kebijakan stimulus fiskal untuk infrastruktur dalam

advertisement
KEBIJAKAN STIMULUS FISKAL UNTUK INFRASTRUKTUR
DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum
A. Latar Belakang
Krisis keuangan global yang sedang melanda dunia masih belum mereda pada awal
tahun 2009 ini, bahkan ada yang meyakini dampaknya akan makin terasa sampai
pertengahan tahun. Krisis keuangan ini menjadi ancaman bagi pemerintah Indonesia yang
pada tahun 2009 ini menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5%. Selain Indonesia,
banyak negara telah terkena imbas dari krisis keuangan global ini dan berbagai cara telah
ditempuh untuk keluar dari krisis atau setidaknya bisa tetap survive antara lain melalui
kebijakan bailout dan stimulus ekonomi. Stimulus ekonomi sendiri diwujudkan dalam
bentuk stimulus moneter dan stimulus fiskal.
Di Indonesia, stimulus moneter telah dilakukan dimana Bank Indonesia (BI) telah
menurunkan bunga acuan dari 9,25% menjadi 8,75%. Hal ini merupakan stimulus moneter
yang memang sudah lama ditunggu karena banyak negara sudah menurunkan bunga acuan
untuk membangkitkan kembali perekonomian mereka yang terpuruk. Pada awal tahun 2009
ini, Pemerintah juga telah mengambil kebijakan untuk mengeluarkan stimulus fiskal dengan
mengalokasikan anggaran sebesar Rp.71,3 triliun.
Kebijakan stimulus fiskal ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat,
memperkuat daya tahan dunia usaha, dan mengatasi dampak pemutusan hubungan kerja
(PHK) melalui pembangunan infrastruktur padat karya, sehingga dapat mengurangi dampak
krisis global.1 Untuk mencapai tujuan tersebut, stimulus fiskal antara lain diberikan dalam
bentuk stimulus belanja infrastruktur, subsidi, dan penjaminan kredit usaha rakyat
(selanjutnya disebut stimulus infrastruktur) sebesar Rp12,2 triliun, yang akan diarahkan
pada kegiatan-kegiatan padat karya pada beberapa kementerian dan lembaga.
Penyaluran dana stimulus infrastruktur oleh Pemerintah ke daerah tidak akan
dilakukan melalui mekanisme dana alokasi khusus (DAK), tapi akan dilakukan melalui
mekanisme dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Langkah ini ditempuh agar
program stimulus infrastruktur tersebut dapat terealisasi mulai bulan April 2009 tanpa harus
menunggu perubahan/revisi APBD sebagaimana disyaratkan apabila stimulus infrastruktur
akan disalurkan ke daerah sebagai DAK.
1
http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/siaranpers/siaranpdf%5CStimulus%202009.pdf
Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum
1
Sehubungan dengan rencana penyaluran dana stimulus tersebut, beberapa media
massa yang terbit pada tanggal 24 Maret 2009 memberitakan bahwa Pemerintah menunggu
persetujuan tertulis dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait pencairan dana
stimulus yang akan digunakan untuk membiayai proyek yang menjadi urusan pemerintah
daerah.
Atas beberapa pemberitaan tersebut, Plt. Kepala Biro Humas dan Luar Negeri BPK
telah menyatakan bahwa BPK tidak memiliki kapasitas menyetujui kebijakan Pemerintah
dan DPR dalam masalah pencairan dana stimulus karena bukan lembaga eksekutif dan
legislatif.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang perlu
dianalisa secara hukum yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah mekanisme penyaluran dana stimulus fiskal untuk belanja infrastruktur?
2. Bagaimana posisi BPK terkait penetapan kebijakan penyaluran dana stimulus fiskal
untuk belanja infrastruktur?
C. Bentuk dan Mekanisme Penyaluran Dana Stimulus Infrastruktur
Pelaksanaan stimulus infrastruktur untuk tahun 2009 memiliki tujuan agar secepat
mungkin Indonesia mampu untuk menahan atau setidaknya meminimalisasi dampak dari
krisis finansial global. Dana stimulus tersebut diarahkan pada sektor-sektor yang secara
langsung berimbas pada perekonomian masyarakat, dalam hal ini Pemerintah menetapkan
bahwa bentuk pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur dalam rangka stimulus fiskal adalah
dekonsentrasi/tugas pembantuan, dan setiap lembaga/kementerian bertanggung jawab atas
dana stimulus fiskal tersebut
Berikut akan diuraikan lebih lanjut mengenai kebijakan stimulus fiskal infrastruktur
yang ditetapkan Pemerintah.
