II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani 2.1.1. Piperacea (Sirih-sirihan) Tumbuhan yang termasuk dalam famili ini memiliki ciri-ciri berbatang basah atau perdu, seringkali memanjat dengan daun tunggal yang duduknya tersebar atau berkarang. Kadang-kadang terdapat daun penumpu dan kadang-kadang juga tidak. Bunga tersusun sebagai bulir atau bunga lada, amat kecil tanpa tenda bunga, berkelamin tunggal tetapi ada kalanya banci. Benang sari 1 – 10, bakal buah berunag sati dengan satu bakal biji pada dasarnya. Buah berupa buah batu, biji mempunyai endosperm maupun perisperm dan selalu mempunyai sel-sel minyak. Adapun tumbuhan yang termasuk dalam famili Piperacea (Tjitrosoepomoe, 1994), sebagai berikut : a. Sirih ( Piper betle L.) Deskripsi tanaman Nama lokal : Betel (Perancis); Betel, Betelhe, Vitele (Portugal); Sirih (Indonesia); Suruh, Sedah (Jawa); Seureuh (Sunda); Ju jiang (China). Tumbuhan yang memanjat dengan menggunakan akar-akar pelekat. Batang mencapai panjang 5 – 15 m. Daun tunggal, bertangkai, duduk berseling atau tersebar. Daun penumpu lekas runtuh dan meninggalkan bekas yang berupa suatu lingkaran. Helaian daun bangun bulat telur atau memanjang, 5 – 18 x 2 – 20 cm, pangkal Universitas Sumatera Utara bangun jantung, ujung meruncing, pinggiran daun rata sampai gak berombak, helaian daun tebal, telapak dan punggung daun licin mengkilat, warna hijau terang, urat daun 5 – 7 pasang, tangkai daun kuat panjang 2 – 2,5 cm. Tandan bunga lebat, berbentuk bulir mirip silinder. Tandan bunga betina terkulai, panjang 3 – 8 cm dan tebal 0,5 – 1 cm, bentuk lonjong memanjang, bunga banyak dan rapat, warna kekuning-kuningan, rachis berbulu panjang, braktea tidak bertangkai, berbentuk perisai sampai lonjong agak lebar. Stigma 5 – 6. Stamen 2 bertangkai. Bunga berkelamin tunggal berumah satu atau dua, tersusun sebagai bunga lada/bulir, terdapat pada ujung atau berhadapan dengan daun. Buah hanya sedikit, berkumpul, terbenam dalam rachis dan membentuk banyak benjolan, panjang ± 5 cm. Biji halus berbentuk lonjong sampai bulat telur sungsang membundar panjang 1,25 – 2,6 mm dan diameter ± 2 mm (Heyne, 1987; Darwis, 1992). Tumbuhan ini seringkali dipelihara dan daunnya yang muda merupakan salah satu bahan dalam menyirih. Selain untuk makan sirih di kalangan bangsa Indonesia banyak sekali digunakan dalam obat-obatan, antara lain sebagai obat batuk, menahan keluarnya darah dan lain-lain. Dalam daun sirih terkandung minyak atsiri yang terdiri atas : Lebih kurang 30 % fenol derivate, antara lain kavikol Kavibetol dan bersifat mensucikan kuman-kuman. Pengaruh yang baik untuk pengobatan sakit batuk diakui oleh dokter-dokter dan apoteker di Indonesia (Heyne, 1987). Universitas Sumatera Utara Ekologi dan Persebaran Tanaman sirih mempunyai daerah persebaran yang luas, khususnya di kawasan tropis dan subtropis. Tanaman sirih ditemukan di bagian Timur pantai Afrika, di sekitar pulau Zanzibar, Madagaskar, India ke Timur meliputi daratan Cina, kepulauan Bonim, kepulauan Fiji, Malaysia. Indonesia dan kawasan Asia Tenggara lainnya. Menurut Purseglov (1969) dan Burkill (1935) dalam Rostiana dkk (1991), tanaman sirih berasal dari kawasan Malaysia Timur dan Tengah dan sejak dahulu tersebar keseluruh daerah tropika Asia dan Afrika. Sedangkan Indonesia karena termasuk dalam kawasan Malesia yang menurut Vavilov merupakan salah satu pusat keanekaragaman genetika dari delapan pusat keanekaragaman tanaman dunia, termasuk di dalamnya kelompok sirih-sirihan, maka Indonesia juga merupakan salah satu tempat asal tanaman sirih (Tjitrosoepomoe, 1994). b. Kemukus (Piper cubeba L.) Deskripsi tanaman Nama lokal : Kemukus atau lada berekor (Indonesia), kemukus atau temukus (Jateng), rinu atau sahang gunung (Jabar), kamokos (Madura), dan pamakusu (Makassar) Tumbuhan kemukus merupakan liana yang memanjat dengan akar-akar pelekat, perdu, batang 3 – 15 m. Daun tunggal, duduk berseling atau tersebar, bertangkai dengan daun penumpu yang lekas gugur dan meninggalkan bekas dengan suatu lingkaran. Helaian daun bulat telur memanjang, 8 – 15 x 2,5 – 9 cm, dengan Universitas Sumatera Utara ujung yang menyempit atau meruncing, pada sisi bawah dengan kelenjar-kelenjar yang tenggelam (Arisandi, 2008). Bulir-bulir terpisah-pisah pada ujung atau berhadapan dengan daun dan terdapat dalam suatu daun pelindung yang berbentuk memanjang atau bulat telur terbalik, lebih kurang 2 mm panjangnya. Bulir betina seringkali bengkok, bunga betina dengan 3 – 5 kepala putik. Buah berupa buah buni, berdiameter 6 - 8 mm, dengan sisa dari tangkai putik