LATAR BELAKANG Pendahuluan Keberadaan ayam Kampung mudah dijumpai di berbagai pelosok tanah air, menunjukkan bahwa ayam Kampung berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Ayam Kampung memiliki variasi yang luas dalam hal bentuk tubuh, warna bulu, warna kulit, kecepatan pertumbuhan, dan reproduksi. Keanekaragaman ayam Kampung di setiap daerah terjadi karena perbedaan lingkungan alam, perbedaan cara pemeliharaan, perkawinan dan adaptasi terhadap lingkungan setempat. Ayam Kampung berperan sebagai sumber berbagai macam gen yang secara genetik memunculkan penampilan fenotip yang unik. Lingkungan hidup yang menekan membentuk ayam Kampung mampu beradaptasi dan bertahan hidup di lingkungan terbatas tanpa bantuan program menejemen yang standar. Keberadaannya terancam oleh berbagai faktor seperti, faktor kebutuhan sosial ekonomi, dan crossbreeding yang tidak terkontrol. Keadaan ini menyebabkan keragaman genetik yang dimilikinya tercemar (Soller et al., 2006). Ayam Kampung telah mengalami proses domestikasi sangat komplek dan melibatkan proses perkawinan dan seleksi selama bertahun-tahun. Proses domestikasi menghasilkan perubahan dasar dalam tingkah laku, fisiologi, dan produksi. Meskipun demikian sifat ayam Kampung masih mirip dengan nenek moyangnya (Al-Naser et al., 2007). Kecepatan pertumbuhan, komposisi bagian-bagian dari tubuh, serta penimbunan lemak merupakan sifat-sifat yang penting dari ayam. Ayam potong komersial (broiler) memiliki kecepatan pertumbuhan yang cepat, efisiensi 1 penggunaan pakan yang tinggi, mudah tersedia, murah, tetapi cita rasanya kurang menarik, sebaliknya ayam Kampung memiliki sifat pertumbuhan lambat, pelemakan sedikit, tidak efisien dalam menggunakan pakan, tetapi memiliki cita rasa yang enak dan lebih tahan terhadap serangan penyakit (Lee, 2006). Rasa khas yang dimilikinya menyebabkan semakin terkurasnya ayam Kampung, sehingga kenaikkan populasi ayam Kampung terhitung rendah. Banyak konsumen terutama konsumen lokal beralih ke arah ayam berbulu berwarnawarni dengan kecepatan pertumbuhan yang lambat, karena rasa yang lebih enak ini (Yang and Jiang, 2005 ; Lee, 2006 ; Zhao et al., 2000). Perkembangan teknik biologi molekuler untuk mengungkapkan variasi genetik di tingkat DNA telah membuka jalan untuk mengidentifikasi gen-gen yang mempengaruhi sifat kuantitatif. Identifikasi dan pemanfaatan sifat-sifat kuantitatif di tingkat lokus (QTL) mampu memberikan perbaikan genetik dengan lebih cepat terutama untuk sifat-sifat yang sulit diperbaiki dengan seleksi tradisional (Ikeobi et al., 2002). Berbagai sifat yang penting secara ekonomis seperti sifat pertumbuhan dan sifat pelemakan pada daging dikontrol oleh berbagai macam gen (Deeb and Lamont, 2002). Memahami adanya kontrol gen pada pertumbuhan ayam akan memberikan kesempatan adanya penambahan nilai dalam kinerja produksi dan fisiologi. Gen-gen yang merupakan bagian dari somatotropik axis memainkan peranan penting dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan ayam, Identifikasi polimorfisme gen-gen tertentu terhadap genetik dapat digunakan untuk mengevaluasi relevansi biologis polimorfisme ini sehingga dapat meningkatkan pemahaman berbagai sifat kuantitatif misalnya sifat pertumbuhan ayam (Nie et al., 2005). 2 Menurut Nie et al. (2005), gen IGFBP2 terdapat di kromosom 7 dan memiliki 35 single nucleotide polymorphism (SNP). Lei et al. (2005) menggunakan 5 SNP menghasilkan hubungan genotip-fenotip yang lebih nyata dibandingkan dengan menggunakan satu SNP saja, namun menurut Li et al. (2006) dengan menggunakan satu SNP saja yaitu C1032T sudah dapat menghubungan keterkaitan genotip-fenotip terhadap pertumbuhan dan bagian-bagian karkas ayam. Zhao et al. (2011) melaporkan bahwa gen IGFBP2 dan gen signal transducers activators of transcription 5b (STAT5b), secara sendiri-sendiri maupun secara bersama berpengaruh terhadap bobot badan dan sifat reproduksi pada ayam Jinghai kuning dari Korea. Sri-Sudaryati et al. (2010c) melaporkan adanya hubungan SNP C1032T gen IGFBP2 terhadap bobot badan ayam umur sehari, satu, dua dan tiga minggu. Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan gambaran bobot badan dua mingguan ayam Kampung sejak DOC sampai umur 12 minggu pada generasi awal (G0), pertama (G1), dan kedua (G2). 2. Mendapatkan gambaran pola kecepatan pertumbuhan interval empat minggu pada G0, G1, dan G2. 3. Mendeteksi pemunculan polimorfisme gen IGFBP2 pada ayam betina dan jantan pada G0, G1, dan G2. 4. Mendapatkan hubungan polimorfisme gen IGFBP2 dengan bobot badan dua mingguan sejak umur sehari sampai 12 minggu dan kecepatan pertumbuhan interval empat minggu pada ayam Kampung. 3 5. Mendapatkan hubungan polimorfisme gen IGFBP2 dengan sifat genetik kuantitatif ayam Kampung. Manfaat Penelitian 1. Memperoleh penampilan bobot badan dua mingguan ayam Kampung berbulu putih dan hitam sejak ayam berumur sehari sampai 12 minggu dan penampilan kecepatan pertumbuhan ayam periode pertumbuhan 0 – 4, 4 – 8, dan 8 – 12 minggu terhadap G0, G1, dan G2 2. Mendapatkan pendugaan nilai heritabilitas dan nilai pemuliaan pada G1 dan G2 berdasarkan keturunan sebapak serta dapat menduga nilai pemuliaan dari masing-masing pejantan. 3. Polimorfik gen IGFBP2 dapat menentukan genotip masing-masing individu ayam. Hubungan bobot badan mingguan sejak ayam umur sehari sampai umur 12 minggu dan kecepatan pertumbuhan periode 0 – 4, 4 – 8, dan 8 – 12 minggu dengan genotip ayam dapat dimanfaatkan sebagai salah satu model seleksi untuk perbaikan ayam Kampung. 4. Polimorfik gen IGFBP2 dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan sumbangan dan pengaruh masing-masing alel di dalam populasi G0, G1, danG2. 5. Polimorfik gen IGFBP2 dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan pendugaan nilai pemuliaan maupun heritabilitas kecepatan pertumbuhan interval empat mingguan pada ayam Kampung. 4