6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bunga Kamboja Tanaman kamboja atau dikenal dengan Frangipani (Plumeria sp.) merupakan jenis tumbuhan berbunga yang berasal dari Amerika Tengah dan Afrika. Tanaman ini ditemukan oleh Charles Plumier, seorang botanis Perancis (Anon., 2010a). Kamboja merupakan jenis tanaman tropis yang tumbuh subur di dataran rendah sampai ketinggian tanah 700 m di atas permukaan laut. Ciri khas tanaman ini mudah tumbuh dan berkembang biak serta tidak memerlukan perawatan khusus. Tanaman kamboja dapat bertahan hidup sampai ratusan tahun karena merupakan tanaman sekulen yaitu jenis tanaman yang dapat menyimpan air pada seluruh bagian mulai dari akar, batang, daun, dan bunganya. Dewasa ini terutama di daerah Bali, kamboja merupakan salah satu maskot tanaman penghias halaman rumah, kantor, dan taman umum. Bunga kamboja saat ini tidak saja berwarna putih dan kuning tetapi ada jenis persilangan baru berwarna pink, oranye, merah, dan merah tua. Tanaman kamboja dengan warna bunga putih (kamboja Lokal) dan kuning (kamboja Cendana) termasuk dalam genus dan spesies Plumeria alba, sedangkan kamboja dengan warna bunga orange, pink, merah, dan merah tua termasuk dalam Plumeria rubra (Edward dan Watson, 1994). Klasifikasi ilmiah dari bunga kamboja adalah merupakan bagian dari kerajaan plantae dengan divisi magnoliophyta yang termasuk dalam kelas magnoliopsida. Ordo dari bunga kamboja adalah apocynales dengan famili 7 apocynaceae dan genus plumeria. Ada 7- 8 spesies dari bunga kamboja yaitu Plumeria alba, Plumeria inodora, Plumeria obtusa, Plumeria pudica, Plumeria rubra (dikenal juga sebagai Plumeria acuminata and Plumeria acutifolia), Plumeria stenopetala, Plumeria stenophylla (Anon. 2011a) Tanaman kamboja mempunyai banyak manfaat, mulai dari akar, batang, getah, daun, kulit batang dan bunganya. Akar kamboja digunakan untuk mengobati kencing nanah (gonorrhoe), daunnya dapat mengobati bisul bernanah, kulit batang untuk menyembuhkan tumit pecah-pecah. Getah kamboja bermanfaat sebagai pengurang rasa sakit akibat gigi berlubang, mengobati gusi bengkak serta dapat mematangkan bisul (Anon., 2007). Sedangkan air rebusan bunga kamboja kering berkhasiat untuk menurunkan demam, sebagai obat batuk dan membantu melancarkan pencernaan (Anon., 2006). Air rebusan bunga kamboja juga dapat digunakan untuk mengobati kudis dan sakit kulit (Anon., 2010a). Menurut Amin (2010), bunga kamboja kering dijadikan bahan campuran pada proses pembuatan minuman herbal di Korea, Jepang dan Vietnam. 2.2 Karakteristik Kamboja Kamboja sangat cantik sebagai elemen taman. Banyak area taman publik, perkantoran dan halaman rumah menjadi asri dengan kehadiran bunga ini. Sosok keseluruhan tanaman ini sangat eksotis dengan bentuk batang yang sangat artistik dan dekoratif. Kamboja termasuk tanaman sekulen (banyak mengandung air). Pohonnya bisa bertahan hidup hingga puluhan tahun dan mencapai tinggi 7-10 meter. Daun 8 kamboja berwarna hijau dengan urat daun jelas terlihat. Kamboja dapat berbunga sepanjang tahun, bahkan pada bulan-bulan tertentu kamboja berbunga sangat banyak. Tangkai bunga muncul dari ujung batang, pada setiap tangkai bunga bisa dijumpai puluhan kuntum bunga. Biasanya, kamboja berbunga serentak, namun ada jenis tertentu yang bergantian. 2.3 Minyak Atsiri Minyak atsiri atau minyak eteris (essential oil, volatile oil, etherial oil) adalah minyak mudah menguap yang diperoleh dari tanaman dan merupakan campuran dari senyawa-senyawa volatil yang dapat diperoleh dengan distilasi, pengepresan ataupun ekstraksi. Minyak atsiri mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat berbeda dengan minyak pangan (Ketaren, 1987; Boelens, 1997; Baser, 1999). Penghasil minyak atsiri berasal dari berbagai spesies tanaman yang sangat luas dan digunakan karena bernilai sebagai flavor dalam makanan dan minuman serta parfum dalam produk industri, obat-obatan dan kosmetik. Minyak atsiri tanaman diperoleh dari tanaman beraroma yang tersebar di seluruh dunia (Simon, 1990). Dari 350.000 spesies tanaman yang ada, sekitar 17.500 (5%) spesies adalah tanaman penghasil senyawa beraroma dan sekitar 300 spesies tanaman digunakan untuk memproduksi minyak atsiri untuk industri makanan, flavor dan parfum (Boelens, 1997). Hampir semua tanaman berbau mengandung minyak atsiri. Tergantung pada tipe tanaman, beberapa bagian tanaman dapat digunakan sebagai sumber minyak atsiri misalnya buah, biji, bunga, daun, batang, akar, kulit kayu atau 9 kayunya. Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan minyak atsiri dapat segar, setengah kering atau kering, untuk bunga harus dalam bentuk segar. Beberapa metode digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri dari sumbernya (Sonwa, 2000). Menurut Reineccius (1999) minyak atsiri terdiri atas campuran kompleks senyawa organik yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1) Terpen yaitu senyawa hidrokarbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit isopren (C5, n =1). Jika n = 2 maka hidrokarbon tersebut dikenal dengan monoterpen, jika n = 3 disebut seskuiterpen dan jika n = 4 disebut diterpen, juga dikenal triterpen (C30) dan tetraterpen (C40). Meskipun jumlahnya signifikan dalam minyak atsiri tetapi terpen hanya memiliki nilai flavor yang kecil, bila dibandingkan dengan oxygenated derivates. (2) Turunan terpen teroksidasi (oxygenated derivates) yaitu alkohol, aldehid, keton dan ester. Senyawa tersebut memberikan kontribusi besar pada perbedaan flavor diantara minyak atsiri. Contoh senyawa ini diantaranya sitronelol, geraniol, nerol, mentol, nerolidol, sitral. (3) Senyawa aromatik dengan gugus fungsi yang bervariasi (alkohol, asam, ester, aldehid, keton, fenol). (4) Senyawa yang mengandung nitrogen atau sulfur. Senyawa ini tidak terdapat pada kebanyakan minyak atsiri, biasanya terdapat pada tanaman yang mengandung bahan albuminous diantaranya indol dan skatol. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama 10 di hidung) sehingga seringkali memberikan efek psikologis tertentu (baunya kuat). Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda. Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak/lipofil. Beberapa senyawa dalam minyak atsiri disajikan pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Komposisi minyak atsiri dari berbagai tanaman Sumber tanaman Senyawa utama Metode separasi Daun salam - oktanal Distilasi air1) - 3,7-dimetil-1-oktena - n-dekanal - cis-4-dekanal - patkulen - D-nerolidol - kariofilen oksida Daun cengkeh a. - eugenol a. tidak dijelaskan1) - isokariofilen - α-kariofilen - eugenol asetat b. - eugenol b. tidak dijelaskan3) - eugenol asetat - kariofilen c. - eugenol c. Distilasi air4) - kariofilen - 14 senyawa minor Bunga cengkeh - eugenol Distilasi uap5) - eugenol asetat - isoptaldehid Daun jeruk purut - sitronelal Berbagai macam - linalool separasi2) - sitronelil-asetat - sitronelol - geraniol 1) Sumber: Agusta (2000) 2) Wijaya (1995) 3) Nurdin, Mulyana dan Suratno (2001) 4) Raina, Srivastava, Anggarwal, Syamasundar dan Kumar (2001) 5) Geun Lee, Shibamoto (2001) 11 2.4 Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman Minyak atsiri dibentuk dalam sitoplasma dan secara normal berbentuk butiran kecil diantara sel dan bersifat volatil dan beraroma, tidak berwarna atau agak kuning dan agak larut dalam air dan etanol (Sonwa, 2000). Guenther (1987) menyatakan bahwa minyak atsiri yang kompleks dibentuk dari hasil ekskresi atau sekresi akibat proses metabolisme tanaman. Selanjutnya dinyatakan bahwa vakuola dalam jaringan tanaman berisi butiran-butiran minyak yang sulit dibedakan dari minyak atau lemak pangan. Sekresi minyak tampak di dalam kelompok sel yang berbeda yaitu pada kelenjar eksternal dan internal. Kelenjar eksternal merupakan sel-sel epidermis atau modifikasi dari sel epidermis, misalnya rambut-rambut ekskresi. Hasil sekresi biasanya ditimbun di luar sel yang terletak diantara kutikula dan dinding sel bagian luar. Kutikula adalah kulit tipis yang membungkus produk yang dihaslkan dan mudah robek sehingga menghasilkan bau yang khas. Kelenjar internal terdapat di seluruh bagian tanaman, dibentuk oleh endapan minyak diantara dinding sel. Bila sel pecah (schizogenous) dan diikuti oleh kerusakan sel di sekitarnya maka terjadi pembentukan kelenjar schizolysogenous, yang tumbuh membentuk saluran panjang yang dibungkus oleh lapisan tipis di bagian dalam dinding sel. Lapisan tipis tersebut mempunyai fungsi ganda yaitu memisahkan jaringan dari minyak dan membentuk minyak serta resin. Bentuk tersebut terdapat pada sel-sel epitel atau pada membran dan melalui dinding sel menuju ke bagian dalam kelenjar. 