Volume 7 Nomor 1, Maret 2010 ISSN 1907 - 8870 KOMUNIKOLOGI Indonesia Journal of Communication Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan (Dwi Julita, Sumartono) Peran PR Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta (Kiki Handayani, Erman Anom) Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan (Meilady CB, Indrawadi Tamin) Strategi Media Relations PT Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1/Detik (Sawaliana, A. Rahman) Penerapan Komunikasi Satu Arah Di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta (Umi Asti Hadiani, M. Jamiluddin Ritonga) KOMUNIKOLOGI Volume 7 Nomor 1 Halaman 1 - 99 Maret 2010 ISSN 1907 - 8870 Volume 7 Nomor 1, Maret 2010 ISSN 1907 -8870 KOMUNIKOLOGI Penasehat Dr. Ir. ARIEF KUSUMA AP., MBA Penanggung Jawab Indrawadi Tamin, Ph.D Ketua Editor ERMAN ANOM, Ph.D Dewan Editor D Edit Drs. DANI VARDIANSYAH, M.Si Drs. HALOMOAN HARAHAP, M.Si (Ilmu Komunikasi) R. WIDODO PATRIANTO, S.Sos (Periklanan) SUMARTONO, M.Si (Public Relations) EUIS NURUL B., SE , M.Si(Komunikasi Pemasaran) Dra. SARAH SANTI, M.Si (Komunikasi Gender) EUIS HERYATI, S.Sos (Komunikasi ( k Budaya) d ) AGUS FIRMANSYAH, S.Sos (Teknologi Komunikasi & Informasi) Penyunting Pengelola Lukman Cahyadi Pelaksana Tata Usaha AGUS SATRIAWAN, SE HELMI GEISFARAD, S.Sos Alamat Penerbit PUSAT PENGELOLA JURNAL ILMIAH Universitas Esa Unggul, Lantai 2 Kampus Emas JJl. Terusan Arjuna j , Tol Tomang-Kebon g JJeruk,, JJakarta 11510 Telp. (62-021) 567 4223 ext. 266 Hunting, Fax. (62-021) 5682503 http://www.jurnal.esaungggul.ac.id Emai: [email protected] Frekuensi Terbit 2 kali setahun/ Maret, September Volume 7 Nomor 1, Maret 2010 ISSN 1907 -8870 KOMUNIKOLOGI DAFTAR ISI Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan yang Harmonis Dengan Wartawan (Dwi Julita, Sumartono) …….………………………………………………………. 1 – 20 Peran PR Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT PT.Garuda Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta (Kiki Handayani, Erman Anom) .................................……………………………… 21 – 40 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan dengan Wartawan (Meilady CB, Indrawadi Tamin) …….……………………………………………… 41 – 59 Strategi Media Relations PT Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1/Detik (Sawaliana, A. Rahman) ……………………………………………………………. 60 – 82 Penerapan Komunikasi Satu Arah Di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta (Umi Asti Hadiani, M. Jamiluddin Ritonga) ………………………………………... 83 – 99 i Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan STRATEGI PRESS RELATIONS HUMAS HOTEL CIPUTRA JAKARTA DALAM MEMBINA HUBUNGAN YANG HARMONIS DENGAN WARTAWAN Dwi Julita1, Sumartono1 Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected] 1Fakultas Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi press relations humas Hotel Ciputra Jakarta dalam membina hubungan yang harmonis dengan wartawan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa berdasarkan kedudukan humas di Hotel Ciputra Jakarta yaitu dibawah departemen sales dan marketing, maka humas lebihdifungsikan membantu departemen ini. Dalam menjalankan fungsi press relations, humas HCJ mempunyai strategi tersendiri antara lain media visit, inviting media, joint promotions, maintain relations, mengirimkan program acara-acara/paket-paket unik, melakukan kontak dengan para wartawan serta memberikan sedikit perhatian. Kepada pimpinan HCJ disarankan agar humas difungsikan lebih maksimal lagi. Serta kepada humas HCJ agar menerapkan strategi dengan lebih baik dan efektif mengena pada wartawan agar tercipta hubungan harmonis. Kata kunci: press relations, strategi, relasi Pendahuluan Hotel Ciputra Jakarta (selanjutnya ditulis HCJ) merupakan salah satu properti milik Grup Ciputra dan dikelola oleh Swiss Belhotel International Ltd. Sebagai perusahaan perhotelan, HCJ telah mempunyai divisi Public Relations. Public Relations/humas di Hotel Ciputra Jakarta mengikuti sistem sentralisasi karena di dalam struktur organisasinya keberadaan humas di bawah kontrol Sales and Marketing Department. Segala kegiatan Public Relations diupayakan guna mendukung tujuan dari departemen tersebut yaitu memasarkan dan mempromosikan produk-produk hotel. Humas HCJ bersinergi dengan team sales & marketing guna meningkatkan occupancy hotel. Dengan kedudukannya yang demikian, humas HCJ berupaya menterjemahkan tuntutan-tuntutan departemen ini dengan cara-cara khas kehumasan seperti dengan fungsinya sebagai juru bicara hotel, melakukan promosi, publikasi, press relations, event organizer dan lain sebagainya. Sesuai fungsinya sebagai press relations, humas HCJ mengupayakan terjalinnya hubungan baik dengan wartawan. Usaha-usaha tersebut ialah dengan melakukan komunikasi baik secara verbal maupun non-verbal seperti melalui telepon, fax, email, sms blast dan tatap muka langsung. Usaha-usaha tersebut, menurut humas HCJ, dinilai berguna karena akan berdampak bagi citra perusahaan yang terbentuk dari pemberitaan yang ada di media massa. Berdasarkan pengamatan Penulis di lapangan dan kemudian dikonfirmasi ke humas HCJ, ada beberapa kepentingan humas dalam hal berkomunikasi dengan wartawan. Yang pertama, ialah untuk kepentingan promosi. Humas sebagai bagian dari departement sales & marketing amat berperan dalam mempromosikan suatu produk atau acara yang dibuat oleh hotel. Biasanya humas HCJ mengundang wartawan untuk konferensi pers, untuk liputan atau sekedar mengirimkan press release jika ada suatu program promosi khusus yang ditawarkan hotel. Misalnya, adanya diskon khusus bagi pengunjung hotel jika ia menginap pada malam tahun baru dan lain sebagainya. Hal ini dianggap penting untuk disampaikan kepada wartawan dengan harapan masyarakat pun mengetahuinya melalui pemberitaan di media massa yang dikonsumsi masyarakat. Kepentingan kedua ialah jika ada suatu perubahan besar di organisasi hotel dan dianggap perlu diketahui publik, misalnya pergantian dewan direksi. Humas dalam hal ini mengatur jumpa pers dengan wartawan dimana wartawan dan humas dapat berkomunikasi tatap muka dan timbal balik. Hal ini dianggap penting agar berita yang beredar mengenai suatu hal tidak simpang siur dan berasal dari sumber yang benar.Kepentingan ketiga ialah jika ada sebuah event charity atau kegiatan amal yang dibuat HCJ dan ingin diketahui publik. Dalam hal ini humas mengirimkan siaran pers atau menghubungi wartawan untuk memberi tahu akan adanya event tersebut. Hal-hal lainnya yang mendorong humas HCJ dalam menghubungiwartawan ialah jikalau ada iklan yang ingin diterbitkan di salah satu media atau jika ada kerjasama yang ingin dijalin dengan salah satu media tersebut. Biasanya humas mengirimkan sebuah proposal yang diajukan langsung ke salah satu media namun terlebih dahulu menghubungi wartawan yang dikenal oleh humas, agar prosesnya menjadi lebih mudah. Sosok wartawan di mata humas HCJ ialah sebagai Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 1 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan jembatan komunikasi antara pihak hotel (internal) dan target market/masyarakat (eksternal). Humas HCJ menyadari bahwa peran wartawan amat penting untuk memberitakan hal-hal positif mengenai keberadaan hotel di mata masyarakat. Namun perlu disadari, wartawan memiliki etika profesinya sendiri yaitu kode etik profesi. Artinya, wartawan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan media dimana ia bekerja. Ia bertanggung jawab menggunakan kebebasan menyajikan berita untuk kepentingan masyarakat luas, tidak untuk kepentingannya sendiri (Abrar, 1995:26). Oleh karena itu, dalam menyajikan berita di media massa, wartawan harus selektif. Saat Penulis melakukan penelitian penjajakan, Penulis melakukan wawancara dengan Deri, wartawan Koran IndoPos. Penulis melakukan wawancara di kantor lapangan Persita Tangerang tanggal 9 Maret 2007. Sesuai dengan hasil wawancara yang Penulis dapatkan, seperti halnya humas, ada juga beberapa kepentingan wartawan dalam berkomunikasi dengan humas. Kepentingan yang pertama ialah jika ingin mengklarifikasi sebuah berita terkait dengan hotel. Biasanya wartawan segera mencari petugas humas HCJ, dengan harapan humas dapat memberikan informasi yang dibutuhkan wartawan dan dengan terbuka mengungkapkan peristiwa dengan sebenar-benarnya. Kepentingan lainnya ialah jika wartawan ingin mendapatkan berita untuk dimuat di media massanya. Berita disini maksudnya ialah berita seputar hotel misalnya berita mengenai fasilitas-fasilitas HCJ, banyaknya kamar, tingkat occupancy HCJ dan sebagainya. Wartawan biasanya berhubungan dengan humas hotel ketika sedang membuat tulisan dengan tema tertentu, seperti ketika di hari ulang tahun Jakarta, menulis tentang makanan Jakarta, maka wartawan akan menghubungi humas sejumlah hotel yang mengadakan promosi makanan Betawi. Namun, biasanya yang mereka hubungi yang memiliki hubungan cukup dekat saja Sosok wartawan, sehubungan dengan tanggung jawab profesi yang digelutinya, sangat selektif memilih berita bagi medianya, apakah berita tersebut tepat atau tidak bagi media massa mereka. Selain itu, wartawan juga memilih nara sumber yang tepat bagi berita yang dibuatnya. Demikian juga dengan humas HCJ, ia selektif dalam memilih media mana yang akan digunakan untuk berkomunikasi dengan publiknya. Pemilihan media tergantung kebutuhan hotel, maksudnya disesuaikan dengan isi dari acara/press realese yang hendak diwacanakan. Dengan kenyataan tersebut, hubungan antara humas dan wartawan kadangkala dapat terjadi ketidakharmonisan. Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan humas HCJ dan beberapa wartawan yaitu Mila, wartawan Sinar Harapan (melalui email) dan Deri, wartawan Indo Pos, ada beberapa hal yang menyebabkan hubungan antara humas dan wartawan menjadi kurang harmonis. Berikut diindikasikan beberapa penyebab tersebut. 2 Penyebab pertama ialah adanya perbedaan persepsi. Humas HCJ menyatakan pada dasarnya naluri wartawan ialah lebih tertarik dengan berita negatif, kontroversial, dan unik, sedangkan berita positif agak sulit menjadi bahan berita bagi mereka. Namun bagi wartawan, tidak selalu berita negatif yang disukai olehnya, wartawan pun pasti memberitakan hal-hal positif sejauh itu memiliki nilai berita. Karena wartawan tidak sembarangan dalam memuat berita, maka mereka memilah-milah apakah suatu berita layak untuk dimuat atau tidak. Memang kadangkala pemberitaan negatif mengenai suatu instansi di media lebih sering dimuat karena menurut media lebih memiliki nilai berita (news value) dibandingkan dengan berita positif. Di kalangan pers juga ada yang menganggap humas sebagai unit yang berusaha menutup-nutupi kesalahan organisasi yang diwakilinya. Penilaian pers tersebut terjadi karena mereka sering menemukan kesulitan dan rintangan dari humas ketika yang ingin mewawancarai pejabat di atasnya. Penyebab kedua ialah perbedaan kepentingan. Humas dalam kapasitasnya menjaga citra perusahaan berkepentingan mempublikasikan segala kegiatan atau kebijakan yang ada di dalam perusahaan agar senantiasa diketahui oleh masyarakat luas. Guna kepentingan tersebut, tentu saja humas menghubungi wartawan dari media yang tepat bagi publikasi atau promosi yang tengah digencarkan perusahaan. Di kalangan wartawan mengganggap, humas hanya menghubungi wartawan jika ada maunya saja yaitu ingin mempublikasi kegiatan atau promosi perusahaan dengan harapan publikasi ini gratis. Dan yang paling menyebalkan bagi mereka adalah ketika seorang humas bekerja lamban, ketika wartawan membutuhkan bantuan seperti keterangan, foto, atau apapun, sementara wartawan bekerja di bawah tekanan deadline. Sedangkan dipihak humas menggangap, wartawan juga kadangkala akan mencari humas setempat jika sedang butuh bahan berita bagi medianya saja. Hubungan “jika ada perlunya saja” ini tidaklah sehat dan membuat situasi yang tidak nyaman bagi kedua belah pihak. Penyebab ketiga yang tidak kalah pentingnya ialah kurangnya komunikasi yang terjalin antara humas dan wartawan. Sebenarnya hal ini berkaitan dengan penyebab kedua yaitu karena perbedaan kepentingan, yang mengakibatkan humas dan wartawan sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Idealnya humas tidak hanya menjalin komunikasi dengan wartawan jika ada kepentingannya saja, tetapi tetap menjaga komunikasi tersebut terus menerus. Komunikasi yang kurang pastinya akan mengakibatkan kekurangharmonisan hubungan antara humas dan wartawan. Hal-hal tersebut di atas, disimpulkan Penulis, sebagai hal-hal yang dapat memicu ketidakharmonisan hubungan antara humas dan wartawan. Namun walaupun baik pihak humas dan wartawan mempunyai kepentingan satu sama lain, perlu disadari bahwa pihak Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan humaslah yang lebih berkepentingan dalam membina hubungan harmonis dengan wartawan. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Abdullah (2003,4) yaitu, ”Karena dikonsumsi oleh massa yang heterogen, pers pun mampu membentuk opini khalayak dan menimbulkan citra pihak-pihak yang diberitakannya. Karena itulah, peranan pers sangat besar bagi sebuah lembaga atau perusahaan...” Dari pernyataan tersebut, Penulis memahami bahwa humas, terkait dengan perannya membentuk citra positif perusahaan yang diwakilinya, punya kepentingan yang amat besar untuk melakukan press relations yaitu membina hubungan yang harmonis dengan wartawan. Seperti pendapat Iriantara (2005,3), ”Tugas seorang PRO adalah membina hubungan baik dengan publik organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Ringkasnya, tugas PRO adalah membangun hubungan yang baik dengan stakeholder organisasi.” Tugas tersebut bukanlah suatu hal yang mudah bagi humas Hotel Ciputra Jakarta untuk mendapatkan dukungan dari publiknya tanpa melalui media massa. Humas HCJ senantiasa menjalankan fungsi dan perannya untuk selalu meningkatkan citra positif bagi perusahaannya dengan menjalin hubungan yang harmonis dengan media massa dan wartawan. Oleh karena itu, humas HCJ mempunyai beberapa pendekatan dan strategi yang diterapkannya guna membina hubungan harmonis dengan wartawan. Pendekatan dan strategistrategi tersebut penting karena menyiratkan bahwa jalinan hubungan antara humas dan wartawan bukanlah sebuah hubungan dadakan atau hanya karena ada perlunya saja, tetapi memang sudah direncanakan dengan baik dan hasilnya diharapkan akan maksimal. Fokus Penelitian Dengan mengetahui posisi humas di Hotel Ciputra Jakarta yaitu sebagai bagian dari departemen Sales & marketing, maka kinerja humas diupayakan selalu mendukung program-program departemen tersebut. Dalam tugasnya sebagai press relations maka humas pun berkewajiban menjadi jembatan komunikasi antara kepentingan perusahaan dan kepentingan wartawan. Humas HCJ senantiasa menjaga hubungan baik dengan wartawan. Namun ada beberapa hal yang kadangkala membuat hubungan humas dan wartawan menjadi kurang harmonis akibat perbedaan persepsi antara keduanya, perbedaan kepentingan dan juga akibat minimnya komunikasi yang terjalin. Hal-hal tersebut disebut memicu ketidakharmonisan diantara keduanya. Inilah yang mendorong humas HCJ untuk menyusun sebuah pendekatan/strategi dalam membina hubungan yang harmonis dengan wartawan. Dengan latar belakang masalah yang telah dijabarkan tersebut maka timbul beberapa pertanyaan berikut : 1. Bagaimana kedudukan dan fungsi humas pada Hotel Ciputra Jakarta? 2. Bagaimana persepsi humas terhadap fungsi wartawan? 3. Pendekatan apa yang digunakan humas HCJ dalam menjembatani perbedaan fungsi antara dirinya dan wartawan? 4. Mengapa pendekatan tersebut digunakan oleh humas HCJ? 5. Bagaimana humas HCJ melaksanakan pendekatan tersebut? Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian, studi ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kedudukan dan fungsi humas pada Hotel Ciputra Jakarta; 2. Mengetahui persepsi humas terhadap fungsi wartawan; 3. Mengetahui pendekatan yang digunakan humas HCJ dalam menjembatani perbedaan fungsi antara dirinya dan wartawan; 4. Mengetahui penyebab pendekatan tersebut digunakan oleh humas HCJ; 5. Mengetahui cara yang dilakukan humas HCJ dalam melaksanakan pendekatan tersebut; 6. Mengetahui fenomena press relations bagi kegiatan humas dan mendeskripsikan strategi press relations humas Hotel Ciputra Jakarta dalam membina hubungan yang harmonis dengan wartawan. Manfaat Penelitian Ada dua manfaat yang diharapkan dari penelitian ini: 1. Manfaat teoritis Untuk bidang akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu kehumasan khususnya dari segi kegiatan press relations dengan memberikan pemahaman utuh mengenai strategi humas dalam melakukan press relations. Selain itu juga diharapkan penelitian ini dapat memicu semangat dan membantu peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan kontribusi yang bermanfaat bagi divisi public relations Hotel Ciputra Jakarta mengenai pentingnya mengembangkan strategi membina press relations yang baik. Press Relations Hubungan pers disebut juga dengan press relations. Menurut Jeffkins (1992), ”Press relations ada-lah usaha untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 3 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan yang bersangkutan.” Dari pengertian tersebut di atas, disimpulkan bahwa press relations merupakan kegiatan, yang disamping bertujuan publikasi, juga bertujuan “menciptakan pengetahuan dan pemahaman” khalayaknya. Selain itu, menurut Iriantara (2005:32), “media relations/press relations bisa diartikan sebagai bagian dari public relations eksternal yang membina hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi organisasi dan publiknya untuk mencapai tujuan organisasi.” Dari pernyataan Iriantara tersebut, penulis memahami bahwa kegiatan press relations merupakan kegiatan membina hubungan baik dengan media dengan harapan media dapat dijadikan sarana komunikasi dengan publik lainnya. Dengan demikian, Penulis menyimpulkan bahwa press relations ialah salah satu bentuk hubungan eksternal humas yaitu menjalin komunikasi dengan pers/wartawan bahkan media, untuk memperoleh publisitas dan pemahaman masyarakat demi kepentingan organisasi dengan membangun hubungan baik dengan kedua belah pihak. Jadi, press relations merupakan salah satu usaha humas untuk membina hubungan baik dengan wartawan. Humas HCJ juga melakukan press relations sebagai salah satu kegiatan eksternalnya. Humas HCJ berusaha membina hubungan baik dengan wartawan, khususnya wartawan yang terkait dengan kepentingan organisasi, guna memperoleh publisitas dan citra positif. Dengan demikian disimpulkan, bahwa kegiatan press relations humas HCJ merupakan usaha humas HCJ dalam membina hubungan baik dengan wartawan. Humas HCJ menyadari penting press relations dan mengupayakan hal tersebut secara maksimal. Menurut Lesly yang dikutip Iriantara (2005: 190), publisitas adalah “penyebaran pesan yang direncanakan dan dilakukan untuk mencapai tujuan lewat media tertentu untuk kepentingan tertentu dari organisasi dan perorangan tanpa pembayaran tertentu dari media.” Dari definisi tersebut, Penulis memahami bahwa publisitas merupakan sebuah cara yang ditempuh guna menyebarkan suatu pesan melalui media massa tanpa adanya bayaran, jadi publisitas bukanlah iklan karena iklan mengharuskan orang yang ingin menyampaikan pesan membayar ke media massa yang ada. Sedangkan menurut Cutlip dan Center (dalam Effendy, 1997:102), publisitas adalah, “penyebaran informasi secara sistematis tentang lembaga atau perorangan.” Penulis memahami bahwa publisitas yang dikemukakan tersebut hanya berdimensi penyebaran informasi semata tidak bermaksud yang lainnya. Selain itu, Iriantara (2005:191) juga mengemukakan publisitas sebagai, “salah satu teknik yang biasa digunakan dalam program/kegiatan PR. Karena merupakan salah satu teknik yang biasa digunakan dalam PR, maka fungsi publisitas pun pada dasarnya merupakan fungsi PR yakni menjaga citra positif, menangani publisitas negatif dan meningkatkan efektifitas unsur-unsur 4 dalam bauran promosi (promotion mix).” Penulis memaknai hal tersebut, bahwa publisitas merupakan salah satu teknik dalam menjalankan fungsi humas. Humas mempunyai berbagai teknik dalam rangka memosisikan organisasinya di pihak yang positif, publisitas merupakan salah satu teknik untuk menempuh hal tersebut. Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai publisitas di atas, Penulis simpulkan bahwa publisitas merupakan salah satu aspek penting dari kegiatan press relations karena publisitas merupakan informasi atau pesan yang dikirim seorang humas dan ingin disebarkan melalui media massa guna mencapai pengertian dan pemahaman masyarakat mengenai organisasinya. Seorang humas melakukan press relations guna mencapai suatu publisitas yang maksimal bagi organisasinya. Demikian juga dengan humas HCJ, tujuan yang humas HCJ inginkan dalam melakukan press relations sebenarnya ialah publisitas. Karena dengan publisitas, humas HCJ dapat menempatkan organisasinya positif di mata masyarakat. Arus Komunikasi Dalam Media Relations Wartawan merupakan bagian dari media. Oleh karena itu, penting mengetahui bagaimana arus komunikasi yang dalam media relations. Secara sederhana, bila digambarkan arus komunikasi dalam praktik media relations akan muncul sebagai berikut: (Sumber: Yosal Iriantara, 2005:31) Bagan di atas merupakan penggambaran bahwa adanya hubungan timbal balik antara organisasi dan media massa, demikian juga antara media massa dengan publik/masyarakat, yang selanjutnya berarti bahwa dengan adanya media massa maka secara tidak langsung akan terjalin juga hubungan antara organisasi dengan publik/masyarakat. Media massa melalui wartawan/pers menjembatani hubungan antara organisasi dengan publik/masyarakat. Mengutip pernyataan Abdullah (2003:4), “Karena dikonsumsi oleh massa yang sangat heterogen, pers pun mampu membentuk opini khalayak dan menimbulkan citracitra pihak yang diberitakannya.” Karena itulah, peranan pers sangat besar bagi sebuah organisasi. Arus komunikasi dalam media relations ini menyiratkan, bahwa media melalui wartawan menjembatani HCJ dengan publik-publiknya. Wartawan melakukan hubungan timbal balik dengan humas HCJ yang selanjutnya wartawan akan melakukan hubungan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan timbal balik pula dengan masyarakat. Maka secara tidak langsung, HCJ dan publik/khalayaknya dihubungkan oleh wartawan. Fungsi Humas Menurut definisi kamus terbitan Institute of Public Relations (IPR) yang dikutip oleh Anggoro (2001:2), “Humas ialah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.” Berdasarkan definisi di atas, Penulis memahami bahwa humas merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan terus menerus hingga tercapainya suatu pengertian yang baik antara organisasi dengan publiknya. Selain itu, humas juga dapat dikatakan sebagai sebuah seni seperti yang diungkapkan Howard Bonham yang dikutip oleh Yulianita (2003:27) berikut ini, “Humas ialah suatu seni untuk menciptakan pengertian publik secara lebih baik, sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap seseorang atau sesuatu organisasi/badan.” Berdasarkan pengertian tersebut, Penulis memahami bahwa humas merupakan kegiatan yang memerlukan sebuah kreatifitas, kreatifitas disini maksudnya adanya suatu cara yang digunakan humas untuk terciptanya sebuah pengertian dan kepercayaan publik bagi organisasi yang diwakilinya. Cutlip, Centre and Broom dalam bukunya Effective Public Relations (2000:6) juga mengungkapkan mengenai definisi humas yaitu “Public Relations is the management function that identifies, establishes, and maintains mutually beneficial relationship between an organization and the various publics on whom its success or failure depers.” Definisi tersebut menyatakan bahwa humas adalah fungsi manajemen yang menyatakan, membentuk dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan berbagai macam publik, dimana hal tersebut dapat menentukan sukses atau gagalnya organisasi. Berdasarkan definisi tersebut Penulis memahami bahwa humas merupakan bagian dari manajemen perusahaan yang punya fungsinya sendiri dan tidak kalah pentingnya yaitu memelihara hubungan baik organisasi dengan publiknya. Fungsi Wartawan Menurut Abdullah (2003) yang disebut sebagai wartawan ialah, “mereka yang bertugas mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menulis karya jurnalistik dan tercatat sebagai staf redaksi sebuah penerbitan.” Penulis memahami definisi di atas, bahwa wartawan haruslah seorang yang menjadi bagian dari sebuah media massa dan berkaitan langsung dengan proses pengumpulan, pencarian, pengolahan, dan penulisan berita. Selain itu, Mcintyre yang dikutip oleh Ishwara (2005:7-8) menyatakan bahwa wartawan atau pers mempunyai beberapa peran, diantaranya sebagai pelapor (informer) yaitu sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwaperistiwa yang di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Dalam menjalankan tugasnya, humas HCJ juga sering berhadapan dengan wartawan. Fungsi dan peran wartawan perlu diketahui oleh humas HCJ. Dengan fungsinya tersebut wartawan dianggap penting oleh humas HCJ sebagai jembatan komunikasi hotel dengan publiknya. Humas HCJ menghargai wartawan sesuai dengan tugas dan profesinya. Pendekatan Press Relations Dalam melakukan press relations dan menjembatani perbedaan fungsi antara humas dan wartawan, humas harus memiliki pendekatanpendekatan. Dalam hal ini Penulis akan memaparkan dua pendekatan press relations dalam dua sisi yaitu pendekatan formal dan pendekatan informal. Relasi disini kemudian dibagi menjadi dua seperti yang diungkapkan Iriantara berikutnya, ” Menjalin hubungan baik dengan media massa sebagai institusi sama pentingnya dengan menjalin hubungan baik dengan wartawan.” Pernyataan di atas dipahami Penulis, bahwa pendekatan humas dalam melakukan press relations harus dipahami dalam dua sisi, yaitu dengan media massa sebagai institusi dimana wartawan bekerja dan dengan wartawan secara individual (relasional) sebagai personifikasi dari media. Pada kenyataannya, hubungan yang harus dilaksanakan melalui press relations tersebut haruslah sebuah pendekatan hubungan yang harmonis dan baik bukan hubungan yang sebaliknya. Iriantara (2005:13) mengungkapkan hal itu pada pernyataan berikut, ”Dengan menyadari dan mengetahui posisi media dalam kegiatan humas tersebut, maka menjalin hubungan yang baik dan harmonis dengan media massa/pers menjadi keniscayaan. Hubungan baik dengan media itu menjadi salah satu roh penting dalam berbagai kegiatan humas.” Pernyataan tersebut dipahami Penulis bahwa hubungan yang ingin dihasilkan dari pendekatan tersebut ialah hubungan yang harmonis. Hal itu dikarenakan hubungan yang harmonis merupakan tanda bahwa pendekatan yang dilakukan humas telah berhasil. Pendekatan Formal Dalam suatu teorinya Iriantara (2005:81) menyatakan, “menjalin hubungan baik dengan institusi media massa diperlukan, karena pada dasarnya media massa itulah yang diperlukan dalam kegiatan PR. Bila hubungan baik itu dijalin dengan media massa sebagai institusi maka siapapun wartawan yang bertugas tidak akan banyak menganggu hubungan yang sudah terjalin antara organisasi dan institusi media.” Penulis memahami pernyataan tersebut, bahwa humas perlu mengadakan pendekatan dengan media massa sebagai Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 5 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan institusi resmi dimana wartawan bekerja, hal ini berguna karena institusi merupakan hal yang tetap sedangkan wartawan bisa saja pindah ke institusi yang lain. Dengan demikian hubungan yang dibina dengan media massa tersebut akan lebih tahan lama. Iriantara (2005:84) juga menjelaskan bahwa, “Dalam menjalin hubungan baik dengan media massa itu penting untuk diketahui apa sesungguhnya yang diperlukan media massa. Pada dasarnya, kebutuhan media massa itu adalah informasi yang mengandung nilai berita atau informasi yang menarik perhatian khalayak yang bersumber dari organisasi.” Pendekatan Informal Menurut Iriantara (2005:82) pula, “Sedangkan hubungan baik dengan wartawan juga tidak bisa diabaikan. Wartawanlah yang akan menulis informasi yang disampaikan organisasi dalam bentuk tulisan yang siap disajikan media massa pada khalayak. Wartawan merupakan personifikasi dari institusi media massa.” Penulis memahami pernyataan di atas, bahwa humas perlu mengadakan pendekatan press relations informal dengan wartawan sebagai personifikasi dari media. Pendekatan informal tersebut penting karena wartawanlah yang akan terjun langsung ke lapangan dan menyajikan berita di media massa mengenai organisasi. Iriantara melanjutkan (2005:153), “Sebagai wakil dari media, wartawan tentu berhubungan secara fungsional dengan organisasi. Namun hubungan fungsional tidak berarti mengabaikan dimensi kemanusiaan wartawan. Sebagai manusia, wartawan memiliki kebutuhannya sendiri. Ada kebutuhan yang terkait dengan profesinya sebagai pencari dan penulis berita. Ada kebutuhan yang terkait dengan kebutuhan personalnya.” Penulis memahami pernyataan tersebut, bahwa humas perlu mengetahui kebutuhan wartawan, yaitu kebutuhan terkait dengan profesinya dan kebutuhannya sebagai individu. Lebih jauh Iriantara memaparkan bahwa, “Kebutuhan wartawan sebagai pribadi yang terkait dengan profesinya adalah kebutuhan untuk dihargai. Sedangkan kebutuhan wartawan yang terkait wartawan sebagai pribadi pada dasarnya sama yakni dipenuhi kebutuhan-kebutuhan personalnya. Bila mengacu pada hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow berarti wartawan sebagai pribadi itu pun membutuhkan penghargaan dan aktualisasi diri.” Strategi press relations Setelah mengurai mengenai pendekatan press relations yang perlu diketahui humas, pada subbab ini akan Penulis paparkan mengenai strategi press relations yang merupakan proses kelanjutan dari pendekatan press relations. Subbab ini juga akan membahas dahulu pengertian dari strategi, strategi humas dan strategi press relations. 6 strategi Cutlip, Centre and Broom (2006: 360) memaparkan bahwa, “strategi mengacu pada keseluruhan konsep, pendekatan, atau rencana umum untuk program yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan.” Penulis memahami, bahwa strategi merupakan keseluruhan dari pendekatan yang dirancang untuk mencapai tujuan. Kemudian Venus (2004:152) juga menjelaskan bahwa, “Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang akan diterapkan dalam kampanye, atau untuk lebih mudahnya dapat disebut sebagai guiding principle atau big idea.” Penulis memahaminya, bahwa strategi merupakan keseluruhan dari pendekatan yang dilaksanakan, dan merupakan sebuah big idea dari pendekatan-pendekatan tersebut. Sedangkan menurut Adnanputra yang dikutip oleh Ruslan (2005:123), “strategi adalah bagian terpadu dari suatu rencana (plan), sedangkan rencana merupakan produk dari suatu perencanaan, yang pada akhirnya perencanaan adalah salah satu fungsi dasar dari proses manajemen.”Definisi tersebut, Penulis pahami bahwa strategi merupakan sebuah rencana yang ingin dilaksanakan, strategi merupakan salah satu proses manajemen yaitu planning disamping fungsi-fungsi manajemen lainnya. Dengan demikian Penulis menyimpulkan bahwa strategi merupakan keseluruhan pendekatan-pendekatan yang akan dilaksanakan dan merupakan proses perencanaan (plan) kerja humas. Terkait dengan hal tersebut di atas, HCJ sebagai perusahaan perhotelan haruslah menemukan sebuah strategi yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi pada umumnya. Strategi ini diperlukan guna memosisikan HCJ dalam persaingan dunia bisnis perhotelan. Dalam kaitannya dengan permasalahan humas, ada konsep yang lebih spesifik yaitu strategi humas. Berikut akan dijelaskan juga mengenai apa itu strategi humas. Strategi Humas Adnanputra yang dikutip oleh Ruslan (2005:123) mengartikan strategi humas sebagai ”... alternatif optimal yang dipilih untuk ditempuh guna mencapai tujuan public relations dalam kerangka suatu rencana public relations (PR plan).” Berdasarkan definisi di atas Penulis memahami bahwa strategi humas merupakan cara yang harus ditempuh humas dalam rangka menciptakan citra positif bagi organisasi, dimana humas diperhadapkan dengan berbagai pilihan cara yang harus dipilihnya guna mencapai tujuan tersebut. Sedangkan Iriantara (2005:35) menjelaskan, ”Strategi humas yang disusun pun tak lepas dari strategi yang dikembangkan organisasi untuk mencapai tujuannya.” Berdasarkan pernyataan tersebut, Penulis memahami bahwa strategi yang dibuat humas harus selaras dengan strategi organisasi secara keseluruhan. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan Humas mendukung dan melaksanakan strategi dari organisasi dengan caranya tersendiri yaitu sesuai dengan cara kerja humas. Humas HCJ sebagai bagian dari perusahaan juga tak lepas dari tanggung jawabnya mendukung tujuan perusahaan dengan caranya sendiri. Tujuan HCJ secara eksplisit tergambar dari motto yang dipunyainya yaitu ”The most convenient hotel & meeting place”. Untuk membantunya lebih mudah mewujudkan tujuan-tujuan hotel tersebut, humas HCJ menyusun strategi humas sebagai bagian dari perencanaan kerjanya. Strategi yang dilakukan humas HCJ berkaitan dengan usahanya menciptakan suatu citra yang menguntungkan bagi hotel. Strategi Press Relations Setelah mengetahui mengenai konsep strategi dan konsep press relations, kini Penulis akan menggabungkan kedua hal tersebut yaitu strategi press relations. Jika digabungkan pengertian strategi dan press relations didapat pengertian bahwa strategi press relations ialah keseluruhan pendekatanpendekatan yang akan diprogramkan dan akan dilaksanakan dalam membina hubungan yang harmonis dengan wartawan dan merupakan proses perencanaan (plan) kerja humas guna mencapai tujuan dari organisasi. Seorang humas perlu mempunyai strategi dalam melakukan kegiatan humasnya, tidak terkecuali dalam melakukan kegiatan press relations. Mengutip pendapat Ruslan (2005:171), “bahwa melalui prinsip-prinsip press relations yang positif diharapkan akan tercipta suatu hubungan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.” Terkait dengan hal di atas, humas HCJ juga perlu memiliki strategi press relations. Strategi yang ada merupakan perluasan dari pendekatan-pendekatan yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu pendekatan formal dan informal. Menurut Iriantara (2005:80-97), ada tiga strategi media relations/press relations yang dapat digunakan: 1. Mengelola relasi 2. Mengembangkan strategi 3. Mengembangkan jaringan Berikut penjelasan mengenai strategi press relations tersebut: 1. Mengelola relasi Strategi mengelola relasi artinya menjalin dan mengelola relasi dengan media massa. Hal ini bisa dibangun melalui dua bentuk relasi, yakni relasi tugas dan relasi pribadi. Relasi tugas artinya relasi profesional antara dua pihak yang berbeda bidang tugasnya. Dalam menjalin hubungan baik dengan media massa itu penting untuk diketahui apa yang sesungguhnya diperlukan media massa. Cara yang bisa dilakukan ialah dengan berkomunikasi secara lancar, dalam hal ini humas harus membuat sarana-sarana komunikasi yang memudahkannya berhubungan dengan wartawan seperti mendaftar media dan wartawan yang sesuai dengan segmentasi organisasi dan membuat daftar kontak bagi wartawan. Sedangkan relasi pribadi artinya hubungan antarmanusia yang sifatnya pribadi atau personal dengan wartawan dan seolah lepas dari hubungan tugas atau hubungan kerja. Sentuhan kemanusiaan ini umumnya dilakukan untuk menjalin relasi yang lebih akrab. Hal-hal ini merupakan strategi pertama dari press relations. 2. Mengembangkan strategi Strategi kedua yang diungkapkan Iriantara ialah mengembangkan strategi yang pertama tadi. Mengembangkan strategi yang dimaksud Iriantara ialah menjabarkan strategi-strategi yang ada menjadi sejumlah taktik. Taktik-taktik yang dikembangkan dari strategi sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya meliputi: 1. Terus menerus mengembangkan materi PR untuk media massa 2. Menggunakan berbagai media yang ada untuk menyampaikan pesan kepada publik 3. Membangun dan memelihara kontak dengan media massa 4. Memosisikan organisasi sebagai sumber informasi handal untuk media massa dalam bidang tertentu 5. Memosisikan pimpinan organisasi sebagai juru bicara atau ketua dalam asosiasi profesi atau asosiasi perusahaan sejenis 6. Selalu berkoordinasi dengan bagian-bagian lain dalam perusahaan sehingga selalu mendapatkan informasi mutakhir. 3. Mengembangkan jaringan Strategi yang ketiga menurut Iriantara ialah mengembangkan jaringan. Membuka dan memperluas jaringan pada dasarnya merupakan bagian dari upaya humas untuk membangun hubungan yang baik dengan media massa. Salah satu kunci untuk membuka pintu jaringan relasi tersebut adalah dengan menjalin relasi melalui organisasi profesi. Tidak terbatas pada organisasi profesi humas namun juga organisasi media massa atau organisasi profesi lain seperti organisasi wartawan. Berdasarkan pemaparan mengenai strategi press relations yang dipaparkan Iriantara, Penulis menyimpulkan bahwa ada tiga strategi press relations yaitu mengelola relasi, mengembangkan strategi dan mengembangkan jaringan. Dari ketiga strategi tersebut, Humas HCJ perlu mengetahuinya. Mengelola relasi maksudnya mengelola hubungan baik dengan media dan wartawan yang menjadi khalayak HCJ. Mengembangkan strategi maksudnya menjabarkan strategi-strategi tersebut menjadi taktik-taktik atau kiat yang dapat diterapkan langsung oleh humas HCJ. Dan mengembangkan jaringan maksudnya humas HCJ harus membuka dan memperluas hubungan dengan media melalui wartawan dengan cara menjalin relasi Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 7 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan melalui organisasi profesi humas dan organisasi profesi lainnya. informasi atau data yang diperoleh terkait dengan kepentingan organisasi. Metode Penelitian Instrumen Jenis penelitian dalam penelitian ini ialah kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam buku Moleong (2004:4) ialah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” Sedangkan menurut Moleong sendiri (2004:6), “penelitian kualitatif ialah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.” Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionisme simbolik, fenomenologi, studi kasus, interpretative, ekologis dan deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982:3). Berkaitan dengan penelitian Penulis, jenis penelitian kualitatif yang digunakan sebagai desain penelitian ialah studi kasus. Menurut K. Yin (2005:28) tujuan pokok pembuatan desain penelitian adalah “membantu peneliti mengindari data yang tidak mengarah ke pertanyaanpertanyaan awal penelitian, sehingga memudahkan pengumpulan dan penganalisaan data selanjutnya.” Penulis memahami bahwa desain penelitian diperlukan sebagai tuntunan dalam proses penelitian yaitu pengumpulan dan penganalisaan data yang ada. Berdasarkan judul penelitian yaitu ”Strategi press relations humas Hotel Ciputra Jakarta dalam membina hubungan harmonis dengan wartawan” desain penelitian studi kasus yang digunakan ialah tipe 2 yaitu desain kasus tunggal dengan unit multi-analisis (terjalin). Satu kasus yang diteliti ialah mengenai strategi press relations humas Hotel Ciputra Jakarta, dan divisi humas Hotel Ciputra Jakarta, Direktur Sales dan Marketing serta wartawan sebagai unit analisisnya. Tipe 1 Tipe 3 Tipe 2 Tipe 4 Data yang ingin dikumpulkan dalam penelitian ini ialah berupa katakata, tindakan dan dokumendokumen. Pengumpulan bahan penelitian tersebut dimulai sejak penulis melakukan praktik kerja lapangan selama tiga bulan lebih di divisi Public Relations Hotel Ciputra Jakarta yaitu terhitung sejak tanggal 27 Maret – 10 Juli 2006. Pengumpulan data terus dilakukan hingga semua data terpenuhi, walaupun Penulis telah selesai melakukan praktik kerja tersebut. Sesuai dengan datadata yang ingin dikumpulkan tersebut, maka instrumen-instrumen yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data ialah wawancara, observasi serta rekaman arsip. Bahan Penelitian dan Unit Analisis Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah responden (manusia) yaitu humas Hotel Ciputra Jakarta yaitu Ari Eka Putri, Direktur Sales & marketing yaitu Thea S. Gunardhi serta lima wartawan yaitu Wisnu (Koran Sindo), Shalfi Andri (Koran Tempo), Deri (Indo Pos), Mila (Koran Sinar Harapan) dan Amaya (Parents Guide Magazine). Selain itu Peneliti juga menggunakan dokumen-dokumen yang dirasa penting sebagai bahan penelitian. Unit analisis yang digunakan ialah non-individu karena 8 Keabsahan Data Moleong (2004:171,173) mengungkapkan, “Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut versi “positivisme” dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri. Untuk menetapkan keabsahan data (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).” Berikut teknik pemeriksaan yang digunakan untuk kriteriakriteria di atas. Kredibilitas: perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecakupan referensial, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota; Keterangan: uraian rinci; Kebergantungan: audit kebergantungan; Kepastian: Audit kepastian. 1. Perpanjangan keikutsertaan Menurut Moleong (2004:175), “keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian.” Pada penelitian ini, keikutsertaan yang dilakukan Penulis ialah pada saat Penulis melakukan praktik kerja lapangan di HCJ terhitung sejak tanggal 27 Maret-10 Ju;i 2006. Dalam tiga bulan lebih tersebut Penulis ikut terjun langsung mengamati dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan humas dalam melakukan press relations seperti konferensi pers, wawancara pers dan lainnya. Keikutsertaan Penulis diperpanjang demi keperluan penelitian terhitung sejak bulan FebtuariAgustus 2007. Bulan Februari hingga Maret Penulis melakukan penelitian awal guna menggali latar belakang penelitian. Maret-Agustus Penulis melakukan penelitian langsung ke subjek penelitian yaitu divisi Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan humas HCJ. Hal ini dilakukan dalam usaha agar terpenuhinya data-data yang akan Penulis pergunakan untuk penelitian ini. 2. Ketekunan Pengamatan Moleong (2004:17) mengatakan, ”... ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciriciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu.” Pada penelitian ini, proses penemuan penelitian didapat dari wawancara mendalam dengan key informan dan informan-informan yang ada, dari hasil pengamatan dan dari penelusuran arsip. Untuk kegiatan wawancara, Penulis melakukannya dalam berbagai cara antara lain melalui tatap muka langsung, telepon dan email. Sedapat mungkin Penulis melakukan wawancara tatap muka langsung agar Penulis dapat mengetahui reaksi dari subjek yang Penulis wawancara dan Penulis dapat langsung memberikan pertanyaan bagi jawaban yang kurang jelas. Namun adakalanya wawancara hanya dapat Penulis lakukan melalui telepon atau email karena keterbatasan waktu yang dipunyai key informan dan informan. Wawancara dilakukan terus menerus hingga terpenuhinya data bagi penelitian ini. Dalam melakukan pengamatan langsung ke lapangan penelitian, yang dilakukan Penulis ialah melihat secara langsung kerja humas HCJ dalam melakukan kegiatan humas sehari-hari. Sedapat mungkin Penulis ikut terlibat dalam kegiatan press relations yang dilakukan divisi humas. 3. Triangulasi Menurut Moleong (2004:178), ”Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.” Denzim dalam Moleong membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Berikut akan diuraikan triangulasi dengan sumber. Membandingkan Hasil Wawancara Dengan Hasil Pengamatan No. Hasil Pengamatan Hasil Wawancara 1. PR executive tidak mengikuti morning meeting yang diadakan. Morning meeting ialah rapat harian direktur-direktur semua departemen di ruangan general manager. PR executive hanya mengikuti sales meeting yang diadakan khusus bagi departemen sales & marketing sendiri. Ini berarti humas tidaklah dekat dengan top management karena ia tidak secara langsung memberi sumbangsih saran untuk organisasi. Informan (Direktur S&M HCJ): Divisi humas memiliki akses langsung ke pimpinan, dalam hal ini kepada saya. Informasi terkecil apapun yang akan keluar dari divisi humas HARUS dengan persetujuan / sepengetahuan saya. Jika saya berhalangan hadir dan ada hal-hal urgent yang tidak dapat ditunda, maka divisi humas dapat meminta bantuan kepada Executive Assistant Manager (EAM / Wakil GM). Jika EAM pun tidak ada, barulah humas dapat meminta bantuan kepada GM. 2. Dilihat dari kenyataan di lapangan, petugas humas HCJ hanya dua orang saja yaitu public relations executive dan public relations officer, bahkan saat Penulis melakukan penelitian ini posisi public relations officer sedang kosong. Jadi, yang melakukan tugastugas humas tersebut hanya public relations executive saja Key informan (Humas HCJ): Kendalanya hanya pada jumlah humas yang tidak sebanding dengan jumlah departemen yang ada dalam menangani beragam informasi dan promosi yang dibutuhkan. 3. Di divisi humas HCJ, tidak ada sub divisi khusus yang mengurusi kegiatan press relations. Key informan (Humas HCJ): Tidak ada divisi khusus yang menangani media relations, ini karena kebiijakan langsung dari atasan. Mungkin mereka pikir sudah cukup humas melakukan media relations sekaligus melakukan promosi. 4. Humas juga mengundang wartawan jika ada acara-acara besar yang diselenggarakan oleh hotel. Acaraacara tersebut antara lain acara konferensi pers, SBEC gathering, Staying Guest Party, Travel Agent Night (yang merupakan acara tahunan HCJ), dan acara-acara momentum lainnya seperti Lebaran, Natal, Tahun Baru, Paskah, Imlek dan lain-lain. Strategi inviting media yang diterapkan humas bertujuan untuk membina hubungan baik dengan wartawan serta mempromosikan produk hotel kepada wartawan. Namun dalam pelaksanaannya, Penulis mengamati bahwa humas HCJ cenderung mengarah pada usahanya melakukan promosi dan publikasi. Informan (Dirketur S&M HCJ): secara rutin mengundang mereka menghadiri acara-acara yang sedang / akan diselenggarakan oleh hotel 6. Penulis teringat akan peristiwa yang Penulis saksikan. Saat itu key informan menelepon seorang wartawan, Ia bicara agak lama dan isi pembicaraannya, menurut Penulis, bukan urusan pekerjaan namun “obrolan ibu-ibu”. Saat itu key informan memberitahu bahwa Ia telah melahirkan dan selanjutnya hanya bercerita seputar urusan anak dan hal-hal sepele lainnya. Key informan (Humas HCJ): Selama ini kita tetap buktikan pada mereka bahwa walaupun tidak ada urusan kerjaan kita tetap berkomunikasi dengan mereka. 7. Penulis mengamati bahwa, ungkapan key informan mengenai keuntungan dari joint promotions yang dilakukan HCJ benar adanya. Hal ini Penulis simpulkan karena dari dokumen yang Penulis dapatkan, Koran Tempo sebagai mitra joint promotions HCJ, cukup aktif dalam mempublikasi HCJ di dalam medianya. Dalam kurun waktu 13 Juli – 3 Agustus, Koran Tempo telah memberitakan HCJ sebanyak empat kali. Tiga merupakan kolom berita dan satu merupakan kolom iklan. Key informan (Humas HCJ): Namun sebenarnya yang kita dapat itu lebih besar dari biaya yang kita keluarkan jadi tidak ada ruginya sama sekali. Dengan joint promotions kita mendapat promosi dan publikasi dari media tersebut. 8. Dari pengamatan Penulis di lapangan, humas HCJ dituntut oleh pihak manajemen untuk memberikan laporan secara berkala mengenai apa saja publikasi yang telah ia raih dari media massa. Humas harus membuat media kliping dan memberikannya kepada pihak manajemen. Selain itu humas juga harus melaporkan media coverage. Media coverage adalah laporan mengenai hasil pemberitaan di media massa. Key informan (Humas HCJ): Humas selalu melakukan evaluasi terhadap kerja humas salah satunya evaluasi terhadap kegiatan media relations ini. Humas biasanya melakukan media coverage. Hasilhasil pemberitaan di media massa setiap hari dipantau dan dikliping. Untuk setiap pemberitaan yang ada dilihat berapa kolom pemberitaan itu, lalu dinilai oleh humas berapa biaya per kolom jika itu kolom iklan. Intinya, humas menilai berapa biaya yang dapat di save oleh humas untuk biaya publikasi dengan adanya pemberitaan gratis di media massa. Media coverage ini di tunjukkan ke General Manager. 9. Berdasarkan pengamatan Penulis, humas mempunyai daftar ulang tahun media dan selalu mengeceknya. Biasanya setiap ada media yang berulang tahun humas menyiapkan kartu ucapan ulang tahun yang ditandatangani oleh general manager beserta kue ulang tahun yang dikirimkan melalui kurir atau langsung diberikan oleh humas sambil ia melakukan media visit. Key informan (Humas HCJ): Bentuk perhatian yang dapat kita lakukan ialah dengan mengirimkan kartu ucapan atau kue selamat ulang tahun kepada media dan wartawan. Untuk media kita punya daftar khusus ulang tahun media. Informan (Wartawan Tempo): Biasanya sih dia datang saat ulang tahun tempo, ngucapin selamat ulang tahun dan kasih kue ulang tahun. Informan (Direktur S&M HCJ): Keempat dengan memberikan sedikit perhatian dengan cara mengirimkan kartu ucapan / kue selamat ulang tahun, dan lain-lain kepada para mediator tersebut untuk menjaga hubungan baik. 5. Key informan (Humas HCJ): Dengan menginvite wartawan maka mereka dapat mengetahui announce produk, info hotel lebih detail dari kita dan jikalau approuching kita bagus ke mereka maka mereka dengan sendirinya dapat tertarik sehingga mereka akan memberitakan produkproduk kita. Ini sangat efektif karena dapat berita tanpa harus beriklan. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 9 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan Membandingkan Hasil Wawancara Dengan Isi Dokumen No. Hasil Wawancara Isi Dokumen 1. Informan (Direktur S&M HCJ): Pertama-tama, divisi humas akan menyusun perencanaan strategi yang akan mereka jalankan selama 1 tahun ke depan, kemudian hasil penyusunan strategi yang telah disusun oleh divisi humas tadi akan diserahkan kepada saya untuk dikoreksi, ditambahkan atau diganti dengan strategi lain yang dirasa lebih tepat. Key informan (Humas HCJ): Humas melakukan promosi, menginformasikan ke media, menyiapkan dan menyebarkan materi-materi promosi ke media. Key informan (Humas HCJ): Membuat materi promosi, mengadakan event-event untuk tamu, klien dan kalangan sosial lainnya, menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan media, melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, mengundang dan menginformasikan kepada media semua kegiatan positif yang dilakukan hotel, menggalang dana dan sponsor, memperluas/mengembangkan network / jaringan komunikasi. Public Relations Executive harus membuat strategi Public Relations yang berkaitan dengan tujuan dari merketing dan komuniksi serta sesuai dengan tujuan marketing hotel. Bentuk perhatian yang dapat kita lakukan ialah dengan mengirimkan kartu ucapan atau kue selamat ulang tahun kepada media dan wartawan. Untuk media kita punya daftar khusus ulang tahun media. Menyiapkan dan mengirimkan kartu ulang tahun atau hari jadi atau kue untuk media dan Board of Director. 2. 3. 4. Untuk tringulasi dengan metode, Penulis menggunakan strategi pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data. Semua hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini didapat menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi dan penelusuran arsip. Semua hasil wawancara dan rekaman arsip Penulis sertakan di halaman lampiran. Pada triangulasi dengan penyidik, Penulis telah melakukan pemanfaatan pengamat lainnya dalam hal ini Penulis dibantu oleh dosen pembimbing serta pembimbing lapangan yaitu Ibu Eni. Hal ini diperlukan untuk membantu Penulis dalam mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data. Triangulasi dengan teori dilakukan Penulis dengan membandingkan data dan penjelasan yang ada dengan teoriteori dari para ahli komunikasi dan kehumasan. Hal ini terdapat di bab 4 mengenai hasil penelitian dan pembahasan, dimana Penulis secara langsung memberikan penjelasan mengenai hasil penelitian dengan menyertakan penjelasan pembanding dari teori-teori dari para ahli tersebut. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan derajat kepercayaan data yang diperoleh. 4. Pemerikasaan Sejawat Melalui Diskusi Moleong (2004:179) mengungkapkan, “Teknik ini diperlukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.” Teknik ini dilakukan Penulis dengan cara mendiskusikan hasil penelitian yang didapat selama 10 Membuat liputan media untuk semua aktivitas organisasi, karyawan, jasa dan produk-produk ke semua media. - Mendukung kegiatan team marketing dengan mengirimkan promosi mengenai produk hotel kepada wartawan. - Mengelola setiap pameran atau acara hotel. - Mengelola konferensi pers, perjamuan pers dan kunjungan media termasuk acara resmi yang dikelola oleh hotel. - Membangun dan menjalin hubungan secara intim dengan klien hotel (perusahaan, pemerintah, kedutaan, biro perjalanan dan maskapai penerbangan melalui fax atau email). - Membangun hubungan dengan orang-orang berpengaruh, pemimpin komunitas, pejabat setempat dan para profesional. - Berpartisipasi dan mewakili hotel dalam aktivitas sosial penelitian dilakukan dengan dosen pembimbing, dosen kehumasan serta dengan rekan-rekan sejawat yang mempunyai pengalaman penelitian di fokus penelitian yang sama atau paling tidak hampir sama. Dengan demikian, Penulis dapat mengetahui bahwa pandangan dan pemikiran Penulis sudah benar atau tidak dan dapat memperbaikinya. 5. Analisis Kasus Negatif “Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding”. Moleong(2004:180) Pada penelitian ini Penulis tidak menemukan kasus negatif, karena apa yang dikatakan sumber penelitian sesuai dengan kenyataan lapangan yang Penulis dapatkan. 6. Kecukupan Referensial “Kecakupan referensial sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik untuk keperluan evaluasi.” (Moleong, 2004:181) Yang dipergunakan oleh Penulis untuk merekam wawancara baik dengan key informan maupun dengan informan-informan ialah MP3 Samsung. Selain itu, Penulis juga mempunyai informasi tertulis dari hasil wawancara yang dilakukan melalui email di alamat email Penulis yaitu [email protected]. 7. Pengecekan Anggota “Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan. Yang dicek dengan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan anggota yang terlibat meliputi data, kategori analitis, penafsiran, dan kesimpulan.” (Moleong, 2004:181) Dalam hal ini, Penulis melibatkan key informan dan informan untuk mengecek data hasil wawancara yang telah Penulis kumpulkan. Mereka memberikan tanggapan dan pandangan terhadap pemaparan Penulis. Selain itu, mereka juga mengoreksi dan menambahkan informasi-informasi yang dirasa kurang tepat atau kurang lengkap. Setelah mereka menilai informasi tersebut sudah tepat mereka menandatangani hasil wawancara tersebut. Hal itu Penulis lampirkan di halaman lampiran. Untuk kategori analitis, penafsiran, dan kesimpulan, Penulis melakukan pengecekan dengan dosen pembimbing. Hal ini dilakukan untuk mengecek laporan penelitian yang dikerjakan Penulis. 8. Uraian Rinci Menurut Moleong (2004:183), “Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan.” Penelitian ini dilakukan di divisi humas Hotel Ciputra Jakarta. Fokus penelitian dalam penelitian ini ialah mempertanyakan mengenai bagaimana kedudukan dan fungsi humas pada Hotel Ciputra Jakarta, bagaimana persepsi humas terhadap fungsi wartawan, pendekatan apa yang digunakan humas HCJ dalam menjembatani perbedaan fungsi antara dirinya dan wartawan, mengapa pendekatan tersebut digunakan oleh humas HCJ, dan bagaimana humas HCJ melaksanakan pendekatan tersebut. Pada akhirnya disimpulkan fokus penelitian Penulis ialah “Bagaimana strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta dalam membina hubungan yang harmonis dengan wartawan?” Uraian rinci mengenai hasil penelitian sesuai dengan fokus penelitian dibahas pada bab 4. Penemuan yang dihasilkan diuraikan dengan penafsiran yang dilakukan Penulis dalam bentuk uraian rinci dengan segala pertanggungjawaban berdasarkan kejadian-kejadian nyata. 9. Auditing. Menurut Moleong (2004:183), “Auditing adalah konsep bisnis, khususnya di bidang fiskal yang dimanfaatkan untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal ini dilakukan baik terhadap proses maupun terhadap hasil dan keluaran.” Klasifikasi yang dilakukan Penulis sesuai dengan yang dilakukan Halpern dalam Moleong (2004:184) sebagai berikut: 1. Data mentah, termasuk bahan yang direkam secara elektronik, catatan lapangan tertulis, dan dokumen yang Penulis kumpulkan selama mengadakan penelitian di HCJ; 2. Data yang direduksi dan hasil kajian, termasuk di dalamnya penulisan secara lengkap catatan lapangan, ikhtisar catatan, dan catatan teori seperti hipotesis kerja, konsep dan semacamnya; 1. Rekontruksi data dan hasil sintesis, termasuk di dalamya struktur kategori: tema, definisi, dan hubungan-hubungannya; penemuan dan kesimpulan; dan laporan akhir dan hubungannya dengann kepustakaan mutakhir, integrasi konsep, hubungan dan penafsirannya; 3. Catatan mengenai proses penyelenggaraan, termasuk di dalamnya catatan metodologi: prosedur, desain, strategi, rasional; 4. Catatan tentang keabsahan data: berkaitan dengan derajat kepercayaan, kebergantungan,kepastian penelusuran audit; 5. Bahan yang berkaitan dengan maksud dan keinginan, termasuk usulan penelitian, catatan pribadi: catatan reflektif dan motivasi; dan harapan: harapan dan peramalan; 6. Informasi tentang pengembangan instrumen, termasuk berbagai formulir yang digunakan untuk penjajakan, jadwal pendahuluan, format pengamat, dan survai. Analisis Data Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen dalam buku Moleong (2004,248) adalah “upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.” Sesuai dengan disain penelitian yang digunakan yaitu tipe 2 (desain kasus tunggal dengan unit multi-analisis) maka analisis data yang digunakan ialah analisis deskriptif komparatif. Data dihimpun dan dianalisis dengan kata-kata dengan membandingkan unit analisisnya. Berikut tahapan-tahapan analisis data yang dilakukan Penulis: 1. Reading, membaca data-data yang telah terkumpul dari transkrip wawancara, catatan peneliti dan rekaman arsip. 2. Editing, mengedit informasi-informasi penting yang ada. 3. Koding, memilah data-data yang ada dan memberi kode pada masing-masing data. 4. Kategorisasi, memilah-milah data menjadi kategori-kategori serta mengembangkan ketegorikategori tersebut. 5. Eksplorasi, mengeksplorasi hubungan antar kategori. 6. Comparing, membandingkan data dan informasi dari unit-unit analisis. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan di divisi public relations Hotel Ciputra Jakarta. Hasil penelitian diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan key informan dan informan, hasil observasi Penulis dan hasil pene- Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 11 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan lusuran dokumendokumen penting yang relevan dengan fokus penelitian. Observasi partisipan secara terbatas dilakukan sebelum dan pada saat mengumpulkan data namun ada juga beberapa data yang Penulis kumpulkan pada saat Penulis melakukan praktik kerja lapangan di HCJ selama tiga bulan. Penjelasan yang akan dipaparkan disesuaikan dengan fokus penelitian yaitu pemaparan mengenai strategi press relations humas Hotel Ciputra Jakarta dalam membina hubungan yang harmonis dengan wartawan dan halhal lainnya berkaitan dengan fokus penelitian tersebut. Di bawah ini, Penulis akan memaparkan mengenai fungsi humas HCJ, fungsi wartawan bagi humas HCJ, pendekatan-pendekatan dan strategi yang dilakukan humas HCJ dalam melakukan press relations serta temuan-temuan lainnya. Fungsi Humas Hotel Ciputra Jakarta Humas HCJ secara struktural sudah ada dalam struktur organisasi. Di sana terlihat bahwa humas merupakan divisi khusus yang berada di bawah departemen sales & marketing. Kedudukan humas berada di bawah direktur sales & marketing dan sejajar dengan manajer sales lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pertama diketahui bahwa humas bertanggung jawab pada direktur sales & marketing. Segala kegiatan humas yang diprogramkan harus terlebih dahulu diajukan ke direktur sales & marketing untuk disetujui. Hal ini juga sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh key informan bahwa segala kegiatan humas diupayakan untuk mendukung departemen sales & marketing dalam hal melakukan promosi dan penjualan. Humas lebih difungsikan sepenuhnya untuk mendukung tujuan dari departemen sales & marketing ini. Kedudukan humas ini dikuatkan dengan pengamatan Penulis, PR executive tidak mengikuti morning meeting yang diadakan. Morning meeting ialah rapat harian direktur-direktur semua departemen di ruangan general manager. PR executive hanya mengikuti sales meeting yang diadakan khusus bagi departemen sales & marketing sendiri. Ini berarti humas tidaklah dekat dengan top management karena ia tidak secara langsung memberi sumbangsih saran untuk organisasi. Mengenai hal ini, kemudian Penulis mengkonfirmasikannya kepada informan pertama dengan mengajukan pertanyaan apakah humas punya akses langsung ke pimpinan, berikut jawaban Beliau: ”Divisi humas memiliki akses langsung ke pimpinan, dalam hal ini kepada saya. Informasi terkecil apapun yang akan keluar dari divisi humas HARUS dengan persetujuan / sepengetahuan saya. Jika saya berhalangan hadir dan ada hal-hal urgent yang tidak dapat ditunda, maka divisi humas dapat meminta bantuan kepada Executive Assistant Manager (EAM / Wakil GM). Jika EAM pun tidak ada, barulah humas dapat meminta bantuan kepada GM.” 12 Mengenai jawaban tersebut, Penulis memahami bahwa humas HCJ tidak secara langsung punya akses menyampaikan saran kepada pihak manajemen, dalam hal ini yang Penulis maksud adalah pimpinan tertinggi hotel yaitu general manajer, namun humas hanya sebatas menyampaikan saran dengan terlebih dahulu mendiskusikannya ke pimpinan departemen yang membawahinya yaitu direktur sales & marketing. Masalah kedudukan humas tersebut, pernah Penulis tanyakan ke key informan pada waktu Penulis melakukan praktik kerja lapangan. Key informan menyatakan bahwa umumnya kedudukan humas hotel memang seperti ini. Jarang sekali humas hotel yang mempunyai depertemen sendiri, rata-rata humas hotel pasti berada di bawah departemen pemasaran. Pernah Penulis tanyakan mengapa, dan ia menjawab bahwa ”humas sebenarnya dalam dunia nyata tidaklah seperti yang kamu dapatkan di bangku kuliah, banyak hal-hal yang tidak seideal yang kamu bayangkan.” Demikian ungkapan key informan pada waktu itu. Kedudukan humas HCJ yang demikian, berimplikasi pada wewenang yang dimilikinya dalam mengambil keputusan. Berdasarkan pernyataan key informan, humas belum mempunyai wewenang mutlak untuk mengambil keputusan sendiri. Hal ini disebabkan humas masih terikat dengan departemen lain sehingga wewenang dan keputusan yang diambil humas menjadi tidak mutlak. Dari kenyataan tersebut, Penulis memahami bahwa penentuan kedudukan humas di HCJ berdasarkan sistem sentralisasi. Hal ini berdasarkan pemaparan dari Kusumastuti (2002) mengenai kedudukan humas dalam sebuah organisasi. Ia menyatakan bahwa penentuan kedudukan humas dalam organisasi pada dasarnya menganut dua sistem, yaitu sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi. Sistem desentralisasi maksudnya, aktivitas humas dikelola secara mandiri oleh seseorang yang menjabat sebagai direktur humas beserta staf-stafnya. Pengelolaan ini meliputi perencanaan, pengkomunikasian, pelaksanaan sampai dengan evaluasinya. Posisi atau kedudukannya tersebut secara langsung berada di tingkat top level management. Sedangkan sistem sentralisasi yang dimaksud Kusumastuti ialah aktivitas humas di organisasi yang dilakukan secara terpusat atau oleh pusat. Posisi atau kedudukan humas dalam sistem ini biasanya berada di bawah bagian lain dan berada di tingkat lower-middle management. Berdasarkan ungkapan Kusumastuti tersebut Penulis dapat menyimpulkan bahwa humas HCJ mengikuti sistem sentralisasi karena tidak mempunyai departemen sendiri bahkan berada di bawah lain yaitu departemen sales & marketing (kedudukannya berada di middle management). Kedudukan humas yang demikian tidaklah ideal. Karena menurut Kusumastuti, humas idealnya berada di tingkat top level management bukan di lower-middle management. Posisi humas ini akan berpengaruh pada fungsi dan peran humas secara keseluruhan. Jika humas berada di Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan top level management maka humas akan berperan sebagai expert prescriber communication dan problem solving process fasilitator. Expert prescriber communication artinya humas akan berperan sebagai penasehat ahli bagi organisasi. Problem solving process fasilitator artinya humas sebagai pengambil keputusan komunikasi bagi organisasi. Sedangkan posisi humas yang berada di lower-middle management, artinya humas hanya akan berperan sebagai communications fasilitator dan communication technician. Communication fasilitator artinya humas sebagai ”jembatan” antara organisasi dan publiknya. Sedangkan communication techinician artinya humas berperan sebagai teknisi komunikasi saja. Kedudukan humas yang demikian juga tidaklah sejalan dengan pendapat dari Cutlip, Centre and Broom yang ada di kerangka teori di bab II halaman 17. Cutlip, Centre and Broom mengungkapkan bahwa humas merupakan fungsi manajemen, yang mengandung makna bahwa humas haruslah berada dekat dengan pimpinan, menjadi ”corong” manajemen atau ”pembela” manajemen bahkan dapat menjadi mata dan telinga serta tangan kanan top manajemen bukan hanya berperan sebagai teknisi komunikasi saja. Tujuan dari dibentuknya humas bagi HCJ diperjelas dengan ungkapan informan utama berikut ini: ”HCJ membentuk divisi humas untuk menjadi jembatan komunikasi (juru bicara resmi) antara pihak external (clients, media, dan lain-lain) dengan pihak internal hotel. Selain itu divisi humas juga diperuntukkan untuk menciptakan, menjaga dan meningkatkan image positif perusahaan dimata pihak luar (clients, markets, press) melalui berbagai promosi dan informasi, sesuai dengan ketentuan dan keinginan yang telah ditetapkan oleh management dan owning company.” Selain itu, informan utama juga menambahkan mengenai harapan Beliau dengan adanya divisi khusus humas di HCJ yaitu: ”Divisi humas dibentuk guna mendukung departemen sales & marketing. Saya mengharapkan humas dapat melakukan komunikasi, promosi dan klarifikasi secara tepat, efektif dan efisiensi baik kepada pihak internal di dalam hotel maupun dengan pihak eksternal yang berada di luar hotel. Humas diharapkan berfungsi secara internal dan eksternal. Secara internal maksudnya, humas berfungsi bagi departemen sales & marketing yaitu sebagai jembatan komunikasi antara departemen sales & marketing dengan departemen lainnya di dalam hotel. Sedangkan secara eksternal maksudnya, humas sebagai satusatunya pihak perwakilan dari hotel yang paling berwenang untuk menyampaikan segala macam informasi, promosi ataupun klarifikasi dalam bentuk apapun, yang sedang dilakukan oleh hotel kepada pihak luar, dalam hal ini client atau media massa (cetak maupun elektronik).” Dari pernyataan tersebut, Penulis memahami bahwa humas diharapkan dapat menjadi penghubung yang baik antara pihak hotel dengan publiknya dengan cara melakukan komunikasi, promosi dan klarifikasi secara tepat, seperti ungkapan di atas. Penulis juga menyimpulkan bahwa humas dalam hal ini difungsikan bukan saja sebagai jembatan komunikasi bagi HCJ dengan pihak luar namun juga sebagai jembatan bagi departemen sales & marketing dengan departemen lainnya. Dengan kedudukannya di middle management tersebut yaitu di bawah departemen sales & marketing, maka humas berkewajiban menterjemahkan tuntutan kebutuhan departemen sales & marketing yang membawahinya. Penulis mencoba mengkonfirmasi hal ini dan berikut jawaban key informan: “Humas berperan melakukan promosi, menginformasikan ke media, menyiapkan dan menyebarkan materi-materi promosi ke media. Dengan cara inilah kita menterjemahakan keinginan dari departemen pemasaran. Kita berusaha sebisa mungkin membantu departemen ini. Jika penjualan produk dan paket kamar berhasil maka boleh dibilang upaya humas juga berhasil. Jika promosi yang dibuat humas diliput oleh media juga boleh dinamakan kerja kita berhasil.” Penulis memahami bahwa humas sesuai dengan posisinya tersebut memang difungsikan secara khusus bagi depertemen sales & marketing dan ia menterjemahkan keinginan departemen tersebut dengan cara membantu departemen ini dalam memasarkan produk-produk hotel namun dengan cara khas humas. Sesuai dengan fokus penelitian, yang ingin mengetahui fungsi humas HCJ sebenarnya, Penulis juga mengajukan pertanyaan mengenai fungsi humas bagi diri seorang wartawan. Deri yang merupakan wartawan Koran Indo Pos menyatakan bahwa: “Menurut saya humas adalah jembatan untuk wartawan melakukan konfirmasi ke pimpinan perusahaan. Melalui humas biasanya saya membuat janji bertemu dengan pimpinan. “Amaya, salah satu wartawan dari Parents Guide Magazine mengatakan bahwa: “Humas atau Public Relations adalah seseorang atau sekumpulan yang tugasnya membangun hubungan baik (favorable image) baik dengan public internal maupun external perusahaan. Nah, yang dimaksud dengan external itu macam-macam, diantaranya klien/konsumen, pemegang saham, masyarakat sekitar, dan media (termasuk wartawan).” Hal ini juga sejalan dengan apa diungkapkan oleh Mila seorang wartawan dari Sinar Harapan: ”Di beberapa perusahaan, ada posisi yang disebut media relations, bagian dari humas. Merekalah yang menghubungkan antara wartawan dengan perusahaan tempat mereka bekerja”. Tugas wartawan adalah mencari dan mengumpulkan informasi kemudian menuliskannya menjadi sebuah berita. Wartawan menginginkan informasi menarik dari manapun termasuk informasi mengenai sebuah organisasi, oleh karena itu bagi mereka fungsi humas merupakan jembatan bagi mereka untuk mendapatkan informasi dari organisasi tersebut yang kemudian dapat dijadikan berita bagi media mereka. Selain itu seperti ungkapan Amaya, humas juga bertugas membangun hubungan baik dengan siapa saja yang menjadi publik Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 13 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan suatu perusahaan. Penulis menyimpulkan, bahwa fungsi humas HCJ bagi informan-informan yang Penulis wawancarai adalah sama. Bagi direktur sales & marketing, humas merupakan jembatan komunikasi hotel dengan pihak eksternal termasuk dengan media massa. Bagi wartawan pun, secara tidak langsung terungkap, bahwa humas merupakan jembatan bagi mereka untuk menghubungi pihak perusahaan. Key informan sendiri menyadari tujuan dari dibentuknya divisi humas dengan pernyataan berikut: ”HCJ membentuk divisi humas adalah untuk menciptakan, menjaga dan meningkatkan citra/image-nya di kalangan target market maupun masyarakat sekitarnya.” Key informan juga menambahkan bahwa fungsi dan perannya adalah: ”Untuk menjaga dan meningkatkan citra melalui berbagai informasi dan promosi, menjalin hubungan baik dengan pihak internal ataupun eksternal yang berkaitan dengan kelangsungan hidup hotel.” Berdasarkan pernyataan dari informan utama yaitu direktur sales & marketing dan key informan di atas, Penulis menyimpulkan bahwa fungsi humas pada HCJ yaitu sebagai berikut: • menciptakan, menjaga dan meningkatkan image positif hotel di mata masyarakat (internal dan eksternal) • menjadi jembatan penghubung antara pihak hotel dengan khalayak hotel • menjadi jembatan penghubung antara departemen sales & marketing dengan departemen lain (secara khusus berkaitan dengan kedudukannya tersebut) • membantu departemen sales & marketing dalam melakukan pemasaran • melakukan komunikasi, promosi dan klarifikasi kepada pihak luar hotel Kegiatan Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Sesuai dengan bahasan mengenai kegiatan humas dalam menjalin hubungan dengan wartawan, terlihat di atas bahwa tugas dan tanggung jawab humas HCJ salah satunya ialah melakukan press relations. Tugas dan tanggung jawab tersebut juga berkaitan dengan fungsi humas HCJ yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu sebagai jembatan antara pihak hotel dan khalayak hotel, yang salah satu diantaranya yaitu wartawan. Berdasarkan pernyataan key informan, yang melatarbelakangi humas membina hubungan baik dengan wartawan ialah karena key informan manganggap media (wartawan) merupakan jembatan penghubung yang efektif dan memiliki sasaran luas, sehingga apa yang diinformasikan kepada mereka akan cepat sampai pada target sasaran. Selain itu informan utama juga menambahkan bahwa latar belakang departemen sales & marketing, yang membawahi divisi humas, membina hubungan baik dengan wartawan ialah karena media (wartawan) merupakan jembatan penghubung yang efektif dan memiliki pengaruh yang cukup kuat kepada 14 masyarakat, sehingga apa yang diinformasikan melalui mereka akan cepat sampai pada masyarakat luas dalam berbagai kalangan. Kedua pendapat di atas membuktikan bahwa HCJ sangat mengidamkan terciptanya hubungan baik dengan kalangan media massa dan wartawan. Karena bagi mereka media massa merupakan jembatan penghubung yang efektif menyampaikan segala pengaruhnya kepada masyarakat termasuk kepada khalayak HCJ. Namun adakalanya hubungan baik yang diinginkan humas HCJ tidak senantiasa berhasil dengan mulus. Hal ini dipahami oleh pihak humas sendiri dengan pernyataannya key informan berikut: “Namun pada dasarnya naluri wartawan adalah lebih tertarik dengan berita negatif, kontroversial dan unik. Sedangkan berita positif agak sulit menjadi bahan berita bagi mereka. Untuk itu kita perlu membina dan menjalin hubungan baik dengan wartawan tersebut tidak hanya pada saat jam kerja tapi juga di luar jam kerja.” Dari pernyataan key informan di atas terungkap mengenai persepsi humas terhadap wartawan, bahwa wartawan merupakan sosok yang dianggap menginginkan berita yang agak kontroversial dari sebuah organisasi karena bagi mereka berita tersebut lebih menarik. Di pihak humas, tentulah ia enggan perusahaannya diberitakan negatif. Hal inilah yang membuat humas HCJ menyadari kepentingannya untuk senantiasa membina hubungan baik dengan wartawan. Pada kesimpulan mengenai fungsi wartawan) disimpulkan bahwa wartawan berfungsi mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menulis berita yang dapat dijual namun wartawan juga tetap harus mengedepankan kepentingan masyarakat dengan menyajikan berita yang factual dan punya nilai berita. Bila dikaitkan dengan hal ini, dapat terlihat bahwa ungkapan key informan mengenai sosok wartawan tersebut tidaklah begitu tepat. Wartawan bukan mencari berita-berita yang negatif dan kontroversial namun sehubung dengan tugasnya, mereka menginginkan sebuah berita yang menarik, faktual dan punya nilai berita. Tidak bisa dipungkiri, berita negatif dan kontroversial memang cenderung disukai oleh masyarakat, dan tentunya kemudian disukai pula oleh media massa. Berdasarkan pengamatan Penulis di lapangan, humas HCJ lumayan sering mendapat kunjungan dari wartawan yang hendak meminta wawancara atau sekedar ingin mendapat ijin foto caption di hotel. Dari wawancara ke informan kedua yaitu wartawan, Penulis mendapat informasi bahwa tujuan mereka hendak menghubungi pihak humas HCJ biasanya dalam kepentingan sedang membuat tulisan dengan tema /topik yang diperlukan dalam penulisan artikel yaitu berkaitan dengan hotel (rubrik lifestyle). Demi kepentingan ini biasanya mereka menghubungi humas dengan harapan humas dapat membantu memberikan nformasi yang mereka butuhkan. Penulis menyimpulkan, bahwa sebenarnya humas dapat memanfaatkan kepentingan wartawan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan tersebut, dengan cara memberikan informasi yang menarik untuk wartawan sekaligus dapat menampilkan citra positif hotel kepada masyarakat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa wartawan hanya mencari informasi hanya kepada humas-humas yang mereka rasa punya hubungan baik dengan diri mereka. Hal ini diungkap oleh Mila (wartawan Sinar Harapan), ” biasanya yang saya hubungi yang memiliki hubungan cukup dekat saja”. Inilah alasan bahwa humas harus mempunyai hubungan baik dengan wartawan. Pentingnya hubungan baik antara humas dan wartawan, lebih diperjelas dengan ungkapan dari Nurudin (2004,12-13), ”menghindari hubungan dengan media merupakan kematian sedangkan mengelola dan menjalin hubungan baik dengan media adalah kehidupan yang akan terjalin di masa datang.” Ungkapan tersebut mungkin cukup keras, namun dapat dilihat kebenarannya. Dari pengamatan Penulis di lapangan, humas HCJ dituntut oleh pihak manajemen untuk memberikan laporan secara berkala mengenai apa saja publikasi yang telah ia raih dari media massa. Humas harus membuat kliping media dan memberikannya kepada pihak manajemen. Selain itu humas juga harus melaporkan media coverage. Media coverage adalah laporan mengenai hasil pemberitaan di media massa. Untuk setiap pemberitaan yang ada dilihat berapa kolom pemberitaan itu, lalu dinilai oleh humas berapa biaya per kolom jika itu kolom iklan. Intinya, humas menilai berapa biaya yang dapat di save oleh humas untuk biaya publikasi dengan adanya pemberitaan gratis di media massa. Dengan kenyataan tersebut, maka tidaklah heran bahwa humas menginginkan terciptanya hubungan yang harmonis dengan wartawan. Hal ini dikarenakan tuntutan dari atasan. Tuntutan itu mendorong humas melakukan usaha-usaha press relations. Menurut informan kedua, ada beberapa hal yang menjadi penyebab ketidakharmonisan antara humas dan wartawan, yaitu sebagai berikut: Mila wartawan Sinar Harapan mengatakan: ”Sesungguhnya, humas dan wartawan memiliki hubungan simbiosis mutualisme, saling butuh. Namun, menurut pengalaman saya, pada akhirnya humas lebih membutuhkan wartawan karena bisa menjembatani mereka menuju masyarakat luas. Yang paling menyebalkan adalah ketika seorang humas bekerja lamban, ketika wartawan membutuhkan bantuan seperti keterangan, foto, atau apa pun, sementara wartawan bekerja dibawah tekanan deadline.” Sedangkan Deri wartawan Indo Pos juga mengungkapkan pendapatnya: ”Biasanya hanya kalau ada pertanyaan dari saya yang mereka tidak bias menjawab artinya pertanyannnya seputar kasus, kadang mereka tidak bisa menjawab mungkin karena bukan kapasitas mereka atau karena mereka ditekan oleh atasannya.” Dan yang terakhir Amaya wartawan Parents Guide Magazine mengungkapkan: ”Seharusnya, humas berperan sebagai the bridge (jembatan) yang menghubungkan jurnalis dengan narasumber di suatu perusahaan. Walaupun pada sebagian besar perusahaan, humas diberi wewenang sebagai the spoken person (juru bicara perusahaan). Tetapi, ada kalanya wartawan membutuhkan narasumber langsung. Misalnya: wawancara eksklusif dengan presdir, direktur keuangan, dan lain-lain. Nah, ada kalanya humas tidak membantu mempermudah/memperlancar proses ’pertemuan’ antara media (wartawan) dengan narasumber yang dituju. Padahal belum tentu si narasumber tersebut keberatan lho. Alhasil, tidak jarang wartawan itu mencari tahu sendiri nomor kontak si narasumber yang dituju (biasanya dari wartawan juga). Dan, setelah menghubungi langsung, biasanya orang yang dituju malah welcome. Jadi dalam hal ini humas terkadang cenderung mempersulit sesuatu yang sebenarnya mudah (tetapi ini tidak berlaku umum ya, humas yang baik dan profesional pun banyak kok!)” Dari ketiga pendapat di atas Penulis simpulkan, bagi pihak wartawan, hubungan yang kurang harmonis dengan humas disebabkan oleh informasi yang tersendat yang diterima oleh mereka. Wartawan berpikir humas menutup-nutupi sebuah informasi mengenai perusahaan mereka atau lamban dalam memberikan informasi tersebut. Dalam hal ini, humas berkepentingan meluruskan persepsi tersebut dan berusaha membina hubungan yang baik dengan wartawan agar tidak adanya kesalahpahaman antara keduanya. Oleh karena itu, humas HCJ mempunyai strategi khusus tersendiri dalam membina hubungan baik dengan wartawan yang dinamakan kegiatan press relations. Di divisi humas HCJ, tidak ada sub divisi khusus yang mengurusi kegiatan press relations. Menurut key informan ini sudah merupakan kebiijakan langsung dari atasan. Pihak manajemen berpikir satu divisi humas sudah cukup untuk melakukan tugas press relations sekaligus melakukan promosi dan semua tugas lainnya. Kaitannya dengan ungkapan key informan tersebut, Iriantara (2005:83) dalam ungkapannya berikut mengenai tugas humas dalam melakukan media relations mengatakan, “terkait dengan bidang pekerjaan tersebut, maka pada internal organisasi dibentuk tim media. Tim media ini setidaknya mengandung 3 tugas yang dijalankan yakni koordinator media, juru bicara dan penulis.” Dari ungkapan Iriantara tersebut, terungkap bahwa idealnya dalam divisi humas ada subdivisi khusus, yang disebut oleh Iriantara tim media. Tim media inilah yang secara spesifik bertugas untuk menangani media dan wartawan serta mengerjakan kegiatan press relations. Hal ini bertujuan agar mempermudah kerja humas. Penulis mengkonfirmasi dengan menanyakan, bagaimana humas membagi waktu antara membina hubungan dengan wartawan, dengan melakukan tugas lainnya, berikut jawaban dari key informan: “Waktu dibagi berdasarkan skala prioritas dan pembuatan schedule promosi.” Dengan demikian Penulis menyimpulkan, Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 15 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan berkaitan tugas lainnya, humas HCJ masih menyisihkan waktu untuk membina hubungan baik dengan wartawan.Selain itu, key informan juga mengungkapkan bahwa divisi humas mempunyai kriteria dalam pemilihan media yang ia gunakan sebagai jembatan komunikasi antara perusahaan dan target market hotel. Berikut pemaparan key informan : “Dalam memilih media, humas selalu menyesuaikannya dengan target market dari HCJ sendiri. Kalau dalam menyebarkan press release kita melihat terlebih dahulu promosi apa yang sedang digencarkan. Dalam mengundang wartawan pun kita juga melihat acara yang sedang atau akan berlangsung. Intinya kita akan memilih media yang related dengan promosi atau acara yang berlangsung. Contohnya acara PP, maka kita akan mengundang media yang sesuai dengan tema acara yang ada, yaitu media dengan target market wanita dan berkecimpung dalam dunia bisnis atau wanita karier.” Dari pemaparan key informan tersebut, tampak bahwa humas mempunyai kriteria tersendiri dalam memilih media. Pemilihan media dilakukan berdasarkan target market hotel dan sasaran khalayak acara/promosi yang digencarkan hotel. Berdasarkan keterangan informan utama, yang menjadi target market HCJ adalah masyarakat dengan kelas A dan B+. Penetapan sasaran yang spesifik tersebut membuat humas berkewajiban memilih media dengan sasaran yang sama dengan sasaran khalayak hotel. Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Dengan terbatasnya waktu yang dimiliki humas, humas mempunyai strategi khusus dalam membina hubungan baik dengan wartawan. Strategi mengenai berhubungan dengan media dan wartawan merupakan salah satu perencanaan kerja humas yang tertera di dalam business plan yang selalu dibuat humas setiap tahunnya. Hal tersebut diungkap oleh key informan dalam pernyataan berikut: “Business plan merupakan perencanaan kerja humas selama setahun untuk kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan. Jadi dari business plan lah rencana kerja humas nantinya. Business plan ini disusun sendiri oleh humas tapi tetap diajukan terlebih dahulu ke Ibu Thea.” Hal ini diperkuat pula oleh pernyataan dari informan utama. Beliau mengungkapkan mengenai proses pembuatan strategi yang dibuat oleh humas sebagai berikut: “Pertama-tama, divisi humas akan menyusun perencanaan strategi yang akan mereka jalankan selama 1 tahun ke depan, kemudian hasil penyusunan strategi yang telah disusun oleh divisi humas tadi akan diserahkan kepada saya untuk dikoreksi, ditambahkan atau diganti dengan strategi lain yang dirasa lebih tepat. Jadi, divisi humas dan departemen sales dan marketing akan saling bekerja sama dalam setiap hal yang berhubungan dengan perusahaan.” Berdasarkan pernyataan tersebut, Penulis memahami bahwa departemen sales & marketing ikut mengambil bagian 16 dalam proses penyusunan strategi humas termasuk strategi press relations. Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan mengenai tugas humas dalam melakukan kegiatan press relations sekaligus menjawab fokus penelitian, maka selanjutnya Penulis akan membahas mengenai pendekatan dan strategi apa yang dilakukan humas HCJ dalam membina hubungan press relations yang harmonis, mengapa strategi tersebut yang dipilih dan bagaimana pelaksanaannya. Penulis menanyakan mengenai strategi press relations HCJ tidak hanya kepada public relations executive (key informan) namun juga menanyakannya kepada direktur sales & marketing (informan utama). Berikut data yang Penulis dapatkan dari hasil wawancara key informan mengenai strategi melakukan press relations, yang Penulis bagi dalam beberapa point. 1. Media Visit 2. Inviting Media 3. Joint Promotions 4. Maintain Relations Informasi yang Penulis dapatkan dari informan utama memberikan suatu penegasan bahwa selaku pimpinan dari departemen yang membawahi divisi humas, informan utama juga mempunyai konsep strategi yang harus diupayakan humas dalam membina hubungan baik dengan wartawan. Dari pemaparan tersebut, Penulis mengkonfirmasinya kepada key informan yang merupakan pihak yang akan menerapkan strategi-strategi yang dikemukakan informan utama tadi. Berikut pembahasan mengenai strategi-strategi tersebut yang Penulis bagi dalam point-point: 1. Mengirimkan program acara-acara/paket-paket unik Berdasarkan informasi dari key informan, tujuan dari strategi pertama ini ialah untuk menginformasikan atau mempromosikan berbagai kegiatan yang ada di hotel agar tercipta awareness di kalangan target market dan kliennya. Humas HCJ menyadari bahwa informasi yang diinginkan oleh wartawan ialah informasi yang menarik. Oleh karena itu, humas HCJ menerapkan strategi ini dengan cara senantiasa memberikan informasi terbaru mengenai hotel dan promosi terbaru hotel kepada wartawan dengan cara yang menarik agar wartawan dapat menerima informasi tersebut. Cara yang dilaksanakan humas dalam melaksanakan strategi ini ialah dengan mengirimkan sms/email blatz. Menurut key informan, sms/email blast merupakan pengiriman informasi ataupun promosi secara berkala (setiap bulan) dan bersamaan kepada klien dan target market hotel maupun kepada media melalui sms atau email. Dari hasil wawancara Penulis, didapati bahwa alasan humas menggunakan sms/email blatz sebagai cara memberikan informasi kepada wartawan dan media, karena sms dan email kini merupakan teknologi yang sedang tren bagi semua kalangan. Berikut lebih jelasnya kutipan ungkapan key informan: “Sebenarnya Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan bukan hanya sms atau email saja yang dipakai, semua perantara komunikasi yang dapat kita gunakan maka akan kita pakai. Namun untuk saat ini memang lagi tren yaitu penggunaan hp dan email. Maka kita gunakan itu untuk berhubungan dengan wartawan. Kenapa pake hp karena hp sifatnya lebih personal maka dapat mengena langsung kepada mereka. Sedangakan email digunakan karena lebih mudah dan menarik. Sebenarnya penggunaan sms blatz jarang digunakan oleh hotel lain, maka dari itu kita mau jadi pelopor bagi hotel-hotel lain.” Dari pernyataan key informan tersebut, jelaslah tergambar bahwa tujuan humas menggunakan sms/email blatz adalah untuk tujuan penyebaran informasi kepada wartawan dan media, humas ingin cara yang Ia gunakan efektif dan menarik oleh kerena itu penggunaannya disesuaikan dengan kemajuan teknologi yaitu melalui sms dan email. Berdasarkan pengamatan Penulis di lapangan, humas mempunyai media list yang berisikan nama-nama wartawan dan daftar kontak mereka. Jadi, dalam hal ini humas menggunakan media list tersebut untuk mengirimkan sms/email blast tersebut. Berdasarkan pengamatan Penulis juga, ada beberapa kendala yang terjadi dalam penerapan strategi ini. Dari hasil wawancara Penulis dengan informan kedua yaitu wartawan, mereka mengatakan memang pernah menerima sms/email blatz tersebut, namun sering juga mereka tidak mendapatkan sms/email tersebut. Email yang dikirimkan mungkin tidak langsung mereka terima karena alamat email yang dikirim ialah ke media bukan ke alamat email mereka langsung. Menurut mereka, wartawan jarang sekali berada di kantor. Selain itu, tugas mereka sering berpindah-pindah. Satu dari informan yang Penulis hubungi mengatakan bahwa ia sudah tidak lagi menulis di rubrik lifestyle namun sudah beralih ke rubrik olahraga. Amat repot jika sms/email blatz yang dikirim humas ternyata salah alamat. Menurut Jefkins salah satu strategi yang disusun oleh humas HCJ tersebut termasuk prinsip umum/kiat dalam melakukan press relations yang dikemukakannnya yaitu by supplying good copy yang diterjemahkan menjadi “memasok naskah informasi yang baik” (bab II hal 35). Dengan memasok informasi kepada wartawan, maka wartawan dapat dengan mudah memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkannya. Ini akan mempermudah kerja wartawan dan membuat saluran komunikasi antara humas dan wartawan menjadi lancar. Iriantara (2005:92) juga mengatakan bahwa salah satu prinsip dasar menjalin hubungan dengan media massa adalah dengan menjadi narasumber yang berharga bagi mereka. Penulis memahami pandapat Iriantara, bahwa humas seharusnya tidak hanya memasok informasi kepada wartawan untuk kepentingan promosi perusahaannya saja namun juga perlu memikirkan dan mengusahakan cara agar informasi yang ia berikan tersebut berharga bagi wartawan. Jadi, Penulis menyimpulkan bahwa strategi ini bertujuan untuk menginformasikan atau mempromosikan kegiatan-kegiatan HCJ yang disesuaikan dengan kebutuhan wartawan akan informasi yang menarik. Dalam pelaksanaanya humas HCJ menggunakan sms/email blatz sebagai salah satu cara memberikan informasi tersebut. Sesuai dengan pendapat para ahli, Penulis menyimpulkan bahwa humas HCJ perlu memikirkan cara agar informasi yang dikirimkan humas benar-benar tepat sasaran dan sesuai dengan apa yang diperlukan oleh wartawan. 2. Melakukan kontak dengan para wartawan Menurut informan utama yang harus dilakukan humas adalah menerapkan strategi ini yaitu melakukan kontak dengan wartawan melalui telepon, email, ataupun mengundang mereka untuk berkunjung ke hotel (makan siang/makan malam/coffee break). Key informan mengatakan, bahwa ia senantiasa berkomunikasi dengan wartawan untuk semata-mata terpeliharanya hubungan yang baik antara mereka. Humas selalu menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan wartawan baik pada jam kantor ataupun di luar jam kantor. Namun menurut key informan pula, tidak dapat dipungkiri ada beberapa kepentingan khusus yang ia punyai jika ingin menghubungi wartawan diantaranya kepentingan promosi, ulang tahun media, press conferences, undangan menghadiri acara baik yang diadakan oleh media maupun hotel, liputan, iklan dan kerjasama. Kepentingan-kepentingan tersebut yang biasanya menjadi pendorong humas hendak berkomunikasi dengan wartawan. Key informan mengatakan bahwa ia lumayan sering berkomunikasi dengan wartawan namun ia sangat selektif memilih media yang digunakan untuk berkomunikasi. Media yang ia pilih disesuaikan dengan kebutuhan hotel saat itu dan juga target market hotel yaitu kelas A dan B+. Jikalau humas sedang melaksanakan promosi mengenai makanan maka humas biasanya menghubungi wartawan dari media yang sesuai dengan tema makanan tersebut, begitu juga dengan tema lainnya. Menurut Soemirat (2003, 128), dalam upaya membina hubungan pers, maka humas dapat melakukan kegiatan yang bersentuhan dengan pers antara lain, konferensi pers, press briefing, press tour, press release, special event, press luncheon, dan wawancara pers. Penulis memahami pernyataan Soemirat, bahwa humas juga perlu melakukan kegiatan-kegiatan tersebut di atas. Karena dengan melakukan kegiatankegiatan tersebut akan memungkinkan humas dapat mengadakan kontaklangsung dengan wartawan sehingga humas dapat membina hubungan yang baik dengan mereka. Selain itu, Iriantara (2005:89) juga menjelaskan mengenai hal ini, “… organisasi perlu membuat daftar kontak yang diberikan kepada media massa dan wartawan, yang akan memudahkan wartawan atau media massa untukberhubungan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 17 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan dengan organisasi.” Dari pernyataan tersebut, Iriantara mengedepankan pentingnya humas membuat daftar kontak, yang memudahkan dirinya untuk dihubungi oleh wartawan. Karena bukan hanya humas yang biasanya perlu berkomunikasi dengan wartawan namun wartawan juga perlu. Penulis menyimpulkan bahwa melakukan kontak dengan wartawan yang dilakukan humas HCJ dilatarbelakangi oleh keinginan untuk terpeliharanya hubungan baik dengan mereka. Humas melakukan kontak baik secara tidak langsung dan secara langsung. Sesuai dengan pendapat para ahli, humas HCJ perlu terus melaksanakan kontak dan komunikasi ini dengan baik melalui berbagai kegiatan yang dapat ia lakukan. Selain itu humas HCJ juga perlu membuat daftar kontak wartawan untuk memudahkan dalam pelaksanaannya. 3. Mengundang mereka menghadiri acara-acara yang sedang/akan diselenggarakan oleh hotel. Strategi ketiga yang diungkapkan informan utama sama dengan pengertian strategi yang diungkapkan key informan yaitu inviting media. Oleh karena itu, Penulis tidak membahasnya lebih detail. 4. Memberikan sedikit perhatian Strategi yang ketiga yang diungkapkan oleh informan utama ialah “memberikan sedikit perhatian pada wartawan dan media”. Setelah mengkonfirmasi hal ini pada key informan, ia mengungkapkan bahwa tujuan utama dari memberikan perhatian ini ialah karena pada dasarnya semua orang ingin diperhatikan. Tidak terkecuali dengan wartawan. Tidak ada maksud lain, HCJ hanya ingin agar hubungan yang tercipta dengan wartawan baik danharmonis. Salah satu bentuk perhatian yang dilakukan oleh humas adalah dengan cara mengirimkan kartu ucapan/kue selamat ulang tahun kepada wartawan dan media. Berdasarkan pengamatan Penulis, humas mempunyai daftar ulang tahun media dan selalu mengeceknya. Biasanya setiap ada media yang berulang tahun humas menyiapkan kartu ucapan ulang tahun yang ditandatangani oleh general manager beserta kue ulang tahun yang dikirimkan melalui kurir atau langsung diberikan oleh humas sambil ia melakukan media visit. Begitu juga kepada wartawan. Sedapat mungkin jika ia mengetahui hari ulang tahun seorang wartawan maka humas akan segera memberi ucapan selamat secara pribadi kepada wartawan tersebut. Namun menurut key informan, hal tersebut sebatas pengetahuannya saja. Biasanya yang ia ketahui yang punya hubungan dekat saja. Dari strategi yang diungkap di atas, Nurudin (2004:115) mengatakan, “... jika media tersebut merayakan ulang tahun kirimi ucapan selamat ulang tahun dengan cara apapun (karangan bunga, surat, telepon atau iklan di media yang bersangkutan). Ini aktivitas kecil, tetapi punya dampak reputasi yang baik di masa datang bagi perusahaan hubungannya dengan aktivitas PR.” 18 Berdasarkan ungkapan Nurudin di atas, nyata kuat bahwa perhatian kecil bagi humas dapat berdampak besar pada reputasi perusahaan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya humas menerapkan strategi ini yaitu memberi “perhatian” kepada media dan wartawannya. Penulis menyimpulkan bahwa strategi memberi perhatian ini bertujuan agar hubungan yang tercipta dengan wartawan dapat menjadi baik dan harmonis. Humas HCJ mengucapkan selamat ulang tahun pada media dan wartawan sebagai salah satu bentuk perhatiannya tersebut. Berdasarkan pendapat para ahli strategi yang diungkapkan humas HCJ ini sangat baik karena meskipun kelihatannya hal sepele, tindakan ini akan berdampak besar pada reputasi yang akan diraih oleh perusahaan nantinya. Dari strategi-strategi yang dipaparkan key informan dan informan utama, Penulis menyimpulkan secara garis besar strategi yang diterapkan humas HCJ dalam membina hubungan baik dengan wartawan adalah : 1. Memenuhi kebutuhan informasi, yaitu dengan cara sms/email blatz. 2. Memenuhi kepentingan urusan ekonomi, yaitu dengan joint promotions. 3. Melakukan hubungan secara intensif, yaitu dengan media visit, inviting media (mengajak wartawan berkunjung ke hotel), dan melakukan kontak dengan mereka. 4. Menjaga relasi yang telah terbina, dengan cara terus menerus berkomunikasi dan memberikan perhatian pada mereka. Menurut key informan, semua strategi-strategi yang diterapkan humas HCJ bermuara pada satu tujuan yaitu, “agar mempermudah proses penyampaian informasi dan memperoleh dukungan dalam mengantisipasi informasi-informasi negatif yang mungkin dapat beredar.” Penulis mengamati bahwa ada kelemahan humas HCJ dalam merumuskan dan menerapkan strategi press relations ini. Kelemahan yang ada antara lain karena Penulis menilai yang diungkapkan key informan bukanlah strategi dalam arti yang sesungguhnya namun yang dilaksanakannya sebatas kiat atau taktik dalam melakukan press relations. Seperti yang diungkapkan Venus, strategi seharusnya merupakan big idea dari keseluruhan pendekatan yang dilakukan humas, bukan sekedar perincian cara yang dilakukan humas dalam menjalin hubungan dengan wartawan. Sesuai dengan ungkapan Iriantara (2005:91), “Taktik tidak lain merupakan rincian cara untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Pada intinya, taktik merupakan strategi yang dilaksanakan dalam tindakan (strategy in action).” Jadi, Penulis menyimpulkan yang dipaparkan key informan lebih tepat disebut taktik daripada strategi. Dari keseluruhan strategi yang dipaparkan key informan dan informan utama tersebut, Penulis menyimpulkan bahwa latar belakang yang mendorong humas HCJ dalam merencanakan dan menerapkan strategi tersebut Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan adalah untuk memenuhi tujuan perusahaan dan tujuan dari departemen sales & marketing. Untuk tujuan perusahaan yaitu terciptanya citra positif di mata khalayak HCJ serta tujuan departemen sales & marketing yaitu berhasilnya pemasaran dan penjualan produk-produk hotel. Dalam pelaksanaannya, humas menerapkan strategi ini dengan cara-cara, yang menurut humas akan mencapai tujuan tersebut. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan isi penelitian ini, Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: (1). Yang menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini adalah “Bagaimana strategi press relations humas Hotel Ciputra Jakarta dalam membina hubungan baik dengan wartawan?”; (2). Teori-teori yang digunakan berasal dari pendapat beberapa ahli berhubungan dengan konsep yang dimunculkan yaitu press relations, fungsi humas dan fungsi wartawan, pendekatan press relations, strategi press relations.3. Bahan penelitian yang digunakan ialah responden (manusia) yaitu humas HCJ, direktur sales & marketing HCJ, dan wartawan serta dokumendokumen yang berkaitan dengan penelitian. Unit analisis yang digunakan ialah nonindividu; (4). Instrumen yang dipakai ialah wawancara, observasi partisipan serta rekaman arsip; (5). Teknis analisis data yang digunakan ialah analisis deskriptif komparatif, dimana data dihimpun dan dianalisis dengan kata-kata dengan membandingkan unit-unit analisisnya; (6). Hasil penelitian yang didapat, dideskriptifkan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui fungsi humas HCJ, mengetahui persepsi humas terhadap fungsi wartawan, mengetahui pendekatan dan strategi yang dipakai humas dalam membina hubungan baik dengan wartawan serta mengetahui fenomena press relations sebagai salah satu kegiatan humas; (7). Kedudukan humas di Hotel Ciputra Jakarta berdasarkan pada system sentralisasi, dimana posisinya berada di middle management yaitu di bawah departemen sales & marketing; (8). Fungsi humas berkaitan dengan kedudukannya tersebut adalah melakukan fungsi manajemen yaitu sebagai jembatan komunikasi antara pihak manajemen dengan khalayak hotel. Secara khusus, humas juga meneterjemahkan keinginan departemen ini dengan cara mendukung tujuan pemasaran melalui cara-cara humas; (9). Secara garis besar fungsi humas pada HCJ adalah melakukan publikasi, event organizer, juru bicara, external relations, marketing public relations, media monitoring, press relations, dan tugas-tugas teknis lainnya; (10). Humas HCJ mempersepsikan wartawan sebagai sosok yang lebih tertarik dengan berita negatif, kontroversial dan unik sedangkan berita positif agak sulit menjadi bahan berita bagi mereka; (11). Humas HCJ mempunyai pendekatan (formal dan informal) serta strategi khusus dalam membina hubungan dengan wartawan. Strategi- strategi yang diungkap humas HCJ adalah media visit, inviting media, joint promotions, dan maintain relations; (12). Strategi pertama ialah media visit. Media visit adalah kunjungan berkala yang dilakukan humas HCJ ke berbagai media. Tujuan diterapkannya media visit adalah agar humas HCJ lebih mengenal para wartawan yang ada di media tersebut, mengetahui seluk-beluk dan cara kerja mereka, untuk mempermudahkan proses penyampaian informasi yang tepat dan mempererat jalinan kerjasama antara media tersebut dengan pihak hotel. Media visit ini dilakukan secara rutin dengan cara mengunjungi media-media tersebut paling tidak tiga media tiap bulannya. Pemilihan media yang dikunjungi sesuai dengan schedule yang telah disusun oleh pihak humas HCJ terlebih dahulu; (13). Strategi kedua yang diterapkan ialah inviting media, yaitu mengundang wartawan untuk datang ke hotel. Tujuan menerapkan strategi ini, karena strategi ini merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menjaga hubungan baik dengan wartawan sekaligus menginformasikan produk hotel kepada wartawan. Dalam melaksanakan inviting media, humas HCJ terlebih dahulu akan menghubungi wartawan yang ingin ia undang. Wartawan yang diundang disesuaikan dengan promosi yang sedang gencar dilakukan oleh hotel. Humas HCJ mengundang wartawan untuk makan siang di hotel atau sekedar minum kopi dengan berbicara santai. Dengan cara tersebut maka humas dapat memperkenalkan mereka secara langsung pada announce produk-produk hotel yang terbaru, info hotel lebih detail dan lain sebagainya dengan cara memberikan release, brosur maupun info hotel kepada mereka; (14). Strategi ketiga yang diterapkan humas HCJ adalah joint promotions yaitu kerjasama yang dijalin humas dengan media dalam rangka hubungan bisnis. Latar belakang humas menerapkan strategi ini ialah karena humas menyadari bahwa media merupakan sebuah organisasi bisnis, maka dalam menjalin hubungan baik dengan media tidak bisa dipungkiri ada kepentingan bisnis di dalamnya. Oleh karena itu, pihak hotel mencoba memberikan kontribusi yang terbaik bagi media. Cara yang dilakukan humas dalam menerapkan strategi ini ialah, hotel melalui humas member kontribusi yang setimpal dengan cara membeli sirkulasi media dan ikut beriklan di media yang diajak kerjasama oleh humas; (15). Strategi keempat yang diterapkan humas HCJ adalah maintain relations. Maintain relations diartikan menjaga relasi. Latar belakang humas HCJ ingin menjaga relasi ialah karena menurutnya, menjaga hubungan baik itu lebih sulit daripada memulai hubungan itu sendiri. Cara yang humas HCJ lakukan untuk me-maintain relations dengan wartawan dan media ialah dengan cara media visit, telepon (courtessy call), dan lain sebagainya; (16). Selain empat strategi yang dikemukakan humas HCJ, direktur sales & marketing juga mengungkapkan mengenai strategi-strategi lain dalam membina hubungan baik dengan wartawan yaitu Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 19 Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan mengirimkan programprogram/ paket-paket acara unik, melakukan kontak dengan wartawan, mengundang mereka menghadiri acara-acara yang sedang/akan diselenggarakan oleh hotel dan memberikan sedikit perhatian; (17). Mengirimkan program-program/paket-paket acara unik merupakan strategi yang diterapkan humas dengan tujuan memberikan informasi terbaru mengenai hotel dan promosi terbaru hotel kepada wartawan dengan cara yang menarik agar wartawan dapat menerima informasi tersebut. Cara yang dilaksanakan humas dalam melaksanakan strategi ini ialah dengan mengirimkan sms/email blatz. Sms/email blast merupakan pengiriman informasi ataupun promosi secara berkala (setiap bulan) dan bersamaan kepada klien dan target market hotel maupun kepada media melalui sms atau email; (18). Strategi lainnya yang dilakukan humas HCJ adalah dengan melakukan kontak atau komunikasi dengan para wartawan. Latar belakang melakukan ini semata-mata agar terpeliharanya hubungan yang baik antara mereka. Namun tidak dapat dipungkiri ada beberapa kepentingan khusus yang humas punyai jika ingin menghubungi wartawan diantaranya kepentingan promosi, ulang tahun media, press conferences, undangan menghadiri acara baik yang diadakan oleh media maupun hotel, liputan, iklan dan kerjasama. Humas HCJ melakukan kontak dengan wartawan melalui telepon, email, ataupun mengundang mereka untuk berkunjung ke hotel (makan siang/makan malam/coffee break); (19). Strategi lainnya ialah mengundang wartawan berkunjung ke hotel yang sama artinya dengan inviting media; (20). Strategi terakhir ialah memberikan perhatian kepada wartawan dan kepada media. Latar belakang humas menerapkan strategi ini ialah untuk terciptanya hubungan baik dan harmonis. Cara yang dilakukan humas dalam memberikan perhatian ialah dengan mengirimkan kartu ucapan/kue selamat ulang tahun kepada wartawan dan media yang sedang berhari jadi; (21). Secara keseluruhan strategi yang diterapkan humas HCJ dalam membina hubungan baik dengan wartawan ditujukan untuk mempermudah proses penyampaian informasi dan memperoleh dukungan dalam mengantisipasi informasi-informasi negatif yang mungkin dapat beredar. Daftar Pustaka Abdullah, Aceng, ”Press Relations Kiat Hubungan Dengan Media Massa”, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003. Abrar, Ana Nadhya, ”Mengurangi Permasalahan Jurnalisme”, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995. 20 Anggoro, M Linggar, ”Teori dan Profesi Kehumasan Serta Aplikasinya di Indonesia”, Bumi Aksara, Jakarta, 2001. Cutlip, M Scott, Allen H Centre, Glen M Broom, “Effective Public Relations”, Eight Edition, Prentice Hall, USA, 2000. ___________________________, ”Effective Public Relations”, Edisi kesembilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006. Djaja, H.R, Danan, ”Peranan Hubungan Masyarakat dalam Perusahaan”, Alumni, Bandung, 1997. Effendy, Onong Uchana, ”Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis”, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997. Iriantara, Yosal, ”Media Relations Konsep, Pendekatan, dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media”, Bandung, 2005. Ishwara, Luwi, ”Jurnalisme Dasar”, Kompas, Jakarta, 2005. Jefkins, Frank, ”Public Relations”, Erlangga, Jakarta, 1992. Kusumastuti, Frida, ”Dasar-dasar Humas”, Ghalia Indonesia dan UMM Press, Jakarta, 2002. Moleong, Lexy J, ”Metodologi Penelitian Kualaitatif”, Remaja Rosdakarya, Bandung. 2004. Mulyana, Deddy, ”Metodologi Penelitian Kualitatif”, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. Nurudin, Syaifullah Muhammad, ”Media Relations Panduan Praktis Praktisi Public Relations”, Cespur, Malang, 2004. Partao, Zainal Abidin, ”Media Relations Strategi Meraih Dukungan Publik”, Indeks, Jakarta, 2006. Rachmadi, F, ”Public Relations dalam Teori dan Praktek”, Gramedia Pustaka Utama, Bandung, 1996. Ruslan, Rosady, ”Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi”, Rajawali Pers, Jakarta, 2003. Soemirat, Soleh, & Elvinara Ardianto, ”Dasar-dasar Public Relations”, Rosda, Bandung, 2002. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta PERAN PR MENERAPKAN MANAJEMEN KRISIS DALAM MEMULIHKAN CITRA PT.GARUDA INDONESIA PASCA KECELAKAAN PESAWAT BOEING G.737/400 DI YOGYAKARTA Kiki Handayani1, Erman Anom1 1Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected] Abstrak Krisis adalah sesuatu yang paling ditakuti oleh perusahaan, karena bisa menghancurkan reputasi perusahaan. krisis ini datangnya tidak dapat diketahui, melainkan secara tiba-tiba. Tetapi krisis tidak semuanya mendatangkan bahaya, sebaliknya mendatangkan peluang untuk memajukan perusahaan. Ini semua tergantung dengan bagaimana cara menanganainya. Dengan melakukan pengelolaan manajemen krisis yang tepat, maka krisis bisa dijadikan peluang untuk lebih baik. Seperti penanganan yang dilakukan humas Garuda Indonesia dengan sangat maksimal. Dalam mengelola krisis ini humas Garuda Indonesia melakukan jenis krisis bersifat segera, dan tahapan yang digunakan terkait dengan tipe krisis tersebut adalah masuk kedalam tahap akut. Tahap ini merupakan sudah cukup berat, karena dalam kecelakaaan tersebut memakan jumlah korban yang meninggal cukup banyak. Selanjutnya barulah dimulai tahap mengelola krisis. Terlebih dahulu mengidentifikasi serta menganalisisnya sampai pada pemulihan citra. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Manajemen Krisis di PT Garuda Idonesia, selain itu juga untuk mengetahui Strategi manajemen krisis , serta untuk mengetahui Peran Humas dalam mengelola krisis manajemen tersebut. Hasil penelitian yang diperoleh adalah Pengelolaan PR dalam melakukan penanganan krisis tersebut sangat baik. Walaupun langkahlangkah strategi yang terdapat dalam teori tidak sepenuhnya dilakukan oleh humas Garuda. Dengan hasil penanganan yang maksimal humas Garuda sudah menjalankan perannya dengan baik, yaitu dapat membantu perusahaan untuk menciptakan kondisi perusahaan yang sedang mengalami krisis menjadi kembali sedia kala. Kata kunci: manajemen krisis, citra, kecelakaan pesawat Pendahuluan Garuda Indonesia merupakan maskapai pener-bangan pertama di Indonesia dan berhasil menguasai pangsa penerbangan hingga go Internasional. Berbeda dengan banyak perusahaan penerbangan lainnya, Garuda Indonesia dilahirkan di tengah kancah per-juangan bangsanya. Lahir pada masa mempertahankan untuk mengisi kemerdekaan. Bermula dari sebuah pesawat Dakota di tahun 1948, Garuda Indonesia kini memiliki 73 armada pesawat terbang, membuatnya terbesar di Asia Tenggara. Menghubungkan setiap Ibu kota propinsi dan melayani penerbangan teratur kelima benua di dunia. Sehingga Dalam waktu yang cukup lama, hingga sampai detik sekarang ini, Garuda Indonesia berhasil mempertahankan visi dan misinya, sehingga dapat menjadi pilihan utama bagi penumpang di kelas affluent dan high networth, yaitu melayani segmen pasar masyarakat kelas menengah keatas dengan mengutamakan layanan yang prima dan unik. PT. Garuda Indonesia selalu memberikan citra yang positif di mata khalayaknya, terutama untuk memuaskan pelanggan yang selalu setia terbang menggunakan jasa penerbangan Garuda Indonesia dalam menomersatukan pelayanan. Contohnya PT. Garuda Indonesia selalu memberikan produk mengenai layanan terbaru untuk menambah kenyamanan bagi pelanggan Garuda. Selain itu juga Garuda Indonesia Dalam mempertahankan Citranya yang baik, PT. Garuda Indonesia selalu menciptakan hubungan yang baik antara pihak internal, diantaranya selalu melakukan komunikasi yang baik antara karyawan dengan pimpinan, serta saling mendukung antara unit yang satu dengan yang lainnya dalam membangun Citra Garuda Indonesia. Sedangkan eksternalnya Garuda Indonesia selalu menjalin hubungan baik dengan pihak luar dan stakeholdersnya, diantaranya Humas Garuda Indonesia selalu mengadakan kerja sama dengan perusahaan lain. Selain itu juga pihak humas Garuda Indonesia selalu menjaga hubungan baik dengan pers dan juga kepada Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 21 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta publik,terutama pelanggan. Misi Inilah yang dijalankan PT. Garuda Indonesia guna terciptanya citra yang positif dimata khalayaknya, Sebagai Penerbangan no satu di Indonesia yang berdaya saing Internasional. Kondisi pada saat sebelum terjadinya krisis di Garuda Indonesia,terutama di ruang lingkup Humasnya,pada setiap harinya kondisi suasananya sangat harmonis, melainkan biasa-biasa saja, karena masingmasing bagian sudah mempunyai tugasnya sendiri, melainkan tidak ada tanda-tanda apapun ketika akan mengalami krisis. Tapi serentak Garuda Indonesia, teru-tama pihak humasnya sangat terkejut, ketika diberitahukan kabar yang sangat menyedihkan pada tanggal 7 Maret 2007, Tragedi Accident pesawat Garuda Indonesia kembali terjadi, suasana diruangan humas yang tadinya sangat tenang, ketika dikabarkan berita Accident tersebut, suasanapun langsung berubah seketika menjadi hiruk pikuk, melainkan semua pihak garuda dibikin sibuk, terutama humasnya tingkat kesibukan menjadi meningkat dalam menghadapi krisis tersebut, dalam mencari informasi yang akurat mengenai accident tersebut. kini PT. Garuda Indonesiapun kembali berduka. Pesawat Garuda Indonesia berjenis Boeing 737/400 jurusan Jakarta – Jogya dengan nomor penerbangan GA-200 bergistrasi PK-GZC, yang diterbangkan oleh Capt. M. Marwoto Komar tersebut, Terbakar di Bandara Adi Sucipto Jogyakarta dengan membawa 133 penumpang dan 7 awak kabin. Diantaranya penumpang yang tewas berjumlah 22 penumpang, dan 4 zenazah diantaranya warga Asing (WNA), sedangkan penumpang yang lainnya mengalami cedera dan luka-luka, hingga diantaranya ada yang dirawat di Rumah Sakit Bethesda, RS Panti Rapih, dan RS dr Sardjito. Dari kecelakaan yang menimpa Garuda tersebut, banyak munculnya spekulasi, diantaranya banyak mengatakan bahwa penyebab kecelakaan tersebut adalah campur tanggan manusia yang tidak bertanggung jawab (Human Eror), melainkan dugaan sabotase adanya unsur terorisme. Dugaan sabotase mun-cul, karena di dalam pesawat ada 8 warga Australia yang hendak mengikuti kunjungan Alexander Downer ke Jogyakarta. Adanya dugaan sabotase tersebut langsung dibantah oleh ketua Federasi Pilot Indonesia (FPI) Manotar Napitupuluh, yang mengatakan, bahwa kemungkinan adanya dugaan sabotase atau aksi terorisme sangat kecil. Sebab, sistem pengamanan di bandara sangat ketat bahkan berlapis-lapis. Mulai dari pintu keberangkatan, gerbang boarding, maupun saat masuk ke gate menuju pesawat.”Demikian pula untuk masuk ke area bandara, termasuk apron, sangat ketat. Jadi kemungkinan adanya sabotase sangat kecil. Ketika kecelakaan Pesawat GA 200 terjadi, ada salah satu saksi mata yang melihat munculnya asap sebelum (bouncing) tiga kali, sehingga mesin kanan pesawat 22 menyentuh landasan dan menimbulkan percikan api. Pesawat kemudian kehilanggan keseimbangan dan terperosok ke sawah di sekitar bandara, mesin kanan pesawat terlepas. Seketika itu pun api berkobar dahsyat dalam hitungan menit dan para penumpang panik luar biasa. Sebagian besar penumpang lolos dari maut setelah berhasil keluar dari pintu darurat didekat sayap pesawat. Namun puluhan orang yang hendak lewat pintu depan pesawat justru terjebak sehingga tewas terbakar. Penyebab terjadinya kecelakaaan GA 200 itu kemungkinan kece-patan pesawat yang menjadi faktor kecelakaan itu. Menurut “Profesor Heat dari Universitas South Australia, pesawat mendarat tanpa kerusakan dan kemungkinan kelebihan kecepatan menjadi penyebab-nya. Mengenai kecelakaan (accident) yang dialami PT. Garuda Indonesia tersebut menaruh luka yang sangat mendalam bagi masyarakat Indonesia seluruhnya, terutama bagi keluarga korban, dari Accident tersebut masyarakat banyak bertanya-tanya, Mengapa accident ini bisa terjadi kepada Garuda Indonesia yang sebelumnya terkenal dengan image sebagai maskapai penerbangan yang paling aman dan no satu di Indonesia. Kini kepercayaan Masyarakat Indonesia terhadap Garuda telah luntur, melainkan masyarakat Indonesia menjadi sedikit trauma untuk menggunakan jasa penerbangan Garuda Indonesia. Menurut berita dari surat kabar Investor Daily”.... Garuda Indonesia dicitrakan sebagai perusahaan penerbangan paling aman. Meski tarif diatas rata-rata penerbangan swasta, Garuda tetap menjadi prioritas penumpang berduit karena citra ‘best safety’ itu. Kecelakaan kemarin pagi di Yogyakarta itu boleh jadi memupuskan semua kesan positif tentang Garuda sebagai maskapai penerbangan paling aman, melainkan kini tidak ada lagi maskapai penerbangan nasional yang menyandang citra Aman....” ( Daily, 8/03/07 : 4 ). Kini masyarakat Indonesia semakin dibuat bingung oleh maskapai penerbangan, karena penerbangan yang terbilang paling amanpun seperti Garuda Indonesia bisa mengalami nasib tragis seperti ini. Citra Garuda Indonesia kini buruk dimata masyarakat, lalu langkah apa yang akan di lakukan Garuda Indonesia selanjutnya. Akankah Garuda Indonesia berhasil memulihkan Citra yang dinilai buruk menjadi baik lagi di mata khalayaknya ? Musibah GA-200 tersebut memunculkan dugaan tentang kondisi pesawat yang tidak bagus.Pujobroto, selaku Kepala Komunikasi Garuda Indonesia menjamin bahwa GA-200 itu dalam kondisi laik terbang serta sudah menjalani perawatan sesuai regulasi dan standarinternasional. Selain menjalani perawatan rutin, pesawat GA-200 juga menjalani perawatan jam terbang. Pesawat GA-200 yang bergabung dengan Garuda sejak 10 oktober 2002 itu telah menjalani semua cek. Kepala Komunikasi Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta Garuda Indonesia mengatakan, perawatan A Check terakhir dilakukan pada 7 Februari 2007 di Denpasar dengan jam terbang 3.960. Berdasarkan data terakhir pada 31 Oktober 2006, pesawat GA200 telah menempuh 34.112 jam penerbangan atau setiap tahun rata-rata menempuh 2.441 jam terbang. Pesawat ini pertama kali digunakan oleh Aloha Airlines di Hawaii pada November 1992. pesawat kemudian digunakan oleh Star Europe pada 23 April 1996. kurang dari satu tahun, pada 28 November 1997, pesawat ini kemudian dikembalikan ke pusat pemeliharaan General Electric di AS. Selanjutnya pesawat dioperasikan oleh Jet Airways (India) hingga 21 Oktober 1999 dengan nomor seri VT-JAP, sebelum dibeli oleh perusahaan penjualan pesawat Aircraft Finance Trust. Pesawat ini kemudian dipakai kembali oleh Jet Airways hingga 9 mei 2002. Pasca terjadinya accident tersebut secara tidak langsung Citra Garuda Indonesia tercoreng dimata khalayaknya, untuk itu upaya-upaya yang dilakukan Humas Garuda Indonesia dalam menangani acident tersebut adalah ketika krisis itu muncul, tentunya banyak ketidakpastian muncul atau spekulasi, untuk itu pihak humas harus mengklarifikasinya, melainkan kondisi seperti itu harus segera ditritmen/ditangani secara bertahap, setelah melakukan tritmen baru muncul penjelasan, misalnya dari sumber data yang dikumpulkan humas memastikan data tersebut akurat atau tidak. Dan tiap hari setelah accident tersebut humas mengeluarkan berita pers, mengenai data terbaru dari accident tersebut. Dan yang paling mendasar ketika accident itu terjadi adalah pihak humas harus benar-benar mencari sumber data yang akurat, yang benar-benar informasi yang didapat bisa dipertanggungjawabkan, selain itu pihak humas juga mencari tahu kenapa terjadinya accident tersebut, gimana terjadinya, apakah ada korban jiwa, ada berapa korban jiwa yang selamat atau tidak. Garuda Indonesia merasa bersalah, untuk itu pihak Garuda Indonesia memberikan uang simpati kepada semua penumpang Garuda Indonesia yang selamat 25 juta rupah, sedangkan bagi korban meninggal dunia, untuk keluarga korban diserahkan uang sebesar 600 juta rupiah. Sedangkan Upaya yang dilakukan Humas Dalam Pemulihan citra Garuda Indonesia dalam menerapkan manajemen krisis terhadap accident GA 200 tersebut, Pihak humas termasuk sangat siap sekali ketika menghadapi accident itu tertjadi, sehingga penanganannya pun terbilang sangat cepat. Dan untuk memulihkan citra tersebut, tentunya pihak humas berupaya untuk menggunakan pilihan Strategi yang tepat dan mantap dalam menangani krisis manajemen, guna mengembalikan citranya yang positif di mata khalayaknya. Fokus Penelitian Dengan adanya musibah terjadinya accident Pesawat Boeing 737/400 di Jogyakarta itu, PT. Garuda indonesia mengalami krisis Manajemen yang dapat menjatuhkan Citra Garuda Indonesia dimata publik. Sebelum accident naas ini terjadi Garuda Indonesia dicitrakan sebagai perusahaan penerbangan paling aman. Meski tarif jauh lebih mahal dibandingkan dengan penerbangan swasta lainnya, Garuda Indonesia tetap menjadi prioritas pilihan utama penumpang berkelas. Setelah terjadinya kecelakaan tersebut citra Garuda Indonesia tercoreng. Banyak publik yang kecewa dan merasa prihatin atas musibah yang menimpa Garuda Indonesia. sebelum terjadinya accident tersebut masyarakat menilai citra Garuda Indonesia yang paling baik dalam soal pelayanannya bila dibandingkan dengan maskapai penerbangan yang ada di Indonesia. Dan setelah Accident itu terjadi kepercayaan masyarakat terhadap citra Garuda Indonesia telah hilang sebagai maskapai penerbangan yang paling aman. Sehingga masyarakat merasa takut untuk menggunakan pesawat terbang. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka tujuan penulis meneliti studi kasus ini, yaitu : 1. Untuk mengetahui Manajemen Krisis di PT. Garuda Indonesia 2. Untuk mengetahui Stategi Manajemen Krisis apa yang digunakan PT. Garuda Indonesia 3. Untuk mengetahui Peran Humas dalam Manajemen Krisisi di PT.Garuda Indonesia Manajemen Krisis Pada hakeketnya PR dan public Affairs adalah kegiatan mengantisipasi, berusaha melihat kejadian apa yang akan terjadi di masa mendatang. Juga untuk melihat kecenderungan dan isu yang bisa berkembang sehingga merusak hubungan yang penting. Krisis menciptakan perusahaan dalam posisi menjadi perhatian masyarakat sehingga mempertanyakan kompetensi manajemen perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus berkomunikasi dengan cepat, akurat dan terampil dengan beberapa kelompok penting seperti karyawan, media dan pemegang saham. Definisi krisis menurut Linke (1999: 84) adalah : Merupakan suatu ketidak normalan dari konsekuensi negative yang mengganggu operasi sehari-hari sebuah organisasi yang mungkin berakibat adanya kematian, menurunnya kualitas kehidupan, berkurangnya tingkat kesejahteraan dan menurunnya reputasi perusahaan. Dari definisi tersebut, penulis memahami bahwa krisis perusahaan bisa dilihat dari ketidaknormalan dari konsekuensi negative yang mengganggu operasi sehari-hari sebuah organisasi. Penulis juga memahami Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 23 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta bahwa krisis itu juga bisa dikatakan sebagai suatu keadaan yang genting, yang datangnya secara tiba-tiba atau tidak pernah diduga sama sekali. Krisis bisa juga dikatakan sebagai penyakit menular, yang kalau tidak segera diatasi bisa fatal akibatnya. Untuk itu, krisis perlu dikarantina sebelum tindakan serius diambil. Ketika krisis muncul, tindakan yang harus dilakukan praktisi PR adalah harus cepat memberi respon dalam memberikan konfirmasi yang akurat pada media, serta dalam mengambil keputusan praktisi PR harus bekerja dengan cepat dalam menanggulangi krisis tersebut. Sementara menurut Kasali (1994 : 222 ) Krisis adalah “ Suatu waktu yang krusial, atau momen yang menentukan (decisive moment). Krisis merupakan suatu turning point yang diselesaikan dengan baik akan melahirkan kemenagan (for better). Dan bila gagal akan menimbulkan korban (for worse). Oleh karena itu perlu diketahui bahwa krisis tidak timbul begitu saja, sebelum ia mencapai suatu turning point, ia pasti akan memberi tanda-tanda.” Dari definisi tersebut, penulis memahami bahwa krisis merupakan suatu turning point for better or worse (titik balik untuk makin baik atau makin buruk). Bila suatu perusahaan mengalami situasi krisis yang termasuk jenis krisis akut dan ditangani langsung oleh pihak perusahaan, maka keadaan terburuk tidak akan dialami oleh perusahaan, melainkan melahirkan kemenangan bagi perusahaan tersebut. Karena kemenangan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi peluang untuk memulihkan kembali citra yang tadinya buruk menjadi baik lagi. Begitu juga dengan PT. Garuda Indonesia yang merupakan salah satu maskapai penerbangan yang mengalami krisis manajemen ketika Accident pesawat GA-200 di Yogyakarta pada 7 Maret 2007. Pasca Accident tersebut Garuda Indonesia mengalami penurunan citra di mata masyarakat. Untuk itu, pihak humas Garuda Indonesia langsung merespon cepat dalam penanganan krisis tersebut. Ada definisi lain yang sangat menarik yang berasal dari Cina. Masyarakat cina menggunakan symbol wei-ji. Wei-ji merupakan kombinasi dari dua kata dalam bahasa Cina yang berarti “bahaya” dan “peluang”. Memang benar, krisis bisa menjadi bahaya atau bisa pula keberuntungan ; peluang. (Kasali,1994: 222) Dari pendapat tersebut, penulis memahami bahwa arti krisis dalam bahasa Cina bisa berarti menjadi bahaya dan bisa juga jadi peluang. Maksudnya, bila suatu perusahaan mengalami krisis dan tidak cepat langsung ditangani, maka sangat bahaya sekali bagi perusahaan tersebut, bisa-bisa hidup matinya perusahaan itu dipertaruhkan. Sedangkan bagi perusahaan yang bisa mengatasi krisis dengan baik, maka perusahaan tersebut akan memanfaatkan keberhasilan itu menjadi peluang yang baik, untuk memulihkan citra positifnya kembali. Jadi kesimpulan penulis mengenai krisis adalah penyakit menular yang sangat merugikan 24 perusahaan, yang semestinya harus dikarantina terlebih dahulu. Krisis juga bisa dikatakan sebagai keadaan yang genting, yang datangnya tiba-tiba atau tidak pernah diduga sebelumnya. Krisis bisa juga mendatangkan bahaya atau peluang bagi perusahaan yang mengalaminya. Oleh karena itu krisis jangan dianggap remeh oleh perusahaan, karena bila tidak langsung diatasi atau diambil tindakan yang serius, maka bisa berakibat fatal. Bisa-bisa bagi perusahaan yang mengalaminya bukan peluang yang didapat, melainkan nama baik perusahaan tersebut dipertaruhkan. Setelah memaparkan definisi krisis, penulis juga paparkan manajemen krisis dalam perusahaan. Iriantara (2004: 116), mengatakan “manajemen krisis ialah salah satu bentuk saja dari ketiga bentuk respon manajemen terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi”. Respon tersebut antara lain dilakukan dalam konteks mengelola perubahan. Pada sisi lain, perubahan lingkungan yang tidak terduga memang sering terjadi di dunia ini, siapa yang membayangkan bahwa desas-desus bisa menghancurkan nama baik suatu perusahaan atau merek dagang sedemikian besar. Dalam hal kegiatan public Relations, manajemen krisis merupakan salah satu aspek yang mendapatkan perhatian. Manajemen krisis ini boleh dikatakan sebagai “bantalan” yang dipersiapkan oleh organisasi untuk menghadapi krisis yang sifatnya tidak terduga dan mendadak. (Iriantara, 2004: 116) Sedangkan definisi manajemen krisis menurut sumber dari http://www.dephan.go.id. Adalah : “upaya untuk menekan faktor ketidakpastian dan faktor resiko hingga tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastiannya”. Sebenarnya yang disebut manajemen krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin informasi mengenai alternatif-alternatif, maupun mengenai probabilitas, bahkan jika mungkin mengenai langkahlangkah yang direncanakan untuk ditempuh, dapat lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan selengkap mungkin serta setajam (setepat) mungkin informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang dapat diandalkan (reliable), sedangkan materilnya juga menyandang bobot nalar yang cukup. (http://www.dephan.go.id.) Dari kedua pernyataan definisi tersebut, penulis memahami bahwa manajemen krisis memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain yang dikatakan Iriantara bahwa manajemen krisis sebagai bentuk dari ketiga bentuk respon manajemen terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan eksternal, sedangkan menurut situs www.dephan.go.id penjelasan manajemen krisis lebih pada faktor ketidakpastian dan menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastian dalam mengambil suatu langkah atau keputusan dalam menghadapi suatu Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta krisis. Namun pada intinya kedua definisi itu memiliki satu tujuan yang sama dimana manajemen krisis merupakan suatu bentuk sandaran yang telah dipersiapkan oleh organisasi/perusahaan untuk menghadapi krisis yang sifatnya tidak terduga atau datangnya tidak diketahui secara tiba-tiba. Ketika krisis itu datang, manajemen krisis sudah harus dalam keadaan siap dalam menangani krisis tersebut. Sedangkan manajemen krisis menurut Rosan, selaku senior staff humas di PT. Garuda Indonesia adalah upaya atau cara mengelola krisis dari saat mulai kejadian, penanganan, hingga proses Recovery dalam upaya mempertahankan image perusahaan. Jadi menurut penulis manajemen krisis adalah suatu persiapan/bisa juga dikatakan sebagi suatu bentuk sanggahan/sandaran dalam menghadapi situasi krisis yang datangnya secara tiba-tiba atau tidak di duga sama sekali. Jadi ketika krisis datang menerpa suatu perusahaan, dan perusahaan tersebut memiliki manajemen krisis yang baik, maka perusahaan siap menghadapi krisis yang datang. Karena di dalam manajemen krisis tersebut sudah terbentuk tim yang khusus menangani krisis. Tipe dan Anatomi Krisis Ada tiga tipe krisis dikemukakan Claudia Reinhardt, (Morissan, 2006: 154), berdasarkan kategori waktu, yaitu : 1. Krisis bersifat segera (immediate crises) 2. Krisis baru muncul (emerging crises) 3. Krisis bertahan (sustained crises) Berikut penjelasan ketiga tipe krisis tersebut : 1. Krisis bersifat segera (immediate crises) Tipe krisis yang paling ditakuti karena terjadi begitu tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak ada waktu untuk melakukan riset dan perencanaan. Contoh : pesawat jatuh, eksekutif penting meninggal, kebakaran, gempa bumi, serangan bom, produk yang tercemar, penembakan di tempat kerja oleh karyawan yang baru di phk dan sebagainya. Krisis jenis ini membutuhkan consensus terlebih dahulu pada level manajemen puncak untuk mempersiapkan rencana umum (general plan) mengenai bagaimana bereaksi jika terjadi krisis yang bersifat segera agar tidak menimbulkan kebingungan, konflik dan penundaan dalam menangani krisis yang muncul. 