7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 7

advertisement
7
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Pemasaran
Kotler (2005, p.10) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial yang dengan
proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa
yang bernilai dengan pihak lain.
Asosiasi Pemasaran Amerika menawarkan definisi berikut: Pemasaran adalah proses
perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, dan penyaluran
gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasarn
individu dan organisasi. (Kotler, 2005,p.10)
2.1.2
Pengertian Manajemen Pemasaran
Kotler (2005,p.11) mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu
untuk memilih pasar sasaran serta mendapatkan, mempertahankan, dan menambah jumlah
pelanggan melalui penciptaan, penyampaian, dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang
unggul.
2.2.
Pengambilan Keputusan
Menurut Schermerhorn (2002, p.72), keputusan adalah pilihan diantara alternatif
tindakan yang ada. Jadi keputusan adalah memilih satu atau dua alternatif untuk menyeleksi
tingkatan yang ada.
7
8
Sumarwan (2004, p.289) dalam bukunya menulis, Schiffman dan Kanuk (1994)
mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan
alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan
alternatif. Seorang konsumen yang ingin membeli sebuah sedan, ia dihadapkan kepada
beberapa merek kendaraan : Toyota, Suzuki, Hyundai, Honda. Dengan demikian, ia harus
mengambil keputusan merek apa yang akan dibelinya, atau ia harus memilih satu dari
beberapa pilihan merek, jika konsumen tidak memiliki pilihan alternatif, seperti pada
pembelian obat menurut resep dokter. Ini bukanlah suatu situasi konsumen melakukan
keputusan. Suatu keputusan tanpa pilihan disebut sebagai sebuah “Hobson’s choice”.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004, p.6), studi perilaku konsumen terpusat pada
cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia
(waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi.
Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli,
dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka
menggunakannya. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk,
jasa, maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.
9
2.2.1
Konsep Keputusan
Berdasarkan pendapat Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.226), bila ditinjau dari
alternatif yang harus dicari, sebetulnya dalam proses pengambilan keputusan, konsumen
harus melakukan pemecahan masalah. Masalah itu timbul dari kebutuhan yang dirasakan
dan keinginannya untuk memenuhi kebutuhan itu dengan konsumsi produk atau jasa yang
sesuai. Pemecahan masalah ini menurut beberapa penulis memiliki tiga tingkatan.
-
Pemecahan masalah yang mensyaratkan respons yang rutin,
keputusan yang diambil tidak disertai dengan usaha yang cukup untuk mencari informasi dan
menentukan alternatif. Banyak sekali keputusan yang dibuat secara rutin, tanpa pikir
panjang, bahwa setiap pagi seseorang makan nasi dan telur mata sapi, bahwa dia
memutuskan untuk menelepon dan bukan mendatangi temannya dan banyak lagi.
Kebiasaan berjalan secara otomatis. Perilaku seseorang merupakan respons terhadap
rutinitas ini, karena berulang-ulang dilakukan, terjadi begitu saja, bahkan seringkali tanpa
disadari. Mahasiswa yang setiap kali makan dan minum di kafe kampus, pada saat dia haus,
tanpa pikir panjang lagi dia akan menuju kafe kampus dan membeli minuman. Bila dia biasa
minum air mineral, maka dia akan langsung mengambil air mineral, menuju kasir dan
membayarnya.
Kenyataan bahwa konsumen mengambil keputusan rutin telah mengundang banyak
kritik terhadap model proses pengambilan keputusan konsumen. Model tradisional proses
pengambilan keputusan konsumen itu melukiskan tentang bagaimana rumitnya pengambilan
keputusan konsumen sebagai akibat dari berbagai pengaruh eksternal yang harus ditangani
konsumen dengan kerangka acuan yang telah ada dalam dirinya sebagai hasil dari sosialisasi
konsumen.
10
-
Pemecahan masalah dengan proses yang tidak berbelit-belit (terbatas),
karena sudah ada tahap pemecahan masalah yang telah dikuasai. Keputusan untuk
memecahkan masalah dalam hal ini sangat sederhana. Jalan pintas kognitif yang menjadi ciri
khas pemecahan masalah ini menyebabkan seseorang tidak peduli dengan ada atau tidaknya
informasi.
Dia menggunakan kriteria yang kurang lebih sudah terbentuk, untuk mengevaluasi
kategori produk dan merek-merek dalam kategori tersebut. Bila ada informasi, informasi itu
hanya digunakan untuk membedakan merek yang satu dengan merek yang lain. Bila ingin
membeli buku tulis, misalnya, dia sudah mempunyai kriteria untuk mengevaluasi produk
tersebut. Bila ada informasi, dia hanya menggunakan informasi ini untuk membedakan
antara buku tulis Kiki dan buku tulis Sinar Dunia. Dia telah melakukan terobosan, dengan
tidak lagi mengevaluasi setiap atribut dan fitur produk dan memilih mana yang sesuai
dengan kebutuhannya.
-
Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang lebih berhati-hati
dan penuh pertimbangan (pemecahan masalah yang intensif),
dalam tingkatan ini konsumen memerlukan informasi yang relatif lengkap untuk membentuk
kriteria evaluasi, karena dia belum mempunyai kriteria yang baku. Proses pemecahan
masalah menjadi lebih rumit dan panjang, dan biasanya mengikuti proses tradisional, mulai
dari sadar akan kebutuhan, motivasi untuk memebuhi kebutuhan itu, mencari informasi,
mengembangkan alternatif, memilih satu dari alternatif-alternatif tersebut, dan memutuskan
untuk membeli.
11
Hal ini terutama bila menyangkut produk yang gampang dilihat orang lain, dan
sangat mempengaruhi citra diri sosial seseorang. Pembelian perabot rumah tangga, misalnya
memerlukan pertimbangan yang masak, karena perabot rumah tangga mudah dilihat oleh
tamu, tetangga atau teman lain yang sering disebut significant others (orang lain yang
signifikan bagi kehidupan seseorang, terutama citra dirinya).
Gambar berikut ini menguraikan tipe atau tingkatan pemecahan masalah yang
dilakukan oleh konsumen :
Perilaku sebagai
Respons Rutin
Pemecahan Masalah
yang Terbatas
Produk yang murah
Pemecahan Masalah
yang Intensif
Produk yang lebih mahal
Pembelian yang sering
Pembelian yang jarang
Keterlibatan rendah
Keterlibatan tinggi
Kelas produk dan merek
yang kurang terkenal
Kelas produk dan merek
yang terkenal
Pembelian dengan
pertimbangan dan
pencarian yang kurang
matang
Pembelian dengan
pertimbangan dan
pencarian intensif
Sumber : Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.228)
Gambar 2.1 Tingkat-tingkat pemecahan masalah
12
2.2.2
Analisis Pengambilan Keputusan Konsumen
Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.228) mengemukakan bahwa ada empat sudut
pandang dalam menganalisis pengambilan keputusan konsumen. Pertama adalah sudut
pandang ekonomis, dan kedua adalah sudut pandang pasif. Sudut pandang ketiga adalah
sudut pandang kognitif dan yang terakhir adalah sudut pandang emosional.
Sama halnya dengan Schiffman dan Kanuk (1994) mengemukakan empat macam
perspektif dari model manusia (model of man). Model manusia yang dimaksud disini adalah
suatu model tingkah laku keputusan dari seorang individu berdasarkan empat perspektif,
yaitu manusia ekonomi (economin man), manusia pasif (passive man), manusia kognitif
(cognitive
man),
dan
manusia
emosional
(emotional
man).
Model
manusia
ini
menggambarkan bagaimana dan mengapa seorang individu berperilaku seperti apa yang
mereka lakukan.
•
Sudut Pandang Ekonomis/Manusia Ekonomi
Konsep manusia ekonomi berasal dari disiplin ekonomi. Manusia dipandang
sebagai seorang individu yang melakukan keputusan secara rasional. Agar
seorang individu dapat berpikir rasional, maka ia harus menyadari berbagai
alternatif produk yang tersedia. Dia juga harus mampu merangking berbagai
alternatif tersebut berdasarkan kebaikan dan keburukan produk alternatif
tersebut, dan mampu memilih yang terbaik dari alternatif yang tersedia. Manusia
ekonomi
berusaha
maksimum.
mengambil
Keputusan
keputusan
berdasarkan
yang
memberikan
pertimbangan-pertimbangan
seperti harga, jumlah barang, utilitas marjinal, dan kurva indifferen.
kepuasan
ekonomi
13
Namun menurut para ahli ilmu sosial, model economic man ini tidak realistis.
