analisis hukum islam terhadap pembatalan putusan pa bangkalan

advertisement
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP
PEMBATALAN PUTUSAN PA BANGKALAN
OLEH PUTUSAN PTA SURABAYA TENTANG
PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN
TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN
PERCERAIAN
Ali Ibrohim
Madarasah Tsanaawiyah Nahdlatul Ulama Kraksaan
Probolinggo. Email: [email protected]
Abstract: The reasons for divorce in law of marriage in Indonesia, which has been
formalized in Law no. 1 year 1974 and Compilation of Islamic Law, can be
searched in munakahat Islamic jurisprudence. It is bacause both of material and
formal law in Religious Courts are very accommodating to the implementation of
Islamic Law, either directly or implicitly. During the time, the difference interpretation
about the provisions of Article 39 paragraph (2) of Law No. 1 Year 1974 about
marriage jo Article 19 Government Regulation No. 9 of 1975 jo Article 116 letter
(f) Compilation of Islamic Law on continuous disputes always becomes polemic. Even
the reasons for this dispute or argument dominate divorce decisions at various levels of
the Religious Courts. Though there is no clear measure of this reason so it is natural
that the Bangkalan Religious Court’s decision NO.0774/PDT.G/2013/PA.bkl
was canceled by the Surabaya Religious High Court for the reason of this kind of
divorce. Therefore it is necessary to prove that the decision taken by the judge on
dispute or argument has met the criteria of nusyuz and syiqaq. In addition, the theory
of benefit and maqasid of Shari’ah are also important for the consideration. This
article is a review of the judge’s consideration of the Surabaya Religious High Court
in canceling the decision of the Bangkalan Religious Court which decided a divorce by
the reasons of continuous dispute and quarrel.
Keywords: Decision, divorce, syiqaq, nusyuz
Abstrak: Alasan-alasan perceraian dalam hukum perkawinan di
Indonesia yang sudah diformalkan dalam UU No. 1 tahun 1974 maupun
Kompilasi Hukum Islam bisa dicari akarnya dalam fiqh munakahat.
Karena pada dasarnya, hukum materiil maupun formil di Peradilan
Agama sangat mengakomodir berlakunya Hukum Islam, baik secara
langsung atau secara tersirat saja. Selama ini, perbedaan penafsiran
mengenai ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam
tentang perselisihan dan pertengkaran terus-menerus selalu menjadi
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017; ISSN:2089-7480
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
polemik. Bahkan alasan perselisihan atau pertengkaran ini mendominasi
putusan-putusan perceraian di berbagai tingkat Peradilan Agama. Padahal
tidak ada ukuran yang jelas tentang alasan ini sehingga wajar jika Putusan
PA Bangkalan NO.0774/PDT.G/2013/PA.bkl dibatalkan oleh PTA
Surabaya karena alasan perceraian yang satu ini. Maka dari itu perlu
dibuktikan bahwa putusan yang diambil oleh hakim mengenai
perselisihan atau pertengkaran sudah memenuhi kriteria Nusyuz dan
Syiqaq. Selain itu, kemaslahatan dan maqashid Syari‟ah juga penting
untuk pertimbangan. Artikel ini merupakan kajian terhadap
pertimbangan hakim PTA Surabaya dalam membatalkan putusan
Pengadilan Agama di bawahnya, yaitu Pengadilan Agama Bangkalan yang
memutus perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terusmenerus.
Kata Kunci: Putusan, Perceraian, Syiqaq, Nusyuz
Pendahuluan
Agama Islam hanya menghendaki perceraian jika sebuah
rumah tangga benar-benar dalam kondisi yang tidak bisa
diselamatkan. Kalaupun menemui masalah yang terlampau besar
dan sulit untuk menemukan jalan keluarnya, sebisa mungkin tetap
mempertahankan keutuhan rumah tangga. Jalan keluar dengan
berpisah merupakan solusi yang paling terakhir.
Perceraian sendiri tidak bisa sembarangan dan asal-asalan.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam membahas perceraian,
termasuk alasan-alasan bercerai. Dalam Islam tidak dijelaskan
secara spesifik tentang alasan-alasan atau penyebab perceraian.
Namun, hakim Pengadilan Agama dalam alasan perceraian dapat
memakai ketentuaan yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam
Pasal 116 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 116
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain;
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
123
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
e. sakah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibatnya tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami
atau isteri;
f. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalam rumah tangga;
g. Suami melanggar taklik talak;
h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Berangkat dari hal tersebut, akan dianalisis sebuah kasus
tentang
gugatan
cerai
di
PA
Bangkalan
No.
0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl yang dalam positanya menggunakan
alasan perselisihan dan percekcokan yang terjadi antara suami istri
selama satu bulan dikarenakan termohon merasa nafkah yang
diberikan pemohon selalu kurang. Dalam hal ini, hakim PA
Bangkalan berpedoman pada ketentuan pasal 39 ayat (2) Undangundang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf
(f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal 116 huruf
(f) Kompilasi Hukum Islam tentang alasan perceraian berupa
perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara perdata tidak
menerima suatu putusan Pengadilan tingkat pertama karena merasa
haknya terserang oleh adanya putusan tersebut atau menganggap
putusan itu kurang benar atau kurang adil, maka ia dapat
mengajukan permohonan terhadap perkara yang telah diputuskan
oleh Pengadilan tingkat pertama kepada Pengadilan yang lebih
tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulang. Upaya permohonan
ini disebut sebagai upaya banding. Demikian juga dalam perkara
ini, istri merasa putusan hakim PA Bangkalan tidak adil dan tidak
sesuai dengan pertimbangan kondisi yang ada. Maka, kemudian
istri mengajukan banding ke PTA Surabaya dan mengajukan
memori banding yang pada intinya adalah keberatan atas putusan
PA Bangkalan. Akhirnya setelah membaca, memeriksa, meneliti
berita acara perkara, majelis hakim PTA tidak sependapat dengan
beberapa pertimbangan dan membatalkan putusan majelis hakim
tingkat pertama (PA Bangkalan).
124
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
Berdasarkan hal tersebut, maka majelis hakim PTA
membatalkan putusan PA Bangkalan untuk sebagian dan
memutuskan pertengkaran yang terjadi belum memenuhi
ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam atau belum dikategorikan sebagai perselisihan terus menerus
dan belum bisa menjadi alasan perceraian. Dalam hal ini majelis
hakim PTA mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan hukum syara‟/ Hukum Islam yang berkaitan dengan
perkara.
