Gus Dur Menulis, Gus Dur Ditulis

advertisement
Judul
: Gus Dur Menulis, Gus Dur Ditulis
Media
: Jawa Pos
Tanggal : 04-Jan-2015
Wartawan
:
Nada Pemberitaan : Positif
Halaman : 2
Gus Dur Menulis,
Gus Dur Ditulis
ABDURRAHMAN Wahid (Gus Dur,
1940-2009) adalah contoh mutakhir bahwa
gagasan akan tetap hidup meski raga
telah "tiada" Semasa hidup, dia dikenal
sebagai penulis yang produktif.
Gagasan-gagasan cemerlangnya kerap
menghiasi media cetak. Lewat bukunya,
Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama
Masyarakat Negara Demokrasi (The Wahid
Institute: 2006), terlihat potret pemikiran
politik mantan presiden Indonesia itu.
Di sana terpampang ide besar Gus Dur
tentang Indonesia, Islam, dan kedewasaan
politik Iata. Selain itu, Bapak Pluralisme
tersebut menulis buku sebagai berikut:
(1) Islam Kosmopolitan: Nilai-Nilai
Indonesia dan Transformasi Kebudayaan
(2007); (2) Pergulatan Negara, Agama,
dan Kebudayaan (2001). Juga ratusan
artikel yang tersebar di berbagai media.
Fakta itu memperlihatkan bahwa Gus Dur
adalah manusia yang menulis. Dia memproduksi dan mewartakan pemikiran lewat
tulisan. Kegelisahannya memandang wajah
keberagamaan Indonesia diekspresikan lewat
tulisan bernas nan cerdas. Sehingga kita
dengan mudah melahap ide-ide Gus Dur.
Tepat pada 30 Desember 2009, Indonesia
kehilangan penjaga kerukunan umat
beragama yang gigih itu. Gus Dur tidak
hanya pintar berwacana dalam bentuk
artikel atau kolom-kolomnya yang
bertebaran. Dia juga kerap melarungkan
diri dalam arus deras pertentangan soal
wacana keagamaan. Meski konsekuensinya,
Gus Dur tak jarang menerima pandangan
nyinyir dari orang yang berseberangan.
Namun, bagi penggemar sepak bola dan
film tersebut, itu tak lebih dari duri yang
ada di jalan. Memang akan terasa sakit,
tapi jika dilewati, segera tidak tampak lagi
dalam perjalanan selanjutnya.
Kegigihan Gus Dur tersebut merupakan
manifestasi atas fakta Indonesia yang
multikultut Gagasannya yang mengusung
"pribumisasi Islam" merepresentasikan
bahwa terdapat nilai islami dalam lokalitas.
Unsur pribumi yang melekat coba
ditonjolkan agar tidak ciut nyali menghadapi
serbuan pemikiran dari luar. Hal yang
tentu saja berbeda dengan sebagian
kalangan yang hendak memaksakan Islam
dalam bentuk rigid yang Arab sentris.
Gus Dur adalah tokoh avant-gardeyang
memperjuangkan hak-hak kaum minoritas
di Indonesia. Pembelaannya telah
mendapatkan pengakuan dari masyarakat
nasional dan dunia internasional.
Melekatnya pluralisme di belakang nama
Gus Dur tidak lepas dari aksi dan
pemikirannya yang disumbangkan atas tidak bisa dibenarkan. Karena itu, munnama kebersamaan tanpa memandang cullah peraturan pemerintah yang melietnisitas. Pluralisme Gus Dur tidak hanya burkan Hari Imlek, yang sebelumnya tidak
sebatas teoretis dalam kertas dan lembar pernah terjadi. Hal itu menjadi batu pijakan
makalah, tapi juga dengan aksi nyata di selanjutnya dalam menentukan kebijakan
tengah persoalan masyarakat
terhadap minoritas di negeri ini, baik di
Dalam konteks perbukuan, sosok Gus Dur era kepresidenan Megawati Soekamoputri
sepertinya adalah tokoh yang akan terus maupun Susilo Bambang Yudhoyono.
diperbincangkan dan dibahas. Buku biografi Dengan napas agak berbeda, KH Husein
Gus Dur ditulis Greg Barton dengan judul Muhammad meninjau Gus Dur dalam
Biografi Gus Dur: The Authorized Biography balutan sufisme. Lewat SangZaliid: Meof Abdurrahman Wahid (LK3S: 2003).
ngarungi Sufisme Gus Dur (2012), Kiai
Namun, pembahasan mengenai Gus Dur Husein memperhatikan keseharian Gus
tak sebatas itu. Ketertarikan peneliti dan Dur. Dari sana dirumuskanlah sebuah
penulis terhadap sosok pria kelahiran Jom- gagasan "Sufisme Gus Dur"
bang tersebut melahirkan beragam buku Secara khusus, Kiai Husein menjelaskan
dengan sudut tinjauan yang inovatif.
kesufian Gus Dur. Kedekatan emosional
M.N. Ibad dan Akhmad Fikri A.F. me- Husein menjadi alat yang cukup legitimatif
nyistematisasi Abdurrahman Wahid dalam untuk menyatakan hal itu. Di dalamnya
bingkai buku berjudul Bapak Tionghoa juga disinggung pluralisme Gus Dur. Buku
Indonesia (2012). Dijelaskan, kepedulian ini hanya sebatas "klangenan" untuk
Gus Dur terhadap minoritas Tionghoa mengenang Gus Dur. Yang lebih terkesan
juga dipengaruhi latar belakangnya, yakni sebagai otobiografi dari seorang sahabat
daripada mengkritisi perilaku Gus Dur.
memiliki garis keturunan Tionghoa.
Di sini secara jelas dituturkan, keberpi- Dalam posisi seperti itu, netralitas tidak
hakan Gus Dur terhadap orang Tionghoa bisa didapatkan secara akurat. (*)
disebabkan, bagaimanapun, setiap orang
yang lahir di atas tanah air ini berhak menyandang status kewarganegaraan yang
sama. Diskriminasi dalam bentuk apa pun
Download