Alasan yang mereka kemukakan adalah :
-
Manusia memiliki keterbatasan kemampuan, kebiasaan, dan gerak. Orang
yang tidak terampil berkomunikasi akan malas bertanya. Orang yang tidak
suka pergi jauh, membeli di warung sebelah rumah.
-
Manusia dibatasi oleh nilai-nilai dan tujuan. Seseorang yang ingin
menghangatkan badan di malam yang dingin, tidak selalu pergi membeli
ronde ke kota. Alasan pertama karena dia perempuan dan perempuan tidak
pantas pergi malam-malam di negeri ini; karena tujuannya hanya
menghangatkan badan. Jadi, kopi panas buatan sendiri pun bisa memenuhi
tujuan.
-
Manusia dibatasi oleh pengetahuan yang mereka miliki. Tidak semua
informasi mengenai produk bisa mereka pahami. Jadi, kriteria evaluasi yang
ingin mereka bentuk pun tidak akan setepat economic man.
Sehubungan dengan itu, konsumen tidak membuat keputusan yang rasional, tetapi
keputusan yang memuaskan adalah keputusan yang cukup baik.
•
Sudut Pandang Pasif/Manusia Pasif
Model ini menggambarkan manusia sebagai individu yang mementingkan diri
sendiri dan menerima berbagai macam promosi yang ditawarkan pemasar.
Konsumen digambarkan sebagai pembeli yang irasional dan impulsif, yang siap
menyerah kepada usaha dan tujuan pemasar. Konsumen seringkali dianggap
sebagai objek yang bisa dimanipulasi. Model tersebut bertolak belakang dengan
model manusia ekonomi. Model manusia pasif dianggap tidak realistis. Model
tidak menggambarkan peran konsumen yang sama dalam banyak situasi
14
pembelian. Peran adalah mencari informasi mengenai alternatif produk dan
memilih produk yang bisa memberikan kepuasan yang paling besar. Dalam
situasi yang sebenarnya konsumen jarang menjadi objek manipulasi.
•
Sudut Pandang Kognitif/Manusia Kognitif
Sudut pandang ini menganggap konsumen sebagai cognitive man atau sebagai
problem solver. Menurut pandangan ini, konsumen merupakan pengolah
informasi yang senantiasa mencari dan mengevaluasi informasi tentang produk
dan gerai. Pengolahan informasi selalu berujung pada pembentukan pilihan,
selanjutnya terjadi inisiatif untuk membeli atau menolak produk. Jadi, cognitive
man dapat diibaratkan berdiri di antara economic man dan passive man.
Cognitive man juga seringkali mempunyai pola respons tertentu terhadap
informasi yang berlebihan dan seringkali pula mengambil keputusannya
(heuristic) untuk sampai pada keputusan yang memuaskan. Seseorang yang
menginginkan parfum untuk memenuhi kebutuhan sosialisasinya akan mencari
informasi sebanyak mungkin dan menentukan alternatif, tetapi bisa saja dia
menentukan pilihan berdasarkan harga.
•
Sudut Pandang Emosional/Manusia Emosional
Pendekatan ini menekankan emosi sebagai pendorong utama sehingga
konsumen membeli suatu produk. Favoritisme merupakan salah satu bukti
bahwa seseorang berusaha mendapatkan produk favoritnya, apa pun yang
terjadi. Benda-benda yang menimbulkkan kenangan juga dibeli berdasarkan
emosi. Orang suka sekali membeli stiker sepak bola, kartu baseball, dan
sebagainya, dengan harga tidak murah, karena didorong oleh emosi belaka.
15
Jadi, perasaan dan suasana hati sangat berperan dalam pembelian yang
emosional. Dekorasi, gerai, cahaya, warna, aroma, musik, dan sebagainya
dipakai pemasar untuk memengaruhi perasaan dan suasana hati. Tetapi jangan
sampai terperangkap pada anggapan bahwa emotional man itu tidak rasional.
Mendapatkan produk yang membuat perasaannya lebih baik merupakan
keputusan yang rasional.
2.2.3
Peran Keputusan
Peran keputusan pembelian merupakan hal yang penting bagi pembeli dan penjual
(perusahaan) itu sendiri. Bagi perusahaan adalah penting untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku pembelian, namun terdapat hal lain yang harus juga
diperhatikan perusahaan yaitu pemegang peranan dalam pembelian dan keputusan untuk
membeli.
Terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan pembelian yang dijelaskan oleh
Simamora (2004, p.15), yakni:
1. Pemrakarsa (initiator), orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk.
2. Memberi pengaruh (influencer), orang yang pandangan atau nasehatnya memberi
bobot dalam pengambilan keputusan terakhir.
3. Mengambil keputusan (decider), orang yang sangat menentukan sebagian atau
keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak
membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli.
4. Pembeli (buyer), orang yang melakukan pembelian nyata.
5. Pemakai (user), orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
16
2.2.4
Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian
Berdasarkan pendapat Kotler (2005, p.224) terdapat lima tahap proses keputusan
pembelian, yaitu:
Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku pascapembelian
Sumber: Kotler (2005, p.224)
Gambar 2.2 Proses Pembelian Konsumen Model Lima Tahap
•
Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan.
Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Dalam kasus
pertama, salah satu kebutuhan umum seseorang---lapar, haus, seks---mencapai ambang
batas tertentu dan mulai menjadi pendorong. Dalam kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan
oleh rangsangan eksternal. Seseorang melewati toko kue dan melihat roti yang segar serta
hangat sehingga terangsang rasa laparnya; orang tersebut mengagumi mobil baru
tetangganya; atau ia menonton iklan televisi tentang liburan di Hawaii.
17
•
Pencarian Informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi
yang lebih banyak. Kita dapat membaginya ke dalam dua level rangsangan. Situasi pencarian
informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level itu orang hanya
sekedar lebih peka terhadap informasi produk.
Pada level selanjutnya, orang itu mungkin masuk ke pencarian informasi secara aktif.
Mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk
tertentu. Yang menjadi perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama
yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap
keputusan pembelian selanjutnya. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat
kelompok:
¾ Sumber pribadi: Keluarga, teman, tetangga, kenalan
¾ Sumber komersial: Iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di
toko
¾ Sumber publik: Media massa, organisasi penentu peringkat konsumen
¾ Sumber pengalaman: Penanganan, pengkajian, dan pemakaian
produk
Melalui pengumpulan informasi, konsumen tersebut mempelajari merek-merek yang
bersaing beserta fitur merek tersebut. Gambar 2.3 menunjukkan seluruh kumpulan merek
yang dihadapi oleh konsumen tertentu. Masing-masing konsumen hanya akan mengetahui
sebagian dari merek-merek itu (kumpulan kesadaran). Beberapa merek akan memenuhi
kriteria pembelian awal (kumpulan pertimbangan). Ketika seseorang mengumpulkan lebih
banyak informasi, hanya sedikit merek yang tersisa sebagai calon untuk dipilih (kumpulan
pilihan). Merek-merek dalam kumpulan pilihan itu semuanya mungkin dapat diterima. Orang
itu membuat keputusan akhirnya berdasarkan kumpulan itu.
18
Kumpulan
Kumpulan
Kumpulan
Kumpulan
total
kesadaran
pertimbangan
pilihan
IBM
IBM
IBM
IBM
Apple
Apple
Apple
Apple
Dell
Dell
Dell
Dell
HP
HP
Toshiba
Toshiba
Toshiba
Compaq
Compaq
Keputusan
?
NEC
Tandy
.
.
.
Sumber : Kotler (2005, p.225)
Gambar 2.3 Kumpulan Perurutan pada Pengambilan Keputusan Konsumen
Sumarwan (2004, p.296) menjelaskan konsumen akan mencari informasi yang
tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar
(pencarian eksternal). Konsumen akan mencari informasi berbagai jenis mesin cuci, berapa
merek yang ada, berapa harganya, di mana bisa membeli, dan cara pembayaran yang
sesuai.
