perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Komunikasi Antarbudaya Komunikasi merupakan pemberian makna terhadap pesan.Pesan yang dimaksud bisa berkaitan dengan budaya yang dimiliki oleh setiap orang dalam suatu kelompok tertentu dengan waktu yang sangat lama. Komunikasi dan budaya tidak bisa dipisahkan, karena setiap proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh setiap orang tentunya tidak akan lepas dari budaya yang dimiliki oleh orang tersebut. Menurut Brian H. Spitzberg (dalam Samovar & Porter, 2000: 375) menjelaskan bahwa komunikasi dalam konteks antarbudaya dikatakan berhasil jika tujuan komunikator tercapai dan cara yang digunakan sesuai dengan konteks. Konteks yang dimaksud meliputi budaya, hubungan, tempat dan fungsi.Budaya merupakan aspek penting dalam memanfaatkan dan mengavualuasi perilaku. Kemampuan perilaku juga tergantung pada bentuk hubungan antara orang-orang yang terlibat di dalamnya apa yang sesuai dilakukan dalam hubungan pertemanan atau hubungan kerja. Perilaku merupakan suatu bentuk reaksi terhadap persepsi seseorang mengenai kondisi di sekitarnya.Perilaku (behavior) merupakan hasil dari mempelajari dan kondisi budaya (Samovar, dkk, 1998: 58). Kepercayaan, nilai dan norma berbeda yang dimiliki oleh masing-masing budaya, akan memberikan pengaruh pada persepsi dan cara berkomunikasi. Dengan memahami perbedaan kepercayaan, nilai dan norma budaya lain, seseorang akan mampu mendefinisikan komunikasi yang dilakukan oleh orang lain dan mampu menyesuaikan perilaku dengan definisi tersebut. Ketika melakukan komunikasi, fungsi pola budaya (kepercayaan, nilai dan norma) dapat diterapkan oleh semua budaya. Kluckhon dan Strodtbeck (dalam Lustig & Koester, 2003: 91) mengklasifikasikan alasan-alasan perlunya menerapkan pola budaya.Pertama, setiap manusia dari budaya yang berbeda menghadapi masalah yang umumnya sama dan mereka harus menemukan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 penyelesaiannya. Kedua, jumlah pilihan untuk menyelesaikan problematika budaya sangat terbatas.Ketiga, di dalam suatu budaya, solusi permasalahan yang tersedia akan dipilih yang sesuai dengan budaya tersebut tetapi anggotanya bisa jadi akan memilih solusi yang lain. Dan keempat, seiring berjalannya waktu, solusi yang telah dipilih akan membentuk asumsi-asumsi budaya yang berhubungan dengan kepercayaan, nilai dan norma. Komunikasi antarbudaya dalam pandangan DeVito (2001: 53) merupakan komunikasi yang secara budaya memiliki perbedaan kepercayaan, nilai dan bertindak. Semua pesan berawal dari konteks budaya yang unik dan spesik, dan konteks tersebut akan mempengaruhi isi dan bentuk komunikasi. DeVito juga menyatakan bahwa budaya akan mempengaruhi setiap aspek pengalaman manusia dalam berkomunikasi. Seseorang melakukan komunikasi dengan cara-cara seperti yang dilakukan oleh budayanya. Hal inilah yang disebut oleh Lustig dan Koester (2003: 84) sebagai sebuah mindset yang secara tidak sadar akan menuntun seseorang ketika menilai suatu situasi apapun mempersepsi suatu keadaan. Seseorang juga akan menerima pesan yang telah disaring oleh konteks budayanya. Konteks tersebut akan mempengaruhi apa yang akan diterima dan bagaimana menerimanya. Melihat pentingnya sebuah budaya yang menjadi latar belakang seseornag ketika berkomunikasi, dalam penelitian yang dilakukan oleh Turnomo Rahardjo (2005: 70) antara lain menyoroti tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketidakpastian dan kecemasan dalam pertemuan antar budaya, yang disebut sebagai komponen komunikasi antarbudaya. Faktor-faktor tersebut adalah motivasi, pengetahuan dan kecakapan.Lustig dan Koester (2003: 105) menyebut faktor-faktor tersebut sebagai kompetensi budaya.Kompetensi sebuah budaya tergantung pada pengetahuan, motivasi dan tindakan yang terjadi dalam suatu konteks dengan pesan yang sesuai dan efektif. Motivasi merujuk pada seperangkat perasaan, kehendak, kebutuhan dan dorongan yang diasosiasikan dengan antisipasi atau keterlibatan dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 komunikasi antarbudaya. Faktor-faktor seperti kecemasan, jarak sosial yang dipersepsikan etnosentrisme dan prasangka dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Jika ketakutan, ketidaksukaan dan kecemasan yang lebih menonjol, maka seseorang akan mempunyai motivasi yang negatif, dan ia akan menghindari interaksi dengan orang lain. Sedangkan pengetahuan merujuk pada kesadaran atau pemahaman terhadap informasi yang diperlukan dan tindakan-tindakan supaya seseorang memiliki kompetensi secara antarbudaya. Komunikator yang berpengetahuan membutuhkan informasi tentang orang, aturan-aturan komunikasi, konteks, harapan-harapan normatif yang mengatur interaksi dengan anggota dari budaya lain. Dan kecakapan merujuk pada kinerja perilaku yang sebenarnya dirasakan efektif dan pantas dalam konteks komunikasi. Beberapa ahli setuju bahwa salah pengertian mengenai ekspektasi budaya merupakan latar belakang munculnya sejumlah konflik. Dengan mengidentifikasi konflik-konflik budaya, akan dapat meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan diri dalam berkomunikasi. Quero (2014:10) mengutip pernyataan yang disampaikan oleh Dodd (1998: 189-193) bahwaada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengelola konflik antar budaya yaitu pertama, menggunakan komunikasi untuk mengurangi ketidaksepemahaman dalam konflik tersebut. Kedua, menggunakan model-model kepemimpinandan model-model komunikasi untuk mengelola konflik. Ketiga, menggunakan metafora untuk mencegah konflik antarbudaya. Keempat, menggunakan sistem yang proaktif untuk mencegah konflik. Kelima, memahami lebih dalam nilai-nilai yang dianut sebuah budaya. Keenam, mempraktekkan hubungan yang berdasarkan empati. Dalam komunikasi antarbudaya maka ada beberapa hal yang perlu di perhatikan berdasarkan pandangan Ohoiwutun (1997) dalam Liliweri (2003:94), yang harus diperhatikan adalah: (1) kapan orang berbicara; (2) apa yang dikatakan; (3) hal memperhatikan; (4) intonasi; (5) gaya kaku dan puitis; (6) bahasa tidak langsung, inilah yang disebut dengan saat yang tepat bagi seseorang untuk menyampaikan pesan verbal dalam komunikasi antarbudaya. Sementara commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 pesan nonverbal memiliki bentuk perilaku yakni: kinesik, okulesik, haptiks, proksemik, dan kronemik. Orang yang masuk dalam budaya baru seperti mahasiswa suku Kaili (Sulawesi Tengah) yang melanjutkan pendidikan ke Yogyakarta, setidaknya akan mengalami . Culture shock umumnya terjadi diantara dua individu yang berbeda budaya. Orang yang meng culture shock merasakan gejala-gejala fisik seperti pusing, sakit perut, tidak bisa tidur, ketakutan yang berlebihan terhadap hal yang kurang bersih dan kurang sehat, tidak berdaya dan menarik diri, takut ditipu, dirampok, dilukai, kesepian, disorientasi dan lain sebagainya, (Dodd, 1982). Karena sifatnya yang cenderung diorientasi, dapat menghambat komunikasi antar etnis efektif. Tahap-tahap yang dilalui seseorang dalam mengalami proses transisi tersebut telah diteliti oleh eager expectation), dalam tahap ini orang tersebut merencanakan untuk memasuki kebudayaan kedua atau kebudayaan baru. Rencana tersebut