BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, meliputi semua aspek perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (11-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-17 tahun), dan masa remaja akhir (18-20 tahun) (Wong, 2009). Jumlah penduduk remaja cukup tinggi, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Jumlah penduduk usia remaja di Indonesia mencapai 45.540.025 jiwa yang merupakan jumlah tertinggi dibandingkan dengan usia lain dan didominasi oleh anak usia remaja awal, yaitu 23.714.522 jiwa. Jumlah penduduk muda di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencapai 780.420 jiwa dari total penduduk 3.560.080 jiwa (Kementerian Kesehatan RI 2014). Selama masa transisi, terjadi banyak perkembangan dalam diri remaja diantaranya perkembangan sosial, spiritual, kognitif, psikososial, dan biologis. Berbagai perkembangan tersebut jika tidak berjalan dengan baik dapat menyebabkan gangguan dalam diri remaja. Salah satunya adalah perkembangan biologis yang jika tidak diimbangi dengan perilaku makan sehat, faktor keluarga dan lingkungan sosial, budaya serta psikologis yang baik dapat menyebabkan gangguan nutrisi, seperti berat badan berlebih (Perry et al., 2014). Berat badan berlebih digolongkan menjadi overweight dan obesitas. Overweight merupakan keadaan berat badan lebih dari nilai rata-rata tinggi badan 1 2 dan bangunan tubuh, sedangkan obesitas merupakan suatu penambahan berat badan akibat akumulasi berlebihan lemak tubuh relatif terhadap massa tubuh tanpa lemak (Wong, 2009). Tingginya berat badan pada remaja dapat mengganggu kondisi kesehatan serta meningkatkan risiko penyakit pada masa dewasa seperti diabetes tipe 2, resistensi insulin dan sindrom metabolik serta faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti tekanan darah tinggi dan lipid serum. Remaja yang mengalamai obesitas juga lebih dimungkinkan mengalami gangguan psikologis seperti depresi dan rendah diri (Pbert, 2014). Kedua masalah berat badan ini dirasakan secara global dan terus terjadi di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya di daerah perkotaan. Secara global, pada tahun 2010 jumlah anak yang memiliki berat badan lebih di bawah usia 5 tahun diperkirakan lebih dari 42 juta. Prevalensi global anak-anak yang mengalami berat badan berlebih dan obesitas mengalami peningkatan dari 5% pada tahun 1990 menjadi 7% pada tahun 2012 dan diperkirakan akan terus meningkat. Pada tahun 2012, sekitar 44 juta (6,7%) anak usia di bawah 5 tahun mengalami berat badan berlebih dan cenderung menetap sampai masa dewasa (WHO, 2014). Di indonesia, 12% anak-anak di bawah usia 5 tahun, 6% anak usia 6-14 tahun dan 19% anak usia di atas 15 tahun memiliki berat badan berlebih (Usfar et al., 2010). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) DIY tahun 2013, prevalensi berat badan berlebih pada remaja usia 1618 tahun di DIY sebesar 9,8%, terdiri dari 7,2% kegemukan dan 2,6% obesitas dengan prevalensi tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta, yaitu sebanyak 18,9% terdiri dari 12,9% kegemukan dan 2,6% obesitas. Prevalensi berat badan berlebih 3 pada remaja usia 13-15 tahun di DIY lebih tinggi, yaitu sebesar 10,9%, terdiri dari 6,7% kegemukan dan 4,2% obesitas, dengan prevalensi tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta sebanyak 13,5%, terdiri dari 11,5% kegemukan dan 2,0% obesitas. Kelebihan berat badan dapat terjadi karena adanya interaksi antar genetik, neuroendokrin, metabolisme tubuh, psikologis, serta lingkungan dan sosial (Raj & Kumar, 2010). Faktor lingkungan dan sosial seperti orangtua dapat mempengaruhi perilaku makan anak yang kemudian menstimulasi terjadinya berat badan berlebih (Adriani & Wirjatmadi, 2014). Menurut Perry et al. (2014), obesitas dapat disebabkan oleh 3 faktor penting, yaitu: faktor genentik, faktor metabolik dan perilaku makan. Perilaku makan pada remaja sering tidak teratur, sering jajan, snacking dan makan di luar rumah (DeBruyyne et al., 2008). Remaja juga sering tidak sarapan dan lebih mengonsumsi makanan cepat saji (Mahdali et al. 2013). Perilaku makan tidak sehat pada remaja selain menyebabkan kegemukan juga dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam tubuh. Beberapa penyakit yang dapat muncul di antaranya adalah diabetes tipe 2, anemia defisiensi besi (Mahan, 2012), gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan otak, gangguan tulang, serta kekurangan nutrien dalam tubuh seperti kekurangan vitamin A, vitamin B6, folat, riboflavin, iron, kalsium, zinc, protein, sodium dan kelebihan lemak tubuh (Mahan, 2004) serta dapat mengakibatkan kanker lambung (Somi et al., 2015). Dalam kebiasaannya memilih makanan, remaja merefleksikan berbagai faktor yang melatarbelakanginya seperti faktor individu itu sendiri, teman