1. Alokasi Peruntukkan
Dana
stimulus
fiskal
yang
dialokasikan
melalui
Bagian
Anggaran
Kementerian/Lembaga dan Bagian Anggaran Pembiayaan Perhitungan berupa belanja
infrastruktur, subsidi, dan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) adalah sebesar Rp.
12,2 triliun dengan rincian sebagai berikut:2
a. Departemen Pekerjaan Umum sebesar Rp.6,6 triliun, yang diperuntukkan bagi:
2
Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-883/MK.02/2009.
Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum
2
1) penanganan bencana banjir (termasuk Bengawan Solo);
2) perluasan jaringan distribusi dan pembangunan instalasi pengelolaan air
minum;
3) percepatan penyelesaian infrastruktur lanjutan;
4) jalan inspeksi dan irigasi sentra produksi tambak;
5) rehabilitasi jaringan irigasi dalam rangka ketahanan pangan;
6) jalan, jembatan, dan irigasi;
7) pengembangan infrastruktur pemukiman; dan
8) subsidi bunga untuk air bersih.
b. Departemen Perhubungan sebesar Rp.2,198 triliun yang diperuntukkan bagi:
1) pembangunan dan rehabilitasi jaringan kereta api;
2) revitalisasi/reaktivasi kereta api;
3) perpanjangan runway dan rehabilitasi bandara;
4) bandara;
5) pembangunan dan rehabilitasi pelabuhan dan dermaga penyeberangan;
6) pelabuhan laut dan penyeberangan; dan
7) perhubungan darat.
c. Departemen ESDM sebesar Rp.500 miliar yang diperuntukkan bagi:
1) pembangunan transmisi, jaringan, dan gardu induk;
2) desa mandiri energi (Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi).
d. Kementerian Perumahan Rakyat sebesar Rp.400 miliar untuk pembangunan 40 twin
block Rusunawa untuk TNI, POLRI, pekerja dan mahasiswa;
e. Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar Rp.100 miliar untuk pembangunan
infrastruktur perumahan khusus (nelayan, daerah perbatasan, dan pulau-pulau
kecil);
f.
Departemen Pertanian sebesar Rp.650 miliar untuk pembangunan dan rehabilitasi
jalan produksi sentra produksi perkebunan, peternakan, dan tanaman pangan dan
irigasi di beberapa kabupaten;
g. Kementerian Negeri Koperasi dan UKM sebesar Rp.100 miliar untuk pembangunan
pasar untuk pembinaan Pedagang Kaki Lima/Usaha Mikro dan kecil;
h. Departemen Perdagangan Rp.215 miliar untuk pembangunan pasar tradisional di
beberapa kabupaten/kota, dan Rp.120 miliar untuk revitalisasi serta rehabilitasi
gudang komoditas primer di daerah sentra produksi pangan;
Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum
3
i.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rp.300 miliar untuk pelatihan
keterampilan dan peningkatan saranan dan prasarana bidang ketenagakerjaan;
j.
Departemen Kesehatan mendapat Rp.150 miliar untuk pembangunan World Class
Hospital RSCM (lanjutan), dan Rp.350 miliar untuk subsidi obat generik;
k. PMN (Penyertaan Modal Negara) Rp.500 miliar kepada Askrindo dan Jamkrindo
dalam rangka penambahan dana penjamin untuk kredit usaha rakyat.
2. Penyaluran Dana Stimulus Infrastruktur
Untuk
mengimplementasikan
program
stimulus
infrastruktur
tersebut,
berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-883/MK.02/2009 tentang
Perubahan atas Surat Edaran Nomor 812/MK.02/2009 tentang Tambahan Belanja
Infrastruktur, Subsidi, dan Penjaminan Untuk Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka
Stimulus Fiskal 2009, kepada Kementerian/Lembaga yang terkait dengan pelaksanaan
program stimulus tersebut diminta untuk menyiapkan langkah-langkah penyelesaian
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) sebagai berikut:
a. Menyiapkan rincian/detail alokasi belanja menurut unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja dan mendapatkan persetujuan Panitia Anggaran DPR
selambat-lambatnya tanggal 11 Maret;
b. Menyiapkan dan menyampaikan RKA-KL dan data pendukung (TOR, RAB dan
data pendukung lainnya) stimulus fiskal kepada Menteri Keuangan cq. Direktorat
Jenderal Anggaran, serta melakukan penalaahan RKA-KL dan penetapan Satuan
Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) selambat-lambatnya tanggal 18 Maret 2009.
c. RKA-KL stimulus fiskal agar dibuat tersendiri/terpisah dari RKS-KL/DIPA
Kementerian/Lembaga yang sudah ada.3
Berdasarkan ketentuan tersebut, alokasi anggaran dana stimulus infrastruktur dan
penetapan proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang akan dilaksanakan adalah di
tingkat pusat, dalam hal berada di bawah pertanggungjawaban lembaga/kementerian
yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, dana yang telah dianggarkan pada anggaran Lembaga/Kementerian
tersebut akan dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang
pelaksanaannya didelegasikan ke daerah, dalam hal ini dana stimulus akan disalurkan
dalam bentuk dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan.