dibuatnya dengan bersemangat, walaupun ada perasaan was-was dalam menyongsong kemungkinan yang bisa terjadi. Sekalipun demikian, ia dengan optimis menghadapi masa depan (everything is beautiful), dalam tahap ini segala sesuatu yang baru terasa menyenangkan. Walaupun mungkin beberapa gejala seperti tidak bisa tidur atau perasaan gelisah dialami, tetapi rasa keingintahuan dan entusisme dengan cepat dapat mengatasi perasaan tersebut.Beberapa ahli menyebut tahap ini sebagai (everything is awful), masa bulan madu telah usai. Sekarang, segala sesuatu terasa tidak menyenangkan.Setelah beerapa lama, ketidakpuasan, ketidaksabaran, kegelisahan mulai terasa. Nampaknya semakin sulit untuk berkomunikasi dan segalanya terasa asing. Untuk mengatasi rasa ini ada beberapa cara yang ditempuh. Seperti dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 caramelawan yaitu mengejek, memandang rendah, dan bertindak secara etnosentrik; kadang-kadang juga melkukan kekerasan dengan merusak bendabenda secara fisik, sehingga dapat menimbulkan kesulitan hukum bagi dirinya sendiri.Tahap selanjutnya melarikan diri dan mengadakan penyaringan serta (everything is ok), setelah beerapa bulan berselang, orang tersebut menemukan dirinya dalam keadaan dapat menilai hal yang positif dan negatif secara seimbang. Akhirnya ia telah mempelajari banyak tentang kebudayaan baru di luar kebudayaannya. B. Etnik dan Identitas Etnik Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari kelompok etnis yang beragam. Ahli sosiologi merujuk etnik sebagai satu kelompok manusia yang mempunyai ikatan kebudayaan yang banyak persamaan seperti persamaan agama, ras, maupun asal usulnya. Kumpulan etnik yang sama berkongsi adat, bahasa, pakaian tradisional, makanan dan mempunyai hubungan sosial sesama mereka. Perkongsian nilai telah menghasilkan identiti etnik tertentu yang secara tidak langsung membahagikan masyarakat dengan kumpulan etnik yang berbeza. Etnik juga didefinisikan sebagai: having real or putative common ancestry, memories of a shared historical past, and cultural focus on one or more symbolic elements defined as the epitome of their peoplehood. Examples of such symbolic elements are: kinship patterns, physical contiguity, religious affiliation, language or dialect (Schermerhorn, R. 1996:17) Hubungan antara satu kelompok etnis dengan kelompok etnis lainnya beragam, ada yang cukup harmonis dan ada yang sering diwarnai dengan konflik. Menurut Abdullah (2001), pola hubungan antar etnis itu ditentukan oleh tiga corak ruang yang menentukan karakter dari hubungan antar etnis itu sendiri. Pertama, berbagai etnis Indonesia tersebar dalam wilayahnya sendiri-sendiri dengan batas-batas fisik (physical boundary) yang jelas menyebabkan pendefinisian diri lebih terikat pada daerah asal dan memiliki klaim terhadap asal usulnya sebagai pewaris tradisi dan wilayah. Kedua, berbagai etnis di Indonesia commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 tersebar di berbagai tempat dengan batas-batas fisik yang semakin tidak jelas dan memiliki sejarah masa lalu yang berbeda dengan etnis-etnis yang terlibat dalam interaksi sosial sehari-hari. Ketiga, munculnya wilayah baru (seperti sub urban) yang dibuka di berbagai tempat yang menyebabkan pertemuan antar etnis dalam suatu wilayah yang telah mengalami redefinisi atas status tanah dan wilayah yang bebas dari pemilikan suatu etnis. Dalam situasi semacam ini setiap etnis ditempatkan dalam posisi yang relatif egaliter (Abdullah, 2001: 38). Identitas etnik adalah pemahaman individu akan siapa dirinya, adanya ikatan antara individu dan kelompok yang bersifat emosional, kepercayaan saat berada dalam kelompok, dan komitmen yang kuat terhadap kelompok serta bersama-sama melakukan adat-istiadat atau kebiasaan yang sama. Cornell dan Hartmann (1998, h.12), identitas etnik menjelaskan bagaimana manusia menggunakan dan mengatur ide-ide tentang siapa mereka, mengevaluasi pengalaman pribadi dan perilakunya guna memahami dunia di sekitarnya. Isajiw (1999) menjelaskan bahwa identitas etnik meliputi dua aspek yaitu: Aspek internal identitas etnik merujuk pada citra (images), ide (ideas), sikap (attitudes), dan perasaan (feeling) yang kemudian dibagi dalam empat dimensi yaitu affective (afektif), Fiducial (kepercayaan), cognitive (kognitif), moral (moral). Aspek eksternal ditunjukkan oleh perilaku yang dapat diamati (observable behaviours) yang meliputi: logat (dialek) bahasa; praktek tradisi etnik; keikutsertaan dalam jaringan kerja etnik tersebut seperti keluarga dan persahabatan; dan terlibat dalam institusi. Konsekuensi dari identitas etnik adalah sikap etnosentrisme. Etnosentrisme adalah semacam paham yang menganggap kebudayaan sendiri lebih baik daripada kebudayaan orang lain atau kelompok lain (luar). Liliweri (2005, h.236), konflik yang disertai kekerasan yang melibatkan etnik harus dipandang dari kacamata yang lebih luas.Konflik etnik yang diawali oleh prasangka, stereotipe, jarak sosial, atau diskriminasi harus dimengerti bagaimana etnisitas berperan.Beberapa ahli yang menjelaskan mengenai hubungan antara identitas etnik dengan prasangka (dalam Liliweri, 2005, h.203) adalah Zastrow mengemukakan bahwa prasangka commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 salah satunya disebabkan oleh adanya proyeksi atau upaya mempertahankan ciri kelompok etnik/ras secara berlebihan. Gundykunst menambahkan bahwa prasangka bersumber dari timbulnya kesadaran terhadap sasaran prasangka (ras atau etnik lain) yaitu kesadaran bahwa (1) mereka (ras/etnik) adalah kelompok lain yang berbeda latar belakang kebudayaan s etnik/ras lain tidak mampu beradaptasi; (3) kelompok etnik/ras lain selalu terlibat dalam tindakan negatif (penganiayaan, kriminalitas); dan (4) kehadiran kelompok etnik/ras lain dapat mengancam stabilitas sosial dan ekonomi. Menurut Allport menjelaskan bahwa prasangka adalah sikap antipati yang berlandaskan pada cara menggeneralisasi yang salah dan tidak fleksibel. Prasangka merupakan sikap negatif yang diarahkan kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan kelompok sendiri (Liliweri, 2005, h.199). Secara umum, prasangka etnik merupakan sikap negatif yang diarahkan oleh kelompok etnik tertentu kepada kelompok etnik lainnya dan difokuskan pada ciri-ciri negatif sehingga menghambat hubungan antaretnik. Terdapat tiga aspek prasangka yang diungkapkan oleh Sears (1985, h.148), yaitu: kognitif, afektif, dan konatif. C. Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi yang dilakukan sangatlah efektif karena akan diketahui secara langsung tanggapan yang diberikan oleh lawan bicara terkait dengan informasi yang kita berikan tentang diri kita dan masalah yang dihadapi. Menurut De Vito (dalam Liliweri, 2003: 55) menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain dalam hal sedikitnya jumlah partisipan yang terlibat, orang-orang yang terlibat (interectants) secara fisik sangat dekat satu sama lain, dan ada banyak channel yang dipergunakan dan feedback-nya sangat cepat. Miller (1990) dalam (Berger, 2011:208) menyatakan bahwa perspektif situasional adalah perspektif substantif pertama terhadap bentuk komunikasi interpersonal. Perspektif ini membedakan tipe-tipe komunikasi berdasarkan aspek-aspek komunikasi. Aspek yang terpenting meliputi jumlah komunikator, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 kedekata fisik di antara komunikator-komunikator itu, ketersediaan saluran inderawi atau saluran komunikasi (terutama saluran non-verbal), dan kesegeraan umpan balik yang diterima oleh para komunikator. Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung di antara dua orang yang terlibat interaksi tatap muka, menggunakan baik saluran verbal maupun saluran non-verbal, dan memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dengan segera. Dalam perpektif situasional di atas, dinyatakan bahwa komunikasi diadik sering disinonimkan dengan komunikasi interpersonal. Hal itu seperti definisi yang disampaikan oleh Trenholm dan Jensen (2008) menyatakan bahwa: ers to dydic communication in which two individuals, sharing the roles of sender and receiver, become connected through Menurut Miller dan Steinberg (1975) dalam (Berger, 2011:210) mengusulkan alternatif tentang perpektif perkembangan terhadap komunikasi interpersonal.Perspektif ini dimulai dengan membedakan antara komunikasi berhubungan sebagai peran sosial, bukan sebagai orang-orang yang berbeda, dan prediksi interaktan perihal bagaimana pengaruh opsi pesan nantinya terhadap interaktan yang lain lebih didasarkan pada pengetahuan budaya dan sosiologis umum daripada informasi psikologis. Kebalikannya, pada komunikasi interpersonal, interaktan saling berhubungan sebagai orang-orang yang memiliki ciri masing-masing dan prediksi interaktan tentang opsi pesan didasarkan pada informasi psikologis tertentu tentang interaktan lainnya (misalnya, ciri-ciri watak pembeda yang dimiliki interaktan lain tersebut, kecenderungan perilakunya, sikap atau perasaannya). Komunikasi impersonal dan interpersonal merupakan suatu kontinum: ketika baru pertama kali bertemu orang hanya melakukan komunikasi impersonal, tetapi jika interaksi berlanjut dan peserta mengungkapkan dan saling bertukar informasi yang lebih personal, karakter hubungan dan interaksi mereka menjadi lebih interpersonal secara lebih progresif. Roloff dan Anastosiou (2001) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 nteks Perspektif interaksional berfokus pada mengungkapkan bentuk dan implikasi-implikasi interaksisosial, bukan berupaya mengidentifikasi hakikat yang membedakan komunikasi interpersonal. Uraian paling sistematis dari perspektif interaksional diberikan Cappella (1987) dalam (Berger, 2011:211) yang mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai saling menyesuaikan atau saling mempengaruhi. Cappella menjelaskan bahwa komitmen essensial perspektif ini ju kepada keinteraksionalan komunikasi interpersonal, dengan menegaskan bahwa agar terjadi komunikasi interpersonal, setiap orang harus mempengaruhi pola-pola perilaku orang lain, yang teramati relatif terhadap pola tipikal atau pola jut dijelaskan oleh Cappella bahwa semua pertemuan yang Karakteristik komunikasi antarpribadi yang efektif dapat dilihat dari sudut pandang humanistis.Sudut pandang ini menekankan pada keterbukaan, empati, sikap mendukung, dan kualitas-kualitas lain yang menciptakan interaksi yang bermakna, jujur dan memuaskan (Bochner & Kelly, 1974) dalam (De Vito, Ada lima kualitas umum yang dipertimbangkan, diantaranya yaitu : 1. Keterbukaan (Openness) Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antarpribadi.Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi.Ini tidak berarti bahwa orang dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.Orang yang diam, tidak kritis dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Aspek ketiga (Bochner dan Kelly, 1974) dalam (De Vito, 1997:286).Terbuka dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda 2. Empati (Emphaty) Henry Backrack (1975) dalam De Vito (1997:286). Empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. 3. Sikap mendukung (supportiveness) Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya menurut jack Gibb (dalam De Vito, 1997:288), kita memperlihatkan sikap mendukung dengan memperlihatkan sikap deskriptif, spontan dan provisional. a. Deskriptif. Bila anda mempersepsikan suatu komunikasi sebagai permintaan akan informasi atau uraian mengenai suatu kejadian tertentu, anda umumnya tidak merasakannya sebagai ancaman. b. Spontanitas. Gaya spontan membantu menciptakan suasana mendukung. Orang yang spontan dalam komunikasinyadan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama, terus terang dan terbuka. Sebaliknya, bila seseorang menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya, bahwa dia mempunyai rencana atau strategi tersembunyi, kita bereaksi secara defensif. c. Provisionalisme. Bersikap provisional artinya bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 4. Sikap Positif Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dengan sedikitnya dua cara : (a) menyatakan sikap positif, dan (b) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. a. Sikap. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikasi antarpribadi terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. b. Dorongan (stroking). Perilaku mendorong yaitu menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain. Perilaku ini bertentangan dengan ketidakacuhan. 5. Kesetaraan (Equality) Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara.Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama menilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan non-verbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain. Carl Rogers (dalam De Vito, 1997:291), kesetaraan meminta kita De Vito (1991: 54) menyatakan setidaknya ada empat fungsi dari komunikasi antarpribadi yaitu : 1) Memperoleh informasi. Alasan seseorang terlibat dalam komunikasi antarpribadi adalah karena kita dapat memperoleh informasi tetang orang lain sehingga kita bisa berinteraksi dengan individu secara lebih efektif. Seseorang bisa memprediksikan secara lebih baik bagaimana orang lain berpikir, merasa dan bertindak jika kita memahaminya. 2) Membangun konteks pengertian. Kata-kata yang diucapkan bisa mempunyai makna yang berbeda tergantung bagaimana hal tersebut dikatakan dan dalam konteks apa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 3) Membangun identitas. Peran yang dimainkan dalam hubungan kita, membantu kita dalam memangun identitas. Begitu juga dalam membangun muka, imej publik yang kita perlihatkan pada orang lain. 4) Kebutuhan-kebutuhan antarpribadi. Seseorang terlibat dalam suatu komunikasi antarpribadi karena kita buuh untuk mengekspresikan dan menerima kebutuhan-kebutuhan antarpribadi. William Schutz mengidentifikasi tiga kebutuhan: inklusi, kontrol dan afeksi. Inklusi adalah kebutuhan untuk membangunidentitas dengan orang lain. Kontrol adalah kebutuhan untuk melatih hubungan dan membuktikan kemampuan seseorang. Sedangkan afeksi adalah kebutuhan untuk membangun hubungan dengan orang-orang. D. Hubungan Antarpribadi Berdasarkan kamus Longman bahwa pengertian hubungan (relationship) adalah cara dua orang atau dua kelompok merasakan satu dengan yang lainnya. Littlejohn dan Foss menyatakan bahwa banyak orang tertarik dengan topik hubungan karena beda.Adakalanya setiap suatu hubungan hubungan memiliki dapat dimensi terjalin yang dengan berbeda- mudah dan menyenangkan namun tidak jarang orang memiliki hubungan yang sulit sehingga hubungan itu tampak aneh dan tidak menarik.Hubungan merupakan topik yang menarik karena selalu berubah dan berkembang.Perubahan yang terjadi terkadang sangat dramatis. Hal yang menarik dalam hubungan adalah orang yang sering bernegosiasi dengan dirinya mengenai topik apa saja yang dapat dibicarakan dengan orang lain dan berapa banyak informasi yang dapat disampaikannya. (Littlejohn & Foss, 2011: 230) Orang yang melakukan komunikasi antarpribadi secara umum sudah memiliki hubungan antarpribadi yang baik karena didalamnya telah terlibat bentuk psikologi. Hubungan antarpribadi itu dapat diakitkan dengan pernyataan yang disampaikan oleh R. Wayne Pace mengatakan bahwa dalam hubungan antarpribadi cenderung lebih baik bila kedua belah pihak melakukan hal-hal berikut : commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 1. Menyampaikan perasaan secara langsung dan dengan cara yang hangat dan ekspresif. 