BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sendi temporomandibula merupakan salah satu persendian yang paling rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan memutar (rotasi) dan meluncur (translasi) serta dapat memberikan daya mastikasi yang sangat besar (McDevitt, 2006). Temporomandibular disorders (TMD) atau gangguan pada sendi temporomandibula merupakan suatu keadaan medis ataupun dental yang mempengaruhi sendi temporomandibula dan atau otot-otot pengunyahan serta komponen jaringannya (Panula, 2003). Terdapat tiga gejala klinis pada gangguan sendi temporomandibula, yaitu: (1) nyeri pada otot dan atau sendi temporomandibula, (2) timbulnya bunyi sendi temporomandibula, dan (3) terjadinya keterbatasan, penyimpangan, serta perubahan arah pada gerakan membuka mulut (Manfredini dan Nardini, 2010). Gerakan membuka dan menutup mulut ini sangat erat hubungannya dengan perawatan di klinik prostodonsia, seperti pada pembuatan gigi tiruan cekat dan gigi tiruan sebagian lepasan (Deogade, 2012). Tujuan perawatan prostodonsia adalah untuk merehabilitasi fungsi dan estetika dari sistem stomatognatik yang tersusun atas tulang, otot, saraf, sendi temporomandibula, dan gigi-geligi. Kesuksesan perawatan ini tergantung dari berbagai macam faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan rencana 1 2 perawatan. Adanya gangguan fungsi sistem stomatognatik berupa gangguan sendi temporomandibula yang berkaitan dengan oklusi dapat diatasi dengan perawatan selective grinding, ortodonsia, dan prostodonsia (Lomvardas, 2007; Ortolan dkk., 2012). Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam proses terjadinya gangguan sendi temporomandibula, yaitu faktor fisik, faktor psikologis, dan faktor sosial (Huang dan Rue, 2006). Salah satu contoh dari faktor fisik adalah tindakan bedah pada rongga mulut dan area wajah. Tindakan bedah yang paling sering ditemui sebagai penyebab terjadinya gangguan sendi tersebut adalah prosedur pencabutan gigi molar ketiga yang impaksi (Lindenmeyer dkk., 2010). Hal ini dilakukan sebelum perawatan di bidang prostodonsia. Beberapa indikasi pencabutan impaksi gigi molar ketiga yang lain adalah sebagai tindakan pencegahan terjadinya kondisi patologis, adanya infeksi dan kondisi patologis odontogenik, tujuan perawatan ortodonsia, serta alasan prostetik dan restoratif (Pedersen, 1996). Keterbatasan pasien dalam melakukan gerak fungsional mandibula, terutama ketika membuka mulut, sering terjadi pasca prosedur pencabutan impaksi gigi molar ketiga rahang bawah. Hal ini terjadi karena menegangnya otototot pengunyahan, inflamasi pasca pencabutan yang mencapai otot-otot pengunyahan, maupun trauma langsung terhadap sendi temporomandibula (Dhanrajani dan Jonaidel, 2002; Fragiskos, 2007). Pengurangan lebar bukaan mulut menyebabkan bertambahnya tingkat kesulitan dalam prosedur perawatan dental, terutama pada pasien dengan indikasi perawatan prostodonsia. Lebar bukaan mulut maksimal yang lebih kecil daripada 3 ukuran gigi tiruan merupakan tantangan dalam perawatan prostodonsia. Tantangan yang ditemui adalah kesulitan dalam memasukkan dan mengeluarkan sendok cetak saat proses pencetakan gigi dan rahang, hingga kesulitan dalam pemasangan gigi tiruan (Kumar dkk., 2012; Prasad dkk., 2008). Salah satu tujuan pemasangan gigi tiruan adalah untuk memperbaiki fungsi pengucapan pada pasien (Tarigan, 2005). Perbaikan fungsi pengucapan ini tidak akan tercapai jika keterbatasan pergerakan mandibula akibat gangguan sendi temporomandibula pada pasien tidak ditangani. Gangguan tersebut dapat merusak artikulasi saat berbicara dan kualitas suara yang