2. Krisis baru muncul (emerging crises) Tipe krisis ini masih memungkinkan praktisi humas untuk melakukan penelitian dan perencanaan terlebih dahulu, namun krisis dapat meledak jika terlalu lama ditangani. Contoh : munculnya ketidakpuasaan di kalangan karyawan, semangat karyawan yang rendah, pelecehan seksual di tempat kerja, penyalahgunaan jabatan dan sebagainya Tantangan bagi praktisi humas jika terjadi krisis jenis ini adalah meyakinkan manajemen puncak untuk mengambil tindakan perbaikan sebelum krisis mencapai tahapan kritis. 3. Krisis bertahan (sustained crises) Krisis bertahan adalah krisis yang tetap muncul selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun walaupun telah dilakukan upaya terbaik oleh pihak manajemen perusahaan atau organisasi untuk mengatasinya. Contoh : rumor atau spekulasi mengenai perusahaan yang menyebar dari mulut ke mulut dan disebarluaskan oleh media massa yang kesemuanya di luar kontrol praktisi humas. Walaupun telah berkali-kali dibantah pihak pihak perusahaan namun upaya itu belum juga berhasil. Rumor dan isu terus beredar. Contoh : isu atau rumor mengenai pemutusan hubungan kerja besar-besaran di perusahaan atau rumor yang menimpa perusahaan AS, Procter & Gamble, yang diisukan sebagai perusahaan ‘pemuja setan’ karena logo perusahaan dianggap sebagai symbol setan. Dalam penjelasan tipe krisis diatas, penulis memahami bahwa dalam ketiga tipe krisis tersebut mewakili jenis-jenis krisis yang ada, karena itu tipe krisis bersifat segera ini merupakan tipe krisis yang dialami oleh PT Garuda Indonesia mengenai Accident pesawat Garuda Indonesia GA 200 yang terbakar di Yogyakarta. Dalam tipe krisis ini memang datangnya sangat tiba-tiba, tidak terduga dan tidak pernah diharapkan sama sekali. Sehingga dalam jenis tipe krisis ini setiap perusahaan harus dalam keadaan siap, dengan datangnya krisis secara mendadak. Dari penjelasan tipe krisis diatas, berikut penulis paparkan anatomi krisis berdasarkan tingkat tahapannya. Menurut Steven Fink (Kasali, 1994: 227230), anatomi krisis itu berdasarkan tahapan-tahapan. Ada empat tahapan krisis sebagai berikut : 1. Tahap Prodromal 2. Tahap Akut 3. Tahap Kronis 4. Tahap Resolusi (Penyembuhan) Berikut penjelasan mengenai empat tahapan krisis tersebut : 1. Tahap Prodromal Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bergerak dengan lincah. Padahal, pada tahap ini bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak),melainkan krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut juga warning stage, karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi. Ada tindakan yang musti di lakukan supaya krisis tidak menjadi akut. Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari tiga bentuk ini, yaitu : Jelas sekali Tatkala gejala awal memang sudah bisa di lihat dengan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 25 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta jelas seperti munculnya desas-desus atau adanya kebocoran pipa gas di pabrik. Samar-samar Yakni gejala yang muncul hanya samar-samar sehingga sulit menafsirkan dan menduga luasnya satu kejadian, seperti munculnya pesaing baru atau tindakan/ucapan dari pemuka pendapat. Sama sekali tidak terlihat. Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena kelihatannya segalanya oke-oke saja. Laba perusahaan meningkat dengan baik. Perusahaan beranggapan “sulit untuk memuaskan semua pihak”. Maka, kalau ada kerugian pada salah satu produk atau keburukan pada salah satu lini, itu adalah sangat wajar. untuk itu perusahaan perlu melakukan general check-up secara rutin, missal tiga atau enam bulan sekali dengan memanggil konsultan. Metode yang biasanya di pakai adalah management audit yang menyangkut segala aspek di dalam perusahaan. 2. Tahap Akut Pada tahap ini krisis sudah kelihatan dan orang menyadari krisis sudah terjadi. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitasnya ditentukan oleh kompleksnya permasalahan. Tahap akut merupakan antara krisis berikutnya, yakni tahap kronis. terhadap datangnya krisis di perusahaan. Apabila suatu perusahaan sudah memperlihatkan tanda-tanda dari tahapan krisis tersebut, praktisi PR harus peka dan harus mengambil tindakan yang cepat, sebelum krisis itu menyebar luas. Sama halnya yang dialami PT. Garuda Indonesia mengenai accident pesawat Garuda GA-200 di Yogyakarta, dilihat dari tahapan krisis diatas, Garuda Indonesia mengalami krisis manajemen termasuk kedalam tahapan krisis akut. Karena pada tahap krisis ini sudah kelihatan sangat jelas sekali. tetapi krisis ini dapat ditangani dengan cepat oleh pihak Garuda. Pada tahapan krisis yang dialami oleh Garuda termasuk dalam tahapan krisis akut, dan kaitannya dengan siklus krisis adalah bahwa siklus krisis tersebut hanya menggambarkan secara skematis dari tahapantahap krisis tersebut secara berurutan menuju ke tahap penyembuhan. Dan bila dilihat dari cara kerja Garuda Indonesia dalam penanganan krisis tersebut, garuda menggambarkan siklusnya dari tahap akut langsung beralih ketahap penyembuhan (resolusi), melainkan tidak ketahap kronik dulu, karena krisis tersebut dapat ditangani dengan baik, sehingga tidak menjadi parah. Krisis yang menimpa organisasi itu, melalui tahapantahapan di atas secara siklikal. Secara skematis, menurut steven Fink (Kasali,1994:226), menggambarkannya sebagai berikut. Siklus Krisis 3. Tahap Kronis Pada tahap ini sisa krisis kelihatan. Ini merupakan tahap untuk melakukan pemulihan dan analisa diri. Ada langkah-langkah yang dilakukan, seperti pergantian manajemen, perusahaan struktur perusahaan atau perubahan nama perusahaan. Tahap kronis adalah tahap terenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan seorang krisis manager yang handal, perusahaan akan memasuki keadaan yang lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan (resolution) mulai berlangsung. 4. Tahap Resolusi (penyembuhan) Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, crisis manager tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali keadaan semula (prodromal stage). Bila pasien yang sedang dalam proses penyembuhan (tahap resolusi) tidak dapat menahan diri, dan bila penyembuhannya tidak tuntas benar, ia akan kembali lagi ke tahap prodromal. Penulis memahami bahwa dengan adanya anatomi krisis, dapat mempermudah praktisi PR untuk peka 26 Dari gambar siklus krisis diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut : Salah satu tugas penting yang harus dilakukan dalam mengelola krisis adalah memotong siklus tersebut, sehingga krisis tersebut dari krisis prodromal langsung menjadi krisis resolusi, tidak harus melalui tahapan krisis akut atau krisis kronis terlebih dulu. Kegiatan public relations adalah mengupayakan agar titik balik ini tidak mengikuti siklus seperti digambarkan dalam skema di atas, melainkan membalikkan krisis prodromal langsung menuju tahap penyembuhan. Kejelian membaca situasi tentu sangat diperlukan untuk bisa memotong siklus ini. (Kasali, 1994: 226) Dari uraian diatas, penulis memahami bahwa bagan suatu siklus krisis, adalah seperti bagan diatas, akan tetapi untuk mengubah siklus krisis yang diinginkan, dibutuhkan diagnosis yang mendalam dan tindakan yang cermat. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta Siklus yang diinginkan tersebut adalah memotong siklus, sehingga krisis prodromal menuju langsung ke krisis resolusi, tidak harus melalui tahapan krisis akut dan kronik terlebih dulu. Pemotongan siklus ini digunakan, agar dalam menangani krisis tersebut cepat menuju dalam tahap penyembuhannya. Mengelola Krisis Dalam mengelola krisis ada dua pendapat ahli yang penulis tulis,yaitu : Yosal iriantara (2004: 124), langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis antara lain : Identifikasi krisis, Analisis krisis, Isolasi krisis, Pilihan strategi, Program pengendalian. Sedangkan menurut, IFAS (2001: 63), Langkah-langkah dalam menghadapi krisis tersebut antara lain : Mengidentifikasi krisis, Fact-finding selama masa tidak krisis, Membentuk tim, Fine-tune jaringan komunikasi. Berikut penjelasan dari kedua pendapat ahli dalam mengelola krisis tersebut : langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis, menurut Iriantara (2004: 124) sebagai berikut : 1. Identifikasi krisis Dalam mengidentifikasi krisis, praktisi public relations melakukan penelitian, yang penelitiannya bisa saja bersifat informal dan kilat, bila krisisnya terjadi sedemikian cepat. Katakanlah di sini praktisi public relations mendiagnosis krisis tersebut. Diagnosis itu merupakan langkah awal yang penting untuk mendapatkan data dan informasi yang akan digunakan untuk melakukan tindakan pada tahap berikutnya. 2. Analisis krisis Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut untuk selanjutnya diurai, baik bagian per bagian, artinya melakukan analisis parsial atau analisis menyeluruh. Analisis ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan pengambilan tindakan yang tepat. 3. Isolasi krisis Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa, ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan serius dilakukan. 4. Pilihan Strategi Sebelum langkah berkomunikasi dilakukan, setelah melakukan analisis dan mengisolasi krisis, penting untuk menentukan strategi mana yang akan dipergunakan. Strategi generic dalam menangani krisis ini ada tiga bentuk. a. Strategi Defensif Langkah-langkah yang diambil untuk strategi ini adalah : • Mengulur waktu • Tidak melakukan apa-apa Membentengi diri sekuat-kuatnya b. Strategi Adaptif Langkah yang diambil untuk strategi ini mencakup hal-hal yang lebih luas, yakni : • Mengubah kebijakan • Memodifikasi operasional • Kompromi • Meluruskan citra c. Strategi Dinamis Langkah yang diambil untuk strategi ini bersifat makro dan dapat mengubah karakter organisasi. Pilihan dalam strategi ini mencakup • Merger dan akuisisi • Investasi baru • Menjual saham • Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama • Menggandeng kekuasaan • Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian 5. Program Pengendalian Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generic yang dirumuskan. Umumnya strategi generic dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generic, program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul. Implementasi pengendalian diterapkan pada : • Perusahaan (beserta cabang) • Industri (gabungan usaha sejenis) • Komunitas • Divisi-divisi perusahaan (Iriantara, 2004: 124) IFAS (2001: 63), langkah-langkah dalam menangani krisis tersebut adalah: Mengidentifikasi krisis, disini dilakukan identifikasi atas krisis yang terjadi, mencari penyebabnya, dan mempersiapkan scenario masa depan organisasi. Fact-finding selama masa tidak krisis, pada masa organisasi dalam keadaan tenang, tim manajemen krisis menganalisa berbagai informasi, bahkan termasuk desas-desus. Kemudian diklasifikasi, mana fakta dan mana desas-desus. Fakta harus selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan, sedangkan untuk desas-desus harus diberi penjelasan yang sebenarnya. Membentuk tim, tim secara berkala mendapatkan pelatihan untuk mengelola krisis. Tim inilah yang menganalisa fakta dan desas-desua serta penanganan yang harus dilakukan. Fine-tune jaringan komunikasi, menjaga jaringan komunikasi dengan pihak internal dan eksternal, terutama untuk menjaga integritas organisasi. Integritas organisasi ini akan penting saat organisasi diterpa krisis, karena merupakan salah satu asset penting untuk kegiatan komunikasi yang dijalankan. (IFAS, 2001) Dalam pemaparan diatas, penulis memahami bahwa apa yang diungkapkan • Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 27 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta Iriantara diatas kurang lebih sama dengan apa yang dinyatakan oleh IFAS. Pemaparan mengelola krisis tersebut yang di kemukakan oleh Iriantara lebih kepada cara penanganan saat krisis sudah terjadi, sedangkan dalam pernyataan IFAS ialah tentang manajemen krisis yang menekankan persiapan dalam menghadapi krisis. Artinya, ketika organisasi tidak menghadapi krisis sekalipun, tim manajemen krisis sudah dibentuk dan bekerja. Sebelum krisis terjadi, ada hal-hal yang harus dipersiapkan dalam menghadapi krisis. Berikut penulis paparkan panduan untuk mempersiapkan krisis. Morissan (2006: 155) memaparkan panduan untuk mempersiapkan krisis adalah : 1. Lakukan identifikasi terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahan, juga lakukan penilaian terhadap kelemahan-kelemahan secara menyeluruh yang dimiliki perusahaan atau organisasi saat ini \ 2. Tentukan prioritas penanganan berdasarkan kelemahan yang dirasa paling mendesak untuk ditangani. 3. Rancang pertanyaan, jawaban dan solusi bagi setiap masalah yang memiliki potensi untuk menjadi krisis. 4. Fokus pada dua tugas yang paling penting yaitu: Apa yang harus dilakukan, dan Apa yang harus dikatakan pada saat kritis yaitu pada jam-jam pertama ketika krisis muncul. 5. Mengembangkan suatu strategi untuk menahan diri dan bersikap netral, tidak reaktif dan tidak memberikan respon berlebihan. Dalam pemaparan di atas, penulis memahami bahwa sebelum krisis itu muncul, ada baiknya setiap perusahaan mempunyai panduan khusus untuk mempersiapkan dalam menghadapi krisis. Dan dalam panduan tersebut sangat membantu sekali manager krisis, agar ketika krisis datang sudah tidak kaget lagi, dan tahu cara apa yang pertama musti dilakukan ketika krisis baru muncul. Keberhasilan dalam menangani krisis membutuhkan kemampuan untuk melakukan antisipasi terhadap kondisi yang rentan serta kemungkinan munculnya keadaan darurat (emergencies), keahlian dalam merencanakan strategi yang dapat merespon segala kemungkinan scenario keadaan darurat, pengenalan terhadap krisis pada tahap yang paling awal serta kemampuan untuk merespon secepat mungkin sebagai bagian dari proses perencanaan manajemen krisis secara sistematis. Berikut penulis paparkan panduan dalam menghadapi krisis. Strategi Manajemen Krisis Istilah strategic manajement sering disebut pula rencana strategis atau rencana jangka panjang perusahaan. Dalam suatu rencana strategis perusahaan 28 menetapkan garis-garis besar tindakan strategis yang akan diambil dalam kurun waktu tertentu kedepan. Untuk melihat kedepan perusahaan perlu melihat kebelakang, yakni hal-hal yang telah di capai di masa lalu, harapan yang di janjikan dari prestasi itu, dan persepsi yang muncul dari lingkungannya. Seorang praktisi public relations tidaklah dibenarkan mengabaikan pelaksanaan penyusunan rencana jangka panjang ini. Ia perlu turut aktif mengobservasi pendapat dan harapan tersebut. Karena prosesnya melibatkan banyak pihak, suatu rencana jangka panjang yang berhasil disatukan sering disebut pula suatu “consensus”. Rencana inilah yang menjadi pegangan bagi para praktisi public relations untuk menyusun berbagai rencana teknis, dan langkah komunikasi yang akan diambil sehari-hari. Untuk dapat bertindak secara strategis, kegiatan public relations harus menyatu dengan visi atau misi organisasinya, yakni alasan organisasi atau perusahaan untuk tetap hidup, dari sinilah seorang praktisi public relations dapat menetapkan objektifnya dan bekerja berdasarkan objective tersebut. (Kasali, 1994: 34) Dari pemaparan diatas, penulis memahami bahwa strategi manajemen sering di sebut juga rencana strategis atau rencana jangka pangka panjang perusahaan, dan biasanya sebagian besar perusahaan menetapkan rencana jangka panjang tersebut dalam lima sampai sepuluh tahun, alasan perusahaan membatasi berapa lamanya sangat masuk akal, karena perubahan yang terjadi belakangan ini sangat sulit di terka arahnya. Masing-masing perubahan itu saling kait mengait sehingga perkiraan terjauh yang dapat di duga menjadi amat terbatas. Sehingga untuk melihat ke depan perusahaan perlu melihat ke belakang, yakni hal-hal yang telah dicapai dimasa lalu harapan yang di janjikan dari prestasi itu, dan persepsi yang muncul dari lingkungannya. Rencana jangka panjang inilah yang menjadi pegangan bagi para praktisi public relations untuk menyusun berbagi rencana teknis, dan langkah komunikasi yang akan diambil sehari-hari..jadi strategi manajemen sangat penting sekali bagi perusahaan, terutama ketika perusahaan mengalami suatu krisis manajemen.. disini public relations dituntut apakah strategi yang dibuat harus di perbaharui atau di lanjutkan, guna untuk mempertahankan perusahaannya itu. Menurut KBBI strategi adalah”…rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus…”. Jadi strategi adalah suatu rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Sedangkan yang dimaksud dengan sasaran khusus tergantung dari sasaran yang ingin dicapai oleh si pembuat rencana, dalam hal ini yang membuat rencana adalah pihak perusahaan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta Definisi lain manajemen strategis menurut Ansoff dan Mc Donnell (1990 : XV) ialah : “Manajemen strategis sebagai pendekatan sistematis terhadap tanggung jawab umum manajemen yang besar dan terus meningkat, arti pentingnya : untuk memposisikan dan mengaitkan perusahaan dengan lingkungannya dengan cara yang akan menjamin keberhasilan perusahaan dan mengamankan perusahaan dari ketidakterdugaan”. Dari definisi tersebut, penulis memahami bahwa arti penting dalam manajemen strategis untuk memposisikan dan mengaitkan perusahaan dengan lingkungannya, serta mengamankan perusahaan dari ketidakterdugaan, maksud dari kalimat tersebut maksudnya, ketidakterdugaan merupakan bagian dari kehidupan ini, kadang perusahaan tidak tau apa yang akan terjadi nantinya. Untuk itu dalam perencanaan yang dilakukan oleh manajemen satu perusahaan selalu harus disediakan ruang untuk melakukan perbaikan dan perubahan yang terjadi pada lingkungannya.Sedangkan Hari Lubis (1992 : 1), mengemukakan : “ Proses iterative yang kontinu untuk menyelaraskan organisasi secara keseluruhan terhadap lingkungannya”. Lebih lanjut Lubis memaparkan dengan definisi manajemen strategis yang seperti demikian itu, maka manajemen strategis merupakan rangkaian tindakan yang dimulai dari analisis lingkungan, penetapan arah organisasi, perumusan strategi organisasi, implementasi organisasi, serta evaluasi dan pengendalian strategi. Dari definisi diatas, penulis memahami bahwa proses manajemen strategis itu bersifat kontinu dan iterative, maksudnya adalah diawali dengan langkah pertama, berakhir dengan langkah terakhir dan kembali lagi pada langkah pertama, terus demikian secara berulang-ulang. Langkah-langkah stragic management Pearce dan Robinson dalam Kasali (1994: 43), mengembangkan langkahlangkah strategic management sebagai berikut : 1. Menentukan mission perusahan. Termasuk di dalamnya adalah pernyataan yang umum mengenai maksud pendirian (purpose), filosofi, dan sasaran (goals). 2. Mengembangkan company profile yang mencerminkan kondisi intern perusahan dan kemampuan yang dimilikinya. 3. Penilaian terjhadap lingkungan ekstern perusahaan, baik dari segi semangat kompetitif maupun secara umum. 4. Analisis terhadap peluang yang tersedia dari lingkungan (yang melahirkan pilihan-pilihan). 5. Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang tidak dapat digenapi untuk memenuhi tuntutan misi perusahaan. 6. Pemilihan strategi atas objective jangka panjang dan garis besar strategi yang dibutuhkan untuk mencapai objective tersebut. 7. Mengembangkan objective tahunan dan rencana jangka pendek yang selaras dengan objective jangka panjang dan garis besar strategi. 8. Implementasi atas hal-hal di atas dengan menggunakan sumber yang tercantum pada anggaran (budget) dan mengawinkan rencana tersebut dengan sumber daya manusia, struktur, teknologi, dan sistem balas jasa yang memungkinkan. 9. Review dan evaluasi atas hal-hal yang telah dicapai dalam setiap periode jangka pendek sebagai suatu proses untuk melakukan kontrol dan sebagai input bagi pengambilan keputusan di masa depan. Dari pemaparan diatas, penulis memahami bahwa langkah yang perlu dilalui melibatkan sejumlah pihak di dalam perusahaan yang terdiri atas berbagai latar belakang. Sebenarnya tujuan di buat langkahlangkah tersebut sederhana sekali yakni, menyelaraskan program dan tindakan setiap komponen (bagian) perusahaan menuju suatu sasaran yang sama. Berikut penulis paparkan Tahapan-tahapan dalam Perencanaan strategis yang dibuat oleh Robson (1997:17): Dari model tahapan perencanaan strategis diatas, penulis menjelaskan bahwa dalam manajemen strategis, merumuskan visi/misi dan objektif organisasi merupakan langkah awal sebelum melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal. Analisis lingkungan internal dan eksternal tersebut antara lain menggunakan Analisis SWOT menjadi dasar untuk merumuskan strategi organisasi. Selanjutnya adalah implementasi strategis, yang tentunya akan diikuti evaluasi dan kontrol. Semua Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 29 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta proses manajemen strategis itu, ketika masih dalam bentuk konsep, dinamakan perencanaan strategis. Dalam hal ini penulis menggunakan tahaptahapan proses perencanaan strategis adalah guna untuk mendukung dalam pemilihan strategi yang akan digunakan. Karena pada tingkat perencanaan manajemen strategis, visi/misi dan tujuan organisasi menjadi dasar dalam pemilihan strategi yang akan diterapkan, karena Visi milik organisasi yang merupakan gambaran masa depan atau bisa juga disebut sebagai model mental. Dengan begitu, dalam visi itu setidaknyaa terefleksikan apa yang ingin dicapai oleh organisasi. Sedangkan misi adalah alasan mengapa organisasi ada, apa yang dikerjakan organisasi tersebut dan bagaimana melakukannya, ringkasnya, misi itu menunjukkan maksud pendirian organisasi atau perusahaan. Jadi dari tahapan model di atas untuk menentukan strategi yang digunakan berawal dari analisa strategi dahulu, lalu menentukan pilihan strategisnya, dan terakhir mengimplementasikan strategi, terdiri dari menentukan kebijakkan, mengambil keputusan, dan selanjutnya mengambil tindakan. Sebelum mengetahui strategi yang digunakan, berikut penulis paparkan ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam menyusun strategi (Iriantara, 2004: 30-31), yaitu : 1. Pendekatan Skenario, yang mendeskripsikan sejumlah gambaran tentang organisasi pada masa depan untuk kemudian dipilih gambaran yang dipandang paling sesuai. Pendekatan ini tepat digunakan oleh organisasi nonprofit atau organisasi berskala kecil dan menengah. 2. Pendekatan Permasalahan kritis, yaitu yang mengumpulkan sejumlah permasalahan kritis yang teridentifikasi melalui analisis situasi, lalu menyusunnya berdasarkan tingkat kerawanannya. Selanjutnya, dipilih solusi yang baik. Seperti halnya pendekatan scenario, pendekatan ini tepat digunakan oleh organisasi nonprofit dan organisasi berskala kecil dan menengah. 3. Pendekatan Sasaran, yaitu yang dalam menyusun strateginya terlebih dulu menetapkan sasaran yang inggin dicapai oleh organisasi pada masa depan. Setelah itu, ditetapkan strategi yang tepat untuk mencapai sasaran tersebut. Pendekatan ini biasanya digunakan oleh organisasi-organisasi bisnis yang besar. Sebelum menentukan strategi yang digunakan penulis terlebih dahulu menggunakan pendekatan dalam penyusunan strategi. Penulis menggunakan pendekatan tersebut, karena salah satu dari pendekatan yang penulis paparkan tersebut, sesuai dengan pendekatan yang diterapkan Humas Garuda Indonesia. Pendekatan yang diterapkan tersebut 30 adalah Pendekatan sasaran, pendekakan ini digunakan guna untuk mengetahui sasaran yang dicapai oleh Garuda Indonesia. Sasaran yang ingin dicapai oleh Garuda Indonesia antara lain : 1. Secara bertahap Garuda Indonesia mampu menciptakan (merubah) situasi “ketidakpastian” menjadi kondisi yang “pasti”. 2. Membantu media massa untuk senantiasa focus terhadap data dan fakta yang ada, sesuai perkembangan penanganan accident. 3. Menjaga kepercayaan publik bahwa penerbangan merupakan moda transportasi yang aman dan mengutamakan aspek “safety” 4. Menciptakan kondisi /gambaran bahwa Garuda Indonesia merupakan penerbangan yang “safe” dan perusahaan menunjukkan sikap yang “caring” terhadap para korban dan anggota keluarganya. Pemilihan Strategi Adapun alternatif strategi umum dan kondisi yang sesuai untuk penggunaannya, menurut lubis (1992: 28-31), sebagai berikut : 1. Strategi Konsentrasi (Concentration strategy) Dengan strategi ini, organisasi memusatkan perhatian pada satu lini bisnis saja dengan tujuan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dari spesialis dan efisiensi, sekaligus menghindari masalah manajemen yang muncul akibat terlalu banyaknya jenis usaha yang dikelola. Namun, strategi seperti ini bisa berbahaya bila terjadi perubahan linngkungan eksternal seperti mengecilnya pasar dan munculnya pesaing yang agresif. Strategi konsentrasi ini misalnya dilakukan oleh McDonald’s yang mengkonsentrasikan diri pada fast-food. 2. Strategi Stabilitas (Stability Strategi) Strategi ini pada dasarnya menjaga apa yang sudah ada, sehingga organisasi memusatkan perhatian pada pengelolaan jenis usaha yang sedang dijalankannya sambil memelihara bidang usaha itu. Strategi ini tepat dijalankan bidang usaha yang pertumbuhannya rendah atau sama sekali tidak mengalami pertumbuhan. Organisasiorganisasi yang cukup besar dan mendominasi pasar biasanya akan berupaya untuk menstabilkan pasar. 3. Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy) Strategi ini sebenernya merupakan hal yang alami. Setiap organisasi ingin dirinya menjadi besar. Dengan strategi ini, organisasi berupaya untuk mengembangkan berbagai aspek usahanya, seperti omset, laba atau pangsa pasar. Strategi pertumbuhan dilakukan dengan berbagai cara, yakni : a. Integrasi vertical Strategi ini dijalankan guna memperoleh kontrol yang lebih besar Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta terhadap jenis usaha dan mendapatkan peningkatan laba, karena meningkatnya efisiansi atau kemampuan memasarkan. Integrasi vertical ini dilakukan dengan mengakuisisi organisasi lain yang terdapat pada jalur distribusi yang sama. b. Integrasi horizontal Strategi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan kecil yang bersaing dalam pasar yang sama dengan perusahaan besar melalui akuisisi perusahaan saingan pada jenis usaha yang sama, sehingga memperbesar tingkat keuntungan, ukuran perusahaan, omset atau pangsa pasar. c. Diversifikasi Strategi ini menginginkan pertumbuhan melalui akuisisi perusahaan pada lini bisnis yang tak sejenis dengan bisnis organisasi. Strategi ini bermanfaat jika sumber daya digunakan secara bersama sehingga efisien atau dampak dari penggabungan itu akan memperbesar pasar. Strategi ini bisa juga dilakukan dengan strategi konglomerasi, yakni dengan membeli perusahaan yang berada pada jalur pertumbuhan yang cepat, sedangkan organisasi yang membeli berada pada jalur pertumbuhan yang lambat. d. Merger dan joint-venture Strategi ini digunakan agar organisasi bisa menembus pembatasan perdagangan antar negara atau mengefisienkan penggunaan sumber daya. Merger merupakan penggabungan dua organisasi dengan membentuk organisasi baru, sedangakan joint venture merupakan kerja sama satu organisasi dengan organisasi lain untuk menjalankan satu proyek yang terlalu besar untuk dikerjakan sendiri. 4. Retrennchment strategy Strategi ini digunakan bila organisasi memandang dirinya tidak mampu bersaing secara efektif dan merasa terancam. Strategi ini memiliki strategi dasar, yakni sebagai berikut. 1. Turnaround Strategy Jika kinerja organisasi memburuk namun belum kritis, maka dihentikan memproduksi produk yang kerjanya buruk, menciutkan jumlah karyawan, memperpendek jalur distribusi, dan mencari metode baru yang bisa digunakan untuk memperbaiki kinerja.jika ini berhasil, maka organisasi selanjutnya menggunakan strategi pertumbuhan. 2. Divestment Strateg. Organisasi menjual salah satu unit usaha atau menceraikannya dari organisasi semula. Ini dilakukan jika usaha itu tak cocok berada dalam organisasi atau karena kinerjanya jelek. 3. Liquidation Strategi Strategi ini dijalankan dengan menutup usaha dan menjual seluruh asetnya. 5. Strategi Kombinasi (Combination Strategy) Strategi ini dilakukan organisasi besar untuk mengejar pertumbuhan dengan mengakuisisi usaha baru, sambil menjalankan strategi stabilitas pada beberapa unit usaha yang lain dengan menggunakan strategi divestment pada usaha yang merugi. Bisa juga dilakukan dengan merumuskan strategi diversifikasi. Adapun strategi yang diungkapkan oleh IFAS dalam Iriantara (2004 : 125) Pada saat menghadapi krisis kombinasi dari keempat strategi dasar sebagai berikut 1. Tak berbuat apa-apa, merupakan pendekatan yang tidak banyak dilakukan organisasi karena tidak berbuat apa-apa saat menghadapi krisis akan membuat organisasi jadi terbelah, integritas terganggu, dan melunturkan semangat karyawan. Namun, ada kalanya organisasi tak mengakui terjadi krisis, sehingga membiarkan krisis muncul dan berlalu. Organisasi menutup diri dari opini publik. 2. Dinding batu, dalam strategi ini perusahaan tak memberi respons secara eksternal terhadap krisis karena tak memandang penting apa yang dipandang sebagai tuduhan yang salah atau keliru. Stategi ini mengundang resiko munculnya sikap negatif publik dan diadili oleh media. Sikap membisu organisasi seperti itu bisa mengundang tuduhan dari publik bahwa organisasi itu menerima apa yang dituduhkan, arogan atau tidak mau berkompromi. Strategi ini digunakan misalnya saat organisasi menghadapi masalah hokum di pengadilan. 3. Merespon dan bertahan, dengan strategi ini organisasi secara positif dan agresif secepatcepatnya mencari penyelesain masalah. Ini merupakan strategi yang dilukiskan paling baik. Hal penting dalam memberi respon bertahan iniadalah mengkomunikasi informasi factual dan menunjuk juru bicara yang tepat bagi organisasi. 4. Menyerang, strategi memanfaatkan krisis untuk mendapatkan keuntungan dari peluang yang tercipta karena krisis guna menciptakan opini publik yang positif. Dalam strategi ini, diungkapkan respon organisasi organisasi terhadap krisis dan proyeksi posisi organisasi yang menunjukan penyelesaian krisis demi memberikan kemaslahatan pada organisasi, para karyawan dan publik secara keseluruhan. Namun, strategi ini mengandung resiko akan membuat krisis tanpa disadari jadi berlangsung lama atau justru malah membuat organisasi kehilangan kontrol dibandingkan dengan penanganan krisis secara diam-diam dan cepat. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 31 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta Dari pemaparan diatas, penulis memahami bahwa ada bermacam-macam tipe strategi dalam menangani suatu krisis di perusahaan. Strategi ini digunakan tergantung dari perusahaan itu sendiri menggunakan jenis strategi yang digunakan. Menurut pendapat penulis ,terkait dengan kasus accident pesawat Garuda Indonesia itu, PT Garuda Indonesia termasuk menggunakan tipe strategi dasar yang merespon dan bertahan, karena penulis amati pada saat accident itu terjadi, divisi humasnya cepat merespon dan mengkomunikasikannya pada media, sehingga dalam penanganannya pun terbilang sangat cepat, dari maskapai penerbangan lain. Dan dalam pentritmentannya pun secara bertahap. Adapun Pihak-pihak Garuda Indonesia yang terkait dalam pembentukan strategi dalam krisis manajemen Accident GA-200 antara lain : Dari Unit Operasi, Unit Teknik, Pelayanan, Unit Humas, Unit Keuangan, dan Direksi yang utama. Untuk itu strategi yang relevan dalam manajemen krisis ini Garuda Indonesia menggunakan strategi merespon dan bertahan, antara lain : 1. Mengaktifkan “communications team” sesuai perincian tugas dan tanggungjawabnya. 2. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait dalam penanganan accident, antara lain; ECC (Emergency Control Center), OCC (Operation Control Center), FAC (Family Assistance Center), PIC (Passenger Inquiry Center), SCC (Site Control Center), ESMT (Emergency Support Management Team), Go Team, ART (Aircraft Recovery Team), GA Policy Group) 3. Menjadi sumber informasi yang cepat, akurat serta menyampaikan informasi yang penting dan mengurangi situasi”ketidakpastian”. 4. Bersikap penuh perhatian, jujur, terbuka serta tidak berspekulatif. 