19
•
Evaluasi Alternatif
Menurut pendapat Kotler (2005, p.226), tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana
yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi
pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model yang terbaru
memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu,
model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat
sadar dan rasional.
Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen:
Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat
tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai
sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat
yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Atribut yang diminati oleh pembeli
berbeda-beda bergantung jenis produknya:
1. Kamera: Ketajaman gambar, kecepatan kamera, harga
2. Hotel: Lokasi, kebersihan, suasana, harga
3. Obat kumur: Warna, efektivitas, kemampuan membunuh kuman, harga, rasa/aroma
4. Ban: Keselamatan, umur pemakaian, mutu ketika dikendarai, harga
Dalam bukunya, Sumarwan (2004, p.302) menjelaskan bahwa evaluasi alternatif
adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang
diinginkan konsumen, pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai
pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Menurut Mowen dan Minor (1998), pada tahap ini konsumen membentuk
kepercayaan, sikap, dan intensinya mengenai alternatif produk yang dipertimbangkan
tersebut. Proses evaluasi alternatif dan proses pembentukan kepercayaan dan sikap adalah
proses yang sangat terkait erat. Evaluasi alternatif muncul karena banyaknya alternatif
20
pilihan. Pilihan mengenai merek mesin cuci, jenis mesin cuci, banyaknya alternatif pilihan.
Pilihan mengenai merek mesin cuci, jenis mesin cuci, ukuran mesin cuci, dan harga mesin
cuci. Konsumen akan memiliki seperangkat atribut mesin cuci yang akan digunakan sebagai
dasar dalam mengevaluasi alternatif. Atribut tersebut bisa berupa ukuran, harga,
penggunaan listrik, dan sebagainya. Konsumen akan memilih merek yang akan memberikan
manfaat yang diharapkannya.
Seberapa rumit proses evaluasi alternatif yang dilakukan konsumen sangat
tergantung kepada model pengambilan keputusan yang dijalani konsumen. Jika pengambilan
keputusan adalah kebiasaan (habit), maka konsumen hanya membentuk keinginan untuk
membeli ulang produk yang sama seperti yang telah dibeli sebelumnya. Apabila konsumen
tidak memiliki pengetahuan mengenai produk yang akan dibelinya, mungkin konsumen lebih
mengandalkan rekomendasi dari teman atau kerabatnya mengenai produk yang akan
dibelinya. Konsumen tidak berminat untuk repot-repot melakukan evaluasi alternatif. Dalam
kasus obat-obatan, konsumen percaya saja kepada dokter mengenai jenis dan merek obat
yang harus dibelinya. Apabila produk yang akan dibeli berharga mahal dan berisiko tinggi,
maka konsumen akan mempertimbangkan banyak faktor dan terlibat dalam proses evaluasi
alternatif yang ekstensif.
Menurut Mowen dan Minor (1998), proses evaluasi alternatif akan mengikuti pola
apakah mengikuti model pengambilan keputusan (the decision-making perspective ), model
eksperiental (the experiental perspective), atau model perilaku (the behavioral perspective).
Jika konsumen berada dalam kondisi keterlibatan tinggi terhadap produk (high-involvement
decision making), maka proses evaluasi alternatif akan memiliki tahapan berikut:
pembentukan kepercayaan, kemudian pembentukan sikap, dan keinginan berperilaku
(behavioral intentions). Sehingga proses evaluasi alternatif dapat dijelaskan oleh model
multiatribut sikap.
21
Hasil akhir dari proses evaluasi alternatif pada keterlibatan tinggi adalah
pembentukan sikap umum terhadap masing-masing alternatif. Pada situasi keterlibatan
rendah, proses evaluasi alternatif hanya melibatkan pembentukan sedikit kepercayaan
kepada alternatif pilihan. Sedangkan sikap muncul setelah terjadinya perilaku. Jika konsumen
mengambil keputusan mengikuti model eksperiensial, maka proses evaluasi alternatif
berfokus kepada penciptaan sikap bukan kepada pembentukan kepercayaan. Sedangkan
proses evaluasi alternatif pada model perilaku, konsumen tidak membandingkan pilihan
alternatif sebelum melakukan pembelian.
Tabel 2.1 Proses Evaluasi Alternatif Berdasarkan Model Pengambilan
Keputusan
Model Pengambilan Keputusan
1. Keterlibatan Tinggi
Proses Evaluasi Alternatif
Membandingkan
Kepercayaan
Terhadap
Atribut
Membandingkan Sikap yang Muncul
2. Keterlibatan Rendah
Membandingkan Sejumlah Kecil Kepercayaan
Atribut
3. Model Eksperiensial
Membandingkan Sikap yang Muncul
4. Model Perilaku
Proses
Perbandingan
Sebelum Pembelian
Sumber: Mowen dan Minor, 1998, hal 383
Tidak
Dilakukan
22
Pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang
dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Ada tiga atribut penting yang sering
digunakan untuk evaluasi, yaitu harga, merek, dan negara asal atau pembuat produk.
Setelah konsumen menentukan kriteria atau atribut dari produk atau merek yang dievaluasi,
yaitu harga, merek, dan negara asal atau pembuat produk, maka langkah berikutnya
konsumen menentukan alternatif pilihan. Setelah menentukan alternatif yang akan dipilih,
selanjutnya konsumen akan menentukan produk atau merek yang akan dipilihnya (the
consumer choice process). Proses pemilihan alternatif tersebut akan menggunakan beberapa
teknik pemilihan (decision rules). Decision rules adalah teknik yang digunakan konsumen
dalam memilih alternatif produk atau merek.
Teknik pemilihan terbagi ke dalam dua teknik utama, yaitu teknik kompensatori
(compensatory decision rules) dan teknik nonkompensatori (noncompensatory decision
rules). Prinsip dari teknik kompensatori adalah kelebihan suatu atribut dari sebuah merek
dapat menutupi kelemahan atribut lainnya. Teknik nonkompensatori diterapkan oleh
konsumen pada situasi keterlibatan rendah. Teknik ini menyatakan bahwa skor yang tinggi
pada satu atribut tidak bisa menutupi (mengkompensasi) skor yang rendah pada atribut lain.
Teknik nonkompensatori disebut juga sebagai model hirarki pilihan (hierarchical models of
choice atau heuristic models of choice ), dimana konsumen membandingkan skor atribut satu
persatu. Beberapa teknik nonkompensatori adalah teknik leksikografik (the lexicographic
rule ), teknik pengurangan bertahap (elimination by aspects), teknik konjungtif (conjunctive
rule ), teknik disjungtif (disjunctive rule).
23
Teknik leksikografik (the lexicographic rule ): Konsumen akan mengevaluasi merek
altenatif berdasarkan atribut yang dianggap paling penting. Konsumen akan memilih merek
yang memiliki performans (skor) atribut yang paling baik. Jika ditemukan beberapa merek
memiliki skor atribut yang sama baiknya, konsumen akan mengevaluasi atribut kedua yang
dianggap penting. Jika masih ditemukan atribut yang sama baiknya pada lebih dari satu
merek, proses evaluasi terus berlanjut kepada atribut lainnya, sampai ditemukan satu merek
yang paling baik.
Teknik pengurangan bertahap (elimination by aspects): Teknik ini sama dengan
leksikografik, yaitu memilih merek berdasarkan performans atributnya yang paling penting.
Bedanya, teknik pengurangan bertahap menetapkan skor minimum atau standar (cutoffs)
untuk atribut yang dianggap paling penting tersebut. Jika memenuhi skor minimum untuk
atribut penting pertama tersebut, maka merek akan terpilih. Jika diperoleh beberapa merek
pada evaluasi pertama, maka akan dilanjutkan dengan evaluasi atribut penting kedua, dan
begitu selanjutnya.
