STATUS PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING BAGI ANAK PERUSAHAAN DALAM NEGERI: PERBANDINGAN PENGATURAN DI NEGARA INDONESIA DENGAN INDIA DAN AUSTRALIA Ageng Aji Panggayuh dan Wenny Setiawati Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abstrak: Pada tahun 2013 Pemerintah menerbitkan Peraturan BKPM menerbitkan Peraturan Kepala BKPM No. 5 Tahun 2013. Peraturan ini mensyaratkan konversi anak perusahaan Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA) menjadi PT PMA. Hal ini membawa reaksi yang cukup keras dari PT PMA di Indonesia oleh karena peraturan tersebut tidak membuat tolak ukur kepemilikan tertentu untuk menentukan status PMA untuk sebuah perusahaan di Indonesia. BKPM akhirnya merubah peraturan tersebut dengan Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2013. Peraturan tersebut menghapus kewajiban konversi dalam waktu tertentu untuk anak perusahaan PT PMA. Akan tetapi, peraturan tersebut tetap tidak megatur khusus mengenai penentuan status PT PMA untuk anak perusahaan PT PMA. Tulisan ini akan membahas mengenai status PT PMA untuk anak perusahaan di Indonesia setelah berlakunya Perka BKPM No.12 Tahun 2013. Selanjutnya pengaturan ini akan dibandingkan dengan pengaturan di negara India dan Australia, untuk kemudian dianalisis mengenai konsekuensi dari masing-masing aturan. Dalam tulisan ini juga akan dilihat implikasi dari status PMA untuk anak perusahaan di Indonesia dibandingkan dengan India dan Australia. Pokok permasalahan tersebut akan dijawab menggunakan metode penelitian yuridis normatif beserta perbandingan dengan negara lain. Analisa perbandingan tersebut nantinya akan menghasilkan usulan pengaturan dari negara lain yang mungkin dapat diberlakukan di Indonesia. Kata Kunci: Anak Perusahaan, Perusahaan Asing, Peraturan Kepala BKPM, Daftar Negatif Investasi Abstract: In 2003 Indonesian Government Issued Peraturan Kepala BKPM No. 5 Tahun 2013. This regulation requires the conversion for subsidiary of the company limited foreign capital investment (PT PMA) into foreign capital company (PT PMA). It brought a reaction that loud enough from foreign investment company in Indonesia, because this regulation does not make certain benchmark of ownership to determine the status of foreign investment company in Indonesia. Indonesia finally change the regulation with Peraturan Kepala BKPM No. 5 Tahun 2013. This Regulation remove the obligation of the conversion in a particular time to a subsidiary of foreign investment company (PT PMA). But the regulation is still not spesifically about the determination for subsidiary of foreign investment company (PT PMA). This paper will talk about the status of foreign investment company for the companies in Indonesia after the enactment of Perka BKPM No. 12 Tahun 2013. Then this arrangement will be compared with the arrangement in the state of India and Australia, to then analyze 1 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 about the consequences from each of the rules. In this paper will also be seen the implications of the status of foreign investment company (PT PMA) for the subsidiary of companies in Indonesia compared with India and Australia. The main issues is to be answered uses the method of juridical normative research and comparison to other countries. Analysis on the comparison will produce a regulation from another country which could perhaps adopt in Indonesia. Key words: Distribution requirement votes; Election; Presidential Election I. Pendahuluan Penaman modal asing diperlukan selama digunakan dengan melibatkan peran masyarakat di semua sektor dan tidak merugikan kepentingan umum agar tetap sejalan dengan cita-cita bangsa Indoensia yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menjamin hal tersebut pemerintah harus menyusun kebijakan dan instrumen guna mengawal penanaman modal asing di Indonesia. Instrumen yang paling tepat adalah instrumen hukum. Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi.1 Instrumen hukum diperlukan sebagai pedoman utama penanaman modal asing di Indonesia. Instrumen hukum yang dimaksud disini adalah peraturan perundang-undangan. Instrumen hukum yang mencukupi akan mewujudkan adanya kepastian hukum baik untuk investor maupun untuk masyarakat. Penyusunan instrumen hukum khususnya di bidang penanaman modal asing juga akan mendorong masuknya modal asing ke Indonesia. Hal ini disebabkan kepastian hukum adalah salah satu faktor yang dapat menarik masuknya modal ke suatu negara. Kepastian hukum dapat memberikan kenyamanan dan rasa aman kepada Investor bahwa usahanya dapat berjalan dengan baik. Kepastian Hukum juga diperlukan untuk masyarakat. Kepastian hukum untuk masyarakat juga dapat menjamin hak-hak masyarakat tidak akan dilanggar dengan adanya penanaman modal. Peraturan perundang-undangan harus sanggup menciptakan predictability, stability, dan fairness agar dapat merangsang masuknya modal asing. Selain itu, investor juga harus memperhatikan peraturan yang dibuat oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). BKPM adalah lembaga yang memiliki wewenang 1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003), hal. 40. 2 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 dalam penanaman modal di Indonesia termasuk wewenang pengaturan. Pada tahun 2013 BKPM menerbitkan Peraturan Kepala BKPM Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal (Perka No.5 Tahun 2013). Pada dasarnya Perka No.5 Tahun 2013 merupakan peraturan yang dibuat sebagai tata laksana dan prosedur dan administratif untuk mengajukan aplikasi ke BKPM, namun ternyata didalamnya terdapat ketentuan-ketentuan substansial nonprosedural yang bertujuan mempertegas beberapa ketidakpastian mengenai penanaman modal khususnya untuk Perusahaan Terbuka dan status anak perusahaan PT Penanaman Modal Asing (PT PMA).2 . Dalam Pasal 28 tersebut, seluruh anak perusahaan dari suatu perusahaan PT PMA wajib untuk diubah statusnya menjadi Perusahaan PMA dimana pengajuan izin prinsip dari anak perusahaan tersebut harus disampaikan paling lambat 1 tahun sejak dikeluarkanya izin prinsip perusahaan induk. Selanjutnya terdapat kewajiban divestasi