PSORIASIS A. SINONIM Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa. 1 B. DEFINISI Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronis dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, auspitz, dan Kobner.1,2 C. EPIDEMIOLOGI Prevalensi psoriasis adalah sekitar 2% dengan variasi dari 0,4%-0,7% pada populasi Afrika dan Asia. Prevalensi psoriasis di United States dan Kanada adalah 4%. Psoriasis sering dijumpai pada usia 20-30 tahun dan 50-60 tahun.3 Psoriasis dapat terjadi lebih dini pada pasien dengan HLA-Cw6 dan riwayat psoriasis keluarga positif. Insidensi psoriasis umumnya pada laki-laki dan perempuan sama.4 D. ETIOLOGI Penyebab psoriasis yang pasti belum diketahui. Ada beberapa faktor predisposisi dan pencetus yang dapat menimbulkan penyakit ini. faktor-faktor predisposisi : 1. Faktor herediter bersifat dominan autosomal dengan penetrasi tidak lengkap.2 Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis, risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe : psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetic ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA B-27.1,7 2. Faktor psikis, seperti stress dan gangguan emosi. Penelitian menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress dan kegelisahan yang menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat. 3. Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberculosis paru, dermatomikosis, arthritis, dan radang menahun ginjal. 4. Penyakit metabolik, seperti diabetes mellitus yang laten. 5. Gangguan pencernaan, seperti obstipasi. 6. Faktor cuaca. Beberapa kasus menujukkan tendensi untuk menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat.2 Faktor provokatif yang dapat mencetuskan atau menyebabkan penyakit ini bertambah hebat ialah 1. Faktor trauma. Gesekan dan tekanan pada kulit sering dapat menimbulkan lesi psoriasis pada tempat trauma dan disebut fenomena Koebner. 2. Faktor Infeksi. Infeksi Streptokokus di faring dapat merupakan faktor pencetus pada penderita dengan predisposisi psoriasis terutama psoriasis gutata.2 Terapi dengan rifampisin dan penisilin dan menyembuhkan lesi kulit. Psoriasis gutata akut umumnya diderita pada individu dengan riwayat keluarga psoriasis plak dan sepertiga kasus psoriasis gutata memberat menjadi bentuk plak yang kronis. Infeksi HIV juga berkaitan dengan psoriasis.7 3. Obat-obatan. Ada banyak obat yang dilaporkan terlibat pada eksaserbasi psoriasis diantaranya garam litium, antimalaria, beta bloker, NSAIDs, ACE-inhibitor, dan kortikosteroid. Pada permulaan, kortikosteroid dapat menyembuhkan tetapi apabila obat ini dihentikan penyakit akan kambuh kembali bahkan lebih berat daripada sebelumnya menjadi psoriasis pustulosa dan generalisata. Obat lain seperti garam litium, antimalaria (klorokuin) dan antihipertensi betabloker dapat memperberat psoriasis. 2,7 4. Sinar Ultraviolet dapat menghambat pertumbuhan sel-sel epidermis, tetapi bila penderita sensitive sinar matahari, psoriasis bertambah berat Karena reaksi isomorfik.2 Fotosensitif psoriasis berkaitan dengan tipe 1 kulit, usia lanjut, dan wanita. Terapi yang dapat membantu adalah PUVA.7 5. Stress psikologis. Pada sebagian penderita, faktor stress dapat menjadi faktor pencetus. Penyakit ini sendiri dapat menyebabkan gangguan psikologis pada penderita sehingga memperberat psoriasis. 2 Terapi yang dapat digunakan adalah PUVA.7 6. Kehamilan. Kadang-kadang wanita yang menderita psoriasis dapat sembuh saat hamil, tetapi akan kambuh setelah bayinya lahir, dan penyakit akan kebal terhadap pengobatan selama beberapa bulan.2 E. KLASIFIKASI Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis. 1. Psoriasis vulgaris Bentuk ini ialah yang lazim terdapat, sekitar 90% pasien,4 karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.1 Merah, berskuama, plak tersebar simetris adalah cirri khas psoriasis vulagaris yang terdapat pada ekstremitas (terutama siku dan lutut), scalp, lumbosacral bawah, dan genital. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Predileksi lainnya adalah umbilicus dan celah intergluteus. Skuama diproduksi konstan dengan sedikit perbedaan bentuk atau distribusi plak. Lesi kecil single menjadi konfluen, membentuk plak yang batasnya seperti land map (psoriasis geografika). Lesi meluas ke lateral dan menjadi sirsiner karenakonfluensi beberapa plak (psoriasis gyrata). Biasanya, ada central clearing, membentuk lesi seperti cincin (psoriasis anular). Varian klinis psoriasis vulagaris lainnya digambarkan menurut morfologi yang berkaitan dengan gross hyperkeratosis.4 Psoriasis gutata (erupsi) Psoriasis gutata (bahasa latin yang berarti tetesan), digambarkan dengan bentuk erupsi kecil (diameter 0,5-1,5 cm) papul. Timbulnya mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu, juga dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bacterial maupun viral. 1,4 bentuk psoriasis ini berkaitan erat dengan HLA-Cw6. Pasien dengan riwayat psoriasis vulgaris/plak kronis dapat berkembang menjadi lesi gutata, dengan atau tanpa perburukan plak kronis.4 Psoriasis inversa (Psoriasis fleksural) Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan namanya, 1,4 misalnya aksila, region genitokruris, dan leher. Skuama selalu minimal atau tidak ada, dan lesi eritem mengkilat tajam, yang sering terdapat pada kontak kulit dengan kulit. Berkeringat memperberat area yang lesi.4 Psoriasis eksudativa Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.1 Psoriasis sebroroik (sebopsoriasis) Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara dermatitis seboroik dengan background genetic psoriasis, plak eritematosa dengan skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik (scalp, glabella, lipatan nasolabial, area presternal dan perioral, dan area intertriginosa). 1,4 Sebopsoriasis relative resisten terhadap terapi. Meskipun tidak ditemukan pityrosporum, tetapi terapi antifungal dapat berguna.4 Psoriasis pustulosa Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata, dan generalisata. Bentik lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber) dan acrodermatitis continua. Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch). a. Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber) Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal. b. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zombusch) Sebagai faktor provokatif banyak, misalnya obat yang tersering karena penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya (ampisilin dan amoksisilin) serta antibiotic betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium jodida, morfin, sulfapiridin, sulfonamide, kodein, fenilbutason, dan salisilat. Faktor lain selain obat, ialah hipokalsemia, sinar matahari, alcohol, stress emosional, serta infeksi bakteri dan virus. Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah menderita psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis. Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustule miliar pada plak-plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk “lake of pus” berukuran beberapa cm. Kelainan-kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat menjadi eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis (leukosit dapat mencapai 20.000/ul), kultur pus dari pustule steril.1 Bentuk psoriasis ini selalu berkaitan dengan tanda sistemik prominen, dan bisa mengancam nyawa. Komplikasinya seperti superinfeksi bacterial, sepsis dan dehidrasi. Psoriasis pustulosa parah menjadi sulit dikendalikan dan membutuhkan rejimen terapi yang poten dengan onset kerja cepat untuk menghindari komplikasi yang mengancam nyawa. Obat-obatan yang biasa digunakan adalah etretinate, methotrexate (MTX), siklosporin, atau kortikosteroid oral. Kasus respiratory distress syndrome (RDS) berkaitan dengan psoriasis pustulosa pernah dilaporkan.4 Eritroderma psoriatic Eritroderma psoriasis merupakan bentuk penyakit yang mengenai seluruh tubuh termasuk wajah, tangan, kaki, kuku, punggung, dan ekstremitas. meskipun semua symptom psoriasis ada, eritem adalah bentuk prominen paling banyak, dan skuamanya bila dibandingkan dengan psoriasis stasioner kronis tampak lebih samar. Pasien dengan psoriasis eritroderma kehilangan panas berat karena vasodilatasi menyeluruh, dan hal ini menyebabkan hipotermi. Pasien menggigil untuk meningkatkan suhu tubuhnya. Kulit psoriasis sering hipohidrosis karena sumbatan duktus keringat dan ada risiko hipertermia saat iklim panas. Ekstremitas bawah edema adalah sekunder dari proses vasodilatasi dan kehilangan protein dari pembuluh darah ke jaringan. Gagal jantung high output dan gagal hati dan disfungsi renal juga dapat terjadi. 