Teknik konjungtif (conjunctive rule ): Konsumen akan menetapkan batas minimum
standar atau skor (cutoffs points) untuk setiap atribut yang dievaluasi. Jika suatu merek
memiliki skor semua atribut sama dengan atau lebih besar dari skor minimum yang
ditetapkan, maka merek tersebut akan dipilih. Namun, jika ada satu saja atribut yang tidak
memiliki skor minimum, maka merek tersebut akan ditolak. Teknik ini cocok untuk memilih
alternatif merek yang sangat banyak. Teknik ini menyederhanakan proses evaluasi merek,
sehingga pemilihan merek dapat dilakukan dengan cepat. Teknik konjungtif sering disebut
sebagai proses evaluasi dengan merek (processing by brand ), karena konsumen
mengevaluasi suatu merek sepenuhnya sebelum mengevaluasi merek yang lain.
24
Teknik disjungtif (disjuntive rule): Teknik ini sama dengan teknik konjungtif, yaitu
menetapkan batas minimal skor untuk setiap atribut yang dievaluasi. Bedanya, teknik
disjungtif akan memilih merek yang memiliki skor yang tertinggi pada salah satu atribut dari
merek tersebut. Karena itu, teknik disjungtif biasanya menetapkan standar yang lebih tinggi
dari teknik konjungtif. Jika teknik konjungtif diterapkan dalam mengevaluasi tiga buah
merek, maka merek yang terpilih adalah yang harus memenuhi skor minimum pada setiap
atribut dan yang memiliki skor yang paling tinggi pada salah satu atributnya.
•
Keputusan Pembelian
Sikap
orang lain
Evaluasi
Niat
Keputusan
alternatif
pembelian
pembelian
Faktor situasi
yang tidak
terantisipasi
Sumber: Kotler (2005, p.228)
Gambar 2.4 Tahapan Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian
25
Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek
yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk
membeli merek yang paling disukai. Namun, dua faktor berikut dapat berada di antara niat
pembelian dan keputusan pembelian.
Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi
alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal: (1) intensitas sikap negatif
orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk
menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat
orang
lain
tersebut dengan
konsumen, konsumen akan
semakin
mengubah niat
pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku: Preferensi pembeli terhadap merek
terhadap merek tertentu akan meningkat jika orang yang ia sukai juga sangat menyukai
merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit jika beberapa orang yang dekat
dengan pembeli memiliki pendapat yang saling berlawanan dan pembeli tersebut ingin
menyenangkan mereka semua.
Yang terkait dengan sikap orang lain adalah peran yang dimainkan oleh
intermediaries yang mempublikasikan evaluasi mereka. Contoh-contohnya mencakup
Consumer Reports; Zagats (yang mempublikasikan tinjauan pelanggan atas restoran);
pengamat film, buku, dan musik profesional di amazon.com; dan semakin banyaknya ruang
obrolan yang merupakan tempat untuk membahas produk, layanan, dan perusahaan.
Konsumen jelas dipengaruhi oleh evaluasi itu.
Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan
mengubah niat pembelian. Konsumen yang bernama Jack Hamilton mungkin kehilangan
pekerjaan, beberapa pembelian lain mungkin mendesak, atau pelayan toko mematahkan
semangat pembelian Jack. Preferensi dan bahkan niat pembelian bukan merupakan peramal
perilaku pembelian yang benar-benar andal.
26
Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghindari keputusan
pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dipikirkan (perceived risk). Besarnya risiko
yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya
ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Para
mengembangkan
rutinitas
tertentu
untuk
mengurangi
risiko,
konsumen
seperti penghindaran
keputusan, pengumpulan informasi dari teman-teman, dan preferensi atas nama merek
dalam negeri serta garansi. Para pemasar harus memahami faktor-faktor yang menimbulkan
perasaan dalam diri konsumen akan adanya risiko dan memberikan informasi serta dukungan
untuk mengurangi risiko yang dipikirkan itu.
Dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen tersebut dapat membuat lima
subkeputusan pembelian: keputusan merek (merek A), keputusan pemasok (dealer 2),
keputusan kuantitas (satu komputer), keputusan waktu (akhir pekan), dan keputusan
metode pembayaran (kartu kredit). Pembelian barang kebutuhan sehari-hari melibatkan lebih
sedikit keputusan dan lebih sedikit pertimbangan. Contohnya, dalam membeli gula,
konsumen hanya sedikit mempertimbangkan pemasok atau metode pembayaran.
•
Perilaku pascapembelian
Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau
ketidakpuasan tertentu. (Kotler, 2005, p.228)
Kepuasan pascapembelian: Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa
dekat harapan pembeli atas produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk
tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan akan kecewa; jika
ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas; jika melebihi harapan, pembeli akan sangat
puas. Perasaan-perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali
27
produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan
tentang produk tersebt dengan orang lain.
Tindakan pascapembelian: Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan
mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika konsumen tersebut puas, ia akan
menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Para
pelanggan yang tidak puas mungkin membuang atau mengembalikan produk tersebut.
Mereka mungkin mengambil tindakan publik seperti mengajukan keluhan ke perusahaan
tersebut, pergi ke pengacara, atau mengadu kelompok-kelompok lain (seperti lembaga
bisnis, swasta, atau pemerintah). Tindakan pribadi dapat berupa memutuskan untuk berhenti
membeli produk tersebut (pilihan untuk keluar) atau memperingatkan teman-teman (pilihan
untuk berbicara).
Dalam buku Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.231) pengambilan keputusan menurut
Schiffman dan Kanuk (2000) dijelaskan melalui Gambar 2.5, penjelasannya adalah sebagai
berikut:
•
Input
Komponen
input
merupakan pengaruh-pengaruh
eksternal sebagai sumber
informasi tentang produk tertentu dan memengaruhi nilai yang berhubungan
dengan produk, sikap, dan perilaku konsumen. Input yang utama adalah kegiatankegiatan bauran pemasaran dan pengaruh-pengaruh sosial-budaya.
o Input Pemasaran:
Aktivitas-aktivitas
pemasaran
merupakan
usaha-usaha
langsung
untuk
menjangkau, menginformasikan, dan membujuk konsumen agar membeli dan
menggunakan produk tertentu. Usaha-usaha tersebut meliputi empat “P” atau
bauran pemasaran, yaitu: product, price, place, promotion.
28
o
Pengaruh Sosial Budaya:
Lingkungan sosial budaya yang dimaksud antara lain : keluarga, sumber
informal, sumber non komersial, kelas sosial, budaya dan subbudaya.
•
Proses
Komponen proses memerhatikan bagaimana konsumen membuat keputusankeputusan. Untuk dapat mengerti proses, harus dipahami beberapa konsep
psikologi terkait. Area psikologis adalah pengaruh-pengaruh internal yang
memengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Pengaruh-pengaruh
internal tersebut adalah motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan
sikap. Proses pengambilan keputusan oleh seorang konsumen terdiri dari tiga
tahapan yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian pra beli, serta evaluasi terhadap
alternatif.
o
Sadar akan kebutuhan: konsumen menyadari akan adanya kebutuhannya
ketika menghadapi suatu masalah.
o
Pencarian pra beli: pencarian pra beli dimulai ketika konsumen mempersepsi
suatu kebutuhan yang mungkin bisa terpuaskan dengan membeli dan
mengonsumsi suatu produk. Konsumen berada pada tingkatan ini jika ia
merasa
memerlukan informasi yang akan digunakan sebagai dasar
menentukan pilihan produk. Ada orang yang menjadikan pengalaman
sebagai sumber informasi. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan
pada kombinasi antara pengalaman masa lalu (sumber internal) dengan
informasi pemasaran serta informasi non komersial (sumber eksternal).
o
Evaluasi terhadap alternatif: ketika mengevaluasi alternatif-alternatif yang
potensial, konsumen cenderung mempergunakan dua tipe informasi, yaitu:
29
¾ Senarai merek yang mereka rencanakan untuk digunakan dalam memilih
(evoked set).
¾ Kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi tiap-tiap merek.