bagi anak perusahaan yang bidang industrinya tertutup untuk kepemilikan modal asing seluruhnya. Aturan ini dinilai sangat tegas karena apabila PT sahamnya dimiliki satu lembar saja oleh asing maka dia dianggap sebagai PT PMA begitu pula anak perusahaannya. Padahal belum tentu dalam PT tersebut asing menjadi pengendali PT. Pengaturan ini juga tidak sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 49 yang menilai status PMA perusahaan terbuka dari adanya pengendalian asing dalam perusahaan tersebut. Dalam konteks penanaman modal asing, konsep ini patut dipertanyakan karena definisi Penanam Modal Asing tidak termasuk PT PMA. Di lain hal, walaupun kewajiban konversi anak perusahaan telah dihapuskan tidak serta merta berarti bahwa kewajiban divestasi anak perusahaan (yang kegiatan usahanya tertutup seluruhnya atau sebagian untuk penanaman modal asing) menjadi hilang. Hingga saat ini tidak ada aturan yang secara tegas menyatakan bahwa divestasi hanya perlu dilakukan apabila suatu perusahaan sudah menjadi Perusahaan PMA yang telah memperoleh penanaman modal asing dari BKPM. Dalam praktek memang tidak ada kewajiban divestasi untuk perusahaan biasa (tidak berstatus PT PMA), akan tetapi selama tidak ada kejelasan terkait perngertian penanaman modal tidak langsung atau portofolio. Interpretasi seperti yang diatur dalam Perka 2 Yozua Makes, “Implementasi Hukum Penanaman Modal Langsung Terhadap Perusahaan Terbuka: Suatu Kajian Atas Perka BKPM 5/2013 dan Apa yang Akan Terjadi Seandainya Perka BKPM 5/2013 Tidak Diubah Dengan Perka BKPM 12/2013”, Jurnal Hukum & Pasar Modal (Desember 2013-April 2014), (Jakarta: Himpunan Konsultan Hukm Pasar Modal, 2013), hal 8. 3 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 No. 5 Tahun 2013 tetap diberlakukan sebagai kebijakan tidak tertulis dari BKPM atau instansi pemerintah lainnya.3 Fenomena diatas menjadi hal yang menarik untuk diperhatikan mengingat Indoesia saat ini sedang menggalakan kegiatan investasi asing baik yang secara langsung maupun tidak langsung. Menjadi menarik apabila kita melihat ketentuan mengenai status perusahaan asing untuk perusahaan terbuka dan anak perusahaan yang diberlakukan di negara lain. Penulis mencari variasi pengaturan yang berbeda dari yang ada di Indonesia. Tujuannya adalah dapat diketahui berbagai jenis aturan beserta alasan dan konsekuensi dari diberlakukannya peraturan tersebut hingga pada akhirnya diharapkan akan didapatkan variasi aturan yang mungkin tepat untuk diberlakukan di Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah dari skripsi ini antara lain: 1. Bagaimana Status PT PMA untuk Anak Perusahaan pasca berlakunya Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 5 Tahun 2013 jo. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 12 Tahun 2013? 2. Bagaimana Status PT PMA untuk Anak Perusahaan di Indonesia dibandingkan dengan pengaturan di Australia dan India? Adapun yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk menjabarkan Status PT PMA untuk Anak Perushaan pasca berlakunya Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 5 Tahun 2013 jo. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 12 Tahun 2013. Dan Untuk menjabarkan Status PT PMA untuk Anak Perusahaan di Indonesia dibandingkan dengan pengaturan di Australia dan India. II. Tinjauan Teoritis Investasi merupakan hal yang penting untuk suatu negara, tidak hanya untuk negara berkembang melainkan juga untuk negara maju. Hal ini disebabkan negara hampir tidak mungkin memiliki dana untuk bisa mengelola seluruh potensi dan sumber daya yang dimilikinya terlebih untuk negara berkembang. Oleh karena itu hampir semua negara, khususnya negara berkembang berusaha meningkatkan investasi guna menggerakan perekonomian .Ekonomi adalah ilmu untuk mencapai kemakmuran, maka instrumen investasi 3 Ibid, hal. 37. 4 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 merupakan instrumen penting dalam peningkatan kemakmuran tersebut.4 Investasi diharapkan mampu mendorong perkembangan ekonomi agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk menarik investor mengembangkan investasinya di suatu negara secara teoritis terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi negara yaitu peluang ekonomi, kepastian hukum dan stabilitas politik.5. Secara terminologis, investasi berasal dari bahasa latin yaitu investetire yang berarti ‘memakai’. Sementara dalam bahasa Inggris, investasi dikenal dengan kata investment. Istilah investasi serupa dengan istilah penanaman modal. Istilah investasi lebih dikenal dalam dunia usaha, sedangkan penanaman modal lebih dikenal dalam peraturan perundang-undangan. Namun, pada dasarnya kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang sama sehingga terkadang digunakan secara interchangeable.6 Terdapat beberapa pengertian dari konsep investasi. Investasi seringkali dipergunakan dalam artian yang berbeda-beda. Perbedaan ini terutama terletak pada cakupan dari makna investasi.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian investasi adalah sebagai berikut, “Aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk aru di masa yang akan datang”.8 Pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan arti investasi yang dilihat dalam hal keuangan saja yaitu hanya berupa penanaman uang dalam suatu usaha. Dengan demikian investasi hanya mencakup penanaman modal dan tidak termasuk proses mengendalikan atau menjalankan usaha tersebut. Sementara menurut Dhaniswara K Harjono, investasi secara umum adalah, 4 Didik Rachbini, Arsitektur Hukum Investasi Indonesia (Analisa Ekonomi Politik), cet II (Jakarta: Grasindo, 2000), hal. 4. 5 Pancras J Nagy (1979). sebagaimana dikutip dalam Budiman Ginting, “Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Investasi di Indonesia”, Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara, Kampus USU, 20 September 2008. 6 Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2006), hal. 1. 7 Panji Anoraga, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), hal. 47. 8 Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 337. 