4 Eritroderma psoriatic dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.1 F. PATOGENESIS Psoriasis telah lama dianggap sebagai penyakit kulit hiperproliferatif dengan turnover epidermis meningkat nyata (5-6 kali normal). Netrofil berada di dalam epidermis lesi psoriasis menyebabkan berpikir bahwa kelainan epidermis sangat penting pada patogenesis psoriasis. Namun demikian, dalam beberapa dekade terakhir, pandangan ini telah berubah dan sekarang diterima dengan baik bahwa psoriasis pada kenyataannya merupakan penyakit yang dimediasi imunologis dimana aktivasi Limfosit T menyebabkan terjadinya peradangan pada dermis dan hiperproliferasi epidermis adalah sekunder terjadinya inflamasi yang mengikuti tipe Th1 sebagai respon imun. Psoriasis sebenarnya adalah penyakit kulit imunologi tipe Th1 yang paling umum. 1. Fungsi sel T Pada psoriasis, aktivitas sel T mendorong terjadinya induksi dan pemeliharaan lesi kulit. Limfosit T terdiri dari sel T helper dan sel T sitotoksik yang secara fungsional berbeda. Fungsi utama sel T adalah untuk mengatur semua respon imun terhadap antigen protein dan berfungsi sebagai sel efektor untuk eliminasi mikroba intraseluler, misalnya mikobakteri. Sel T, berbeda dengan limfosit B, tidak menghasilkan antibodi tapi hanya mengenali antigen peptida yang melekat pada protein yang disandikan oleh gen MHC kelas II. Oleh karena itu, untuk aktivasi, sel T perlu antigen precenting cells (APCs) untuk memproses fragmen peptida yang melekat pada permukaan sel APC. Sel T hanya merespon antigen yang melekat pada permukaan sel dan tidak merespon terhadap antigen solubel. Pada stimulasi yang sesuai, sel T mensekresi berbagai limfokin. Sel T juga dapat menghambat respon imun dan kemudian dikenal sebagai sel T supressor. Masing-masing Sel T, secara fungsional mengekspresikan protein membrane sel dengan cara yang berbeda yang berfungsi sebagai marker fenotipik untuk populasi limfosit yang berbeda. Kebanyakan sel T helper mengekspresikan CD 4, sedangkan sel T sitotoksik dan sel T supressor mengekspresikan CD 8. CD (Cluster diferentiation) mengacu pada molekul permukaan sel yang dikenal oleh sekelompok antibodi monoklonal dan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keturunan atau tahap diferensiasi limfosit.6 2. 3. Aktivasi Sel T Aktivasi sel T terbagi dalam 3 tahap yaitu ikatan, aktivasi antigen spesifik juga dikenal sebagai sinyal 1, dan interaksi sel dengan sel antigen non spesifik yang dikenal sebagai sinyal 2. a. Ikatan Sel T menempel ke APC melalui molekul adesi permukaan yang terletak berseberangan pada permukaan sel T dan APCs. LFA-1 (Leucocyte function associated antigen 1) dan CD2 adalah molekul adesi limfosit T yang menempel pada molekul adesi yang diekspresikan pada permukaan APCs (yaitu molekul adesi intraseluler : ICAM-1 dan LFA3). Sel Langerhans pada kulit adalah antigen presenting cell yang paling efisien. b. Aktivasi antigen spesifik Ikatan sel T-APC terjadi melalui molekul adesi permukaan, antigen dipresentasikan oleh APC ke sel T. Sel T mengekspresikan resptor sel T yang mengenal antigen peptide yang disajikan oleh APC dalam alur kompleks MHC. Antigen ini merangsang aktivasi konversi sel T menjadi sel imun spesifik yang selanjutnya dapat berkembang menjadi sel T memori yang hidup lama di dalam sirkulasi dan dapat mengenali antigen di kemudian hari bahkan sampai beberapa tahun. c. Interaksi sel-sel imun nonspesifik antigen Hal ini