•
Output
Komponen output menunjuk kepada dua macam kegiatan pasca keputusan yang
saling berhubungan erat, yaitu:
o
Perilaku beli: konsumen membuat dua tipe pembelian yaitu pembelian coba
dan pembelian ulang.
o
Evaluasi pasca beli: komponen terpenting dari evaluasi pasca beli adalah
pengurangan ketidakpastian atau keragu-raguan yang dirasakan oleh
konsumen terhadap seleksi yang dilakukannya. Analisis pasca beli yang
dilakukan oleh konsumen mungkin tergantung pada kepentingan dari
keputusan
tentang
produk
dan
pengalaman
yang
diperoleh
dalam
menggunakan produk yang bersangkutan. Bila produk itu sesuai dengan
harapannya, ada kemungkinan mereka akan membeli lagi. Jika kinerja
produk itu mengecewakan atau tidak bisa memenuhi harapan, konsumen
akan mencari alternatif lain yang lebih sesuai. Tujuan dari kedua kegiatan
tersebut diatas adalah untuk meningkatkan kepuasan kepuasan konsumen
melalui pembelian yang dilakukannya.
30
Pengaruh eksternal
Usaha-usaha
pemasaran perusahaan
Input
4P
Lingkungan
sosial
budaya: keluarga, sumber
informal, sumber non
komersial, kelas sosial,
budaya dan subbudaya
Pengambilan keputusan konsumen
Sadar akan
kebutuhan
Proses
Area psikologis
1. Motivasi
2. Persepsi
3. Pembelajaran
4. Kepribadian
5. Sikap
Mencari
sebelum
membeli
Mengevaluasi
alternatif
Pengalaman
Perilaku pasca keputusan
Output
Pembelian
1. Percobaan
2. Pembelian
ulang
Evaluasi pasca beli
Gambar 2.5
Model Pengambilan Keputusan Konsumen
Sumber: Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.232)
31
2.3
Pengetahuan Konsumen
2.3.1
Pengertian pengetahuan
Peter dan Olson (1999, p.312) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah
representasi kognitif dari produk, merek, dan aspek-aspek lingkungan lainnya yang disimpan
dalam ingatan. Juga disebut dengan makna atau kepercayaan.
Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan konsumen, mempengaruhi kognisi yang
ikut digunakan dalam pengambilan keputusan. (Peter dan Olson, 1999, p.51)
2.3.2
Jenis Pengetahuan
Menurut
Peter
menginterpretasikan
dan
berbagai
Olson
jenis
(1999,
informasi
p.52)
dan
Sistem
oleh
kognisi
karena
manusia
itu
dapat
menghasilkan
pengetahuan, arti, dan kepercayaan. Secara umum seseorang memiliki dua jenis
pengetahuan: (1) pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku mereka, dan (2)
pengetahuan prosedural tentang bagaimana melakukan sesuatu. Pengetahuan umum
(general knowledge) mengacu pada interpretasi seseorang terhadap informasi relevan di
lingkungannya. Misalnya, konsumen menciptakan pengetahuan umum tentang kategori
produk (compact disk, restoran siap saji hamburger, mutual fund), toko (Sears, Wal-Mart,
dan Kmart), perilaku tertentu (belanja di mal, minum es krim, berbincang dengan salesman),
orang lain (teman baik, pramuniaga yang lucu di toko 7---Eleven pojok jalan, dosen mata
kuliah ini), dan bahkan diri mereka sendiri (saya pemalu, pintar, dan baik).
Pengetahuan umum disimpan dalam ingatan sebagai proposisi yang menghubungkan
dua konsep:
Kamera Nikon
adalah
Mahal
32
Sebagian besar proposisi didasarkan pada beberapa hubungan yang relevan secara personal
di antara kedua konsep. Misalnya, pengetahuan tentang adanya program diskon di toko baju
favorit Anda menciptakan suatu proposisi sederhana:
Toko baju
Obral
adalah
Hubungan antara proposisi adalah kunci untuk memahami arti. Pengetahuan ada
ketika konsep arti dalam ingatan dihubungkan dengan konsep lain melalui suatu proposisi.
Secara esensi, pengetahuan atau arti didefinisikan oleh hubungan antar konsep.
Pengetahuan umum konsumen bersifat episodik atau semantik. Pengetahuan
episodik berhubungan dengan kejadian khusus yang terjadiu dalam hidup seseorang.
Misalnya, ”Kemarin saya membeli permen cokelat Snickers dari mesin penjual” atau ”Tagihan
terakhir kartu kredit saya masih tetap salah” adalah contoh pengetahuan episodik. Konsumen
juga memiliki pengetahuan semantik tentang objek dan kejadian di lingkungan. Misalnya,
arti dan kepercayaan personal yang Andan miliki tentang permen coklat Snickers---kacang,
karamel, dan kalori yang dikandung; disain bungkus; aroma atau rasanya---adalah bagian
dari pengetahuan semantik Anda. Ketika diaktifkan dari ingatan, komponen episodik dan
semantik dari pengetahuan umum dapat memberi pengaruh yang kuat terhadap
pengambilan keputusan dan perilaku nyata konsumen.
Konsumen juga memiliki pengetahuan prosedural (procedural knowledge)
tentang bagaimana melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural disimpan dalam ingatan
sebagai suatu produksi. Suatu produksi adalah proposisi khusus jenis ”jika..., maka...” yang
menghubungkan suatu konsep atau kejadian dengan perilaku yang tepat.
Jika Anda tidak
puas dengan layanan
yang diberikan
Jangan berikan tip
33
2.3.3
Struktur Pengetahuan dan Jenis Struktur Pengetahuan
Peter dan Olson (1999, p.53-54) mengemukakan bahwa pengetahuan umum dan
prosedural diorganisasikan untuk membentuk struktur pengetahuan dalam ingatan. Sistem
kognitif manusia menciptakan jaringan asosiatif yang mengorganisasi dan menghubungkan
berbagai jenis pengetahuan secara bersama. Jaringan asosiatif adalah suatu struktur yang
terorganisir rapih dari pengetahuan, makna, dan kepercayaan tentang beberapa konsep
tertentu, seperti sebuah merek misalnya. Setiap konsep makna dikaitkan dengan konsepkonsep lain untuk membentuk sebuah jaringan asosiatif.
Seseorang memiliki dua jenis struktur pengetahuan, skema (schema) dan tulisan
(script). Skema adalah suatu jaringan asosiatif dari makna-makna yang saling berkaitan yang
mewakili pengetahuan deklaratif seseorang tentang beberapa konsep tertentu. Tulisan
adalah suatu urutan dari produksi atau representasi mental dari suatu tindakan yang tepat
yang diasosiasikan dengan kejadian tertentu. Konsumen sering membentuk tulisan untuk
mengorganisasi pengetahuan mereka tentang perilaku yang harus dilakukan dalam situasi
yang telah dikenal dengan baik. Masing-masing jenis adalah suatu jaringan asosiatif dari artiarti yang dihubungkan, tetapi skema sebagian besar berisikan pengetahuan umum semantik
dan episodik, sementara tulisan adalah jaringan pengetahuan produksi yang diorganisasi.
Baik skema maupun tulisan dapat diaktifkan pada situasi pengambilan keputusan, dan kedua
hal tersebut dapat mempengaruhi proses kognitif.
2.3.4
Kognisi
Berdasarkan pendapat Peter dan Olson, (1999, p.306) Kognisi adalah proses mental
dari interpretasi dan integrasi serta pemikiran dan makna yang dihasilkannya. Kegiatan
kognitif I(cognitive activity) adalah pemikiran dan upaya mental yang diperlukan dalam
penerjemahan dan pengintegrasian informasi, seperti halnya dalam suatu keputusan
34
pembelian. Sering dianggap sebagai biaya. Pembelajaran kognitif (cognitive learning)
adalah proses yang melaluinya struktur pengetahuan dibentuk dan diubah sejalan dengan
diterjemahkannya informasi baru dan didapatkannya makna dan kepercayaan baru oleh
konsumen. Pemrosesan kognitif (cognitive processing) adalah kegiatan mental (baik yang
sadar maupun tidak disadari) yang melaluinya informasi eksternal dalam lingkungan
ditransformasi kedalam makna dan dikombinasikan untuk membentuk penilaian terhadap
objek dan pilihan tentang perilaku.
35
Kognitif
Eksposur
Terhadap
Informasi
Lingkungan
Proses
Proses Interpretasi
Perhatian
Pemahaman
Ingatan
Pengetahuan,
arti, dan
kepercayaan
Pengetahuan, arti,
dan kepercayaan
Proses Integrasi
Sikap dan
keinginan
Pengambilan
keputusan
Perilaku
Gambar 2.6
Proses Kognitif Konsumen Yang Terlibat Dalam Interpretasi
Sumber : Peter dan Olson (1999, p.163)
36
2.3.5
Informasi
Hawkins (2001, p.528) mengemukakan ada dua sumber informasi yaitu informasi
internal dan informasi eksternal.