seperti ekornya (Arisandi, 2008) . Ekologi dan Persebaran Tempat tumbuh yang diinginkan adalah dengan ketinggian 100 – 1000 meter dpl. Suhu udara untuk pertumbuhan antara 17 – 270 C dengan curah hujan yang dikehendaki 200 hari pertahun. Tanah yang mengandung humus dengan posisi agak miring merupakan lokasi tumbuh yang baik (Tjitrosoepomoe, 1994). c. Lada (Piper nigrum L.) Deskripsi tanaman Nama lokal : Pedes (Sunda), lada (Indonesia, Lampung), merico (Jawa). Tumbuhan lada memiliki 2 macam sulur, yaitu sulur panjat dan sulur buah yang tumbuh dari batang primer (stolon). Tanaman lada yang berasal dari sulur buah akan menghasilkan bentuk pertanaman perdu dan tanaman yang berasal dari sulur panjat akan memanjat. Namun, dengan memanfaatkan sulur buah yang memiliki ketiak bertunas (sulur tapak) akan menghasilkan kombinasi dari kedua tipe tersebut. Batang pokok tanaman lada berbentuk agak pipih , berdiameter 4 – 6 cm, berbenjol-benjol, Universitas Sumatera Utara warnanya abu-abu tua, beruas dengan panjanng antara 7 – 12 cm, berkayu dan berakar. Daun tunggal bertangkai dengan panjang 2 – 5 cm, bentuk bulat telur dan bulat meruncing, membentuk alur di bagian atasnya, panjang 8 – 20 cm, lebar 4 – 12 cm, warna hijau tua, permukaan mengilat, pucat di bagian bawah. Bunga majemuk bentuk malai, agak menggantung, panjang 3 – 25 cm, tidak bercabang, berporos tunggal, pada satu malai terdapat maksimum 150 bunga. Buah tidak bertangkai, berbiji tunggal, bentuk bulat, diameter 4 – 6 mm, berdaging, kulit hijau bila masih mudan dan menjadi merah bila telah masak (Tjitrosoepomoe, 1994). Di Indonesia terdapat sekitar 52 varietas lada. Jenis yang dibudidayakan adalah yang berumah satu, mempunyai bakal buah dan benang sari. Ekologi dan Persebaran Daerah sentra produksi lada di Indonesia, yaitu Lampung, Bangka dan Kalimantan. Tanaman lada dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah seperti latosol, andosol dan podsolik, asalkan kondisi tanahnya baik. Tanah dengan kesuburan tinggi, drainase yang baik dan tidak tergenang air merupakan kondisi tanah yang ideal untuk pertumbuhan lada. Tanaman ini dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 500 meter dpl. Lada akan tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode kering yang lama, yaitu antara 2.000 – 3.000 mm/tahun dan dengan suhu antara 23 – 300 C (Tjitrosoepomoe, 1994). Universitas Sumatera Utara d. Cabe Jawa (Piper retrofracum Vahl.) Deskripsi tanaman Nama lokal : Cabean, cabe alas, cabe areuy, cabe jawa, cabe sula (Jawa); Cabhi jhamo, cabe ongghu, cabe solah (Madura); Lada panjang, cabai jawa, cabai panjang (Sumatera); Cabia (Makasar); Long pepper (Inggris). Cabe Jawa merupakan tumbuhan memanjat, membelit atau melata. Batang utamanya berukuran sebesar jari, di bagian bawah agak mengayu dan untuk tumbuhnya memerlukan tiang panjat. Daun berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal daun berbentuk jantung atau membulat, ujung daun runcing dengan bintikbintik kelenjar, panjang helaian daun 8,5 – 30 cm dan lebar 0,5 – 3 cm. Bunga majemuk berupa bulir tegak, sedikit merunduk, bertangkai 0,5 – 2 cm, daun tangkai berbentuk bundar, panjang 1,5 – 2 mm, melekat pada gagang yang hanya satu titik saja. Buah majemuk bulir, berwarna kelabu sampai coklat kelabu atau hitam kelabu sampai hitam, bentuk bulat panjang atau silindris, ujungnya agak mengecil. Buah yang belum matang berwarna kelabu, lalu menjadi hijau dalam jangka waktu cukup lama dan selanjutnya menjadi kuning lalu merah serta lunak. Rasa buah pedas dan tajam aromatis (Tjitrosoepomoe, 1994). Ekologi dan Persebaran Cabe Jawa merupakan tumbuhan asli Indonesia, ditanam di pekarangan, lading atau tumbuh liar di tempat yang tanahnya tidak lembab dan berpasir dekat Universitas Sumatera Utara pantai atau di hutan sampai ketinggian 600 meter dpl dan dengan curah hujan ratarata 1.259 – 2.500 mm/tahun (Tjitrosoepomoe, 1994). 