2. Menyampaikan apa yang terjadi dalam lingkungan pribadi mereka melalui penyingkapan diri (self disclosure). 3. Menyampaikan pemahaman yang positif, hangat kepada satu sama lainnya dengan memberikan respon-respon yang relevan dan penuh pengertian. 4. Bersikap tulus kepada satu sama lainnya dengan menunjukkan sikap menerima secara verbal maupun nonverbal. 5. Selalu menyampaikan pandangan positif tanpa syarat terhadap satu sama lainnya melalui respon-respon yang tidak menghakimi dan ramah. 6. Berterus terang mengapa menjadi sulit atau bahkan mustahil untuk sepakat satu sama lainnya dalam perbincangan yang tidak menghakimi, cermat, jujur dan membangun. DeVito (1997:255-256), menyatakan bahwa hubungan antar pribadi dapat dijelaskan dengan mengidentifikasikan dua karakteristik penting. Pertama, hubungan antar pribadi berlangsung melalui beberapa tahap, mulai dari tahap interaksi awal sampai ke pemutusan (dissolation).Kedua, hubungan antar pribadi berbeda-beda dalam hal keleluasaan (breadth) dan kedalamannya (depth). Gambar model hubungan lima tahap (Knapp,1984; Wood, 1982). Gambar 1. Model hubungan lima tahap keluar kontak keluar keterlibatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 keluar keakraban keluar perusakan keluar pemutusan 1. Kontak. Pada tahap pertama kita membuat kontak. Ada beberapa macam persepsi alat indra. Melihat, mendengar dan membuai seseorang. Pada tahap inilah penampilan fisik begitu penting, karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati secara mudah. Meskipun demikian kualitas-kualitas lain seperti sikap bersahabat, kehangatan, keterbukaan, dan dinamisme juga terungkap pada tahap ini. Jika anda menyukai orang ini dan ingin melanjutkan hubungan. 2. Keterlibatan. Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh, ketika kita mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita. 3. Keakraban. Pada tahap keakraban anda mengikat diri anda lebih jauh pada orang. Anda mungkin membina hubungan primer (primary relationship), dimana orang ini menjadi sahabat baik atau kekasih. 4. Perusakan. Dua tahap berikutnya merupakan penurunan hubungan, ketika ikatan diantara kedua belah pihak melemah. Pada tahap perusakan anda mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin tidaklah sepenting yang anda pikirkan sebelumnya. 5. Pemutusan. Tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 Hubungan antarpribadi yang baik merupakan salah satu faktor pendukung bagi setiap orang dalam mengefektifkan pesan ketika berkomunikasi.Komunikasi yang dilakukan oleh dua orang dalam melakukan pengungkapan diri melibatkan bentuk pesan baik verbal ataupun non verbal. Pernyataan yang terkait dengan komunikasi antarpribadi tersebut yaitu dapat berlangsung diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas, terjadi dalam konteks satu komunikator dengan satu komunikan yang disebut komunikasi diadik, yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator relatif cukup mengenal komunikan dan sebaliknya.Pesan dikirim dan diterima secara simultan dan spontan, relatif kurang terstruktur, demikian pula halnya dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera.Dalam tataran antarpribadi, komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan komunikan relatif setara, Devito (1997:231). E. Komunikator Dalam Produksi Pesan Proses komunikasi dimulai atau berawal dari sumber (source) atau pengirim pesan yaitu di mana gagasan, ide atau pikiran berasal yang kemudian akan disampaikan kepada pihak lainnya yaitu penerima pesan. Sumber atau pengirim pesan sering juga disebut dengan komunikator. Komunikator mungkin mengetahui atau tidak mengetahui pihak yang akan menerima pesannya. Menurut Cangara (2010:85) komunikator adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada khalayak. Oleh karena itu, komunikator biasa disebut pengirim, sumber, source atau encoder. Sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi, komunikator memegang peranan penting, terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Untuk itu, seorang komunikator harus terampil berkomunikasi, dan juga kaya ide serta penuh daya kreativitas.. Dalam prosesnya, untuk mewujudkan komunikasi yang efektif, seorang komunikator berusaha untuk bisa memproduksi pesan dengan baik. Dalam bukunya The Handbook of Communication Science, Berger, dkk (2014: 214) mendefinisikan bahwa pesan adalah kumpulan ekspresi perilaku, biasanya terdiri dari simbol-simbol yang dimengerti bersama, diproduksi dalam upaya untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 menyampaikan suatu keadaan batin. Meski hubungan diantara simbol-simbol dan hal yang diwakili oleh simbol-simbol tersebut berubah-ubah, komunikais masih mungkin terjadi, sebagian karena kebanyakan simbol yang digunakan interaktan di dalam suatu komunitas memiliki komunikasi konvensional. Berdasarkan definisinya bahwa Produksi pesan merupakan sebuah proses pemilihan kesesuaian tipe pesan untuk dirangkai menjadi sebuah pesan yang spresifik dan bermakna (Albrecht & Philipsen, 1997:91). F. Teori Teori dalam Komunikasi Antarbudaya 1. Tahap Pembentukan Hubungan: Teori Mengurangi Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory) Teori mengurangi ketidakpastian ini membahas proses dasar bagaimana kita memperoleh pengetahuan mengenai orang lain. Ketika kita bertemu dengan orang yang belum kita kenal maka biasanya banyak pertanyaan yang muncul dikepala kita, siapa dia? Mau apa? Bagaimaan sifatnya? dan seterusnya. Kita tidak memiliki jawaban yang pasti dan kita mengalami ketidakpastian, dan kita mencoba untuk mengurangi ketidakpastian ini. Menurut Berger (1997), orang mengalami periode yang sulit ketika menerima ketidakpastian sehingga ia cenderung memperkirakan perilaku orang lain, dan karenanya ia akan termotivasi untuk mencari informasi mengenai orang itu. Namun sebenarnya, upaya untuk mengurangi ketidakpastian inilah yang menjadi salah satu dimensi penting dalam membangun hubungan (relationship) dengan orang lain. Ketika kita berkomunikasi, menurut Berger (1997), kita membuat rencana untuk mencapai tujuan kita. Kita merumuskan rencana bagi komunikasi yang akan kita lakukan dengan orang