10 II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian

advertisement
10
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharyati (2013) dengan judul
Perumusan Strategi Bersaing Jahe Instan Produk CV. Intrafood Surakarta.
Karakteristik jahe instan CV. Intrafood adalah warna penyajian cokelat, aroma
jahe kuat, kekentalan cukup pekat, rasa kuat, rasa manis tidak berlebihan, dari
segi manfaat yakni sensasi hangat dan pedas begitu kuat, dari segi after taste
tidak menimbulkan efek pahit, merk kurang dikenal, penulisan tipografi merk
menarik, desain kemasan sudah dikenal, visualisasi gambar jahe kurang,
mudah dibuka, kemasan tidak kaku, warna kemasan batik kecoklatan, kinerja
produk terkesan lengket dengan kemasan, kelengkapan label kemasan masih
kurang. Hasil analisis Competitive Profile Matrix (CPM) posisi jahe instan
produk CV. Intrafood yaitu jahe instan A menempati posisi nomor 2 diantara
ketiga pesaingnya. Jahe instan produk CV. Intrafood memiliki total skor lebih
tinggi (2,9242) dibanding produk jahe instan C (1,5909) dan produk jahe instan
D (1,5303). Total skor tertinggi diduduki oleh produk jahe instan B yaitu
sebesar 3,5758. Strategi yang dapat diterapkan pada jahe instan CV. Intrafood
yaitu mempertahankan manfaat produk jahe instan yaitu kehangatan dan
tingkat kepedasannya, benchmark tampilan warna penyajian seperti jahe instan
C, benchmark aroma, kekentalan, rasa, after taste dengan pesaing utama (jahe
instan B) serta benchmark nama merk, desain kemasan, kualitas, warna
kemasan, kinerja produk dalam kemasan, dan kelengkapan label dengan
pesaing utama (jahe instan B). Persamaan dengan penelitian yang akan saya
lakukan yaitu analisis strategi bersaing dengan alat analisis CPM dan faktor
penentu keberhasilan yaitu rasa, merk, desain kemasan, kualitas kemasan serta
kelengkapan label. Perbedaan dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu
menganalisis Jahe Instan produk CV. Intrafood dengan Perceptual Mapping
dan faktor penentu keberhasilan yang diteliti yaitu warna penyajian,
kekentalan, manfaat, after taste, warna kemasan serta kinerja produk.
10
11
Penelitian berjudul Strategi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan
Indonesia di Pasar Internasional oleh Lestari (2013). Berdasarkan analisis
profil kompetitif, tiga faktor produksi dan pemasaran sangat berpengaruh
terhadap daya saing ikan tuna yaitu (1) mutu ikan tuna yang dihasilkan dengan
bobot 0,143; (2) Tarif dan non tarif dengan bobot 0,114; (3) Pengembangan
dan pasar promosi dengan bobot 0,110; (4) Faktor manusia dan kelembagaan,
faktor yang memiliki peranan penting dalam peningkatan daya saing yaitu
peran pemerintah dalam pengembangan industri tahu tuna (0,147), ketersediaan
sumberdaya manusia (0,135), peran pemerintah dalam penanganan ilegal
fishing (0,130). Berdasarkan hasil analisis, prioritas strategi yang dapat
dilakukan adalah meningkatkan mutu olahan tuna Indonesia, mendorong
mengatasi hambatan tarif dan nontarif, meningkatkan pengembangan pasar dan
pengetahuan promosi. Prioritas strategi untuk faktor manusia dan kelembagaan
yaitu meningkatkan peran pemerintah dalam pengembangan industri
pengolahan tuna, meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang
mampu menangani mutu, serta pemberantasan dan pengendalian ilegal fishing.
Persamaan dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu menggunakan alat
analisis CPM dan faktor yang diteliti yaitu pemerintah, pasar promosi serta
lembaga. Perbedaan dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu
menganalisis dengan menggunakan indeks RCA (Revealed Comparative
Advantage) dan faktor yang diteliti yaitu mutu ikan tuna, tarif dan non tarif
serta faktor manusia pengembangan.
Hasil penelitian Mukminatin (2012) yang berjudul Strategi Pemasaran
Durian Sanggaran (Duriozibethinus M.) di Kecamatan Matesih Kabupaten
Karanganyar dengan Metode Competitive Profile Matrix (CPM). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peringkat pertama durian lokal di Kecamatan
Matesih yaitu durian sanggaran dengan total skor 2,909 dengan menggunakan
alat analisis CPM (Competitive Profile Matrix). Alternatif strategi yang dapat
diterapkan dalam pemasaran durian sanggaran di Kecamatan Matesih
Kabupaten Karanganyar antara lain diversifikasi produk olahan durian (5,032),
perbaikan kios pedagang durian (6,146), dan menjalin kemitraan dengan
12
pemerintah dan lembaga keuangan (5,602). Prioritas strategi yang dapat
diterapkan dalam pemasaran durian sanggaran di Kecamatan Matesih
Kabupaten Karanganyar berdasarkan analisis QSPM adalah perbaikan kios
pedagang durian. Persamaan dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu
menggunakan alat analisis CPM, SWOT dan QSPM. Faktor internal yang
diteliti yaitu produk, promosi, dan harga, sedangkan faktor eksternal yaitu
pemerintah, pesaing, konsumen, dan teknologi informasi. Selain itu, persamaan
pada faktor penentu keberhasilan yang diteliti yaitu rasa. Perbedaan dengan
penelitian yang akan saya lakukan yaitu menganalisis strategi pemasaran
durian dan faktor penentu keberhasilan adalah ukuran penampilan fisik, warna
daging buah serta tebal daging buah, sedangkan perbedaan faktor internal yang
diteliti yaitu tempat.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pisang
Pisang telah menyebar ke suluruh dunia, meliputi daerah tropis dan
sub tropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal diantaranya
Brasil, Fhilipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Indonesia,
Karibia, Columbia, Meksiko, Venzuela, dan Hawai. Indonesia merupakan
negara
penghasil
pisang
nomor
empat
di
dunia
(Satuhu dan Supriadi, 2000).
Pisang termasuk dalam famili Musaceae, terdiri atas berbagai
varietas dengan bentuk, penampilan, warna, serta ukuran yang berbedabeda antara yang satu dengan yang lainnya. Varietas pisang unggul antara
lain pisang ambon kuning, pisang ambon lumut, pisang badak, pisang
barangan, pisang kepok, pisang susu, pisang raja, pisang awak, pisang
tanduk, dan pisang nangka. Adapun klasifikasi pisang menurut
Tjitrosoepomo (2001) yaitu :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Zingiberales
13
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Species
: Musa paradisiaca formatypica
Produksi buah pisang di Indonesia merata sepanjang tahun karena
pisang bukan buah musiman serta memiliki daerah sebaran yang luas,
hampir seluruh wilayah merupakan daerah penghasil pisang yang ditanam
di pekarangan, ladang, dan perkebunan. Produksi pisang hampir tersedia di
seluruh wilayah Indonesia terutama di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Bali, NTB, dan Lampung.
Hal yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara produsen
pisang dunia karena kecocokan iklim untuk budidaya pisang selain itu
didukung
oleh
sumberdaya
manusia
petani
yang
cukup
besar
(Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, 2005).
