ANALISIS KINERJA EKSPOR UBI KAYU (CASSAVA) INDONESIA KE NEGARA TUJUAN EKSPOR LISA MEILANIE DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kinerja Ekspor Ubi Kayu (Cassava) Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 Lisa Meilanie NIM H14120050 ABSTRAK LISA MEILANIE. Analisis Kinerja Ekspor Ubi Kayu (Cassava) Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI. Indonesia merupakan tiga besar negara pengekspor ubi kayu di dunia yang memberikan peluang bagi Indonesia untuk menguasai pangsa pasar dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing dan faktor–faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ubi kayu Indonesia ke negara tujuan. Negara yang dianalisis adalah China, Korea, Amerika Serikat, Belanda, Brunei Darussalam, Singapura, Inggris, Australia, Malaysia, dan Hongkong pada periode 2001-2014. Metode yang digunakan dalam analisis adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan gravity model. Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa ubi kayu Indonesia berdaya saing di negara tujuan. Sedangkan hasil analisis EPD komoditas ubi kayu Indonesia berada pada posisi rising star untuk negara Australia, Amerika Serikat, Belanda, dan Singapura. Terdapat lima negara pada posisi falling star yaitu Brunei Darussalam, Korea, Inggris, Malaysia, Hongkong, dan pada posisi retreat adalah China. Pada hasil analisis gravity model menunjukkan bahwa kelima variabel berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan ekspor ubi kayu Indonesia, yaitu jarak ekonomi, nilai tukar riil, GDP riil negara tujuan, populasi, dan harga ekspor riil. Kata kunci: Daya saing, EPD, gravity model, RCA, ubi kayu ABSTRACT LISA MEILANIE. Analysis of Indonesian Cassava Performance in Export Destination Countries. Supervised by RINA OKTAVIANI. Indonesia is one of the big country exporters of cassava that provides opportunities dominating the world market share. The purpose of this research is to analyze competitiveness and factors influencing demand for Indonesian exports of cassava in some destination countries. The export destination countries include China, Korea, United States, Netherland, Brunei Darussalam, Singapore, United Kingdom, Australia, Malaysia, and Hongkong in the period of 2001- 2014. The analytical methods used in this analysis are revealed comparative advantage (RCA) , export product dynamic (EPD) , and gravity model. The results of the RCA analysis show that Indonesian cassava has a high competitiveness in the destination countries. Meanwhile, EPD analysis result that Indonesian cassava export to Australian, United States, Netherland, and Singapore is under the rising star. The five countries in a position of falling star are Brunei Darussalam, Korea, United Kingdom, Malaysia, Hongkong, while the retreat position on China. The result of gravity model analysis shows five variables significantly influence demand for cassava Indonesia, which are economic distance, real exchange rate, real GDP destination countries, population, and real export prices. Keywords: Cassava, competitiveness, EPD, gravity model, RCA ANALISIS KINERJA EKSPOR UBI KAYU (CASSAVA) INDONESIA KE NEGARA TUJUAN EKSPOR LISA MEILANIE Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Ekspor Ubi Kayu (Cassava) Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku dosen pembimbing serta Dr Sahara, SP, MSi dan Dr Eka Puspitawati, SP, MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan arahan, saran, dan nasihat kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta yang telah memberikan doa dan motivasi kepada penulis. Selain itu, penulis juga berterima kasih kepada teman satu bimbingan Eni, Dewi S, Hasan, Ana, serta sahabat terdekat Aryani, Eni, Halimah, Zelin, Dewi Ayu, Maya, Selly, Deby, dan Melda, serta teman-teman Ilmu Ekonomi 49 atas semangat dan masukan kepada penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juni 2016 Lisa Meilanie DAFTAR ISI DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup 6 TINJAUAN PUSTAKA 6 Perdagangan Internasional 6 Konsep Daya Saing 7 Gravity Model 7 Penelitian Terdahulu 9 Kerangka Pemikiran 10 Hipotesis 11 METODE PENELITIAN 12 Jenis dan Sumber Data 12 Metode Analisis Data 12 Analisis Daya Saing 13 Analisis Gravity Model 14 Model Penelitian 17 Definisi Operasional 17 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Gambaran Umum Ubi Kayu Indonesia 18 Keragaan Ekspor Ubi Kayu Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor 20 Analisis Daya Saing Ubi Kayu Indonesia ke Sepuluh Negara Tujuan Ekspor Periode 2009-2014 23 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Ubi Kayu Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor 25 Uji Kriteria Statistik 26 Uji Kriteria Ekonometrika 27 Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Ubi Kayu Indonesia di Negara Tujuan Ekspor 28 SIMPULAN DAN SARAN 30 Simpulan 30 Saran 31 DAFTAR PUSTAKA 32 RIWAYAT HIDUP 48 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 Produksi, konsumsi, ekspor, dan impor ubi kayu di Indonesia tahun 2006 sampai tahun 2014 Nilai (US$) ekspor ubi kayu Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor di dunia 2011 – 2014 Data dan sumber data Kerangka identifikasi autokorelasi Hasil RCA komoditas ubi kayu Indonesia ke negara tujuan ekspor Hasil estimasi EPD ubi kayu Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor Hasil estimasi gravity model ekspor ubi kayu Indonesia menggunakan fixed effect model dengan pembobotan cross section SUR 2 4 12 16 24 25 26 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kontribusi subsektor pertanian terhadap GDP Indonesia tahun 2014 Negara eksportir ubi kayu Tren harga ubi kayu Indonesia Keseimbangan parsial perdagangan internasional Kerangka pemikiran Kekuatan bisnis dan daya tarik pasar dalam metode EPD Produksi ubi kayu delapan kabupaten di Indonesia (2014) Sepuluh negara produksi tertinggi ubi kayu tahun 2014 Perkembangan GDP riil sepuluh negara tujuan ekspor Perkembangan populasi sepuluh negara tujuan 2001 - 2014 Perkembangan jarak ekonomi negara tujuan ekspor dengan Indonesia tahun 2001- 2014 12 Perkembangan harga ekspor riil ubi kayu tahun 2001 – 2014 (US$/kg) 13 Perkembangan nilai tukar riil negara tujuan terhadap USD pada tahun 2001 – 2014 1 3 5 6 11 14 18 19 20 21 22 22 23 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 Hasil olahan metode RCA ekspor komoditas ubi kayu Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor tahun 2009-2014 Hasil olahan metode EPD ekspor komoditas ubi kayu Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor tahun 2009-2014 Variabel-variabel yang memengaruhi permintaan ekspor komoditas ubi kayu Indonesia di 10 negara tujuan ekspor tahun 2001-2014 Hasil uji chow Hasil uji hausman Hasil estimasi panel data dengan menggunakan model FEM (Fixed Effect Method) dengan pembobotan cross section SUR Hasil uji normalitas Matriks korelasi antar variabel 35 37 39 43 44 45 46 47 PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu bentuk kerja sama antar negara baik dalam perdagangan jasa maupun perdagangan barang. Semakin mudahnya akses dalam perdagangan internasional, seperti diturunkan maupun dibebaskannya hambatan perdagangan, menuntut semua negara untuk meningkatkan keunggulan agar dapat bersaing dengan negara lainnya. Setiap negara yang melakukan perdagangan internasional akan mengekspor produk dengan keunggulan yang lebih tinggi dibanding negara lain. Jika suatu produk atau suatu komoditas memiliki keunggulan, maka komoditas tersebut akan cenderung memberikan kontribusi yang tinggi bagi GDP nasional. Salah satu sektor yang memiliki sumbangan terbesar untuk GDP Indonesia adalah sektor pertanian, hal ini disebabkan Indonesia memiliki potensi dalam mengembangkan sektor pertanian. Kondisi iklim dan lahan yang subur merupakan beberapa faktor yang memengaruhinya. Sektor pertanian dibagi menjadi lima subsektor, yaitu subsektor tabama (tanaman bahan makanan), tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, serta perikanan. Subsektor tabama mencakup beberapa komoditas seperti gandum, beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, dan lainnya. Laju pertumbuhan sektor pertanian pada tahun 2011 mencapai 2.78 persen, kemudian pada tahun 2012 terjadi peningkatan laju pertumbuhan mencapai 3.98 persen. Namun, pada tahun 2013 laju pertumbuhan sektor pertanian mengalami penurunan menjadi 3.02 persen. Sedangkan laju pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan pada tahun 2013 adalah sebesar 1.93 persen (Pusdatin 2014). Gambar 1 menjelaskan kontribusi masing-masing subsektor pertanian pada GDP Indonesia. 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 Tabama Perkebunan Peternakan dan hasilnya Kehutanan Perikanan Sumber: Badan Pusat Statistik 2016 Gambar 1 Kontribusi subsektor pertanian terhadap GDP Indonesia tahun 2014 (miliyar rupiah) 2 Gambar 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2014 kontribusi tertinggi dari subsektor pertanian yaitu kontribusi yang dihasilkan oleh subsektor tabama sebesar 668 337.70 milyar rupiah. Kemudian kontribusi terbesar pada urutan kedua berasal dari subsektor perikanan yaitu sebesar 340 343.80 miliyar rupiah. Selanjutnya diurutan ketiga sumbangan dari subsektor perkebunan senilai 192 921.50 miliyar rupiah, dan di posisi keempat dan kelima secara berurutan adalah subsektor peternakan dan hasilnya serta kehutanan yang masing-masing sebesar 184 246.50 dan 60 872.80 miliyar rupiah (BPS 2016). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menghasilkan pencapaian dari sasaran kinerja tahun 2014 yaitu pada komoditas jagung sebesar 19.13 juta ton atau mencapai 100.67 persen dari target, sehingga kondisi ini dikategorikan sangat berhasil. Kemudian komoditas padi menghasilkan 70.61 juta ton atau 97.66 persen dari target, kedelai 921 ribu ton atau 92.13 persen dari target, ubi jalar 2.36 juta ton atau 90.77 persen dari target, dan ubi kayu 24.56 juta ton atau 88.98 persen dari target (naik 2.60 persen), sehingga kondisi tersebut dikategorikan berhasil (Dirjen Pangan 2015). Pengembangan komoditas utama lainnya seperti kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar tetap menjadi prioritas dari pemerintah disamping pengembangan komoditas tanaman pangan utama (padi, kedelai, dan jagung). Hal ini dilakukan dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani lokal. Tingkat produksi rata-rata ubi kayu pada tahun 2010 hingga 2014 merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan produksi komoditas utama lainnya, yaitu sebesar 24.13 juta ton. Sedangkan rata–rata produksi ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau secara beurutan adalah 2.29 juta ton, 708 ribu ton, dan 272 ribu ton (Dirjen Pangan 2015). Tabel 1 menunjukkan gambaran dari produksi, konsumsi, ekspor, dan impor ubi kayu di Indonesia tahun 2006 hingga 2014 Tabel 1 Produksi, konsumsi, ekspor, dan impor ubi kayu di Indonesia tahun 2006 hingga 2014 Impor (ton) Tahun Produksi (ton) Konsumsi (ton) Ekspor (ton) 39 19 986 640 14 551 000 132 005 2006 45 19 988 058 4 007 000 209 668 2007 23 21 756 991 20 858 000 129 696 2008 1 903 22 039 145 6 576 000 197 694 2009 21 23 918 118 10 568 768 145 217 2010 6 24 044 025 16 302 913 105 331 2011 13 291 24 177 372 15 163 609 40 550 2012 101 23 936 921 12 451 436 131 262 2013 23 436 384 13 328 499 80 175 2014 Sumber : Pusdatin 2015 Berdasarkan Tabel 1, produksi ubi kayu Indonesia pada tahun 2006 hingga tahun 2014 cenderung mengalami peningkatan, akan tetapi produksi tahun 2013 dan 2014 menurun dibandingkan tahun 2012. Hal ini diakibatkan adanya konversi lahan menjadi perkebunan dan perumahan serta adanya musim kemarau yang panjang di Indonesia. Sedangkan konsumsi ubi kayu Indonesia menunjukkan angka yang berfluktuatif. Tingkat produksi ubi kayu di Indonesia selalu lebih besar 3 daripada tingkat konsumsinya. Hal ini yang membuat Indonesia dapat melakukan ekspor ke dunia. Tabel 1 menunjukkan bahwa neraca perdagangan ubi kayu bernilai positif yang berarti bahwa ekspor ubi kayu Indonesia bernilai lebih besar dari impor ubi kayu. Pada tahun 2012, impor ubi kayu Indonesia bernilai tinggi mencapai angka 13 291 ton. Kementerian Pertanian (2012) menyatakan bahwa hal ini dikarenakan penggunaan ubi kayu yang cukup besar, baik itu untuk konsumsi maupun input produksi. Ubi kayu merupakan salah satu tanaman multifungsi yang memiliki kegunaan sebagai bahan baku sumber energi alternatif, pangan, maupun pakan (fuel, food, feed). Ubi kayu merupakan bahan pangan alternatif yang potensial untuk dijadikan bahan pangan pokok selain beras dan jagung. Selain itu ubi kayu dapat dijadikan alternatif diversifikasi konsumsi pangan lokal dalam upaya mendukung peningkatan ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional (Kristian 2015). Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian nomor 15/Permentan/RC.110/I/2010 yang berisi tentang program peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat, dapat disimpulkan bahwa permintaan ubi kayu akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan komoditas ubi kayu berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan maupun industri. Peningkatan kebutuhan ubi kayu dalam bidang industri dapat dikaitkan dengan adanya program pemerintah untuk menggunakan sumber energi alternatif yang berasal dari hasil pertanian (liquid biofuel), seperti biodiesel dan bioetanol serta diversifikasi pangan berbasis pangan lokal. Vietnam; 36.42 Thailand; 59.19 Lainnya; 1.2 Costa Rica; 1.3 Indonesia; 1.9 Sumber : Pusdatin 2015 Gambar 2 Negara eksportir ubi kayu di dunia tahun 2009 - 2013 Gambar 2 menunjukkan negara eksportir ubi kayu terbesar di dunia rata–rata pada tahun 2009 hingga 2013. Indonesia sebagai negara agraris menduduki urutan ketiga setelah Thailand dan Vietnam sebagai eksportir ubi kayu terbesar. Indonesia dengan rata-rata produksi mencapai 23.67 juta ton, hanya mampu mengekspor ubi kayu dengan rata-rata sebesar 129.11 ribu ton atau hanya menguasai pangsa ekspor ubi kayu dunia sebesar 1.90 persen (Pusdatin 2015). Meskipun berada pada urutan ketiga, akan tetapi Indonesia masih bisa berpeluang menjadi eksportir utama di dunia. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan strategi meningkatkan daya saing dari komoditas ubi kayu. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk 4 mengkaji lebih dalam tentang daya saing ubi kayu di negara tujuan ekspor serta untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor komoditas ubi kayu Indonesia. Rumusan Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia yang dapat dilihat dari tingkat penyerapan tenaga kerja dan kontribusi pada GDP nasional. Ubi kayu merupakan salah satu komoditas pertanian yang merupakan bahan pangan alternatif dan berperan sebagai pengganti sumber pangan utama setelah padi dan jagung. Ubi kayu berperan sebagai pendukung ketahanan pangan di Indonesia. Indonesia termasuk dalam tiga negara terbesar di dunia yang melakukan ekspor ubi kayu setelah Vietnam dan Thailand. Pada Tabel 2 dijelaskan mengenai kondisi ekspor ubi kayu Indonesia ke sepuluh negara tujuan ekspor. Tabel 2 Nilai (US$) ekspor ubi kayu Indonesia ke sepuluh negara tujuan ekspor di dunia 2011 - 2014 Negara 2011 2012 2013 2014 China 22 284 133 7 815 846 26 706 142 16 947 821 Korea 6 397 111 1 866 934 3 502 287 1 653 806 Amerika Serikat 208 971 181 971 705 225 497 687 Belanda 58 471 114 302 165 902 226 642 Brunei Darussalam 137 190 114 704 159 599 160 083 Singapura 4 008 34 927 28 109 116 637 Inggris 240 595 293 841 320 896 98 797 Australia 23 099 114 553 118 198 55 798 Malaysia 108 073 245 114 233 219 33 044 Hongkong 886 756 912 704 Sumber : WITS (World Integrated Trade Solution) 2016 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kondisi ekspor ubi kayu Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun 2011 hingga tahun 2014. Ekspor ubi kayu Indonesia di beberapa negara mengalami peningkatan, namun untuk negara tujuan China, Korea, Amerika Serikat, Inggris, Australia, Malaysia, dan Hongkong nilai ekspor ubi kayu Indonesia cenderung mengalami penurunan. Penurunan terbesar ekspor ubi kayu Indonesia yaitu pada negara China yang mencapai 9 758 321 US$ pada tahun 2013 ke tahun 2014. Kondisi harga domestik ubi kayu di Indonesia juga memengaruhi peningkatan maupun penurunan ekspor Indonesia. Perkembangan harga rata-rata ubi kayu di tingkat nasional selama tahun 2010 hingga Agustus 2014 terus mengalami peningkatan dan berfluktuatif di setiap tahunnya. Rata-rata peningkatan harga ubi kayu pada tahun 2010 sebesar 1.43 persen, tahun 2011 sebesar 1.87 persen, tahun 2012 sebesar 0.90 persen, dan tahun 2013 sebesar 0.99 persen. Peningkatan harga tertinggi pada periode tersebut terjadi pada bulan November tahun 2011 hingga mencapai 13.46 persen. Sedangkan pada bulan Agustus 2014 terjadi peningkatan harga ubi kayu menjadi Rp. 5.195,-/kg atau naik sebesar 0.28 persen. Gambar 3 menunjukkan bahwa tren harga ubi kayu Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga 2014, sehingga hal 5 tersebut menyebabkan penurunan ekspor komoditas ubi kayu ke negara–negara tujuan ekspor (Pusdatin 2015). Sumber : Pusdatin 2015 Gambar 3 Tren harga ubi kayu Indonesia Pemerintah sebagai regulator telah membuat beberapa kebijakan terkait ubi kayu di Indonesia, beberapa kebijakan tersebut seperti diversifikasi pangan dalam upaya mengurangi konsumsi domestik terhadap beras dan pengembangan produk olahan ubi kayu (bioetanol) yang dapat digunakan sebagai bahan energi alternatif. Namun, program tersebut tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh beberapa faktor seperti teknologi yang kurang mendukung, kualitas ubi kayu Indonesia yang bervariasi, dan harga bioetanol sendiri yang lebih mahal dibandingkan BBM. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas muncul beberapa rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi daya saing ubi kayu Indonesia? 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan ekspor ubi kayu Indonesia ke negara tujuan? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara umum adalah : 1. Menganalisis kondisi daya saing ubi kayu Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ubi kayu Indonesia ke negara tujuan. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk penulis maupun pihak-pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diharapkan tersebut antara lain : 1. Penelitian ini merupakan sarana mengembangkan ilmu yang diperoleh ketika masa perkuliahan, khususnya dalam bidang ekonomi. 2. Diharapkan dapat menjadi informasi dan sumber tambahan bagi pihak-pihak yang terkait, seperti pemerintah. 6 3. Bagi pembaca atau masayarakat, diharapkan dapat menjadi sarana untuk menambah ilmu pengetahuan terkait topik penelitian ini. Ruang Lingkup Fokus penelitian ini adalah arus perdagangan dari sisi ekspor komoditas ubi kayu (cassava) Indonesia ke negara-negara utama tujuan ekspor Indonesia. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ubi kayu Indonesia, serta menganalisis perkembangan daya saing ubi kayu di negara tujuan ekspor utama. Negara- negara yang menjadi objek penelitian ini adalah China, Korea, Amerika Serikat, Belanda, Brunei Darussalam, Singapura, Inggris, Australia, Malaysia, dan Hongkong. Komoditas yang dianalisis adalah ubi kayu mentah tanpa produk olahan (cassava) berdasarkan Harmonized System dengan kode 071410 yang dimulai sejak tahun 2001 hingga tahun 2014. TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional terus berkembang, dimulai dengan suatu aliran atau filsafat ekonomi yang berkaitan dengan aliran barang atau jasa dalam perdagangan internasional. Teori tersebut dikenal dengan merkantilisme sampai dengan teori perdagangan internasional modern. Teori merkantilisme menyatakan bahwa suatu negara akan makmur apabila ekspor yang dilakukan lebih besar dari impor. Tetapi, teori merkantilisme mendapat kritikan dari Adam Hume tentang semakin banyaknya logam mulia, maka penawaran uang pun juga menjadi banyak. Apabila money supply meningkat sementara produksi konstan, akan mendorong terjadinya inflasi sehingga menaikkan harga barang-barang ekspor yang mengakibatkan kuantitas barang yang di ekspor turun (Oktaviani dan Novianti 2014). Sumber : Salvatore 1997 Gambar 4 Keseimbangan parsial perdagangan internasional 7 Model sederhana terkait keseimbangan parsial pada perdagangan internasional dirumuskan oleh Salvatore (1997) pada Gambar 4. Sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara A sebesar P3 sedangkan di negara B sebesar P1. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P3, sedangkan permintaan di pasar internasional lebih rendah dari P1. Pada saat harga internasional ditetapkan pada P2 maka negara B akan terjadi excess demand (ED) dan negara A akan terjadi excess suply (ES). Dari terbentuknya kurva ES dan ED yang akan menentukan terjadinya perdagangan internasional, di mana negara B akan mengimpor dan negara A akan mengekspor. Konsep Daya Saing Keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith, dimana suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolut) serta mengimpor barang jika negara tersebut tidak memiliki keunggulan absolut (absolute disadvantage). Keunggulan dari teori ini adalah terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, di mana terjadi interaksi impor dan ekspor yang meningkatkan kemakmuran negara. Selain teori keunggulan absolut, terdapat juga teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo. Ricardo menyatakan meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas, tetapi perdagangan yang saling menguntungkan bisa tetap berlangsung selama rasio harga antar negara berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan (Oktaviani dan Novianti 2014). Keunggulan komparatif dapat dilihat dari beberapa sisi seperti penggunaan lahan dan tingkat produktivitas. Sedangkan keunggulan kompetitif suatu komoditas dapat dilihat dari sisi harga dan kondisi infrastruktur, di mana ketika suatu komoditas memiliki keunggulan komparatif di suatu wilayah, belum tentu komoditas tersebut juga memiliki keunggulan kompetitif. Gravity Model Terdapat beberapa kelemahan dalam pengolahan data yang hanya menggunakan pendekatan time series ataupun cross section. Sehingga muncul pendekatan menggunakan data panel, yaitu menggunakan gabungan dari pendekatan time series dan cross section (Firdaus 2011). Dalam konteks perdagangan, gravity model menyatakan bahwa intensitas perdagangan antara negara-negara akan berhubungan secara positif dengan pendapatan nasional masing-masing negara dan berhubungan terbalik dengan jarak diantara keduanya. Gravity model disusun oleh beberapa variabel utama untuk mengetahui aliran perdagangan antar negara. Bergstrand et al. (2010) menyatakan bahwa rumus gravity model adalah didasarkan pada hukum newton, yaitu : LnPX = Lnβ0 + β1LnGDPi + β2LnGDPj + β3LnDISTij + Lnεij Keterangan: PX = Volume interaksi antar dua negara (aliran perdagangan bilateral) 8 GDPi GDPj DISTij β ε = Ukuran ekonomi atau GDP Riil (Gross Domestic Product) negara tujuan =Ukuran ekonomi atau GDP Riil negara eksportir = Jarak ekonomi kedua Negara (km) = Konstanta = error term Jarak Ekonomi Jarak ekonomi digunakan dalam aliran perdagangan bilateral dengan menggunakan gravity model. Semakin jauh jarak, maka biaya transportasi akan semakin mahal dan ekspor akan semakin berkurang. Jarak menggambarkan biaya transportasi yang akan ditanggung oleh suatu negara yang melakukan ekspor (Salvatore 1997). Menurut Li et al. (2008) rumus mencari jarak ekonomi adalah: π·πΌπππ ∗ πΊπ·ππ π·πΌπππΆπ = ∑ππ=1 πΊπ·ππ Keterangan: π·πΌπππΆπ = Jarak Ekonomi (ED) π·πΌπππ = Jarak geografis antar negara πΊπ·ππ = GDP negara f Nilai Tukar Riil Nilai tukar merupakan tingkat harga yang disepakati antara negara yang melakukan perdagangan internasional. Nilai tukar dibagi menjadi dua, yaitu nilai tukar riil dan nilai tukar nominal. Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara (Mankiw 2007). Jika suatu negara mengalami depresiaisi pada nilai tukarnya, maka negara lain akan memandang harga di negara tersebut murah, sehingga terjadi peningkatan ekspor pada negara tersebut. GDP (Gross Domestic Product) Riil GDP riil merupakan GDP yang nilai barang dan jasanya diukur dengan menggunakan harga kostan, sedangkan GDP nominal merupakan GDP yang nilai barang dan jasanya diukur dengan menggunakan harga berlaku (Mankiw 2007). GDP diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu. GDP dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Populasi Populasi merupakan jumlah penduduk suatu negara. Jumlah penduduk menentukan besarnya permintaan impor maupun ekspor suatu negara. Semakin besar populasi suatu negara maka semakin besar pula permintaan negara tersebut dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Pertambahan populasi dapat mempengaruhi ekspor dalam dua sisi yaitu penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi yaitu pertambahan tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekspor. Pertumbuhan populasi dari sisi permintaan, akan menyebabkan bertambahnya permintaan domestik (Salvatore 1997). 