dihasilkan (Bianchini dkk., 2008). Terbatasnya pergerakan mandibula merupakan salah satu gejala utama dan tanda kardinal terjadinya gangguan sendi temporomandibula (Azak dkk., 2006; Al-Tuhafi, 2005). Pemeriksaan fungsi mandibula dapat dilakukan dengan beberapa tes diagnosis. Pemeriksaan tersebut meliputi: palpasi otot dan sendi, evaluasi kondisi oklusal, serta pemeriksaan radiografis. Salah satu pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi fungsi sendi temporomandibula adalah dengan mengukur rentang pergerakan sendi tersebut ketika membuka mulut secara maksimal serta melakukan gerakan protrusi dan ke lateral (Zawawi dkk., 2003; Blasberg dan Greenberg, 2003). Analisis mobilitas sendi temporomandibula dapat dilakukan dengan beberapa cara pengukuran. Dijkstra (1995b), membandingkan 4 cara pengukuran dalam menganalisis mobilitas sendi temporomandibula, yaitu: (1) pengukuran lebar bukaan mulut linier, (2) pengukuran sudut bukaan mulut, (3) pengukuran mobilitas kondilus, dan (4) pengukuran sudut bukaan mulut melalui hasil 4 radiografis. Selain 4 cara pengukuran tersebut, masih ada beberapa cara pengukuran yang lain seperti pengukuran ekskursi mandibula atau penghitungan temporomandibular opening index (TOI) melalui pengukuran lebar bukaan mulut aktif dan pasif (Danis dan Mielenz, 1997; Miller dkk., 2000). Dibanding metode-metode lainnya, temporomandibular opening index mempunyai banyak kelebihan. Indeks ini dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perawatan pasien dengan gangguan sendi temporomandibula, terutama pada kasus keterbatasan gerak mandibula. Kelebihan lain dari temporomandibular opening index adalah indeks ini tidak tergantung pada faktor periode gigi-geligi, panjang ramus mandibula, maupun sudut gonial, karena faktor-faktor tersebut mempengaruhi pengukuran lebar bukaan mulut linier. Selain itu, pengukurannya lebih mudah dan murah karena tidak membutuhkan instrumen khusus seperti sefalogram, goniometer mandibula, dan ekskursiometer mandibula (Azak dkk., 2006; Sari dkk., 2008; Miller dkk., 2006). B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah, maka timbul permasalahan: apakah pencabutan impaksi molar ketiga rahang bawah berpengaruh terhadap temporomandibular opening index dan bagaimana pengaruhnya? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai analisis mobilitas sendi temporomandibula dengan menggunakan temporomandibular opening index pada subyek dengan gangguan 5 sendi temporomandibula sudah pernah dilakukan sebelumnya tetapi masih terbatas pada ras Kaukasoid. Penelitian dengan penghitungan temporomandibular opening index sebelum dan sesudah pencabutan impaksi gigi molar ketiga rahang bawah sebagai sebagian analisis mobilitas sendi temporomandibula pada kasus tiga gejala klinis pasien TMD belum pernah dilakukan di Indonesia. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencabutan impaksi molar ketiga rahang bawah terhadap temporomandibular opening index. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Universitas Gadjah Mada dalam bidang kesehatan pada umumnya dan bidang kedokteran gigi bagian prostodonsia pada khususnya. 2. Menjadi penelitian penunjang dan nilai ukur dalam menentukan tahap perawatan pasien gigi tiruan sebagian lepasan dan gigi tiruan cekat dengan keterbatasan gerak membuka mulut akibat gangguan sendi temporomandibula. 3. Memberikan informasi mengenai pengaruh pencabutan gigi molar ketiga rahang bawah, terutama pada indikasi perawatan prostodonsia, terhadap mobilitas sendi temporomandibula sehingga dapat dijadikan acuan dalam menentukan rencana perawatan gangguan sendi temporomandibula.