Buah pisang mengandung protein, karbohidrat, kalsium, fosfor,
besi, vitamin A, B, C, dan zat metabolit sekunder lainnya yang
menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan
lainnya. Bila dibandingkan dengan jenis makanan lainnya, mineral pisang
khususnya
zat
besi
dapat
seluruhnya
diserap
oleh
tubuh
(Prabawati et al., 2008).
2. Sale Pisang
Pada umumnya, pisang dapat dikonsumsi secara langsung dalam
keadaan buah segar. Buah pisang juga dapat diolah dalam keadaan mentah
maupun matang. Pisang mentah dapat diolah menjadi tepung, keripik,
sedangkan pisang matang dapat diolah menjadi sari buah, selai, sale dan
lain sebagainya. Salah satu upaya untuk menanggulangi kelebihan
produksi dan pemasaran pisang segar adalah dengan melakukan
pengawetan menjadi sale pisang. Olahan pisang menjadi sale akan
memperpanjang masa simpan dan meningkatkan harga jual pisang. Proses
pembuatan sale pisang untuk menjadi sale terbagi dalam dua tahap, yaitu
sale pisang setengah jadi dan sale pisang dalam bentuk jadi. Produk sale
pisang setengah jadi merupakan bentuk sale murni tanpa pemberian atau
14
penambahan bahan-bahan lain, sedangkan bentuk sale pisang jadi sudah
dilakukan penambahan bahan-bahan lain seperti tepung, gula, garam,
aroma dan lain-lain. Varietas pisang yang digunakan untuk pembuatan sale
sangat memengaruhi berat produk setengah jadi dan kualitas produk,
sehingga pemilihan varietas pisang untuk pembuatan sale menjadi hal
yang penting (Indroprahasto, 2004).
Pada dasarnya suatu produk terdiri dari beberapa atribut yang
menggambarkan ciri produk. Konsumen melihat suatu produk dari atribut
yang sudah melekat pada produk. Konsumen melakukan evaluasi atribut
produk dan memberikan kepercayaan terhadap atribut yang dimiliki oleh
suatu produk. Atribut produk meliputi merk, kemasan, kualitas, dan desain
(Kotler, 1996).
Menurut Tjiptono (2002), atribut produk merupakan unsur-unsur
produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar
pengambilan keputusan pembelian. Atribut produk antara lain meliputi
merk, kemasan, dan label. Merk merupakan nama, istilah, tanda, simbol
atau lambang, desain, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk
lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi
terhadap produk pesaing. Tujuan dari pembuatan kemasan adalah sebagai
pelindung, memberikan daya tarik untuk promosi, sebagai identitas dan
memberikan informasi. Label merupakan bagian dari suatu produk yang
menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual.
Atribut produk sale pisang yang dinginkan konsumen terhadap
produk sale pisang yaitu rasa, tekstur, kemasan, kandungan gizi dan jenis
pisang yang digunakan sebagai bahan baku. Karakteristik teknis yang
diinginkan pada desain bentuk produk, desain kemasan yaitu pada desain
gambar kemasan dan jenis pisang, sedangkan pada teknologi berupa
teknologi pengolahan yang berhubungan dengan takaran pemberian aroma,
serta pemilihan bahan tambahan (Rusdiana, 2014).
15
3. Strategi Bersaing
Suatu perusahaan dalam rangka mempertahankan posisinya,
perusahaan akan menghadapi berbagai tantangan lingkungan eksternal.
Oleh karena itu, untuk mempertahankan posisinya sebuah perusahaan
berusaha untuk melakukan perluasan pasar namun, perluasan pasar yang
dilakukan tentu saja tidak terlepas dari persaingan. Penggunaan strategi
bersaing dapat membantu perusahaan meningkatkan posisi
yang
kompetitif, meningkatkan pangsa pasar serta meningkatkan laba
perusahaan (Yannopoulos, 2011).
Menurut Porter (2007), strategi berhubungan dengan posisi
bersaing dibandingkan dengan pesaing. Strategi berhubungan dengan
memberikan nilai tambah produk dan menciptakan produk yang berbeda
yang lebih unggul dimata konsumen dibandingkan dengan pesaing. Tujuan
akhir strategi bersaing untuk menanggulangi kekuatan lingkungan demi
kepentingan
perusahaan.
Lingkungan
persaingan
yang
ada
pada
perusahaan terdiri atas 5 kekuatan bersaing, yaitu masuknya pesaing baru,
ancaman dari produk pengganti, kekuatan penawaran pembeli, kekuatan
penawaran pemasok, dan persaingan di antara pesaing-pesaing yang ada.
Persaingan
adalah
bersaingnya
pengusaha
yang
berusaha
mendapatkan keuntungan, pangsa pasar, dan jumlah penjualan. Para
pengusaha berusaha unggul dalam persaingan dengan membedakan harga,
produk, distribusi dan promosi. Kunci utama dalam memenangkan
persaingan adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada pelanggan
melalui penyampaian produk dan jasa yang berkualitas dengan harga
bersaing (Tjiptono, 2008).
Perusahaan harus memahami pelanggan dalam rangka merancang
penawaran pasar yang memberikan nilai lebih daripada pesaing yang
berusaha memenangkan pasar yang sama. Penawaran pasar tersebut
merupakan keunggulan bersaing perusahaan artinya bahwa perusahaan
memiliki keunggulan melebihi pesaing dengan menawarkan nilai yang
lebih besar kepada konsumen. Perusahaan memahami pelanggan kemudian
16
mengembangkan hubungan yang kuat dengan pelanggan. Perusahaan perlu
memahami pesaing dan pelanggan melalui analisis untuk mencapai
keunggulan bersaing (Kotler, 2010).
4. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan UMKM berdasarkan
jumlah tenaga kerja. Usaha yang memiliki 1-4 orang tenaga kerja
dikelompokkan sebagai usaha mikro, 5-19 orang tenaga kerja sebagai
usaha kecil, 20-99 orang tenaga kerja sebagai usaha menengah dan bila
mencapai 100 orang tenaga kerja atau lebih digolongkan sebagai usaha
besar (Wismiarsi et al., 2008).
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan
usaha yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan
ekonomi secara luas kepada masyarakat. Lapangan kerja yang luas mampu
mengurangi pengangguran di suatu daerah yang akan membantu
masyarakat
sekitar
memperoleh
pendapatan
untuk
mencukupi
kebutuhannya. UMKM juga berperan dalam proses pemerataan dan
peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi,
serta berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional (Iman dan Adi, 2009)
Menurut badan Pusat Statistik tahun 2003 mendefinisikan UMKM
menjadi 2 kategori yaitu menurut omset, usaha kecil adalah usaha yang
mempunyai aset tetap kurang dari Rp. 200.000.000 dan omset pertahun
kurang dari Rp. 1.000.000.000. Sedangkan menurut jumlah tenaga kerja,
usaha kecil adalah usaha yang mempunyai tenaga kerja sebanyak 5 sampai
9 orang tenaga kerja. UMKM adalah usaha yang mempunyai modal awal
yang kecil atau nilai kekayaan yang kecil dan jumlah pekerja yang terbatas
(Sukirno, 2004).
Usaha mikro mempunyai peran yang penting dalam pembangunan
ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan
investasi yang lebih kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam
menghadapi
dan
beradaptasi
dengan
perubahan
pasar.