3
Hal ini dilakukan karena pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan stimulus fiskal APBN 2009 akan dilaporkan dalam LKPP
2009 dalam bentuk laporan yang terpisah.
Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum
4
Pemilihan
mekanisme
penyaluran
dengan
menggunakan
mekanisme
dekonsentrasi dan tugas pembantuan itu sendiri, sebagaimana diungkapkan oleh
Menteri Keuangan, adalah karena adanya beberapa program stimulus yang peruntukan
sebenarnya adalah untuk daerah namun apabila anggarannya diberikan ke daerah maka
harus melalui mekanisme dana alokasi khusus (DAK), dimana untuk memasukkan ke
DAK harus ada revisi APBD, yang baru dilakukan bulan Agustus nanti, sehingga
pelaksanaan stimulus fiskal tidak bisa dilaksanakan pada bulan April.4
Secara singkat, berikut akan diuraikan mengenai mekanisme DAK dan
mekanisme dana dekonsentrasi serta dana tugas pembantuan, yang dipilih Pemerintah
dalam rangka penyaluran stimulus infrastruktur.
a. Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan
dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong
percepatan pembangunan daerah.
Transfer dana dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah melalui
mekanisme DAK ini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pemerintahan
daerah melalui sistem desentralisasi, dimana penganggaran DAK ini di daerah
dilakukan melalui mekanisme APBD, termasuk penyediaan dana pendamping
sebesar 10% dari nilai DAK yang diterima untuk mendanai kegiatan fisik, kecuali
untuk daerah dengan keadaan keuangan tertentu.5
Berkenaan dengan penyalurannya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 04 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban
Anggaran Transfer ke Daerah, DAK tidak dapat disalurkan sekaligus, tapi harus
dilakukan secara bertahap berdasarkan laporan penyerapan DAK.
b. Dana Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat melalui
kementerian negara/lembaga kepada gubernur selaku wakil pemerintah.
4
http://www.depkominfo.go.id/2009/03/26/penggunaan-dana-stimulus-fiskal-telah-dikonsultasikan-dengan-bpk/
Daerah yang tidak diwajibkan untuk menyediakan dana pendamping adalah daerah yang selisih antara penerimaan umum APBD
dan belanja pegawainya sama dengan 0 (nol) atau negatif.
5
Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum
5
Dana Dekonsentrasi merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil
pemerintah yang mencakup semua pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat
di daerah.
Dana
Dekonsentrasi
merupakan
bagian
dari
anggaran
kementerian
negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian
negara/lembaga dan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang ditetapkan Gubernur. Dalam pelaksanaan dekonsentrasi, Gubernur wajib
mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana dekonsentrasi kepada
kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Gubernur
tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat
meninjau kembali pengalokasian dana dekonsentrasi.
c. Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau
desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari
pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Dana Tugas Pembantuan merupakan dana yang berasal dari APBN yang
dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran
dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan.
Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran kementerian
negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian
negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh Gubernur,
Bupati, atau Walikota. Dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan, Kepala Daerah
wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana Tugas
Pembantuan kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana,
untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang.
Apabila Kepala Daerah tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian
negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian Dana Tugas Pembantuan.6
6
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum
6
Sebagaimana telah diuraikan di atas, Pemerintah telah menetapkan penyaluran
dana stimulus infrastruktur melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembangunan,
dengan pertimbangan penyaluran dana stimulus infrastruktur yang pelaksanaannya
diserahkan kepada daerah tersebut dapat segera dilakukan tanpa harus terlebih dahulu
melakukan revisi terhadap APBD sebagaimana halnya apabila dana tersebut disalurkan
melalui dana alokasi khusus.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemilihan mekanisme penyaluran
dana stimulus infrastruktur melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan
lebih didasarkan pada alasan praktis.
D. Posisi BPK terkait Kebijakan Penyaluran Dana Stimulus Infrastruktur
Sehubungan dengan adanya pernyataan yang menyiratkan bahwa pelaksanaan
penyaluran dana stimulus infrastruktur melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas
pembantuan memerlukan persetujuan BPK, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kekuasaan pengelolaan keuangan negara, sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan,
berada di tangan Presiden selaku kepala pemerintahan. Penjelasan Pasal 6 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menentukan bahwa
kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut meliputi kewenangan yang bersifat
umum dan kewenangan yang bersifat khusus.
a. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum,
strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman
pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan
rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji, dan tunjangan, serta
pedoman pengelolaan penerimaan negara.
b. Kewenangan yang bersifat khusus meliput keputusan/kebijakan teknis yang
berkaian dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang
pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan
penghapusan aset dan piutang negara.