9 Harga Ekspor Riil Harga merupakan variabel yang digunakan dalam analisis gravity model untuk menunjukkan harga komoditas yang diperdagangkan. Ketika harga ekspor meningkat, maka permintaan akan suatu komoditas mengalami penurunan. Harga merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi jumlah permintaan konsumen terhadap suatu barang dan jasa. Harga ekspor nominal dapat diperoleh dari nilai ekspor suatu komoditi negara asal ke negara tujuan dibagi dengan volume ekspor komoditi tersebut. Harga ekspor riil diperoleh dari pembagian harga ekspor nominal dengan Indeks Harga Perdagangan Ekspor Indonesia (Oktora 2009). Penggunaan harga ekspor riil adalah untuk mengantisipasi adanya inflasi. Penelitian Terdahulu Elshehawy et al (2014) melakukan penelitian mengenai The Factors Affecting Egypt’s Exports: Evidence from the Gravity Model Analysis menggunakan metode analisis data panel dengan model gravity yang menghasilkan kesimpulan bahwa GDP Mesir, GDP importir, populasi importir, perjanjian perdagangan regional (RTA), dan perbatasan antara Mesir dan mitra dagang merupakan faktor utama yang memengaruhi ekspor Mesir ke mitra dagang utama. Semua faktor ini positif mempengaruhi ekspor Mesir. Biaya transportasi (variabel jarak) yang ditemukan memiliki efek negatif namun tidak signifikan terhadap ekspor Mesir. Penelitian yang dilakukan oleh Ademe dan Yismawuntuk (2013) melihat pola perdagangan kopi dari Ethiopia dalam jangka waktu enam belas tahun 1997-2011, sedangkan jumlah cross section sebesar 36 negara, dengan menggunakan data panel (gravity model). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa permintaan ekspor kopi dan GDP negara tujuan ekspor berpengaruh signifikan terhadap ekspor kopi. Selain itu, penurunan mata uang Ethiopia meningkatkan nilai ekspor kopi dari Ethiopia selama sepuluh tahun terakhir. Haditaqy (2015) melakukan penelitian mengenai ekspor teh hitam yang dilakukan Indonesia dengan menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor teh hitam Indonesia di negara tujuan. Metode analisis yang digunakan yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan gravity model. Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa teh hitam Indonesia memiliki daya saing kuat di negara tujuan ekspor. Hasil analisis EPD teh hitam indonesia di pasar Pakistan, Polandia, Federasi Rusia, dan Ukraina berada pada posisi rising star, Uni Emirat Arab dan Inggris berada pada posisi falling star, sedangkan Jerman, Malaysia, Belanda, dan Amerika Serikat berada pada posisi lost opportunity. Hasil analisis gravity model menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor teh hitam adalah GDP riil negara tujuan ekspor, GDP per kapita negara Indonesia, nilai tukar riil negara tujuan ekspor, harga ekspor teh hitam, dan jarak ekonomi. Firdaus dan Pradipta (2014) melakukan penelitian mengenai posisi daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor buah-buahan di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan gravity model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran volume ekspor buah-buahan Indonesia (mangga, manggis, rambutan, pisang, dan melon). Pada metode Export Product Dynamic (EPD) dan 10 Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukkan bahwa buah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif tertinggi di negara tujuan dan dunia adalah buah manggis, mangga, dan jambu. Ekspor buah Indonesia yang kehilangan kesempatan dalam bersaing di negara tujuan adalah strawberi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi aliran ekspor buah Indonesia ke negara tujuan meliputi harga ekspor, populasi, jarak ekonomi, GDP riil dan per kapita, nilai tukar riil, indeks harga konsumen Indonesia, dan variabel dummy krisis yang terjadi di Eropa. Sari (2015) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing dan faktorfaktor yang memengaruhi permintaan ekspor ubi jalar Indonesia di Asia menggunakan metode data panel statis dan RCA, menghasilkan kesimpulan bahwa variabel-variabel yang signifikan memengaruhi permintaan ekspor ubi jalar adalah nilai ekspor periode sebelumnya, harga ekspor, dan GDP per kapita negara importir. Analisis CMSA ubi jalar Indonesia ekspor komoditi ubi jalar di lima pasar terpilih memiliki total perubahan yang positif kecuali negara Malaysia. Nilai efek komposisi komoditi di enam pasar terpilih memiliki nilai yang positif menunjukkan permintaan impor ubi jalar relatif meningkat dibandingkan komoditi lainnya. Selain itu, tingkat daya saing ekspor ubi jalar pada hampir semua pasar menurun ditunjukkan dengan nilai yang negatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini menggunakan komoditas ubi kayu (cassava) dengan jumlah negara yang dianalisis sebanyak sepuluh negara tujuan ekspor yaitu China, Korea, Amerika Serikat, Belanda, Brunei Darussalam, Singapura, Inggris, Australia, Malaysia, dan Hongkong. Kemudian, variabel–variabel independen yang digunakan adalah jarak ekonomi, nilai tukar riil, GDP riil negara tujuan, populasi, dan harga ekspor riil, serta mengkaji bagaimana daya saing ubi kayu Indonesia. Kerangka Pemikiran Perdagangan internasional membuat negara–negara di dunia akan melakukan spesialisasi pada produk yang dianggap memiliki keunggulan dibanding produk lainnya. Ubi kayu, merupakan salah satu komoditas yang memiliki keunggulan sebagai bahan pangan maupun input bagi industri pengolahan ubi kayu. Komoditas ubi kayu memiliki berbagai manfaat, seperti digunakan untuk bahan pangan alternatif pengganti beras dan jagung, kemudian ubi kayu merupakan input utama pembuatan bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar nabati. Perkembangan tingkat ekspor ubi kayu Indonesia ke sepuluh negara tujuan berfluktuatif dari tahun ke tahun. Indonesia termasuk dalam tiga besar negara produsen ubi kayu dunia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir jumlah ekspor ubi kayu Indonesia ke negara tujuan ekspor mengalami penurunan. Berlatar belakang alasan tersebut, penelitian ini akan menganalisis bagaimana daya saing ubi kayu Indonesia yang menggunakan alat analisis RCA dan EPD. Kemudian untuk menganalisis faktor–faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ubi kayu Indonesia ke negara tujuan ekspor digunakan gravity model. Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. 11 Ubi kayu merupakan komoditas yang potensial Indonesia merupakan negara eksportir ubi kayu terbesar ketiga di dunia Penurunan ekspor ubi kayu Indonesia Daya saing ubi kayu Indonesia (RCA dan EPD) Faktor–faktor yang memengaruhi ekspor (Gravity Model) ) 1. 2. 3. 4. 5. Jarak ekonomi Nilai tukar riil GDP riil negara tujuan ekspor Populasi Harga ekspor riil Implikasi kebijakan Gambar 5 Kerangka pemikiran Hipotesis Dalam penelitian ini dirumuskan beberapa hipotesis sebagai jawaban sementara dari permasalahan yang dibahas. Hipotesis tersebut adalah : 1. Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap ekspor riil ubi kayu Indonesia. Semakin jauh jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan, akan menyebabkan nilai ekspor riil ubi kayu juga semakin menurun. 2. Nilai tukar riil negara tujuan ekspor terhadap USD memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekspor ubi kayu, apabila nilai tukar riil negara tujuan terhadap US$ depresiasi, maka ekspor riil ubi kayu Indonesia akan menurun. 3. GDP riil negara tujuan ekspor memiliki pengaruh positif terhadap permintaan ekspor riil ubi kayu Indonesia. Apabila GDP riil negara tujuan meningkat maka daya beli masyarakat negara tujuan ekspor ubi kayu juga akan meningkat. 4. Populasi negara tujuan memiliki pengaruh yang positif terhadap permintaan ekspor ubi kayu Indonesia, apabila terjadi peningkatan populasi negara tujuan akan menyebabkan peningkatan permintaan ekspor riil ubi kayu Indonesia. 12 5. Harga ekspor riil ubi kayu Indonesia ke negara tujuan berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor riil ubi kayu Indonesia. Ketika terjadi peningkatan pada harga ekspor riil akan menurunkan permintaan ekpor riil ubi kayu Indonesia ke negara tujuan. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah deret waktu (time series) dan antar individu (cross section). Data deret waktu meliputi data tahunan selama empat belas tahun yaitu dari tahun 2001 hingga tahun 2014. Sedangkan untuk data cross section, penelitian ini menggunakan sepuluh negara tujuan ekspor ubi kayu Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari beberapa sumber terkait. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data dan sumber data Variabel Sumber Nilai ekspor riil UN Comtrade (WITS) Jarak ekonomi CEPII GDP riil negara tujuan ekspor Worldbank Nilai tukar nominal dan IHK UNCTAD Populasi Worldbank Harga ekspor WITS Indeks harga perdagangan ekspor BPS Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif. Metode yang digunakan untuk menganalisis daya saing adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD). Kemudian untuk menganalisis faktor- faktor yang memengaruhi ekspor ubi kayu menggunakan gravity model. Data sekunder yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Eviews 6. Variabel dependen dan independen yang digunakan dalam analisis metode panel adalah data nilai ekspor riil ubi kayu Indonesia, data jarak ekonomi, nilai tukar riil, GDP riil negara tujuan, populasi, dan harga ekspor riil. Data yang digunakan adalah data panel dengan menggabungkan data time series 2001 hingga 2014 dan cross section adalah sepuluh negara tujuan, yaitu China, Korea, Amerika Serikat, Belanda, Brunei Darussalam, Singapura, Inggris, Australia, Malaysia, dan Hongkong. 13 Analisis Daya Saing Analisis daya saing yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk menganalisis keunggulan komparatif komoditas tersebut. Sedangkan untuk mengidentifikasi produk atau komoditi yang memiliki keunggulan kompetitif dan dinamis (pertumbuhannya cepat) dalam suatu negara digunakan analisis Export Product Dynamic (EPD). Revealed Comparative Advantages (RCA) Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif atau daya saing suatu komoditi dalam suatu negara. Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu wilayah, kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia. Analisis RCA secara kuantitatif dapat diketahui kemampuan ataupun ketidakmampuan ubi kayu Indonesia bersaing di negara importir ubi kayu Indonesia. Rumus RCA adalah sebagai berikut (Balassa 1965) : ο¦ Xi οΆ ο§ο§ ο· X t ο·οΈ ο¨ RCA = ο¦ Wi οΆ ο§ο§ ο·ο· ο¨ Wt οΈ Dimana: X i = Nilai ekspor komoditi i Indonesia ke negara j X t = Nilai total ekspor Indonesia ke negara j Wi = Nilai ekspor komoditi i dunia Wt = Nilai total ekspor dunia Terdapat dua kemungkinan hasil yang dapat diperoleh, yaitu: 1. Nilai RCA yang diperoleh bernilai lebih dari satu (RCA>1). Hal tersebut berarti negara tersebut memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia hingga komoditi tersebut memiliki daya saing yang kuat. 2. Nilai RCA yang diperoleh kurang dari satu (RCA<1), yang berarti bahwa negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di bawah rata-rata dunia sehingga negara tersebut memiliki daya saing yang lemah pada komoditas tersebut. Export Product Dynamic (EPD) Pendekatan export product dynamic digunakan untuk mengindentifikasi keunggulan kompetitif suatu produk dan mengetahui apakah suatu produk dalam performa yang dinamis atau tidak. Indikator ini mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia. Sebuah matriks EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini 14 menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah rising star, falling star, lost oppotunity, dan retreat. Rising star merupakan posisi pasar ideal di mana perdagangan tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produknya yang tumbuh cepat (fastgrowing products). Lost opportunity dihubungkan dengan penurunan pangsa pasar ekspor yang kompetitif. Falling star terjadi ketika ada peningkatan pada pangsa pasar ekspornya, tetapi tidak pada pangsa pasar produk dinamis. Sementara itu, retreat adalah ketika produk tidak diinginkan lagi di pasar (Bappenas 2009). Y Lost Opportunity Rising Star X Retreat Falling Star Sumber: Salvatore 1997 Gambar 6 Kekuatan bisnis dan daya tarik pasar dalam metode EPD Keterangan : - Sumbu x menggambarkan peningkatan pangsa pasar ekspor negara tertentu di perdagangan dunia. - Sumbu y menggambarkan peningkatan pangsa pasar produk tertentu di perdagangan dunia. Analisis Gravity Model Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang menggambarkan keadaan pada waktu tersebut. Data time series adalah data yang dikumpulkan secara berkala untuk melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Implikasi yang diperoleh dari kombinasi tersebut adalah bahan hasil estimasi dari model data panel lebih efisien, dikarenakan jumlah observasi lebih banyak. Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu pooled least square, fixed effect, dan random effect. Uji Kesesuaian Model 1. Chow Test Uji Chow digunakan untuk memilih model yang lebih baik di antara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut : H0 : model pooled least square H1 : model fixed effect 15 Jika nilai Chow statistic hasil pengujian lebih besar dari F tabel maka tolak H0 sehingga model yang digunakan adalah fixed effect dan sebaliknya. 2. Hausman Test Hausman Test dilakukan untuk memilih model yang akan digunakan di antara model fixed effect dan model random effect. Penggunaan model random effect harus diperhatikan ada tidaknya pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut: H0 : Model random effect H1 : Model Fixed effect Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Hausman test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman Eviews sebagai berikut: Jika hasil dari Hauman test signifikan (probability dari Hausman < α) maka H0 ditolak, artinya Fixed Effect digunakan. Uji Kriteria Statistik Uji hipotesis dapat dilakukan dengan maksud memeriksa atau menguji apakah variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Uji-F 1. Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen dengan membandingan nilai kritis F dengan hasil F-hitung. Pengujian hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dilakukan melalui pengujian besar perubahan dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen. Perumusan hipotesis : H0 : β1 = β2 =... = βt= 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya) H1 : minimal ada satu βt ≠0 (paling tidak ada satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya). 1. Probability F-stasistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya. 2. Probability F-stasistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya 2. Uji-t Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian. H0 : βt = 0 dengan t = 1,2,3,….,n H1 : βt ≠ 0 Jika statistik t yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih besar daripada t tabel (t satistik > t tabel), maka tolak H0. Kesimpulannya koefisien dugaan β ≠ 0 artinya variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya jika t statistik lebih kecil daripada t tabel (t statistik < t tabel) pada taraf nyata sebesar α, maka terima H0. Kesimpulannya koefisien dengan β = 0 artinya variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin kecil α berarti semakin mengurangi resiko salah. Model yang diduga akan semakin 16 baik apabila semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. 3. Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi merupakan uji kesesuaian model yang bertujuan untuk mengukur keragaman variabel independen yang dapat dijelaskan oleh variabel dependen. Ketika R2=1, berarti seratus persen variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam persamaan model. Uji Kriteria Ekonometrika Dalam analisis regresi, terdapat tiga asumsi yang harus diuji yaitu heteroskedastisitas, multikolineritas, dan autokorelasi. Selain itu ada uji normalitas untuk mengetahui apakah error term menyebar normal atau tidak. 1. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang (Gujarati 2004). Autokorelasi terdeteksi ketika terjadi hubungan serius antara galat estimasi satu observasi dengan estimasi observasi lainnya. Panduan mengenai angka DW (Durbin-Watson) untuk mendeteksi ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Kerangka identifikasi autokorelasi Nilai Durbin-Watson Kesimpulan (4- dl) < DW < 4 Ada autokorelasi Negatif (4-du) < DW < (4-dl) Tanpa kesimpulan du < DW < (4-du) Tidak ada autokorelasi dl < DW < du Tanpa kesimpulan 0 < DW < dl Ada autokorelsi Positif Sumber : Juanda 2009 Juanda (2009) menjelaskan akibat adanya autokorelasi dalam model yang diestimasi yaitu pendugaan parameter masih tetap tidak bias dan konsisten, namun penduga ini memiliki standar error yang bias ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya sehingga nilai statistik uji-t tinggi (overestimate). 2. Uji Heteroskedastisitas Terjadi karena ragam dari error tidak konsisten sehingga tidak memenuhi teorema Gauss Markov, umumnya terjadi pada data cross-section, namun dapat terjadi juga dalam data time series. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan, hal ini dilambangkan dengan Var (μi) = E (μi2) = σi2. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009). 3. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah hubungan linier yang kuat antar variabel independen dalam persamaan regresi berganda. Indikasi adanya multikolinieritas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan 17 (uji-t). Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (Juanda 2009). Dampak dari adanya multikolinieritas pada suatu persamaan adalah koefisien kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan serta varians dan kovarians dari koefisien menjadi tidak terhingga. Hubungan multikolinieritas yang hampir sempurna juga menyebabkan persamaan yang dibentuk secara statistik mempunyai standar error yang besar dan menyebabkan interval kepercayaan menjadi lebih besar. Hal ini berakibat pada nilai estimasi koefisiennya menjadi tidak tepat. 4. Normalitas Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera dengan hipotesisnya sebagai berikut: H0 : α = 0, error term terdistribusi normal H1 : α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal Wilayah penerimaan yaitu ketika probabilitas (p-value)>α, sedangkan wilayah penolakannya yaitu probabiity (pvalue)<α. Penerimaan H0 mengindikasikan bahwa data yang dianalisis tersebar normal. Model Penelitian Dugaan persamaan gravity model ekspor ubi kayu Indonesia dirumuskan sebagai berikut : Lnππππ‘ = β0 + β1 πΏππΈπππππ π‘πππ‘ + β2 πΏπππππ‘πππ‘ + β4 πΏππΊπ·πππ‘ + β5 πΏππππππ‘ + β6 πΏπππππ‘ + μπππ‘ Keterangan: ππππ‘ : Nilai ekspor riil ubi kayu dari Indonesia ke negara j (US$) πΈπππππ π‘πππ‘ : Jarak ekonomi (Km) ππππ‘πππ‘ : Nilai tukar riil negara tujuan terhadap US$ (LCU/US$) πΊπ·πππ‘ : GDP riil negara importir (US$) πππππ‘ : Populasi negara importir (jiwa) ππππ‘ : Harga ekspor riil (US$/kg) μπππ‘ : error term β0 : intercept βπ : slope Definisi Operasional Definisi operasional digunakan untuk memperjelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan di atas : 1. Nilai ekspor riil ubi kayu Indonesia merupakan variabel tak bebas dalam model, nilai ekspor riil ini dinyatakan dalam satuan USD. 2. Jarak ekonomi pendekatan yang mewakili biaya transportasi. Jarak ekonomi dinyatakan dalam satuan kilometer. 3. Nilai tukar riil mata uang negara tujuan terhadap dolar Amerika Serikat, dinyatakan dalam LCU/USD. 18 4. Nilai GDP riil negara j adalah nilai produk domestik riil negara tujuan ekspor (importir) yang dihasilkan perekonomian negara tersebut dalam satu tahun berdasarkan harga konstan tahun 2000 selama periode 2001 hingga 2014, dinyatakan dalam US$. 5. Populasi negara tujuan dinyatakan dalam satuan jiwa. 6. Harga ekspor riil ubi kayu merupakan harga ekspor ubi kayu yang berlaku di pasar internasional yang dinyatakan dalam US$/kg. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Ubi Kayu Indonesia Ubi kayu merupakan komoditas pertanian yang sangat mudah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan karena dalam penanamannya ubi kayu tidak membutuhkan usaha yang sulit. Jika ubi kayu diletakkan di tanah, dengan mudah akan muncul tunas–tunas baru. Ubi kayu memerlukan curah hujan 150-200 mm pada umur satu hingga tiga bulan, kemudian 250-300 mm pada umur empat sampai tujuh bulan, dan 100-150 mm pada fase menjelang dan ketika panen. Berdasarkan karakteristik iklim di Indonesia dan kebutuhan akan air tersebut, ubi kayu dapat dikembangkan di hampir semua kawasan, baik di daerah beriklim kering maupun hujan. Manihot esculenta Crantz atau yang lebih dikenal dengan ubi kayu merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Perlu adanya upaya peningkatan pemanfaatan umbi-umbian, sehingga Indonesia tidak mudah tergantung pada bijibijian impor, seperti beras dan gandum. Selain itu, mengkonsumsi tanaman lokal seperti ubi kayu sangat bermanfaat karena ketersediaan yang melimpah di Indonesia dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, harga ubi kayu juga relatif lebih murah meskipun harganya cenderung mengalami peningkatan. Sumber : Kementerian Pertanian 2015 Gambar 7 Produksi ubi kayu delapan kabupaten di Indonesia pada tahun 2014 (ton) 19 Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa produksi ubi kayu tertinggi berasal dari Provinsi Lampung yaitu dari Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Utara, Lampung Timur, Tulang Bawang Barat, dan Tulang Bawang. Berkembangnya produksi ubi kayu di Provinsi Lampung dikarenakan budidaya ubi kayu mudah dikembangkan dan cepat menguasai pasar. Provinsi Lampung merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di Indonesia. Luas panen dan produksi ubi kayu di Provinsi Lampung cenderung meningkat berbeda dengan di Jawa yang semakin menurun sehingga Lampung menjadi andalan pemasok ubi kayu nasional (Purwantini 2014). Pada tahun 2014, tingginya permintaan ubi kayu yang diikuti dengan meningkatnya harga ubi kayu membuat mayoritas petani beralih untuk menanam ubi kayu. Beberapa perkebunan karet dan kelapa sawit ditebang untuk digunakan sebagai lahan budidaya ubi kayu. Terdapat sekitar 150 pabrik yang menggunakan ubi kayu sebagai bahan baku produksi. Kebutuhan ubi kayu berbeda-beda setiap harinya, sekitar 200 sampai 1000 ton singkong per hari untuk setiap pabrik. Pabrik ini didominasi oleh pabrik tepung tapioka. Sumber : FAO Stat 2016 Gambar 8 Sepuluh negara produksi tertinggi ubi kayu tahun 2014 (ton) Gambar 8 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu produsen ubi kayu terbesar di dunia. Pada tahun 2014, produksi ubi kayu Indonesia berada pada urutan ketiga setelah Nigeria dan Thailand, kemudian diikuti oleh Brazil, Kongo, Ghana, Vietnam, Camobodia, India, dan yang terakhir Angola. Total produksi ubi kayu dunia pada tahun 2014 sebesar 270 293 801 ton, Nigeria menyumbang sebesar 54 831 600 ton, disusul Thailand dengan jumlah produksi sebesar 30 022 052 ton, dan diurutan ketiga adalah negara Indonesia dengan produksi ubi kayu mencapai 23 436 384 ton. 20 Keragaan Ekspor Ubi Kayu Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Juta US $ Perdagangan internasional adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua atau beberapa negara dalam melakukan kegiatan ekspor dan impor barang atau komoditas dalam kegiatan ekonomi atas dasar kesepakatan bersama. Dalam perdagangan internasional suatu negara memiliki keuntungan yang akan didapat, diantaranya terhadap pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) negara tersebut. Kondisi makro suatu negara dapat berpengaruh pada volume perdagangan yang dilakukan, beberapa variabel makro tersebut adalah GDP, nilai tukar, populasi, dan lain sebagainya. Sepuluh negara tujuan yang dianalisis dalam penelitian ini diambil dari importir terbesar ubi kayu Indonesia pada tahun 2014. 