”Once a problem is recognized, relevant information from long-term memory is used
to determine if a satisfactory solution is known, what the characteristics of potential solutions
are, what are appropriate ways to compare solutions, and so forth. This is internal search.
If a resolution is not reached through internal search, then the search process is focused on
external information relevant to solving problem. This is external search.”
Ketika masalah dapat diketahui, informasi dari memori jangka panjang digunakan
untuk mengetahui apakah solusi kepuasan diketahui, apa saja karakteristik dari solusi
potensial yang ada, apa cara-cara yang sesuai untuk membandingkan tiap-tiap solusi, dan
seterusnya. Itu disebut dengan pencarian internal. Sedangkan pencarian eksternal adalah
bila resolusi tidak tercapai melalui pencarian internal, maka proses pencarian berfokus pada
informasi eksternal untuk memecahkan masalah.
• ”Types of Information Sought (Hawkins, 2001, p.529)
A consumer decision requires information on the following;
-
The appropriate evaluative criteria for the solution of a problem.
-
The existence of various alternative solution.
-
The performance level or characteristic of each alternative solution on each
alternative criterion.”
Artinya:
Tipe-tipe Informasi Yang Dicari :
Pemecahan masalah membutuhkan informasi-informasi sebagai berikut;
-
Evaluasi kriteria yang sesuai dengan solusi untuk sebuah masalah.
37
-
Adanya variasi alternatif solusi.
-
Karakteristik atau level performa dari tiap-tiap solusi alternatif untuk setiap kriteria
alternatif.
• ”Sources of Information” (Hawkins, 2001, p.534)
-
”Memory of past searches, personal experiences, and low-involvement learning.”
-
“Personal sources, such as friends, family, and others.”
-
”Independent sources, such as magazines, consumer groups, and government
agencies.”
-
”Marketing sources, such as sales personnel and advertising.
-
”Exponential sources, such as inspection or product trial.”
Artinya:
Sumber-sumber informasi :
-
Memori dari pencarian masa lalu, pengalaman pribadi, dan keterlibatan rendah
dalam pembelajaran.
-
Sumber pribadi, seperti keluarga, teman, dan lainnya.
-
Sumber bebas, seperti majalah, grup pelanggan, dan instansi pemerintah.
-
Sumber pemasaran, seperti personel penjualan dan iklan.
-
Sumber eksponensial, seperti inspeksi dan percobaan produk
38
2.3.6
Pengertian pengetahuan konsumen
Sunarto (2006, p.79) mendefinisikan pengetahuan konsumen (consumer knowledge)
sebagai sejumlah pengalaman dengan dan informasi tentang produk atau jasa tertentu yang
dimiliki seseorang.
Sumarwan (2004, p. 119) menulis, Mowen dan Minor (1998, p.106) mendefinisikan
pengetahuan konsumen sebagai ”the amount of experience with and information about
particular products or service a person has”. Engel, Blackwell, dan Miniard (1995, p.337)
mengartikan ”at a general level, knowledge can be defined as the information stored within
memory. The subset of total informaton relevant to consumers functioning in the
marketplace is called consumer knowledge”. Berdasarkan kepada dua definisi tersebut dapat
diartikan bahwa pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen
mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan
produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai
konsumen.
2.3.7
Jenis Pengetahuan Konsumen
Berdasarkan pendapat Sunarto (2006, p.79), tiga jenis pengetahuan konsumen telah
diidentifikasi. Pertama adalah tujuan pengetahuan, atau memperbaiki informasi tentang kelas
produk dimana konsumen telah menyimpan dalam memori jangka panjang. Jenis yang kedua
adalah pengetahuan subjektif, atau persepsi konsumen tentang apa atau seberapa banyak
pengetahuannya dengan kelas produk. Disini yang menarik adalah terdapat perbedaan besar
antara beberapa banyak orang yang mereka pikir ketahui dan yang benar-benar mereka
ketahui, sehingga pengetahuan objektif dan subjektif sama sekali tidak berkorelasi. Jenis
pengetahuan yang ketiga adalah informasi tentang pengetahuan lainnya. Dalam kasus Xerox,
manajer produk gagal memperhatikan-yaitu, mereka memiliki sedikit pemahaman tentang
39
fotokopi yang canggih. Akibat kurangnya pengetahuan ini, mereka merancang mesin
fotokopi ini hanya untuk mereka sendiri dan bukan untuk konsumen mereka.
Sedangkan Sumarwan (2004, p. 120) menjelaskan bahwa Engel, Blackwell, dan
Miniard (1995) membagi pengetahuan konsumen ke dalam tiga macam (1) pengetahuan
produk, (2) pengetahuan pembelian, (3) pengetahuan pemakaian.
(1) Pengetahuan produk
Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk.
Pengetahuan ini meliputi kategori produk, atribut atau fitur produk, dan harga produk. Peter
dan Olson (1999) menyebutkan bahwa konsumen memiliki tingkat pengetahuan produk yang
berbeda. Pengetahuan ini meliputi kelas produk (product class), bentuk produk (product
form), merek (brand), model/fitur (model/features).
¾ Jenis Pengetahuan Produk
Peter dan Olson (1999) juga membagi tiga jenis pengetahuan produk, yaitu
pengetahuan tentang karakteristik atau atribut produk, pengetahuan tentang
manfaat produk, dan pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk bagi
konsumen.
-
Pengetahuan atribut produk: Seorang konsumen akan melihat suatu produk
berdasarkan kepada karakteristik atau atribut dari produk tersebut. Atribut suatu
poduk dibedakan ke dalam atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik
menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk, misalnya ukuran dari handphone
NOKIA 3210 (panjang, lebar, dan tebal dalam mm). Atribut abstrak menggambarkan
karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen.
-
Pengetahuan manfaat produk: Konsumen mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan
karena mengetahui manfaat produk tersebut setelah mengkonsumsi sayuran dan
40
buah-buahan adalah memperlancar buang air besar. Inilah yang disebut sebagai
pengetahuan tentang manfaat produk.
Konsumen akan merasakan dua jenis manfaat setelah mengkonsumsi suatu produk,
yaitu manfaat fungsional (functional consequencesi) dan manfaat psikososial (psychosocial
consequences). Manfaat fungsional adalah manfaat yang dirasakan konsumen secara
fisiologis. Misalnya, minum teh Sosro akan menghilangkan rasa haus. Menggunakan printer
laser mempercepat percetakan dokumen. Menggunakan telepon seluler memudahkan
konsumen berkomunikasi di mana saja dengan siapa saja. Sedangkan manfaat psikososial
adalah aspek psikologis (perasaan, emosi, dan mood) dan aspek sosial (persepsi konsumen
terhadap bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya) yang dirasakan konsumen
setelah mengkonsumsi suatu produk.
(2) Pengetahuan pembelian
Peter dan Olson (1999) menguraikan pengetahuan pembelian melalui proses
transaction, konsumen akan membayar produk itu dengan tunai, kartu kredit, kartu debet,
atau alat pembayaran lainnya.
(3) Pengetahuan pemakaian
Sumarwan menjelaskan (2004, p.132) suatu produk akan memberikan manfaat
kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen.
Agar produk itu bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi kepada
konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut
dengan benar. Kesalahan yang dilakukan oleh konsumen dalam menggunakan suatu produk
akan menyebabkan produk tidak berfungsi dengan baik, ini akan menyebabkan konsumen
kecewa, padahal kesalahan terletak pada diri konsumen. Produsen tidak menginginkan
konsumen menghadapi hal tersebut, karena itu produsen sangat berkepentingan untuk
memberitahu konsumen bagaimana cara menggunakan produknya dengan benar.