2. Pasal 20A UUD 1945 menentukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi
legislasi, anggaran, dan fungsi pengawasan. Berdasarkan fungsinya tersebut, DPR
memegang kekuasaan menetapkan anggaran negara yang ditetapkan dalam bentuk
Undang-Undang tentang APBN, yang rancangannya dibahas dengan Presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama, dalam hal ini termasuk penetapan kebijakan
Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum
7
penyaluran dana stimulus fiskal untuk belanja infrastruktur melalui mekanisme
dekonsentrasi dan tugas pembangunan.
3. Konstitusi dengan tegas telah mengamanatkan kepada BPK untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.7 Amanat konstitusi tersebut
ditegaskan kembali dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 15
Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang menentukan hal-hal sebagai
berikut:
Pasal 2 UU No.15 Tahun 2004:
(1) Pemeriksaan keuangan Negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan
keuangan Negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan Negara.
(2) BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan Negara.
Pasal 2 UU No. 15 Tahun 2006:
BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2006:
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha
Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, jelas bahwa wewenang yang diamanatkan
kepada BPK adalah untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, termasuk pemeriksaan atas
pengelolaan dan pertanggungjawaban dari
penggunaan dana stimulus infrastruktur tersebut. Karena itu BPK tidak dalam posisi
untuk memberikan pendapat/persetujuan atas kebijakan tersebut.
Pengaturan demikian dimaksudkan dalam rangka menjaga independensi dan
profesionalitas BPK. Hal ini selaras dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 31 ayat
(4) huruf e UU No.15 Tahun 2006, yang menyatakan:
Pemeriksa tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
kegiatan objek pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultansi,
pengembangan system, menyusun dan/atau mereview laporan keuangan objek
pemeriksaan.
7
Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga.
Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum
8
Undang-Undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut atas ketentuan tersebut,
sehingga definisi mengenai keterlibatan Pemeriksa dalam kegiatan obyek pemeriksaan
baik secara langsung maupun tidak langsung berpeluang untuk diperdebatkan.
Meskipun demikian, mengingat bahwa hal-hal yang oleh Pemerintah dimintakan
persetujuannya dari BPK terkait dengan pengelolaan keuangan negara yang merupakan
obyek pemeriksaan BPK, maka untuk menghindari keterlibatan BPK dalam kegiatan
pengelolaan keuangan negara tersebut, dengan merujuk pada Pasal 31 ayat (4) huruf e
UU No. 15 Tahun 2006, BPK memiliki alasan hukum untuk tidak memberikan
pendapat atau persetujuan apapun atas kebijakan penyaluran dana stimulus infrastruktur
tersebut.
E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Dana stimulus fiskal untuk membiayai pembangunan infrastruktur pada tahun 2009 ini
akan dikucurkan melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pemilihan
mekanisme ini dilandasi alasan praktis bahwa alokasi anggaran dan penetapan proyekproyek pembangunan infrastruktur yang akan dilaksanakan berada di bawah
pertanggungjawaban lembaga/kementerian yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
penyaluran dana stimulus infrastruktur yang pelaksanaannya diserahkan kepada daerah
dapat segera dilakukan. Sedangkan apabila digunakan mekanisme Dana Alokasi
Khusus, melakukan revisi APBD terlebih dahulu karena kegiatan pembangunan
infrastruktur ini sebelumnya tidak dianggarkan dalam APBD. Sehingga perlu dilakukan
revisi APBD terlebih dahulu untuk pengenggarannya
2. Sesuai dengan tugas dan kewenangannya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara, BPK tidak memiliki landasan yuridis untuk dapat memberikan
pendapat atau persetujuan atas mekanisme penyaluran dana stimulus fiskal untuk
membiayai pembangunan infrastruktur yang telah ditetapkan Pemerintah. Hal ini
disebabkan karena kekuasaan pengelolaan keuangan negara serta penetapan anggaran
keuangan negara sepenuhnya berada di tangan Presiden dan DPR. Permintaan pendapat
atau persetujuan kepada BPK justru akan menempatkan BPK pada posisi yang tidak
independen mengingat pengelolaan dan pertanggungjawaban penggunaan dana stimulus
tersebut merupakan obyek pemeriksaan BPK.
.
Property of Subdit. Analisis Hukum – Ditama Binbangkum
9
Download