2.1.2 Arecacea (Palem) Famili Arecacea (Palem) masuk ke dalam ordo Arecales, Famili Arecaceae mempunyai anggota 225 genera dan lebih 2600 spesies. Famili Arecaceae mempunyai anggota sangat banyak sehingga banyak pakar yang membagi dalam beberapa sub-famili yang jumlahnya kadang-kadang berbeda antara satu pakar dengan pakar yang lain. Purseglove (1978) membagi family Arecaceae ke dalam sembilan sub-famili yaitu : (1) Phoenicoideae, (2) Caryotoideae, (3) Coryphoedeae, (4) Borassoideae, (5) Lepidocaryoideae, (6) Cocoideae, (7) Arecoideae, (8) Nypoideae, dan (9) Phytelephantoideae. Dari kesembilan sub-famili tersebut hanya Phytelephantoideae yang anggotanya tidak terdapat di Indonesia (Sudarnadi, 1995). Species palem yang begitu banyak jumlahnya ini tergabung dalam family Arecaceae, dahulu family ini dikenal sebagai palem. Tentang penamaan family palem ini didasarkan pada keseragaman dalam tata nama baru yang semua family tanaman berakhiran ceae. Berikut ini diberikan Sistematika Botani palem : Divisi : Plantae Class : Monokotil Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Sekitar 210, misalnya Phoenix, Areca, dan Caryota Universitas Sumatera Utara Species : Sekitar 2500 – 3500 species, misalnya Areca catechu L., Pinanga densiflora dan Caryota maxima (Nazaruddin dan Angkasa, 1997). Famili ini menurut Corner (1966) merupakan famili tertua diantara tumbuhan berbunga. Batang berpenampang silindris dengan buku-buku yang pendek. Ada spesies yang batangnya dapat mencapai 60 m. Famili Arecaceae atau suku pinangpinangan (palem) adalah kelompok tumbuhan yang biasa disebut palma atau palem. Tumbuhan ini banyak dikenal dan mempunyai banyak jenis di Indonesia meskipun terkadang tidak sedikit yang bingung untuk membedakannya sehingga menyebutnya sebagai palem saja atau justru keliru dalam menyebutkan nama jenisnya. Secara umum suku Arecaceae mempunyai ciri-ciri: Batangnya tumbuh tegak ke atas dan jarang bercabang Batangnya beruas-ruas dan tidak memiliki kambium sejati Akarnya tumbuh dari pangkal batang dan berbentuk akar serabut Berdaun majemuk Tangkai daun memiliki pelepah daun yang membungkus batang. Bunga tersusun dalam karangan bunga (mayang) Buahnya ditutupi lapisan luar yang relatif tebal (biasa disebut sabut) Biji buah relatif cair pada saat masih muda dan semakin mengeras ketika tua. Banyak anggota famili ini yang dibudidayakan orang sebagai bahan makanan, minyak, serat, perabotan, bangunan, tanaman hias dan lain-lain. Jenis tumbuhan yang Universitas Sumatera Utara popular dari famili ini yaitu : korma (Phoenix dactylifera), kelambe (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guinensis). Sub Famili Palem Beberapa sub-famili Palem yang terdapat di Indonesia adalah : 1. Phoenicoideae Daun majemuk besirip, anak daun yang terbawa mengalami modifikasi menjadi duri. Mempunyai anggota satu genus yaitu Phoenix dengan lebih kurang 12 spesies yang terdapat di Asia dan Afrika. Contoh yang terdapat di Indonesia adalah Phoenix paludosa (korma rawa). Tumbuhan ini dijumpai hanya di Aceh Timur di daerah rawa-rawa. Di luar Indonesia jenis ini tersebar secara alami dari delta sungai Gangga di India ke arah timur melalui kepulauan Andaman, Aceh, Malaysia dan Thailand (Sudarnadi, 1996). 2. Caryotoideae Daun majemuk bersirip, anak daun berbentuk garis atau baji (pasak kayu) yang tepinya bergerigi. Mempunyai anggota 3 genera dan lebih kurang 35 spesies yang terdapat di Asia dan Afrika. Contoh yang terdapat di Indonesia adalah : a. Arenga piñata (Aren) Arenga piñata dijumpai mulai dari pantai barat India sampai ke sebelah selatan Cina dan di Kepulauan Guam. Tidak pernah dijumpai di Kepulauan Riukiu dan Taiwan. Tumbuhnya tunggal, berbatang besar dan berijuk banyak. Tingginya bisa mencapai 15 meter atau lebih. Daunnya berbentuk sirip, anak-anak daunnya Universitas Sumatera Utara berbentuk garis yang bagian ujungnya bergerigi. Di Jawa Barat aren ditanam dengan memindahkan anakannya (Sudarnadi, 1996) Menurut LIPI (1978) bahwa penyebaran tumbuhan palem meliputi dari India, Cina Selatan, Asia Tenggara, dan Kepulauan Guam. Tumbuhan menyendiri berbatang besar, berijuk banyak dan tingginya mencapai 15 meter atau lebih. b. Arenga brevipes ( Baling) Arenga brevipes merupakan tumbuhan asli Indonesia yang dijumpai di Sumatera dan Kalimantan. Umumnya tumbuh dekat sungai, tumbuhnya berumpun, pohonnya kecil yang mencapai tinggi 4 meter, berbatang lurus dan ramping, berijuk sedikit. Daun mejemuk bersirip, anak daun berbentuk garis dan bagian ujungnya bergerigi (LIPI, 1978). Selain dari dua jenis di atas beberapa spesies yang masuk ke dalam sub-famili Caryotoideae adalah Arenga microcarpa (Aren sagu), Arenga obtusifolia (Langkap, Puli), Arenga undulatifolia (Aren gelora), Caryota maxima (Suwangkung), dan Caryota mitis (Sarai, sukawung leutik) (Sudarnadi, 1996). 