Hal
ini
menyebabkan usaha mikro tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan
17
eksternal, karena dapat mengurang impor dan memiliki kandungan lokal
yang tinggi. Oleh karena itu, pengembangan usaha mikro dapat
memberikan kontribusi pada diversifikasi ekonomi dan perubahan struktur
sebagai prakondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil dan
berkesinambungan. Selain itu, tingkat penciptaan lapangan kerja lebih
tinggi pada usaha mikro daripada yang terjadi di perusahaan besar
(Sutrisno dan Sri, 2006).
Terdapat beberapa karakteristik UMKM menurut Berry dan
Sandeem (2001) antara lain:
a) Kinerja UMKM lebih baik dalam mengembangkan karyawan, lebih
banyak menyerap tenaga kerja, dan mampu memperhatikan potensi
pertumbuhan karyawan.
b) UMKM menerima peningkatan produktivitas melalui investasi dan
perubahan teknologi sebagai bagian dari dinamisasinya.
c) Fleksibilitas UMKM jauh lebih mudah daripada perusahan besar dalam
kondisi apapun termasuk cepatnya perubahan kondisi pasar tidak akan
berpengaruh secara signifikan terhadap UMKM.
Sulistyastuti
(2004)
berpendapat
bahwa
UMKM
mampu
memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan,
terutama di negara-negara berkembang. Peranan usaha kecil tidak hanya
menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli
rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih
tinggi. Selain itu, usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi
usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Tujuan sosial dari
UMKM adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu
menjamin kebutuhan dasar rakyat.
Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam
perekonomian Indonesia menurut Kementerian Koperasi dan UKM (2005)
dapat dilihat dari:
a) Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di
berbagai sektor penyedia lapangan kerja yang terbesar.
18
b) Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan
pemberdayaan masyarakat.
c) Pencipta pasar baru dan sumber inovasi.
d) Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan
ekspor.
Kelemahan-kelemahan UMKM tercermin pada kendala-kendala
yang dihadapi oleh usaha tersebut. Kendala yang umumnya dialami oleh
UMKM adalah adanya keterbatasan modal, kesulitan dalam pemasaran
dan penyediaan bahan baku, pengetahuan yang minim tentang dunia
bisnis, keterbatasan penguasaan teknologi, kualitas SDM (pendidikan
formal) yang rendah, manajemen keuangan yang belum baik, tidak adanya
pembagian tugas yang jelas, serta sering mengandalkan anggota keluarga
sebagai pekerja tidak dibayar (Tambunan, 2002).
Falikhatun (2001) menjelaskan bahwa bentuk dari pembinaan dan
pengawasan terhadap UMKM dapat dilakukan dengan mengadakan
program kemitraan dan latihan tersebut bisa dilakukan melalui:
a) Hubungan kerja sama, yaitu hubungan kerja sama yang dilakukan
dengan sektor industri atau sektor ekonomi lainnya, antara usaha besar,
usaha menengah, usaha kecil dan koperasi.
b) Hubungan dagang, yakni hubungan dagang yang dilakukan dengan
melakukan pemesanan produk yang dihasilkan mitra usahanya dari
UMKM.
c) Hubungan sub kontrak, yaitu hubungan yang dilakukan melalui produk
yang dihasilkan oleh UMKM menjadi bagian dari produk yang
dihasilkan oleh usaha besar.
5. Identifikasi Faktor-faktor Strategis
Posisi produk atau jasa dalam peta persaingan adalah hal yang
sangat penting dalam persaingan bisnis. Pengetahuan ini dapat diperoleh
melalui analisis lingkungan (internal maupun eksternal) perusahaan.
Pengetahuan tersebut dapat berupa informasi tentang produk apa yang
dibutuhkan konsumen, sumberdaya perusahaan, harga produk atau jasa,
19
kapasitas mesin pabrik, keadaan jaringan pemasaran, komposisi sales
representative, keadaan jaringan pemasok, hal-hal yang akan dilakukan
oleh pesaing, serta peluang yang mungkin ada. Apabila pengetahuanpengetahuan tersebut telah dimiliki dan dapat dikelola dengan baik serta
efektif, maka keunggulan kompetitif perusahaan dapat dicapai dengan
mudah. Masalah yang cukup rumit dalam menganalisis lingkungan
persaingan di pasar adalah mekanisme yang tidak mudah untuk
mendapatkan informasi tersebut, apalagi bagi perusahaan baru ataupun
perusahaan kecil (Harisudin, 2011).
Masalah yang sering dihadapi oleh usaha mikro dan kecil menurut
(Tambunan, 2002) yaitu:
a. Keterbatasan Finansial
Usaha mikro dan kecil, khususnya di Indonesia menghadapi dua
masalah utama dalam aspek finansial yaitu mobilitas modal awal (starup capital) dan akses ke modal kerja. Finansial jangka panjang untuk
investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka
panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal
(tabungan) sendiri atau sumber-sumber informal, namun sumbersumber permodalan ini sering tidak cukup untuk kegiatan produksi.
b. Masalah bahan baku
Keterbatasan bahan baku dan input-input lainnya juga sering
menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau
kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia.
Keterbatasan ini dikarenakan harga baku yang terlampau tinggi
sehingga tidak terjangkau atau jumlahnya terbatas
c. Keterbatasan teknologi
Usaha mikro dan kecil di Indonesia umumnya masih
menggunakan teknologi lama atau tradisional dalam bentuk mesinmesin
tua
atau
alat-alat
produksi
yang
sifatnya
manual.
Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya
produktivitas dan efisiensi didalam proses produksi, tetapi juga
20
rendahnya kualitas hasil produk. Keterbatasan teknologi khususnya
usaha-usaha rumah tangga (mikro), disebabkan oleh banyak faktor di
antaranya, keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin
baru untuk menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi
mengenai perkembangan teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat
produksi baru, dan keterbatasan Sumber Daya Manusia yang dapat
mengoperasikan mesin-mesin baru atau melakukan inovasi-inovasi
dalam produk maupun proses produksi.
UMKM menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan
UMKM, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Ayu (2011)
tantangan yang dihadapi UMKM antara lain:
a. Teknologi
Penelusuran studi mengatakan bahwa komoditi yang dihasilkan
pengusaha mikro, kecil dan menengah masih mempergunakan teknologi
relatif rendah. Berangkat dari situasi tersebut daya saing produk di
daerah relatif kalah dibanding produk-produk dari negara-negara yang
sudah berorientasi pada teknologi maju. Kendala penggunaan teknologi
terbesar adalah biaya yang cukup mahal. Sering terjadi peluang pasar
meningkat tetapi tak mampu memanfaatkan karena teknologi yang tidak
tersedia yang memungkinkan peningkatan produktivitas.
b. Permodalan
Perkembangan modal para pengusaha mikro, kecil dan menengah
sampai saat ini masih relatif lambat. Para pengusaha masih sering
memerlukan bantuan baik dari pemerintah maupun dari pengusaha
besar. Modal adalah bagian penting dalam usaha pengembangan bisnis,
oleh karena itu akses modal yang berwujud kredit dan barang produksi
merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam meningkatkan daya
saing pengusaha mikro, kecil dan menengah.
UMKM mengalami beberapa kendala bersifat internal maupun
eksternal dalam usaha pengembangan bisnis UMKM. Kendala tersebut
antara lain aksesbilitas, manajemen, permodalan, teknologi, bahan baku,
21
infrastruktur, birokrasi, pungutan, kemitraan, informasi dan pemasaran.
