KEBIJAKAN STIMULUS FISKAL UNTUK INFRASTRUKTUR DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum A. Latar Belakang Krisis keuangan global yang sedang melanda dunia masih belum mereda pada awal tahun 2009 ini, bahkan ada yang meyakini dampaknya akan makin terasa sampai pertengahan tahun. Krisis keuangan ini menjadi ancaman bagi pemerintah Indonesia yang pada tahun 2009 ini menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5%. Selain Indonesia, banyak negara telah terkena imbas dari krisis keuangan global ini dan berbagai cara telah ditempuh untuk keluar dari krisis atau setidaknya bisa tetap survive antara lain melalui kebijakan bailout dan stimulus ekonomi. Stimulus ekonomi sendiri diwujudkan dalam bentuk stimulus moneter dan stimulus fiskal. Di Indonesia, stimulus moneter telah dilakukan dimana Bank Indonesia (BI) telah menurunkan bunga acuan dari 9,25% menjadi 8,75%. Hal ini merupakan stimulus moneter yang memang sudah lama ditunggu karena banyak negara sudah menurunkan bunga acuan untuk membangkitkan kembali perekonomian mereka yang terpuruk. Pada awal tahun 2009 ini, Pemerintah juga telah mengambil kebijakan untuk mengeluarkan stimulus fiskal dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp.71,3 triliun. Kebijakan stimulus fiskal ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, memperkuat daya tahan dunia usaha, dan mengatasi dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui pembangunan infrastruktur padat karya, sehingga dapat mengurangi dampak krisis global.1 Untuk mencapai tujuan tersebut, stimulus fiskal antara lain diberikan dalam bentuk stimulus belanja infrastruktur, subsidi, dan penjaminan kredit usaha rakyat (selanjutnya disebut stimulus infrastruktur) sebesar Rp12,2 triliun, yang akan diarahkan pada kegiatan-kegiatan padat karya pada beberapa kementerian dan lembaga. Penyaluran dana stimulus infrastruktur oleh Pemerintah ke daerah tidak akan dilakukan melalui mekanisme dana alokasi khusus (DAK), tapi akan dilakukan melalui mekanisme dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Langkah ini ditempuh agar program stimulus infrastruktur tersebut dapat terealisasi mulai bulan April 2009 tanpa harus menunggu perubahan/revisi APBD sebagaimana disyaratkan apabila stimulus infrastruktur akan disalurkan ke daerah sebagai DAK. 1 http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/siaranpers/siaranpdf%5CStimulus%202009.pdf Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum 1 Sehubungan dengan rencana penyaluran dana stimulus tersebut, beberapa media massa yang terbit pada tanggal 24 Maret 2009 memberitakan bahwa Pemerintah menunggu persetujuan tertulis dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait pencairan dana stimulus yang akan digunakan untuk membiayai proyek yang menjadi urusan pemerintah daerah. Atas beberapa pemberitaan tersebut, Plt. Kepala Biro Humas dan Luar Negeri BPK telah menyatakan bahwa BPK tidak memiliki kapasitas menyetujui kebijakan Pemerintah dan DPR dalam masalah pencairan dana stimulus karena bukan lembaga eksekutif dan legislatif. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang perlu dianalisa secara hukum yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah mekanisme penyaluran dana stimulus fiskal untuk belanja infrastruktur? 2. Bagaimana posisi BPK terkait penetapan kebijakan penyaluran dana stimulus fiskal untuk belanja infrastruktur? C. Bentuk dan Mekanisme Penyaluran Dana Stimulus Infrastruktur Pelaksanaan stimulus infrastruktur untuk tahun 2009 memiliki tujuan agar secepat mungkin Indonesia mampu untuk menahan atau setidaknya meminimalisasi dampak dari krisis finansial global. Dana stimulus tersebut diarahkan pada sektor-sektor yang secara langsung berimbas pada perekonomian masyarakat, dalam hal ini Pemerintah menetapkan bahwa bentuk pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur dalam rangka stimulus fiskal adalah dekonsentrasi/tugas pembantuan, dan setiap lembaga/kementerian bertanggung jawab atas dana stimulus fiskal tersebut Berikut akan diuraikan lebih lanjut mengenai kebijakan stimulus fiskal infrastruktur yang ditetapkan Pemerintah. 1. Alokasi Peruntukkan Dana stimulus fiskal yang dialokasikan melalui Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga dan Bagian Anggaran Pembiayaan Perhitungan berupa belanja infrastruktur, subsidi, dan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) adalah sebesar Rp. 12,2 triliun dengan rincian sebagai berikut:2 a. Departemen Pekerjaan Umum sebesar Rp.6,6 triliun, yang diperuntukkan bagi: 2 Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-883/MK.02/2009. Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum 2 1) penanganan bencana banjir (termasuk Bengawan Solo); 2) perluasan jaringan distribusi dan pembangunan instalasi pengelolaan air minum; 3) percepatan penyelesaian infrastruktur lanjutan; 4) jalan inspeksi dan irigasi sentra produksi tambak; 5) rehabilitasi jaringan irigasi dalam rangka ketahanan pangan; 6) jalan, jembatan, dan irigasi; 7) pengembangan infrastruktur pemukiman; dan 8) subsidi bunga untuk air bersih. b. Departemen Perhubungan sebesar Rp.2,198 triliun yang diperuntukkan bagi: 1) pembangunan dan rehabilitasi jaringan kereta api; 2) revitalisasi/reaktivasi kereta api; 3) perpanjangan runway dan rehabilitasi bandara; 4) bandara; 5) pembangunan dan rehabilitasi pelabuhan dan dermaga penyeberangan; 6) pelabuhan laut dan penyeberangan; dan 7) perhubungan darat. c. Departemen ESDM sebesar Rp.500 miliar yang diperuntukkan bagi: 1) pembangunan transmisi, jaringan, dan gardu induk; 2) desa mandiri energi (Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi). d. Kementerian Perumahan Rakyat sebesar Rp.400 miliar untuk pembangunan 40 twin block Rusunawa untuk TNI, POLRI, pekerja dan mahasiswa; e. Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar Rp.100 miliar untuk pembangunan infrastruktur perumahan khusus (nelayan, daerah perbatasan, dan pulau-pulau kecil); f. Departemen Pertanian sebesar Rp.650 miliar untuk pembangunan dan rehabilitasi jalan produksi sentra produksi perkebunan, peternakan, dan tanaman pangan dan irigasi di beberapa kabupaten; g. Kementerian Negeri Koperasi dan UKM sebesar Rp.100 miliar untuk pembangunan pasar untuk pembinaan Pedagang Kaki Lima/Usaha Mikro dan kecil; h. Departemen Perdagangan Rp.215 miliar untuk pembangunan pasar tradisional di beberapa kabupaten/kota, dan Rp.120 miliar untuk revitalisasi serta rehabilitasi gudang komoditas primer di daerah sentra produksi pangan; Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum 3 i. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rp.300 miliar untuk pelatihan keterampilan dan peningkatan saranan dan prasarana bidang ketenagakerjaan; j. Departemen Kesehatan mendapat Rp.150 miliar untuk pembangunan World Class Hospital RSCM (lanjutan), dan Rp.350 miliar untuk subsidi obat generik; k. PMN (Penyertaan Modal Negara) Rp.500 miliar kepada Askrindo dan Jamkrindo dalam rangka penambahan dana penjamin untuk kredit usaha rakyat. 2. Penyaluran Dana Stimulus Infrastruktur Untuk mengimplementasikan program stimulus infrastruktur tersebut, berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-883/MK.02/2009 tentang Perubahan atas Surat Edaran Nomor 812/MK.02/2009 tentang Tambahan Belanja Infrastruktur, Subsidi, dan Penjaminan Untuk Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Stimulus Fiskal 2009, kepada Kementerian/Lembaga yang terkait dengan pelaksanaan program stimulus tersebut diminta untuk menyiapkan langkah-langkah penyelesaian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) sebagai berikut: a. Menyiapkan rincian/detail alokasi belanja menurut unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja dan mendapatkan persetujuan Panitia Anggaran DPR selambat-lambatnya tanggal 11 Maret; b. Menyiapkan dan menyampaikan RKA-KL dan data pendukung (TOR, RAB dan data pendukung lainnya) stimulus fiskal kepada Menteri Keuangan cq. Direktorat Jenderal Anggaran, serta melakukan penalaahan RKA-KL dan penetapan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) selambat-lambatnya tanggal 18 Maret 2009. c. RKA-KL stimulus fiskal agar dibuat tersendiri/terpisah dari RKS-KL/DIPA Kementerian/Lembaga yang sudah ada.3 Berdasarkan ketentuan tersebut, alokasi anggaran dana stimulus infrastruktur dan penetapan proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang akan dilaksanakan adalah di tingkat pusat, dalam hal berada di bawah pertanggungjawaban lembaga/kementerian yang telah ditetapkan. Selanjutnya, dana yang telah dianggarkan pada anggaran Lembaga/Kementerian tersebut akan dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang pelaksanaannya didelegasikan ke daerah, dalam hal ini dana stimulus akan disalurkan dalam bentuk dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan. 3 Hal ini dilakukan karena pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan stimulus fiskal APBN 2009 akan dilaporkan dalam LKPP 2009 dalam bentuk laporan yang terpisah. Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum 4 Pemilihan mekanisme penyaluran dengan menggunakan mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan itu sendiri, sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Keuangan, adalah karena adanya beberapa program stimulus yang peruntukan sebenarnya adalah untuk daerah namun apabila anggarannya diberikan ke daerah maka harus melalui mekanisme dana alokasi khusus (DAK), dimana untuk memasukkan ke DAK harus ada revisi APBD, yang baru dilakukan bulan Agustus nanti, sehingga pelaksanaan stimulus fiskal tidak bisa dilaksanakan pada bulan April.4 Secara singkat, berikut akan diuraikan mengenai mekanisme DAK dan mekanisme dana dekonsentrasi serta dana tugas pembantuan, yang dipilih Pemerintah dalam rangka penyaluran stimulus infrastruktur. a. Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Transfer dana dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah melalui mekanisme DAK ini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui sistem desentralisasi, dimana penganggaran DAK ini di daerah dilakukan melalui mekanisme APBD, termasuk penyediaan dana pendamping sebesar 10% dari nilai DAK yang diterima untuk mendanai kegiatan fisik, kecuali untuk daerah dengan keadaan keuangan tertentu.5 Berkenaan dengan penyalurannya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 04 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, DAK tidak dapat disalurkan sekaligus, tapi harus dilakukan secara bertahap berdasarkan laporan penyerapan DAK. b. Dana Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur selaku wakil pemerintah. 4 http://www.depkominfo.go.id/2009/03/26/penggunaan-dana-stimulus-fiskal-telah-dikonsultasikan-dengan-bpk/ Daerah yang tidak diwajibkan untuk menyediakan dana pendamping adalah daerah yang selisih antara penerimaan umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan 0 (nol) atau negatif. 5 Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum 5 Dana Dekonsentrasi merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditetapkan Gubernur. Dalam pelaksanaan dekonsentrasi, Gubernur wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana dekonsentrasi kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Gubernur tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian dana dekonsentrasi. c. Tugas Pembantuan Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Dana Tugas Pembantuan merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota. Dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan, Kepala Daerah wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana Tugas Pembantuan kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Kepala Daerah tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian Dana Tugas Pembantuan.6 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum 6 Sebagaimana telah diuraikan di atas, Pemerintah telah menetapkan penyaluran dana stimulus infrastruktur melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembangunan, dengan pertimbangan penyaluran dana stimulus infrastruktur yang pelaksanaannya diserahkan kepada daerah tersebut dapat segera dilakukan tanpa harus terlebih dahulu melakukan revisi terhadap APBD sebagaimana halnya apabila dana tersebut disalurkan melalui dana alokasi khusus. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemilihan mekanisme penyaluran dana stimulus infrastruktur melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan lebih didasarkan pada alasan praktis. D. Posisi BPK terkait Kebijakan Penyaluran Dana Stimulus Infrastruktur Sehubungan dengan adanya pernyataan yang menyiratkan bahwa pelaksanaan penyaluran dana stimulus infrastruktur melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan memerlukan persetujuan BPK, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kekuasaan pengelolaan keuangan negara, sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, berada di tangan Presiden selaku kepala pemerintahan. Penjelasan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menentukan bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. a. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji, dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara. b. Kewenangan yang bersifat khusus meliput keputusan/kebijakan teknis yang berkaian dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara. 2. Pasal 20A UUD 1945 menentukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan fungsi pengawasan. Berdasarkan fungsinya tersebut, DPR memegang kekuasaan menetapkan anggaran negara yang ditetapkan dalam bentuk Undang-Undang tentang APBN, yang rancangannya dibahas dengan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama, dalam hal ini termasuk penetapan kebijakan Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum 7 penyaluran dana stimulus fiskal untuk belanja infrastruktur melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembangunan. 3. Konstitusi dengan tegas telah mengamanatkan kepada BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.7 Amanat konstitusi tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang menentukan hal-hal sebagai berikut: Pasal 2 UU No.15 Tahun 2004: (1) Pemeriksaan keuangan Negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan Negara. (2) BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Pasal 2 UU No. 15 Tahun 2006: BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2006: BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, jelas bahwa wewenang yang diamanatkan kepada BPK adalah untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, termasuk pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban dari penggunaan dana stimulus infrastruktur tersebut. Karena itu BPK tidak dalam posisi untuk memberikan pendapat/persetujuan atas kebijakan tersebut. Pengaturan demikian dimaksudkan dalam rangka menjaga independensi dan profesionalitas BPK. Hal ini selaras dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 31 ayat (4) huruf e UU No.15 Tahun 2006, yang menyatakan: Pemeriksa tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan objek pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultansi, pengembangan system, menyusun dan/atau mereview laporan keuangan objek pemeriksaan. 7 Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum 8 Undang-Undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut atas ketentuan tersebut, sehingga definisi mengenai keterlibatan Pemeriksa dalam kegiatan obyek pemeriksaan baik secara langsung maupun tidak langsung berpeluang untuk diperdebatkan. Meskipun demikian, mengingat bahwa hal-hal yang oleh Pemerintah dimintakan persetujuannya dari BPK terkait dengan pengelolaan keuangan negara yang merupakan obyek pemeriksaan BPK, maka untuk menghindari keterlibatan BPK dalam kegiatan pengelolaan keuangan negara tersebut, dengan merujuk pada Pasal 31 ayat (4) huruf e UU No. 15 Tahun 2006, BPK memiliki alasan hukum untuk tidak memberikan pendapat atau persetujuan apapun atas kebijakan penyaluran dana stimulus infrastruktur tersebut. E. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Dana stimulus fiskal untuk membiayai pembangunan infrastruktur pada tahun 2009 ini akan dikucurkan melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pemilihan mekanisme ini dilandasi alasan praktis bahwa alokasi anggaran dan penetapan proyekproyek pembangunan infrastruktur yang akan dilaksanakan berada di bawah pertanggungjawaban lembaga/kementerian yang telah ditetapkan. Dengan demikian, penyaluran dana stimulus infrastruktur yang pelaksanaannya diserahkan kepada daerah dapat segera dilakukan. Sedangkan apabila digunakan mekanisme Dana Alokasi Khusus, melakukan revisi APBD terlebih dahulu karena kegiatan pembangunan infrastruktur ini sebelumnya tidak dianggarkan dalam APBD. Sehingga perlu dilakukan revisi APBD terlebih dahulu untuk pengenggarannya 2. Sesuai dengan tugas dan kewenangannya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK tidak memiliki landasan yuridis untuk dapat memberikan pendapat atau persetujuan atas mekanisme penyaluran dana stimulus fiskal untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang telah ditetapkan Pemerintah. Hal ini disebabkan karena kekuasaan pengelolaan keuangan negara serta penetapan anggaran keuangan negara sepenuhnya berada di tangan Presiden dan DPR. Permintaan pendapat atau persetujuan kepada BPK justru akan menempatkan BPK pada posisi yang tidak independen mengingat pengelolaan dan pertanggungjawaban penggunaan dana stimulus tersebut merupakan obyek pemeriksaan BPK. . Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum 9