5 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 “Kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi maupun badan hukum, dalam upaya meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai, peralatan, aset tak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian”.9 Pengertian di atas memberikan pengertian yang lebih luas dari pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dari pengertian di atas terdapat beberapa unsur penting dari kegiatan investasi yaitu:10 1. Terdapat motif guna meningkatkan atau mempertahankan nilai modal. 2. Modal tidak hanya mencakup benda-benda berwujud (tangible), tetapi juga mencakup benda-benda tidak berwujud seperti hak atas kekayaan intelektual, keahlian, pengetahuan, jaringan, dan sebagainya yang dalam kontrak Joint Ventures disebut sebagai valuable services. Kommarudin memberikan pengertian investasi dalam 3 arti yaitu:11 1. Tindakan untuk membeli obligasi, saham atau surat penyertaan lainya; 2. Tindakan membeli barang-barang modal; dan 3. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan d masa yang akan datang. Sementara menurut Adean Pact dalam Pasal 1 The Cartagena Agreement pada pokoknya menekankan pengertian penanaman modal asing sebagai aktivitas penanaman modal asing secara perorangan.12 Pengertian penanaman modal juga dapat dilihat dari beberapa perjanjian jaminan penanaman modal asing Indonesia dengan beberapa negara. Dalam perjanjian jaminan penanaman modal dengan Jerman dirumuskan sebagai berikut “Investment shall comrise every kind of asset, and more particularry thought exlusively”. Sementara dalam perjanjian dengan Denmark pengertiannya adalah “Investment of capital for purpose of establishing lasting economic relation”. Selanjutnya dalam perjanjian dengan Amerika Serikat penanaman modal diartikan sebagai “Any interest in any property”.13 Erman Rajagukguk berpendapat bahwa faktor utama bagi berperannya hukum dalam investasi adalah kemampuan hukum untuk menciptakan stability, predictability, dan fairness. 9 Dhaniswara K Harjono, Hukum Penanaman Modal , (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2007), hal. 10. 10 Ida Bagus Rahmadi Supanca, Op.Cit., hal. 2. 11 Panji Anoraga, Op.Cit., hal. 47. 12 Aminuddin, Op. Cit., hal. 44. 13 Ibid., hal. 44-45. 6 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 Hukum harus mampu menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling berbenturan, itulah fungsi hukum untuk menciptakan stability. Hukum harus juga dapat memperkirakan akibat dari langkah-langkah yang diambil oleh seorang investor. Hal ini penting untuk investor karena sebelum melakukan investasi ia ingin menghitung potensi dan memastikan keuntungan yang dapat diambil. Hukum harus bisa menciptakan hal tersebut, itulah fungsi hukum untuk menciptakan predictability. Terakhir, hukum harus bisa menciptakan keadilan (fairness). Keadilan yaitu perlakuan yang sama dan standar tindakan pemerintah kepada setiap investor. Hal ini guna menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.14 Berbeda dengan Erman Rajagukguk, Hulman Panjaitan berpendapat sistem hukum harus menciptakan kepastian, keadilan dan efisiensi.15 Istilah perseroan terbatas (PT) merupakan istilah yang lazim digunakan di Indonesia. Apabila dipadankan dengan bahasa asing istilah perseroan terbatas memiliki beberapa pengertian. Dari sejarahnya, di Indonesia perseroan terbatas dulu lebih dikenal dengan nama Naamloze Venootschaap (N.V). Secara harafiah istilah ini berarti persekutuan tanpa nama. Mengapa istilah ini kemudian berkaitan dengan perseroan terbatas? Hal ini ada hubungan dengan ketentuan dalam Pasal 16 dan Pasal 36 KUHD.16 Di Perancis dipakai sebutan “societe anonyme”. Konsep ini hampir sama dengan N.V. Penyebutan tersebut ingin menunjukkan kemandirian PT dari pemiliknya atau ketidakterikatan PT dengan orang-orang di dalamnya. Sementara Inggris menggunakan istilah “Limited Company”. Company bermakna sebagai badan usaha yang tidak dijalankan seorang diri melainkan dari beberapa orang yang tergabung dalam suatu badan. Sementara “limited” menunjukkan keterbatasan tanggung jawab pemilik dari badan usaha tersebut. Lain lagi dengan Jerman yang menggunakan istilah “Aktien Gesselschaft”. “Aktien” berarti saham semantara “Gesellschaft” berarti himpunan. Di sini terlihat bahwa Jerman lebih memaknai PT sebagai persekutuan modal yang berbentuk saham17. Selain istilah di atas terdapat satu istilah lagi yaitu “coorporation”. Istilah coorporation lebih akrab digunakan dalam hukum di 14 Camelia Malik, “UU PM No.25 Tahun 2007: Globalisasi Investasi Jaminan Kepastian Hukum dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia”, (Jurnal Hukum Bisnis, Vol.26-No.4, 2007), hal. 16. 15 Hulman Panjaitan, Op.Cit., hal. 15. 16 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 17 Rudhi Prasetya, Op.Cit., hal. 43. 40. 7 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 Amerika Serikat. Sebuah coorporation memiliki beberapa ciri-ciri yaitu Legal Personalitty, Limited Liability, Transferable shares, delegated management under a board structure.18 Pengertian coorporation memiliki pengertian yang paling luas, karena coorporation sendiri tidak hanya merujuk pada satu tipe badan usaha, terdapat beberapa variasi dari coorporation. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa istilah PT bisa dimaknai berbeda-beda di berbagai negara. Terdapat beberapa variasi ketentuan mengenai modal korporasi. Terdapat ketentuan yang mengatur bahwa modal dari pemegang saham harus disetor sepenuhnya sebagaimana harga dari pembelian saham. Ketentuan seperti ini berlaku di Indonesia sebagimana diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sementara pengaturan yang berbeda ada di Inggris. Dalam hukum korporasi Inggris diperkenankan bahwa modal tidak harus dibayarkan penuh sekaligus. Inggris membedakan dua tipe modal yaitu paid-up capital dan unpaid capital. Paid up capital adalah jumlah saham yang telah diterbitkan dan telah dibayarkan penuh, sementara unpaid capital adalah jumlah saham yang telah ditebitkan namun belum dibayar penuh oleh pemegang sahamnya. Jumlah yang belum dibayarkan ini apabila tidak diperjanjikan lain dalam perjanjian penerbitan saham bisa ditagih kapan saja oleh korporasi. Secara