lain berdasarkan atas tujuan dan informasi atau data yang telah kita miliki. Semakin besar ketidakpastian maka kita akan semakin berhati-hati, kita akan semakin mengandalkan pada data yang kita miliki. Jika ketidakpastian itu semakin besar maka kita akan semakin cermat dalam merencanakan apa yang akan kita lakukan. Pada saat kita merasa sangat tidak pasti mengenai orang lain, maka kita mulai mengelami krisis kepercayaan terhadap rencana kita sendiri dan kita mulai membuat berbagai rencana cadangan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 atau rencana alternatif lainnya dalam hal kita memberikan respons pada orang lain. Daya tarik dan keinginan berafiliasi yang ada pada diri indivdu memiliki hubungan positif dengan upaya mengurangi ketidakpastian. Tingkat ketidakpastian yang tinggi akan menciptakan jarak, sebaliknya ketidakpastian yang rendah akan cenderung menyatukan jarak. Ketika komunikator menemukan kesamaan dengan lawan biacaranya, maka ketertarikan diantara mereka akan meningkat dan kebutuhan mereka untuk mendapatkan lebih banyak informasi justru berkurang. Berger (1997) mengatakan, orang dapat menempuh berbagai macam cara untuk mendapatkan informasi mengenai diri orang lain, namun secara umum berbagai cara itu dapat disederhanakan menjadi tiga strategi yaitu : (1) strategi pasif; (2) strategi aktif; dan (3) strategi interaktif. Anda menjalankan strategi pasif jika anda hanya melakukan pengamatan saja, sebaliknya jika anda secara aktif mencari informasi maka anda melakukan strategi aktif. Strategi interaktif mengandalkan komunikasi secara langsung dengan orang lain tersebut. Berger kemudian menguraikan masing-masing strategi tersebut : 1. Strategi pasif dibagi menjadi dua bentuk kegiatan pencarian informasi yang disebut dengan reactivity searching dan disinhibition searching. a. Reactivity searching dilakukan dengan mengamati seseorang ketika ia sedang melakukan sesuatu atau mengamati bagaimana reaksinya pada situasi tertentu. b. Disinhibition searching adalah strategi pasif lainnya, yaitu mengamati seseorang dalam situasi informal di mana ia dalam keadaan santai, tidak terlalu menjaga penampilannya (self monitoring) dan berperilaku apa adanya. 2. Pencarian informasi dengan menggunakan strategi aktif dilakukan dengan cara bertanya kepada orang lain mengenai seseorang yang ingin anda ketahui dan memanipulasi lingkungan sedemikian rupa agar orang yang menjadi target lebih muda untuk diamati. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 3. Strategi interaktif mencakup kegiatan pengungkapan diri (self disclosure) yang merupakan strategi penting untuk mendapatkan informasi secara aktif, karena jika anda mengungkapkan sesuatu mengenai diri anda maka orang lain kemungkinan juga akan melakukan hal serupa. Analisis peneliti terhadap teori Mengurangi Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory), jika ditinjau dari kelebihannya bahwa teori ini menekankan pada perjumpaan awal. Teori ini juga masih dapat digunakan dalam penelitianpenelitian selanjutnya, khususnya bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkait dengan proses pembentukan hubungan bagi individu-individu yang ingin melakukan relationship yang tidak hanya dalam level pertemanan, namun bisa dalam level hubungan berpacaran, suami istri, rekan kerja dan lain sebagainya. Kelebihan yang terdapat pada teori Mengurangi Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory) terkait dengan pertemuan awal, pada dasarnya merupakan suatu bentuk kritikan yang menjadikan teori ini memiliki titik lemah. Artinya bahwa teori ini hanya menekankan pada perjumpaan awal dalam suatu relationship dan tidak menjelaskan lebih dalam terkait dengan relationship yang dilakukan oleh individu-individu. Karena secara umum, relationship yang dilakukan tujuannya yaitu untuk memaksimalkan hasil suatu hubungan agar tetap berjalan dengan harmonis. 2. Tahap Pemeliharaan Hubungan a. Teori Akomodasi / Accommodation Theory Teori yang disusun oleh Howard Giles (1991) ini merupakan salah satu teori perilaku yang paling berpengaruh dalam Ilmu Komunikasi. Teori akomodasi (accomodation theaory) menjelaskan bagaimana dan mengapa kita menyesuaikan perilaku komunikasi kita dengan perilaku komunikasi orang lain.Dalam teori ini, terdapat dua bentuk akomodasi: konvergensi dan divergensi. Konvergensi adalah proses adaptasi gaya komunikasi agar menjadi lebih mirip dengan gaya komunikasi oranglain atau kelompok, sedangkan divergensi ialah proses adaptasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 gaya komunikasi agar menjadi lebih berbeda daripada gaya komunikasi orang lain atau kelompok. Akomodasi pada kedua bentuk baik konvergensi dan divergensi dapat terjadi pada semua perilaku komunikasi melalui percakapan termaksud kesamaan atau perbedaan dalam hal intonasi suara, kecepatan, aksen, volume suara, katakata, tata bahasa, gerak tubuh, dan lain-lain. Baik antara konvergensi dan divergensi dapat bersifat mutual, kedua pembicara menjadi sama-sama menyatu atau sama-sama menjauh, atau bersifat non-mutual, salah seorang pembicara menyatu dan pembicara lainnya menjauh. Konvergensi dapat juga bersifat complete). Misal dengan berbicara sedikit lebih cepat agar dapat mendekati tingkat kecepatan lawan bicara, atau berbicara secepat mungkin agar bisa menyamai tingkat kecepatan lawan bicara. Dalam bukunya Little John dan Foss (2011, 183-184) dijelaskan bahwa akomodasi dapat memiliki peran penting dalam komunikasi karena dapat memperkuat identitas sosial dan penyatuan, namun sebaliknya dapt pula memperkuat perbedaan dan pemisahan.Konvergensi adakalanya disukai dan mendapatkan apresiasi atau sebaliknya tidak disukai. Orang cenderung memberikan respon positif kepada orang lain yang berupaya mengikuti atau meniru gaya biacara atau pilihan kata-katanya, tetapi orang tidak menyukai terlalu banyak konvergensi, khususnya jika hal itu tidak sesuai atau tidak pantas. Dalam hal ini, seseorang yang tidak meniru gaya bicara lawan bicaranya tetapi meniru hal lain yang dianggap sama dengan lawan bicara (stereotype) dapat menimbulkan masalah. 1. Kovergensi Konvergensi disebut dengan meleburkan pandangan atau menyatu, Giles, Nicolas Coupland, dan Justine Coupland (1991) mendefinisikan konvergensi sebagai strategi di mana individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatof satu sama lain (West & Turner, 2008: 222). Konvergensi bersifat dinamis, karena di dalamnya selalu terbentuk gerak yang berorientasi pada tujuan dan kegunaan, yang menghendaki studi mengenai arah dan tingkat perubahan, serta jaringan antara dua orang atau lebih yang saling bertukar informasi (Suprapto, 2009: 83). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 Model konvergensi menganggap bahwa komunikasi merupakan transaksi diantara partisipan yang setiap orang memberikan kontribusi pada transaksi tersebut, meskipun dalam derajat yang berbeda (Liliweri, 2001: 84). Definisi komunikasi yang bersifat konvergensi mengandung arti bahwa berbagai informasi akan menghasilkan dan menentukan suatu hubungan antar dua individu atau lebih, sehingga perilaku komunikasi harus dipelajari dengan dasar hubungan bernegosiasi, semakin personal orientasi komunikasi, maka akan semakin sulit mencapai konvergensi. Sebaliknya semakin bersifat sosial atau lebih luas orientasi maksud dan tujuan maka akan semakin menuju kesepakatan (Pawito, 2007: 4). Analisis terhadap proses komunikasi selalu berada pada tiga tingkatan dan ketiga hal ini merupakan hal utama dari analisis konvergensi, yaitu: analisis fisik, psikologis, dan sosial (Liliweri, 2001: 84). Konvergensi dapat terjadi secara positif ketika komunikator bertindak dalam suatu gaya yang mirip dengan komunikannya (West & Turner, 2008: 225). Littlejohn menyebutkan bahwa konvergensi bisa terjadi secara parsial atau komplit. Komunikasi konvergen akan terlihat efektif atau komplit ketika komunikasi terjadi dengan menarik (attractive), terprediksi, dan mudah dimengerti (Littlejohn& Foss, 2008: 153). Namun, selain menuju pada hal positif ternyata konvergensi juga dapat terjadi secara negatif jika dilakukan untuk mempermalukan, menggoda, atau merendahkan (West & Turner, 2008: 225). Menurut Littlejohn konvergensi dapat terjadi secara parsial, ketika komunikasi konvergen yang membuat lawan bicara tidak suka, karena dilakukan secara tidak wajar dengan bahasa verbal atau nonverbal yang tidak diinginkan (Littlejohn & Foss, 2008: 153). 2. Divergensi Giles percaya bahwa pembicara kadang menonjolkan perbedaan verbal dan non verbal diantara diri mereka sendiri dan orang lain, ini disebut divergensi (West & Turner, 2008: 226). Gerakan yang menuju suatu arah ke suatu titik, selalu menggunakan gerakan yang saling menjauh disebut divergensi (Suprapto, 2009: 83). Lawan dari konvergensi adalah divergensi merupakan komunikasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 yang menjauh, karena pembicara menunjukkan perbedaannya kepada lawan bicara (Littlejohn & Foss, 2008: 153). Divergensi tidak dapat disalahartikan sebagai satu cara tidak sepakat atau tidak memberikan respon pada lawan bicara, divergensi juga tidak sama dengan ketidakpedulian, namun mereka memutuskan untuk mendisosiasikan atau memilih untuk menjauhkan diri untuk tidak berkomunikasi dengan alasan yang bervariasi (West & Turner, 2008: 227). Terdapat beberapa alasan orang melakukan divergensi, salah satunya untuk mempertahankan identitas sosial mereka satu sama lain dalam rangka ingin selalu mempertahankan budaya mereka sendiri diahadapan komunikator lain ketika berkomunikasi (West & Turner, 2008: 227). Strategi divergensi dilakukan sebagai penyeimbang gunamempertahankan kebudayaannyamasing-masing khususnya dalam halbudaya komunikasi agar tetap adaperbedaan diantara suku satu dengansuku lainnya (Alviana, 2015: 7). Dalam analisi peneliti bahwa kelebihan dari teori akomodasi terkait dengan dua bentuk yaitu bentuk konvergensi dan bentuk divergensi dapat digunakan dalam berbagai level komunikasi baik dari level interpersonal hingga pada media massa dan new media. Teori ini dapat membantu kita untuk bisa memahami karakteristik orang lain dan budaya yang dimiliki oleh orang lain. Namun untuk mengkritisi teori akomodasi, bahwa teori ini hanya menekankan pada bagaimana orang lain harus berakomodasi ketika terjadi perbedaan budaya sehingga hubungan mereka dapat terpelihara dengan baik. Teori akomodasi tidak menjelaskan bagaimana orang yang memiliki persamaan budaya harus bisa memelihara hubungan dengan baik sehingga tidak terjadi konflik, karena banyak ditemukan sekarang khususnya di Indonesia, konflik sesama suku bisa terjadi seperti konflik di kecamatan Taweli Kota Palu, Sulawesi Tengah yang sampai saat ini belum menemukan titik temu. b. Teori Penetrasi Sosial / Social Penetration Theory Pengungkapan diri adalah proses penyampaian pesan yang ada pada diri kita kepada orang lain yang bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dari pesan yang kita sampaikan. Dalam setiap hubungan dibutuhkan pengungkapan diri (self commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 disclosue) agar komunikasi yang terjalin dapat berjalan dengan baik. Self disclosure adalah suatu bentuk komunikasi di mana informasi tentang diri yang biasanya disimpan atau disembunyikan, dikomunikasikan kepada orang lain (Devito, 1997:69). Keterbukaan diri (self disclosure) telah menjadi salah satu topik penting dalam teori komunikasi sejak tahun 1960-an. Teori penetrasi sosial (social penetration theory) berupaya mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan dan keintiman seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Teori yang disusun oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (1973), ini merupakan salah satu karya penting dalam perjalanan panjang penelitian di bidang perkembangan hubungan (relationship development). Pada tahap awal penetrasi sosial, perhatian para peneliti sebagian besar dicurahkan pada perilaku dan motivasi individu berdasarkan pada tradisi sosiopsikologi yang sangat kental. Menurut teori ini, bahwa kita akan mengetahui atau mengenal diri orang lain (penetrating) bola (breadth) (depth). Kita dapat mengetahui berbagai jenis informasi mengenai diri orang lain (keluasan), atau kita mungkin bisa mendapatkan informasi detail dan mendalam mengenai satu atau dua aspek dari diri orang lain itu (kedalaman). Dalam perkembangannya, bahwa teori penetrasi sosial menunjukkan sifat yang lebih konsisten dan sesuai dengan pengalaman aktual sehari-hari yang menunjukkan proses dialektis dan cyclical (bergerak secara melingkar, membentuk siklus). Teori ini bersifat dialektis karena melibatkan pengelolaan ketegangan tanpa akhir antara informasi umum dan pribadi, dan bersifat siklus karena bergerak maju-mundur dalam pola melingkar. Teori penetrasi sosial kini dipandang sebagai suatu siklus antara siklus stabilitas dan siklus perubahan. Pasangan individu perlu mengelola kedua siklus yang saling bertentangan ini untuk dapat membuat perkiraan (predictability) dan juga untuk kebutuhan fleksibilitas dalam hubungan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 Sikap seseorang untuk terbuka dan tertutup merupakan suatu siklus, dan siklus keterbukaan dan ketertutupan suatu pasangan memiliki pola perubahan reguler, atau perubahan yang dapat diperkirakan. Pada hubungan yang sudah sangat berkembang, siklus berlangsung dalam periode waktu yang lebih panjang daripada hubungan tahap awal (kurang berkembang). Alasannya adalah karena hubungan yang lebih berkembang rata-rata memiliki keterbukaan yang lebih besar daripada hubungan yang kurang berkembang. Sebagai tambahan bahwa ketika hubungan berkembang, para pihak dalam pasangan menjadi lebih mampu mengelola atau melakukan koordinasi terhadap siklus keterbukaan. Masalah waktu dan seberapa jauh keterbukaan semakin lebih dapat diatur. Dengan kata lain, para individu dapat mengatur kapan mereka harus terbuka dan seberapa jauh keterbukaan itu dapat dilakukan. Hal ini merupakan kebutuhan fleksibilitas dalam hubungan. Kritik terhadap teori ini bahwa tidak menjelaskan terkait dengan dampak negatif yang akan terjadi pada suatu hubungan jika sering melakukan keterbukaan diri walaupun kedua indvidu atau kelompok sudah memiliki hubungan yang lebih lama. 3. Tahap Dinamika Hubungan a. Teori Hubungan Dialektik (Relational Dialectics Theory) Menurut Baxter dan Montgomery (1996) menjelaskan bahwa teori yang dikemukakannya bersifat