Maka dengan alasan inilah dilakukan penelitian yang
berkaitan dengan permasalahan tersebut untuk menemukan
Alasan-alasan Yuridis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
membatalkan putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor :
0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl dan hasil Analisis Hukum Islam
Terhadap Pembatalan Putusan PA Bangkalan Nomor:
0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh Putusan PTA Surabaya Nomor:
0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby
Kemudian hasil dari penelitian ini bisa memperluas dan
memperkaya ilmu pengetahuan tentang Perselisihan dan
pertengkaran terus-menerus yang bisa menjadi alasan perceraian.
Alasan-Alasan Perceraian
Nusyuz Istri
Nusyuz secara etimologi berarti tempat yang tinggi. Adapun
secara terminologi maknanya ialah pembangkangan seorang wanita
terhadap suaminya dalam hal-hal yang diwajibkan Allah untuk
ditaati. Berkaitan dengan definisi etimologi di atas, seakan-akan
wanita itu merasa yang paling tinggi, bahkan lebih tinggi dari
suaminya.1 Sedangkan Ibnu Manzur (630H/1232M-711H/1311M)
Ahli Bahasa Arab, dalam lisan al-Arab mendefinisikan nusyuz
sebagai rasa kebencian salah satu pihak (suami atau istri) terhadap
pasanganya.
Syaikh Mahmud al-Mashri, Perkawianan Idaman, (Jakarta: Qisthi Press, 2010) ,
359
1
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
125
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
Wahbah az-Zuhaili, guru besar ilmu fiqh dan ushul fiqh pada
Universitas Damaskus, mengartikan nusyuz sebagai ketidakpatuhan
salah satu pasangan terhadap apa yang seharusnya dipatuhi dan
satu rasa benci terhadap pasangannya. Ada yang menyebutkan juga
bahwa nusyuz berarti tidak taatnya suami atau istri terhadap
pasanganya secara tidak sah atau tidak cukup alasan.
Menurut Al-Qurtubi, nusyuz adalah: “mengetahui dan
meyakini bahwa isteri memilih untuk melanggar apa yang sudah
menjadi ketentuan Allah daripada taat kepada suami”.2
Nusyuz bagi wanita tidak diperbolehkan. Allah telah
menetapkan hukuman bagi wanita yang melakukan nusyuz jika ia
tidak bisa lagi dinasehati. Hukuman tidak akan diberikan kecuali
karena adanya pelanggaran terhadap hal yang diharamkan, atau
karena meninggalkan perbuatan yang wajib dilakukan.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dan dilalui oleh
suami sebelum menceraikan istrinya yang nusyuz yaitu:
1. Menasehati
Dalam QS. An-Nisa‟ : 34 dijelaskan bahwa: “Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuz-nya maka nasihatilah mereka,
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
Allah Maha tinggi lagi Maha besar”.
Ketika seorang istri membangkang dan tidak memenuhi
kewajibannya, maka seorang suami harus bisa sebijak mungkin
memberi nasihat kepada istrinya.
2. Pisah Ranjang
Hal itu dilakukan dengan memisahkan tempat tidurnya dari
tempat tidur istri, dan meninggalkan pergaulan dengannya,
berdasarkan firman Allah SWT: “Dan tinggalkanlah mereka dari
tempat tidur”
Al-hajru maksudnya berpisah dari tempat tidur, yaitu suami
tidak tidur bersama istrinya, memalingkan punggungnya dan
tidak bersetubuh dengannya. Jika istri mencintai suami maka hal
Abu Adillah bin Muhammad al-Qurthubi, Jami’ ahkami Qur’an, (Beirut: Dar AlFikr),150
2
126
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
itu terasa berat sehingga ia kembali baik. Peninggalan ini
menurut ulama berakhir selama sebulan sebagaimana yang
pernah dilakukan oleh Nabi saw kepada istrinya.
3. Memukul Sewajarnya
Suami boleh memukul istri dengan pukulan yang halus
tanpa menyakiti, tidak meninggalkan bekas pada tubuh, tidak
mematahkan tulangnya, dan tidak menimbulkan luka. Suami
tidak boleh memukul wajah dan anggota tubuh yang vital atau
mengkhawatirkan karena yang dimaksud dari pemukulan ini
adalah demi memperbaiki hubungan, bukan merusak.
Dalam sebuah hadis dinyatakan yang artinya:
“Abu Dawud meriwayatkan dari Hakim bin Mu’awiyah Al-Qusyairi
dari ayahnya, beliau berkata: Aku bertanya, “wahai Rasulullah, apa
hak istri terhadap suami”? Beliau SAW menjawab: kamu memberinya
makan ketika kamu makan, dan memberinya pakaian ketika kamu
berpakaian atau bekerja, dan janganlah kamu memukul wajah, dan
jangan menjelek-jelekkan, dan jangan mendiamkan kecuali di rumah”.
Suami boleh memukul istri dengan tangan, tongkat yang
ringan, dan benda-benda lain yang tidak membahayakan.
Namun yang lebih utama ialah cukup dengan menakut-nakuti
saja tanpa adanya pukulan.
Nusyuz Suami
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan tentang
aturan nusyuz dari pihak istri dan prosedur yang ditempuh guna
menjaga keutuhan keluarga. Permasalahan sekarang apabila nusyuz
datang dari pihak suami atau sikap cuek dan berpalingnya suami
sehingga dapat mengancam keamanan dan kehormatan istri serta
mengancam keselamatan keluarga.
Adapun nusyuz dari pihak suami yaitu menjauhi istri,
bersikap kasar, meninggalkan untuk menemaninya, meninggalkan
dari tempat tidur, mengurangi nafkahnya atau berbagai beban berat
lainnya bagi istri. Terkadang penyebab nusyuz adalah suami yang
berakhlak tercela, mudah marah, atau kekacauan dalam
pembelanjaan. Nusyuz suami pada dasarnya adalah jika suami tidak
memenuhi kewajibannya. Sesuai dengan Allah SWT berfirman:
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
127
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
“Dan jika wanita khawatir tentang nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian
yang sebenar-benarnya. dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun
manusia itu menurut tabiatnya adalah kikir. Dan jika kamu bergaul dengan
istrimu dengan baik dan mereka memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap
acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”(QS. An-Nisa’ : 128)
Adapun cara penyelesaiannya adalah
dengan jalan
ishlah (perdamaian), akan tetapi jika hal ini tidak berhasil maka
suami dan isteri harus menunjuk juru damai. Juru damai ini bisa
datang dari keluarga, tokoh masyarakat atau pemuka agama yang
sekiranya ditakuti maupun disegani oleh pihak suami, ataupun bisa
juga melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Apabila suami tidak
memberikan nafkah selama 6 bulan maka istri berhak memfasakh
suaminya melalui jalur hukum.