41
2.4
Klasifikasi Situasional
Hawkins (2001, p.481) menjelaskan ”Situational Characteristic as a number of
features or characteristic of situations influence behaviors accross the various types of
situations described. Situational influence is all those factors particular to a time and a place
that do not follow from a knowledge of personal (intraindividual) and stimulus (choice
alternative) attributes and that have a demonstrable and systematic effect on current
behavior.” Artinya, klasifikasi situasional sebagai sejumlah karakteristik atau fitur-fitur dari
situasi yang memengaruhi perilaku dari sejumlah tipe variasi situasi yang tergambarkan.
Pengaruh situasional adalah semua faktor-faktor khususnya dari waktu dan tempat yang
tidak didapat dari pengetahuan mengenai atribut pribadi dan stimulus (alternatif pilihan)
yang memiliki pengaruh sistematis dan demonstratif terhadap perilaku tertentu.
Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.236) menjabarkan klasifikasi situasional dalam 6
klasifikasi :
•
Lingkungan Fisik
Termasuk dekorasi, suara, aroma, pencahayaan, cuaca dan susunan barang
dagangan (produk) dan benda-benda lain yang mengelilingi obyek stimulus. Ada suatu di
Cihampelas, Bandung, yang menjual jeans, dengan dekorasi mirip dengan saloon dalam
film western, dan musik latarnya selalu country music. Semua ini dirancang untuk
menciptakan suasana atau situasi western cowboys, dimana jeans (dipersepsi)
digunakan sebagai pakaian khasnya. Antrean yang panjang dan gerai yang penuh sesak,
seringkali merupakan situasi yang menarik konsumen di Indonesia; tetapi memberikan
kesan negatif untuk konsumen Eropa. Oleh karena itu, strategi pemasaran yang
digunakan haruslah mendukung arti situasi yang diciptakan oleh lingkungan fisik ini
untuk konsumen.
42
•
Lingkungan Sosial
Adalah individu-individu yang juga hadir atau berada di tempat yang sama pada
waktu pembelian atau konsumsi. Walaupun tampaknya orang membeli dan berbelanja
dengan maksud mendapatlan produk tertentu, mereka juga merasa lebih nyaman
apabila di gerai yang dikunjunginya bertemu dengan teman dari kelas sosial serta status
yang sama. Maka gerai pun memiliki sasaran yang jelas untuk kelompok sosial ini. Bila
diamati, situasi di Toserba Matahari berbeda dengan situasi di Toserba Ramayana, tetapi
juga berbeda dengan Toserba Sogo di Plaza Indonesia atau Plaza Senayan di Jakarta.
•
Lingkungan Waktu
Waktu yang tersedia untuk berbelanja, sangat mempengaruhi keputusan konsumen
untuk menentukan pilihannya. McDonald telah berhasil dalam memanfaatkan situasi ini.
Mereka yang ingin layanan cepat dapat langsung mendapatkan produk dalam waktu
singkat.
•
Tujuan Pembelian dan Konsumsi
Pemasar membagi tujuan itu menjadi pembelian untuk digunakan atau dikonsumsi
sendiri dan pembelian untuk diberikan kepada orang lain sebagai hadiah. Dalam
pembelian untuk digunakan sendiri, konsumen lebih yakin tentang apa yang sudah
diputuskannya. Lain halnya dengan hadiah. Hadiah mengkomunikasikan arti simbolik,
karena hadiah mencerminkan citra dan kesan yang dipersepsi oleh si pemberi terhadap si
penerima. Maka pertimbangan dan proses pengambilan keputusan menjadi rumit dan
memerlukan waktu yang agak lama.
43
•
Mood (suasana hati) dan Kondisi Sementara saat Pembelian
Mood yang positif mendorong pembelian impulsif. Dalam industri jasa, mood positif
secara sengaja ditimbulkan dengan penerima tamu yang tersenyum ramah, dengan
udara yang sejuk, dengan lampu yang tidak begitu terang, dan lain-lain. Kondisi
sementara si konsumen, seperti kelelahan, kegembiraan, kekecewaan, dan lain-lain
mempengaruhi keputusan yang dibuat.
•
Situasi Ritual
Situasi ritual adalah seperangkat perilaku yang saling berhubungan yang dilakukan
dalam format yang terstruktur, mempunyai arti simbolik dan dilakukan untuk merespons
peristiwa-peristiwa sosial. Contoh yang nyata di Indonesia adalah peristiwa mudik
Lebaran dan atau Natal.
2.5
Kerangka Pemikiran
Aspek internal konsumen seperti kebutuhan, kepribadian, gaya hidup, persepsi,
pembelajaran, dan sikap, dan juga aspek eksternal konsumen yang meliputi keluarga, kelas
sosial, budaya, dan subbudaya, serta kelompok acuan, di samping upaya pemasar
memengaruhi individu dengan berbagai bentuk komunikasi pemasaran berpengaruh dalam
pembuatan keputusan pembelian.
Konsumen harus menerjemahkan atau memberi arti bagi setiap informasi di
lingkungan sekitarnya.
Dalam proses, hal tersebut menciptakan pengetahuan, arti, dan kepercayaan baru tentang
lingkungan, serta posisi ketiga hal tersebut di dalamnya.
Proses integrasi (interpretation processes) mensyaratkan eksposur pada informasi
dan melibatkan dua proses kognitif terkait---perhatian dan pemahaman. Perhatian mengatur
44
bagaimana konsumen memilih informasi mana yang harus diterjemahkan dan informasi
mana yang harus diabaikan. Pemahaman mengacu pada bagaimana konsumen menetapkan
arti subjektif dari informasi dan oleh karena itu menciptakan pengetahuan serta kepercayaan
personal. Kemampuan memahami informasi pemasaran sebagian besar ditentukan oleh
pengetahuan yang ada dalam ingatan konsumen saat ini.
Ada empat sudut pandang dalam analisis pengambilan keputusan, dua diantaranya
yaitu sudut pandang kognitif dan sudut pandang emosional. Dalam sudut pandang kognitif,
konsumen diposisikan sebagai cognitive man atau sebagai problem solver. Menurut
pandangan ini, konsumen merupakan pengolah informasi yang senantiasa mencari dan
mengevaluasi informasi tentang produk dan gerai. Pengolahan informasi selalu berujung
pada pembentukan pilihan, selanjutnya terjadi inisiatif untuk membeli atau menolak produk.
Jadi, cognitive man dapat diibaratkan berdiri diantara economic man dan passive man.
Cognitive man juga seringkali mempunyai pola respons tertentu terhadap informasi yang
berlebihan dan seringkali pula mengambil jalan pintas untuk memfasilitasi pengambilan
keputusannya (heuristic) untuk sampai pada keputusan yang memuaskan. Di lain hal, sudut
pandang emosional menekankan emosi sebagai pendorong utama sehingga konsumen
membeli suatu produk. Favoritisme merupakan salah satu bukti bahwa seseorang berusaha
mendapatkan produk favoritnya, apapun yang terjadi. Benda-benda yang menimbulkan
kenangan juga dibeli berdasarkan emosi. Jadi, perasaan dan suasana hati sangat berperan
dalam pembelian yang emosional. Dekorasi, gerai, cahaya, warna, aroma, musik, dan
sebagainya dipakai pemasar untuk mempengaruhi perasaan dan suasana hati. Pengaruh
situasional memuat faktor-faktor yang penting dalam waktu dan di tempat pengamatan yang
tidak ada hubungannya dengan atribut pribadi ataupun stimulus, mempunyai efek yang
sistematis dan bisa dilihat, terhadap perilaku seseorang. Jadi, situasi merupakan faktor-faktor
diluar dan dipisahkan dari produk dan atau iklan tentang produk yang memengaruhi
45
konsumen. Konsumen tidak merespons situasi pemasaran itu saja, tetapi bersama-sama
dengan situasi.
Secara garis besar, melalui penelitian ini penulis akan:
1. Meneliti apakah pengetahuan konsumen berpengaruh terhadap keputusan
pembelian.
2. Meneliti
apakah
klasifikasi
situasional
berpengaruh
terhadap
keputusan
pembelian.
3. Meneliti adakah pengaruh yang signifikan antara pengetahuan konsumen dan
klasifikasi situasional terhadap keputusan pembelian.