Modal menjadi salah satu kebutuhan yang penting untuk menjalankan
usaha, berupa kebutuhan modal kerja maupun investasi (Lestari, 2010).
Menurut Hafsah (2004), masalah UMKM yang termasuk faktor
internal yaitu kurangnya permodalan, sumberdaya manusia terbatas,
lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar usaha kecil.
Sedangkan faktor eksternal meliputi iklim usaha belum sepenuhnya
kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana usaha, implikasi otonomi
daerah, implikasi perdagangan bebas, sifat produk dengan lifetime pendek,
serta terbatasnya akses pasar yang akan menyebabkan produk yang
dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional
maupun internasional.
Musran (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor internal yang
terdiri atas aspek sumber daya manusia dan aspek keuangan mempunyai
pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja usaha mikro kecil
dan menengah. Faktor-faktor eksternal yang terdiri atas aspek kebijakan
pemerintah, aspek sosial budaya dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga
terkait mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja
usaha mikro kecil dan menengah.
Salah satu faktor internal yaitu pelayanan kepada konsumen yang
diberikan oleh pihak UMKM. Pelayanan adalah setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan, dan menawarkan kepuasan kepada
pelanggan. Pelayanan merupakan suatu kegiatan berupa interaksi langsung
antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasaan pelanggan (Lukman, 2000).
Promosi merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan
pemasaran suatu barang. Promosi merupakan berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan yang menonjolkan keistimewaan-keistimewaan
produknya yang membujuk dan memengaruhi konsumen sasaran agar
membelinya. Promosi bertujuan untuk meningkatkan volume penjualan
22
dengan menarik minat konsumen dalam mengambil keputusan membeli
produk (Kotler, 1996).
6. Perumusan Strategi
Menurut David (2009), manajemen strategis merupakan seni dan
pengetahuan
dalam
merumuskan,
mengimplementasikan,
serta
mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional suatu organisasi
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Jadi perencanaan strategis lebih
fokus pada menentukan visi, misi, falsafah, dan strategi perusahaan untuk
mencapai tujuan dalam jangka panjang.
Teknik-teknik
perumusan
strategi
yang
penting,
dapat
diintregasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap
seperti pada Gambar 1.
Tahap 1 : Tahap input
Matriks
Evaluasi
Faktor
Eksternal
Matriks
(CPM)
Profil
Kompetitif Matriks
Evaluasi
Faktor Internal
Tahap 2 : Tahap Pencocokan
Matriks
SWOT
Matriks
SPACE
Matriks
BCG
Matris Matriks
IE
Besar
Strategi
Tahap 3 : Tahap Keputusan
Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM)
Gambar 1. Kerangka Analisis Perumusan Strategi
Berdasarkan Gambar 1. Kerangka Analisis Perumusan Strategi,
tahap 1 merupakan tahap input berisi informasi input dasar yang
dibutuhkan untuk merumuskan strategi terdiri dari matriks EFE (External
Factor Evaluation), matriks IFE (Internal Factor Evaluation), dan matriks
Profil Kompetitif (Competitive Profile Matrix). Tahap 2 merupakan tahap
pencocokan berfokus pada penciptaan strategi alternatif yang masuk akal
dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal utama. Tahap 2
meliputi matriks SWOT (Strength,Weaknesses, Opportunities, Threats),
matriks SPACE (Strategic Position and Action Evaluation), matriks BCG
23
(Boston Consulting Group), matriks IE (Internal-Eksternal), dan matriks
Strategi Besar (Grand Strategy Matrix). Tahap 3 merupakan tahap
keputusan, yaitu dengan menggunakan matriks QSP. Pada QSPM
menggunakan informasi input dari tahap 1 untuk secara objektif
mengevaluasi strategi alternatif yang diidentifikasi dalam tahap 2. QSPM
menunjukkan daya tarik relatif berbagai strategi alternatif sehingga
memberikan landasan objektif bagi pemilihan strategi alternatif.
a. Competitive Profile Matrix (CPM)
Tujuan dari CPM yaitu untuk merencanakan strategi dari faktor
penentu
keberhasilan
sehingga
diketahui
posisi
perusahaan
dibandingkan dengan pesaing. Faktor penentu keberhasilan menjadi
sangat penting maka harus lebih memahami faktor tersebut. CPM
digunakan sebagai bahan dasar perencanaan dan analisa strategi
perusahaan untuk membantu meningkatkan posisi yang kompetitif di
masa depan (Capps dan Michael, 2012).
Matriks profil kompetitif menurut Widodo (2010) yang telah
dimodifikasi terdiri dari komponen-komponen berikut :
1) Faktor Penentu Keberhasilan (Critical Success Factors)
Faktor
penentu
keberhasilan
merupakan
faktor-faktor
terpenting yang mempengaruhi keberhasilan produk atau jasa di
pasar. Faktor-faktor tersebut ditentukan setelah dilakukan analisis
yang mendalam mengenai faktor-faktor yang dianggap penting oleh
konsumen sehingga konsumen memilih produk atau jasa yang
ditawarkan. Faktor penentu keberhasilan yang memiliki peringkat
lebih tinggi dibanding pesaingnya menunjukkan bahwa faktor yang
dinilai tersebut lebih diterima dibanding produk atau jasa pesaing,
dengan kata lain faktor tersebut merupakan kekuatan produk atau
jasa. Sedangkan peringkat yang lebih rendah berarti faktor yang
dinilai dalam mendukung faktor-faktor tersebut masih kurang, atau
dengan kata lain menjadi kelemahan produk atau jasa. Faktor-faktor
yang dapat dijadikan sebagai penentu keberhasilan dipengaruhi hasil
24
investigasi atau penelusuran faktor yang memang secara riil
diperhatikan oleh konsumen dalam membuat keputusannya.
2) Peringkat (Rating)
Peringkat dalam CPM menunjukkan tanggapan atau respons
produk atau jasa terhadap faktor-faktor penentu keberhasilan.
Peringkat tertinggi menunjukkan bahwa produk atau jasa dengan
baik mampu merespon faktor penentu keberhasilan dan hal ini
menunjukkan kekuatan utama produk atau jasa yang ditawarkan.
Kisaran peringkat diberikan antara 1,0 - 4,0 dan dapat diterapkan
pada setiap faktor.
Ada beberapa poin penting yang terkait dengan pemberian
peringkat di CPM, antara lain:
a) Peringkat akan diterapkan ke setiap faktor penentu keberhasilan.
b) Respon produk atau jasa yang kurang terhadap faktor penentu
keberhasilan diberi nilai 1, artinya faktor tersebut menjadi
kelemahan utama produk atau jasa.
c) Respon rata-rata terhadap faktor penentu keberhasilan diberi nilai
2, artinya faktor tersebut menjadi kelemahan minor produk atau
jasa yang ditawarkan.
d) Respon diatas rata-rata terhadap faktor penentu keberhasilan
diberi nilai 3, artinya faktor tersebut menjadi kekuatan minor
produk atau jasa yang ditawarkan.
e) Respon perusahaan yang superior terhadap faktor penentu
keberhasilan diberi nilai 4, artinya faktor tersebut menjadi
kekuatan utama produk atau jasa yang ditawarkan.
3) Bobot (Weighted)
Bobot dalam CPM menunjukkan kepentingan relatif dari
faktor untuk menjadi penentu kesuksesan produk atau jasa yang
ditawarkan. Bobot berkisar dari 0,0 yang berarti tidak penting dan
1,0 yang berarti penting. Jumlah dari semua bobot dari faktor-faktor
yang dianalisis harus sama dengan 1,0.