200000 150000 100000 50000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 China Korea Amerika Belanda Brunei Singapura Inggris Australia Malaysia Hongkong Sumber : Worldbank 2016 Gambar 9 Perkembangan GDP riil sepuluh negara tujuan ekspor 2001-2014 Berdasarkan Gambar 9 menunjukkan tingkat GDP riil untuk sepuluh negara tujuan ekspor. Amerika Serikat sebagai negara adidaya merupakan negara yang memiliki GDP riil tertinggi dibandingkan sembilan negara tujuan ekspor ubi kayu Indonesia. Jumlah GDP riil Amerika Serikat mencapai 162 794 392 523 US$ pada tahun 2014. Kemudian, di bawah Amerika Serikat terdapat negara China dan diurutan ketiga adalah negara Inggris. Rata–rata jumlah GDP riil China dan Inggris adalah sebesar 35 195 543 491 US$ dan 25 819 596 949 US$ pada tahun 2001 hingga tahun 2014. Negara tujuan lain, seperti Korea, Belanda, Australia, Singapura, Malaysia, dan Hongkong memiliki tingkat GDP riil yang hampir sama. GDP riil yang paling rendah dihasilkan oleh Brunei Darussalam sebesar 93 672 819 US$ pada tahun 2014, di mana sebanding dengan jumlah populasi yang rendah dan berada di bawah negara tujuan lainnya. Brunei Darussalam adalah negara pengekspor minyak di dunia yang membuat GDP riil Brunei Darussalam cenderung tinggi dengan perbandingan jumlah penduduk yang sedikit. Akan tetapi, Brunei Darussalam melakukan impor untuk produk–produk otomotif maupun bahan pangan. Eksportir utama ke Brunei Darussalam untuk komoditas ubi kayu adalah Indonesia, sehingga Indonesia memiliki pangsa pasar dan daya saing yang tinggi di Brunei Darussalam. Namun, permintaan ubi kayu mengalami penurunan karena Brunei Darussalam telah membentuk pusat pelatihan bagi petani-petani di Brunei Darussalam. Selain dari sisi GDP riil, suatu perdagangan dipengaruhi dari jumlah populasi suatu negara. Juta Jiwa 21 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 China Korea Amerika Serikat Belanda Brunei Singapura Inggris Australia Malaysia Hongkong Sumber : Worldbank 2016 Gambar 10 Perkembangan populasi sepuluh negara tujuan 2001 - 2014 Gambar 10 menunjukkan jumlah populasi untuk masing-masing negara. China merupakan negara dengan populasi terbesar di negara tujuan, bahkan di seluruh dunia. Populasi negara China memiliki rasio sebesar 19 persen dari jumlah penduduk dunia. Jumlah penduduk China mencapai 1 364 270 000 jiwa pada tahun 2014. Jumlah populasi terendah adalah pada negara Brunei Darussalam. Rata – rata jumlah populasi di Brunei Darussalam pada tahun 2001 hingga 2014 hanya mencapai 377 516 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak, akan memudahkan Brunei Darussalam dalam mengatur roda perekonomian. Negaranegara tujuan lain seperti Korea, Inggris, Malaysia, Belanda, Australia, Singapura, dan Hongkong memiliki jumlah populasi yang hampir sama, sehingga pada gambar tidak terlihat perbedaannya. Berdasarkan data dari Worldbank, Korea dan Inggris merupakan negara dengan populasi terbesar setelah China dan Amerika Serikat. Selain tingkat populasi suatu negara yang berpengaruh pada perdagangan, jarak ekonomi antar negara yang melakukan perdagangan juga berpengaruh pada nilai perdagangan. Jarak ekonomi menggambarkan besarnya biaya transportasi. Semakin jauh atau besar jarak ekonomi, maka akan semakin besar juga biaya transportasi yang ditanggung oleh negara yang melakukan perdagangan. Berdasarkan Gambar 11 jarak ekonomi terbesar dengan Indonesia adalah negara Amerika Serikat, kemudian Inggris. Sedangkan jarak ekonomi yang paling kecil adalah Brunei Darussalam. Selain Brunei Darussalam, negara yang paling dekat dengan Indonesia adalah Singapura dan kemudian Malaysia. 22 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 China Korea Amerika Belanda Brunei Singapura Inggris Australia Malaysia Hongkong Sumber : CEPII 2016 Gambar 11 Perkembangan jarak ekonomi negara tujuan ekspor dengan Indonesia tahun 2001- 2014 (km) Pengaruh harga dapat dilihat dari sisi penawaran maupun permintaan. Pada penelitian ini, harga ekspor riil dianalisis dari sisi permintaannya. Sehingga bedasarkan teori, ketika harga ekspor riil mengalami peningkatan maka permintaan ekspor ubi kayu Indonesia akan mengalami penurunan di negara tujuan. Gambar 12 menunjukkan bahwa harga ekspor riil berfluktuatif dari tahun 2001 hingga tahun 2014. Harga ekspor riil menunjukkan nilai yang berfluktuatif untuk sepuluh negara tujuan. Sehingga hal tersebut juga menyebabkan ekspor Indonesia berfluktuatif setiap tahunnya. Harga ekspor riil tertinggi berada pada tahun 2002, 2010, dan 2011. Pada tahun tersebut untuk negara tujuan yang dianalisis memiliki nilai impor yang semakin berkurang dari tahun sebelumnya. 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 China Korea Amerika Serikat Belanda Brunei Singapura Inggris Australia Malaysia Hongkong Sumber : WITS dan BPS 2016 Gambar 12 Perkembangan harga ekspor riil ubi kayu tahun 2001 – 2014 (US$/kg) 23 Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai tukar riil Korea merupakan yang paling lemah dibandingkan sembilan negara lainnya. Nilai tukar riil Korea terhadap USD berfluktuatif setiap tahunnya, di mana nilai tukar paling lemah berada pada tahun 2001. Sedangkan negara dengan nilai tukar riil yang terlemah selanjutnya adalah Hongkong, China, dan Malaysia. Lemahnya nilai tukar di negara China dan Hongkong karena terjadi penurunan perekonomian di kedua negara. Selain Korea, nilai tukar riil negara tujuan ekspor cenderung stabil dari tahun 2001 hingga 2014. Nilai tukar riil yang paling kuat adalah negara Inggris dan Amerika Serikat, di mana berpengaruh pada nilai atau volume impor yang dilakukan kedua negara tersebut. 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 China Korea Amerika Serikat Belanda Brunei Singapura Inggris Australia Malaysia Hongkong Sumber :UNCTAD 2016 Gambar 13 Perkembangan nilai tukar riil negara tujuan terhadap USD pada tahun 2001–2014 Analisis Daya Saing Ubi Kayu Indonesia ke Sepuluh Negara Tujuan Ekspor Periode 2009-2014 Daya saing atau keunggulan komparatif komoditas ubi kayu Indonesia di pasar tujuan ekspor diperoleh dari perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode ini digunakan untuk menganalisis kinerja ekspor komoditas ubi kayu Indonesia, dengan menggunakan variabel yang diukur yaitu nilai ekspor komoditas ubi kayu Indonesia terhadap total ekspor Indonesia yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai komoditas dalam perdagangan dunia. Jika hasil perhitungan RCA menunjukkan nilai yang lebih dari satu (RCA>1), artinya komoditi ubi kayu memiliki daya saing yang kuat. Sedangkan nilai RCA yang kurang (RCA<1) dari satu artinya memiliki daya saing yang lemah terhadap komoditas ubi kayu di negara tujuan ekspor. 24 Tabel 5 Hasil RCA komoditas ubi kayu Indonesia ke negara tujuan ekspor Nilai RCA Negara 2009 2010 2011 2012 2013 2014 China 2.41 2.27 1.37 0.46 1.07 0.94 Korea 7.66 27.36 24.96 10.73 1.88 40.74 AS 0.71 1.11 0.49 0.47 1.81 10.62 Belanda 0.67 0.26 0.98 2.59 3.78 26.04 Brunei Darussalam 30.91 46.61 70.56 71.97 63.08 65.24 Singapura 10.48 10.27 1.46 3.94 2.00 6.02 Inggris 17.42 11.60 27.18 38.08 34.01 59.09 Australia 0.57 0.31 0.77 5.28 3.41 1.66 Malaysia 18.84 1.68 17.54 17.40 19.28 16.10 Hongkong 141.03 198.04 3.46 29.62 0.55 0.17 Hasil perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA) dari sepuluh negara tujuan ekspor yang diteliti pada periode 2009 hingga 2014 mayoritas memiliki nilai RCA yang lebih besar daripada satu. Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai RCA tertinggi adalah pada negara Brunei Darussalam. Pada tahun 2009 dan 2010 RCA Hongkong merupakan yang tertinggi dibandingkan negara tujuan lainnya, akan tetapi mengalami penurunan drastis setelah tahun 2011 dikarenakan perekonomian Hongkong menurun akibat adanya krisis utang Eropa. Selain Brunei Darussalam, negara lain seperti Malaysia, Inggris, Korea dan Belanda juga memiliki pertumbuhan RCA yang tinggi setiap tahunnya. RCA China dan Singapura cenderung menjukkan penurunan. Akan tetapi, secara keseluruhan komoditas ubi kayu Indonesia memiliki keunggulan komparatif di negara tujuan ekspor. Selain menggunakan metode RCA terdapat juga metode lain untuk menganalisis daya saing, terutama untuk melihat keunggulan kompetitif dari komoditas yang dianalisis yaitu dengan menggunakan metode Export Product Dynamic (EPD). Pada metode EPD dapat diketahui posisi pasar suatu komoditas yang diteliti. Berdasarkan Tabel 6, pertumbuhan pangsa pasar ekspor terendah berada di negara China dengan nilai -1.52 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi ubi kayu Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor di negara tersebut. Sedangkan pertumbuhan pangsa pasar produk terendah terjadi di Brunei Darussalam yaitu bernilai sebesar -11.73 persen yang menunjukkan bahwa permintaan ekspor komoditas ubi kayu Indonesia mengalami penurunan di negara tersebut. Pertumbuhan pangsa pasar ekspor terbesar berada pada negara Korea dengan nilai sebesar 395.98 persen yang menunjukkan bahwa komoditi ubi kayu Indonesia mengalami peningkatan pangsa pasar ekspor. Sedangkan pertumbuhan pangsa pasar produk tertinggi berada di Australia dengan nilai sebesar 1.55 persen yang artinya permintaan ekspor komoditas ubi kayu Indonesia mengalami peningkatan di negara tersebut. 25 Tabel 6 Hasil estimasi EPD ubi kayu Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor Negara Sumbu X Sumbu Y Posisi Pasar China Australia Brunei Darussalam Korea Amerika Serikat Belanda Singapura Inggris Malaysia Hongkong -1.52 101.99 0.03 395.98 157.65 205.47 42.03 34.15 171.13 60.79 -1.76 1.55 -11.73 -3.59 0.21 0.30 1.20 -2.71 -2.87 -5.71 Retreat Rising Star Falling Star Falling star Rising star Rising Star Rising Star Falling Star Falling Star Falling Star Perhitungan Export Product Dynamic (EPD) menunjukkan posisi ubi kayu Indonesia di sepuluh negara tujuan ekspor. Pada tahun 2009 hingga tahun 2014, ubi kayu Indonesia berada pada posisi rising star, falling star, dan retreat. Posisi rising star komoditas ubi kayu Indonesia berada di negara Australia, Amerika Serikat, Belanda, Singapura. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas ubi kayu Indonesia memiliki keunggulan kompetitif di pasar negara tersebut yang ditandai dengan meningkatnya permintaan ekspor serta pangsa pasar yang menunjukkan pertumbuhan yang positif terhadap komoditi ubi kayu Indonesia. Posisi falling star merupakan posisi yang kurang menguntungkan bagi Indonesia. Pada posisi ini, terdapat pada lima negara tujuan yaitu Brunei Darussalam, Korea, Inggris, Malaysia, dan Hongkong yang berarti bahwa komoditi ubi kayu Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan pangsa pasar, namun mengalami penurunan permintaan ekspor ubi kayu Indonesia. Sedangkan China berada pada posisi retreat yang menunjukkan bahwa baik pangsa pasar dan permintaan ekspor komoditas ubi kayu mengalami penurunan. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Ubi Kayu Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ubi kayu Indonesia adalah gravity model. Gravity model digunakan dalam menganalisis pengaruh variabel-variabel independen terhadap permintaan ekspor riil ubi kayu Indonesia di negara tujuan ekspor (ππππ‘ ). Variabel independen yang digunakan dalam model permintaan ekspor ubi kayu Indonesia adalah jarak ekonomi (πΈπππππ π‘πππ‘ ), nilai tukar riil negara tujuan (ππππ‘πππ‘ ), GDP riil negara tujuan (πΊπ·πππ‘ ), populasi (πππππ‘ ), dan harga ekspor riil (ππππ‘ ). Pemilihan model terbaik dilakukan dengan melakukan uji Chow dan uji Hausman. Hasil uji chow, menunjukkan nilai probabilitas sebesar (0.00) lebih kecil dari taraf nyata alpha lima persen, yang mengindikasikan model yang digunakan adalah FEM (fixed effect model). Sedangkan hasil uji Hausman menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya sebesar (0.00) lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Sehingga cukup bukti untuk untuk menolak hipotesis nol dan model terbaik yang 26 digunakan adalah fixed effect model. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Lnππππ‘ = −172.5853 − 4.350071 πΏππΈπππππ π‘πππ‘ − 3.398632 πΏπππππ‘πππ‘ + 1.804671 πΏππΊπ·πππ‘ + 9.719231 πΏππππππ‘ − 0.674103 πΏπππππ‘ + μπππ‘ Tabel 7 Hasil estimasi gravity model ekspor ubi kayu Indonesia menggunakan fixed effect model dengan pembobotan cross section (cross-section SUR) Variabel Koefisien Prob. LN_ECODIST -4.350071 0.0000*** LN_XRATE -3.398632 0.0000*** LN_GDP 1.804671 0.0119** LN_POP 9.719231 0.0000*** LN_PX -0.674103 0.0000*** C -172.5853 0.0000*** Weighted Statistics R-squared 0.960941 Prob(F-statistic) 0.00000 Sum squared resid 135.6721 Durbin-Watson stat 1.848853 Unweighted Statistics R-squared 0.890605 Sum squared resid 247.6648 Durbin-Watson stat 1.540697 Keterangan : *** Signifikan pada taraf nyata 1 persen ** Signifikan pada taraf nyata 5 persen Uji Kriteria Statistik Uji kriteria statistik atau uji hipotesis berfungsi untuk menguji apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam model signifikan atau tidak pada variabel dependennya. Uji kriteria statistik yang digunakan terdiri dari uji F, uji t, dan koefisien determinasi (R2). 