksplisit merumuskan substansi
penelitian yang akan dilaksanakan, Hadi (2010).
9
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kualitas pelayanan KB di Puskesmas Jaya Kota Palembang.
2. Mengetahui faktor-faktor yang paling mempengaruhi kualitas pelayanan KB di
Puskesmas Jaya Kota Palembang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat praktis
Informasi yang didapat dari penelitian ini di harapkan dapat menjadi
masukan bagi pemerintah Kota Palembang untuk lebih meningkatkan
kualitas pelayanan KB, serta sebagai informasi bagi masyarakat untuk ikut
serta dalam meningkatkan program KB.
2. Manfaat teoritis
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
bagi
pengembangan ilmu pengetahuan serta sebagai salah satu bahan acuan
untuk penelitian selanjutnya sehingga bisa digunakan sebagai masukan
atau perbandingan untuk penelitian yang serupa.
10
1.5 Keaslian penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah peneliti lakukan, terdapat
banyak penelitian tentang kualitas pelayanan KB, diantaranya adalah:
Tabel 1.4
Keaslian penelitian
Nama
Ndhlovu, 1995.
Yulinda, 2007.
Judul, dan
Lokasi
Peneitian
Quality of
care
in
family
planning
service
delivery in
Kenya:
clients and
providers
respective
(Kenya).
Sumber
pelayanan
keluarga
berencana
untuk
keluarga
miskin di
Indonesia
dengan
sumber
analisis data
SDKI.
Tujuan
Penelitian
Metode
Mengukur
Kualitatif.
kualitas KB
dari
segi
klien
di
Kenya.
Mengetahui Kualitatif.
kualitas
informasi
yang
diterima
oleh kader
PPKBD/sub
PPKBD.
Hasil
Hasilnya
tingkat
kepuasan akseptor
KB di Kenya belum
mengalami
kepuasan
karena
kurangnya
pengetahuan
dan
perlengkapan KB
dari segi provider.
Hasilnya
dalam
penelitian
ini
menerangkan
kualitas informasi
yang diterima oleh
kader PPKBD/sub
PPKBD
masih
kurang,
karena
kemampuan PKB
dalam
melaksanakan
aspek
majerial
masih kurang.
11
Lajutan Tabel
Susanti, 2011.
Peran
informasi KB
terhadap
partisipasi
pria
dalam
praktek KB.
Mengetahui
Analisis
peran informasi data SDKI
KB
terhadap 2007.
partisipasi pria.
Hasil
dari
penelitian ini
menunjukkan
ada hubungan
yang positif
bahwa
pria
yang terpapar
mengenai
informasi KB
lebih
berpartisipasi
tinggi dalam
praktek KB.
Indah, 2012.
Analisis
kualitas
pelayanan
Keluarga KB
terhadap
kelangsungan
pemakaian
kontrasepsi
hormonal (pil
dan suntik) di
Indonesia.
Mengetahui
Deskriptif
kualitas
kuantitatif.
pelayanan KB
terhadap
kelangsungan
pemakaian alat
kontrasepsi
hormonal (pil
dan suntik).
Penelitian ini
menunjukkan
pemakaian
alat
kontrasepsi
hormonal (pil
dan suntik)
mendapatkan
nilai
kepuasan
yang sangat
tinggi.
Mengetahui
tingkat
kepuasan
akseptor
KB
terhadap
pelayanan KB
AKDR dilihat
dari 5 dimensi
kesehatan;
assurance,
reliability,
empathy,
tangible,
responsiveness.
Hasil analisis
menunjukkan
pasien merasa
sangat puas
terhadap
pelayanan KB
AKDR
di
Puskesmas
Wonosobo
dengan
presentase
sebesar
77,70%.
Wahyuningrum, Gambaran
2012.
tingkat
kepuasan
pasien
terhadap
kualitas
pelayanan KB
AKDR (Alat
Kontrasepsi
Dalam
Rahim)
di
Puskesmas
Wonosobo I
Kecamatan
Wonosobo.
Deskriptif
Kuantitatif
dengan
pendekatan
CrossSectional.
12
Penelitian dari Yulinda (2007), memperlihatkan bahwa hasil dari penelitian
ini menunjukkan ada 68% keluarga miskin menggunakan sumber pelayanan
keluarga berencana dari sektor swasta untuk mendapatkan kotrasepsi yang
dipakai. Penelitian ini menggunakan analisis bivariabel yang menunjukkan bahwa
umur wanita 36-49 tahun dan jenis kontrasepsi yang dipakai mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap penggunaan sumber pelayanan dari sektor
pemerintah. Penelitian ini menggunakan sumber data analisis data SDKI tahun
2007, objek penelitian ini adalah akseptor miskin.