Syiqaq
Syiqaq, berasal dari bahasa Arab “Syaqqaqa- yusyaqqu- syiqaq“
yang bermakna “Al-inkisaru“
artinya pecah, berhamburan.3
Sedangkan “Syiqaq” Menurut istilah oleh ulama'` fiqih diartikan
sebagai perpecahan/perselisihan yang terjadi antara suami istri
yang telah berlarut-larut sehingga dibutuhkan perhatian khusus
bagi keduanya. Perceraian akan terjadi apabila salah satu pihak
merasa mustahil untuk mempertahankan ikatan perkawinan dan
terpaksa harus memutuskannya.
Ada pendapat lain yang menjelaskan bahwa kata syiqaq
berasal dari bahasa Arab al-syaqqu yang berarti sisi. Adanya
perselisihan suami-istri disebut “sisi”, karena masing-masing pihak
yang berselisih berada pada sisi yang berlainan disebabkan adanya
permusuhan dan pertentangan sehingga padanan katanya adalah
perselisihan (al-khilaf), perpecahan, permusuhan (al- adawah),
pertentangan atau persengketaan. Menurut istilah fiqih syiqaq ialah
perselisihan suami istri yang diselesaikan oleh dua orang hakam,
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya :
Pustaka Progressif, 1997), 732
3
128
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari
pihak istri.4
Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan permasalahan syiqaq
dengan cukup lugas. Syiqaq berarti perselisihan yang berpotensi
membuat dua pihak berpisah, dan ketakutan masing-masing pihak
akan terjadinya perpisahan itu dengan lahirnya sebab-sebab
perselisihan. Pada ayat 35 surat an-Nisa‟ tentang syiqaq ini, Allah
menerangkan cara yang baik untuk diterapkan ketika terjadi
pertengkaran dan ketika takut terjadi perpecahan, sebagaimana
dijelaskan dalam QS. An-Nisa : 35:
”Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Maksud dengan hakam dalam ayat tersebut adalah seorang
bijak yang dapat menjadi penengah dalam menghadapi konflik
keluarga tersebut.
Secara kronologis Ibnu Qudamah menjelaskan langkahlangkah dalam menghadapi konflik tersebut, yaitu:
Pertama : hakim mempelajari dan meneliti sebab terjadinya
konflik tersebut. Apabila ditemui penyebabnya adalah nusyuz-nya
istri, maka dapat ditempuh kasus penyelesaian sebagaimana teori
yang sudah ada. Apabila ternyata sebab konflik berasal dari nusyuznya suami, maka hakim mencari seorang yang disegani suami untuk
menasehatinya agar menghentikan sikap nusyuz-nya dan
menasehatinya untuk tidak berbuat kekerasan terhadap istrinya.
Apabila sebab konflik timbul dari keduanya dan keduanya saling
menuduh pihak lain sebagai perusak dan tidak ada yang mau
mengalah, hakim mencari seorang yang berwibawa untuk
menasehati keduanya.
Kedua : bila langkah-langkah tersebut tidak mendatangkan
hasil dan ternyata pertengkaran kedua belah pihak semakin
menjadi, maka hakim menunjuk seseorang dari pihak suami dan
seorang dari pihak istri dengan tugas menyelesaikan tugas tersebut.
4
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, …., 188.
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
129
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
Kedua orang yang ditunjuk hakim diserahi wewenang untuk
menyatukan kembali keluarga yang hampir pecah. Akan tetapi jika
sulit untuk disatukan kembali, boleh menceraikan keduanya
tergantung pada pendapat keduanya mana yang paling baik dan
mungkin diikuti.5
Dasar Pengambilan Keputusan Oleh Hakim Dalam Islam
Keputusan seorang hakim dalam peradilan Islam tidak boleh
lepas dari beberapa hal. Sebagai dasar dan pertimbangan dalam
mengambil suatu keputusan, setidaknya hakim harus
mempertimbangkan tiga hal berikut :
1. Sumber Hukum Islam
Sumber hukum Islam yang dimaksud di sini adalah
Qur‟an dan Hadits. Apapun permasalahan yang akan
diselesaikan dan diputus oleh Hakim, harus dicari dasarnya
dalam Qur‟an dan Hadits. Apabila memang tidak ada, hakim
diperbolehkan untuk berijtihad.
Maka dari itu, hakim harus memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang cukup mengenai Qur‟an beserta tafsirnya.
Hakim juga dituntut untuk sepenuhnya faham tentang hadits
bersama sanad dan status kekuatan hadits-hadits tersebut.
2. Maqasid Syariah
Kata maqashid al-syari’ah dalam pandangan Ahmad
Rasyuni pada mulanya digunakan oleh al-Hakim. Gagasannya
tentang maqashid al-syari’ah dituangkan dalam karyanya-karyanya:
ash-Shalah wa Maqashiduh, al-Haj wa Asraruh, al-„Illah, „ilal
asy-syari‟ah, „ilal al-„Ubudiyyah, dan al-Furuq. Dalam
perkembangan selanjutnya muncul beberapa „ulama yang
mencurahkan perhatiannya pada kajian tentang maqashid alsyari’ah.
Analaisis secara spesifik mengenai maqashid al-syari’ah
ditulis oleh Asy-Syatibiy dalam kitabnya al-Muwafaqat pada juz
II. Asy-Syatibiy memperluas pembahasannya dengan tema-tema
baru yang dihubungkan langsung dengan al-Qur‟an, dan
kajiannya tidak ditemukan pada karya-karya ulama sebelumnya.
Tema-tema tersebut di antaranya adalah mashalahah dan batasan5
130
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia... , 196
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
batasannya, teori qashd (tujuan) dalam perbuatan, niat dalam
hukum dan maqashid, maqashid dan akal, maqashid dan ijtihad,
serta tujuan umum dari maqashid.
Maqashid atau maslahat, dalam pandangan asy-Syatibi
dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: 1). al-Mashalih al-Dharuriyyah,
2). al-Mashalih al-Hajiyyah, 3). al-Mashalih Attahsiniyah.