3. Coryphoideae Tumbuhan berumah satu, daun majemuk menjari, bunga majemuk dengan banyak percabangan, mempunyai anggota 3 genera dengan lebih kurang 330 spesies yang terdapat di seluruh benua. Contoh yang terdapat di Indonesia adalah : Universitas Sumatera Utara a. Corypha elata (Pucuk lontar utan) Tumbuhan banyak dijumpai di kawasan pantai, tumbuh menyendiri, berbatang lurus, tingginya mencapai 30 m. Daunnya besar, bundar dan kaku. Bunganya majemuk terletak di ujung batang, berwarna putih. Buahnya bulat dan kecil (Sudarnadi, 1996). b. Johannesteijmannia altifrons (Daun payung) Menurut Sudarnadi(1996), bahwa tumbuhan Johannesteijmannia altifrons di jumpai di Malaysia, Pantai Timur Sumatera, dan Serawak berupa tumbuhan bawah pada hutan lebat. Tumbuh tunggal, tegak, tingginya mencapai 6 meter, daun lebar berbentuk belah ketupat dan sering disebut dengan nama daun Sang, bunga majemuk, berbentuk tandan yang pada pangkalnya aiselimuti oleh seludang. Bunga berwarna putih. Buah berwarna coklat, permukaannya kasar ditutupi oleh benjolan-benjolan kulit semacam gabus yang berbentuk kerucut. Tajuknya cukup indah tetapi belum dimanfaatkan sebagai tanaman hias . Di pedalaman semenanjung Malaya dan Serawak, orang sering mempergunakan daunnya sebagai atap. Di Indonesia penyebaran tumbuhan ini sangat terbatas sekali (Sudarnadi, 1996). c. Licuala grandis (Palas payung) Tumbuhan yang berasal dari Papua Nugini ini, di Indonesia sudah digunakan sebagai tanaman hias. Tumbuh menyendiri, tegak, tingginya mencapai 2 m. Daunnya bundar, lebar, bagian tepi daunnya bergelombang dan bergerigi halus. Tangkai Universitas Sumatera Utara daunnya berduri. Bunga dan buah keluar dari ketiak daun. Buah yang masak berwarna merah. Daun dari tumbuhan ini sering digunakan orang sebagai pembungkus dan atap (Sudarnadi, 1996). Selain ketiga palem di atas, jenis palem yang masuk ke dalam sub-famili Coryphoideae adalah Licuala spinosa (Palas duri), Licuala valida (Palas biru), Livingstonia rotundifolia (Serdang, Woka, Salibu), Pholidocarpus majadun (Liran) (Sudarnadi, 1996). 4. Borassoideae Tumbuhan berumah dua, daun majemuk menjari, bunga majemuk dengan sedikit percabangan. Mempunyai anggota 33 genera dengan lebih kurang 330 spesies yang terdapat disemua benua. Ciri generatifnya adalah buahnya berdaging tebal, perbungaan berbentuk malai dengan bunga-bunga yang sangat kecil. Biasanya tertutup dalam tampuk bunga tinggal atau dengan sedikit cabang silindris yang tebal. Bunga berumah 2. Contoh jenis family ini yang ada di Indonesia adalah : a. Barossus flabellifer (Lontar, Siwalan) Tumbuhan ini dijumpai di Afrika Tropika, India, Burma, Malaysia, dan Indonesia yang tumbuh pada tempat terbuka dekat pantai. Tumbuh menyendiri, batang lurus dapat mencapai tinggi 30 m. Permukaan batang halus dan berwarna kehitam-hitaman. Daun bundar berbentuk seperti kipas, tepinya banyak mempunyai lekukan yang lancip. Buahnya besar, bulat, di dalamnya banyak serabut, berair dan berbiji 3 (Sudarnadi, 1996). Universitas Sumatera Utara b. Borassodendron borneensis ( Bindang, Budang) Tumbuhan ini dijumpai di kawasan Kutai dan Serawak. Tumbuh menyendiri, berbatang lurus, tinggi mencapai 20 m. Helaian daun bundar bercelah-celah dalam. Bunga jantan danbunga betina terdapat pada pohon yang berbeda, menggantung berupa tandan yang bercabang banyak. Buahnya mirip buah lontar yang berserabut, mempunyai tempurung dan daging buah (Sudarnadi, 1996). 5. Lepidocaryoideae Daun majemuk, bersirip atau menjari, buah diselimuti oleh sisik-sisik yang rapat. Sub-famili ini mempunyai anggota 25 genera dengan lebih kurang 500 spesies yang hanya terdapat di daerah Tropika. Contoh anggotanya yang ada di Indonesia, yaitu : a. Calamus caesius (Rotan sega, Rotan sega putih) Tumbuhan ini dapat dijumpai di Malaysia, Sumatera dan Kalimantan, tumbuh di hutan meranti. Tumbuhan merumpun dan memanjat dengan batang yang panjangnya dapat mencapai 30 m. Daunnya majemuk bersirip, anak daun berbentuk lanset memanjang. Tangkai daunnya berduri, tetapi tidak rapat. Bunga jantan dan betina terletak pada pohon yang berbeda, panjang bunganya dapat mencapai 3 m. Buahnya lonjong bersisik. Batangnya dapat dipakai untuk bahan meja, kursi, tongkat dan lain-lain dengan mutu yang baik (Sudarnadi, 1996). Universitas Sumatera Utara b. Daemonorops melanochaetes (Penjalin manis) Tumbuhan ini dijumpai di Sumatera dan Jawa, di hutan yang lembab. Tumbuhan tunggal atau berumpun, merambat panjang batang dapat mencapai 15 m. Daun majemuk berisrip dengan panjang sampai 4 m dan anak daun dapat mencapai 40 pasang. Bagian ujung tulang daun mencapai 40 pasang. Bagian ujung tulang daun utama memanjang sapai 1 m, berduri, tanpa anak daun. Bunga majemuk, mula-mula terbungkus oleh seludang yang berbentuk seperti perahu dan bagian luarnya berduri. Buah bulat, bersisik, berwarna coklat kekuningan. Batang digunakan untuk bahan kerajinan tangan (Sudarnadi, 1996). c. Salacca edulis (Salak) Tumbuhan ini anyak dibudidayakan di