5. Memahami data/informasi tentang aspek “safety” dan prosedur dalam penanganan Accident Berikut merupakan rangkuman penulis mengenai manajemen krisis dan manajemen strategi. Krisis adalah suatu yang besar, kejadian/ peristiwa yang tidak bisa diperkirakan yang memiliki potensi hasil-hasil yang negatif. Peristiwa yang merupakan penyebab kerusakan yang cukup signifikan terhadap organisasi perusahaan mencakup para pegawai, produk yang dihasilkan, jasa-jasa, kondisi keuangan maupun reputasinya. Dalam penelitian penulis ini, merupakan termasuk dalam krisis manajemen, yakni krisis yang menyangkut kecelakaan/Accident pesawat Garuda Indonesia GA-200 di Yogyakarta. Accident ini pun dilihat dari tahapan- tahapan krisisnya termasuk kedalam jenis krisis akut, yaitu pada krisis jenis ini sudah kelihatan dan orang menyadari krisis 32 sudah terjadi. Suatu keadaan yang mengalami krisis ini harus segera ditangani secara serius. Dan dikerjakan oleh orang-orang yang handal dalam menangani krisis tersebut. Dan dalam hal tersebut Public Relationslah yang sangat berperan penting untuk membantu manajemen perusahaan dalam memulihkan nama baik perusahaan, khususnya di PT. Garuda Indonesia ketika mengalami krisis manajemen Accident pesawat GA200.untuk itu dalam keadaan sebuah krisis hubungan masyarakatlah yang memainkan peranan fleksibel, Diantaranya humas peran dalam manajerial atau teknisinya. Tapi pada saat dihadapkan dalam situasi krisis ini peran humas lebih ke manejerial. Oleh karena itu public relations juga berperan sebagi problem Solving process facilitator, yakni peranan sebagai fasilitator dalam proses pemecahan masalah. Pada peranan ini petugas humas melibatkan diri atau dilibatkan dalam setiap manajemen (krisis). Dia menjadi anggota tim. Bahkan bila memungkinkan menjadi leader dalam penanganan krisis. Ketika krisis accident ini muncul, yang dilakukan humas antara lain langkahnya humas harus cepat dalam memberikan informasi yang akurat yang berguna, serta secara aktif berkomunikasi; regular brefing, secara teratur, mengupdate/memperbaharui informasi, memantau perkembangan media, dan memperbaiki ketidak akuratan dan salah informasi secepatnya. Setelah itu semuanya diatasi, barulah humasnya dihadapkan dalam pembuatan strategi. Istilah strategi manajemen sering pula disebut sebagai rencana jangka panjang. Seorang public relations tidaklah dibenarkan mengabaikan pelaksanaan penyusunan rencana jangka panjang ini. Karena ia harus turut aktif mengobservasi pendapat dan harapan tersebut. Rencana inilah yang menjadi pegangan bagi praktisi public relation untuk menyusun berbagai rencana teknis. Oleh karena itu pada umumnya bagian/divisi public relations diperankan untuk mengkomunikasikan strategi perusahaan tersebut. Terkait dari menajemen krisis tersebut praktisi Public relationa membuat strategi dalam aspek komunikasinya. Terlebih dahulu pendekatan yang digunakan ialah pendekatan sasaran, yaitu dalam menyusun strateginya terlebih dulu menetapkan sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi pada masa depan. Dan strategi yang cocok digunakan dalam menangani krisis ini adalah strategi merespon dan bertahan, karena dengan strategi ini organisasi secara positif dan agresif secepatcepatnya mencari penyelesaian masalah. Peran Public Relations Berikut penulis paparkan definisi peran praktisi humas menurut Frida Kusumastuti. Penulis menjelaskannya sebagai berikut : Kusumastuti (2002: Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta 24), peranan praktisi humas adalah merupakan satu kunci penting untuk pemahaman fungsi humas dan komunikasi organisasi. Dari pemaparan diatas, penulis memahami peranan humas dalam perusahaan itu sangat penting sekali untuk pemahaman fungsi humas dan komunikasi organisasi, karena humas merupakan sebagai ujung tombak dari suatu perusahaan. Berikut penulis menggambarkannya peran public relations secara skematis. (Kotter dan Heskett, 1992: 8) Bagian/divisi public relations misalnya, mengkomunikasikan kultur organisasi/perusahaan yang mereflesikan visi-misi dan strategi organisasi/perusahaan untuk mencapai objektifnya (Kotler dan Heskett, 1992: 8) Dari pemaparan diatas, penulis memahami public relation berperan sebagai salah satu unit dalam organisasi menjalankan strategi dan mendukung strategi organisasi. Dan juga public relations diperankan untuk mengkomunikasikan strategi perusahaan. Begitu juga dengan di PT. Garuda Indonesia mendudukan Humasnya pada posisi liaison/mediator/boundary role antara organisasi dengan publiknya dimana humas Garuda Indonesia berperan, membantu manajemen untuk peka (memonitor), me-menage dan mengcounter issueissue yang berkembang. Selain itu PR juga berperan membantu manajemen dalam membangun opini publik, serta membantu manajemen dalam memanfaatkan teknik-teknik komunikasi dalam upaya membangun citra perusahaan. Peran Public Relations dalam Manajemen krisis Peran praktisi PR menjadi sangat penting ketika perusahaan mengalami krisis. PR dapat membantu perusahaan untuk menciptakan kondisi yang dapat membawa perusahaan yang sedang menurun kembali ke sedia kala. Hal itu hanya dimungkinkan bila praktisi PR mengenal gejala-gejala krisis dari awal dan melakukan tindakan yang terintegrasi dengan aktor-aktor penting lainnya dalam perusahaan. (Kasali: 1994: 223). Adapun salah satu Peran yang dilakukan PR ketika krisis datang yaitu yang paling penting mengenali gejala-gejala krisis terlebih dahulu. Gejala krisis ini mempunyai tiga tipe, yaitu, krisis bersifat segera, krisis baru muncul, dan krisis bertahan. Dan disinilah PR berperan harus dapat mengenali salah satu dari gejalagejala tipe krisis tersebut yang dikaitkan dengan krisis yang dialaminya. Setelah mengenali jenis krisisnya, barulah PR menentukan tahapan krisis. Dalam tahapan krisis ini terdiri dari empat tipe, yaitu Tahap Prodromal, Tahap Akut, Tahap Kronis, dan Tahap Resolusi. Setelah mengetahui empat tahapan tersebut, barulah PR menentukan salah satu dari keempat tahapan tersebut yang terkait dengan gejala krisis. Tujuan dari mengetahui gejala krisis dan tahapan krisis tersebut adalah guna untuk mempermudah praktisi PR dalam menangani krisis. Kemudian setelah gejala dan tahapan krisisnya sudah jelas, barulah PR mengambil tindakan dalam mengelola krisis. Adapun langkahlangkah PR dalam mengelola krisis, yaitu : 1. Identifikasi Krisis Untuk dapat mengidentifikasi krisis, praktisi PR perlu melakukan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat penelitian harus dilakukan secara informal dan kilat. Pada hari itu juga tim diterjunkan dan mengumpulkan data, hari itu pula kesimpulan harus ditarik. Hal ini hanya memungkinkan bila praktisi PR mempunyai kecakapan dan kepekaan untuk mengumpulkan data. 2. Analisis Krisis Sebelum melakukan komunikasi, terlebih dahulu PR harus melakukan analisis atas masukan yang di peroleh. Analisis yang dilakukan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari analisis parsial sampai analisis yang kait mengait. 3. Isolasi Krisi Krisis adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas, maka krisis harus diisolasi, dikarantinakan terlebihdahulu sebelum tindakan serius diambil. (Kasali: 1994: 231-232) Dari penjelasan diatas penulis memahami bahwa sesuai dengan perannya di manajemen krisis, praktisi PR membantu manajemen dalam mengelola krisis, mengidentifikasi krisis terlebih dahulu, guna untuk mendapatkan data yang akurat. Setelah itu lalu menganalisis krisis dengan membaca suatu permasalahan. Dan selanjutnya mengisolasi krisis. Isolasi krisis ini dilakukan supaya krisis tidak menyebar secara luas, sebelum tindakan serius dilakukan. Setelah itu baru ditentukan Strategi yang digunakan terkait dalam manajemen krisis. Tapi sebelum mengetahui strategi yang digunakan, sebelumnya praktisi PR menggunakan pendekatan dalam menyusun strategi, salah satunya adalah pendekatan sasaran,yaitu pendekatan yang dalam menyusun strateginya terlebih dahulu menetapkan sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan pada masa Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 33 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta depan. Setelah iu ditetapkan strategi yang tepat untuk mencapai sasaran tersebut.. Pendekatan sasaran ini digunakan oleh PR Garuda Indonesia. sebelum menentukan strategi yang digunakan, Selanjutnya menetapkan strategi yang diinginkan perusahaan dalam menangani krisis. Ada tiga strategi untuk menangani krisis adalah Defensive Strategi, Adaptive Strategi dan Dynamic strategy. Dan terkait dalam menangani krisis di PT Garuda Indonesia Strategi yang dipilih dalam menangani krisis tersebut adalah Adaptive Strategy. Adaptive strategi ini mencakup seperti, mengubah kebijakan, modifikasi operasional, kompromi, dan meluruskan citra. Dengan demikian yang sudah penulis paparkan diatas, peran PR dalam manajemen krisis sangat berpengaruh sekali, karena PR dapat membantu perusahaan untuk menciptakan kondisi yang dapat membawa perusahaan yang sedang menurun kembali seperti semula. Citra Perusahaan Setelah mengetahui pemaparan manajemen krisis dengan strategi perusahaan, dalam pemilihan strategi tersebut, antara lain adalah agar terciptanya citra positif di mata publiknya. Terkait dalam penanganan krisis yang dilakukan Garuda Indonesia sangat baik, terutama humas yang yang melakukan perannya dengan baik dalam membantu manajemen mengatasi penanganan krisis tersebut, maka citra Garuda Indonesiapun dapat terselamatkan, bahkan Pelanggan Garudapun semakin puas dengan Garuda Indonesia, karena dapat mengatasi krisis ini dengan baik dan Garuda pun sangat bertanggung jawab atas kerugian yang dialami penumpang. Oleh karena itu Garuda Indonesia mengalami penurunan citra di mata pelanggannya. Penanganan yang dilakukan Humas Garuda Indonesia cukup membuahkan hasil, buktinya menurut Majalah Marketing 05/VII/Mei 2007, mengatakan” Citra Garuda Indonesia dimata pelanggan tidak menurun. Buktinya yang terdaftar sebagai anggota Garuda Frequent Flyer mengaku tetap memilih Garuda Indonesia sebagai maskapai yang mereka gunakan, alasanya, selain milik Badan Usaha Milik Negara, Garuda Indonesia memiliki pelayanan paling memuaskan, dibandingkan maskapi penerbangan lain. Berikut penulis kutip ada dua definisi citra, menurut : Rose De Vene (1988: 270), Donal F. Roberts (1997: 364) Secara bebas penulis mengartikan pengertian diatas, bahwa citra adalah keseluruhan kesan yang diciptakan oleh organisasi kepada publiknya melalui berbagai produk, berbagai kebijakan, berbagai aktifitas dan berbagai usaha periklanan dari organisasi tersebut. Kesimpulan penulis mengenai citra diatas adalah keseluruhan kesan/gambaran mengenai perusahaan yang diberikan orang banyak dengan melihat produk, kebijakasanaan, aktifitas, periklanan dari perusahaan 34 tersebut. Sedangkan definisi citra yang dikemukakan Roberts(1997: 364), adalah “ The Image which is simply a metaphor representing the totality of all the information about the world any individual has processed, organized, and stored, may be conceived as a kind of template or strandard against which new information is compared in order to give it meaning”. Dari definisi diatas, penulis mengartikan citra merupakan suatu kiasan yang menggambarkan keseluruhan informasi tentang dunia yang telah diolah, diataur, dan disimpan oleh setiap orang, dibayangkan sebagai suatu bentuk atau suatu standar berlawanan yang mana informasi baru dibandingkan untuk memberikan pengertian terhadap citra. Dari pemaparan kedua definisi citra diatas, penulis menyimpulkan bahwa dari kedua definisi tersebut, terdapat sedikit perbedaan dari arti kedua definisi tersebut. Menurut De Vene definisi citra tersebut lebih kepada kesan atau gambaran mengenai perusahaan yang diberikan orang banyak dengan melihat produk, kebijaksanaan dan aktifitas dari perusahaan tersebut. Sedangkan menurut Roberts pengertian citra yang menggambarkan lebih kepada informasi tentang dunia dan disimpan di dalam diri setiap individu, yang dibandingkan untuk memberikan pengertian kembali citra apabila memperoleh informasi baru. Sebelum membahas tingkatan citra, terlebih dahulu penulis paparkan mengenai jenis-jenis citra. Penulis memahami bahwa dari kelima jenis citra tersebut memiliki definisi atau arti yang berbeda. Untuk memiliki dari salah satu kelima citra ini, tergantung dari suatu perusahaannya masing –masing, ia mau menerapkan citra yang mana. Salah satunya adalah maskapai Garuda Indonesia yang secara nyata, bila dikaitkan dari jenis citra diatas, Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan juga memiliki citra majemuk. Salah satu contohnya adalah logo diekor pesawat dan warna cat ditubuh pesawat dibuat semenarik mungkin. Ini dilakukan merupakan menjadi suatu ciri khas Garuda Indonesia. Selain itu dia juga Terkait dengan Accident pesawat Garuda Indonesia GA-200, dalam krisis manajemen ini Garuda Indonesia termasuk kedalam jenis citra yang diharapkan, karena dari accident tersebut pihak humas Garuda Indonesia telah bekerja keras dalam mengelola krisis untuk memperbaiki citra Garuda Indonesia di mata khalayaknya. Citra perusahaan yang bagus menjadi tujuan sekaligus impian bagi semua bagi organisasi/perusahaan. Karena dengan citra yang positif akan timbul kepercayaan dari masyarakat. Kepercyaan itu sangat membantu perusahaan dalam menjalankan tujuannya. Ada beberapa gradasi (tingkatan) dari citra sebuah organisasi, Menurut Ruslan (2003: 301), membuat empat tingkatan dari citra sebuah Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta arganisasi/perusahaan, yaitu : Poin A, Poin B, Poin C, dan Poin D. Bertikut penjelasan mengenai empat tingkatan citra tersebut : 1. Poin A. Ini merupakan tingkat (grade) citra perusahaan atau organisasi yang paling ideal. Dimana organisasi dikenal sangat baik oleh masyarakat dan juga dicitrakan dengan sangat baik pula oleh masyarakat. 2. Poin B. Tingkat (grade) perusahaan atau organisasi dimana dicitrakan dengan sangat baik, tetapi perusahaaan atau organisasi ini kurang begitu dikenal. 3. Poin C. Tingkat (grade) dimana citra perusahaan atau organisasi buruk tetapi organisasi ini tidak dikenal oleh masyarakat. 4. Poin D. Tingkat (grade) dimana penilaian terhadap citra perusahaan atau organisasi buruk, ditambah dengan pengenalan masyarakat terhadap perusahaan atau organisasi itu juga buruk. Poin D ini adalah kondisi citra organisasi yang paling buruk. Dari penjelasan diatas, menulis memahami bahwa dalam tingkatan citra tersebut menggambarkan kondisi suatu perusahaan. Bila dimana suatu perusahaan dikenal sangat baik oleh masyarakat dan dicitrakan sangat baik, maka perusahaan tersebut termasuk dalam tingkatan citra poin A, begitu juga sebaliknya, apabila perusahaan itu dinilai masyarakat buruk, maka termasuk ke tingkatan citra poin D. begitu pula seterusnya. Penulis akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PT. Garuda Indonesia, tepatnya pada Corporate Comunications Garuda Indonesia, yaitu Divisi Humas Garuda Indonesia. Penjelasaan yang diberikan adalah mengenai penanganan krisis manajemen terhadap Accident pesawat Boeing Garuda Indonesia G.737/400 di Yogyakarta. Krisis merupakan suatu keadaan yang paling ditakuti oleh setiap perusahaan, karena krisis datangnya tidak terduga, melainkan kedatangannya tersebut bisa kapan saja terjadi. Tetapi krisis bisa juga dikatakan sebagai “suatu turning point yang diselesaikan dengan baik akan melahirkan kemenangan (for better). Dan bila gagal akan menimbulkan korban (for worse)”. (Kasali, 1994 :222). Jadi tidak semua krisis dapat membahayakan suatu perusahaan. Krisis juga dapat mendatangkan suatu kemenangan atau keberhasilan. Kemenangan bisa didapat tergantung dengan bagaimana cara menanganinya. Seperti halnya dalam penelitian suatu krisis manajemen yang dialami oleh PT. Garuda Indonesia pasca Accident pesawat boeing G.737/400 di Yogyakarta, pihak Garuda Indonesia merespon krisis tersebut dengan sangat cepat (Responsive). Secara tidak langsung dalam sikap responsif seperti itu, krisis tidak berkembang menjadi luas, sehingga bisa juga melahirkan kemenangan. Terkait terhadap krisis yang dialami oleh Garuda tersebut, berikut hasil wawancara penulis dengan Pujobroto, selaku kepala Komunikasi Garuda Indonesia, mengenai bagaimana tanggapan dari pihak komunikasi Garuda Indonesia, setelah terjadi Accident tersebut? “Maka dari itu, begitu pesawat Garuda mengalami kecelakaan, tidak berapa lama kemudian kami melakukan konferensi pers yang bertujuan menjelaskan bahwa memang kejadian itu benar terjadi. Konferensi pers dan pembuatan release dilakukan secara terus menerus. Begitu liaison officer kami menyampaikan perkembangan di lapangan atau di pos-pos lainnya, kami langsung menyampaikannya kepada publik agar tidak terjadi miss comunications”. Disini penulis memahami dari pernyataan yang diberikan oleh Pujobroto tersebut, bahwa respon dari seluruh pihak Garuda Indonesia, terlebih dari pihak humasnya, terhadap krisis tersebut sangat cepat bertindak. Karena dengan keberaniannya untuk menginformasikan kebenarannya yang sesungguhnya kepada publik, maka publik paham akan kejadian yang sebenarnya, sehingga krisis ini pun tidak akan berkembang menjadi luas. Manajemen Krisis Berdasarkan hasil penelitian, cara responsive yang dilakukan pihak Garuda Indonesia dan Humasnya sangat jelas terlihat. Berdasarkan pengamatan penulis, baik dilapangan, di media massa, maupun dari ruang lingkup kerja ketika pasca krisis, terlihat humasnya sangat sibuk dalam mencari kebenaran berita untuk langsung mempublikasikannya ke media massa. Di ruang kerja ketika pasca krisis tersebut, humas tak henti-hentinya membuat release yang menginformasikan mengenai penanganan krisis dan rasa tanggung jawab PT. Garuda Indonesia terhadap korban Accident itu. Selain PR,dalam penanganan krisis manajemen yang dialami PT. Garuda Indonesia ini, banyak unit-unit terkait yang terlibat dalam mengatasi krisis ini, karena PT. Garuda Indonesia mempunyai Emergency Respon Plane (ERP) yang dapat merespon krisis tersebut. Jadi ketika PT. Garuda mengalami suatu krisis semacam ini, maka Emergecy Response Plane (ERP) ini, akan berfungsi secara otomatis, dan pihakpihak yang telah ditetapkan dalam ERP ini secara langsung bergerak ke posisisnya masing-masing (go team). Adapun pusat-pusat yang terlibat dalam menangani krisis di PT Garuda Indonesia, antara lain : Operation Control Center, Emergency Control Center, Passenger Inquiry Center, Family Assistance Center, Passenger Inquiry center, Emergency Support Management Team, Air Craft Recovery Team, dan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 35 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta Branch Offices. Disetiap pos terdapat satu liaison officer. Petugas ini berada dibawah Media Information Center (MIC) yang tugasnya menghimpun informasi seputar perkembangan penanganan yang ada di pos-pos tempatnya memantau. Informasi- informasi yang diterima dari liaison officer itu kemudian menjadi bahan komunikasi internal, pernyataan perusahaan (yang dilakukan oleh CEO atau Juru Bicara), konferensi dan berita pers. Berikut merupakan struktur Emergency Respon Plane (ERP) ketika menghadapi krisis : 1. Media Information Center (MIC) 2. Operation Control Center (OCC) 3. Emergency Control Center (ECC) 4. Site Control Center (SCC) 5. Family Assistance Center (FAC) 6. Passengenger Inquiry Center (PIC) 7. Emergency Support Management Team (EMST) 8. Aircraft Recovery Team (ART) 9. Go Team 10. Garuda Indonesia Policy Group (GA Policy Group) 11. Banch Office Garuda Indonesia Dari struktur ERP diatas, penulis menjelaskan bahwa dibawah posisi MIC sampai dengan posisi Banch office Garuda indonesia tersebut bertugas untuk mencari data mengenai accident tersebut, dari mencari tahu penyebab kecelakaan sampai dengan jumlah korban yang selamat dan tidak. Setelah data terkumpul barulah dari team-team tersebut melaporkannya kepada Media Information Center (MIC). Sedangkan posisi humas dalam struktur tersebut berada di Media Information Center (MIC). Dan MIC ini berada di posisi paling atas dari struktur ERP, karena MIC ini merupakan penghubung dari seluruh Team ERP tersebut. Tugas dari Media Informations Center ini menghimpun informasi seputar perkembangan penanganan yang ada di pospos tempat ia memantau. Dari informasi yang diterima dari liaison officer tersebut. Kemudian menjadi bahan informasi bagi komunikasi internal. Disinilah humas yang mengelola data tersebut, apakah data itu akurat atau tidak. Dan kemudian humas nenunjuk Emirsyah satar, selaku Direktur utama Garuda sebagai juru bicara untuk menginformasikan kejadian yang sebenarnya kepada media dan khalayak. Dalam menangani krisis ini pertama-tama hal yang dilakukan PR PT. Garuda Indonesia adalah mengenali gejala krisisnya terlebih dahulu. Berdasarkan pengamatan penulis, krisis yang menimpa kecelakaan, seperti pesawat jatuh termasuk kedalam jenis tipe krisis yang bersifat segera. Hal itu di nyatakan pula oleh informan bahwa kejadian Accident kecelakaan pesawat tersebut sangat mengagetkan pihak Garuda 36 Indonesia, dan tidak dikira sebelumnya, dikarenakan pesawat tersebut dalam keadaan laik terbang, dan sebelum keberangkatan pesawat juga diperiksa terlebih dahulu. Pernyataan informan tersebut sesuai dengan pendapat morissan (2006: 154) bahwa kecelakaan yang terjadi begitu tiba-tiba, dan tidak terduga atau diharapkan termasuk dalm jenis tipe krisis bersifat segera. Contoh : Pesawat jatuh, gempa bumi, kebakaran, serangan bom, produk yang tercemar. Menurut dari pernyataan informan tersebut, setelah humas mengetahui jenis tipe krisisnya, baru masuk kepada tahapan krisis. Dalam menentukan tahapan krisis perlu dikaitkan dengan tipe krisis yang sudah ditentukan. Berikut petikan hasil wawancara dengan informan. “ untuk dapat melakukan penanganan krisis yang maksimal, kita harus mengenali dan paham benar terhadap jenis krisis apa yang sedang kita hadapi sekarang, apakah jenis krisis tersebut berbahaya atau tidak. Dan biasanya setelah kita sudah menemukan jenis krisis yang cocok terkait dengan accident pesawat Garuda tersebut, kita lebih mudah dapat mengenali tahapan krisis yang akan digunakan. Karena Semuanya itu ibaratkan sudah ada pasangannya masing- masing. Oleh karena itu bisa dilihat dari tipe krisis tersebut bersifat segera, maka tahapan yang cocok digunakan termasuk kedalam tahap Akut. Karena pada tahap ini sudah terbilang cukup bahaya, dan sudah memakan korban”. Setelah tipe krisis di identifikasi, barulah ditetapkan cara mengelola krisis. Dari pengamatan penulis, cara kerja humas dan unit terkait sangat kompak. Dalam hal ini PR Garuda Indonesia mempunyai kecakapan, responsive, dan kepekaan dalam mengumpulkan data. Untuk itu ketika krisis datang PR Garuda mengawalinya dengan mengidentifikasi terlebih dahulu, setelah itu baru mengklarifikasinya. Dalam hal ini PR bekerja sama dengan tim ERP untuk mengelola krisis tersebut. Dan ERP ditugaskan untuk mencari data dan informasi mengenai kejadian accident pesawat GA. 200. dan setelah data terkumpul barulah PR melakukan diagnosis krisis tersebut, untuk menentukan langkah - langkah yang akan diambil selanjutnya. Berikut merupakan penjelasan berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari kerja sama antara humas dan anggota ERP pada tanggal 7 Maret 2007: a. Pada hari pertama pasca accident banyak yang menduga accident tersebut dikarenakan adanya dugaan sabotase. b. Pesawat GA-200 melayani rute Jakartayogyakarta, berangkat dari Jakarta tepat waktu pukul 06.00 WIB. tiba di Yogyakarta rencana nya pukul 06.55 WIB. c. Awak pesawat GA.200 sebanyak 7 orang terdiri dari : Capt. M Marwoto Komar (Pilot in Command), Gagam Saman Rohmana (First Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta Officer), Wiranto Wooryono( Purser), Irawati (Senior awak kabin), Mariati (senior awak kain), Imam arif Iskandar (Senior awak kabin, dan Ratna Budiyanti( Junior awak kabin). 4. Pesawat mengalami accident dalam kondisi terbakar. Pesawat saat itu berada di ujung runway 09 sebelah Timur Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. 5. Hingga pada hari pertama kejadian, telah berhasil dievakuasi sebanyak 93 penumpang. Mereka yang berhasil dievakusi telah dibawa ke rumah sakit antara lain RS Panti Rapih, RS Panti Rini. Proses evakuasi terus berlangsung, selain petugas bagian operasi dan bagian teknik Garuda, pelaksanaan juga dibantu oleh kesatuan TNI-AU, TNI-AD, dan Polri. 6. Dalam kecelakaan itu, Garuda menanggung seluruh biaya pengobatan para penumpang. 7. Sementara itu bagi keluarga korban yang ingin menghubungi kantor Garuda Indonesia, Jakarta dapat melalui nomor telepon : 021-23113993, 021-2310049 dan 021-389-00128, faximile : 0212311105. posko Garuda di Bandara Soekarno Hatta : 021-5506721, 021-550-8747 8. Untuk membantu keluarga korban menunju ke Yogyakarta, Garuda Indonesia pada hari pertama menyiapkan dua pesawat, yang akan diberangkatkan pada pukul 15.00 WIB (GA2022) dan pukul17.30 WIB (GA-2062). Untuk keperluan keberangkatan tersebut, para keluarga korban dapat menghubungi nomor telepon posko Garuda di Bandara Soekarno-Hatta : 0215506721. 9. Setelah dilaksanakan proses evakuasi, diketahui sebanyak 112 penumpang dalam kondisi selamat, sedangkan 21 penumpang lainnya meninggal dunia. Mereka yang meninggal dunia tersebut dari 19 penumpang meninggal di lokasi kejadian, 1 penumpang di RS Angkatan Udara, penumpang meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dalam mengidentifikasi krisis ini,barulah PR Garuda Indonesia mendiagnosisnya untuk melakukan tindakan selanjutnya. Setelah identifikasi krisis selesai, selanjutnya PR melakukan Analisis krisis. PR memilah data yang benar atau tidak. Karena disinilah peran PR Garuda Indonesia untuk bisa mengkomunikasikannya kepada khalayak bahwa memang benar terjadi Accident di Yogyakarta pada tanggal 7 Maret 2007, sehingga khalayak menjadi tahu akan kejadian yang sebenarnya. Sehingga tidak menimbulkan kabar yang simpang siur, seperti ada yang menduga kecelakaan pesawat tersebut dikarenakan adanya dugaan sabotase. Kabar palsu itu langsung di tampik oleh Key Informan sebagai berikut : “Bahwa sebenarnya dalam accident itu bukan adanya unsur terorisme, melainkan hanya kesalahan tekhnis saja, jadi penyebab dari kecelakaan tersebut dari kecepatan pesawat yang menjadi faktor kecelakaan itu”. Dan untuk menghadapi kabar yang tidak jelas itu, PR Garuda Indonesia langsung segera untuk mengklarifikasikannya, dengan menceritakan kejadian tersebut dengan jujur dan terbuka kepada media massa. Terkait dalam penjelasan informan diatas, Pujobroto menjelaskan : “ Pada prinsipnya , dalam upaya menangani krisis, pihaknya memerhatikan tiga hal : pertama, kejujuran atau akurasi, kedua kecepatan (Responsive), ketiga tanggng jawab. Kalau tidak jujur berarti kami membohongi publik. Kalau kami melakukan kebohongan sekali saja, maka diperlukan kebohongankebohongan lainnya untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Kami sangat jujur dalam menginformasikan tentang kejadian-kejadian yang ada “. Penulis menjelaskan bahwa penanganan yang dilakukan oleh pihak Garuda Indonesia sangat baik, selain pihak Garuda sangat cepat untuk mengklarifikasikan dan juga sangat bertanggung jawab atas Accident tersebut.Oleh karena itu Garuda menanggung seluruh biaya pengobatan bagi penumpang yang mengalami cidera, luka ringan, maupun yang parah hingga sehat (termasuk berobat jalan hingga saat ini).Garuda juga menyediakan penerbangan gratis bagi keluarga korban dari tempat asal menuju Yogyakarta dan sebaliknya, antara lain Garuda menyiapkan 2 flights dari Jakarta ke Yogyakarta pada hari pertama kejadian pada 7 Maret 2007; dan rute Yogyakarta ke Jakarta pada hari kedua kejadian pada 8 Maret 2007. Garuda Indonesia juga menerbangkan para korban yang selamat ke kota atau tempat sesuai keinginan korban. Selain itu Garuda juga menerbangkan korban yang meninggal dunia ke tempat sesuai keinginan keluarga korban dan memberikan “Uang Bantuan Pemakaman” sebesar Rp 10 juta. Dan untuk uang santunan kepada korban meninggal dunia Garuda Indonesia memberikan sebesar 600 juta (termasuk uang asuransi, uang simpati, dan penggantian bagasi). Sedangkan kepada korban yang selamat Garuda memberikan uang sebesar Rp 75 juta (termasuk ung simpati dan penggantian bagasi). Dan khusus korban meninggal Prof.DR. Koesnadi H (mantan Rektor UGM) karena yang bersangkutan adalah anggota New Executive Card Plus (New EC Plus), maka Prof. DR. Koesnadi H mendapat santunan asuransi jiwa sebagai anggota EC Plus sebesar Rp 1 miliar (belum termasuk uang santunan asuransi sebesar Rp 600 juta yang juga akan diterima ahli waris almarhum). Prof.Dr. Koesnadi H menjadi anggota New EC sejak tahun 1999; dan telah Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 37 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta terbang menggunakan Garuda Indonesia sebanyak 802 kali.Oleh karena itu penanganan Garuda ini terbilang cepat, karena hanya dalam waktu 8 hari pasca musibah GA-200, Garuda Indonesia telah mulai melaksanakan penyerahan uang santunan asuransi kepada korban GA-200 yang meninggal dunia. Terkait dalam mengelola krisis ini langkahlangkah yang dilakukan Humas Garuda Indonesia dalam mengelola krisis hanya pada sampai analisis krisis saja, dalam kenyataan ini agak sedikit berbeda dengan di teori. Sedangkan diteori melalui tahap mengisolasi krisis. Sedangkan pada kenyataannya humas Garuda pada tahapan mengelola krisis hanya pada analisis krisis, karena menurut GM komunikasi eksternal Garuda penanganan dalam melakukan krisis tersebut tidak perlu adanya pengisolasian krisis, Karena ketika terjadi krisis, sudah ada team manajemen yang kuat yang khusus menangani krisis tersebut secara bertahap untulk melakukan pemulihan. Dan selanjutnya beralih menentukan strategi yang digunakan terkait dalam penanganan krisis. Strategi Manajemen Krisis Dalam melakukan penanganan krisis Garuda Indonesia tentunya harus ada tahapan strategi khusus yang dilakukan oleh pihak Garuda untuk memulihkan cita dimata khalayaknya. Singgih Handoyo, selaku GM. Komunikasi eksternal mengungkapkan “ Bahwa dalam melakukan penanganan krisis ini kita tidak memakai tahapan strategi khusus, akan tetapi kita lebih memaksimalkan penanganannya. Semua itu kan tergantung dengan bagaimana menanganinya. Biarpun kalau ada strategi khusus, namun pelayananya tidak berhasil, jadi kan sia-sia. Dan sebaliknya bila krisis tersebut ditangani seara serius dan sesuai dengan kendak penumpang, maka citra perusahaan akan makin terdongkrak”. Dari pernyataan singgih Handoyo diatas, jadi jelas bahwa pihak Garuda Indonesia tidak memakai Tahapan strategi khusus, melainkan sistem penanganan saja yang dioptimalkan. Terkait dengan strategi manajemen krisis, Pujobroto pun mengatakan : “Strategi itu kan, bagaimana kita bisa mengatasi permasalahan atu krisis itu dengan memberikan gen, tentunya itu adalah pertama dari sisi internet ada perbaikan dikita. Kedua dari sisi citra juga perbaikan karena pada prinsipnya citra itu kan cerminan dari kinerja kita”. Penulis memahami bahwa dari kedua pendapat key informan tersebut keduanya memberi pernyatan yang sama dalam melakukan krisis, yaitu tidak ada tahapan strategi khusus, untuk itu humas Garuda Indonesia dalam menyempurkan cita sebagai penerbangan yang aman, maka yang dilakukan humas dengan melakukan penanganan yang secara berkesinambungan dan benar-benar dilakukan dengan serius, maka nantinya 38 bisa berjalan dengan baik. Akan tetapi penulis membandingkan dari tahapan strategi yang ada di PT Garuda Indonesia dalam menangani krisis dengan yang ada diteori, berbeda dengan strategi yang diterapkan di PT. Garuda Indonesia. Sedangkan dalam teori setelah tahap mengelola krisis baru dipilih strategi yang akan digunakan, terkait dengan kerangka pemikiran, dalam pilihan strategi dibagi 3; Defensive strategi, Adaptive strategi, dan dinamic strategi. Dalam kerangka pemikiran strategi yang cocok dalam meluruskan citra adalah strategi Adaptive, karena langkah yang diambil dalam strategi ini mencakup halhal yang luas, yakni; mengubah kebijakan, memodifikasi operasional, kompromi, dan terakhir meluruskan citra. Dan dibandingkan dari hasil penelitian yang penulis dapat, bahwa di PT. Garuda Indonesia dalam mengelola krisis tidak ada pembentukan strategi khusus, melainkan strategi yang di gunakan oleh Humas Garuda Indonesia ialah Strategi dari aspek komunikasi dalam melakukan penanganan Accident Pesawat Boeing G.737/400. dan dalam melakukan strategi dalam penanganan krisis ini, sama halnya dengan yang ada di teori sebelumnya terlebih dahulu menggunakan pendekatan, hanya saja strateginya yang berbeda. Untuk itu pendekatan yang digunakan humas Garuda ialah pendekatan Sasaran: 1. Secara bertahap mampu menciptakan (merubah) situasi “ketidakpastian” menjadi kondisi yang “pasti” 2. Membantu media massa untuk senantiasa fokus terhadap data dan fakta yang ada, sesuai perkembangan penanganan accident. 