Maslahat yang pertama atau al-Mashalah al-Dharuriyyah
mengandung beberapa bagian, yaitu: menjaga agama (hifz addin), menjaga jiwa (hifz an-nafs), memelihara akal (hifz aql),
memelihara keturunan (hifz an-nasl), dan memelihara harta (hifz
al-mal). Kelima mashlahat ini selanjutnya disebut al-kulliyyat alkhamsah. Maqashid ad-Daruriyyah merupakan sesuatu yang mutlak
ada demi kelangsungan hidup manusia. Dalam hubungan ini
pula asy-Syatibi mengemukakan bahwa tujuan awal dari syari‟at
adalah menegakkan kelima dasar maqashid ini dan menjaga
keberlangsungannya.
Dalam hubungannya maqashid asy-asyariah dengan
ijtihad, Asy-Syatibi berpendapat bahwa apabila seseorang
hendak berijtihad, maka hendaklah berpegang pada maqashid
asysyariah. Lebih jauh dia berpendapat bahwa mengetahui
maqashid asy-syari’ah lebih utama dibanding menguasasi Bahasa
Arab bagi sesorang yang ingin berijtihad dari teks Arab yang
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa orang yang akan
berijtihad. Dalam hubungannya dengan ijtihad, Abdullah Darraz
berpandangan bahwa ijtihad pada hakikatnya merupakan upaya
untuk mengetahui dan mendapatkan hukum syarah secara
optimal. Upaya demikian akan berhasil apabila seorang mujtahid
dapat memahami maqashid al-syari’ah. Untuk itu, al-Syatibi
menempatkan maqashid al-syari’ah sebagai syarat utama dalam
berijtihad.
Deskripsi Perkara dalam Putusan PA Bangkalan
Kasus yang terdaftar di \PA Bangkalan dengan Nomor
perkara: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl ini adalah murni kasus cerai
talak antara seorang pekerjaan kuli bangunan “Pemohon” yang
bertempat tinggal di Kabupaten Bangkalan, melawan Subaidah,
seorang karyawan toko sebagai “Termohon” yang tinggal di
Kabupaten Bangkalan.
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
131
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
Berdasarkan gugatan Pemohon tanggal 06 November 2013
Masehi, yang bertepatan dengan tanggal 02 Muharram 1435
Hijriyah di kepaniteraan PA Bangkalan, Pemohon mengungkapkan
bahwa pada awalnya rumah tangga Pemohon dan Termohon
rukun dan harmonis, namun kurang lebih sejak bulan Agustus
2013 ketenteraman rumah tangga Pemohon dengan Termohon
mulai tidak harmonis dan sering terjadi pertengkaran dan
percekcokan. Hal tersebut disebabkan karena Termohon merasa
kurang atas nafkah yang diberikan oleh Pemohon sesuai
kemampuan Pemohon. Kemudian Pemohon menasehati
Termohon, namun Termohon marah-marah sehingga puncaknya
terjadi pisah ranjang selama dua hari. Pihak keluarga juga telah
berusaha menasehati dan merukunkan keduanya akan tetapi tidak
berhasil.
Pemohon dengan Termohon bertempat tinggal di rumah
bersama lebih kurang 20 tahun dan telah dikaruniai 4 orang anak
bernama ; Ria Qomariyah, umur 18 tahun; Rahmad Fausi, umur 14
tahun; Hendra, umur 12 tahun; dan Hendri, umur 12 tahun.
Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim
Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal sebagai
berikut : Sesuai dengan dalil Pemohon yang menyebutkan bahwa
sejak Agustus 2013 ketentraman rumah tangga Pemohon dengan
Termohon tidak harmonis dan sering terjadi pertengkaran dan
percekcokan disebabkan karena Termohon merasa kurang atas
nafkah yang diberikan oleh Pemohon, kemudian sejak September
2013 antara Pemohon dengan Termohon pisah ranjang, juga
dikuatkan dengan keterangan para saksi dari Pemohon.
Selain itu, hakim juga menimbang bahwa selama proses
persidangan Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan, baik
secara langsung setiap kali persidangan maupun melalui mediasi
agar Pemohon rukun kembali dengan Termohon, akan tetapi tidak
berhasil. Termohon juga hanya datang menghadap pada
persidangan pertama, dan setelah mediasi tersebut Termohon tidak
lagi menghadap maupun menyuruh orang lain sebagai
wakil/kuasanya untuk menghadap dipersidangan, oleh karenanya
pemeriksaan dan putusan atas perkara a quo dijatuhkan diluar
132
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
hadirnya Termohon. Meski telah diberi kesempatan yang cukup,
Termohon tidak mengajukan jawaban, bahkan tidak lagi
menghadiri persidangan. Maka secara hukum, Termohon dianggap
telah mengakui kebenaran dalil Pemohon, dengan demikian dalildalil Pemohon tersebut menjadi fakta yang tetap.
Sejak awal perselisihan dan pertengkaran sampai tahap akhir
persidangan ternyata Pemohon dengan Termohon tidak pernah
berhubungan sebagai suami istri dan hidup berpisah, apalagi
Pemohon dan Termohon tidak saling berusaha untuk kumpul
sebagai suami isteri meskipun para keluarga telah berusaha untuk
mengumpulkan kembali Pemohon dengan Termohon. Namun,
Pemohon tetap berkeinginan untuk menceraikan Termohon, hal
ini telah membuktikan bahwa pernikahan antara Pemohon dengan
Termohon telah tidak rukun dan berlangsung secara terus
menerus. Kemudian, Majelis Hakim dan pihak keluarga tidak
berhasil mendamaikan dan merukunkan Pemohon dengan
Termohon, dan Pemohon menyatakan tetap pada permohonannya,
hal tersebut menunjukkan bahwa antara Pemohon dengan
Termohon tidak ada harapan lagi akan hidup rukun dalam rumah
tangga.
Sedangkan dasar hukum Majelis Hakim adalah Pemohon
telah dapat membuktikan dalil permohonannya, dan permohonan
perceraian Pemohon telah mempunyai cukup alasan serta
memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam ditambah segala ketentuan hukum syara‟ dan
peraturan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan
perkara ini.
Putusan Pengadilan Agama Bangkalan
Dengan menimbang berbagai hal yang sudah dijelaskan di
atas dan berbagai pertimbangan lainnya, Majelis Hakim PA
Bangkalan yang terdiri dari Drs. Slamet Bisri, Drs. H. Husni
Mubarak dan Drs. H. Musthofa Zahron, dan dibantu oleh Embay
Baitunah, S.Ag sebagai Panitera Pengganti memutuskan empat hal,
diantaranya adalah :
1. Mengabulkan semua permohonan pemohon
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
133
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
2. Mengizinkan Pemohon untuk menjatuhkan talak kepada
termohon dihadapan majelis hakim PA Bangkalan
3. Memerintahkan Panitera Pengganti untuk mengirim salinan
penetapan Ikrar Talak kepada Pegawai Pencatat Nikah di
Kantor Urusan Agama Kecamatan Bangkalan, Kabupaten
Bangkalan dan Kantor Urusan Agama di Kecamatan
Pamekasan, Kabupaten Pamekasan.
4. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 341.000,-(Tiga ratus empat puluh satu ribu
rupiah).
Deskripsi Perkara dalam Putusan PTA Surabaya
Perkara yang penulis analisis adalah putusan PTA Surabaya
dengan nomor 0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby yang disidangkan oleh
majelis hakim berikut : Drs. H.M. Djamhuri Ramadhan, S.H.,
selaku Ketua Majelis; Dr.H.M. Sutomo, SH., MH. dan Drs H.A.
Choiri, S.H., M.H. masing - masing selaku Hakim Anggota.
Perkara ini terjadi antara dua pihak, yakni suami isteri. Pemohon
adalah suami sah dari Termohon yang telah menikah pada tanggal
19 Februari 1993. Pemohon adalah seorang duda yang memiliki 7
orang anak perempuan hasil pernikahan sah dengan kakak
kandung Termohon bernama, Sri Maryam. Sedangkan Termohon
sebelum menikah adalah seorang perawan. Lalu menikah dengan
Terbanding dikaruniai anak sejumlah 4 orang. Jadi, total anak
pasangan ini adalah 11 orang anak.
Pada awalnya rumah tangga Pemohon/Terbanding dengan
Termohon/ Pembanding rukun dan harmonis, namun kurang
lebih sejak bulan Agustus 2013 ketenteraman rumah tangga
Pemohon/Terbanding dengan Termohon/Pembanding mulai
tidak harmonis dan sering terjadi pertengkaran dan percekcokan,
disebabkan Termohon/Pembanding merasa kurang atas nafkah
wajib yang diberikan oleh Pemohon/ Terbanding. Puncak
keretakan hubungan tersebut terjadi kurang lebih pada bulan
September 2013, yang akibatnya Pemohon/Terbanding dan
Termohon/Pembanding pisah ranjang selama dua hari, dan selama
itu antara Pemohon/Terbanding tidak ada lagi hubungan baik lahir
maupun batin.
134
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
Pengadilan tingkat pertama telah berusaha mendamaikan
baik secara langsung maupun melalui proses mediasi sesuai dengan
ketentuan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009, Pasal 130 HIR dan Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, namun usaha perdamaian tersebut
tidak berhasil.
Lalu, berdasarkan berita acara sidang tanggal 06 November
2013 para saksi yang diajukan oleh Pemohon/Terbanding
menerangkan di bawah sumpah bahwa keluarga tersebut sering
terjadi pertengkaran karena masalah ekonomi. Namun, kesaksian
para saksi tersebut tidak sesuai dengan dalil Pemohon/Terbanding
yang mendalilkan bahwa perselisihan dan pertengkarannya dengan
Termohon/Pembanding baru terjadi pada bulan Agustus 2013 dan
puncaknya terjadi pada bulan September 2013 yang berakibat pisah
ranjang 2 (dua) hari. Dalam hal ini para saksi tidak menerangkan
dari mana saksi mengetahui bahwa selama berumah tangga
Pemohon/Terbanding dengan Termohon/Pembanding sering
terjadi pertengkaran, padahal Pemohon/Terbanding menyatakan
bahwa semula rumah tangganya rukun dan harmonis dan baru
terjadi pertengkaran pada bulan Agustus 2013, kemudian terjadi
pisah ranjang 2 (dua) hari dan selanjutnya Pemohon/Terbanding
mengajukan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama pada
tanggal 10 September 2013.
Setelah melalui proses beberapa kali persidangan, akhirnya
dikeluarkanlah sebuah putusan Pengadilan Agama Bangkalan
Nomor 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl. tanggal 06 November 2013.
Putusan ini verstek karena Termohon hanya hadir sekali dan di
persidangan awal saja.
Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka Pengadilan
tingkat banding berpendapat para saksi yang diajukan oleh
Pemohon/Terbanding tersebut tidak memenuhi syarat materiel
sebagaimana ketentuan Pasal 171 ayat (1) HIR yang berbunyi :
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
135
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
“Tiap-tiap kesaksian harus berisi segala sebab pengetahuan” Jo.
Pasal 1907 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : “Tiap kesaksian
harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui
kesaksiannya itu” dan dengan demikian maka segala kesaksiannya
tidak sah sebagai alat bukti. Dengan demikian maka dalil
Pemohon/Terbanding
yang
tidak
dibantah
oleh
Termohon/Pembanding harus dinyatakan benar.
Pengadilan
tingkat
banding
sependapat
dengan
pertimbangan
Pengadilan
tingkat
pertama
bahwa
Pemohon/Terbanding
telah
dapat
membuktikan
dalil
permohonannya, namun Pengadilan tingkat banding tidak
sependapat dengan pertimbangan bahwa permohonan perceraian
Pemohon/Terbanding telah mempunyai cukup alasan serta
memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam.
Berdasarkan riwayat rumah tangga Pemohon/Terbanding
dengan Termohon/Pembanding yang sudah berjalan selama 20
(dua puluh) tahun dan mempunyai anak sebanyak 11 Orang secara
bersama-sama, dan beberapa bulan saja terjadi perselisihan
tersebut, maka Pengadilan tingkat banding berpendapat bahwa
alasan permohonan Pemohon/Terbanding belum memenuhi
syarat sebagaimana ketentuan Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam dan Pengadilan tingkat banding berpendapat bahwa
perselisihan selama kurang lebih 1 (satu) bulan pada sekitar bulan
Agustus 2013 sampai dengan tanggal 10 September 2013 saat
Pemohon/Terbanding mengajukan permohonannya ke Pengadilan
Agama yang berakibat pisah ranjang selama 2 (dua) hari tidak bisa
dikategorikan sebagai perselisihan dan pertengkaran secara terus
menerus.