juga dikenal sebagai co-stimulasi. Jika costimulasi oleh molekul permukaan sel lain tidak terjadi setelah presentasi antigen, sel T tidak akan menanggapi antigen dan akan menjalani apoptosis atau tidak responsif lagi dengan antigen itu di masa depan (anergi). Fungsi efektor sel T yang teraktivasi (sekresi sitokin dan magnifikasi cascade imunologi) Sekali sel T teraktivasi, tahap selanjutnya adalah induksi respon inflamasi dan perubahan jaringan yang menyebabkan klinis psoriasis. Banyak tipe sel terlibat dalam tahap akhir ini (sel T, makrofag, sel dendrite, endotel vascular, dan keratinosit). Sel-sel ini mensekresi berbagai sitokin yang mendorong dan mempertahankan inflamasi jaringan. Pada psoriasis, ada kemungkinan bahwa kaskade sitokin yang disekresikan oleh selsel yang berbeda dalam lingkungan mikro yang local dan memainkan peranan terjadinya respon fenotip yang khas ditemukan pada psoriasis, yaitu berupa dilatasi vaskuler, inflamasi dermis, dan hiperproliferasi resultan epidermis. Sitokin terlibat dalam perkembangan psoriasis diantaranya granulocytemacrophage colony stimulating factor (GMCSF), epithelial growth factor (EGF), IL8, IL12, IL1, IL6, interferon gamma, tumor necrosis factor alpha (TGF-α). Efek dari sitokin-sitokin ini adalah proliferasi keratinosit, migrasi netrofil, potensiasi respon Th1, angiogenesis, upregulasi molekul adesi dan hiperplasi epidermis. TNF-a sangat terlibat dalam pathogenesis psoriasis dan psoriasis arthritis. Hal ini memainkan peran penting dalam aktivasi respon imun bawaan dan dapatan yang menyebabkan inflamasi kronis, kerusakan jaringan, dan proliferasi keratinosit. Fungsi TNF-α adalah merekrut lebih banyak sel-sel inflamasi dan mengupgrade reseptor sel-sel tersebut. Level TNF-α meningkat nyata pada lesi kulit, synovium dan serum pasien psoriasis dan hal ini berkaitan dengan keparahan penyakit. Level TNF-α yang menurun berkaitan dengan resolusi klinis.6 Gambar 1. Reaksi imun yang diklasifikan berdasarkan MHCclass.8 2 b. Gambar 2. Interkasi sitokin pada lesi psoriasis.4 Gambar 3. Proses transisi dari psoriasis menjadi psoriasis plak kronis.4 4. Gambar 4. Peran HLA-Cw6 pada pathogenesis psoriasis. 4 Patogenesis lesi psoriasis Tanda cardinal lesi psoriasis adalah : a. Hiperproliferasi epidermis tanpa differensiasi b. Dilatasi dan proliferasi pembuluh darah dermis c. Akumulasi sel inflamasi, yaitu netrofil dan limfosit T Faktor pertumbuhan, sitokin, mediator inflamasi, dan marker biologis lainnya telah terbukti berubah pada kulit lesi psoriasis. a. Proliferasi epidermis Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa proliferasi keratinosit meningkat pada psoriasis. c. Kompartemen sel yang ada di level basal dan suprabasal epidermis mengalami proliferasi yang berlebihan. Hal ini tidak disertai dengan pemendekan umur siklus sel. Jumlah siklus sel meningkat beberapa lipat. Perubahan ini tidak spesifik untuk psoriasis, karena proliferasi keratinosit yang meningkat juga ditemukan pada penyembuhan luka dan dermatitis atopi. Berbagai macam faktor pertumbuhan telah terbukti memodulasi proliferasi keratinosit. Transforming growth factor-α (TGF-α) sebagai mediator autokrin pada peristiwa ini. Perubahan Vaskular Lengkung kapiler dermis vertical pada lesi kulit berdilatasi, memanjang, dan berpasangan. Studi autoradiografi dan imunohistokimia menunjukkan proliferasi sel endotel pada psoriasis bentuk pustular dan plak. Index proliferasi sekitar 3%. Hal ini menunjukkan telah terjadi pertumbuhan vaskuler atau angiogenesis yang merupakan komponen yang penting pada proses ini. Keratinosit epidermis merupakan sumber primer aktivitas angiogenik. Sel ini memproduksi mediator yang berkaitan dengan aktivitas angiogenik diantaranya IL-8, TGF-α, thymidine phosphorylase dan faktor angiogenesis stimulasi sel endothelial dan yang paling penting, faktor pertumbuhan endotel vaskuler (VEGF). VEGF over-ekspresi pada epidermis psoriasis karena reseptornya pada lesi psoriasis mikrovaskuler. Beberapa pasien dengan eritroderma atau psoriasis plak