1. Uji F Uji F bertujuan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya secara keseluruhan. Uji F dapat dilihat dari besarnya Probabilitas F-statistik. Nilai F-statistik yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen diindikasikan bahwa terdapat variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. Pada tabel 7 menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik adalah sebesar (0.00) lebih kecil dari taraf nyata lima persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara keseluruhan. 2. Uji t Uji t bertujuan untuk mengetahui variabel independen berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependennya dengan menguji koefisien regresi secara individual. Pada tabel 7, dapat diindikasikan bahwa seluruh variabel independen 27 berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya pada taraf nyata lima persen, yaitu jarak ekonomi, nilai tukar riil, GDP riil negara tujuan, populasi, dan harga ekspor riil ubi kayu Indonesia. 3. Koefisien Determinasi (R2) Nilai koefisien determinasi dari estimasi model ubi kayu yang dapat dilihat pada tabel 7 adalah sebesar 0.96. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 96.09 persen dan sisanya sebesar 3.81 persen dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model. Nilai R2 yang mendekati satu menunjukkan model tersebut dapat digunakan dengan baik. Uji Kriteria Ekonometrika 1. Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas yang terdapat pada histogram-normality test, apabila nilai Jarque-Bera pada histogramnormality test lebih besar dari alpha lima persen maka dapat diartikan error term menyebar normal. Nilai probabilitas Jarque-Bera pada penelitian ini sebesar 0.20 lebih besar dari taraf nyata lima persen. Sehingga model permintaan ekspor ubi kayu Indonesia telah memiliki error term yang menyebar normal. 2. Uji Multikolinearitas Indikasi adanya multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai probabilitas (F-Statistik) dan nilai korelasi antar variabel. Model yang dianalisis memiliki probabilitas lebih kecil dari taraf nyata lima persen, yaitu sebesar 0.00. Terdapat nilai korelasi antar beberapa variabel yang dianalisis berada diatas 0.8. Namun, model memiliki nilai R-squared sebesar 96.09 persen dan semua variabel bebas signifikan, sehingga masalah multikolinearitas dapat diabaikan. Uji Heteroskedastisitas 3. Masalah heteroskedastisitas dalam analisis data panel dapat dilihat dengan membandingkan nilai Sum Squared Residual Weighted Statistic dengan nilai Sum Squared Residual Unweighted. Nilai Sum Squared Weighted Statistic sebesar 135.67 lebih kecil dari nilai Sum Squared Unweighted Statistic yaitu sebesar 247.67. Hal ini mengindikasikan bahwa model memiliki masalah heteroskedastisitas. Akan tetapi, model yang dianalisis telah diberi pembobotan cross section SUR. Pembobotan cross section membuat model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Selain itu, hasil dari Standardized Residual Graph menunjukkan grafik yang berfluktiatif seperti detak jantung, sehingga masalah heteroskedastisitas sudah diatasi. 4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson (DW). Pada model, nilai DW sebesar 1.85. Nilai ini lebih besar dari dU dan (4-DW) lebih besar dari dU pada taraf nyata sepuluh persen (10%). Nilai dU yaitu sebesar 1.65, sehingga model tidak mengandung autokorelasi. Selain itu, model dianalisis menggunakan fixed effect model dengan pembobotan cross section SUR sehingga autokorelasi sudah diatasi. 28 Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Ubi Kayu Indonesia di Negara Tujuan Ekspor 1. Jarak Ekonomi Pada model, variabel jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor memiliki hubungan negatif dan signifikan pada taraf nyata satu persen (1%) terhadap nilai ekspor riil ubi kayu Indonesia. Nilai koefisien pada variabel jarak sebesar -4.35, yang artinya setiap terjadi kenaikan jarak ekonomi sebesar satu persen (1%) maka akan terjadi penurunan besarnya permintaan ekspor riil komoditi ubi kayu Indonesia sebesar 4.35 persen. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis awal bahwa jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor komoditi ubi kayu Indonesia. Peningkatan jarak ekonomi mengindikasikan tingginya biaya transportasi untuk pengangkutan barang, sehingga akan berdampak signifikan pada ekspor ubi kayu Indonesia. Hasil penelitian untuk variabel jarak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Firdaus dan Pradipta (2014) yang menganalisis posisi daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor buah-buahan di Indonesia. Amerika Serikat dengan jarak ekonomi terbesar dengan Indonesia memiliki posisi rising star meskipun jumlah ekspornya tidak terlalu besar. Sedangkan Brunei dengan jarak ekonomi terkecil, memiliki posisi EPD pada falling star. Sedangkan jika dilihat perbandingan negara Korea dan Amerika Serikat berpengaruh pada nilai ekspor riil yang dilakukan. Nilai ekspor riil Korea lebih besar di bandingkan Amerika Serikat, sedangkan jarak ekonomi Korea terhadap Indonesia lebih kecil dibandingkan Amerika Serikat dengan Indonesia. 2. Nilai Tukar Riil Nilai tukar riil yang dianalisis dalam penelitian ini adalah nilai tukar riil negara tujuan ekspor tehadap dollar Amerika Serikat, karena mayoritas negara menggunakan US$ sebagai alat pembayaran dalam transaksi internasional. Hal tersebut dikarenakan nilai mata uang dolar Amerika Serikat relatif stabil dibandingkan mata uang negara lainnya. Pada penelitian ini, nilai tukar riil negara tujuan berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata satu persen (1%). Hal ini berarti bahwa nilai tukar riil negara tujuan berpengaruh negatif terhadap ekspor ubi kayu Indonesia. Jika nilai tukar riil negara tujuan meningkat sebesar satu persen (1%), maka akan berakibat pada penurunan ekspor Indonesia sebesar 3.39 pesen. Hasil ini sejalan dengan penelitian Listianingrum (2014). Nilai tukar riil Korea yang mengalami depresiasi menyebabkan turunnya permintaan ubi kayu di Korea dan membuat Korea berada pada posisi falling star. Meskipun berada pada posisi falling star, impor ubi kayu Korea masih lebih besar di bandingkan negara tujuan yang lain. Singapura dan Hongkong menunjukkan pergerakan yang fluktuatif dan cenderung menurun pada nilai RCA. Hasil analisis EPD menunjukkan bahwa Hongkong berada pada posisi falling star, sedangkan Singapura berada pada posisi rising star. GDP riil Hongkong dan Singapura menunjukkan nilai yang hampir sama, akan tetapi nilai tukar riil Singapura lebih kuat 29 dibandingkan Hongkong. Hal ini yang membuat Singapura memiliki kemampuan untuk melakukan impor lebih besar. Nilai tukar riil yang paling kuat adalah negara Inggris dan Amerika Serikat, dimana Amerika Serikat berada pada posisi rising star dan Inggris berada pada posisi falling star. Pada kedua negara, komoditas ubi kayu Indonesia memiliki pangsa pasar dan berdaya saing kuat, akan tetapi pada negara Inggris terjadi penurunan permintaan ubi kayu. 3. GDP Riil Negara Tujuan Berdasarkan hasil estimasi pada model, GDP riil negara tujuan mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap nilai ekspor riil ubi kayu Indonesia. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan dibuktikan dengan nilai probabilitas dari GDP riil negara tujuan yang signifikan pada taraf nyata lima persen dan koefisiennya sebesar 1.80. Hal ini menunjukkan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen (1%) GDP riil negara tujuan, maka akan terjadi peningkatan ekspor ubi kayu sebesar 1.80 persen. GDP riil negara tujuan yang meningkat menggambarkan ukuran daya beli yang tinggi terhadap komoditi ubi kayu Indonesia, sehingga konsumsi negara tujuan juga akan semakin bertambah yang ditandai dengan impor yang meningkat. Nilai GDP riil tertinggi berada pada negara Amerika Serikat dan hasil EPD menunjukkan bahwa Amerika Serikat berada pada posisi rising star. Hal ini berarti ubi kayu Indonesia memiliki pangsa pasar dan permintaan ekspor ubi kayu Indonesia ke Amerika Serikat mengalami peningkatan meskipun nilai ekspor riilnya masih di bawah China. Sedangkan China dengan tingkat GDP riil di bawah Amerika Serikat adalah negara importir ubi kayu utama di dunia, akan tetapi Indonesia bukan merupakan eksportir utama ubi kayu ke negara China, masih ada negara pesaing seperti Thailand dan Vietnam. Kemudian untuk negara Inggris berada pada posisi falling star dan tingkat RCA untuk negara Inggris juga mengalami peningkatan, artinya komoditas ubi kayu memiliki daya saing yang kuat dan pangsa pasar akan tetapi terjadi penurunan untuk permintaannya. 4. Populasi Hasil estimasi model pada variabel populasi menunjukkan probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata satu persen (1%) yaitu sebesar 0.00 hal ini menandakan bahwa variabel populasi berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor ubi kayu Indonesia. Sedangkan nilai koefisien dari variabel populasi adalah 9.72 yang artinya ketika terjadi peningkatan populasi sebesar satu persen (1%), maka akan terjadi peningkatan permintaan ekspor ubi kayu Indonesia ke negara tujuan sebesar 9.71 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan sejalan dengan penelitian Elshehawy (2014). China merupakan negara dengan populasi yang paling besar dan nilai ekspor riil ubi kayu Indonesia ke negara China merupakan urutan kedua tertinggi. Namun, hasil EPD negara China masih berada pada posisi retreat. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan pangsa pasar maupun pangsa produk untuk komoditas ubi kayu di China. Sedangkan tingkat populasi terbesar kedua adalah Amerika Serikat, dimana Amerika Serikat berada 30 pada posisi rising star. Hal ini menunjukkan ubi kayu Indonesia memiliki pangsa pasar yang ideal di Amerika Serikat, meskipun nilai ekspor riilnya masih di bawah Korea maupun China. Jumlah populasi terendah adalah pada negara Brunei Darussalam. Posisi ubi kayu Indonesia di Brunei Darussalam berada pada falling star, meskipun Indonesia merupakan eksportir utama untuk komoditas ubi kayu ke Brunei Darussalam. 5. Harga Ekspor Rill Variabel harga ekspor riil pada penelitian ini memiliki probabilitas sebesar 0.00 lebih kecil dari taraf nyata satu persen (1%), sedangkan koefisiennya sebesar -0.67. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga ekspor riil berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor ubi kayu Indonesia. Ketika terjadi peningkatan harga ekspor riil sebesar satu persen (1%), maka terjadi penurunan nilai ekspor ubi kayu Indonesia sebesar 0.67 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis dan sejalan dengan penelitian Firdaus dan Pradipta (2014). Harga ekspor riil pada tahun 2002 merupakan yang tertinggi dibanding tahun-tahun yang lainnya, hal ini berdampak pada negara Australia. Sehingga menyebabkan penurunan yang drastis pada nilai impor riil ubi kayu di negara Australia yang hanya sebesar 53.13 US$. Sedangkan pada tahun 2010, harga ekspor riil yang tinggi tidak berpengaruh pada jumlah impor ubi kayu yang dilakukan Singapura. Berdasarkan data, impor yang dilakukan Singapura pada tahun 2010 cenderung stabil, tetapi mengalami penurunan di tahun 2011. Kemudian pada tahun 2011, harga ekspor riil juga meningkat dan berpengaruh pada impor negara Hongkong. Kenaikkan harga tersebut yang menyebabkan penurunan drastis pada nilai impor riil ubi kayu di Hongkong dan menyebabkan penurunan juga pada nilai RCA. Hasil RCA di Hongkong mengalami penurunan drastis dari 198.04 di tahun 2010 menjadi 3.46 di tahun 2011. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ubi kayu Indonesia memiliki daya saing komparatif yang berfluktuatif di sepuluh negara tujuan ekspor. Beberapa negara seperti Korea, Amerika Serikat, Belanda, Brunei Darussalam, Inggris, dan Malaysia mengalami peningkatan daya saing. Sedangkan di negara lainnya seperti China, Hongkong, Australia, dan Singapura cenderung mengalami penurunan. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis revealed comparative advantage (RCA) yang bernilai lebih dari satu dan beberapa menunjukkan kurang dari satu. Hasil analisis gravity model menunjukkan bahwa jarak ekonomi, nilai tukar riil, dan harga ekspor riil berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap ekspor ubi kayu Indonesia. Sedangkan GDP riil negara tujuan dan populasi memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap permintaan ekspor ubi kayu Indonesia. 31 Kondisi makro suatu negara baik dari sisi GDP, nilai tukar, maupun populasi berpengaruh terhadap perdagangan yang dilakukan. Beberapa negara dengan tingkat GDP riil yang tinggi serta kuatnya nilai tukar, seperti Amerika Serikat, Belanda, Australia, dan Singapura, cenderung melakukan impor ubi kayu dari Indonesia lebih tinggi dan berada pada posisi rising star untuk analisis EPD. Bagi negara–negara lain seperti Brunei Darussalam, Inggris, Malaysia, Korea, dan Hongkong meskipun memiliki tingkat GDP riil yang tinggi dan nilai tukar riil yang kuat untuk beberapa negara, akan tetapi posisi ubi kayu Indonesia berada pada posisi falling star. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor dari internal maupun eksternal, seperti faktor pesaing dan faktor harga. Sedangkan hasil EPD negara China berada pada posisi retreat, meskipun dari kondisi makro China masih bisa bersaing dengan negara lainnya. Kondisi retreat di negara China disebabkan beberapa faktor, seperti adanya negara pesaing, harga ubi kayu Indonesia masih lebih mahal, serta kualitas ubi kayu Indonesia yang tidak terlalu baik. Selain itu, harga ekspor riil yang meningkat juga berpengaruh pada penurunan kuantitas komoditas ubi kayu yang diekspor. Kemudian jarak ekonomi suatu negara berpengaruh terhadap nilai ekspor riil, contohnya pada negara Korea dan Amerika. Saran Hasil analisis Export Product Dynamic (EPD) menunjukkan bahwa tidak semua negara tujuan komoditas ubi kayu Indonesia memiliki keunggulan kompetitif. Beberapa negara berada pada posisi rising star, falling star, bahkan retreat. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya dukungan dari pemerintah dalam perbaikan sistem untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, seperti menurunkan transaction cost dan perbaikan sistem infrastruktur. Perbaikan infrastruktur akan membuat Indonesia semakin mudah dalam pemasaran ubi kayu. Selain itu, perlu adanya perbaikan sistem untuk pembibitan dan varietas unggul, karena kualitas ubi kayu Indonesia belum semuanya memenuhi standar kualitas dari Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). Kondisi harga ubi kayu domestik berfluktuatif dan cenderung meningkat, membuat pola konsumsi dalam negeri dan permintaan ekspor juga mengalami perubahan setiap periodenya yang cenderung mengarah pada penurunan. Hasil estimasi gravity model untuk variabel harga ekspor riil menunjukkan hubungan yang negatif terhadap permintaan ekspor ubi kayu Hal ini mengindikasikan bahwa harga ekspor riil yang rendah akan meningkatkan permintaan ubi kayu Indonesia. Sehingga perlu bagi pemerintah untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah agar Indonesia tetap menjadi negara utama pengekspor ubi kayu. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menganalisis produk turunan ubi kayu, dan dapat dilakukan analisis dari dua arah yaitu pada sisi ekspor dan impor, serta memperbaharui jumlah time series maupun cross section-nya. Selain itu, pada variabel independen dapat ditambah menggunakan variabel-variabel lain di luar model, seperti variabel infrastruktur. 32 DAFTAR PUSTAKA Ademe AS dan Yismawuntuk. 2013. Ethiopian Coffe Trade Pattern: an Augmented Gravity Modeling Approach. [jurnal]. Economics and Sustainable Developmentt. 4(17). Badan Penyuluhan dan Pengembangan. 2014. Cara Menanam Ubi Kayu dengan Benar. Jakarta: Kementerian Pertanian. Balassa B. 1965. Trade Liberalisation and Revealed Comparative Advantage. Volume 33, issue 2 p.99-123. Online published on 21st April 2008 The Manchester School. [Balitbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Inovasi Pengelolaan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. [internet]. [diunduh 2015 Feb 15]. Tersedia pada : http://www.litbang.pertanian.go.id/. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Perdagangan dan Investasi di Indonesia [publikasi]. Jakarta (ID): BAPPENAS. Bergstrand, Jeffrey H, Egger P. 2010. Gravity Equations and Economic Frictions in the World Economy. [working paper]. [diunduh 2015 Des 16]. Tersedia pada : http://www3.nd.edu/~jbergstr/Working_Papers/Gravity_Survey.pdf. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Indeks Harga Perdagangan Ekspor. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. GDP Subsektor Pertanian 2014. Jakarta (ID): BPS. [CEPII]. Centre d’Etudes Prosfectives et d’Informations Internationales. 2016. Perkembangan Jarak Ekonomi Negara Tujuan Ekspor dengan Indonesia Tahun 2001-2014. [internet]. [diunduh 2016 Februari 14]. Tersedia pada : http://www.cepii.fr/distance/dist_cepii.zip. [Dirjen Pangan] Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2015. Laporan Kinerja Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Jakarta: Kementerian Pertanian Elshehawy H, Shen H, Ahmed R. 2014. The Factors Affecting Egypt’s Exports: Evidence from the Gravity Model Analysis. [jurnal]. Social Sciences. 2 : 138148. FAO Stat. 2016. Negara Produksi Tertinggi Ubi Kayu Tahun 2014. [internet] [diunduh 2016 Jan 21]. Tersedia pada : http://www.faostat.fao.org/. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press. Firdaus M dan Pradipta A. 2014. Posisi Daya Saing dan Faktor- Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia. [jurnal]. Manajemen dan Agribisnis. 11(2). Gujarati DN. 2004. Basic Econometrics 4th Ed. New York (NY): Mc Graw Hill. Haditaqy A. 2015. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Teh Hitam Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Juanda B. 2009. Ekonometrika: Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID) : IPB Press. [Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2013. Market Brief: Ubi Kayu, Ubi Jalar, dan Talas. Jakarta[ID]: Kementerian Perdagangan 33 [Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Produksi Ubi Kayu Kabupaten di Indonesia Tahun 2014. Jakarta[ID]: Kementerian Pertanian. Kristian. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi dan Harga Ubi Kayu Indonesia (Studi Tahun 1991-2013 dengan Menggunakan Persamaan Simultan) [tesis]. Jakarta[ID]: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Li K, Song L, Zhao X. 2008. Component Trade and China’s Global Economic Integration [research paper]. [diunduh 2015 Sep 15]. Tersedia pada : http://www.wider.unu.edu/. Listianingrum N. 2014. Posisi Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Negara Tujuan Utama Tahun 2009-2013 [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mankiw NG. 2007. Makroekonomi. Ed ke-6. Fitria Liza dan Imam Nurmawan, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Oktaviani R dan Novianti T. 2009. Teori Kebijakan Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia Bagian I. Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Oktora R. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purwantini TB. 2014. Merancang Masa Depan Ubi Kayu Lampung [internet]. [diunduh 2016 Maret 20]. Tersedia pada : http://lampost.co/berita/merancang -masa-depan-ubi-kayu-lampung-. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Analisis GDP Sektor Pertanian. Jakarta : Kementerian Pertanian. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Analisis Perkembangan Harga Komoditas Pertanian. Jakarta : Kementerian Pertanian [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Outlook Ubi Kayu. Jakarta: Kementerian Pertanian. Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Ed ke-5 Jilid 1. Haris Munandar, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Sari PG. 2015. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Ubi Jalar Indonesia di Asia [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sukiman S. 2015. Menjadikan Ubi Kayu Sebagai Sumber Ketahanan Pangan dan Energi di Indonesia. [buletin ilmiah]. Bogor [ID]: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 2016. Perkembangan Nilai Tukar Riil Negara Tujuan terhadap USD Tahun 20012014. [Diunduh 2016 Feb 20]. Tersedia di http://www.unctadstat.unctad.org/. [WITS] World Integrated Trade Solution. 2016. Export Cassava Indonesia. [diunduh 2016 Feb 22]. Tersedia pada : http://www.wits.worldbank.org/. [WITS] World Integrated Trade Solution. 2016. Perkembangan Harga Ekspor Riil Ubi Kayu Indonesia Tahun 2001-2014. [diunduh 2016 Maret 14]. Tersedia pada : http://www.wits.worldbank.org/. 34 [WB] Worldbank. 2016. Perkembangan GDP Riil Sepuluh Negara Tujuan Ekspor 2001-2014. [diunduh 2016 Feb 24]. Tersedia pada : http://www.worldbank.org/. [WB] Worldbank. 2016. Populasi Sepuluh Negara Tujuan 2001-2014. [diunduh 2016 Feb 26]. Tersedia pada : http://www.worldbank.org/. Zahro, BA. 2013. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Alas Kaki Indonesia di Kawasan ASEAN dan China. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 35 Lampiran 1 Hasil olahan metode RCA ekspor komoditas ubi kayu Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor tahun 2009-2014 Negara China Tahun Xi Xj Wi Wj 2009 2010 2011 2012 2013 2014 19632415 25473826 22284133 7815846 26706142 16947821 1.15E+10 1.57E+10 2.29E+10 2.17E+10 2.26E+10 1.76E+10 2009 2010 2011 2012 2013 2014 4948336 5707700 6397111 1866934 3502287 1653806 2009 2010 2011 2012 2013 2014 176058 384098 208971 181971 705225 497687 1.09E+10 1.43E+10 1.65E+10 1.49E+10 1.57E+10 1.66E+10 32151080 41999582 50661730 52921361 50739505 6084019 1.41E+12 1.74E+12 1.97E+12 2.03E+12 2.05E+12 2.15E+12 2009 2010 2011 2012 2013 2014 23703 8999 58471 114302 165902 226642 2.91E+09 3.72E+09 5.13E+09 4.66E+09 4.11E+09 3.98E+09 5453915 4999496 7312787 5964136 6771701 1372173 4.52E+11 5.39E+11 6.3E+11 6.31E+11 6.33E+11 6.28E+11 2009 2010 2011 2012 2013 2014 48193 102197 137190 114704 159599 160083 74861886 60963938 81689361 81755280 1.23E+08 1E+08 48363 104585 138095 114704 160107 160481 2.32E+09 2.91E+09 5.8E+09 5.88E+09 7.76E+09 6.56E+09 2009 2010 2011 2012 2013 69432 81679 4008 34927 28109 1.03E+10 1.37E+10 1.84E+10 1.71E+10 1.67E+10 129923 144252 43795 155594 258302 2.01E+11 2.49E+11 2.94E+11 3.01E+11 3.06E+11 6.02E+08 8.49E+11 8.28E+08 1.16E+12 9.91E+08 1.4E+12 1.09E+09 1.4E+12 1.65E+09 1.5E+12 1.53E+09 1.49E+12 Rataan Korea 8.15E+09 20655085 2.6E+11 1.26E+10 5714797 3.44E+11 1.64E+10 6405427 4.1E+11 1.5E+10 4757901 4.11E+11 1.14E+10 66928006 4.11E+11 1.06E+10 1654323 4.32E+11 Rataan Amerika Serikat Rataan Belanda Rataan Brunei Darussalam Rataan Singapura RCA 2.41 2.27 1.37 0.46 1.07 0.94 1.42 7.66 27.36 24.96 10.73 1.88 40.74 18.89 0.71 1.11 0.49 0.47 1.81 10.62 2.54 0.67 0.26 0.98 2.59 3.78 26.04 5.72 30.91 46.61 70.56 71.97 63.08 65.24 58.06 10.48 10.27 1.46 3.94 2.00 36 2014 116637 1.68E+10 364234 3.15E+11 2009 2010 2011 2012 2013 2014 154133 152576 240595 293841 320896 98797 1.46E+09 1.69E+09 1.72E+09 1.7E+09 1.63E+09 1.66E+09 3072541 4409160 3385103 3024396 3733591 671387 5.07E+11 5.68E+11 6.58E+11 6.65E+11 6.47E+11 6.66E+11 2009 2010 2011 2012 2013 2014 12762 7289 23099 114553 118198 55798 3.26E+09 4.24E+09 5.58E+09 4.91E+09 4.37E+09 4.96E+09 983746 956072 1131301 991264 1678434 1403787 1.42E+11 1.72E+11 2.11E+11 2.24E+11 2.12E+11 2.07E+11 2009 2010 2011 2012 2013 2014 84664 49245 108073 245114 233219 33044 6.81E+09 9.36E+09 1.1E+10 1.13E+10 1.07E+10 9.73E+09 84664 531083 108522 256898 246914 45100 1.28E+11 1.69E+11 1.94E+11 2.06E+11 2.18E+11 2.14E+11 2009 2010 2011 2012 2013 2014 5764 555808 886 756 912 704 2.11E+09 2.5E+09 3.22E+09 2.63E+09 2.69E+09 2.78E+09 7364 557688 46868 6255 466504 1067425 3.8E+11 4.97E+11 5.88E+11 6.46E+11 7.52E+11 7.07E+11 Rataan Inggris Rataan Australia Rataan Malaysia Rataan Hongkong Rataan 6.02 5.69 17.42 11.60 27.18 38.08 34.01 59.09 31.23 0.57 0.31 0.77 5.28 3.41 1.66 2.00 18.84 1.68 17.54 17.40 19.28 16.10 15.14 141.03 