teori pemilik dari sebuah badan usaha adalah orang-orang yang berbagi hak formalnya dalam usaha yaitu hak untuk mengontrol usaha dan hak untuk mendapatkan keuntungan bersih dari usaha. Pemahaman ini menjadi penting khususnya dalam memaknai korporasi. Dalam korporasi memang dikenal pemisahan konsep kepemilikan dan menjalankan usaha, dimana kepemilikan dimiliki oleh pemegang saham sementara menjalankan usaha menjadi tugas bagi organ perusahaan lainnya. Akan tetapi hal tersebut tidak serta merta membuat pemegang saham kehilangan kontrol atas perusahaan. Kontrol pemegang saham terhadap perusahaan dijalankan lewat hak pemegang saham untuk memilih organ yang menjalankan usaha.19 Dalam korporasi hak untuk memberikan suara dalam pemilihan anggota organ perusahaan dan menentukan transaksi material serta hak untuk menerima deviden sebanding dengan proporsi kepemilikan atas modal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 18 Jesse H. Chopper dan Melvin A. Eissunburg, Coorporations, (Chicago: Harcourt Brace Jovanich Legal and Profesional Publication, 1989-1990), hal. 1. 19 Henry Warsman, Ownership Of The Firm In Corporate Law And Aconomic Analysis, (New York: Cambridge University Press, 1990), hal. 283-284. 8 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 profit dan kontrol suatu korporasi sangat terikat dengan kepemilikan modal di dalamnya.20 Harus diakui bahwa dalam korporasi hak pemilik untuk mengontrol perusahaan telah direduksi akibat pemisahan kepemilikan dan batasan menjalankan usaha. Namun perlu dicermati bahwa justru tidak berwenangnya pemegang saham untuk menjalankan usaha inilah yang menyebabkan tanggung jawab pemegang saham menjadi terbatas. Sebagai perbandingan kepemilikan pada persekutan orang (partnership). tidak memilik proporsi yang jelas. Bahkan jumlah modal seorang pihak dalam partnership tidak dengan secara sekaligus menunjukan seberapa bessar kepemilikannya dalam usaha. Sementara kepemilikan dalam korporasi memiliki prorporsi yang jelas dan bergantung kepada jumlah modal yang ada. Hal ini dikarenakan bentuk modal dalam korporasi adalah saham. Sehingga dapat dilihat jelas struktur kepemilikan dari jumlah saham yang dimiliki masing-masing pemegang saham.21 Beberapa pihak lainya menyebut korporasi sebagai ikatan dari berbagai macam kontrak. Mereka berpendapat bahwa korporasi merupakan badan yang fiksi dan terbentuk akibat adanya kontrak-kontrak (nexus of contract) yang mengikat anggota di dalamnya. Contohnya di dalam korporasi pasti terdapat kontrak diantara pada pemegang saham, kontrak korporasi dengan karyawan, kreditur dan berbagai pihak lainya. Namun hal ini tidak sepenuhnya benar, penyebutan korporasi sebagai nexus of contract tmengesankan bahwa korporasi sendiri tidak bisa menjadi pihak dalam kontrak. Padahal korporasi sebagai badan hukum tentunya bisa menjadi pihak di dalam kontrak. Oleh karena itu korporasi lebih tepat disebut sebagai nexus for contracts atau lebih tepat sebagai pihak atau badan yang terbentuk dan berisi dari berbagai macam kontrak.22 Hal ini pada dasarnya menunjukkan bahwa pemilik sebuah korporasi tidak dengan bebas melakukan kontrol, karena korporasi itu sendiri terikat dengan berbagai macam kontrak yang ada di didalamnya, dan semua pihak yang memiliki hubungan kontrak dengan korporasi sebenarnya memiliki kepentingan dengan berjalannya sebuah korporasi. Pemegang saham dalam suatu korporasi belum tentu menjadi “pemilik” sebenarnya dari korporasi dan mengendalikan korporasi untuk kepentingannya. Hal ini dimungkinkan apabila kepemilikan pemegang saham pada suatu korporasi untuk mewakili kepentingan 20 John Amour, Henry Hansmann, dan Reiner Kraakman, The Essential Elements of Corporate Law : What Is Corporate Law (Cambridge: Harvard Law School, 2009), hal. 14. 21 22 Ibid., hal. 15. Henry Hansmann, Firm Ownership and Organizational Form, (Wallstreet: Yale Law School, 2008), hal. 12. 9 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 orang lain. Sebagai contoh PT A 75% saham nya dimiliki oleh PT B sehingga ia menjadi pemegang saham mayoritas. Sebagai pemegang saham mayoritas bisa dikatakan kontrol kebijakan PT A dapat dikendalikan oleh PT B sebagai pemegang saham. PT B sendiri 75% sahamnya dimiliki PT C dan PT C dapat memegang kontrol terhadap kebijakan PT B termasuk kebijakan PT B untuk PT A. Berdasarkan contoh tersebut, terlihat bahwa pihak yang sebenarnya memegang kontrol atas PT A adalah PT C. Modal kepemilikan perusahaan seperti ini menjadi hal yang wajar belakangan ini terutama untuk korporasi besar. III. Hasil Penelitian instrumen penanaman modal asing di Indonesia diatur secara umum dengan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Di lain pihak, penanaman modal di India diatur dengan Foreign Exchange Management Act. Sementara Australia mengatur penanaman modal asing dengan Foreign Acquisition and Takeovers Act. Walaupun ketiga peraturan tersebut mengatur mengenai penanaman modal asing, terdapat perbedaan mengenai materi pengaturannya. 1. Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM) di Indonesia secara khusus mengatur mengenai penanaman modal langsung. Penanaman modal langsung tersebut baik yang dilakukan dengan modal dalam negeri maupun luar negeri. 2. Foreign Exchange Management Act sebenarnya tidak khusus mengenai penanaman modal. FEMA pada dasarnya mengatur transaksi bisnis internasional atau bagaimana pengaturan adanya peralihan uang dan barang dari dan ke luar India. Penanaman modal asing dianggap sebagai bentuk adanya modal yang datang baik berupa uang atau barang ke India. FERA tidak hanya mengatur mengenai penanaman modal langsung melainkan juga penanaman modal tidak langsung (termasuk pasar modal) dan transaksi valas. Dengan demikian FERA pengaturannya jauh lebih luas dibanding UUPM. 3. Foreign Acquisition and Takeovers Act pada dasarnya mengatur mengenai kepemilikan asing atas aset di Australia. Penanaman modal asing dianggap asebagai kepemilikan asing terhadap korporasi di Australia. Oleh karena itu aturan dalam FATA lebih didominiasi pengaturan mengenai akusisi asing terhadap korporasi. Bahkan FATA juga mengatur mengenai kepemilikan Asing atas