dialektis, artinya bahwa suatu hubungan adalah tempat dimana berbagai pertentangan atau perbedaan pendapat (kontradiksi) dikelola atau diatur. Baxter menjelaskan lagi bahwa dialektik mengacu pada ketegangan di antara berbagai kekuatan yang saling bertentangan yang berada di dalam suatu sistem. Teori hubungan dialektik memberikan tiga ketegangan hubungan inti yaitu ekspresi-privasi, kestabilan-perubahan dan penyatuan-perpisahan yang dapat mewujud dalam hubungan atau antara hubungan dan orang-orang di luar hubungan (Baxter dan Montgomery, 1996). Penelitian awal mengenai dialektika mengidentifikasi adanya tegangan yang lazim ditemui dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 hubungan asmara dan persahabatan rekan kerja, serta strategi-strategi yang dilakukan orang-orang dalam mengelola ketegangan dialektis, Baxter (1990) (dalam Berger, 2011). Baxter (dalam Griffin, 2009: 156-160) mengemukakan tiga dialektik yang mempengaruhi hubungan adalah: 1. Otonomi dan koneksi (disebut juga Intergration and Separation) mengacu pada hasrat untuk menjadi mandiri dari orang-orang terdekat kita (significant others). Namun, di lain sisi kita juga ingin akrab dengan mereka. Dengan kata lain, otonomi dan koneksi ini adalah ketegangan (tension) hubungan penting yang menunjukkan dualisme hasrat untuk menjadi akrab juga terpisah secara bersamaan. 2. Keterbukaan dan proteksi (disebut juga Expression and Nonexpression) berfokus pada hasrat yang berkonflik, pertama, untuk bersikap terbuka dan rentan, membuka informasi personal kepada rekan hubungan kita dan kedua, bersikap strategis dan protektif dalam komunikasi. Posisi dialektik ini menonjolkan baik dari rasa hormat hingga ketulusan maupun penyembunyian. 3. Kebaruan dan prediktabilitas (disebut juga Stability and Change) mengacu pada konflik kenyamanan stabilitas dan kesenangan akan perubahan. Posisi dialektika melihat keyakinan dan ketidakyakinan yang saling berpengaruh dalam hubungan. Inti dari teori hubungan dialektik menjelaskan bahwa hubungan yang dilakukan oleh indvidu-individu pada dasarnya akan mengalami ketegangan atau masalah yang tentunya akan membuat hubungan menjadi disharmonis. Dalam teori tersebut, penulis tidak menemukan bahwa pernyataan positif terkait dengan manfaat yang baik dari adanya ketegangan dalam suatu relationship. b. Teori Dialogis (Dialogical Theory) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori dialogis yang dikemukakan oleh Bakhtin. Menurut Bakhtin (1981) dialog adalah mengenai bagaimana kita berinteraksi dalam interaksi khusus. Dialog merupakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 ucapan yaitu suatu unit pertukaran, lisan atau tulisan, di antara dua orang. Suatu ucapan mengacu pada percakapan lisan dalam konteksnya. Suatu ucapan m terhadap subjek menjadi lawan bicaranya, dan derajat tanggapan dari lawan bicara. Komunikator kemudian mengungkapkan suatu ide dan melakukan evaluasi terhadap ide itu, ia juga melakukan antisipasi terhadap tanggapan dari lawan bicara. Orang yang berbicara tidak hanya melakukan antisipasi pandangan lawan bicaranya dan menyesuaikan komunikasinya ats dasarantisipasi itu; lawan bicara juga berpartisipasi dalam pembicaraan dengan memberikan tanggapan, melakukan evaluasi, dan memulai ucapannya sendiri. Bakhtin (1981) juga menyatakan bahwa dialog adalah proses untuk saling memperkaya; dialog adalah proses dimana masing-masing pihak belajar mengenal dirinya sendiri dan diri orang lain. Dialog tidak hanya kegiatan menemukan tapi juga menghidupkan potensi. Masing-masing dialog bersikap terbuka terhadap suatu pandangan dari pihak lain, masing-masing pihak diperkaya melalui dialog, dan masing-masing pihak menjadi pencipta masa depan, dan masa depan tercipta melalui interaksi, masa depan yang selalu berubah ketika interaksi berubah. Dalam penelitian ini juga, dituliskan juga pendapat Baxter terkait dengan teori dialogis dengan mengikuti gagasan yang disampaikan oleh Bakhtin.Baxter (1996) melihat dialog sebagai percakapan yang berfungsi memberikan makna pada hubungan (mendefinisikan hubungan) dan melakukan definisi ulang (redefinisi) terhadap hubungan pada situasi yang sebenarnya sepanjang waktu.Baxter menulis bahwa hubungan bersifat dialogis dan dialektis, artinya adanya ketegangan yang timbul dalam suatu hubungan, ketegangan itu dikelola melalui percakapan yang terkoordinasi. Baxter (2004) yaitumenjelaskan bahwa ada lima sudut pandang dalam melihat proses dialog, yaitu: 1. Dialog sebagai proses yang membangun Constitutive Process) commit to user (Dialogue as a perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 Baxter menyatakan, komunikasi menciptakan dan menyokong suatu hubungan.Jika praktik komunikasi suatu pasangan berubah, maka hubungan mereka pun berubah pula. Pandangan dialogis mempertimbangkan, perbedaan dan kesamaan pada orang-orang menjadi sama pentingnya. Perbedaan memusatkan pada apa arti dari perbedaan ini bagi pasangan dan bagaimanamereka bertindak atas arti-arti tersebut. Di lain sisi, persamaan akan sikap-sikap, latar belakang, dam minat dapat merekatkan bersama orang-orang secara positif. 2. Dialog sebagai Aliran Dialektis (Dialogue as Dialectical Flux) Seluruh kehidupan sosial merupakan dikuasai kontradiksi dan penuh ketegangan dari dua hasrat yang raskan serangan-serangan berarti bahwa mengembangkan dan mempertahankan hubungan menjadi proses yang sulit ditebak, tidak bisa terselesaikan, dan tidak bisa dipastikan. 3. Dialog sebagai Momen Estetis (Dialogue as an Aesthetic Moment) Baxter menggambarkan penyempurnaan, sensasi pelengkapan, timbal atau balik tersebut keseluruhan di dari tengah pengalaman yang terfragmentasi tersebut tidak berlangsung lama.Namun, kenangan saat-saat yang indah dapat mendukung pasangan melalui turbulensi yang terjadi pada hubungan yang akrab. 4. Dialog sebagai Ungkapan (Dialogue as Utterance), Ungkapan digambarkan sebagai penghubung ekspresif yang membentuk rantai dialog. Oleh karena itu, ungkapan yang disetujui dipengaruhi kata-kata yang keluar sebelumnya dan kata-kata yang akan digunakan. Baxter menekankan pada apakah ungkapan memberi kepercayaan pada suara-suara kedua belah pihak dalam suatu hubungan atau tidak. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 5. Dialog sebagai Sensibilitas Kritis (Dialogue as a Critical Sensibility) Suatu kewajiban untuk mengkritik suara yang dominan, khususnya mereka yang menekan pandangan-pandangan yang berlawanan. Inti konsepsi Bakhtin tentang dialog merupakan ucapan yaitu suatu unit pertukaran, lisan atau tulisan, di antara dua orang. Dalam teori tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang menjalin relationship dengan orang lain, semata-mata hanya melakukan pertukaran pesan tanpa melihat bahwa pertukaran pesan akan menjadi tidak efektif, jika di dalam sebuah relationship terjadi ketegangan. Dialog mana para peserta dapat mengatakan atau mendengar sesuatu yang mereka belum pernah katakan dan dengar sebelumnya, dan dari situlah bertumbuh perubahan sikap saling memberi dan menerima di antara mereka. Dialog merupakan salah satu pendekatan dalam komunikasi yang menekankan sikap dan perilaku, mendengarkan, belajar dan mengembangkan pemahaman bersama. Dialog merupakan komunikasi di amna para pihak mengemukakan pandangan mereka untuk saling mendengarkan secara mendalam, di mana dialog mencoba agar para pendengar dapat mendengarkan pandangan dan eksplorasi mental terhadap suatu topik tertentu dan seorang pembicara. (Senge, 1990). Dialog yang sukses menghasilkan pengertian bersama, bukan memenangkan atau mengabaikan pendapat orang lain yang mungkin sekali kurang relevan. Liliweri (2011:398-399) a. Komponen Dialog 1. Issue. Setiap dialog dimulai dengan beberapa perbedaan pendapat atau konflik (statis) yang mengarah pada perumusan masalah, dan rupanya inilah yang diinginkan dan dibutuhkan untuk segera dibahas dan diselesaikan. Apa yang menjadi dasar dari perbedaan pendapat? Jawabannya adalah issue. Masalahnya adalah setiap isu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 umumnya dilandasi seperangkan proposisi yang menetapkan agenda untuk percakapan, dan agenda itu harus dirumuskan agar dapat dibuktikan atau disangkal oleh setiap peserta. 