Indonesia. Tumbuhan berumpun, tingginya dapat mencapai 7 m. Batang hamper tidak kelihatan karena tertutup oleh daun yang tersusun rapat. Pelepah dan tangkai daunnya berduri panjang. Bunga jantan dan bunga betina terdapat pada pohon yang berbeda, penyerbukan dilakukan oleh angin. Buah bersisik coklat sampai kekuningan. Salak yang di budidayakan di Bali adalah Salacca edulis var.amboinensis, sedangkan yang dibudidayakan di Sumatera utara adalah Salacca sumatrana (Sudarnadi, 1996). Selain jenis di atas ada beberapa jenis lain dari sub-famili ini seperti Calamus ciliaris (Palem paris), Calamus javensis (Rotan lilin, rotan cacing), Calamus trachycoleus (Rotan irit), Eugeissona utilis (Bertam), Eleiodoxa conferta (Asam paya), dan Metroxylon sagu (Sagu, Rumbia, Kirai, Lapia) (Sudarnadi, 1996). Universitas Sumatera Utara 6. Cocoideae Daun majemuk bersirip. Buah diselimuti oleh serabut yang kasar dan bertempurung. Bunga majemuk, panjang dan bercabang-cabang. Mempunyai anggota 27 genera dengan lebih kurang 600 spesies yang terdapat di Amerika, Afrika, Asia dan Pasifik (Sudarnadi, 1996). Beberapa anggota yang terdapat di Indonesia adalah : a. Cocos nucifera L. (Kelambe) Tumbuhan tersebar di daerah tropika yang banyak dijumpai di daerah pantai pada tanah yang banyak mengandung garam. Tumbuh baik di bawah ketinggian 300 mdpl dengan curah hujan 1.270 – 2.550 mm per tahun. Tumbuhan berupa pohon, tumbuh menyendiri, batangnya tegak tingginya dapat mencapai 35 m, tergantung jenisnya. Daun majemuk bersirip genap. Bunga berwarna kekuningan atau kehijauan, tersusun dalam malai. Tumbuhan akan berbunnga terus menerus sepanjang tahun. Dalam tandan, bunga betina terletak di pangkalnya, sedangkan bunga jantan terletak di ujung tandan. Buahnya bulat, berbatok dan berdaging buah, berukuran besar (Sudarnadi, 1996). b. Elaeis guinensis (Kelapa sawit) Tumbuhan ini berasal dari Afrika Tropika. Di Indonesia yang pertama kali menanam adalah di Kebun Raya Bogor, kemudian bijinya disebarkan ke Sumatera Timur hingga sekarang penyebarannya sudah sangat luas. Tumbuhan menyendiri, batang tegak, tingginya 15 – 24 m. Bunganya terusun dalam bentuk malai, berwarna coklat yang muncul dari setiap ketiak daun. Buahnya Universitas Sumatera Utara kecil, beragam dalam ukuran dan warnanya, berbentuk bulat telur, berserabut, bertempurung dan berdaging (Sudarnadi, 1996). c. Bactris gasipaes (Pejibaye, Peach palm) Tumbuhan ini berasal dari Amerika Tropika dataran rendah yng sekarang dibudidayakan di Honduras, Panaman, Colombia dan Bolivia. Tumbuhan ini telah diperkenalkan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia tetapi belum popular. Tumbuhan ini berumpun dengan tinggi batang utama 10 – 20 m dan setiap batang akan mempunyai tunas 4 – 5 batang. Batangnya berduri. Daun majemuk bersirip dengan panjang lebih kurang 3 m. Tangkai daun berduri panjangnya sekitar 1 m. Bunga majemuk keluar dari ketiak daun panjangnya 20 – 30 m. Buah dalam satu tandan dapat mencapai 300 buah yang berwarna kuning kemerahan (Sudarnadi, 1996). 7. Arecoideae Tumbuhan ini mirip dengan Cocoideae, tetapi pada Arecoideae tidak mempunyai tempurung. Sub-famili ini mempunyai anggota 130 genera dengan lebih kurang 1.100 spesies yang tersebar di daerah tropika. Contoh spesies yang ada di Indonesia, yaitu : a. Areca catechu L. (Pinang sirih) Tumbuhan ini diduga berasal dari Filiphina dan sudah tersebar di daerah Asia Tenggara. Tumbuhan menyendiri, batang lurus, tinggi sampai 10 m. Bunga tersusun Universitas Sumatera Utara dalam bulir, bunga betina terletak di bagian pangkal dan bunga jantan di ujung. Buah ada yang berwarna hitam (var.nigra) dan kuning keputihan (var.alba). Pinang yang biasa digunakan untuk makan sirih adalah yang berwarna kuning. Selain untuk makan sirih, endosperm buah tanaman ini dapat untuk bahan pemis. Umbutnya dapat digunakan untuk bahan campuran ramuan obat (Sudarnadi, 1996). b. Pinanga kuhlii (Pinang) Tumbuhan ini terdapat di Sumatera dan Jawa, pada tempat yang terlindung. Pohon tumbuh berumpun, tingginya 5 – 7 m. Daun majemuk bersirip dengan anak daun yang agak lebar. Bunga majemuk dalam malai yang menggantung, tangkainya berwarna merah, sedangkan bunganya berwarna putih. Buah yang masak mula-mula merah, kemudian menjadi hitam, berbentuk lonjong. Buahnya sering dipakai sebagai pengganti pinang sirih. Indah untuk tanaman hias. Selain jenis di atas, ada beberapa jenis lain yaitu : Actinorhytis calapparia (Pinang kelambe, Jambe sinagar, jawar); Areca vestaria (pinang monyet); Cytostachys lakka (pinang merah); Gronophyllum microcarpum (pinang