tanah dan perumahan di Australia. Dengan demikian pengaturan FATA lebih luas dari UUPM. 10 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 4. UUPM dengan FATA dan FEMA juga berbeda mengenai pihak yang dituju. UUPM mengatur baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. Oleh karena itu UUPM mengatur penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Sementara FATA dan FEMA secara khusus mengatur mengenai kegiatan yang dilakukan oleh pananam modal asing. Sementara dalam hal lembaga yang berwenang dalam penanaman modal perbedaan terletak dalam jumlah lembaga yang berwenang dalam perizinan, pengaturan, dan pengawasan penanaman modal asing. Di Indonesia, wewenang koordinasi penanaman modal berasa di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). BKPM tidak hanya berwenang untuk mengawasi melainkan juga pengaturan, perizinan, dan bahkan promosi penanaman modal asing. Sebagai bentuk kewenangan mengaturnya BKPM menerbitkan Peraturan Kepala BKPM sebagai peraturan pelaksana dari UUPM. BKPM menerima delegasi dari kementrian sektoral untuk bisa menerbitkan izin usaha. Oleh karena itu penanam modal asing bisa mengajukan izin prinsip bersamaan dengan izin usaha melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di BKPM. Sementra di India terdapat 3 lembaga yang wewenangnya terkait dengan penanaman modal asing. Pertama, adalah Reserved Bank of India (RBI). Dalam penanaman modal asing RBI berwenang untuk memberikan izin atas perpindahan saham dari Resident ke penanam modal asing. RBI juga berwenang untuk mengawasi dan mengatur proses pengalihan kepemilikan saham tersebut seperti nilai dari saham yang diperjualbelikan dan pembayarannya. Kedua, adalah Departement of Industrial Policy and Promotion, Ministry of Commerce and Industry (DIPP). DIPP berwenang untuk membentuk kebijakan di bidang penanaman modal sebagai pelaksana dari FEMA. DIPP juga membuat konsolidasi peraturan yang terkait dengan penanaman modal asing. perlu diingat bahwa DIPP tidak berwenang membuat pengaturan di lur rezim FEMA, DIPP hanya menyatukan seluruh peraturan yang terkait agar mudah dipahami dan dibaca oleh penanam modal asing. Ketiga, adalah Foreign Investment and Promotion Board Treasury(FIPB). FIPB berwenang untuk menyetujui proposal penanaman modal kasus per kasus. Selanjutnya di Australia lembaga yang berwenang dalam penanaman modal asing pada dasarnya hanyalah Treasury. Treasury berwenang penuh untuk melakukan pengawasan dan pengaturan dalam penanaman modal asing. Dalam menjalankan tugasnya Treasury dibantu oleh Foreign Investment Review Board (FIRB). 11 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 Sebagaimana dijelaskan diatas, UUPM menentukan bahwa penanaman modal yang modalnya merupakan gabungan dari modal asing dan modal dalam negeri akan dianggap sebagai penanaman modal asing. dengan demikian bisa perusahaan Indonesia yang modalnya dimiliki oleh asing akan dianggap sebagai bentuk penanaman modal asing. Namun hukum penanaman modal asing di Indonesia tidak mendefinikan lebih lanjut “sebagian” kepemilikan asing tersebut. Indonesia tidak mengatur seberapa besar kepemilikan asing pada perusahaan Indonesia sehingga perusahaan itu dianggap sebagai penanam modal asing. Dengan demikian bisa dianggap perusahaan Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh asing akan dianggap sebagai PT PMA. Pemahaman di atas juga dikuatkan dengan Peraturan Kepala BKPM No. 5 Tahun 2013 jo. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2013. Peraturan tersebut juga mengartikan Penanaman modal asing dan modal asing sama seperti UUPM. Dengan demikian 1 lembar saja saham sebuah perseroan terbatas dimiliki oleh asing maka ia akan dianggap sebagai PT PMA. Selanjutnya UUPM mengartikan modal asing sebagai modal yang dimiliki oleh: negara asing, perseroan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki asing. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa modal yang dimiliki PT PMA juga diangap sebagai modal asing. penanaman modal yang dilakukan oleh PT PMA tersebut selanjutnya akan dianggap juga sebagai penanaman modal asing. Sehingga apabila PT PMA tersebut memiliki saham pada PT lain, akan dianggap sebagai penanaman modal asing dan PT lain tersebut akan dianggap sebagai PT PMA terlepas dari berapapun kepemilikan asing pada perusahaan terbatas yang memiliki saham. Keadaan ini juga akan terus berulang apabila anak perusahaan tersebut memiliki anak perusahaan lain sampai derajat tak terbatas kebawah, meskipun kepemilikan induk pada anak perusahaan tersebut bukanlah mayoritas. Pengaturan seperti menimbulkan pertanyaan dari pelaku pasar. Pelaku pasar mempertanyakan mengapa dengan hanya pengambilan saham yang beberapa persen mengakibatkan efek yang begtu besar untuk anak perusahan.23 Pengaturan tersebut sebenarnya dapat mencegah praktek penanam modal asing untuk menghindari keberlakuan Daftar Negatif Investasi (DNI). Penanam modal asing dapat menyiasati keberlakuan DNI dengan mengambil mayoritas saham di perusahaan induk yang mempunyai izin usaha tertentu namun jumlah modalnya sedikit. Perusahana tersebut 23 Jurnal Hukum dan Pasar Modal, hal. 70. 12 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 berdasarkan DNI dapat dimiliki 100% sahamnya oleh asing. Dengan menggunakan perusahaan tersebut, penanam modal asing baru mengambil kepemilikan atau membentuk usaha perusahaan pada sektor tertentu. Sebenarnya sektor dari anak perusahaan inilah yang menjadi target dari penanaman modal asing. Namun penanam modal asing tidak bisa menguasai perusahaan pada sektor tersebut karena adanya pembatasan pada DNI. Dengan skema demikian, penanam modal asing masih dapat mengendalikan perusahaan target secara tidak langsung. Apabila tidak ada ketentuan diatas maka penanam modal asing dapat bebas memiliki saham tidak langsung di perusahaan anak yang dibatasi untuk asing.24 Namun sebenarnya, penerapan pembatasan kepemilikan asing oleh UUPM sebagaiman dijelaskan di atas terlihat protektif. Hukum penanaman modal di Indonesia seolah menyamaratakan kepemilikan minoritas dalam perusahaan dengan kepemilikan pengendalian. Sebagai contoh kepemilikan hanya 1% dari