12 Minyak atsiri dalam tanaman dikategorikan sebagai superficial oil dan subcutaneous oil. Superficial oil dapat dilepaskan dengan mudah dari tanaman dengan menggosok permukaan daun secara hati-hati dan biasa ditemukan pada tanaman dari famili Labiate, Verbenaceae dan Geraniceae. Subcutaneous oil terkandung dalam sel minyak, secretory cavities, osmophors, schizogenous, biasa ditemukan pada famili Myrtaceae, Umbellifereae dan Gramineae. Minyak atisri yang tergolong subcutaneous oil lebih sulit dilepaskan dari tanaman dibanding superficial oil dan dapat dilepaskan dari tanaman dengan merusak jaringan sel. Pada tanaman, kadang-kadang minyak atsiri terikat dengan gula dalam bentuk glikosida sehingga untuk melepaskannya perlu proses hidrolisis (Baser, 1999). 2.5 Perlakuan terhadap Bahan Baku 2.5.1 Curing Istilah curing digunakan untuk menyatakan perlakuan terhadap bahan antara pemanenan sampai pengolahan, berhubungan dengan proses metabolisme bahan tanaman yang masih hidup. Curing juga tercakup dalam proses penundaan, penyimpanan dan pengeringan bahan yang seringkali dilakukan pada pengolahan minyak atsiri karena terbatasnya kapasitas proses pengolahan. Proses oksidasi merupakan dasar curing, yang menyebabkan perubahan fisik dan kimia pada bahan, seperti tembakau dan vanili, yang berdampak pada flavor karena selama proses tersebut terjadi reaksi enzimatik (Abdullah dan Soedarmanto, 1986; Man dan Jones, 1995). 13 Curing dibedakan menjadi empat metode yaitu air curing, sun curing, fire smoke curing, dan flue curing. Metode air curing yaitu pengolahan daun segar dengan cara mengangin-anginkan dalam ruangan yang teduh sehingga tidak terkena cahaya matahari secara langsung (Setiawan dan Trisnawati, 1993). Perubahan yang terjadi pada bahan tanaman setelah panen, akibat proses biokimia yang masih berlangsung dan dapat menghasilkan senyawa yang disukai ataupun tidak disukai (Cheetham, 2002). Menurut Wartini (2007), ekstrak flavour yang dihasilkan dari daun salam tanpa curing, curing 2 dan 4 hari berturut-turut mengandung 29, 32 dan 26 senyawa. Ekstrak flavour daun salam tanpa curing mempunyai senyawa penyusun utama α-osimen (32,00%), oktanal (29,60%), cis-4-dekenal (5,78%), α-humulen (4,56%) dan dekanal (3,55%). Selama proses curing 2 hari persentase relatif senyawa utama dalam ekstrak flavour daun salam yaitu α-osimen meningkat sebesar 12,86%, oktanal menurun sebesar 2,75%, cis-4-dekenal menurun sebesar 1,74%, α-humulen menurun sebesar 1,74% dan dekanal menurun sebesar 1,08%. Selama proses curing 4 hari persentase relatif senyawa utama dalam ekstrak flavour daun salam yaitu α-osimen meningkat sebesar 8,62%, oktanal meningkat sebesar 2,49%, cis-4-dekenal menurun sebesar 1,73%, α-humulen menurun sebesar 2,27% dan dekanal menurun sebesar 0,83%. 2.5.2 Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari campurannya. Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang didasarkan pada 14 kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran (Anon., 2000). Bahan yang akan diekstrak biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk atau simplisia (Sembiring, 2007). Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan antioksidan yang terdapat pada tumbuhan pada umumnya diekstrak dengan pelarut. Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang masuk ke dalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan dan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase pembilasan, pelarut membilas komponen-komponen isi sel yang telah pecah pada proses penghancuran sebelumnya. Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi pembengkakan dinding sel dan pelonggaran kerangka selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat dengan leluasa masuk ke dalam sel. Bahan isi sel kemudian terlarut dalam pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya gaya yang ditimbulkan perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat di dalam dan di luar sel (Voigt, 1995). Menurut Harborne (1987), proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. 15 2.5.2.1 Tujuan dan Kondisi Ekstraksi Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi yaitu : 1). Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai. 2). Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu 3). Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese Medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional. 4). Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika 16 tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus (Harborne, 1987). 2.5.2.2 Metode Ekstraksi Beberapa metode ekstraksi dengan pelarut yang digunakan untuk mendapatkan senyawa aktif pada tanaman adalah metode maserasi, perkolasi, soxhletasi, refluks, destilasi uap air, rotavapor, ekstraksi cair-cair, dan kromatografi lapis tipis. 1). Maserasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama beberapa jam sampai tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Sudjadi, 1986). 17 2). Perkolasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama tiga jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan (Sudjadi, 1986). 3). Soxhletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di Kromatografi Lapis Tipis, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Sudjadi, 1986). 4). Refluks Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, 18 uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekulmolekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak tiga kali setiap 3 jam sampai 4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Sudjadi, 1986). 5). Destilasi uap air Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri (Anonim, 2000). 6). Rotavapor Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 510º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekulmolekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung (Sudjadi, 1986). 19 7). Ekstraksi cair-cair Ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia di antara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok dan didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair. Komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap (Harborne, 1987). 8). Kromatografi lapis tipis Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan (Sudjadi, 1986). 2.6 Heksana Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Awalan heksmerujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Heksana memiliki titik didih 69oC, konstanta 20 dielektrik sebesar 2.0 dan massa jenis 0,655 g/ml. Heksana adalah pelarut non polar yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Heksana merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (Anon. ,2010b) . 2.7 Analisis Kromatografi Gas (Gas Chromatography = GC) Kromatografi gas (gas chromatography = GC), adalah jenis umum dari kromatografi digunakan menganalisis senyawa dalam yang kimia dapat analitik menguap untuk tanpa memisahkan dekomposisi. dan Khas menggunakan GC termasuk pengujian kemurnian zat tertentu, atau memisahkan komponen yang berbeda dari campuran (jumlah relatif komponen tersebut juga dapat ditentukan). Dalam beberapa situasi; GC dapat membantu dalam mengidentifikasi suatu senyawa. Dalam kromatografi preparatif, GC dapat digunakan untuk mempersiapkan senyawa murni dari campuran Fase gerak (atau "fase bergerak") dalam kromatografi gas, adalah gas pembawa, biasanya suatu gas inert seperti helium atau gas yang tidak reaktif seperti nitrogen. Fase diam adalah lapisan mikroskopis cairan atau polimer pada dukungan solid inert, di dalam sepotong kaca atau logam tubing disebut kolom (sebuah penghormatan ke kolom fraksionasi yang digunakan dalam penyulingan). Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut kromatografi gas (atau "aerograph"). Senyawa gas yang dianalisis berinteraksi dengan dinding kolom, yang dilapisi dengan fasa diam yang berbeda. Hal ini menyebabkan setiap senyawa 21 untuk elusi pada waktu yang berbeda, dikenal sebagai waktu retensi dari senyawa tersebut. Perbandingan waktu retensi adalah apa yang memberikan GC kegunaan analitis. Kromatografi gas pada prinsipnya sama dengan kromatografi kolom (dan juga bentuk kromatografi yang lain, seperti kromatografi lapis tipis (TLC)), namun memiliki beberapa perbedaan penting. Pertama, proses pemisahan senyawa-senyawa dalam campuran adalah dilakukan antara fase diam cair dan fase gas mobile, sedangkan pada kromatografi kolom fase diam adalah padat dan fase gerak adalah cairan (Oleh karena itu nama lengkap dari prosedur adalah "kromatografi gas-cair", mengacu pada fase gerak dan diam, masing-masing). Kedua, kolom melalui mana fasa gas lewat terletak di oven dimana temperatur gas dapat dikendalikan, sedangkan kromatografi kolom (biasanya) tidak memiliki kontrol suhu seperti itu. Ketiga, konsentrasi senyawa dalam fase gas adalah semata-mata fungsi dari tekanan uap gas (Anon.,2011a) 2.8 Analisis Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (Gass Chromatography Mass Spectrometry = GC-MS) Kromatografi gas-spektrometer massa (gass chromatography mass spectrometry = GC-MS) adalah metode yang menggabungkan fitur dari kromatografi gas-cair dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi zat yang berbeda dalam sampel uji. Aplikasi GC-MS termasuk deteksi obat, investigasi kebakaran, analisis lingkungan, penyelidikan bahan peledak, dan identifikasi sampel tidak diketahui. GC-MS juga dapat digunakan dalam keamanan bandara untuk mendeteksi zat di bagasi atau pada manusia. Selain itu, ia dapat 22 mengidentifikasi unsur kelumit dalam bahan-bahan yang sebelumnya diperkirakan telah hancur di luar identifikasi. Kromatografi gas-spektrometer massa telah banyak digunakan sebagai "standar emas" untuk bahan identifikasi forensik karena digunakan untuk melakukan tes tertentu. Sebuah tes yang spesifik positif mengidentifikasi kehadiran sebenarnya zat tertentu dalam sampel tertentu. Tes non-spesifik hanya menunjukkan bahwa zat jatuh ke dalam kategori zat. Meskipun uji statistik nonspesifik bisa menyarankan identitas substansi, ini bisa menyebabkan identifikasi positif palsu. Penggunaan spektrometer massa sebagai detektor pada kromatografi gas dikembangkan selama tahun 1950 oleh Roland Gohlke dan Fred McLafferty. Perangkat ini sensitif yang besar, rapuh, dan awalnya terbatas pada pengaturan laboratorium.. Perkembangan komputer terjangkau dan miniatur telah membantu dalam penyederhanaan penggunaan instrumen ini, serta memungkinkan perbaikan besar dalam jumlah waktu yang diperlukan untuk menganalisis sampel. Pada tahun 1996 kecepatan tinggi top-of-the-line GC-MS unit selesai analisis accelerants api dalam waktu kurang dari 90 detik, sedangkan generasi pertama GC-MS akan diperlukan paling tidak 16 menit. Hal ini mengakibatkan untuk diadopsi secara luas mereka dalam sejumlah bidang. Dua komponen ini, digunakan bersama-sama, memungkinkan tingkat jauh lebih baik identifikasi substansi dari unit baik digunakan secara terpisah. Tidaklah mungkin untuk membuat identifikasi akurat dari molekul tertentu dengan kromatografi gas atau spektrometri massa saja. Proses spektrometri massa 23 biasanya memerlukan sampel yang sangat murni sedangkan kromatografi gas menggunakan detektor tradisional (misalnya detektor ionisasi nyala) mendeteksi beberapa molekul yang terjadi untuk mengambil jumlah waktu yang sama untuk melakukan perjalanan melalui kolom (yaitu memiliki waktu retensi yang sama) yang menghasilkan dalam dua atau lebih molekul untuk bersama-elusi. Kadangkadang dua molekul yang berbeda juga dapat memiliki pola yang sama fragmen terionisasi dalam spektrometer massa (spektrum massa). Menggabungkan kedua proses mengurangi kemungkinan kesalahan, karena sangat tidak mungkin bahwa dua molekul yang berbeda akan berperilaku dengan cara yang sama di kedua kromatografi gas dan spektrometer massa (Anon.,2011b).