3. Menjaga kepercayaan publik bahwa penerbangan merupakan penerbangan yang “safe” dan perusahaan menunjukkan sikap yang “caring” terhadap para korban dan anggota keluarganya. Alasan Garuda memilih pendekatan Sasaran tersebut adalah untuk mengetahui sasaran yang ingin dicapai ole PT. Garuda Indonesia. jadi maksud dari sasaran tersebut adalah khalayak dan pelanggan. Untuk itu pihak Garuda Indonesia memberikan informasi yang fakta kepada media massa, bahwa setiap perkembangan penanganan krisis terbaru harus cepat menginformasikannya ke media. Pendekatan sasaran itu dilakukan, karena Garuda tidak ingin mengecewakan banyak pihak, terutama kepada pelanggan setia Garuda. Jadi dengan sasaran tersebut dalam penanganan krisis Garuda Indonesia sangat bertanggung jawab atas kerugian yang dialami korban. Terkait dalam mengelola krisis strategi yang digunakan humas dalam aspek komunikasi adalah: a. Mengaktifkan “Communications team” sesuai perincian tugas dan tanggung jawabnya. b. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait dalam penanganan accident. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta c. Menjadi sumber informasi yang cepat, akurat serta menyampaikan informasi yang penting dan mengurangi situasi “ketidakpastian”. d. Bersikap penuh perhatian, jujur, terbuka serta tidak berspekulatif Dari ke empat strategi dalam menanganai krisis tersebut semua itu sudah dijalankan oleh Pihak PT. Garuda Indonesia secara tepat dalam mengelola krisis. Diantaranya dalam mengaktifkan comunikasi team, seperti yang dilakukan humas dan pihak terkait dalam anggota ERP melakukan kordinasi semuanya saling berhubungan dan melakukan tugasnya dengan baik terhadap penanganan tersebut. Dan juga pihak Humas Garuda selalu jujur dan terbuka kepada pers dan media massa dalam menginformasikan dari awal kejadian krisis hingga pada tahap sampai memulihkan citra Garuda Indonesia. dalam menginformasikan tersebut terbilang sangat cepat, akurat, dan sangat jelas tidak berspekulatif dalam menginformasikannya. Peran PR Setelah melakukan tahapan dalam melakukan penanganan krisis tersebut. Disini dapat terlihat jelas, bahwa dari penanganan krisis peran PR dalam manajemen krisis tersebut penting sekali bagi perusahaan dalam membantu perusahaan untuk menciptakan kondisi yang dapat membawa perusahaan yang sedang menurun kembali pulih kesedia kala. Hal itu hanya dimungkinkan bila praktisi PR mengenal gejala-gejala krisis dari awal dan melakukan tindakan yang terintegrasi dengan aktoaktor penting lainnya dalam perusahaan. (Kasali: 1994: 223) Sama halnya yang dilakukan oleh PR Garuda Indonesia, sebelum melakukan langkah apa yang digunakan dalam menangani krisis tersebut. Terlebih dahulu PR Garuda dapat mengenali dari jenis krisis, tahapan krisis yang digunakan, hingga sampai pada mengelola krisis. Dari tahapan yang dilakukan oleh PR Garuda Indonesia tersebut dapat terlihat jelas, bahwa penanganan yang dilakukan PR Garuda sangat baik. Karena PT. Garuda Indonesia mempunyai team manajemen yang khusus menangani krisis (ERP). Jadi untuk memaksimalkan penangananya, Garuda Indonesia melakukan simulasi krisis secara berkala, yaitu setahun dua kali. Dalam proses latihan penanganan krisis itu pun ditangani oleh petugas setingkat general manager. Berikut Singgih Handoyo mengatakan : “terakhir, kami melakukan simulasi kecelakaan penerbangan pada januari 2007. saat itu maskapai kami seolah-olah terbang dari Jakarta ke Denpasar dan mengalami kecelakaan. situasi simulasi itu didesain benar-benar mirip dengan kejadian sebenarnya. Jadi ketika kecelakaan terjadi, kami sudah tahu apa yang harus kami lakukan”. Terkait dengan penanganan krisis di PT.Garuda Indonesia, dapat terlihat ketika terjadi krisis sudah tau apa yang harus dilakukan oleh pihak Garuda beserta humas dan unit lainnya. Terbukti dari upaya penanganan yang sudah dilakukan oleh Humas Garuda Indonesia sangat maksimal membuahkan hasil. Citra Garuda Indonesia di mata pelanggan tidak menurun. Berikut wawancara penulis dengan slamet Riyadi pelanggan Garuda Indonesia yang terdaftar sebagai anggota Frequent Flyer mengaku tetap memilih Garuda Indonesia sebagai maskapai yang digunakan, alasanya : “Selain milik badan usaha negara, Garuda Indonesia memiliki pelayanan paling memuaskan dibandingkan maskapai domestik lainnya. Karena kalau soal kecelakaan semua maskapai bisa celaka, ya. Namun Garuda Indonesia menangani kecelakaan yang terjadi dengan cukup bagus”. Dari pernyataan diatas, penulis memahami bahwa accident yang terjadi pada pesawat Garuda Indonesia, sama sekali tidak berpengaruh kepada pelanggan Garuda Indonesia. karena terlihat penanganan yang dilakukan Garuda Indonesi sangat maksimal. Maka tidak memudarkan kepercayaan masyarakat untuk tetap menggunakan maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Pendapat diatas dibenarkan oleh Emirsyah Satar : “Peristiwa krisis Garuda Indonesia di Yogyakarta tidak berdampak buruk bagi penjualan. Bahkan, maskapainya tetap diminati dengan load factor hampir 100%. Karena itu, pihaknya optimistis akan mampu membukukan keuntungan RP 25 miliar tahun ini, setelah sebelumnya mengalami kerugian terus-menerus. Tahun 2004 kami mengalami kerugian Rp 811 miliar, tahun 2005 rugi Rp 688 miliar, dan tahun 2006 kami rugi Rp 197 miliar. Tahun ini kami optimistis akan meraup keuntungan Rp 25 miliar, jelas terkait dengan krisis yang terjadi, publik percaya terhadap pelayanan dan penanganan krisis yang dilakukan oleh Garuda Indonesia”. Terkait dalam penanganan krisis yang di lakukan pihak Garuda Indonesia tersebut. Maka tujuan penelitian penulis pun terjawab. Penulis sudah mengetahui manajemen krisis di PT. Garuda Indonesia, yaitu lebih memusatkan penanganan dan tanggung jawab terhadap para korban, dan juga penulis mengetahui strategi dari aspek komunikasi terkait terhadap penanganan krisis, walaupun tidak sepenunya sama dengan yang ada diteori. Dari mengetahui adanya krisis, jenis krisis, tahapan krisis yang digunakan, mengelola krisis, sampai dengan pemulihan citra tersebut. Penulis mmemahami bahwa yang tergambar dalam penanganan krisis tersebut. PR Garuda Indonesia benar sangat berperan sekali dalam melakukan penanganan krisis. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 39 Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada PT. Garuda Indonesia, penulis menyimpulkan sebagai berikut : Untuk melakukan penanganan krisis yang dilakukan pihak humas Garuda Indonesia, terlebih dahulu humas mengenali jenis krisisnya terlebih dahulu, baru tahapan krisisnya, hingga sampai pada pengelolaan krisis. Berdasarkan hasil penelitian Tipe krisis yang dihadapi Garuda Indonesia adalah jenis tipe krisis yang bersifat segera, karena menyangkut kecelakaan pesawat. Terkait dari tipe krisis tersebut, humas menentukan tahapan dari jenis krisis tersebut termasuk kedalam tahap akut, karena krisis yang dialami ini sudah termasuk besar, karena memakan banyak korban. Dan untuk selanjutnya dilakukan pengelolaan krisis dari mulai mengidentifikasi krisis, Analisis Krisis, dan Isolasi Krisis. Penanganaan yang dilakukan Humas Garuda Indonesia itu, ternyata berdampak baik bagi perusahaan. Itu terbukti, karena pelangan percaya akan penanganan yang dilakukan oleh Garuda Indonesia sangat bagus. Untuk itu khalayak terutama pelanggan masih mempercayai Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan yang paling aman. Dapat terlihat dalam penanganan krisis ini humas Garuda Indonesia melakukan perannya dengan sangat baik dan maksimal. Daftar Pustaka Kasali, Rhenald, Manajemen Public Relations, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia ( PT. Pustaka Utama Grafisi, Jakarta 1994. Kusumastuti, Frida, Dasar-dasar Humas, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002. Lubis, Hari S.B, Pengantar Manajemen Strategik, Bandung: TP Shinoff Group, 1992. Moleong, Dr.Lexy j, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, 2000. Morissan, Pengantar Public Relations Strategi Menjadi Humas Profesional, Ramdina Prakarsa, Bandung, 2006. Robson, Wendy, Strategic Manajemen and Informations System : An Integrate Approach, 2nd ed, Harlow : Person Education Ltd, 1997. Rose, De Vene The Desagner’s Guide to Creating Corporate I.D System Firs Edition, R&W Dublicat Ions Ohio, 1992. Ruslan, Rosady, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, Lukiati Komala, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005. Schramm, Wilbur dan Donal F. Roberts, The Process and Efec Of Mass Communication, of Florida University of Illinuis Press, 1977. Bogdan, Yin, Robert K, Studi Kasus (Desain dan Metode), PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. dan Taylor, Participan Observation In Organicational3 Setting, NewYork University Press, 1975. Donnell, Mc, Edward. J., Imlanting Strategi Manajemen, nd 2 .ed. Newyork: Prentice Hall, 1990 Heskett, Kotler, Corporate Culture and Performance, Newyork : The Free Press, 1992. Institutute of Food and Agricultural Scienses (IFAS, Eksternal Relations Manual For Public Accountability, Gainessvine : University of Florida, 2001. Sumber lain : PT. Garuda Indonesia. Company Profile Dokumen dan Rekaman Arsip milik Divisi Corporate Comunications PT. Garuda Indonesia Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1995 http : //www. Dephan.go.id. http : //www.google.co.id. Iriantara, Yosal, Manajemen Strategis Public Relations, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004 Jefkins, Frank, Public Reletions Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta, 1995. 40 Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan PENDEKATAN INFORMAL MEDIA RELATIONS PT. INDOSAT,Tbk DALAM MEMBANGUN HUBUNGAN DENGAN WARTAWAN Meilady CB1, Indrawadi Tamin1 Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected] 1Fakultas Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendekatan informal yang dilakukan media relations PT. Indosat,Tbk dalam membangun hubungan dengan wartawan. Sebagaimana diketahui bahwa wartawan sebagai salah satu wakil dari media memiliki peran yang sangat besar pengaruhnya dalam menentukan tone pemberitaan di media. Dengan posisi seperti itu maka sebaiknya Public Relations harus paham betul apa yang menjadi kebutuhan dari wartawan serta tidak menutup akses informasi ke media. Jangan sampai ada anggapan kalau Public Relations hanya gencar pada saat memerlukan peliputan untuk acara perusahaan. Untuk itu diperlukannya. pendekatan secara kontinuitas hubungan antara Public Relations dengan pihak media. Kata kunci: media relations, wartawan, pendekatan Pendahuluan Salah satu publik eksternal Public Relations adalah media. Media memiliki peranan yang ampuh dalam menyebarkan informasi kepada khalayak. Membina hubungan baik dengan media merupakan tugas dari Public Relations. Setiap perusahaan yang sudah go public pastilah membutuhkan peranan media untuk mempublikasikan kegiatan perusahaannya. Untuk itu terdapat fungsi media relations untuk menunjang kegiatan yang dilakukan seorang Public Relations. Media massa merupakan sarana publikasi yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi opini khalayak, sehinga dapat mendukung kegiatan yang dilakukan oleh seorang Public Relations. Sebaliknya media membutuhkan informasi resmi, lengkap dan akurat dan hal ini didapatkan dari seorang Public Relations. Dengan demikian, terdapat hubungan mutual benefit antara Public Relations dengan pihak media. Bagi seorang Public Relations penting sekali dalam menjalankan kegiatannya didukung oleh terjalinnya hubungan media atau media relations yang baik. Hal ini senada dengan penjelasan Iriantara (2005) yang mengemukakan, media relations merupakan bagian dari PR eksternal yang membina dan mengembangkan hubungan baik de-ngan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dengan publiknya untuk mencapai tujuan organisasi. Kegiatan media relations sendiri tidak lepas dengan adanya wartawan sebagai juru tulis atas sebuah media. Selain membina hubungan dengan kalangan redaksi, menjalin hubungan baik dengan wartawan juga penting dilakukan mengingat wartawan yang mengetahui situasi pemberitaan di lapangan. Disamping itu juga wartawan lah yang sering menghadiri berbagai kegiatan yang diadakan perusahaan dalam rangka mempublikasikan informasi terbaru sampai pada acara yang bersifat entertainment. Dengan begitu terlihat dalam kegiatan publikasi perusahaan sangat melibatkan wartawan didalamnya, Pendekatan dengan wartawan sendiri bisa dilakukan antar organisasi maupun secara personal. Pendekatan yang dilakukan Public Relations disini merupakan salah satu upaya agar memudahkan dalam menyebarkan informasi ataupun program-program Public Relations melalui media massa. Terdapat beberapa kegiatan media relations yang dapat dilakukan Public Relations untuk lebih mengakrabkan hubungan dengan media khususnya wartawan. Diantaranya adalah press conference, media visit, press gathering. Pada kegiatan tersebut dapat dimanfaatkan Public Relations untuk melakukan pendekatan langsung secara pribadi kepada wartawan. Menurut Wasesa (2006: 227), pendekatan dengan model pertemanan akan memudahkan kita untuk memberikan informasi kepada media massa. PT. Indosat merupakan perusahaan bisnis yang memiliki publik yang tersebar luas di berbagai wilayah di Indonesia. Karena itu media mempunyai fungsi dalam menyebarkan informasi dan menjangkau publik tersebut. Untuk itu, terdapat fungsi media relations yang secara khusus membina hubungan baik dengan media. Hubungan ini senantiasa terjalin tidak hanya semata-mata dalam lingkup antar organisasi saja, tetapi selalu berupaya untuk membuat programprogram khusus yang mengikutsertakan wartawan secara individu dengan tujuan mengenal lebih jauh sosok wartawan tersebut. Demikian pada fungsi media relations PT. Indosat memiliki agenda kegiatan yang memang diperuntukkan bagi para wartawan. Kegiatan yang dilakukan antara lain: press conference, press interview, media Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 41 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan visit, press gathering dan workshop. Selain itu, terdapat pendekatan secara informal yaitu sesekali mengadakan jamuan makan bersama yang bisa diarrange atas inisiatif Public Relations sendiri, melakukan percakapan ringan via handphone, melakukan media entertainment seperti nonton bareng, mengirimkan ucapan ulang tahun secara pribadi langsung kepada wartawan. Kegiatan diatas merupakan upaya pendekatan secara langsung kepada wartawan. Dengan demikian pendekatan yang dilakukan Public Relations bisa bersifat formal maupun informal. yang bertujuan agar memudahkan Public Relations dalam melakukan publikasi kepada media massa. Berbagai pendekatan yang dilakukan oleh Public Relations PT. Indosat bertujuan agar dalam setiap pemberitaan yang ada di media massa dapat diliput secara jujur, akurat, dan berimbang. Dengan demikian, kemampuan personal approach yang baik harus dimiliki oleh Public Relations.Berdasarkan uraian diatas, pendekatan yang dilakukan dapat secara formal maupun informal. Masing-masing pendekatan tersebut memiliki perbedaan dalam memperlakukan wartawan. Dalam penelitian ini peneliti membatasi pendekatan secara informal sebagai salah satu upaya pendekatan yang dilakukan fungsi media relations PT. Indosat terhadap wartawan. Pendekatan informal dipilih karena terkadang pendekatan informal ini terjadi antara Public Relations secara personal kepada wartawan. Selain itu, kegiatan yang dilakukan lebih menempatkan wartawan sebagai mitra kerja. Maka setiap perusahaan memiliki style yang berbeda dalam melakukan pendekatan terhadap wartawan secra personal. Pentingnya pendekatan dengan wartawan sangat diperlukan dalam mendukung kegiatan media relations. Bahwa membina hubungan dengan wartawan secara personal akan membuat wartawan lebih dihar-gai dan hal ini merupakan salah satu upaya untuk mencapai keberhasilan program Public Relations di PT. Indosat. Fokus Penelitian Pendekatan informal kepada wartawan secara personal merupakan salah satu cara yang cukup ampuh dalam mendukung kegiatan media relations di PT. Indosat. Pendekatan semacam ini dilakukan se-cara berkala dan intensif. Dengan begitu, Public Rela-tions dan wartawan dapat mengetahui kebutuhan informasi yang diperlukan masing-masing perusahaan Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menetapkan fokus penelitian, yaitu: Bagaimana pendekatan infor-mal media relations PT. Indosatdalam membangun hubungan dengan wartawan ? Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian berdasarkan fokus penelitian di atas : 42 1. Untuk mengetahui jenis kegiatan media relations PT. Indosat dalam melakukan pendekatan informal guna membangun hubungan dengan wartawan secara personal. 2. Untuk mengetahui proses kegiatan komunikasi informal media relations PT. Indosat dalam membangun hubungan dengan wartawan secara personal. 3. Untuk mengetahui pendekatan informal media relations PT. Indosat dalam membangun hubungan dengan wartawan secara personal. Media Relations Public Relations dalam mempublikasikan kegiatan atau program-program public relations membutuhkan peranan media untuk menyebarkan informasi kepada khalayaknya. Karena itu, kegiatan komunikasi perusahaan kepada khalayaknya akan sulit dilakukan tanpa melibatkan media massa. Media massa menjadi media komunikasi yang dapat menjangkau publik yang tersebar luas sekaligus dapat mempengaruhi opini khalayak melalui pemberitaan yang dimuatdi media tersebut. Dengan menyadari dan mengetahui pentingnya posisi media dalam kegiatan dan program Public Relations, maka menjalin hubungan baik dan harmonis denagn media massa menjadi bagian yang sangat penting yang harus dilakukan oleh seorang Public Relations. Tanpa media relations yang baik sangat mustahil dalam menyelenggarakan kegiatan Public Relations akan mencapai tujuannya. Menurut Jefkins (2003), hubungan pers (press relations) adalah usaha untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi PR dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Iriantara (2005: 32) Media relations merupakan bagian dari PR eksternal yang membina dan mengembangkan hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dan publiknya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Ruslan (2006: 169) : Press Relations adalah suatu kegiatan khusus dari pihak public relations untuk melakukan komunikasi penyampaian pesan atau informasi tertentu mengenai aktivitas yang bersifat kelembagaan, perusahaan/ institusi, produk, hingga kegiatan yang bersifat individual lainnya yang perlu dipublikasikan melalui kerja sama dengan pihak pers atau media massa untuk menciptakan publisitas dan citra positif. Dari ketiga pendapat diatas, diperoleh gambaran mengenai media relations. Terlihat terdapat perbedaan dalam mengartikan media relations : Jefkins menekankan menjalin hubungan dengan pers tidak semata mata hanya untuk menyebarkan suatu pesan perusahaan kepada khalayaknya Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan tetapi perlu mangadakan pendekatan baik secara fungsional maupun antar hubungan pribadi dengan media agar menciptakan pengetahuan dan pemahaman dan mencapai publikasi yang maksimum sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh khalayak perusahaan. Iriantara lebih memandang media relations sebagai praktik komunikasi yang dilakukan Public Relations pada publiknya melalui media massa. Sebagai media komunikasi,media menjadi sarana yang penting dan efisien dalam berkomunkasi dengan publik. Untuk itu segala kepentingan dan kebutuhan media harus direspon perusahaan. Ruslan menekankan segala aktivitas yang dilakukan perusahaan haruslah terekspos melalui media massa agar publik mengetahui apa yang dilakukan perusahaan. Dari hasil kerja sama yang baik dengan pers inilah diharapkan tercipta suatu opini publik yang positif sekaligus citra yang baik dari publik organisasi. Melihat beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa media relations merupakan kegiatan menjalin hubungan baik dengan media guna mendukung kegiatan komunikasi yang dilakukan Public Relations kepada publik perusahaannya untuk mencapai tujuan perusahaan yakni memperoleh citra positif serta meningkatkan produknya dengan terus memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada khalayak sasaran. Wartawan Dalam menjalankan kegiatan media relations tidak lepas dengan adanya wartawan sebagai juru tulis atas sebuah media. Peranan wartawan dalam meliput berita dilapangan sangat mempengaruhi pemberitaan yang akan di muat di media. Menurut Ningrat (2005: 56), wartawan adalah orang yang menghimpun berita baik media cetak maupun elektronik. Sedangkan Abdullah (2004) berpendapat wartawan adalah mereka yang bertugas mencari, mengumpulkan, mengolah dan menulis karya jurnalistik dan tercatat sebagai staf redaksi sebuah penerbitan. Terlihat perbedaan dalam mendefinisikan wartawan, Ningrat dalam definisinya, memandang wartawan hanya sebatas orang yang bertugas menghimpun berita, sehingga terkesan berita yang terdapat dilapangan langsung dituangkan kedalam tulisan tanpa adanya pemilihan dan pengolahan atas berita yang didapat. Sedangkan menurut Abdullah, wartawan tidak hanya mengumpulkan berita saja tetapi juga bertugas mengelompokkan dan mengolah berita sehingga wartawan menentukan angle mana dari berita tersebut yang akan lebih ditonjolkan. Peneliti menyimpulkan bahwa wartawan adalah seorang yang bertugas menghimpun sampai dengan mengolah sebuah berita untuk dapat disebarluaskan kepada khalayak. Tetapi berita yang disebarluaskan bukan sekedar berita “biasa” melainkan berita yang memiliki tingkat aktualitas tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan informasi khalayak luas. Tugas Wartawan Dalam menjalankan tugasnya sebagai pencari berita, terdapat tugas-tugas yang harus diemban oleh setiap wartawan. Ishwara (2005: 7) mengemukakan : Wartawan atau pers mempunyai beberapa tugas, diantaranya sebagai pelapor ( informan ) yaitu sebagai mata dan telinga public, melaporkan peristiwa-peristiwa diluar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain sebagai pelapor, pers memiliki peranan sebagai interpreter yang memberikan penaksiran atau arti pada suatu peristiwa. Sedangkan Partao (2006: 48) menjelaskan tugas wartawan adalah mencari dan mengumpulkan informaasi kemudian menuliskannya menjadi sebuah berita. Informasi yang ditulis menjadi berita tentunya bukan sekedar informasi dan datasemata, tetapi informasi dan data yang dapat dijual. Dapat dilihat dari uraian di atas, bahwa Ishwara menekankan tugas wartawan adalah sebagai orang yang menyampaikan informasi kepada khalayak luas berdasarkan peristiwa yang didapatnya dilapangan, tetapi selain sebagai pelapor, wartawan juga menuangkan hasil pemikirannya sendiri atas berita yang akan disebarluaskan. Partao memandang dalam melakukan tugasnya, wartawan tidak hanya semata mencari informasi dan data, tetapi informasi dan data yang dihimpun tidak sembarang berita, melainkan berita yang diperoleh dari sumber yang terpercaya sehingga menjadikan berita tersebut layak untuk “dijual”. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tugas wartawan adalah menyampaikan informasi terbaru yang terjadi di lingkungan masyarakat. Informasi yang didapat nantinya akan dijadikan berita yang tentunya memenuhi keingintahuan khalayak sehingga ini akan menjadikan nilai jual atas sebuah berita. Pendekatan Media Relations Melakukan kerja sama dengan pihak media dalam konteks media relations dapat ditempuh dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melakukan pendekatan yang dapat dilakukan Public Relations kepada media khususnya wartawan. Pendekatan disini dapat bersifat formal maupun informal. Sebagaimana diungkap Iriantara (2005: 18), menjalin hubungan baik dengan media massa sebagai institusi sama pentingnya dengan menjalin hubungan baik dengan wartawan. Maka dari itu dalam menjalankan kegiatan media relations terdapat dua pendekatan yang berbeda yang dilakukan public relations, yaitu pendekatan kepada wartawan sebagai orang yang bekerja pada institusi media massa dan pendekatan terhadap wartawan secara individu sebagai personal atas Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 43 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan sebuah media. Berikut adalah berbagai bentuk hubungan secara fungsional maupun pendekatan personal yang dapat diterapkan dalam kegiatan media relations : a) Kontak pribadi ( personal contact ) Pada dasarnya keberhasilan pelaksana hubungan media dan pers tergantung “apa dan bagaimana” kontak pribadi antara kedua belah pihak yang dijalin melalui hubungan informal seperti adanya kejujuran, saling pengertian dan saling menghormati serta kerja sama yang baik demi tercapainya tujuan atau publikasi yang positif. (Ruslan,2006: 120) Sedangkan Partao (2006: 118) berpendapat salah satu cara membangun hubungan dengan wartawan adalah melakukan pendekatan yang sistematis dan bijaksana. Bahwa selain membina hubungan secara fungsional, Public Relations harusberusaha untuk selalu mengembangkan hubungan interpersonal dengan wartawan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan informal dengan mengadakan kontak pribadi secara berkala dengan wartawan. Sehingga menghilangkan prasangka bahwa Public Relations hanya menghubungi wartawan bila ada kepentingan perusahaan. b) Pelayanan Informasi atau Berita (news services) Pelayanan sebaik-baiknya yang diberikan oleh pihak Public Relations kepada pihak pers / reporter dalam bentuk pemberian informasi, publikasi dan berita baik tertulis, tercetak (press release, news letter, photo press), maupun yang terekam (video release, cassets recorded, slide film) (Ruslan,2006: 120) c) Mengantisipasi kemungkinan hal darurat (Contigency Plan ) Untuk mengantisipasi kemungkinan permintaan yang bersifat mendadak dari pihak wartawan/pers mengenai wawancara. Konfirmasi dan sebagainya, pihak pejabat Humas/PRO harus siap melayaninya, demi menjaga hubungan baik yang selama ini telah terbina, dan citra serta nama baik nara sumbernya. (Ruslan, 2006) Partao (2006: 118) juga mengemukakan jangan sekali-kali menutup saluran informasi kepada pers. Bahwa sebagai Public Relations, harus senantiasa memberikan open accses kepada wartawan yang ingin melakukan konfirmasi atas sebuah berita. Hal ini akan bisa dijadikan tolak ukur bagi wartawan untuk menilai seorang Public Relations dalam mengatasi suatu pemberitaan di media massa. Pendekatan Informal Bagi seorang Public Relations tentu saja penting juga memiliki kemampuan membangun dan menjaga hubungan pribadi dengan wartawan yang bersangkutan. Pada dasarnya media merupakan sebuah organisasi, namun hubungan pribadi dengan wartawan juga bisa menjadi penentu baik buruknya 44 hubungan perusahaan dengan media massa. Kemampuan menjalin hubungan interpersonal tersebut sangat menunjang berjalan baiknya kegiatan media relations. Iriantara (2005) menjelaskan adakalanya hubungan interpersonal seperti persahabatan yang erat dengan awak media massa atau insan pers memberikan ruang untuk menunjang tujuan PR organisasi. Demikian juga diungkap oleh Wasesa (2006: 227) bahwa media relationship akan menjadi salah satu faktor utama yang harus kita perhatikan. Pendekatan dengan model pertemanan akan lebih memudahkan kita untuk memberikan informasi kepada media massa, karena setidaknya pertemanan sudah menghilangkan prasangka awal ketika menghubungi media massa. Pertemanan yang hanya dibangun untuk kepentingan sesaat hanya akan membuat wartawan menjadi merasa dimanfaatkan. Dengan begitu perlu dilakukan kontak secara informal yang dilakukan public relations terhadap wartawan guna menciptakan good relationship antara kedua belah pihak sehingga dalam menjalankan tugasnya dapat tercapainya tujuan masing-masing. Kontak informal adalah kontak tidak resmi dengan pihak pers. Melalui kontak ini akan lebih mengenal secara pribadi. Sehingga akan saling mengenal dan saling mendukung profesi satu sama lain sebagai mitra kerja. (Ruslan,2006) Partao (2006) pendekatan informal adalah pendekatan yang berkelanjutan dimana tidak hanya disaat butuh kehadiran wartawan mereka diundang, setelah itu mereka dilupakan. Humas harus terus menjalin hubungan dengan mitra kerja kita tersebut. Menjadikan wartawan sebagai mitra merupakan inti dari kedua pendapat diatas. Ruslan menekankan perlu diadakannya kontak informal dengan wartawan secara personal akan membuat hubungan yang terjalin semakin baik dan akan membantu Public Relations dalam menjalankan tugasnya yang berhubungan dengan media massa. Partao juga memandang pendekatan informal yang dilakukan Public Relations dapat berupa melakukan pemberian informasi yang secara terus menerus. Dengan intensitas yang sering berhubungan antara Public Relations dengan wartawan maka akan menghasilkan hubungan baik dan harmonis. Dilihat dari uraian diatas adalah informal yang dimaksud adalah terciptanya suasana santai yang tidak hanya terjalin pada saat dilakukan kegiatan media relations tetapi adanya pengenalan lebih lanjut terhadap masingmasing individu. Dengan adanya kenyamanan diantara keduanya maka diharapkan adanya keterbukaan satu sama lain yang dapat menunjang kegiatan media relations khususnya. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan Komunikasi interpersonal Dalam pendekatan informal, jenis komunikasi yang digunakan lebih mengedepankan komunikasi personal yang terjadi antara public relatations dengan wartawan. Vardiansyah (2004), mengemukakan komunikasi antarpribadi dapat belangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi (non media massa, seperti telepon ) Lebih lanjut Cangara (2004), komunikasi personal adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Dilihat terdapat perbedaan mengenai proses komunikasi interpersonal. Vardiansyah berpendapat komunikasi interpersonal dapat juga dilakukan dengan media seperti telepon. Tetapi pada dasarnya kedua ahli tersebut sama-sama menekankan bahwa komunikasi interpersonal dilakukan secara tatap muka langsung. Sehingga penulis menyimpulkan agar komunikasi interpersonal yang dilakukan efektif, sebaiknya bertemu langsung serta diikuti komunikasi via media sehingga lebih dapat mengenal lawan bicara kita karena dengan begitu public relations dapat mempengaruhi pendapat, sikap dan tingkah laku wartawan dalam melakukan pemberitaan di media. Terdapat berberapa hal untuk menciptakan efektivitas dalam melakukankomunikasi interpersonal, antara lain (Wiryanto, 2004) : 1. Keterbukaan (openess). Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. 2. Empati (emphaty).Merasakan apa yang dirasakan orang lain. 3. Dukungan (Supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. 4. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi kondusif untuk interaksi yang efektif. 5. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diamdiam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna,dan mempunyai sesuatu untuk disumbangkan. Komunikasi Kelompok Muhammad (2005) komunikasi kelompok merupakan suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka. Sedangkan Wiryanto (2004) komunikasi kelompok adalah proses komunikasi antara tiga orang atau lebih yang berlangsung secara tatap muka. Dalam kelompok tersebut anggota berinteraksi satu sama lain. Dari pendapat di atas sama-sama memandang bahwa komunikasi kelompok adalah sekumpulan individu yang berinteraksi secara tatap muka. Lebih lanjut, muhammad berpendapat bahwa dalam komunikasi kelompok terdapat peranan yang berbeda dari setiap anggota kelompoknya sehingga terjalin interaksi berkesimbungan guna memenuhi tujuan yang hendak dicapai. Idealnya, dalam komunikasi kelompok adanya kumpulan orang-orang yang bergabung dalam suatu forum dan mempunyai tujuan maupun kepentingan yang sama. Proses interaksinya dilakukan secara tatap muka sehingga akan terjalin sebuah hubungan yang akrab karena adanya keterikatan satu sama lain. Tubbs dan Moss (2005: 17), mengemukakan efektivitas dalam komunikasi kelompok, antara lain : 1. Jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi kelompok (2-3 orang) akan mempengaruhi tingkat keakraban, partisipasi dan kepuasan antar pribadi dalam kelompok tersebut. 2. Pesan yang disampaikan dapat diterima dengan cermat dan mudah untuk saling mempengaruhi jika orang yang terlibat dalam komunikasi kelompok tersebut berkisar antara 2-3 orang. 