saham oleh asing akan menyebabkan berubahnya status modal perusahaan tersebut menjadi modal asing. Padahal dengan kepemilikan saham hanya 1% saham kecil kemungkinanya penanam modal asing dapat mengendalikan perusahaan tersebut. Harus diakui memang pengendalian perusahaan tidak hanya ditentukan dari besaran kepemilikan saham. Pengendalian dapat dilakukan lewat kesepakatankesepakatan tertentu yang memberikan kekuasan mengendalikan kebijakan perusahaan. Sebagai perbandingan dapat dilihat pengaturan mengenai hal ini di India dan Australia. India tidak menyamaratakan kepemilikan asing secara minoritas dan mayoritas. FDI Consolidated Policy 2014 di India mengatur bahwa perusahaan dianggap sebagai perusahaan penanaman modal dalam negeri apabila apabila lebih dari 50 % sahamnya secara langsung ataupun tidak langsung dimiliki oleh warga negara India atau Company India yang sahamnya secara mutlak “Owned and Contolled” oleh warga negara India. Dari pengertian tersebut secara a contrario dapat diartikan Company yang merupakan penanaman modal asing (PT PMA) sebagai company yang lebih dari 50 % modalnya dimiliki warga negara asing dan/atau Company India yang secara absolut Owned and Controlled oleh warga negara asing atau perusahaan asing. Terdapat dua kata yang harus diartikan lebih lanjut yaitu “Owned” dan “Controlled”. Controlled berarti dapat menunjuk mayoritas direksi atau untuk mengendalikan manajeman dan pemutusan kebijakan perusahaan termasuk hak pemegang saham dan manajemen atau perjanjian pemegang saham atau perjanjan pengambilan suara. Sementara 24 Mohammad Kadri, “Implikasi Penerapan PERKA No.3 Tahun 2013 dalam Praktek Kegiatan Investasi di Indonesia,” Jurnal Hukum dan Pasar Modal, (Demember 2013-April 2014), hal. 70. 13 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 “Owned” berarti memiliki lebih dari 50% modal perusahaan. Dapat dikatakan bahwa “Controlled” merupakan kepemilikan sifatnya substansial sementara “Owned” merupakan kepemilikan yang sifatnya kuantitatif. Pengaturan di India ini menggunakan dua standar yang berbeda. Untuk menentukan sebuah perusahaan India menjadi Penanam Modal Asing parameter yang digunakan adalah kepemilikan kuantitatif (owned) dan pengendalian substansial (controlloed). Dengan demikian maka perusahaan India tersebut digolongkan sebagi penanam modal asing. Setelah itu untuk menentukan apakah anak perusahaan India tersebut adalah PT PMA paramater yang digunakan hanyalah bersifat kuantitatif (owned). Selanjutnya apabila anak perusahaan tersebut melakukan penannaman modal pada perusahaan lain, paramater yang pertama lah yang kembali digunakan. Sehingga anak perusahaan derajat kedua itu baru dianggap sebagai Penanam Modal Asing apabila induk perusahaan India nya memenuhi sayarat “Owned” dan “Controlled”, alur tersebut akan berulang sampai derajat yang tidak terbatas. Pengaturan seperi ini bertujuan untuk memastikan perusahaan yang dianggap sebagai penanam modal asing memang dimiliki secara substansial dimiliki oleh asing. Dengan pengaturan seperti ini status anak perusahaan PT PMA sebagai PT PMA menjadi wajar. Hal ini dikarenakan PT PMA yang menjadi induk perusahaannya memang dikendalikan oleh asing. Sehingga kebijakan induk perusahaan tersebut akan sangat tergantung pada pihak asing yang memilikinya. Dengan demikian wajar apabila induk perusahaannya dianggap penanam modal asing walaupun merupakan perusahaan India. Pengaturan yang berbeda diatur di Australia. Pada dasarnya Section 4 FATA dan juga dalam AFIP diatur bahwa terdapat dua parameter yang dapat digunakan untuk menilai perusahaan Australia sebagai penanam modal asing (foreign person) Parameter tersebut antara lain: a) Terdapat seorang asing atau sebuah perusahaan asing yang memiliki 15%: i. Hak suara dan/atau potensi hak suara dalam perusahaan. ii. Kepentingan dalam saham (interests in shares). b) Terdapat beberapa orang atau perusahaan asing memiliki 40%: i. Hak suara dan/atau potensi hak suara dalam perusahaan. ii. Kepentingan dalam saham (interests in shares). 14 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 Dapat dilihat bahwa Australia tidak menggunakan parameter kepemilikan saham melainkan kepentingan dalam saham (interest in shares). Berdasarkan Section 11 FATA orang atau perusahaan dianggap memiliki interest in shares apabila: 1. Sedang menjadi pihak dalam perjanjian untuk memesan saham yang diterbitkan perusahaan. 2. Memiliki hak untuk mengalihkan saham kepada dirinya atu pihak lain atau atas perintahnya terlepas dari hak itu sudah bisa dilaksanakan sekarang atau di masa yang akan datang. 3. Memiliki hak untuk membeli saham atau kepemilikan saham berdasarkan perjanjian tertentu terlepas dari hak itu sudah bisa dilaksanakan sekarang atau di masa yang akan datang. 4. Memiliki saham perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas, pengertian interest in shares jauh lebih luas dari kepemilikan saham. Pengaturan diatas menunjukan parameter utama yang digunakan adalah hak atas saham bukan hanya kepemilikan. Hal ini dikarenakan di Australia mengenal dan memperbolehkan adanya kepemilikan saham secara nominee. Sehingga seseorang yang memiliki saham belum tentu menjalankan hak saham untuk dirinya melainkan untuk orang lain. Dari penjelasan di atas dapat diketahun dengan jelas status PMA untuk perusahaan Australia yang dimiliki asing secara langsung. Sementara untuk kepemilikan asing tidak langsung atau melalui anak perusahaan lokal di Australia diatur dalam Section 12 FATA. Pengaturan pada Section 12 mengatur bahwa substansial intersts dan aggregate substansial interests dapat ditentukan secara tidak langsung. Dengan demikian anak perusahaan dari perusahaan di India akan dianggap sebagai perusahaan penanaman modal asing apabila: 1. Substansial interests dan/atau aggregate substansial interest dari perusahaan induk di Australia tersebut dipegang oleh korporasi asinng 2. perusahaan induk di Australia terebut memegang Substansial interests dan/atau aggregate substansial interest atas anak perusahaanya Dengan demikian dapat disimpulkan perusahaan di Australia digolongkan sebagai Perusahaan penanam modal asing (PT PMA) apabila Substansial interests dan/atau aggregate substansial interest-nya dipegang oleh korporasi asing. 