2. Dispute. Salah satu jenis dialog persuasif adalah dispute (sengketa), di mana masing-masing pihak berada dalam suasana bersengketa tentang suatu atau beberapa kepentingan tertentu. Masing-masing yang terlibat dalam dialog mengandalkan segala macam cara untuk mengajukan argumen dan tesis mereka yang sudah pasti dinegasi oleh pihak lain. 3. Confrontation Phase Of . . . Van Eemeren dan Grootendorst (1984), membedakam fase konfrontasi awal dialog di mana para peserta menetukan tujuan diskusi dan klarifikasi atau menyetujui beberapa peraturan. Persetujuan atau klarifikasi ini dapat terjadi sejauh mereka dikenal oleh mewacanakan pihak dan yang diminta mendefinisikan untuk konteks mengkritik dialog. atau Liliweri (2011:406) b. Jenis-jenis Dialog 1. Two sides. Ingat bahwa yang menjadi dasar utama dialog adalah harus ada dua peserta, maisng-masing pihak mewakili satu sisi masalah yang akan dibahas. Secara konvensional kedua peserta disebut proponent dan respondent. 2. Moves. Sebuah dialog merupakan gerakan yang dinamis yang berturutan secara teratur dari pertukaran isu-isu dari masing-masing pihak. Biasanya, setiap peserta mendapatkan giliran dalam gerakan ini. Jadi dialog benar-benar merupakan urutan pertanyaan dan jawaban untuk satu atau lebih pertanyaan antar dua pihak. 3. Commitment. Yang disebut kesepakatan yang diajukan dalam bentuk proposisi dan kesepakatan itu akan mengikat dua pihak. 4. Procedural rules (aturan prosedural). Aturan yang perlu untuk mendefinisikan gerakan atau dinamika dari dialog, misalnya mana yang boleh atau yang tidak boleh. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 5. Goals of dialogue. Dialog harus memiliki tujuan tertentu, harus ada kriteria keberhasilan. Implementasi dari tujuan itulah akan digerakan bersama-sama menuju sukses suatu dialog, Liliweri (2011:407) G. Penelitian Terdahulu Yang Relevan 1. Andriani Lubis, Lusiana (2012) Judul: Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan.Jurnal Ilmu Komunikasi Terakreditasi, 10 (1). pp. 13-27. ISSN 1693-3029. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komunikasi antarbudaya mempengaruhi pandangan dunia etnis Tionghoa dan pribumi di kota Medan. Tiga elemen pandangan dunia yang diteliti meliputi agama atau kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku, yang merupakan bagian dari teori persepsi budaya menurut Larry A.Samovar, Richard E.Porter dan Edwin R.McDaniel. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan fenomenologi yang bertujuan melihat berbagai situasi atau realitas sosial yang berlaku terhadap etnis Tionghoa dan pribumi di kota Medan. Penelitian menggunakan wawancara mendalam terhadap sejumlah informan etnis Tionghoa dan pribumi.Selain itu, pemerhatian dan analisis kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian ini.Analisis data ditulis dalam bentuk naratif induktif.Hasil penting penelitian menunjukkan bahwa agama atau kepercayaan merupakan satu yang hak dan tidak dapat dipaksa.Namun melalui perkawinan antara etnis Tionghoa dan pribumi maka terjadinya perpindahan agama kepada Islam dan Kristen sehingga pandangan keagamaanpun berubah. Selain itu, komunikasi antarbudaya dapat mengubah cara pandang terhadap nilai-nilai budaya Tionghoa dan Pribumi di kota Medan. Dengan demikian mendorong perilaku individu menjadi positif dan sekaligus pandangan dunianya. 2. Yongming Shi & Si Fan (2010) An Analysis of Non-verbal Behaviour in Intercultural Communication.The International Journal - Language Society and Culture.University of Tasmania. Issue 31.2010.p. 113-120 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 Makalah ini membahas peran komunikasi non-verbal dalam komunikasi antarbudaya.Temuan menunjukkan bahwa perilaku nonverbal yang tidak pantas dapat menyebabkan kerusakan potensial dalam komunikasi antarbudaya.Hal ini juga menunjukkan bahwa perlunya menggabungkan keterampilan komunikasi nonverbal dalam pengajaran bahasa Inggris untuk memungkinkan pelajar bahasa Inggris mampu berkomunikasi antar budaya. 3. Mohamad Hamas Elmasry, Philip J. Auter dan Sheila Rose Peuchaud (2014) Facebook Analysis of Across Egyptian, Cultures: Qatari, A and Cross-Cultural Content American Student Facebook Pages. Vol (10), 2014. P. 27-60 Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam komunikasi lintas budaya pengungkapan diri dapat berbeda tergantung dari budaya yang dimilikinya. Misalnya pada profil Facebook dari Timur Tengahsiswa di Qatar dan Mesir mencerminkan norma-norma yang lebih konservatif di kedua negara. Mahasiswahalaman Facebook di Mesir jauh lebih berorientasi politis, sementara halaman Amerika terfokuslebih pada kehidupan sosial dan kegiatan pribadi. H. Kerangka Pikir Berdasarkan fenomena yang terjadi, terkait dengan judul penelitian Manajemen relationship dalam komunikasi antarbudaya (Studi kasus: pembentukan, pemeliharaan dan dinamika relationship dalam komunikasi antarbudaya mahasiswa Sulawesi Tengah dan mahasiswa Jawa di Yogyakarta), dijabarkan bahwa Komunikasi yang terjadi antara mahasiswa Sulawesi Tengah dan mahasiswa Jawa di Yogyakarta merupakan bagian dari komunikasi antarbudaya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan level komunikasi antarpribadi dengan elemen komunikator yang difokuskan pada mahasiswa Sulawesi Tengah. Peneliti akan melihat cara yang digunakan oleh mahasiswa Sulawesi Tengah saat membangun relationship pertemanan dengan mahasiswa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 Jawa di Yogyakartayang dimulai dari tahap pembentukan, pemeliharaan dan dinamika hubungan. Berdasarkan hasil penjabaran di atas, maka gambaran bagan kerangka pikirnya adalah sebagai berikut: Gambar 2. Kerangka Pikir Komunikasi Antarbudaya Etnik: Perbedaan budaya antara mahasiswa Sulawesi Tengah dan mahasiswa Jawa di Yogyakarta Komunikasi Interpersonal Mahasiswa Sulawesi Tengah dan Mahasiswa Jawa di Yogyakarta menjalin Relationship Komunikator : Mahasiswa Sulawesi Tengah di Yogyakarta Manajemen Relationship (Littlejohn & Foss, 2011) Pembentukan Uncertainty Theory 1. Strategi Pasif 2. Pencarian Informasi 3. Strategi Interaktif Pemeliharaan Accommodation Theory 1. Konvergensi 2. Divergensi commit to user Dinamika Teori Dialektis dan Teori Dialogis