sebaya, pengaruh iklan dan media serta ketersediaan dan kebiasaan makan keluarga 4 (Adriani & Wirjatmadi, 2014). Teman sebaya mempengaruhi, memberikan model dan berbagi aktivitas sesama remaja, seperti makan di restauran fast food dan membeli makanan kecil di warung dekat sekolah. Banyak remaja tergoda untuk mengonsumsi makanan yang diiklankan, sehingga mempengaruhi kebiasaan makan remaja (Mahan, 2012). Orangtua menyebabkan pemilihan makanan (buah dan sayuran) dan minuman remaja dengan memberikan modelling kebiasaan makan sehat, memilih makan, dan memberikan dukungan dengan membatasi konsumsi makanan tidak sehat (Pearson et al., 2008). Perilaku makan seseorang dilatarbelakangi oleh 3 aspek teori tentang etiologi makan berlebihan yaitu, external eating, emotional eating dan restraint eating (Streint, 2013). Menurut externality theory Schachter, seseorang dengan berat badan berlebih belum mengenali isyarat lapar dan kenyang secara fisiologis sehingga cenderung mengandalkan isyarat makanan eksternal seperti adanya bau dan rasa makanan yang lezat. Emotional eating berasal dari teori psikosomatik Bruch yang menganggap bahwa konflik psikologis menginduksi makan berlebihan. Remaja berat badan berlebih secara tidak langsung mengembangkan kebiasaan makan berlebihan untuk menghilangkan perasaan negatif, mengurangi kecemasan, atau bereaksi terhadap penolakan tertentu. Restraint eating berasal dari Restraint Theory yang menjelaskan makan berlebihan sebagai akibat dari diet yang gagal (Barrada et al., 2013; O’Donohue et al., 2008). Upaya dalam mempromosikan penurunan berat badan dan perilaku makan sehat pada remaja adalah dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan perilaku makan remaja termasuk dalam pendidikan gizi. 5 Pendidikan gizi diartikan sebagai penyebaran informasi tentang ilmu gizi, khususnya tentang yang harus dimakan dan yang tidak boleh dimakan (Supariasa, 2012). Pendidikan gizi dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan praktik pemilihan makanan dan perilaku makan (Turner et al., 2008). Pendidikan gizi yang dilaksanakan secara efektif dapat memotivasi serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam pemilihan makanan dan gaya hidup sehat (FNS, 2010). Pendidikan kesehatan dapat dilakukan oleh berbagai profesi kesehatan salah satunya adalah perawat. Perawat sebagai edukator dapat berperan sebagai pendidik kesehatan. Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Sebagai pendidik, perawat berperan dalam mendidik individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini dapat berupa penyuluhan kepada klien dan peserta didik (ICN, 2009). Perawat dapat dan harus berpartisipasi dalam promosi dan pendidikan kesehatan untuk pencegahan berat badan berlebih dengan memberikan pendidikan gizi yang tepat untuk masyarakat umum dan pembuat kebijakan (Lazarou & Kouta, 2010). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tanggal 29 Januari 2015, dari Data Penjaringan Kesehatan Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama (SMP), diketahui bahwa di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta terdapat 74 remaja berat badan berlebih (19,5% dari 379 remaja). Jumlah remaja berat badan berlebih di SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta adalah 6 35 remaja (13,1% dari 268 remaja). Prevalensi remaja berat badan berlebih di SMP Muhammadiyah 4 dan 1 Yogyakarta (16,8%) lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi remaja di Kota Yogyakarta (13,5%). SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta terletak di Kecamatan Pakualaman yang merupakan kecamatan dengan persentase kejadian remaja berat badan berlebih tertinggi di Kota Yogyakarta, sedangkan SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta terletak di Kecamatan Ngampilan yang merupakan kecamatan dengan persentase kejadian remaja berat badan berlebih tertinggi kedua di Kota Yogyakarta. Jumlah berat badan berlebih di SMP Muhammadiyah 4 dan 1 Yogyakarta juga cukup tinggi dibandingkan dengan SMP lainnya di Kota Yogyakarta, yaitu mencapai 14,75% dari 739 remaja berat badan berlebih. Berdasarkan observasi di SMP Muhammadiyah 4 dan 1 Yogyakarta, remaja berat badan berlebih sering jajan, makan makanan cepat saji, ngemil serta makan setiap saat ketika ingin makan atau melihat makanan atau minuman yang lezat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku makan remaja berat badan berlebih di SMP Kota Yogyakarta? 7 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku makan remaja berat badan berlebih. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi remaja Menambah pengetahuan dan motivasi remaja dalam rangka meningkatkan perilaku makan sehat. 2. Manfaat bagi perawat Sebagai rujukan dalam menerapkan salah satu peran perawat untuk mempromosikan kesehatan dalam meningkatkan perilaku makan yang baik pada remaja berat badan berlebih. 