saka), Iguanura macrostachya (pinang kera); Oncosperma tigillarium (nibung); Orania sylvicola (iwul); Pigafetta filaris (Wanga); Pinanga caesia (pinang biru); dan Pinanga densiflora (pinang tutul) (Sudarnadi, 1996). Universitas Sumatera Utara 8. Nypoideae Batang pendek di bawah permukaan tanah, daun majemuk bersirip, berumah satu, benang sari 3, bakal buah beruang satu dengan satu biji. Anggotanya hanya satu genera dan satu spesies yaitu : a. Nypa fruticans (nipah) Tumbuhan ini merupakan anggota vegetasi pantai di Asia Tenggara, terutama di muara sungai sampai ke dalam sungai selama airnya masih payau. Tumbuh berumpun, panjang daun sampai 8 m. Bunga majemuk keluar dari ujung batang berupa kumpulan bunga yang bersatu membentuk suatu kepala. Bunga jantan dan betinanya terletak dalam satu pohon (Sudarnadi, 1996). Tempat Tumbuh Arecaceae (Palmae) Menurut Witono et.al (2000), palem dapat tumbuh dengan baik pada tipe tanah yang berpasir, tanah gambut, tanah kapur dan tanah berbatu. Palem juga dapat tumbuh pada berbagai kemiringan dari tanah datar, tanah berbukit dan tanah berlereng terjal. Palem membutuhkan suhu rata-rata tahunan 170 – 250 C, curah hujan 2000 mm – 2500 mm pertahun dengan rata-rata hujan turun 120- 140 hari dalam setahun dan kelembapan relative 80%. Untuk pertumbuhan palem juga memerlukan cahaya dan cahaya yang sampai ke dasar hutan berbeda-beda sehingga menjadi ciri tersendiri untuk menentukan pertumbuhan suatu spesies palem. Universitas Sumatera Utara 2.2. Pemanfaatan Piperaceae dan Arecaceae Secara Umum Sebagian besar masyarakat di Indonesia mengenal manfaat Piperaceae dan Arecaceae. Macam dan cara pemanfaatan kedua famili ini sangat beragam tergantung dari kelompok masyarakat atau etnik tertentu, dimana masing-masing kelompok masyarakat atau etnik tersebut memiliki sistem pengelolaan dan pemanfaatan tanaman Piperaceae dan Arecaceae tersebut. Secara umum tanaman yang termasuk dalam Piperaceae dan Arecaceae, baik secara tersendiri ataupun keduanya secara bersama mempunyai kegunaan sebagai berikut : Manfaat tumbuhan Piperaceae (Sirih-sirihan) Manfaat jenis dari tumbuhan Piperaceae tidak sebanyak manfaat dari jenis Arecaceae, yaitu : 1. Sebagai bahan ramuan obat. 2. Sebagai bahan sesaji dalam upacara adat, baik upacara perkawinan maupun upacara ritual. 3. Sumber bahan penyegar, masih ada masyarakat di Indonesia yang masih menginang (menyirih). 4. Sebagai bahan rempah masakan 5. Sebagai lambang hubungan sosial budaya. Manfaat tumbuhan Arecaceae (Palmae) Beberapa jenis palem termasuk jenis yang serbaguna. Dari segi kegunaan, jenis-jenis palem dapat dikelompokkan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Sumber karbohidrat, baik dalam bentuk pati maupun gula. 2. Sumber minyak, sudah sejak lama masyarakat Indonesia memanfaatkan kelambe untuk minyak goreng. 3. Sumber bahan anyaman, rotan merupakan bahan anyaman berkualitas tinggi, beberapa jenis palem juga menghasilkan daun yang dapat dianyam. 4. Sumber bahan bangunan, Ada jenis-jenis palem yang mempunyai batang yang kuat untuk mengganti kayu. Di Bali batang-batang kelambe menjadi tiang-tiang atau bahan ukiran perkakas rumah tangga. 5. Sumber bahan penyegar, masih ada masyarakat di Indonesia yang masih menginang. 6. Sumber tanaman hias, banyak jenis palem yang sudah dimanfaatkan untuk tanaman hias di jalan maupun di pekarangan rumah. 7. Sebagai bahan campuran ramuan obat. 8. Sebagai bahan sesaji dalam upacara adat, baik upacara perkawinan maupun upacara ritual (LIPI, 1978). 2.3 Sejarah Asal-Usul Melayu Pengertian orang mengenai nama “Melayu” sering saja keliru dan dicampurbaurkan. Hal ini disebabkan ada pengertian berdasarkan “Bahasa”, ada pengertian “Ras”, ada pengertian etni “sukubangsa” dan ada pula pengertian Melayu berdasarkan kepercayaan atau religi, yaitu “sesama agama Islam”. Tidak dapat disangkal bahwa orang Melayu mendiami wilayah : Thailand Selatan, Malaysia Barat Universitas Sumatera Utara dan Timur, Singapura, Brunei, Kalimantan Barat, Tamiang (Aceh Timur), Pesisir Timur Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Pesisir Palembang. Dalam buku sejarah Melayu disebut bahwa Melayu adalah nama sungai di Sumatera Selatan yang mengalir disekitar bukit Si Guntang dekat Palembang. Si Guntang merupakan tempat pemunculan pertama tiga orang raja yang datang ke alam Melayu. Mereka adalah asal dari keturunan raja-raja Melayu di Palembang (Singapura, Malaka dan Johor), Minangkabau dan Tanjung Pura (Basyarsyah, 2002). Menurut berita yang ditulis di dalam Kronik Dinasti T’ang di Cina, sudah ada tertulis nama