198.04 3.46 29.62 0.55 0.17 62.14 37 Lampiran 2 Hasil olahan metode EPD ekspor komoditas ubi kayu Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor tahun 2009-2014 Negara China Korea Amerika Serikat Belanda Brunei Darussalam Singapura Share Share Average Xij/Wij 0.0326 0.0308 0.0225 0.0072 0.0161 0.0110 Xj/Wj 0.0135 0.0135 0.0164 0.0155 0.0151 0.0118 Growth X na -5.7143 -26.9400 -68.0316 124.6689 -31.5928 -1.5220 na 316.8964 -0.0056 -60.7104 -86.6639 1810.3828 395.9799 na 67.0078 -54.8966 -16.6386 304.2130 488.5512 157.6474 na -58.5835 344.2113 139.6893 27.8343 574.1828 205.4668 na -1.9386 1.6660 0.6597 -0.3173 0.0695 0.0279 na 5.9534 -83.8373 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 0.2396 0.9988 0.9987 0.3924 0.0523 0.9997 0.0055 0.0091 0.0041 0.0034 0.0139 0.0818 0.0043 0.0018 0.0080 0.0192 0.0245 0.1652 0.9965 0.9772 0.9934 1.0000 0.9968 0.9975 0.5344 0.5662 0.0915 0.0313 0.0365 0.0400 0.0366 0.0278 0.0245 0.0077 0.0082 0.0084 0.0073 0.0077 0.0077 0.0064 0.0069 0.0082 0.0074 0.0065 0.0063 0.0322 0.0210 0.0141 0.0139 0.0158 0.0153 0.0510 0.0552 0.0628 Average Growth Y na 0.0564 21.3512 -5.7131 -2.8395 -21.6410 -1.7572 na 16.7349 9.5917 -8.5618 -24.0895 -11.6338 -3.5917 na 6.7664 1.8296 -12.5021 4.7116 0.2559 0.2123 na 7.2759 17.9723 -9.3180 -12.2323 -2.1988 0.2998 na -34.9758 -32.8325 -1.3183 13.7264 -3.2360 -11.7272 na 8.1269 13.8453 Market Positioning Retreat Falling Star Rising star Rising star Falling Star 38 2012 2013 2014 Inggris Australia Malaysia Hongkong 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014 0.2245 0.1088 0.3202 0.0502 0.0346 0.0711 0.0972 0.0859 0.1472 0.0130 0.0076 0.0204 0.1156 0.0704 0.0397 1.0000 0.0927 0.9959 0.9541 0.9445 0.7327 0.7827 0.9966 0.0189 0.1209 0.0020 0.0007 0.0570 0.0544 0.0532 0.0029 0.0030 0.0026 0.0026 0.0025 0.0025 0.0229 0.0247 0.0264 0.0219 0.0206 0.0239 0.0531 0.0553 0.0568 0.0548 0.0490 0.0455 0.0056 0.0050 0.0055 0.0041 0.0036 0.0039 145.2818 -51.5215 194.2647 42.0282 na -31.0185 105.3924 36.6970 -11.5366 71.2116 34.1492 na -41.2319 167.8167 465.9814 -39.0619 -43.5568 101.9895 na -90.7274 973.9886 -4.1906 -1.0056 -22.4293 171.1271 na 27.3278 -98.1032 539.3478 -98.3825 -66.2638 60.7852 -9.2777 -4.4361 -2.2794 1.1958 na 3.5954 -12.3286 -2.4166 -0.9625 -1.4521 -2.7129 na 7.7413 6.8475 -17.1367 -5.7311 16.0078 1.5458 na 4.1090 2.7141 -3.3883 -10.6845 -7.1149 -2.8729 na -9.3269 8.5772 -25.3312 -12.2602 9.7860 -5.7110 Rising star Falling Star Rising star Falling Star Falling Star 39 Lampiran 3 Variabel-variabel yang memengaruhi permintaan ekspor komoditas ubi kayu Indonesia di 10 negara tujuan ekspor tahun 2001-2014 Ln Ln Nilai Ln Harga Ln Ln GDP Ln Negara Tahun Tukar Ekspor Ekspor Jarak Riil Populasi Riil Riil 2001 20.964 17.973 -7.302 6.323 23.733 1.964 2002 20.970 17.263 -7.354 6.357 23.799 1.988 2003 20.977 16.198 -7.244 6.391 23.888 2.000 2004 20.983 18.454 -7.176 6.450 24.019 1.987 2005 20.988 18.792 -7.063 6.519 24.138 1.993 2006 20.994 18.335 -7.102 6.219 23.835 1.981 2007 20.999 18.877 -6.909 6.341 24.015 1.916 China 2008 21.004 18.365 -7.012 6.508 24.197 1.804 2009 21.009 18.585 -6.863 6.658 24.303 1.792 2010 21.014 18.966 -6.480 6.716 24.413 1.913 2011 21.019 18.764 -6.273 6.801 24.550 1.845 2012 21.024 17.687 -6.463 6.866 24.648 1.815 2013 21.029 18.886 -6.487 6.922 24.741 1.786 2014 21.034 18.419 -6.298 6.965 24.819 1.773 2001 17.673 21.990 -7.358 5.221 22.617 7.228 2002 17.679 17.725 -6.370 5.292 22.720 7.185 2003 17.684 15.613 -6.671 5.315 22.798 7.125 2004 17.688 22.577 -7.175 5.329 22.886 7.076 2005 17.690 22.404 -6.943 5.430 23.036 6.971 2006 17.694 20.976 -7.026 5.554 23.156 6.909 2007 17.699 22.562 -6.829 5.577 23.237 6.886 Korea 2008 17.706 22.194 -6.898 5.419 23.094 7.048 2009 17.711 22.580 -6.932 5.323 22.954 7.166 2010 17.716 22.610 -6.440 5.433 23.116 7.053 2011 17.723 22.674 -6.356 5.459 23.194 7.003 2012 17.728 21.457 -6.314 5.432 23.201 7.017 2013 17.732 22.059 -6.468 5.453 23.258 6.990 2014 17.736 21.274 -6.224 5.489 23.330 6.956 2001 19.468 10.577 -3.963 9.300 25.579 0.000 2002 19.477 10.012 -4.250 9.286 25.596 0.000 2003 19.486 7.313 -3.772 9.258 25.623 0.000 2004 19.495 9.729 -3.814 9.223 25.661 0.000 Amerika 2005 19.504 11.894 -3.634 9.205 25.693 0.000 Serikat 2006 19.514 11.894 -3.674 9.234 25.720 0.000 2007 19.523 11.894 -3.773 9.195 25.737 0.000 2008 19.533 12.091 -3.947 9.178 25.735 0.000 2009 19.542 12.079 -3.918 9.193 25.706 0.000 40 Belanda Brunei Darussalam Singapura 2010 2011 2012 2013 2014 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 12.859 -3.809 9.166 25.732 12.250 12.112 13.466 -3.770 -3.966 -5.174 9.129 9.119 9.105 25.747 25.770 25.793 13.118 13.238 13.303 12.563 9.028 9.162 9.305 9.840 10.237 10.399 9.386 11.314 11.901 12.296 -5.205 -4.996 -5.378 -5.073 -3.574 -4.507 -4.008 -4.218 -4.379 -4.103 -4.093 -4.468 -4.416 -4.273 9.093 5.715 5.734 5.864 5.906 5.880 5.925 5.991 6.061 6.013 5.928 5.941 5.818 5.809 25.816 22.347 22.398 22.582 22.698 22.721 22.764 22.887 22.972 22.881 22.847 22.912 22.822 22.850 12.615 8.267 9.092 9.083 9.071 5.170 9.806 9.774 10.288 11.142 11.842 12.072 11.900 12.241 -4.062 -5.647 -4.695 -4.674 -4.728 -4.387 -3.606 -3.706 -3.968 -3.969 -3.899 -3.828 -3.789 -3.820 5.783 -0.736 -0.730 -0.728 -0.766 -0.797 -0.704 -0.707 -0.680 -0.680 -0.642 -0.580 -0.597 -0.653 22.860 17.899 17.937 17.994 18.029 18.048 18.137 18.192 18.234 18.190 18.280 18.394 18.410 18.391 12.278 13.640 10.577 9.532 11.129 9.939 11.392 10.781 11.258 -3.618 -7.431 -7.438 -4.709 -3.817 -4.174 -4.646 -5.570 -6.286 -0.724 1.553 1.563 1.580 1.628 1.666 1.800 1.883 1.949 18.355 20.737 20.779 20.849 20.971 21.059 21.190 21.330 21.411 19.550 19.558 19.565 19.573 19.580 16.591 16.597 16.602 16.606 16.608 16.609 16.612 16.616 16.621 16.626 16.631 16.634 16.637 16.640 12.728 12.747 12.764 12.782 12.799 12.816 12.833 12.850 12.866 12.882 12.898 12.913 12.928 12.942 15.236 15.245 15.230 15.243 15.266 15.297 15.339 15.392 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.072 0.055 0.057 0.166 0.185 0.213 0.313 0.393 0.326 0.281 0.338 0.254 0.277 0.284 0.420 0.459 0.450 0.438 0.443 0.429 0.396 0.352 0.359 0.307 0.243 0.250 0.260 0.295 0.524 0.543 0.533 0.513 0.525 0.502 0.458 0.364 41 Inggris Australia Malaysia 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 11.531 11.618 8.507 -3.855 -2.739 -4.821 1.959 2.114 2.202 21.378 21.584 21.724 10.640 10.414 -4.802 -3.812 2.209 2.214 21.765 21.807 11.859 10.231 11.112 9.889 11.275 11.407 11.699 11.998 12.199 11.516 11.505 11.900 12.109 12.201 -3.894 -4.959 -4.975 -4.299 -4.216 -4.281 -4.341 -4.039 -4.261 -4.093 -3.715 -4.367 -4.328 -4.442 2.195 7.100 7.132 7.196 7.263 7.235 7.277 7.328 7.224 7.059 7.015 7.018 6.982 6.957 21.823 23.701 23.765 23.884 24.024 24.046 24.084 24.193 24.104 23.896 23.903 23.959 23.956 23.967 10.977 10.536 3.973 9.297 9.176 8.824 7.385 7.198 9.100 9.713 8.980 10.016 11.620 11.711 -4.707 -3.959 -2.455 -3.891 -3.945 -4.568 -4.234 -4.618 -4.293 -4.088 -3.786 -4.660 -4.362 -4.342 7.002 5.119 5.101 5.182 5.350 5.387 5.415 5.442 5.595 5.461 5.609 5.693 5.740 5.723 24.048 22.474 22.488 22.624 22.866 22.952 22.977 23.062 23.230 23.052 23.251 23.388 23.468 23.487 11.017 9.060 11.927 11.409 13.323 13.386 13.698 12.973 -4.122 -7.250 -6.466 -6.114 -6.376 -6.771 -6.840 -5.601 5.601 2.147 2.168 2.169 2.161 2.167 2.256 2.325 23.401 21.049 21.101 21.157 21.223 21.278 21.364 21.491 15.422 15.440 15.461 15.486 15.502 15.515 17.895 17.899 17.904 17.910 17.917 17.924 17.932 17.940 17.947 17.955 17.963 17.970 17.976 17.982 16.781 16.794 16.806 16.818 16.831 16.846 16.852 16.872 16.892 16.908 16.922 16.939 16.956 16.972 16.990 17.010 17.029 17.048 17.066 17.084 17.101 0.383 0.307 0.211 0.179 0.170 0.192 -0.385 -0.410 -0.495 -0.586 -0.572 -0.583 -0.655 -0.576 -0.430 -0.431 -0.491 -0.482 -0.478 -0.523 0.702 0.641 0.458 0.337 0.306 0.318 0.221 0.207 0.259 0.086 -0.031 -0.029 0.031 0.088 1.330 1.328 1.341 1.351 1.354 1.317 1.261 42 Hongkong 2008 2009 2010 2011 2012 2013 14.027 12.606 11.974 12.709 13.541 -5.466 -5.906 -5.624 -5.790 -5.578 2.387 2.322 2.471 2.521 2.532 21.568 21.459 21.659 21.762 21.806 13.504 -4.300 2.521 21.832 2014 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 11.573 10.003 10.693 11.325 10.405 13.828 11.327 10.926 8.833 10.714 15.278 8.818 8.638 8.797 -4.980 -3.609 -4.524 -3.739 -4.055 -6.779 -4.797 -6.258 -5.734 -3.701 -6.403 -2.688 -4.397 -4.070 2.506 3.364 3.349 3.326 3.335 3.359 3.431 3.432 3.439 3.464 3.475 3.468 3.454 3.448 21.853 21.244 21.261 21.293 21.375 21.449 21.517 21.576 21.598 21.579 21.641 21.687 21.707 21.738 8.510 -3.720 3.438 21.762 17.119 17.136 17.152 17.168 17.184 17.199 1.216 1.259 1.169 1.118 1.132 17.213 15.720 15.724 15.722 15.730 15.734 15.741 15.749 15.755 15.758 15.765 15.772 15.783 15.788 15.795 1.167 1.906 1.952 1.999 2.029 2.053 2.061 2.075 2.069 2.055 2.050 2.031 2.010 1.981 1.145 1.953 43 Lampiran 4 Hasil uji chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Statistic 73.275714 d.f. Prob. (9,125) 0.0000 44 Lampiran 5 Hasil uji hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 32.466151 5 0.0000 45 Lampiran 6 Hasil estimasi panel data dengan menggunakan model FEM (Fixed Effect Method) dengan pembobotan Cross Section SUR Dependent Variable: LN_XIJT Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 06/11/16 Time: 16:56 Sample: 2001 2014 Periods included: 14 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 140 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LN_ECODIST LN_XRATE LN_GDP LN_POP LN_PX C -4.350071 -3.398632 1.804671 9.719231 -0.674103 -172.5853 0.820519 0.400380 0.707383 2.305273 0.058518 30.06652 -5.301605 -8.488518 2.551194 4.216088 -11.51963 -5.740115 0.0000 0.0000 0.0119 0.0000 0.0000 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.960941 0.956567 1.041814 219.6647 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat 15.88756 19.27973 135.6721 1.848853 Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid 0.890605 247.6648 Mean dependent var Durbin-Watson stat 12.69535 1.540697 46 Lampiran 7 Hasil uji normalitas 20 Series: Standardized Residuals Sample 2001 2014 Observations 140 16 12 8 4 0 -2 -1 0 1 2 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 2.36e-16 0.111618 2.478167 -2.673445 0.987957 -0.367054 3.070623 Jarque-Bera Probability 3.172764 0.204665 47 Lampiran 8 Matriks korelasi antar variable LN_XIJT LN_XIJT LN_ECODIST LN_XRATE LN_GDP LN_POP LN_PX 1.000 0.230 0.771 0.284 0.486 -0.723 LN_ECODIST 0.230 1.000 -0.007 0.973 0.840 -0.009 LN_XRATE 0.771 -0.007 1.000 0.019 0.146 -0.601 LN_GDP 0.284 0.973 0.019 1.000 0.898 -0.083 LN_POP 0.486 0.840 0.146 0.898 1.000 -0.378 LN_PX -0.723 -0.009 -0.601 -0.083 -0.378 1.000 48 RIWAYAT HIDUP Penulis, Lisa Meilanie, dilahirkan di Mataram, Lombok Barat pada 24 Mei 1994. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sugiarta dan Ibu Iswati. Pendidikan formal penulis dimulai dari taman kanak-kanak Kemala Bhayangkari, kemudian dilanjutkan ke tingkat sekolah dasar SDN II Genteng. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMPN I Genteng, setelah itu melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas dan menjadi lulusan tahun 2012 dari SMAN I Genteng. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kampus antara lain Organisasi Mahasiswa Daerah Banyuwangi, Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) sebagai sekretaris divisi D’Bussiness and Corporation Trops (DISTRO) periode 2013/2014, dan Badan Eksekutif Mahasiswa KM IPB sebagai staf Biro Badan Internal periode 2014/2015. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitian di IPB antara lain Canvassing IPB sebagai staf divisi acara, The 10Th Hipotex-R 2013, The 11th Hipotex-R 2014, Euforias IE Day’s 2014, Masa Perkenalan Departemen IE 2014 sebagai staf komisi disiplin, Gerakan Pertanian Nasional 2015, The International Cultural Night IPB 2015 sebagai staf dekorasi dan dokumentasi. Penulis juga pernah menjadi juara ketiga dalam perlombaan Economic Championship (EChamp) pada tahun 2014 dengan tim. Kegiatan penulis pada bulan Juni dan Agustus tahun 2015 ialah melakukan kuliah kerja profesi (KKP) di Desa Simpen Kaler, Kecamatan Balubur Limbangan, Garut, Jawa Barat. Penulis juga menerima beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA) selama lima periode.