3. Manfaat bagi Program Magister Keperawatan FK UGM Menambah referensi tentang pendidikan kesehatan serta sebagai rujukan untuk mengadakan program pengabdian masyarakat, khususnya tentang perilaku makan pada remaja berat badan berlebih. E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dilihat berdasarkan penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini. Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Penafiel et al. (2014) yang berjudul “A Conceptual Framework for Healthy Eating Behavior in Ecuadorian Adolescents : A Qualitative Study”. 8 Tujuan penelitian tersebut untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi perilaku makan remaja dari sudut pandang orangtua, staf sekolah dan remaja dalam rangka mengembangkan kerangka konseptual perilaku makan remaja. Disain penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif. Sampel yang digunakan adalah 80 remaja, 32 orangtua dan 32 staf sekolah yang dipilih dengan teknik convenience sampling di 5 sekolah di daerah urban dan rural Ekuador. Data dikumpulkan melalui focus group discussion pada bulan April-September 2008 dan dianalisis dengan thematic content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku makan remaja adalah faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor individu terdiri dari kesadaaran, sikap, pengalaman terhadap rasa makanan, efikasi diri, otonomi keuangan, kebiasaan, norma pribadi dan hambatan yang dirasakan. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan luar. Lingkungan keluarga meliputi peraturan orangtua, modelling dan ketersediaan sumber daya. Lingkungan sekolah meliputi peraturan sekolah dan ketersediaan sumber daya. Lingkungan luar meliputi perubahan sosiokultural dan ketersediaan sumber daya. Perbedaan penelitian yang dilaksanakan dengan penelitian sebelumnya adalah sampel yang digunakan hanya remaja berat badan berlebih, pengumpulan data menggunakan kuesioner, serta menggunakan disain kuasi eksperimental prepost test with control group design. 2. Penelitian Anderson et al. (2014) dengan judul “Taking Steps Together: A Family- and Community-Based Obesity Intervention for Urban, Multiethnic 9 Children”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui efektivitas program Taking Steps Together (TST) terhadap perubahan perilaku yang dapat menurunkan obesitas. Sampel penelitian adalah 33 orangtua dan 62 anak usia 7-17 tahun di Minneapolis, Minnesota. Metode penelitian adalah penelitian eksperimen dengan pre-post test design. Program intervensi TST dilakukan dengan memberikan materi tentang memasak dan makan, aktivitas, dan aktivitas fisik dalam 2 jam setiap minggu selama 16 minggu. Data dikumpulkan sebelum dan setelah intervensi dengan menggunakan kuesioner demografi dan self-reported evidence-based health- related behaviors tentang konsumsi buah, sayur dan gula serta aktivitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program TST secara signifikan meningkatkan konsumsi buah dan sayur (p < 0,05), meningkatkan aktivitas fisik (p < 0,05), tidak signifikan terhadap penurunan body mass index pada orangtua dan anak (p > 0,005) serta menurunkan konsumsi gula pada orangtua (p < 0,05). Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah intervensi hanya dilakukan pada remaja berat badan berlebih, materi intervensi tentang berat badan berlebih dan perilaku makan, disain yang digunakan adalah disain kuasi eksperimental pre-post test with control group design serta variabel yang diukur adalah perilaku makan remaja. 3. Penelitian Mahdali et al. (2013) dengan judul “Efek Edukasi Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap serta Perubahan Perilaku Remaja Obesitas di Kota Gorontalo”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui efek edukasi gizi terhadap perubahan pengetahuan, sikap serta perubahan perilaku remaja 10 obesitas. Populasi penelitian tersebut adalah siswa yang berusia 12-15 tahun obesitas di wilayah SMP Negeri 1 Kota Gorontalo. Metode penelitian adalah penelitian eksperimen dengan rancangan pre post test randomized controlled group design. Program intervensi dilakukan dengan memberikan edukasi gizi. Data dikumpulkan sebelum dan setelah intervensi dengan melalui wawancara menggunakan kuesioner demografi, pengetahuan dan perilaku tentang kebiasaan makan pagi, sedentary behavior, dan konsumsi western fast food,. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah edukasi gizi terjadi perubahan pengetahuan (meningkat sebesar 18%, p < 0,05), sikap (meningkat sebesar 30%, p < 0,05), perilaku sarapan (meningkat sebesar 48%, p < 0,05) dan aktivitas sedentari (menurun sebesar 32% p < 0,05). Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah intervensi dilakukan dalam 2 sesi pendidikian kesehatan tentang berat badan berlebih dan perilaku makan, variabel yang diukur adalah perilaku makan remaja, metode penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian pre-posttest with control group design. 4. Penelitian Bahruddin (2012) dengan judul “Emosi dan Perilaku Makan Hubungannya dengan Kejadian Berat Badan Lebih pada PNS di Kota Ternate”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui hubungan emosi, dan perilaku makan dengan kejadian berat badan lebih pada PNS di Kota Temate. Sampel penelitian tersebut adalah PNS di kota Ternate yang berjumlah 106 orang tersiri dari 53 kelompok perlakuan dan 53 kelompok kontrol. Disain penelitian penelitian observasional dengan rancangan case- 11 control serta dianalisis menggunakan chi-square dan regresi logistik. Data dikumpulkan dengan kuesioner Emotional Eating Scale (EES) untuk mengukur Emosi, DEBQ untuk mengukur perilaku makan dan SQ-FJFQ untuk mengukur asupan subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan hubungan bermakna antara perilaku makan restrained dengan berat badan lebih (OR = 15,5); perilaku makan restrained (OR = 6,8), emotion (OR = 2,7) dan external (OR = 4,8) dengan asupan kalori. Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukan bahwa faktor-faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kenaikan berat badan adalah perilaku makan restrained dan asupan kalori. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah sampel penelitian pada remaja, metode penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian pre-posttest with control group design serta variabel penelitian adalah pendidikan kesehatan dan perilaku remaja. 5. Penelitian Carson (2010) yang berjudul “Changes in Obesity-Related Food Behavior: A Nutrition Education Intervention to Change Attitudes and Other Factors Associated with Food-Related Intentions in Adolescents: An Application of the Theory of Planned Behavior”. Tujuan penelitian tersebut untuk menguji pengaruh intervensi pendidikan kesehatan dalam mengubah sikap dan faktor lain yang berhubungan dengan makan pagi dan konsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian ekperimental dengan pre-post test with control design. Sampel yang digunakan adalah 106 remaja usia 11-15 tahun yang terdiri dari 12 57 remaja kelompok perlakuan dan 49 remaja kelompok kontrol. Pendidikan kesehatan dilakukan 60 menit seminggu sekali selama 7 minggu tentang konsep dasar gizi, tantangan dan hambatan, merumuskan tujuan dan mengidentifikasi metode untuk mempertahankan motivasi responden. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perubahan yang signifikan dalam perilaku minum susu skim (p < 0,05), 1% susu (p < 0,001), 2% susu (p < 0,001) serta tidak ada perubahan yang signifikan dalam pola makan pagi dan konsumsi makanan tinggi serat. Perbedaan penelitian yang akan dilaksanakan dengan penelitian sebelumnya adalah intervensi hanya dilakukan pada remaja berat badan berlebih, materi intervensi tentang kegemukan dan pola makan serta variabel yang diukur adalah perilaku makan remaja. 6. Penelitian Rao et al. (2007) yang berjudul “Dietary Habits and Effect of Two Different Educational Tools on Nutrition Knowledge of School Going Adolescent Girls in Hyderabad, India”. Tujuan penelitian tersebut untuk mengukur kebiasaan makan dan tingkat pengetahuan gizi remaja perempuan dari sekolah yang berbeda dan untuk mempelajari efektivitas alat pendidikan gizi yang berbeda dalam meningkatkan pengetahuan gizi remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi ekperimental dengan prepost test with control design. Sampel yang digunakan adalah 164 remaja perempuan kelas delapan yang terdiri dari 87 remaja kelompok perlakuan dan 77 remaja kelompok kontrol. Pendidikan kesehatan dilakukan 2 kali menggunakan 2 alat berbeda. Perlakuan pertama menggunakan alat bantu 13 media cetak seperti leaflet dan grafik. Perlakuan kedua menggunakan alat bantu media audio visual. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih banyak mengonsumsi minuman soda, roti, makanan cepat saji dan kurang konsumsi millets. Konsumsi sayuran, sayuran berdaun hijau dan buah-buahan adalah dalam kategori sedang. Terdapat peningkatan yang signifikan pada pengetahuan gizi antara kelompok eksperimen setelah intervensi pertama dan kedua dibandingkan dengan sebelum intervensi (P < 0.001). Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam peningkatan pengetahuan gizi antara intervensi kedua dan intervensi pertama (P > 0.05). Perbedaan penelitian yang akan dilaksanakan dengan penelitian sebelumnya adalah intervensi dilakukan pada remaja berat badan berlebih baik laki-laki maupun perempuan, materi intervensi tentang kegemukan dan pola makan dengan media slide presentasi dan leaflet serta variabel yang diukur adalah perilaku makan remaja.