kerajaan di Sumatera “MO-LO-YUE”, ditulis dalam aksara dan logat Cina. Penulisannya pada tahun 644 dan 645 Masehi. Hal ini sesuai dengan peristiwa perjalanan seorang pendeta Budha Cina bernama I-TSING ke India. Dinyatakan bahwa ia pernah bermukim di Sriwijaya (“She-li-fo-she”) untuk belajar Sansekerta selama 6 bulan. Menurut tulisannya, ia menuju MO-LO-YUE dan tinggal selama 6 bulan pula sebelum berangkat ke Kedah dan India. Dalam perjalanan pulang ke Cina di tahun 685 M, ia singgah lagi di MO-LO-YUE yang sekarang sudah menjadi She-lifo-she. Rupa-rupanya kerajaan Melayu itu sudah ditaklukan ataupun menjadi satu dengan Kerajaan Sriwijaya (Basyarsyah, 2002). Mengenai darimana asal nama “Melayu” itu Prof. DR.R.C MAJUMDAR mengatakan bahwa ada satu suku di India bernama “Malaya” dan orang Yunani menyebut mereka “Malloi” dan ada lagi nama gunung “Malaya” yang menjadi sumber sandalwood dan dalam kitab Purana disebut sebagai salah satu daripada 7 Universitas Sumatera Utara watas pegunungan di India. Banyak lagi nama-nama tempat di Asia Tenggara dan Nusantara yang namanya berasal dari India. Ada legenda pada orang Melayu Minangkabau bahwa leluhur mereka berasal dari India juga (Sang Sapurba yang turun di Bukit Seguntang Maha Meru bersama 2 saudaranya yang lain). Setelah hancurnya Sriwijaya dan Melayu di Jambi dan Damasraya di Sumatera Barat, maka bahasa dan budaya Melayu itu berpusat kini di Pasai dan Malaka. Imperium Melayu di Melaka yang didirikan PARAMESWARA di tahun 1400 M, itu mengembangkan, terutama setelah Islam bahasa dan budaya Melayu itu mula-mula ke pesisir Timur Sumatera dan Kalimantan dan lalu ke seluruh Semenanjung Tanah Melayu sampai ke Petani (Thailand) (Basyarsyah, 2002). Ketika orang Portugis dan orang Barat lainnya tiba pada awal abad ke-16 M, maka sudah dikenallah adanya orang Melayu yang dilekatkan dengan agamanya yang Islam dan karena bahasa Melayu sudah menjadi lingua franca di Asia Tenggara, maka orang Barat menganggap semua penghuni Nusantara ini adalah “Orang Melayu” mendiami Kepulauan Melayu. 2.4 Sejarah Terbentuknya BatuBara “Nama Batubara diambil dari sebuah batu di pedalaman yang pada malam hari mengeluarkan cahaya merah berapi.” Demikian menurut catatan John Anderson, seorang utusan dari Gabenor Inggeris di Pulau Pinang ketika mengunjungi Batubara di tahun 1823 seperti dinyatakannya ‘Batubara is so called from a large stone in the interior, which at night has the appearance of being red hot, and throws a light around Universitas Sumatera Utara it’. Sedangkan orang tua-tua mengatakan asal usul nama Batu Baro berasal dari nama Kubah Keramat Batu Baro (Batu seumpama Baro) dari situlah nama Batu Baro diwujudkan. Letak asal perkampungan Batu Baro sekarang dikenali sebagai Kubah Keramat Batu Baro, yang kini masih bisa dilihat bekas-bekas dan lokasinnya. Pada zaman dahulu kala Keramat Batu Baro ini merupakan pelabuhan kapal, bahtera, sampan dan perahu-perahu besar dan kecil. Tetapi kini telah menjadi bukit yang tinggi dan bertangga-tangga tanah dan batu-batu. Menurut cerita rakyat, wilayah Batubara di huni oleh pemukim asal Minangkabau yang mula-mula mendarat menaiki kapal ‘Gajah Ruku’. Nama-nama negeri di wilayah Batubara mengingatkan kita akan negeri asal nenek-moyang mereka itu seperti Lima Puluh, Lima Laras, Tanjung Tiram, Pematang Panjang, Tanah Datar, Kampung Rawaito berasal dari nama daerah yang ada di tempat asal mereka tetapi apakah para pemukim pertama ini langsung datang dari Minangkabau atau melalui Siak? Di tanah Minangkabau ada tiga luhak yang besar iaitu Luhak Tanah Datar, berkedudukan di Padang Datar di Ulak Tanjung Bungo, Luhak Agam di Padang Panjang dan Luhak Limapuluh Koto berkedudukan di Koto Nan Ampat, Paya Nan Kumbuh sekitar Payakumbuh. Demikianlah susunan ketiga masa adanya kerajaan Pagaruyung. Lokasi wilayah Batu Baro mempunyai ciri-ciri tersendiri yaitu terletak di tepi laut atau di tepi pantai. Karena lalu lintas pada masa itu sebahagian besar melalui sungai maka hulu sungai sekitar Paya Kumbuh adalah Hulu Sungai Kampar Kanan yang bermuara di sekitar Kampar, Pelalawan, agak jauh dari Universitas Sumatera Utara Sumatera Timur. Umumnya imigrasi dari Minangkabau melalui sungai itu ke Semenanjung Tanah Melayu, Negeri Sembilan. Di wilayah inilah terdapat mustautinnya orang-orang Melayu, berketurunan Melayu Pagaruyung Batu Sangkar dan beragama Islam pula, maka patut mengekalkan nama wilayah ini dengan perkataan Batu Baro atau Batu Bahara dan bukan menamakan dengan Batu Bara. Karena Batu Bara adalah suatu marga yang berasal dari Samosir dan