Penelitian Antoh (2010), penelitian ini mengkaji tentang kualitas pemakaian
KB dalam prespektif akseptor pada wilayah pelayanan BKKBN Kabupaten
Jayawijaya, hasil dari penelitian ini adalah pandangan akseptor terhadap kualitas
pelayanan KB cukup bervariasi, pandangan akseptor yang tinggal di Wamena
sebagai wilayah perkotaan lebih baik atau tinggi 56,33%, akseptor yang tinggal di
Hobikosi dan Kurulu 53,41% sebagai wilayah pedesaan. Sekalipun sebagian
variabel dan indikator terdapat perbedaan, namun itu tidak absolute, hal ini bisa
dipahami karena subjek penelitian sebagian besar penduduk asli Wamena yang
memiliki latar belakang dan kultur sosial yang hampir sama. Perhatian petugas
terfokus pada target pencapaian peserta KB aktif baru, sehingga pembinaan
lanjutan terhadap program KB dan akseptor kurang diperhatikan. Pandangan
akseptor terhadap kualitas pelayanan KB cukup baik. Keterlibatan dalam aktivitas
organisasi kemasyarakatan, kualitas informasi tentang efek samping, kontradiksi,
ketersediaan alat kontrasepsi pembinaaan lanjutan terhadap akseptor dan IMP
(Institusi Masyarakat Pedesaan) termasuk dimensi cukup lemah dalam
13
implementasi, akan tetapi menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
pelayanan KB.
Penelitian lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyani (2010),
mengkaji kualitas penyuluhan keluarga berencana (PKB) dalam memberikan
informasi di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Penelitian ini menerangkan
kualitas informasi yang diterima oleh kader PPKBD/sub PPKBD masih kurang,
hal ini karena kemampuan PKB dalam melaksanakan aspek manajerial masih
kurang, penelitian ini menggunakan objek penelitian kader PPKBD.
Penelitian Indah (2012), ini menganalisis kualitas pelayanan KB terhadap
kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi hormonal (pil dan suntik) di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif dan menggunakan analisis SDKI 2007, salah satu elemen kualitas
pelayanan keluarga berencana adalah informasi yang diberikan kepada klien dan
mekanisme follow-up dan kontak kembali. Berdasarkan hasil penelitian ini
terdapat hubungan antara kualitas pelayanan keluarga berencana dengan
kelangsungan pemakaian kontrasepsi hormonal (pil dan suntik), dan terdapat
interaksi antara variabel kualitas pelayanaan keluarga berencana dengan keinginan
mempunyai anak, hasil dari penelitian ini adalah akseptor yang mendapatkan
pelayanan keluarga berencana yang berkualitas dengan keputusan suami saja
dalam menggunakan alat KB memiliki resiko untuk gagal mempertahankan
kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi hormonal (pil dan suntik) lebih tinggi
1,7 kali dibandingkan dengan akseptor yang mendapatkan pelayanan keluarga
berencana yang berkualitas dengan keputusan bersama, oleh karena itu,
14
diperlukan pemberian pelayanan (provider) yang mampu melayani kebutuhan KB
dan kesehatan reproduksi laki-laki dan perempuan yang meliputi pelayanan KIE
(komunikasi, informasi, dan edukasi), serta pelayanan KB yang dapat memenuhi
kebutuhan perempuan dan laki-laki, yaitu pelayanan komunikasi interpersonal dan
pelayanan medis yang berkaitan dengan KB dan kesehatan reproduksi.
Penelitian Wahyuningrum (2012), ini untuk melihat gambaran tingkat
kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan KB AKDR alat kontrasepsi dalam
rahim di Puskesmas Wonosobo I Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo,
penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien.
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif dengan pendekatan
cross sectional, metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling,
dengan populasi populasi AKDR di Puskesmas Wonosobo dengan sampel
sebanyak 85 responden, sampel adalah PUS dengan rentang usia 20-45 tahun dan
telah mendapatkan pelayanan KB AKDR di Puskesmas. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pasien merasa sangat puas terhadap pelayanan KB AKDR di
Puskesmas Wonosobo dengan presentase sebesar 77,70% dimensi kualitas
pelayanan di urutkan dari yang paling memuaskan adalah assurance 20,59%,
reliability20,3%, empathy 20,15%, tangible 19,82%, responsiveness 19,05%.
Sejauh pengamatan peneliti, kajian mengenai kualitas pelayanan KB telah
banyak dilakukan. Perbedan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
penelitian ini juga mengkaji faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kualitas
pelayanan KB di Puskesmas Jaya Kota Palembang, pada penelitian ini
menggunakan teori pengukuran kualitas pelayanan kesehatan menurut Bruce
15
(1990), serta yang menjadi sampel penelitian ini adalah akseptor KB yang
menggunakan pelayanan KB selama enam bulan terakhir.
Download