Dengan
demikian
maka
permohonan
Pemohon/Terbanding untuk menjatuhkan talak satu raj‟i terhadap
Termohon/Pembanding harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Perkara ini jika dikaitkan dengan permasalahan syiqa>q,
masih ada kemungkinan untuk berdamai, dimana kedua belah
pihak memiliki iktikad baik untuk kembali membangun rumah
136
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
tangga yang lebih baik, terutama si istri yang awalnya dianggap
tidak terima nafkah dan menjadi sumber pertengkaran, ternyata
malah menolak untuk bercerai. Kemaslahatan dan perdamaian
harus lebih diutamakan. Pada saat ada dua madharat yang muncul
dalam satu masalah. Maka madharat yang lebih sedikit atau lebih
kecil yang harus diambil. Jadi, ketika perkawinan ini dilanjutkan,
akan ada pertengkaran lanjutan dimana kedua belah pihak masih
memungkinkan untuk berdamai, apalagi ada iktikad baik dari si
istri. Lalu, ketika perkawinan ini harus dibubarkan melalui
perceraian, maka madharat yang datang adalah terpisahnya suatu
keluarga dengan anggota keluarga yang sangat besar, ditambah tali
silaturahmi antara dua keluarga, antar anggota keluarga dan
beberapa pihak terputus. Belum lagi masalah harta, nafkah iddah,
psikologis anak, hak asuh anak, dan lain sebagainya.
Putusan Pengadilan
Setelah majelis hakim melihat berbagai pertimbangan yang
ada, berdiskusi dan juga mengingat segala peraturan perundangundangan yang berlaku dan hukum syara‟/ Hukum Islam yang
berkaitan dengan perkara ini, maka majelis hakim memutuskan
bahwa permohonan banding Pembanding dapat diterima dan
Membatalkan Putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor
0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl tanggal 06 November 2013 Miladiyah,
bertepatan dengan tanggal 02 Muharram 1435 Hijriyah.
Pada intinya, talak ba‟in sugra Pemohon/Terbanding tidak
jadi jatuh pada Termohon/Pembanding karena dianggap belum
memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam tentang alasan perceraian dan ketentuan
Pasal 171 ayat (1) HIR Jo. Pasal 1907 ayat (1) KUH Perdata
tentang kesaksian.
Alasan-Alasan Yuridis Hakim PTA Surabaya membatalkan
putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor :
0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl
Perkawinan yang di dalamnya dibangun oleh rasa cinta dan
kasih sayang, apabila diterpa oleh suatu masalah, baik yang
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
137
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
berhubungan dengan perkara keduniawian maupun akhirat, maka
harus ada dialog. Dialog yang terjadi akan membentuk pola-pola
yang mampu untuk memunculkan suatu solusi. Berbeda ketika
cinta dan kasih sayang dalam keluarga tersebut telah sirna,
ditambah ada pengingkaran dari salah satu pihak, maka lain lagi
akibatnya.
Ketika suatu masalah tidak bisa diselesaikan, rasa cinta sudah
menghilang dan tiada lagi kasih sayang antara suami istri, maka
Islam memberi jalan keluar dan ini adalah opsi terakhir, yakni
Perceraian. Sebagai perkara halal yang paling dibenci oleh Allah
SWT., perceraian tidak boleh sembarangan dilakukan.
Dalam Islam sudah disebutkan bahwa seorang lelaki harus
menikahi, menggauli dan menceraikan istri mereka dengan caracara yang baik dan patut. Hal ini sesuai beberapa ayat Qur‟an, salah
satunya adalah ayat al-Qur‟an yang artinya :
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik...” (QS. AlBaqarah : 229)
Pada perkara perceraian nomor : 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl
semestinya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, karena
sesuatu hal dan terlalu gegabah, permohonan cerai tersebut sempat
disetujui oleh Pengadilan Agama Bangkalan yang akhirnya
dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, dimana ada
dua alasan yuridis yang menjadi dasar dan pertimbangan dari PTA
Surabaya.
Perkara nomor 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl yang diputus oleh
majelis hakim Pengadilan Agama Bangkalan ini dibatalkan oleh
putusan PTA Surabaya nomor 0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby karena
ada dua dasar hukum atau yang dianggap majelis hakim PTA
Kurang tepat pertimbangan yang kurang tepat.
Dua hal tersebut adalah mengenai persaksian para saksi dan
juga mengenai alasan perceraian yang tercantum dalam ketentuan
pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam tentang
perselisihan dan pertengkaran antara suami istri sebagai alasan
bercerai.
138
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
Pertimbangan pertama mengenai keterangan saksi memang
tidak bisa dibantah secara yuridis karena dalam kesaksiannya di
persidangan, para saksi tidak menyebutkan dari mana mereka
mengerti permasalahan yang dihadapi pemohon dan termohon.
Hal ini jelas sudah tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 171 ayat (1)
HIR yang berisi “tiap-tiap kesaksian harus berisi segala sebab
pengetahuannya” dan Pasal 1907 ayat (1) KUH Perdata yang
berbunyi “setiap kesaksi harus diberi keterangan tentang
bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya”.
Sedangkan untuk alasan kedua masih menjadi perdebatan,
yaitu tentang ketentuan pada pasal 39 ayat (2) Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam mengenai alasan perceraian yang berupa
perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, dimana dalam
ketentuan tersebut tidak diperinci lagi. Pasal ini juga sangat
multitafsir, sering terjadi divernsial antar hakim di pengadilan
bahkan juga antara pengadilan tingkat pertama dan tingkat
banding. Namun, setidaknya dua pertimbangan tersebut menjadi
alasan hakim PTA Surabaya membatalkan putusan PA Bangkalan
nomor 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl.
Jadi secara Yuridis, Pembatalan yang dilakukan hakim PTA
Surabaya
terhadap
putusan
PA
Bangkalan
nomor
0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl tidak ada masalah karena alasan dan
dasar pertimbangan hakim membatalkan putusan pengadilan
tingkat di bawahnya sudah sesuai dengan prosedur undang-undang
berserta peraturan penjelas. Semua sudah diatur dalam Kitab
Undang-undang Acara Perdata, UU Peradilan Agama, Kekuasaan
Kehakiman beserta undang-undang dan yurisprudensi terkait
masalah perdata Islam.
Analisis Hukum Islam Terhadap Pembatalan Putusan PA
Bangkalan Nomor: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh Putusan
PTA Surabaya Nomor: 0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby
Faktanya, dalam perkara nomor : 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl
terjadi suatu perselisihan antara suami istri karena masalah
ekonomi. Namun, hal ini hanya sepihak dinyatakan oleh pihak
suami. Suami merasa sudah tidak nyaman lagi karena si istri selalu
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
139
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
protes terhadap nafkah yang diberikan. Akhirnya terjadi
perdebatan diantara keduanya selama hampir satu bulan (bulan
agustus 2013). Terakhir, pasangan yang sudah menikah selama 20
tahun lebih ini pisah ranjang selama dua hari. Setelah itu, si suami
mendaftarkan permohonan perceraian ke PA Bangkalan. Oleh PA
Bangkalan, permohonan tersebut disetujui dikarenakan verstek
(termohon hanya hadir sekali), saksi yang dihadirkan juga dianggap
sudah memenuhi peraturan.