yang parah mengalami kebocoran kapiler sistemik seperti proteinuria. Pada pasien-pasien tersebut, VEGF dapat dideteksi dan berperan pada proteinuria. Angiopoetin 1 dan 2 dan reseptornya yaitu Tie 2 terlibat pada proses stabilisasi pembuluh darah. Perubahan regulasi molekul-molekul ini telah dilaporkan pada psoriasis. Selain pertumbuhan vaskuler, kapiler dermis mengalami proses inflamasi aktif melalui ekspresi molekulmolekul yang terlibat pada leukosit homing, yang diinduksi oleh mediator inflamasi seperti histamine, neuropeptida, IL1, dan TNF-α. E-selectin juga diinduksi dan Intracelluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) diup-regulasi pada pembuluh darah dermal pada jaringan lesi, sehingga terjadi mekanisme homing limfosit T yang menumpuk di dalam lesi dermis dan epidermis. Genetik Molekular Dengan menggunakan pendekatan statistic genetic, scan delapan genom total atau parsial telah dilaporkan pada psoriasis. Delapan lokus diidentifikasi dari psoriasis dan beberapa lokus lainnya belum jelas. Tabel 1. lokus genetic yang signifikan berkaitan dengan psoriasis Penunjukan Lokus kromosom PSORS1 6p21,3 PSORS2 17q PSORS3 4q PSORS4 1q PSORS5 3q PSORS6 19q PSORS7 1p PSORS8 16q Keterangan : PSORS : Psoriasis susceptibility locus p : kromosom lengan pendek q : kromosom lengan panjang d. Tiga gen yang berdiri sebagai gen suseptibel psoriasis diantaranya HLA-C, HCR dan korneodesmosin. Gen di PSORS1 tidak diragukan lagi sebagai gen penentu utama psoriasis, terhitung sekitar 35-50% dari kemampuannya menurunkan penyakit. Imunologi dan Inflamasi 3 Ada bukti yang cukup bahwa limfosist T berperan utama pada perkembangan plak psoriasis : 1. Awal masuknya sel T di dalam peranannya memperluas lesi 2. Asosiasi kuat dengan MHC, terutama Cw6 3. Ablative (meskipun sementara) efek terapi anti-sel T 4. Peningkatan penyajian antigen pada plak psoriasis 5. Anecdotal bukti perkembangan psoriasis setelah transplantasi sumsum tulang syngeneic 6. Perubahan fenotip untuk kulit psoriasis lesi dalam kulit psoriasis nonlesi ditransplantasikan pada tikus yang imunodefisiensi parah dan diinjeksi sel T autolog. Sel T terlibat dalam pathogenesis psoriasis dengan mengekspresikan marker utama yaitu memori (CD45RO), aktivasi (HLA-DR dan CD25) dan reseptor permukaan homing kulit (CLA).7 A. B. C. D. Gambar 5. Perkembangan lesi psoriasis.4 Keterangan : Kulit normal pada individu sehat mempunyai sel Langerhans, sel dendrite (D) imatur yang tersebar, sel T memori (T) homing kulit di dermis. Kulit yang tampaknya normal pada penderita psoriasis bermanifestasi kapiler sedikit berdilatasi dan membentuk kurvatura. Selain itu, jumlah sel mononuclear dermal dan sel mast (M) sedikit meningkat. Ketebalan epidermis sedikit bertambah. Pada psoriasis plak kronis, intensitas perubahan ini bergantung pada luas lesi. Zona transisi lesi berkembang dicirikan dengan dilatasi dan lengkungan kapiler, jumlah sel mast dan makrofag (MP), dan sel T, dan degranulasi sel mast meningkat progresif. Di epidermis, ketebalan meningkat prominen rete pegs, spasi ekstraseluler meluas, diskeratosis transien, kehilangan lapisan granular, dan parakeratosis. Sel langerhans mulai keluar epidermis, inflammatory dendritic epidermal cells (I) dan CD8 sel T (8) mulai masuk epidermis. Lesi berkembang penuh (matur) dicirikan dengan dilatasi dan lengkungan kapiler yang berkembang penuh dan aliran darah meningkat 10 kali lipat, jumlah makrofag mendasari membrane basal, dan jumlah sel T dermal meningkat (terutama CD4) berkontak dengan sel dendrite dermal yang matur (D). Lesi matur epidermis ditandai dengan hiperproliferasi keratisnosit (sekitar 10 kali lipat) meluas ke lapisan suprabasal yang lebih bawah, kehilangan lapisan granular uniform dengan pemadatan stratum korneum dan parakeratosis, jumlah sel T CD8 meningkat, dan akumulasi netrofil di stratum korneum (Munro’s mikroabses).4 G. GAMBARAN KLINIS 1. Riwayat Riwayat berguna untuk menetukan onset usia dan adanya riwayat psoriasis keluarga, karena onset pada usia lebih