25
4) Nilai Terbobot (Weighted Score)
Nilai terbobot adalah hasil yang dicapai setelah masingmasing bobot masing-masing faktor dikalikan dengan nilai
peringkatnya.
5) Jumlah Nilai Terbobot (Total Weighted Score)
Jumlah semua nilai terbobot adalah sama dengan total nilai
terbobot. Nilai akhir dari jumlah nilai terbobot harus berada di antara
rentang 1.0 (rendah) sampai 4.0 (tinggi). Dimensi lain dalam CPM
adalah produk atau jasa dengan jumlah nilai terbobot yang paling
tinggi dianggap sebagai pemenang di antara para pesaing. Namun
meski demikian, angka-angka total nilai terbobot hanyalah
menggambarkan
kekuatan
relatif
produk
atau
jasa
yang
dibandingkan.
Competitive Profile Matrix (CPM) merupakan sebuah alat
manajemen strategi yang dapat mengidentifikasi pesaing-pesaing utama
suatu perusahaan serta kekuatan dan kelemahan pesaing utama dalam
hubungannya dengan posisi strategis perusahaan. CPM menunjukkan
gambaran dengan jelas tentang titik kuat dan titik lemah relatif
perusahaan terhadap pesaing mereka. Penilaian dalam CPM diukur
berdasarkan faktor penentu keberhasilan (critical success factors)
dalam Peringkat CPM mengacu pada kekuatan dan kelemahan yang
ditunjukkan dengan bobot angka 1 sampai 4, nilai 1= sangat lemah,
2=lemah, 3= kuat, 4= sangat kuat. Peringkat dan skor bobot total dalam
CPM menunjukkan posisi perusahaan sampel dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan pesaing. Analisis perbandingan memberikan
informasi strategis internal yang penting (David, 2011).
Zimmerer (2008) menyatakan bahwa CPM merupakan alat yang
membantu perusahaan untuk menilai perusahaan dengan pesaing
dengan menggunakan faktor penentu keberhasilan perusahaan. Terdapat
3 tahap menggunakan CPM yaitu pertama, menemukan faktor penentu
keberhasilan, kemudian perusahaan menentukan bobot untuk masing-
26
masing faktor penentu keberhasilan berdasarkan kepentingan relatif.
Selanjutnya pada tahap kedua, perusahaan menganalisis perusahaan
pesaing dan memberikan rating pada masing-masing pesaing. Tahap
terakhir, mengalikan bobot dengan rating untuk setiap faktor kemudian
menjumlahkan keseluruhan skor. Total skor masing-masing perusahaan
akan menentukan posisi perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya.
Hakekat dalam merumuskan strategi adalah memahami dengan
benar bahwa tujuan dari membuat strategi adalah dalam rangka
memastikan strategi yang akan dirumuskan memiliki efektivitas yang
tinggi di pasar produk atau jasa yang akan ditawarkan kepada
konsumen memiliki pesaing utama. Dengan menyadari hakekat
tersebut, maka perumus strategi sebenarnya hanya dihadapkan pada
sebuah tantangan untuk mengalahkan pesaing di pasar agar produk atau
jasa yang ditawarkan diterima konsumen dan selanjutnya akan
digunakan konsumen. Pada dasarnya konsumen memilih produk atau
jasa yang ditawarkan didasarkan pada faktor penentu keberhasilan yang
ditawarkan sesuai dengan kebutuhannya. Pengambilan keputusan oleh
konsumen
dilakukan
dengan
membandingkan
faktor
penentu
keberhasilan produk atau jasa yang ditawarkan, dan akan dipilih yang
sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu tools manajemen strategi yang
mampu membantu manajemen untuk menyelidiki dan memetakan
posisi pesaing utama dibandingkan dengan perusahaannya melalui
faktor penentu keberhasilan yang dibutuhkannya adalah Matriks Profil
Kompetitif (Competitive Profile Matrix). CPM adalah sebuah alat
manajemen strategi yang tepat dalam mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan pesaing utama dalam hubungannya dengan posisi strategis
produk atau jasa yang ditawarkan. Alat analisis ini digunakan pada
tahap masukan (input stage). CPM menunjukkan gambaran yang jelas
tentang titik kuat dan titik lemah relatif produk atau jasa terhadap
pesaing. Penilaian CPM diukur berdasarkan faktor penentu keberhasilan
yang diperhatikan konsumen, dimana setiap faktor penentu keberhasilan
27
yang diukur digunakan skala pengukuran yang sama sehingga diperoleh
komparasi diantara seluruh faktor penentu keberhasilan yang dinilai
(Harisudin, 2011).
b. Matriks SWOT
Perencanaan strategis merupakan proses yang dilakukan oleh
perusahaan dengan memperhatikan lingkungan internal dan eksternal.
Perencanaan strategi akan membuat strategi untuk membantu
perusahaan mencapai tujuan yang diinginkan. Salah satu alat
perencanaan strategi yang digunakan adalah matriks SWOT. Pada
matriks SWOT terdapat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
kemudian dikembangkan menjadi 4 strategi yaitu SO, OW, ST, dan
WT. Implementasi strategi SO, organisasi berusaha untuk membuat
peluang eksternal dengan memanfaatkan kekuatan internal. Tujuan dari
strategi
OW
kelemahan
yaitu
internal
untuk
membantu
dengan
perusahaan
menggunakan
memperbaiki
peluang
eksternal.
Implementasi strategi ST, perusahaan berusaha untuk meminimalkan
ancaman di lingkungan eksternal dengan menggunakan kekuatan
internal perusahaan. Pada strategi WT, perusahaan mengambil posisi
bertahan sehingga mereka dapat meminimalisir ancaman dari
lingkungan eksternal dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki
perusahaan (Jamshidi et al., 2012).
Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting yang
membantu dalam hal mengembangkan empat tipe strategi yaitu SO
(Strengths-Opportunities),
WO
(Weaknesses-Opportunities),
ST
(Strengths-Threats), WT (Weaknesses- Threats). Mencocokkan faktor
eksternal dan internal utama merupakan bagian yang sulit dan
memerlukan penilaian yang baik. Strategi SO menggunakan kekuatan
internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi WO bertujuan
untuk
memperbaiki
kelemahan
dengan
memanfaatkan
peluang
eksternal. Strategi ST menggunakan kekuatan internal
untuk
menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Strategi WT
28
merupakan
taktik
defensif
yang
diarahkan
untuk
mengurangi
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal (David, 2009).
Menurut
Rangkuti
(2006),
analisis
SWOT
merupakan
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan
dengan visi, misi, strategi, dan kebijakan perusahaan sehingga
perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis
perusahaan yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam
kondisi saat ini.
Pada proses perencanaan strategis yaitu menyediakan informasi
tentang kekuatan dan kelemahan internal organisasi sehubungan dengan
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapinya. Perencanaan strategi
mencatat implikasi khusus bagi perumusan strategi dan strategi yang
efektif, serta tindakan yang mungkin diperlukan bagi organisasi.