15 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa pengaturan di Australia lebih berat. Hal ini dikarenakan cap yang digunakan Australia lebih rendah. India mengatur parameter kepemilikan sebesar 50% sementrara Australia 15% dan 40%. Namun sebenarnya pengaturan di Australia lebih mendetail dibanding India dan terlebih Indonesia. Australia menentukan dua parameter yaitu 15% untuk satu orang dan 40% untuk beberapa orang. Di India tidak ditentukan parameter 50% saham harus dimiliki oleh berapa pihak. Dengan demikian apabila 50% saham itu dimiliki oleh 10 pemegang saham yang berbeda maka perusahaan tersebut dimiliki (Owned) oleh asing. Untuk menetapi celah tersebut India mensyaratkan tidak hanya “Owned” melainkan juga “Controlled”. Dari perbandingan antara Indonesia dengan Australia dan India dapat dilihat bahwa dua negara tersebut menggunakan paramater untuk menilai kepemilikan dan pengendalian asing terhadap suatu perusahaan. Dari penilaian parameter tersebut baru dapat ditentukan apakah sebuah perusahaan yang dibentuk di dalam negeri dianggap sebagai Penanam Modal Asing. Pengaturan untuk anak perusahaan semakin tegas dengan terbitnya Peraturan Kepala BKPM No. 5 Tahun 2013. Pasal 28 ayat (1) Perka BKPM No. Tahun 2013 mewajibkan perusahaan penanaman modal dalam negeri untuk memperoleh izin prinsip sebagai PT PMA apabila kepemilikan saham perusahaan tersebut sebagian atau seluruhnya dimiliki Penanam Modal Asing. Selanjutnya pada Pasal 28 ayat (8) sampai dengan ayat (12) mengatur bahwa apabila perusahaan tersebut memiliki anak perusahaan, anak perusahaan tersebut juga haru dikonvesi menjadi PT PMA dalam waktu satu tahun. Dalam peraturan ini diatur secara jelas bahwa keajiban konversi anak perusahaan harus dilakukan paling lambat satu tahun sejak diterbitkanya izin prinsip. Mekanisme pengawasan ketentuan ini juga jelas, karena pemohon harus melampirkan daftar seluruh anak perusahaan. Akibat kewajiban konversi ini, penanam modal asing harus memperhatikan pembatasan kepemilikan dalam setiap anak perusahaan apakah telah sesuai dengan daftar negatif investasi (DNI). Apabila terdapat kelebihan kepemilikan saham asing, sisa kelebihan kepemilikan tersebut harus dialihkan ke pihak lain yang murni Indonesia dan bukan afiliasinya.25 Pasal 28 Perka BKPM No. 5 Tahun 2013 mengundang banyak reaksi keras dari pelaku pasar. Oleh karena itu dalam beberapa bulan kemudian BKPM merubah Perka BKPM No. 5 Tahun 2013 dengan Perka BKPM No. 12 Tahun 2013. Peraturan ini dengan jelas mencabut kewajiban konversi untuk anak perusahaan. Perka BKPM No. 12 Tahun 2013 hanya 25 Mohamad Kadri, Op.Cit., hal. 68. 16 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 mempertahankan ketentuan konversi untuk perusahaan Indonesia yang sebagian sahamnya dimiliki oleh asing. Namun untuk kepemilikan asing pada derajat ke dua tidak lagi dimuat kewajiban konversi untuk menjadi PT PMA. Dengan pencabutan kewajiban konversi anak perusahaan dalam wakt satu tahun ini, kewajiban konversi kembali mengacu kepada UUPM. Sayangnya keadaan ini justru semakin menimbulkan ketidakpastian untuk penanaman modal asing. Secara teori kewajiban konversi untuk anak perusahaan wajib dilakukan karena anak perusahaan tersebut memenuhi unnsur modal asing sebagaimana diatur dalam UUPM. Namun, tidak ada batasan waktu pelaku usaha untuk melakukan konversi status anak perusahaan. Dalam prakteknya BKPM juga tidak memiliki insturumen untuk memonitor adanya anak perusahaan dari PT PMA yang seharusnya berubah statusnya menjadi PMA.26 Sehingga aturan di Indonesia ini hanya tegas di sisi teori namun tidak memiliki instrumen untuk bisa melaksanakannya. Dampak dari penentuan status PT PMA untuk anak perusahaan adalah keberlakuan instrumen hukum penanaman modal asing khususnya Daftar Negatif Investasi. Dengan berstaus sebagai PT PMA, anak perusahaan tersebut harus menyesuaikan kepemilikan sahamnya dengan Daftar Negatif Investasi. Perusahaan Indonesia yang sebagian sahamnya dimiiki oleh asing akan dianggap sebagai penanam modal asing. Dengan demikian seluruh modal dari perusahaan tersebut akan dianggap sebagai modal asing. Lebih lanjut lagi apabila perusahaan tersebut memiliki anak perusahaan, kepemilikannya sebagai induk perusahaan harus sesuai dengan Daftrar Negatif Investasi. Dampak yang berbeda berlaku di India sedikit berbeda. Perbedaan itu ada pada penghitungan daftar negatif investasi untuk kepemilikan asing secara tidak langsung (melalui induk perusahaan di India). Modal dari perusahaan induk di India baru diperhitungkan dengan batasan kepemilikan asing di DNI apabila perusahaan induk tersebut “owned” dan “controlloed” oleh pihak asing. Sementara di Australia status PT PMA untuk anak perusahaan tidak membawa dampak yang begitu besar. Hal ini dikarenakan di Australia tidak mengenal daftra negatif investasi. Lebih lannjut lagi keputusan perizinan penanaman modal asing akan sangat bergantung dengan penilaian “national interests” dari Treasurer. Sebagaimana dijelaskan di atas penilaian “national interests” tersebut tidak memiliki parameter yang jelas dan terukur. Sehingga status PT PMA untuk anak perusahaan di Australia tidak secara pasti mempengaruhi batasan kepemilikan asing untuk perusahaan tersebut. Status PT PMA untuk anak perusahaan di Australia hanya mempengaruhi kewajiban 26 Ibid., hal. 73. 17 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 bagi PT PMA yang diatur dalam FATA seperti perizinan yang harus didapat pada transaksitransaksi tertentu. IV. Kesimpulan dan Saran Terhadap rumusan masalah dalam skripsi ini, maka terdapat dua hal yang menjadi kesimpulan sebagai berikut: 1. Setelah berlakunya Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 5 Tahun 2013 juncto Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 12 Tahun 2013, sebuah perusahaan wajib mengajukan izin prinsip apabila sebagian sahamnya dimiliki oleh asing atau Perusahaan Penanaman Modal Asing (PT PMA). Hal ini terlepas dari jumlah kepemilikan sahamnya. Selain itu, tidak terdapat tolak ukur besaran kepemilikan asing yang akan mengakibatkan sebuah Perusahaan berstatus sebagai PT PMA. Dengan demikian, anak perusahaan dari PT PMA di Indonesia akan berstatus juga sebagai PT PMA terlepas dari seberapa besar kepemilikan asing pada PT PMA maupun kepemilikan PT PMA tersebut pada anak perusahaannya. 