46
Pengaruh Eksternal
Budaya
Subbudaya
Demografi
Kelas sosial
Grup referensi
Keluarga
Aktivitas Pemasaran
Pengaruh Internal
Persepsi
Pembelajaran
Memori
Motivasi
Kepribadian
Emosi
Sikap
Pengetahuan Konsumen (X1)
- Pengetahuan Produk
- Pengetahuan Pembelian
- Pengetahuan Pemakaian
Klasifikasi Situasional (X2)
- Lingkungan Fisik
- Lingkungan Sosial
- Lingkungan Waktu
- Tujuan Pembelian dan
Konsumsi
- Mood (suasana hati) dan
Kondisi Sementara Saat
Pembelian
- Situasi Ritual
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.7
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Pengambilan Keputusan
oleh Konsumen (Y)
- Pengenalan
Masalah
- Pencarian
Informasi
- Evaluasi
Alternatif
- Keputusan
Pembelian
- Perilaku
pascapembelian
47
2.6
Analisis Lima Kekuatan Porter
(Kotler, 2005, p.266) Michael Porter telah mengidentifikasi lima kekuatan yang
menentukan daya tarik laba jangka intrinsik pasar atau segmen pasar tertentu. Modelnya
ditunjukkan oleh Gambar 2.9.
Menurut Porter, sifat persaingan dalam suatu industri dapat dilihat sebagai gabungan
dari lima kekuatan berikut ini (David, 2006, p.130-134):
1. Persaingan antar perusahaan sejenis
Persaingan antar perusahaan sejenis biasanya merupakan kekuatan terbesar
dalam lima kekuatan kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh suatu perusahaan
dapat berhasil hanya jika mereka memberikan keunggulan kompetitif (competitive
advantage) dibandingkan dengan strategi yang dijalankan oleh perusahaan
pesaing. Perubahan strategi oleh satu perusahaan mungkin akan mendaoat
serangan balasan, seperti menurunkan harga, meningkatkan mutu, menambah
feature , menyediakan jasa, memperpanjang garansi, dan meningkatkan iklan.
Intensitas persaingan di antara perusahaan yang bersaing cenderung
meningkat karena jumlah pesaing semakin bertambah, karena pesaing semakin
seragam dalam hal ukuran dan kemampuan, karena permintaan unttuk produk
industri menurun, dan karena pemotongan harga menjadi semakin umum.
Persaingan juga meningkat ketika pelanggan berpindah merek dengan mudah,
ketika hambatan untuk meninggalkan pasar tinggi, ketika biaya tetap tinggi, ketika
produk mudah rusak, ketika perusahaan pesaing berbeda dalam hal strategi,
tempat mereka berasal dan budaya; serta ketika merger dan akuisisi menjadi
umum dalam suatu industri. Ketika persaingan antar perusahaan sejenis semakin
intensif, laba perusahaan menurun, dalam beberapa kasus bahkan membuat suatu
menjadi sangat tidak menarik.
48
2. Kemungkinan masuknya pesaing baru.
Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri
tertentu, intensitas persaingan antar perusahaan meningkat. Tetapi, hambatanuntuk masuk, dapat mencakup kebutuhan untuk mencapai skala ekonomi dengan
cepat, pentingnya memperoleh teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya
pengalaman, tingginya kesetiaan pelanggan, kuatnya preferensi merek, besarnya
kebutuhan akan modal, kurangnya jalur distribusi yang memadai, peraturan
pemerintah, tarif, kurangnya akses bahan baku, kepemilikan paten, lokasi yang
kurang menguntungkan. Serangan balasan dari perusahaan yang sudah mapan,
dan potensi kejenuhan pasar.
Di samping berbagai hambatan masuk, perusahaan baru kadang-kadang
masuk ke dalam industri dengan produk yang lebih tinggi mutunya, harga yang
lebih rendah, dan tenaga pemasaran yang banyak. Oleh karena itu, tugas
perencana strategi adalah mengidentifikasi perusahaan baru yang menjadi
pesaing, melakukan ”serangan balasan” jika diperlukan, dan memanfaatkan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
3. Potensi pengembangan produk substitusi
Dalam banyak industri, perusahaan bersaing ketat dengan produsen produk
pengganti. Adanya produk pengganti membuat batasan harga maksimal, sebelum
konsumen pindah ke produk pengganti tersebut.
Tekanan persaingan akibat adanya produk pengganti semakin bertambah
ketika harga produk pengganti relatif murah dan biaya konsumen untuk beralih ke
produk pun rendah. Kekuatan kompetitif produk pengganti paling mudah diukur
dari seberapa besar pangsa pasar yang direbutnya dan rencana perusahaan
produk pengganti tersebut untuk meningkatkan kapasitas serta penetrasi pasar.
49
4. Kekuatan tawar-menawar pemasok.
Kekuatan
tawar-menawar
(bargaining
power
of
supplier)
pemasok
mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri, terutama ketika jumlah
pemasok banyak,ketika hanya ada sedikit bahan baku pengganti yang baik, atau
ketika biaya mengganti bahan baku amat tinggi. Sering kali demi kepentingan
bersama, pemasok dan produsen saling membantu dengan memberikan harga
yang terjangkau, mutu yang lebih baik, pengembangan pelayanan yang baru,
penyerahan barang tepat waktu, dan mengurangi biaya inventrisasi, sehingga
meningkatkan kemampuan meraih laba jangka panjang bagi semua pihak yang
terkait.
Perusahaan mungkin menjalankan backward integration strategy atau strategi
tarik mundur agar bisa mengendalikan pemasok atau menarik modal yang
diberikan kepada pemasok. Strategi ini sangat efektif ketika pemasok tidak dapat
diandalkan, biayanya terlalu tinggi, atau tidak mampu memenuhi kebutuhan
perusahaan secara konsisten. Perusahaan biasanya dapat melakukan negosiasi
persyaratan yang lebih menguntungkan dengan pemasok jika strategi ini lazim
digunakan di antara perusahaan yang bersaing dalam industri.
5. Kekuatan tawar-menawar pembeli
Ketika pelanggan terkonsentrasi atau jumlahnya besar, atau membeli dalam
jumlah
banyak,
kekuatan
tawarnya
merupakan
kekuatan
utama
yang
mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri. Perusahaan pesaing
mungkin menawarkan garansi yang lebih panjang atau pelayanan khusus untuk
memperoleh loyalitas pelanggan ketika kekuatan tawar dari konsumen luar biasa.
Kekuatan tawar konsumen juga lebih besar ketika produk yang dibeli bersifat
standar atau tidak berbeda. Ketika demikian halnya, konsumen sering dapat
50
melakukan negosiasi atau menekan harga jual, jaminan, dan paket aksesori
sampai tingkat tertentu.
Potensi pengembangan
produk substitusi
Kekuatan tawarmenawar
penjual/pemasok
Persaingan antar
perusahaan sejenis
Kekuatan tawarmenawar
pembeli/konsumen
Kemungkinan masuknya
pesaing baru
Gambar 2.8 Model Lima Kekuatan Porter
Sumber: David, 2004, p.131
2.7
Hipotesis
Sugiyono (2007, p.51) menjelaskan hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu biasanya rumusan masalah penelitian
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, kerena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan
sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.
Hipotesis pada penelitian ini didasarkan pada tujuan penelitian, hipotesisnya adalah sebagai
berikut:
T1 : Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan konsumen terhadap keputusan menonton
film di Blitz.
51
H 0 = Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel Pengetahuan Konsumen dan Keputusan
Menonton Film di Blitz.
H1
= Ada pengaruh signifikan antara variabel Pengetahuan Konsumen dan Keputusan
Menonton Film di Blitz.
T2 : Untuk mengetahui pengaruh klasifikasi situasional terhadap keputusan menonton film di
Blitz.
H 0 = Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel Klasifikasi Situasional dan Keputusan
Menonton Film di Blitz.
H1
= Ada pengaruh signifikan antara variabel Klasifikasi Situasional dan Keputusan
Menonton Film di Blitz.
T3 : Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan konsumen dan klasifikasi situasional secara
bersama-sama terhadap keputusan menonton film di Blitz.
H 0 = Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel Pengetahuan Konsumen dan Klasifikasi
Situasional terhadap Keputusan Menonton Film di Blitz.
H1
= Ada pengaruh signifikan antara variabel Pengetahuan Konsumen dan Klasifikasi
Situasional terhadap Keputusan Menonton Film di Blitz.
Download