Setelah beberapa hari, pihak termohon (istri) mengajukan
banding ke PTA Surabaya. Setelah memeriksa dan menganalisis
berkas dari PA Bangkalan, majelis hakim PTA Surabaya
menganggap putusan tersebut cacat hukum karena persaksian
belum memenuhi ketentuan Pasal 171 ayat (1) HIR dan Pasal 1907
ayat (1) KUH Perdata dan ketentuan pada pasal 39 ayat (2)
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal
19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal
116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam mengenai alasan perceraian
yang berupa perselisihan dan pertengkaran terus-menerus.
Perselisihan dan Pertengkaran ini lah yang akan penulis
bahas. Hakim melihat hal tersebut dengan dua hal, yaitu :
kronologi alasan terjadinya perselisihan dan logika tentang lamanya
perkawinan beserta akibat yang akan timbul dari dua kemungkinan.
Dalam Islam, perselisihan dan pertengkaran antara suami
istri memang tidak diatur secara rinci. Namun, kata yang mewakili
persilihan tersebut tercantum dalam Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 35
yang artinya:
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS AnNisa : 35)
Akhirnya, para ulama merumuskan syiqaq sebagai suatu
permasalahan yang timbul akibat perselisihan antara suami istri.
Syiqaq dalam Hukum Islam dan perselisihan yang terjadi dalam
perkara nomor : 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl memang sangat mirip.
Namun hakim memandang sesuatu yang terjadi sebelum adanya
140
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
syiqaq diantara keduanya. Di dalam permohonannya, suami
menyatakan bahwa istri selalu marah-marah karena nafkah yang
diberikan suami terasa kurang. Jika ditinjau dengan analisis fiqh,
apa yang dialami oleh suami istri ini adalah nusyuz. Si istri
mencoba melawan dan protes terhadap keadaan yang menimpa si
suami. Seharusnya, suami melakukan cara-cara yang sudah
dianjurkan oleh Al-Qur‟an yang berbunyi :
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya maka nasihatilah
mereka, dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencaricari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha tinggi lagi
Maha besar”. (QS. An-Nisa‟ : 34)
Tetapi dalam kenyataannya suami tidak berusaha menasehati,
pisah ranjang juga baru dua hari dan belum melakukan langkah
yang ketiga. Padahal perkawinan yang mereka jalani sudah hampir
20 tahun dengan merawat 11 anak selama puluhan tahun. Hakim
memandang suami tidak sabar menghadapi si istri. Walaupun
akhirnya si istri menyadarinya setelah hakim PA Bangkalan
menyetujui permohonan talak si suami.
Hakim PTA Surabaya akhirnya membatalkan putusan PA
Bangkalan tersebut karena memandang si istri sudah menyadari
perilakunya dan tidak ingin bercerai dengan suami yang sudah
menikahinya selama puluhan tahun itu. Selain itu, hakim
mempertimbangkan madharat yang akan dialami keluarga yang telah
memiliki 11 orang anak ini. Tali silaturrahmi antar dua keluarga
akan terputus, bisa menimbulkan permusuhan di dalam masyarakat
dan tentunya psikologis anak akan tertekan.
Jika dipandang dengan konsep Maqashid Syari’ah, maka hal
ini masuk pada kategori hifdz nasl, yang jika tetap dilakukan
perceraian akan berdampak buruk pada anak-anak. Keluarga yang
sudah lama hidup bersama ini sebaiknya tidak tercerai berai hanya
karena masalah remeh, apalagi masalah ekonomi bisa diatasi
dengan saling bahu membahu. Pada realitanya, kondisi di zaman
saat ini satu keluarga tidak bisa memasrahkan nafkah hanya dari
satu penghasilan suami saja. Setidaknya ada dua orang yang bekerja
mencari nafkah untuk keluarga. Entah itu suami dan istri atau
bapak dan anak laki-laki. Sebab, suami dalam perkara nomor
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
141
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl ini sehari-hari juga sudah bekerja
memenuhi kebutuhan keluarga.
Keputusan hakim PTA Surabaya ini juga sesuai dengan
kaidah fiqhiyah yang berbunyi : “jika bertabrakan antara mudharat
satu dengan yang lainya maka diambil mudharat yang paling kecil
dan ringan”.
Ketika keluarga ini berselisih antara suami dan istri karena
alasan ekonomi saja tanpa ada yang melakukan nusyuz yang berat,
maka akan ada dua pilihan yang dimasing-masing pilihan tersebut
ada konsekuensi serta madaharat yang timbul. Maka dari itu,
kemungkinan atau pilihan yang lebih kecil resikonya yang harus
dipilih.
Pilihan yang pertama adalah dilakukannya perceraian. Jika
perceraian adalah jalan yang diambil oleh keduanya dan hakim
menyetujuinya, kemungkinan madharat yang timbul adalah keluarga
suami dan keluarga dari pihak istri akan bermusuhan, dan antara
dua keluarga besar tersebut akan terputus tali silaturrahmi. Padahal
memutus tali silaturrahmi adalah sesuatu yang diharamkan.
Madharat lain yang akan timbul adalah keadaan keluarga yang
berantakan dan tercerai-berai ini memaksa anak-anak untuk
memilih salah satu orang tua asuh. Meski ibu adalah yang paling
berhak mendapatkan hak asuh anak karena dianggap mumpuni
serta pantas, belum tentu ibu bisa mengambil alih peran seorang
bapak, begitupun sebaliknya. Kondisi psikologis anak akan
tertekan dari internal keluarga. Belum lagi, ketika para temanteman sebaya atau teman sepermainan mereka mengolok-olok,
pasti akan lebih berbahaya lagi.
Sedangkan untuk pilihan yang kedua adalah memberikan
kesempatan bagi keduanya untuk berpikir lebih lanjut,
mengusahakan perdamaian dan jalan dialog. Memaksa kepada
bapak dan ibu dari sebelas anak ini untuk berpikir kembali tentang
apa yang sedang dilakukan. Kedewasaan sesorang memang tidak
bisa dilihat dari usia. Akan tetapi, pemaksaan yang dilakukan demi
kebaikan ini sangatlah perlu.