Strategi yang efektif akan membangun kekuatan dan mengambil
keuntungan dari peluang seraya meminimalkan atau mengatasi
kelemahan dan ancaman. Pihak perencana membuat daftar kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman kemudian daftar tersebut dibahas,
dianalisis, dibandingkan dan dipertentangkan secara cermat. Jika yang
terjadi kekuatan dan kelemahan lebih banyak dibandingkan dengan
peluang dan ancaman, pihak perencana strategi cenderung terfokus ke
dalam daripada ke luar. Jika kelemahan lebih banyak dibandingkan
dengan kekuatan, hal ini mencerminkan kecenderungan manusia yang
alami untuk lebih memusatkan perhatian kepada penghalang tindakan
bukan kepada yang mendukung tindakan (Bryson, 2007).
c. Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP)
Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merupakan
salah satu teknik analisis yang didesain untuk menentukan daya tarik
relatif dari beberapa alternatif. QSPM secara konseptual menentukan
daya tarik relatif dari beberapa strategi yang dibentuk dari faktor
penentu keberhasilan yaitu faktor internal dan eksternal. Daya tarik
29
relatif masing-masing strategi ditentukan dengan melihat dampak atau
pengaruhnya terhadap masing-masing faktor internal dan eksternal
(Asih dan Kevin, 2013).
QSPM merupakan teknik untuk mengidentifikasi alternatif
strategi yang terbaik bagi kondisi perusahaan. QSPM juga dikatakan
sebagai alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi
strategi alternatif secara obyektif. Secara konsep, QSPM menentukan
nilai daya tarik relatif (Attractiveness Score ) dari strategi berdasarkan
sejauh mana faktor sukses kritis eksternal dan internal dimanfaatkan
dan diperbaiki. Daya tarik relatif setiap strategi dalam satu set alternatif
dihitung dengan menetapkan dampak kumulatif dari faktor sukses kritis
eksternal dan internal (Suhardini dan Dimas, 2014).
QSPM adalah alat yang memungkinkan para penyusun strategi
mengevaluasi berbagai strategi alternatif secara objektif, berdasarkan
faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal yang
diidentifikasi sebelumnya. QSPM menentukan daya tarik relatif dari
berbagai strategi yang dibangun pada tahap pencocokan. Seperti halnya
alat-alat analitis perumusan strategi yang lain, QSPM membutuhkan
penilaian intuitif yang baik. QSPM menggunakan analisis input melalui
beberapa tahap untuk secara objektif menentukan strategi yang hendak
dijalankan di antara strategi-strategi alternatif (Guyana, 2013).
Menurut Santosa (2008), sebagai alat analisis matriks QSP
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan QSPM antara
lain:
a. Strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan.
b. Tidak ada batas untuk jumlah strategi yang dapat dievaluasi atau
diperiksa sekaligus.
c. Alat ini mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor
eksternal dan internal yang terkait ke dalam proses keputusan.
d. Mengembangkan QSPM membuat faktor-faktor kunci lebih kecil
kemungkinannya terabaikan atau diberi bobot secara tidak sesuai.
30
Sedangkan kekurangan QSPM antara lain:
a. Proses ini selalu memerlukan penilaian intuitif dan asumsi yang
diperhitungkan.
b. Memberi peringkat dan nilai daya tarik mengharuskan keputusan
subyektif, walaupun demikian prosesnya harus menggunakan
informasi obyektif.
c. Konsep ini hanya sesuai informasi yang diperlukan dan analisis
penjodohan menjadi landasannya.
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Kabupaten Pacitan termasuk wilayah dengan potensi pertanian yang
baik. Tanaman yang dibudidayakan tidak terbatas pada tanaman pangan, tetapi
juga tanaman hortikultura seperti buah-buahan. Salah satu buah-buahan yang
sebagian besar dibudidayakan di Kabupaten Pacitan adalah buah pisang. Lahan
perkebunan atau lahan kosong sebagai tempat budidaya pohon pisang. Buah
pisang membutuhkan pengolahan agar memiliki harga yang lebih tinggi.
Pengolahan buah pisang disesuaikan dengan selera konsumen agar produk
dapat terjual tinggi dan memberikan keuntungan bagi produsen. Salah satu
olahan pisang yaitu sale pisang dengan berbagai variasi produk.
UMKM merupakan usaha rumah tangga yang membuat pisang menjadi
berbagai olahan yang bernilai jual tinggi. UMKM sale pisang di Kecamatan
Pacitan Kabupaten Pacitan memiliki berbagai variasi produk yang berbeda
antar UMKM. Hal ini menyebabkan persaingan antar UMKM yang
berpengaruh terhadap penjualan sale pisang dan daya saing produk sale pisang.
Faktor-faktor strategis yang berupa faktor internal maupun eksternal akan
memberikan pengaruh terhadap daya saing produk sale pisang. Strategi
bersaing yang tepat dan efektif sangat diperlukan untuk UMKM sale pisang
untuk menjadi UMKM yang menghasilkan produk dengan daya saing tinggi
dibandingkan dengan pesaing sehingga kesuksesan jangka panjang dapat
terealisasikan. Tahap yang dilakukan dalam merumuskan strategi bersaing
pada UMKM sale pisang di Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan adalah
sebagai berikut :
31
1. Competitive Profile Matrix (CPM)
Matriks Profil Kompetitif merupakan alat analisis yang berfungsi
untuk mengidentifikasi pesaing-pesaing, dengan melihat faktor penentu
keberhasilan. Critical Success Factors atau faktor penentu keberhasilan
merupakan faktor penting yang akan berpengaruh pada keberhasilan suatu
usaha utamanya pada produk. Faktor tersebut akan diambil setelah
dilakukan analisis secara mendalam pada produk UMKM. Pada matriks
CPM, masing-masing critical success factors diberikan bobot disesuaikan
dengan kondisi sebenarnya dimana bobot yang paling tinggi menunjukkan
bahwa critical success factors tersebut paling penting. Setelah itu,
memberikan rating pada masing-masing produk UMKM dari 1 sampai 4.
Nilai 4 berarti memiliki rating tertinggi artinya critical success factors pada
produk sale pisang UMKM tersebut berarti lebih baik dibandingkan dengan
produk sale pisang UMKM yang lain. Pemberian rating dilakukan pada
UMKM sale pisang dengan variasi produk yang berbeda. Setelah itu,
dihitung masing-masing skor yaitu perkalian antara bobot dengan rating.
Hasil skor masing-masing UMKM kemudian dijumlahkan sehingga
diketahui totalnya. Total skor tertinggi berarti memiliki posisi pertama
dibandingkan dengan UMKM lainnya, begitu juga sebaliknya bahwa total
skor terendah adalah UMKM dengan posisi terendah.
2. SWOT
Setelah mengetahui posisi UMKM sale pisang dibandingkan dengan
pesaing yaitu sale pisang dengan variasi produk berbeda, kemudian tahap
selanjutnya dengan memilih beberapa alternatif strategi yang tepat dan
efektif bagi UMKM. Analisis SWOT akan mengidentifikasi faktor-faktor
strategis yaitu faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan, sedangkan
faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Faktor kekuatan adalah
kelebihan yang dimiliki oleh UMKM sale pisang, sedangkan kelemahan
adalah faktor yang belum dimaksimalkan namun ada harapan sebuah
kelemahan jika digunakan secara maksimal, akan menjadi kekuatan. Faktor
internal yaitu produk, promosi, finansial, harga, pelayanan dan teknologi
32
produksi. Sedangkan faktor eksternal yaitu bahan baku, teknologi informasi,
pemerintah, konsumen, pesaing, sosial budaya, dan peranan lembaga. Faktor
eksternal ini sulit dikendalikan oleh UMKM sale pisang, UMKM hanya
mampu mengurangi dampak yang diakibatkan dari faktor eksternal. Matriks
SWOT memadukan antara faktor internal dan faktor eksternal yang
menghasilkan empat alternatif strategi yaitu strategi penyesuaian SO
(Strengths-Opportunities), WO (Weaknesses-Opportunities), ST (StrengthsThreats),
WT
(Weaknesses-Threats).