Porsea. Dimana mayoritasnya marga Batu Bara itu adalah masih beragama Kristian. Keturunan dan asal usul nenek moyang Batu Baro atau Batu Bahara adalah berasal dari Pagaruyung Batu Sangkar. Pagaruyung adalah sebuah pusat dan istana Kerajaan Bersultan yang beragama Islam dan menjadi pusat pentadbiran Adat Istiadat Beraja di Negeri Melayu Samudera Pulau Percah yang mempunyai sejarah tersendiri. Dari hasil penelitian pemerintahan Belanda yang mengumpulkan dari sumber setiap kerajaan di Batubara disimpulkan Batubara dihuni oleh pemukim dari Siak. 2.5 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Melayu Tanjung Tiram Masyarakat yang mendiami Kecamatan Tanjung Tiram memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini disebabkan karena adanya perkawinan antar kerabat yang telah terwariskan secara turun-temurun. Di Kecamatan Tanjung Tiram terdapat ± 6 suku yang mendiami 12 desa yang ada di Tanjung Tiram. Sedangkan pada desa yang berada di pusat kecamatan telah banyak para pendatang yang bekerja sebagai tenaga pendidik, perawat ataupun tenaga jasa lainnya. Universitas Sumatera Utara 2.5.1. Bahasa Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar suku adalah bahasa Melayu. Tetapi ada desa yang di huni oleh suku Jawa seperti Desa Bagan Baru maka mereka menggunakan bahasa Jawa dan ada juga desa yang dihuni oleh suku batak seperti Desa Sei Mentaram maka mereka menggunakan bahasa campuran kadang menggunakan bahasa Batak dan Melayu. 2.5.2 Pendidikan Masyarakat di Kecamatan Tanjung Tiram dilihat dari tingkat pendidikannya telah banyak yang bersekolah atau menikmati pendidikan dikarenakan telah adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya anggota masyarakat yang telah menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Meskipun demikian, pada umumnya masyarakat di Kecamatan Tanjung Tiram hanya berpendidikan SD atau bahkan tidak pernah menikmati bangku pendidikan sama sekali. Sehubungan dengan itulah maka di Kecamatan Tajung Tiram dijumpai pada umumnya masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. 2.5.3 Mata Pencaharian Mata pencaharian masyarakat melayu di Kecamatan Tanjung Tiram pada umumnya adalah nelayan dan bertani. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki mata pencaharian sebagai swasta atau pegawai negri. Hal ini disebabkan karena kegiatan berladang dan mencari ikan merupakan kegiatan utama untuk memenuhi kebutuhan mereka dan sudah menjadi budaya yang sulit ditinggalkan. Sesuai dengan keadaan Universitas Sumatera Utara ekosistemnya maka di Kecamatan Tanjung Tiram komoditas yang cocok adalah tumbuhan jenis Palem-peleman (Arecaceae) dan ikan karena berada di daerah pinggir pantai yang bernilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber pendapatan utama. 2.6 Pemanfaatan Tumbuhan dalam Masyarakat Melayu Pada masyarakat Melayu banyak menggunakan tumbuh-tumbuhan dalam setiap upacara adat. Baik upacara perkawinan, sunatan rasul, mendamaikan pihak yang berselang-sengketa dan lain-lain yang bersangkutan dalam urusan Adat. Masyarakat Melayu identik dengan tepak sirih atau cerana. Pada zaman dahulu di setiap rumah Melayu pasti memiliki tepak sirih karena mengunyah daun sirih adalah satu kebiasaan yang sudah mentradisi sejak dahulu. Tepak sirih juga digunakan dalam upacara adat dan untuk menyambut tamu. Masyarakat Melayu juga selalu menggunakan Balai dalam acara-acara seperti pesta pernikahan, berkhitanan, menyambut keluarga yang pulang dari menunaikan Ibadah Haji bahkan menyambut tamu dari kalangan pejabat. Perlengkepan Balai adalah bunga kemuncak, pulut kuning atau putih, bendera merawal, telur dan ayam panggang. Dalam upacara perkawianan dan khitanan selain menggunakan tepak sirih dan Balai juga menggunakan jenis tumbuhan dari Arecaceae seperti daun kelambe yang muda digunakan dalam pembuatan janur yang berfungsi untuk memberi tanda tempat pesta yang diletakkan di pinggir jalan, kemudian digunakan sebagai hempang batang dalam upacara perkawinan untuk menyambut rombongan pengantin pria. Universitas Sumatera Utara Ketika rombongan pengantin pria datang maka mereka akan dihadang oleh hempang batang yang dipimpin oleh Penghulu Telangkai dari pihak perempuan. Pada acara mandi bedimbar (mandi berhias) juga menggunakan tumbuhan dari jenis Arecaceae seperti segandeng buah kelambe yang sudah dibuang kulitnya dan mayang pinang yang digunakan untuk tempat pancuran air yang akan disemburkan. Kemudian mayang tersebut dipecahkan. Masyarakat Melayu juga memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk obat-obatan. Universitas Sumatera Utara