Hakim memang mengetahui apa yang akan terjadi jika suami
istri yang sudah berselisih hampir satu bulan ini tetap disatukan.
Namun, kesempatan yang lebih lama dan lebih luas perlu untuk
142
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
diberikan kepada mereka. Apalagi, si istri terlihat sudah menyadari
kemungkinan-kemungkinan yang lebih buruk apabila dia bercerai
dengan si suami. Istri memandang akan lebih buruk lagi daripada
hanya sekedar nafkah untuk hidup sehari-hari kurang.
Jadi, dua alasan sosiologis dan logika dari majelis Hakim
PTA Surabaya yang dipimpin oleh Drs H.M DJAMHURI
RAMADHAN, S.H. ini sangatlah tepat serta sesuai dengan hukum
Islam yang berlaku secara umum.
Dua alasan yang dipakai oleh hakim PTA Surabaya adalah
lamanya perkawinan antara suami dan istri yang sudah berlangsung
hampir 20 tahun. Jelas kiranya tidak ditentukan oleh perselesihan
dan pertengkaran yang baru sekali terjadi. Apalagi perselihan dan
pertengkaran yang terjadi kurang dari satu bulan ditambah pisah
ranjang selama dua hari.
Hal inilah yang dianggap hakim PTA Surabaya belum
memenuhi ketentuan pada Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam tentang alasan perceraian yang disebabkan oleh perselisihan
dan pertengkaran terus-menerus yang sudah tidak ada lagi
kemungkinan hidup bersama.
Padahal si suami merasa dibebani oleh si istri masalah
nafkah. Sedangkan, si istri tidak mau diceraikan suami baik secara
langsung maupun melalui mekanisme persidangan di pengadilan
agama. Buktinya, si istri mengajukan banding pada masa kurang
dari 14 hari kerja sebagai kesempatan untuk mengoreksi keputusan
hakim PA Bangkalan. Hal tersebut menunjukkan bahwa istri yang
hanya hadir sekali pada persidangan tingkat pertama sudah
menyadari dengan apa yang dilakukan.
Alasan lain dari Hakim PTA Surabaya untuk menganulir
keputusan PA Bangkalan nomor 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl itu
adalah alasan sosiologis dan psikologis demi kemaslahatan bersama
meskipun ada sedikit resiko yang harus diterima oleh pihak
keluarga pemohon maupun termohon. Setidaknya, kondisi sosial
masyarakat di daerah para pihak yang ada dalam perkara nomor
0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl ini tidak ditambahi satu masalah sosial
lagi. Juga dampak bagi anak-anak mengenai psikologi maupun
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
143
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
aspek yang lain seperti ekonomi, ikatan emosional dengan orang
tua serta perilaku atau lingkungannya tidak bertambah buruk lagi.
Penutup
Secara Hukum Islam, putusan PTA Surabaya dalam perkara
nomor 0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby bisa dihadapkan pada tiga
dasar pertimbangan yang diakui oleh para ulama‟ maupun fuqaha‟.
Pertama, menurut Qur‟an dan Hadits. Apa yang dilakukan oleh
hakim adalah sudah sesuai Qur‟an Hadits. Kemudian menurut
maqasid al-syariah dari perkawinan serta perceraian, juga sangat
sesuai. Terakhir, tentang maslahah yang akan muncul dari dua
kemungkinan (melanjutkan perkawinan atau bercerai), maka
madharat yang datang memang lebih besar jika suami istri ini
bercerai.
Perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebagai alasan
perceraian, dalam hukum Islam bisa dikaitkan dengan syiqaq dan
nusyuz. Di mana nusyuz oleh istri maupun oleh suami. Jika
keduanya tetap berseteru, maka bisa masuk pada masalah syiqa>q.
Jika salah satu pihak mengingkari kewajibannya, maka masuk pada
perkara nusyuz.
Pertengkaran dan perselisihan dalam keluarga memang
sering ditemui, tetapi yang memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2)
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal
19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal
116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam sulit diidentifikasi karena
perlu penafsiran. Maka dari i\tu, hakim harus benar-benar jeli dan
mempertimbangkan kemaslahatan putusannya bagi para pihak
dalam berperkara, terutama yang berkaitan dengan pasal-pasal di
atas.
Untuk para keluarga agar tidak menyalahgunakan ketentuan
pasal-pasal tersebut untuk berpisah/bercerai satu sama lain, apalagi
untuk mempermainkan pernikahan. Pasal ini paling sering dipakai
oleh para pemohon cerai maupun penggugat cerai. Lebih baik,
para suami istri saling terbuka untuk mengungkapkan masalahmasalah yang dihadapi agar bisa terselesaikan.
144
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
Ali Ibrahim: Pembatalan Putusan...
Daftar Pustaka
Abdullah bin Sa‟id Muhammad „Abbadi. Idhaah al-Qawaid alFiqhiyah. Surabaya. Al-Hidayah. 1410 H.
Abu Adillah bin Muhammad Qurthubi (al). Jami’ ahkami Qur’an.
Beirut: Dar Al-Fikr.
Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia.
Surabaya : Pustaka Progressif. 1997.
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta:
Kencana. 2007.
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Surabaya :
Penerbit Mahkota. 2001.
Kamal Mukhtar. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta
: Bulan Bintang. 2004.
M. Djamhuri Ramadhan. Wawancara. Surabaya. 12 Januari 2016.
Salinan
Putusan
PA
Bangkalan
nomor
:
0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl.
Salinan
Putusan
PTA
Surabaya
nomor:
0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby.
Slamet dan Aminuddin Abidin. Fiqh Munakahat. Bandung: CV.
Pustaka Setia. 1999.
Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Liberty. 1999.
Syaibani (al). Musnad Al-Imam Ahmad Ibn Hambal. Al-Maktabah AlSyamilah
Syaikh Mahmud Mashri (al). Perkawianan Idaman. Jakarta: Qisthi
Press. 2010.
Syatibi (al). al-Muwafaqat fi Ushul al-Syar'iyyah. Beirut: Dar al-Kutub
al-'Ilmiyah. 2005.
Syaukani (al). Irsyad al-Fuhul Ila Tahqiq Min Ilm al-Ushul. Beirut: Dar
al-Fikr. t.th
Wahbah Zuhaili. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Damaskus: Dar
Al-Fikr. tt.
Yusuf Chudrori. Baity Jannaty; Membangun Keluarga Sakinah.
Surabaya: Khalista. 2009.
AL-HUKAMA
The Indonesian Journal of Islamic Family Law
Volume 07, Nomor 01, Juni 2017
145
Download