Perumusan
alternatif
strategi
disesuaikan dengan kondisi UMKM sale pisang saat ini.
3. Prioritas Strategi
Matriks QSPM digunakan untuk mengetahui prioritas strategi yang
terbaik dari beberapa alternatif strategi yang diperoleh dari analisis SWOT.
QSPM mengevaluasi alternatif strategi secara objektif dan menentukan
strategi paling tepat dan efektif. Terdapat 4 alternatif strategi yang akan
dihitung skor kemenarikan AS (Attractiveness Score) setiap faktor strategis
baik faktor internal maupun eksternal. Kemudian akan diperoleh skor
kemenarikan total TAS (Total Attractiveness Score) yaitu perkalian hasil
skor pembobotan dengan tingkat kemenarikan AS. Total Attractiveness
Score dengan jumlah tertinggi merupakan prioritas strategi yang seharusnya
dilakukan oleh UMKM sale pisang untuk meningkatkan daya saing UMKM
sehingga UMKM sale pisang menjadi lebih unggul di wilayah Kabupaten
Pacitan.
Berdasarkan
uraian
tersebut,
dapat
disusun
kerangka
pendekatan masalah dalam penelitian ini, seperti pada Gambar 2.
teori
33
UMKM sale pisang di Kecamatan Pacitan Kabupaten
Pacitan
Persaingan UMKM sale pisang di Kecamatan Pacitan
Kabupaten Pacitan
Identifikasi Critical Success Factors dengan analisis CPM
(Posisi Bersaing)
-Tekstur
-Merk
- Kualitas kemasan
- Rasa
-Desain kemasan
- Kelengkapan label
Daya saing UMKM sale pisang di Kecamatan Pacitan
Kabupaten Pacitan
Identifikasi Faktor-faktor Strategis
Menggunakan Analisis SWOT
Analisis Faktor Internal
Faktor Internal:
- Produk
- Promosi
- Finansial
- Harga
- Pelayanan
- Teknologi Produksi
Kekuatan dan kelemahan
Analisis Faktor Eksternal
Faktor Eksternal:
- Bahan Baku
- Teknologi Informasi
- Pemerintah
- Konsumen
- Pesaing
- Sosial Budaya
- Peranan Lembaga
Peluang dan ancaman
Matriks SWOT (Alternatif Strategi Bersaing)
)
Matriks QSPM
(Prioritas Strategi Bersaing)
Gambar 2. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
34
D. Pembatasan Masalah
1. Critical Success Factors meliputi tekstur, rasa, merk, desain kemasan,
kualitas kemasan, dan kelengkapan label.
2. Faktor internal meliputi produk, promosi, finansial, harga, pelayanan dan
teknologi produksi.
3. Faktor eksternal meliputi bahan baku, teknologi informasi, pemerintah,
konsumen, pesaing, sosial budaya, dan peranan lembaga.
4. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian berupa Competitive Profile
Matrix (CPM), Strenghts, Weakness, Opportunities, and Threats (SWOT),
dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Sale pisang adalah makanan hasil olahan dari buah pisang yang diiris tipis
kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan, pengovenan kemudian
pengemasan.
2. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sale pisang merupakan salah satu
UMKM berbahan baku pisang di Kabupaten Pacitan.
3. Persaingan merupakan bersaingnya para pengusaha UMKM sale pisang
yang sama-sama berusaha mendapatkan jumlah penjualan dan keuntungan
yang tinggi dalam memperoleh konsumen potensial.
4. Daya saing adalah kemampuan UMKM sale pisang untuk berkembang pesat
diantara UMKM sale pisang yang lain sebagai pesaing di Kecamatan
Pacitan Kabupaten Pacitan.
5. Critical Success Factors yaitu faktor penentu keberhasilan yang
berpengaruh terhadap daya saing produk UMKM sale pisang. Critical
success factors meliputi:
a. Tekstur
Tekstur merupakan serangkaian makna atau kesan konsumen
terhadap hasil akhir dari sale pisang, meliputi kelembutan untuk sale
pisang basah dan kerenyahan untuk sale pisang kering. Pengukuran
dengan skala peringkat antara 1 sampai 4. Pada sale pisang basah, nilai
1= sangat kurang lembut, 2= kurang lembut, 3= lembut, 4= sangat
35
lembut. Pada sale pisang kering nilai 1= sangat kurang renyah, 2= kurang
renyah, 3= renyah, 4= sangat renyah. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah;
0,10= rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
b. Rasa
Rasa merupakan serangkaian makna atau kesan konsumen
terhadap kepuasan yang didapat dari rasa sale pisang. Pengukuran
dengan skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat kurang enak,
2= kurang enak, 3= enak, 4= sangat enak. Penilaian bobot yaitu 0,05=
lemah; 0,10= rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
c. Merk
Merk adalah serangkaian makna atau kesan konsumen terhadap
terkenalnya merk serta penulisan merk pada kemasan sale pisang.
Penulisan merk dinilai dari kejelasan tulisan, pemilihan huruf dan warna
huruf untuk merk produk sale pisang. Pengukuran dengan skala peringkat
antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat kurang baik, 2= kurang baik, 3= baik,
4= sangat baik. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= rata-rata; 0,15=
kuat dan 0,2= sangat kuat.
d. Desain Kemasan
Desain kemasan adalah serangkaian makna atau kesan konsumen
terhadap daya tarik produk sale pisang. Pengukuran dengan skala
peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat kurang menarik, 2= kurang
menarik, 3= menarik, 4= sangat menarik. Penilaian bobot yaitu 0,05=
lemah; 0,10= rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
e. Kualitas Kemasan
Kualitas kemasan merupakan serangkaian makna atau kesan
konsumen terhadap seberapa baik kemasan melindungi produk didalam
yaitu sale pisang. Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai 4,
nilai 1= sangat kurang baik, 2= kurang baik, 3= baik, 4= sangat baik.
Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2=
sangat kuat.
36
f. Kelengkapan Label
Kelengkapan label adalah serangkaian makna atau kesan
konsumen terhadap banyaknya label yang dicantumkan pada kemasan
sale pisang. Label terdiri dari komposisi produk, informasi gizi, tanggal
kadaluarsa, kode Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) serta alamat
usaha. Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1=
tidak terdapat label, 2= terdapat dua label, 3= terdapat tiga label, 4=
terdapat lebih dari empat label. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10=
rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
6. Faktor strategis adalah faktor yang berpengaruh terhadap daya saing
UMKM sale pisang berupa faktor internal dan faktor eksternal.
7. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berupa kekuatan dan kelemahan
UMKM, dan dapat dikendalikan oleh pihak UMKM sale pisang. Faktor
internal meliputi:
a. Produk
Produk adalah barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan dalam
penelitian ini yaitu sale pisang. Pengukuran dengan skala peringkat
antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat kurang baik, 2= kurang baik, 3= baik,
4= sangat baik. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= rata-rata; 0,15=
kuat dan 0,2= sangat kuat.
b. Promosi
Promosi merupakan upaya untuk menawarkan produk sale pisang
dengan tujuan menarik calon konsumen untuk melakukan pembelian.