muda dan riwayat keluarga positif berkaitan dengan sifat penyakit yang mudah kambuh dan menyebar luas pada tubuh penderita. Selain itu, dokter sebaiknya bertanya tentang perjalanan penyakit sebelumnya, karena perbedaan utama termasuk dalam penyakit akut atau kronis. Lesi tidak berubah dalam hitungan bulan bahkan tahun, sedangkan penyakit akut menunjukkan lesi yang muncul mendadak dalam waktu yang pendek (hari). Dan kekambuhan tiap pasien bervariasi. Beberapa pasien kambuh dalam mingguan atau bulanan, sedangkan beberpa pasien lainnya mempunyai penyakit yang lebih stabil dengan kekambuhan kadang-kadang. Pasien yang sering kambuh cenderung mengalami penyakit yang lebih parah dengan lesi yang cepat membesar menutupi bagian permukaan tubuh secara signifikan.4 Umumnya penderita psoriasis tidak menunjukkan perubahan keadaan umum kecuali bila stadium penyakitnya sudah sampai pada eritroderma. Ada penderita yang mengeluh merasa gatal, kaku, atau sakit bila bergerak.2 2. Tanda dan Gejala Gejala pertama psoriasis berupa macula dan papula eritem yang timbul tiba-tiba. Selanjutnya papula membesar sentrifugal, sampai sebesar lentikuler dan numuler. Beberapa macula ini dapat bergabung membentuk lesi-lesi yang lebar hingga sebesar daun gyrate. Lesi ini menunjukkan gambaran beraneka ragam, dapat berupa arsiner, sirsiner, polisiklis, atau geografis. Macula eritem ini berbatas tegas dan di atasnya didapati skuama. Warnanya putih seperti perak atau mika, transparan, kering, kasar, dan berlapislapis. Apabila skuama ini digores dengan benda tajam akan tampak sebuah garis putih kaburdan skuama menjadi pecah-pecah mirip gambaran setetes lilin yang digores dengan benda tajam. Fenomena ini disebut fenomena tetesan lilin. Apabila skuama ini dikupas lapis demi lapis, pada lapisan yang terbawah tampak kulit berwarna merah dan terlihat bintik-bintik darah. Tanda seperti ini disebut Auspitz sign. Predileksi adalah bagian tubuh yang sering terkena goresan atau tekanan, seperti siku, lutut, dan punggung. Pada bagian tersebut dapat terjadi reaksi isomorfik. Bagian tubuh lain adalah daerah yang berambut. Pada kulit kepala tanda eritem tidak jelas 4 tetapi skuamanya cukup tebal sehingga sering dikelirukan dengan dermatitis seboroika. Psoriasis yang menyerang kuku jari tangan dan kaki member gambaran berupa lubang kecil pada kuku yang disebut pits. Warna kuku menjadi kabur dan bagian kuku bebas agak terpisah dari dasarnya oleh karena terbentuk zat tanduk subungual. Umumnya kelainan kuku dimulai dari bagian distal dan menyebar ke bagian proksimal, hingga terjadi onikolisis. Mukosa hampir tidak pernah terkena penyakit ini, kemungkinan karena pertumbuhan epitel mukosa mirip dengan pertumbuhan kulit terkena psoriasis. Pelepasan skuama yang terus menerus dapat menyebabkan protein tubuh hilangkira-kira 50 g setiap hari sehingga mneyebabkan hipoproteinemia sekunder. Hilangnya protein dan zat besi dari tubuh dapat pula menyebabkan anemia defisiensi besi.2 H.PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Histopatologi Kelainan histopatologis yang dapat dijumpai pada lesi psoriasis ialah hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, dan hilangnya stratum granulosum. Papilomatosis ini dapat memberi beberapa variasi bentuk seperti gambaran pemukul bola kasti (baseball bat) atau pemukul bola golf (golf stick). Aktivitas mitosis sel epidermis tampak meningkat sehingga pematangan keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Di dalam sel-sel tanduk ini masih dapat ditemukan inti-inti sel yang disebut parakeratosis. Di dalam stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang berisikan sel radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses Munro. Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan sel-sel radang limfosit dan monosit.2 2. Pemeriksaan Hematologi Pemeriksaan laboratorium yang dapat menyokong diagnosis psoriasis tidak banyak. Pemeriksaan yang bertujuan mencari penyakit yang menyertai psoriasis perlu dilaksanakan seperti pemeriksaan darah rutin, mencari penyakit infeksi, pemeriksaan gula darah, kolesterol untuk penyakit diabetes melitus.2 I. DIAGNOSIS Diagnosis psoriasis tidak dapat ditegakkan hanya pada gambaran histopatologi saja tetapi hendaknya didasarkan pada gambaran klinik secara keseluruhan. Penyakit ini berlangsung secara kronis dengan lesi macula eritematosa simetris, ditutupi oleh skuama kasar berlapis-lapis, transparan, dan bewarna seperti mika atau perak. Predileksi lesi terutama di tempat yang banyak mengalami gesekan dan tekanan seperti kedua siku, kedua lutut, dan daerah punggung. Di samping pemeriksaan kulit, pemeriksaan laboratorium lain diperlukan untuk mencari faktorfaktor penyebab atau pencetus penyakit ini.2 J. DIAGNOSIS BANDING Ptiriasis rubra pilaris2 Liken planus2 Tinea corporis9 Lues stadium II (Psoriasis form)1 Ptiriasis rosea4,9 Impetigo4 Dermatitis seboroik4,9 Mycosis Fungoides9 K. PENATALAKSANAAN Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada pengobatan psoriasis gutata yang biasanya disebabkan oleh infeksi di tempat lain, setelah infeksi tersebut diobati umumnya psoriasisnya akan sembuh sendiri. 1. Pengobatan sistemik a. Kortikosteroid Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, menurut pengalaman penulis dosisnya kira-kira ekivalen dengan prednisone 30 mg per hari. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. b. Obat sitostatika Obat sitostatika yang biasanya digunakan ialah metotreksat. Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis artiritis dengan lesi kulit, dan eritroderma karena psoriasis, yang sukar terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, system hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberkulosa), ulkus peptikum, colitis ulserosa, dan psikosis. Cara penggunaan metotreksat ialah demikian. Mulamula diberikan tes dosis inisal 5 mg per os untuk mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksis. Jika tidak terjadi efek yang tidak dikehendaki diberikan dosis 3x2,5mg dengan interval 12jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5mg. jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5mg-5mg per minggu. Biasanya dengan dosis 3x5mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara lain ialah diberikan im 7,5-25mg dosis tunggal setiap minggu. c. Levodopa Levodopa sebenarnya dipakai untul penyakit Parkinson. Di antara penderita Parkinson yang sekaligus juga menderita psoriasis, ada yang membaik psoriasisnya dengan pengobatan levodopa. Menurut uji coba yang dilakukan, obat ini berhasil menyembuhkan kira-kira sejumlah 40% kasus psoriasis. Dosisnya natar 2x250mg – 3x500mg. efek sampingnya berupa mual, muntah anoreksia, hipotensi, gangguan psikis, dan pada jantung. d. DDS DDS (diaminofenilsulfon dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2x100mg sehari. Efek sampingnya berupa anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis. e. Etretinat (tegison, tigason) dan asitrerin (neotigason) Eretrinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Dapat pula digunakan untuk eritroderma psoriatika. Cara kerjanya belum diketahui pasti. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. Dosisnya bervariasi. Pada bulan pertama diberikan 1 mg/kgBB, jika belum terjadi perbaikan, dosis dapat dinaikkan menjadi 1,5 mg/kgBB. Efek sampinya sangat banyak, diantaranya pada kulit (menipis), selaput lender pada mulut, mata, dan hidung kering, peningkatan lipid darah, gangguan fungsi hepar, hyperostosis, dan teratogenik. f. Siklosporin Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgBB sehari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. 2. Pengobatan topical a. Preparat ter Preparat ter efeknya ialah antiradang. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tersebut lebih efektif daripada ter 5 b. c. d. e. yang berasal dari kayu dan pada psoriasis ynag kronis, Efek sampinya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebailknya pada dan eritema pada 30% kasus dan bersifat fotosensitif. psoriasis akut dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter f. Emolien dari batubara dikuatirkan akan terjadi iritasi dan menjadi Efek emolien adalah melembutkan permukaan kulit. eritroderma. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas, dan Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai bawah biasanya menggunakan salepp dengan bahan dasar dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan, vaselin, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, daya meningkatkan daya penetrasi bahan aktif. Emolien yang lain penetrasinya dipertinggi dengan cara menambahkan asam ialah lanolin dan minyak mineral. Emolien tidak mempunyai salisilat dengan konsentrasi 3-5%. Sebagai vehikulum harus efek antipsoriasis. digunakan salap, karena salap mempunyai daya penetrasi yang terbaik. 3. Fototerapi Kortikosteroid Seperti diketahui sinar UV mempunyai efek mengahambat Kortikosteroid topical memberi hasil yang baik. Potensi mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. dan vehikulum memberi hasil yang baik. Potensi dan Cara yang terbaik ialah penyinaran secara alamiah, tetapi saying vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada scalp, muka dan tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah memperburuk daerah lipatan digunakan krim, di tempat lain digunakan psoriasis. Karena itu digunakan sinar UV artificial, diantaranya salap. Pada daerah muka, lipatan, dan genitalia eksterna sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapt digunakan dipilih potensi sedang. Pada batang tubuh dan ekstremitas tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, digunakan salep dengan potensi kuat atau sangat kuat metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan, preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. potensi dan frekuensinya dikurangi. Sedangkan UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan Ditranol (antralin) psoriasis tipe plak, gutata, pustular dan eritroderma. Pada yang tipe Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah plak dan gutata dikombinasi dengan salep likuor karbonis mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi ynag biasa detergents 5-7% yang dioleskan dua kali sehari. Dosis UVB digunkan 0,2-0,8% dalam pasta, salep, atau krim. Lama pertama 12-23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan pemakaian hanya ¼-1/2 jam sehari sekali untuk mencegah berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis iritasi. Penyembuhannya dalam 3 minggu. sebelumnya, diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan ialah Calcipotriol pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and Severity Index).1 Calcipotriol (MC 903) ialah sintetik vitamin D, preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g. efeknya 4. Terapi Biologi antiproliferasi. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas Dengan latarbelakang gangguan imunologis pada psoriasis, salep ini sedikit lebih baik daripada salep betametason 17berbagai metode untuk terapi psoriasis dilakukan. Metode terapi valerat. Efek sampingnya pada 4-20% penderita berupa ini meliputi empat strategi dasar: iritasi (rasa terbakar dan tersengat), dapat pula terlihat a. Penurunan jumlah sel T efektor yang teraktivasi eritema,dan skuamasi. Rasa tersebut akan menghilang b. Hambatan interaksi sel-sel yang menyebabkan aktivasi sel T setelah beberapa hari sesudah obat dihentikan. dan migrasi sel T ke kulit Tazaroten c. Perubahan sitokin dari Th1 Th2 (deviasi imun) Obat ini merupakan molekul retinoid asetinilik topical, d. Mengikat dan menonaktifkan sitokin proinflamasi untuk efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda mencegah efek pada keratinosit dan downregulasi proses differensiasi keratinosit dan menghambat petanda inflamasi7 proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Bentuk sediaan adalah gel dan krim dengan konsentrasi 0,05%-0,1%. Bila dikombinasi dengan steroid topical potensi L. PROGNOSIS sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat mengurangi iritasi. kronis dan residif.1 6 7 8