2. Perbedaan penentuan status PT PMA untuk anak perusahaan di Indonesia dengan Australia dan India terletak pada batasan atau tolak ukur tertentu mengenai kepemilikan asing atas PT PMA maupun anak perusahaan PT PMA. Di Indonesia tidak ada tolak ukur tertentu. Selama perusahaan asing atau PT PMA memiliki saham pada perusahaan itu maka perusahaan tersebut akan dianggap sebagai PT PMA. Sementara di India dan Australia terdapat tolak ukur untuk menentukan kepemilikan asing atau PT PMA. Di India digunakan tolak ukur kepemilikan modal lebih dari 50% dan pengendalian menejemen perusahaan. Sementara di Australia menggunakan tolak ukur sebesar 15% kepemilikan modal dan pengendalian menejemen untuk satu pihak asing dan 40% kepemilikan modal dan pengendalian menejemn untuk dua atau lebih pihak asing. Akan tetapi perlu diingat bahwa Australia menggunakan pengertian modal yang luas yaitu tidak hanya termasuk saham melainkan semua instrumen yang dapat memberikan pemiliknya pengendalian terhadap perusahaan. Beberapa saran yang diberikan penulis diantaranya: 1. Terlepas dari persyaratan yang diterapkan untuk menentukan status PT PMA, instrumen yang terpenting adalah pengawasan dalam implementasi peraturan tersebut. Pengawasan penanaman modal harus dapat memastikan tujuan hukum penanaman modal tercapai. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan instrumen hukum untuk melakukan pengawasan 18 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 terhadap kepemilikan asing pada perusahaan di Indonesia. Kewajiban pelaporan berkala perlu menyertakan dokumen yang lebih spesifik terutama yang menyangkut pembuktian kepemilikan dan pengendalian PT PMA. Tujuannya bukan hanya untuk menunjukan realisasi proyek penanaman modal asing dan penggunaan tenaga kerja, namun melalui kewajiban laporan berkala oleh penanam modal, pemerintah harusnya juga dapat mengawasi kepemilikan dan pengendalian PT PMA. Instumen pengawasan penanaman modal asing juga dapat ditunjang dengan instumen hukum perseoran terbatas dengan pengawasan perseroan terbatas yang lebih pro-aktif terutama dalam arus uang dan modal di dalam Group Perusahaan. 2. Sanksi atas pelanggaran ketentuan hukum penanaman modal asing di Indonesia harus ditingkatkan. Sanksi jangan hanya meliputi sanksi administratif melainkan juga sanksi denda sebagaimana yang diterapkan di India dan Australia. Hal ini dikarenakan walaupun syarat penentuan status PT PMA di Indonesia memang terkesan paling “kuat” apabila dibandingkan dengan India dan Australia, namun insrumen pengawasan dan sanksi di Indonesia justru yang terlemah bila dibandingkan dengan India dan Australia. V. Daftar Pustaka Anoraga, Panji. Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing. Jakarta: Pustaka Jaya. 1994. Chopper, Jesse H. dan Melvin A. Eissunburg. Coorporations. Chicago: Harcourt Brace Jovanich Legal. (Tanpa Tahun). Farida, Indrati Maria. Ilmu Perundang-undangan. Yogyakarta: Kanisius. 2007. Gururaj, B. N. Preface to the Commentaries on FEMA, Money Laundering Act, and COFEPOSA. 2nd Ed. Nagpur: LexisNexis Butterworths Wadhwa. 2009. Nagy, Pancras J. Country Risk: How to Assess. Quanti. London: Euromoney Publications. 1979. Oliver, M C dan Enid Marshall. Company Law. 12th ed. London: Pitman Publishing. 1994. Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. 2006. The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). OECD International Direct Investment Statistics 2014. OECD Publishing. DOI. 2014. Tomasic, Roman, Stephen Bottomley dan Rob McQueen. Corporations Law in Australia 2nd Edition. Sydney: The Federation Press. 2002. 19 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015 Waluyo, Sunario. Prospek Adil Makmur, Sasaran GNP Perkapita 5.000 dollar. Jakarta: Pusat Pengembangan Agribisnis. 1979. Amour, John, Henry Hansmann, dan Reiner Kraakman. The Essential Elements of Corporate Law: What Is Corporate Law Cambridge. Harvard Law School. 2009. Asa & Associates dan Corporate Catalyst (India). Key to India Investment. New Delhi: Asa & Associates and Corporate Catalyst (India). 2014. Australian Trade Commision. Structures For Establishing A Business In Australia. Bradlow, Daniel D dan Alfred D Escher. “Legal Aspects of Foreign Direct Investment”. The American Journal of International Law. Vol. 96 No. 3. Chambers, Robin H Pierre Lau, Foreign Investment in Australia–Legal Framework, Chambers & Company. (Tanpa Tahun). Chandratre, K. R. “The Companies Act: New Definition Od Subsidiaries Company”. Chartered Secretary-The Journal For Corporate Professional. September 2013. Coates, John C. “Mergers, Acquisition and Restructuring: Types, Regulation, and Patterns of Practice”. Oxford Handbook on Corporate Law and Governance. Discussion Paper No. 781. 2014.. Department of Foreign Affairs and Trade. “Advancing the National Interest: Australia’s Foreign and Trade Policy”. White Paper Parliament Paper. No. 39. 2003. Eckberg, David K, Structuring Mergers And Acquisitions. Skellengerbender Attorneys. Mei 2007. Golding, Greg. “Australia’s Experience with Foreign Direct Investment by State Controlled Entities: A Move Towards Xenophobia or Greater Openness?” Seatle University Law Review. 2008. Harsmann, Henry. Firm Ownership and Organizational Form. Wallstreet: Yale Law School. 2008. ______________. Ownership of The Firm In Corporate Law And Economic Analysis. New York: Cambridge University Press. 1990. Honda, Sapna. A Study Of FDI And Indian Economy. Thesis Departement of Humanities and Social Sciences Deemed University. Haryana. 2011. Makes, Yozua “Implementasi Hukum Penanaman Modal Langsung Terhadap Perusahaan Terbuka: Suatu Kajian Atas Perka BKPM 5/2013 dan Apa yang Akan Terjadi Seandainya Perka BKPM 5/2013 Tidak Diubah Dengan Perka BKPM 12/2013”. Jurnal Hukum & Pasar Modal. Desember 2013-April 2014. Jakarta: Himpunan Konsultan 20 Status perusahaan penanaman modal..., Ageng Aji Panggayuh, FH UI, 2015