Dengan adanya promosi dapat menaikkan angka penjualan produk sale
pisang. Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1=
sangat kurang, 2= kurang, 3= baik, 4= sangat baik. Penilaian bobot yaitu
0,05= lemah; 0,10= rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
c. Finansial
Finansial
mempelajari
bagaimana
UMKM
sale
pisang
mengalokasikan dan mengelola keuangan sejalan dengan waktu.
Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat
37
lemah, 2= lemah, 3= kuat, 4= sangat kuat. Penilaian bobot yaitu 0,05=
lemah; 0,10= rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
d. Harga
Harga yang dimaksud adalah harga yang ditetapkan untuk produk
sale pisang. Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai
1= sangat tidak terjangkau, 2= tidak terjangkau, 3= terjangkau, 4= sangat
terjangkau. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= rata-rata; 0,15=
kuat dan 0,2= sangat kuat.
e. Pelayanan
Pelayanan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh pengusaha
UMKM sale pisang dalam upaya memberikan kepuasan kepada
konsumen. Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai
1= sangat kurang memuaskan, 2= kurang memuaskan, 3= memuaskan,
4= sangat memuaskan. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= ratarata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
f. Teknologi produksi
Teknologi
produksi
berhubungan
dengan
peralatan
yang
digunakan untuk proses pembuatan sale pisang, menggunakan peralatan
tradisional dari proses pengupasan hingga penjemuran pisang dan
peralatan modern misalnya oven. Pengukuran dengan skala peringkat
antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat kurang baik, 2= kurang baik, 3= baik,
4= sangat baik. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= rata-rata; 0,15=
kuat dan 0,2= sangat kuat.
8. Faktor eksternal adalah faktor-faktor di luar UMKM sale pisang berupa
peluang dan ancaman yang mempengaruhi perkembangan UMKM dimana
faktor-faktor ini sulit dikendalikan oleh pengelola UMKM. Faktor eksternal
meliputi:
a. Bahan baku
Bahan baku merupakan bahan dasar yang digunakan untuk
menghasilkan suatu produk tertentu setelah melewati suatu proses
tertentu, yaitu buah pisang menjadi sale pisang. Pengukuran dengan skala
38
peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat kurang baik, 2= kurang baik,
3= baik, 4= sangat baik. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= ratarata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
b. Teknologi informasi
Teknologi
informasi
berhubungan
dengan
perkembangan
teknologi saat ini yang semakin berkembang pesat dan bagaimana
UMKM sale pisang dapat memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi atau tidak. Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai
4, nilai 1= sangat lemah, 2= lemah, 3= kuat, 4= sangat kuat. Penilaian
bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat
kuat.
c. Pemerintah
Pemerintah berhubungan dengan pengambilan kebijakan untuk
UMKM sale pisang yang meliputi bantuan, pendampingan, serta
perijinan. Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1=
sangat kurang berpengaruh, 2= kurang berpengaruh, 3= berpengaruh, 4=
sangat berpengaruh. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= rata-rata;
0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
d. Konsumen
Individu ataupun rumah tangga yang melakukan pembelian
terhadap sale pisang. Selain itu juga pihak pemasar yang memasarkan
produk sale pisang sehingga individu maupun rumah tangga dapat
membeli sale pisang. Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai
4, nilai 1= tidak pernah membeli, 2= pernah membeli, 3= jarang
membeli, 4= sering membeli. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10=
rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
e. Pesaing
UMKM sale pisang dengan variasi yang berbeda dari sale pisang
di wilayah Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan. Pengukuran dengan
skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat lemah, 2= lemah, 3=
39
kuat, 4= sangat kuat. Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= rata-rata;
0,15= kuat dan 0,2= sangat kuat.
f. Sosial budaya
Berhubungan dengan opini, gaya hidup, dan cara pandang
konsumen dalam mengkonsumsi produk sale pisang. Pengukuran dengan
skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat kurang berpengaruh,
2= kurang berpengaruh, 3= berpengaruh, 4= sangat berpengaruh..
Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah; 0,10= rata-rata; 0,15= kuat dan 0,2=
sangat kuat.
g. Peranan lembaga.
Merupakan kontribusi badan atau lembaga dalam hal finansial
yaitu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ataupun nonfinansial yaitu Pusat
Layanan Usaha Terpadu (PLUT) KUMKM bagi UMKM sale pisang.
Pengukuran dengan skala peringkat antara 1 sampai 4, nilai 1= sangat
kurang penting, 2= kurang penting, 3= penting, 4= sangat penting.
Penilaian bobot yaitu 0,05= lemah, 0,10= rata-rata, 0,15= kuat, dan 0,2=
sangat kuat.
9.
Kekuatan adalah kelebihan yang dimiliki oleh UMKM sale pisang yang
bermanfaat untuk meningkatkan daya saing UMKM.
10. Kelemahan adalah hal-hal yang dimiliki oleh UMKM sale pisang tetapi
tidak dimanfaatkan secara maksimal, yang apabila dimanfaatkan secara
maksimal, dapat menjadi kekuatan bagi UMKM sale pisang.
11. Peluang adalah faktor yang berasal dari luar UMKM sale pisang yang
bersifat menguntungkan dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya
saing UMKM.
12. Ancaman adalah faktor yang berasal dari luar UMKM sale pisang yang
dapat menganggu upaya meningkatkan daya saing UMKM sale pisang.
13. Competitive Profile Matrix (CPM) adalah alat analisis yang berfungsi untuk
mengidentifikasikan pesaing utama UMKM sale pisang serta kekuatan dan
kelemahan mereka dalam hubungannya dengan posisi strategis dari UMKM
sale pisang.
40
14. Posisi bersaing merupakan kedudukan produk UMKM sale pisang
dibandingkan dengan sale pisang varian lain. UMKM sale pisang yang
menjadi objek penelitian yaitu sale A, B, C, dan D.
a. Sale A yaitu sale basah dengan desain kemasan berbentuk anggur.
b. Sale B yaitu sale basah dengan kemasan dari daun pisang yang telah
dikeringkan (klaras).
c. Sale C yaitu sale pisang kering yang melalui proses penggorengan
dengan menambahkan tepung pada sale pisang.
d. Sale D yaitu sale pisang yaitu sale pisang basah dengan kemasan plastik
yang dirangkai menjadi satu ikat.
15. Matriks SWOT merupakan alat analisis yang mencocokkan antara kekuatan
dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal untuk
menghasilkan beberapa alternatif strategi bersaing UMKM sale pisang.
Alternatif strategi yang dihasilkan dari matriks SWOT yaitu strategi SO
(Strengths Opportunities), WO (Weaknesses Opportunities), ST (Strengths
Threats), dan WT (Weaknesses Threats).
16. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merupakan teknik yang
secara obyektif dapat menetapkan alternatif strategi bersaing yang
diprioritaskan untuk UMKM sale pisang.
17. Prioritas strategi bersaing adalah strategi bisnis yang fokus pada
peningkatan posisi bersaing UMKM sale pisang yang dilihat dari atribut
produk dan faktor-faktor strategis dalam menghadapi pesaing yang
menghasilkan produk sejenis.
Download