3. Keterbukaan akan tercipta jika komunikasi antarpribadi antara satu sama lain terjalin dengan baik. Komunikasi antar organisasi Selain itu dalam melakukan pendekatan kepada wartawan terdapat jalinan komunikasi antar organisasi, mengingat wartawan merupakan orang yang bekerja pada media tertentu Vardiansyah (2004: 32) berpendapat, komunikasi antar organisasi adalah komunikasi informal yang terjadi diluar struktur organisasi. Karenanya dalam komunikasi antar organisasi ini melibatkan komunikasi kelompok dan komunikasi antarpribadi. Sedangkan Wiryanto (2004: 54) mengemukakan, komunikasi antar organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Dalam definisinya, Vardiansyah memandang komunikasi yang terjadi antar organisasi merupakan kontak yang dapat dilakukan suatu instansi kepada instansi lainnya yang bertujuan untuk menyampaikan informasi yang baik secara kelompok maupun individu yang bersifat informal. Lain halnya dengan Wiryanto berpendapat komunikasi yang terjadi antar organisasi ini bisa bersifat formal dan informal dan proses pertukaran informasi yang terjadi hanya sebatas kepada kelompok saja sehingga tidak melibatkan komunikasi interpersonal didalammya. Tubbs dan Moss (2005: 17), menyatakan efektivitas dalam komunikasi organisasi :Dalam melakukan interaksi dengan organisasi lain diperlukan proses penyesuaian diri untuk mengetahui keinginan ,sikap serta tingkah laku organisasi lain dalam rangka melakukan interaksi komunikasi organisasi. Dari Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 45 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan uaraian diatas dapat diperoleh gambaran mengenai pendekatan komunikasi yang dapat diterapkan dalam melakukan pendekatan informal. Penggunaan masingmasing pendekatan komunikasi tersebut berdasarkan content informasi yang akan diperbincangkan dengan pihak media yang nantinya akan disebarluaskan kepada khalayak. Dengan begitu dapat disimpulkan pendekatan informal merupakan pendekatan secara khusus yang mengenal lebih jauh tentang sosok wartawan baik secara fungsional yaitu sebagai orang yang bekerja pada media maupun sebagai orang yang lepas dari kelembagaannya. Komunikasi yang terjalin lebih bersifat personal sehingga model pendekatan ini memandang wartawan sebagai partnership yang akan membantu public relations dalam mempublikasikan informasi seputar perusahaan sehingga hubungan yang terjalin tidak hanya sebatas jika ada kepentingan sesaat di salah satu pihak. Bentuk-Bentuk Kontak Informal Media Re- lations Melakukan kontak informal bisa dijadikan sarana bagi Public Relations untuk menerapkan pendekatan secara personal dengan wartawan. Pendekatan yang dilakukan oleh pihak perusahaan kepada wartawan ( personal approach ). Pendekatan secara personal ini biasanya atas inisiatif dari public relations. Pada umumnya pendekatan informal merupakan pengembangan dari pendekatan formal yang lebih bersifat entertainment. Selain secara personal, kontak informal bisa mengatasnamakan organisasi / institusi. Dalam pendekatan ini yang biasanya melibatkan level direksi PT. Indosat tau level pimpinan redaksi pdari pihak media. Untuk itu terdapat beberapa kegiatan yang mendukung dalam pendekatan yang telah diuraikan diatas, diantaranya adalah : 1. Wawancara pers (press interview), Inisiatif wawancara datang dari pihak pers/wartawan setelah melalui perjanjian atau konfirmasi dengan nara sumbernya. Nara sumber atau orang yang diwawancara tersebut terbatas, mungkin satu atau dua orang untuk dimintakan pendapat, komentar, keterangan dan sebagainya tentang suatu masalah yang tengah aktual dan faktual di masyarakat. (Ruslan, 2006) Lebih lanjut Soemirat & Ardianto(2005) Wawancara Pers yaitu sifatnya lebih pribadi, lebih individual. PR atau top manajemen yang diwawancarai hanya berhadapan dengan wartawan yang bersangkutan. Meskipun misalnya pejabat seusai meresmikan suatu acara diwawancarai oleh banyak wartawan, bahkan diliput televisi ataupun radio, tetap saja wawancara itu bersifat individual, hanya dua orang saja, wartawan yang mewawancarai dan orang yang bersangkutan yang diwawancarai. Setiap wartawan mempunyai pertanyaan khusus yang diinginkan oleh medianya, 46 kendati secara bersamaan mewawancarai pejabat atau tokoh tersebut. Berdasarkan kedua pendapat di atas wawancara pers ini bersifat individual. Biasanya Sebagai Public Relations kita harus mengetahui lebih dahulu apa yang akan ditanyakan wartawan kepada pihak top management. Pertemuan ini datang atas pemintaan wartawan. 2. Press gathering (Jamuan pers secara informal), yaitu pertemuan pers secara informal, khususnya hubungan (good relationship) antara pihak praktisi Humas/PR dan wartawan media massa dalam suatu acara sosial keagamaan dan aktivitas olehraga. Bentuk kontak ini lebih menekankan pendekatan pribadi ke pribadi (personal to personal approach), sebagai upaya lebih dekat mengenal satu sama lain. (Ruslan, 2006) Sedangkan Soemirat & Ardianto (2005: 128) tidak mengemukakan hal tersebut. Melihat pendapat diatas bahwa press gathering merupakan salah satu upaya untuk melakukan pengenalan lebih dekat terhadap wartawan secara personal. Pendekatan ini dilakukan dengan maksud menciptakan keakraban, saling pengertian, saling mengenal, saling mendukung dan saling menghormati profesi satu sama lain sebagai mitra kerja yang positif. 3. Keterangan pers (press statement), dilakukan kapan dan dimana saja oleh nara sumber, tanpa adanya undangan resmi. Mungkin pemberitahuannya cukup dilakukan melalui telepon. (Ruslan, 2006) Sedangkan Soemirat&Ardianto (2005) tidak mengungkapkan hal tersebut. Dilihat dari pendapat diatas press statement merupakan kontak pribadi secara langsung yang dilakukan wartawan kepada Public Relations untuk menanyakan lebih lanjut seputar pemberitaan yang tengah berkembang. Public relations sebaiknya memberikan penerangan kepada wartawan atas suatu pemberitaan tadi. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Berdasarkan focus penelitian, tujuan yang relevan atas penelitian ini adalah deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi. Ia juga bisa bersifat komparatif dan korelatif. Penelitian deskriptif banyak membantu terutama dalam penelitian yang bersifat longitudinal, genetic dan klinis. (Narbuko & Achmadi, 2005). Dengan penelitian deskriptif, peneliti memaparkan dari hasil pengumpulan data dan memilah data tersebut satu persatu dan peneliti sekaligus menganalisis data serta mengkomparasi berdasarkan teori yang ada. Untuk itu peneliti menggunakan metode studi kasus. Menurut Yin (2005: 13) Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan studi kasus merupakan strategi yang mempunyai kelebihan yang tampak bilaman pertanyaan “bagaimana” atau “mengapa” akan diarahkan ke serangkain peristiwa kontemporer, dimana penelitinya hanya memilki peluang yang kecil atau tidak memilki peluang sama sekali unutk melakukan kontriol terhadap peristiwa tersebut. Sedangkan Mulyana (2004: 201) berpendapat studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas ), suatu program atau suatu situasi sosial. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa metode penelitian studi kasus digunakan untuk mengetahui unsur ”bagaimana” atau ”mengapa”, untuk itu diperlukan penjelasan secara lengkap dan komprehensif. Maka dari itu peneliti menggunakan metode penelitian studi kasus karena sesuai dengan fokus penelitian yang akan diteliti. Sebelum menetapkan desain peneltian yang relevan, terlebih dahulu peneliti akan menetapkan kasus dan unit analisis. Sesuai dengan focus penelitian yaitu “Bagaimana pendekatan informal media relations PT. Indosat dalam membangun hubungan baik dengan wartawan”. Yin (2005: 25) menyebutkan terdapat empat tipe utama desain yang relevan (berdasarkan aspek kualitasnya), dengan mengikuti matriks 2 X 2. Pasangan yang kedua, yang bisa terjadi dalam kombinasi dengan pasangan pertama, adalah didasarkan pada unit atau unit-unit analisis yang harus dicakup dan membedakan antara desain holistik dan desain terpancang. Tipe-Tipe Dasar Desain Studi Kasus Kasus yang yang akan diteliti adalah pendekatan informal media relations PT. Indosat. Penelitian ini akan membahas berbagai pendekatan informal yang dilakukan Public Relations serta kegiatan yang dapat menunjang pendekatan tersebut. Karena itu, kasus penelitian disini bersifat multi-kasus. Sedangkan unit analisis didapat dari dua pihak yang melakukan kegiatan media relations PT. Indosat yakni public relations PT. Indosat dan wartawan sehingga unit analisisnya menggunakan multi analisis. Maka desain penelitian yang relevan adalah tipe 4 (desain multikasus dengan unit multi-analisis). Bahan Penelitian dan Unit Analisis Dikaitkan dengan studi ini, maka yang menjadi bahan penelitian adalah manusia yang didapat dari kedua belah pihak yang terlibat dalam kegiatan media relations Indosat, yakni PR Indosat dan wartawan. Selain itu, bahan penelitian juga didapat dari data pendukung berupa catatan lapangan, foto, video, serta dokumen pendukung lainnya. Sedangkan unit anali- sisnya yang digunakan ialah non-individu karena berupa informasi yang diperoleh peneliti terkait dengan kepentingan perusahaan, yaitu PT. Indosat. walaupun terjadi hubungan yang secara personal antara Public Relations dengan wartawan. Informan Syarat yang harus dimiliki oleh seorang informan adalah orang yang terlibat langsung dengan kegiatan media relations khususnya dengan wartawan yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Moleong (2004: 90) berpendapat, informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian, ia berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Dikatkan dengan penelitian ini, maka informan yang relavan adalah pihak media relations PT. Indosat, karena mereka merupakan orang yang terlibat langsung dalam kegiatan media relations yang dilakukan PT. Indosat. Selain itu terdapat informan dari pihak media yakni wartawan, Wartawan disini didasarkan pada seringnya menangani atau meliput seputar kegiatan publikasi PT. Indosat. Dengan penilihan informan yang tepat maka informasi yang didapat akan menjawab semua tujuan penelitian. Menurut (Kriyantono,2006: 154).: Penetapan ini berdasarkan pada teknik sampling purposive. Sampling purposive adalah teknik yang mencakup orangorang yang diseleksi atas dasar criteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan orang-orang dalam populasi ayng tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sample. Persoalan utama dalam teknik purposive adalah menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan penelitian. Biasanya teknik purposive dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data daripada untuk tujuan representative yang dapat digeneralisasikan. Key informan Syarat key informan adalah orang yang terlibat langsung dan menguasai dalam kegiatan media relations khususnya dengan wartawan. Moleong (2004: 3) berpendapat, key informan adalah mereka tidak hanya bisa memberi keterangan tentang sesuatu kepada peneliti, tetapi juga bisa memberi saran tentang sumber bukti yang mendukung serta menciptakan sesuatu terhadap sumber yang bersangkutan. Dikaitkan dengan penelitian, untuk menjadi key informan tidak hanya sekedar terlibat, tetapi juga harus menguasai kegiatan media relations PT. Indosat. Untuk itu, key informan baru bisa ditentukan setelah melakukan penelitian terhadap informan. Dari informan yang Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 47 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan memenuhi syarat tersebut lalu dipilih menjadi key informan. Data Primer Data primer didapat dari tangan pertama. Data ini berasal dari informan dan key informan. Moleong (2006: 157) mengemukakan data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai yang didapat melalui catatan tertulis atau melelui rekaman video atau audio tapes, pengambilan foto atau film. Untuk penelitian ini data primernya yang relevan adalah informasi yang dapat menjawab dari tujuan penelitian, antara lain : 1. Informasi jenis kegiatan dalam menunjang pendekatan informal yang dilakukan media relations PT. Indosat dalam membangun hubungan dengan wartawan. Untuk dapat menggali kedalaman informasi tersebut, maka instrumen yang relevan yaitu dengan menggunakan wawancara dan observasi ( pengamatan langsung ). Menurut Narbuko dan Achmadi (2005: 83) wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keteranganketerangan. Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gajala yang diselidiki (Narbuko dan Achmadi,2005: 70). 2. Informasi mengenai proses kegiatan komunikasi informal media relations PT. Indosat dalam membangun hubungan dengan wartawan. Untuk dapat mengetahui proses masing-masing kegiatan komunikasi tersebut, maka instrumen yang relevan yaitu dengan melakukan observasi (pengamatan langsung). 3. Informasi mengenai pendekatan informal media relations PT. Indosat dalam membangun hubungan dengan wartawan. Untuk menggali informasi mengenai pendekatan informal tersebut, maka instrumen yang relevan adalah menggunakan wawancara mendalam ditambah dengan melakukan observasi (pengamatan langsung) di lapangan agar data yang diperoleh dapat maksimal. Menurut Kriyantono (2006): wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dalam frekuensi tinggi dan berulang – ulang secara intensif. Pewawancara tidak mempunyai kontrol atas respon informan Data Sekunder Moleong (2006), mengemukakan bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari 48 arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Data sekunder merupakan data yang didapat dari tangan kedua, seperti: naskah wawancara, catatan lapangan, foto dan dokumen. Dengan demikian instrumen yang relevan dengan menggunakan observasi (pengamatan langsung). Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gajala yang diselidiki. (Narbuko dan Achmadi 2005). Reliabilitas dan Validitas Data Dikaitkan dengan fokus penelitian, kriteria yang relevan digunakan untuk menentukan validitas data yaitu kriteria keteralihan (transferability). Moleong (2006) mengemukakan, Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Sedangkan untuk menguji reliabilitas, teknik pemeriksaan yang relevan adalah dengan menggunakan uraian rinci. Moleong (2006) mengemukakan: Uraian rinci berarti peneliti bertanggung-jawab terhadap penyediaan dasar secukupnya yang memungkinkan seseorang merenungkan suatu aplikasi pada penerima sehingga memungkinkan adanya pembandingan. Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraian itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Dalam proses melakukan pembandingann antara teori dan kenyataan di lapangan, peneliti harus mengkroscek secara teliti data yang diperoleh dilapangan. Disini peneliti tidak hanya mengandalkan informasi dari data primer saja, melainkan data sekunder pun harus diikutsertakan dalam proses pengolahan data. Setelah mendapatkan informasi dilapangan yang sesuai tujuan penelitian, maka informasi tersebut akan dibandingkan dengan teori yang ada. Sehingga data yang diperoleh menjadi akurat. Analisa Data Dalam studi kasus, data harus dibuat kondusif terhadap analisis statistik dengan mengkodefikasi peristiwa-peristiwa kedalam bentuk numerikal. Tahaptahapanya adalah : 1. Memasukan informasi kedalam daftar yang berbeda. 2. Membuat matriks kategori dan menempatkan buktinya kedalam kategori tersebut. 3. Menciptakan analisis data-flowchart dan perangkat lainnya guna memeriksa data yang bersangkutan. 4. Mentabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda. 5. Memeriksa kekompleksan tabulasi dan hubungannya dengan menkalkulasi angka urutan kedua seperti rata-rata hitung dan varians. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan 6. Memasukan informasi kedalam urutan kronologis atau menggunakan skema waktu lainnya. (Yin,2005: 135) Hasil dan Pembahasan Public Relations PT Indosat dalam melaksanakan tugasnya tentu memiliki tujuan dan target yang akan dicapai. Berikut adalah tujuan dari Public Relations PT Indosat : 1. Menciptakan image yang positif dari perusahaan. 2. Menciptakan hubungan baik dengan public maupun dengan media 3. Sebagai media komunikasi antar Indosat dengan para stakeholders Tugas dan Fungsi Public Relations PT Indosat Dalam pelaksanaannya, Public Relations PT Indosat memiliki tugas serta fungsi yang penting bagi perusahaan. Tugas dan fungsi yang dimiliki oleh Public Relations PT Indosat adalah : 1. Membina dan membina hubungan kemitraan dengan media massa, pemerintah serta key public dalam masyarakat. 2. Memberikan masukan kepada pihak manajemen dalam hal solusi konflik seperti gugatan hukum dan sebagainya. 3. Mengatur wawancara 4. Merencanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan publisitas media (melalui kliping media) 5. Melaksanakan kegiatan fasilitator, editing serta penulisan media informasi dan publikasi korporat 6. Menulis dan mengedit materi publisitas korporat 7. Memelihara data kehumasan, mencakup presentasi dan kepustakaan. 8. Menangani surat pembaca yang terdapat di media 9. Mengadakan kegiatan-kegiatan publisitas (media visit, media briefing, press tour, press conference dan talk show di stasiun TV atau Radio) 10. Update website Indosat (www.indosat.com) 11. Membuat artikel sponsorship di media. 12. Penerbitan media korporat, seperti buku laporan tahunan, company profile 13. Menganalisis opini masyarakat dan public serta mengusulkan tindak lanjut penanganannya. 14. Protokoler perusahaan misalnya pada acara-acara resmi (penanganan tamu VIP, sitting arrangement, sambutan direksi) 15. Mendukung kegiatan atau acara-acara marketing 16. Sponsorship, membiayai suatu kegiatan, seperti olahraga dan kesenian 17. Melaksanakan kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) 18. Mengadakan kalender dan agenda kerja, kartukartu atau bunga ucapan (Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru). Corporate Event Divisi corporate event (protocoler) memiliki kegiatan dan tanggung jawab sebagai berikut; a. Mengkoordinir seluruh acara perusahaan, meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi seperti pada agenda acara, scenario acara, daftar undangan, konsumsi, lay out ruang dekorasi, keprotokolan, pertunjukkan/hiburan dalam suatu acara. b. Menjalin hubungan koordinasi dengan rekanan yang terkait dengan acara perusahaan (catering, event organizer, supplier, dan sebagainya) c. Bertanggung jawab atas semua pengadaan dan stock maintenance (agenda dan kalender, card invitation for event, guest book, labels, name sign, peralatan, backdrop, dan sebagainya) d. Menjalin, membina dan memperluas hubungan kemitraan antar lembaga untuk level penanggung jawab protocol dan kehumasan untuk lembaga yang bersangkutan e. Membantu kelancaran RUPS f. Menangani sitting arrangement, data pejabat, perjalanan dinas, dll. g. Mendukung acara yang berkaitan dengan public dari Investor Communication dan Internal Communication External Publications Divisi external publications memiliki kegiatan dan tanggung jawab sebagai berikut ; a. Memonitor Website Indosat, bekerjasama dengan bagian pemasaran. b. Membuat Company Profile dan video corporate. c. Mengadakan briefing bagi para vendor, namun hanya sebatas konsep saja. Media Relations Divisi media relations dalam humas PT Indosat melakukan kegiatan dan tanggung jawab sebagai berikut; a. Mengadakan kegiatan-kegiatan publisitas (Media Visit, Media Briefing dan Redaktur Meeting, Press Tour, Plan Visit, Press Conference dan Talk Show). Dalam hal ini pemeliharaan database b. media penting dilakukan agar nantinya jika megadakan kegiatan tersebut media relations melihat list data mengenai media yang akan diikusertakan. Hal ini harus dilakukan agar semua media dapat berkesempatan melakukan semua kegiatan tersebut. c. Pelaksanaan media visit, yakni kegiatan kunjungan public relations Indosat khususnya media relations ke beberapa kantor media dengan tujuan mengenal situasi kerja wartawan, editor sampai dengan redaktur media. Biasanya dilakukan minimal 1 tahun sekali. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 49 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan d. Pelaksanaan media trip, kegiatan ini disebut perjalanan dinas wartawan ke berbagai kantor Indosat. Dalam pelaksanaanya seluruh akomodasi ditanggung oleh perusahaan. Kegiatan ini akan sangat berperan penting sekali apabila terdapat pembukaan gallery baru Indosat di daerah sehingga keberadaannya dapat diliput media dan dapat dipublikasikan ke masyarakat e. Pelaksanaan media entertaiment, merupakan kegiatan yang bersifat hiburan dan tetap bertujuan menjalin kemitraan yang baik. Bisa berupa nonton bareng, pelaksanaan buka puasa bersama dengan wartawan dll. f. Menjalin dan memperluas hubungan kemitraan dengan pihak media, mulai dari level wartawan sampai pimpinan redaksi. Jadi hubungan yang terjalin tidak hanya kepada tataran direksi media tetapi dengan wartawan pun seorang media relations harus tetap memiliki kemitraan yang baik. Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan adalah seperti melakukan press gathering bagi wartawan yang bersifat edukasi kepada wartawan tentang perusahaan dan terdapat unsur hiburan dalam kegiatan tersebut. Tujuan press gathering adalah untuk lebih mempererat jalinan partnership antara perusahaan khususnya public relations dengan media. Dengan demikian kemampuan personal approach yang baik harus dimiliki oleh setiap media relations officer. g. Media share yakni seberapa banyak Indosat share ke media dibanding kompetitor. Kegiatan ini bertujuan untuk memonitoring media dan melakukan pengamatan tentang segala pemberitaan tentang PT. Indosat di media massa. Dalam prakteknya segala pemberitaan Indosat dan kompetitor dapat diakses melalui www.mediatrac.com. Setelah itu melakukan daily summary yang merupakan ringkasan berita dalam bentuk Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sesuai h. pemberitaan tentang Indosat tadi. i. Menangani surat pembaca yang terdapat di media. Hal pertama yang dilakukan adalah melihat content/isi dari surat pembaca tersebut. Apabila keluhan pelanggan dikarenakan pelayanan yang kurang baik maka media relations melakukan kordinasi ke bagian customer service. Tetapi tetap saja yang melakukan konfirmasi melalui media adalah media relations. j. Membuat publikasi korporat, antara lain membuat iklan peduli. Tidak hanya program komersial yang dipublikasikan ke masyarakat. Perusahaan juga ikut peduli terhadap keadaan masyarakat yang membutuhkan. k. Menganalisa dan membuat laporan tentang seluruh publisitas korporat. Terdapat proses pertanggungjawaban atas segala kegiatan yang 50 l. telah dilakukan. Dalam laporannya akan dilihat apakah kegiatan yang dilakukan telah mencapai target perusahaan. Bertanggung jawab atas seluruh penerbitan korporat, mulai dari perencanaan, pengawasan dan evaluasi, distribusi, pendanaan, serta penunjukan rekanan dan media. Media Relations Dalam kegiatannya, media relations tidak lepas dengan adanya media sebagai pihak yang harus dimaintance secara terus menerus. Setelah melakukan riset di lapangan mengenai kegiatan media relations PT. Indosat, diperoleh gambaran tentang media relations pada prakteknya. Public Relations PT. Indosat menilai media relations sebagai salah satu fungsi di perusahaan yang bertugas mengkomunikasikan pesanpesan perusahaan kepada media. Selain itu juga media relations juga bertugas menciptakan suatu networking positif dan memanfaatkan hubungan yang telah terbina secara optimal untuk kepentingan management image perusahaan. Networking positif yang dimaksud adalah selalu berusaha menjaga hubungan dengan pihak media baik itu wartawan sampai pada level redaktur. Hal ini bertujuan agar menciptakan interaksi yang berkesinambungan sehingga komunikasi yang tercipta dapat berlangsung secara efektif serta menimbulkan trust antara Public Relations dengan wartawan sebagai wakil dari media. Dalam peranannya, media relations merupakan medium antara media dengan perusahaan. Sebagai medium berarti dia harus mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhan wartawan, salah satunya adalah mendapatkan keakuratan informasi dari sumber yang memang credible dalam bidang permasalahan. Dengan kata lain Public Relations harus bisa menjadi fasilitator yang baik dimanapun dan kapanpun ia dibutuhkan. Oleh karena itu keberadaan Public relations PT. Indosat dapat mengakses langsung ke BOD (Board of Director) yang menjadi incaran bagi para wartawan untuk dimintai keterangan ketika terjadi masalah yang tengah dihadapi. Tentunya tidak mudah bagi seorang Public Relations utuk selalu merespons segala sesuatu yang dibutuhkan wartawan. Hal ini harus didukung oleh skill yang baik dalam menangani perbedaan karakteristik dari berbagai media. Dengan adanya perbedaan ini, Public Relations harus mampu menklasifikasikan minat yang nantinya akan memudahkan dalam menentukan treatment yang tepat. Dalam penelitian ini, melibatkan wartawan dari lima media, diantaranya Koran Tempo, Media Indonesia, Bisnis Indonesia, Investor Daily, dan Detik.com. Dari kelima wartawan tersebut didapati gambaran mengenai media relations PT. Indosat dari sudut pandang wartawan. Dalam kaitannya mengartikan media relations, seluruh wartawan dari kelima media diatas berpendapat bahwa media relations Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan merupakan aktivitas yang dilakukan Public Relations sebuah perusahaan untuk membangun hubungan baik dengan media. Dalam konteks industri telekomunikasi keberadaan fungsi media relations adalah menjembatani antara perusahaan dengan jurnalis. Disini ia bertugas untuk selalu membantu memberikan update informasi yang dibutuhkan wartawan sebagai orang yang sangat membantu perusahaan untuk melakukan publikasi ke khalayak. Terdapat banyak faktor yang menjadikan media relations sangat penting, yaitu memudahkan jurnalis dalam mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai issue yang tengah dihadapi perusahaan Hal ini dilakukan agar tidak terjadinya kesimpangsiuran berita yang berkembang di kalangan media dan khalayak luas, disamping itu mahalnya biaya iklan, dengan adanya media relations yang baik dapat menekan cost perusahaan dalam melakukan publikasi kepada khalayak. Selain itu dengan adanya peliputan di media maka akan dengan mudah menginfluence khalayak, yang secara otomatis brand image yang selama ini terbentuk akan makin menguat. Apabila semua hal tersebut dapat dicapai maka ujung-ujungnya akan berpengaruh positif pada penjualan produk sehingga profit perusahaan juga meningkat. Yang menjadi kebutuhan wartawan salah satunya adalah penyediaan materi untuk keperluan pemberitaan media. Public Relations harus bisa bersikap fleksibel ketika wartawan butuh informasi, dengan segera Public Relations mencari informasi yang dibutuhkan. Dengan demikian terjalin kerjasama yang positif antara Public Relations dengan wartawan begitu pula sebaliknya. Hal diatas sesuai dengan salah satu point Ruslan (2006: 170) yang menyebutkan : pelayanan informasi atau berita (news service) adalah pelayanan sebaik-baiknya yang diberikan oleh pihak public relations kepada pihak pers / reporter dalam bentuk pemberian informasi, publikasi dan berita baik tertulis, tercetak (press release, news letter, photopress), maupun yang terekam (video release, cassets recorded,slide film). Dapat dilihat bahwa pada teori dan prakteknya seorang Public Relations harus bisa mempersiapkan diri untuk melayani wartawan dalam pencarian informasi seputar berita perusahaan. Walaupun sebenarnya bagi wartawan, Public Relations bukan sebagai orang yang menjadi incaran untuk dimintai keterangannya. Tetapi dalam hal ini wartawan bisa menilai bahwa Public Relations bisa dijadikan sebagai sumber informasi alternatif yang dibutuhkan media jika dalam keadaan yang mendesak. Idealnya, media relations harus bisa menyampaikan apa yang menjadi kepentingan perusahaan dan membantu memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada wartawan. Wartawan selalu mengharapkan informasi yang terbaru dari perusahaan begitu pula sebaliknya. Informasi yang benar dan akurat merupakan keinginan oleh setiap wartawan, untuk itu keberadaan media relations bisa lebih memudahkan untuk mengkroscek informasi kepada sumber informasi yang diinginkan. Media Relations Informal Wartawan sebagai wakil dari media tentu sering mengahadiri kegiatan media relations PT. Indosat. Keadaan tersebut tentu dapat kita “manfaatkan” untuk melakukan kontak pribadi langsung dengan wartawan secara personal. Untuk itu Public Relations harus pintar menggunakan waktu yang tepat untuk melakukan pendekatan kepada wartawan. Contohnya saja ketika melakukan press conference, pada dasarnya acara ini bersifat formal tetapi untuk lebih mengakrabkan lagi, acara ini dikemas dengan tematema menarik yang disesuaikan dengan content program. Suasana informal biasanya terbentuk pada saat menikmati hidangan yang disuguhkan PT. Indosat. Pada waktu ini biasanya dijadikan ajang bagi Public Relations PT. Indosat untuk melakukan pendekatan langsung kepada salah satu wartawan bahkan sampai mengajak wartawan yang diajak obrol tadi untuk diperkenalkan kepada salah satu Direksi PT. Indosat. Peristiwa diatas dapat membuktikan bahwa dengan adanya perkenalan baik secara personal, nantinya akan memudahkan wartawan dalam pencarian sumber informasi yang tepat begitu pula sebaliknya ketika public relations membutuhkan wartawan dalam hal publikasi ke media. Bisa dikatakan kegiatan media relations informal yang paling efektif adalah dilakukan antara Public Relations dengan wartawan secara individu yang dilselenggarakan di luar jam kerja. Kegiatan ini biasanya dilakukan berdasarkan atas inisiatif dari salah satu pihak, tetapi semuanya itu tetap dilakukan membawa kepentingan atau tujuan dari perusahaan. Informal yang dimaksud disini adalah suasana yang menonjol lebih santai sehingga bisa dapat saling mendalami karakter lawan bicara kita. Dalam suasana informal tidak menutup kemungkinan adanya obrolan seputar pekerjaan sehingga diharapkan dapat memberikan solusi ataupun masukan positif. Dengan begitu tetap membawa kepentingan perusahaan didalamnya. Salah satu contoh peristiwa yang sesuai adalah, ketika terdapat acara dzikir bersama di istiqlal menyambut pergantian tahun 2008, seluruh operator ikut serta dalam acara tersebut salah satunya PT. Indosat. Tetapi sangat disayangkan ada beberapa media yang tidak mengetahui acara tersebut, padahal menurut perwakilan dari salah satu media yang penulis teliti, acara tersebut sangat menarik untuk diliput. Ketika dilakukan konfirmasi kepada Public Relations PT. Indosat via sms, wartawan tadi mendapatkan feedback langsung yakni dengan jawaban bahwa sudah di inform sebelumnya. Ketika ditelusuri ternyata Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 51 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan undangan telah sampai pada media tersebut tetapi Public Relations tidak melakukan pengecekan kembali sehingga wartawan tadi tidak bisa menghadiri acara tersebut. Oleh karena itu, menurut wartawan tadi ini bisa dijadikan masukan bagi public relations agar selalu mengkroscek kembali atas suatu yang ia kerjakan. Jangan hanya ketika mengundang press conference saja baru mereka gencar mangajak wartawan untuk hadir dalam acara tersebut. Pentingnya adanya suatu “hubungan” diluar pekerjaan merupakan salah satu upaya pendekatan yang bisa dilakukan Public Relations kepada media. Tidak hanya kepada wartawan saja melainkan harus bisa memasuki lingkungan pada level redaktur sekalipun.dalam artian pada semua layer yang ada pada media. Public Relations harus mampu mengcreate suasana yang nyaman bagi semua pihak. Memposisikan wartawan sebagai teman, merupakan salah satu upaya yang lumayan ampuh dalam mendukung kegiatan media relations agar dapat terlaksana dengan baik. Ketika menjadi teman, keterbukaan antara sesama akan lebih menonjol dan kondisi yang tercipta akan lebih rilex tetapi tetap saja memiliki kepentingan dari perusahaan yang terkait. Tetapi perlu diingat, terbuka disini juga memilki batasbatas tertentu yang memang boleh disharing ke media. Oleh karena itu profesionalisme dalam kegiatan ini tetap sebagai asas utama yang dipentingkan. Public Relations PT. Indosat memiliki cara tersendiri untuk tetap terus berhubungan dengan wartawan atau redaktur dari media terkait. Terlihat mereka selalu mengupdate database seputar profil dari berbagai media yang berisikan daftar hari ulang tahun media. Ini dilakukan bertujuan agar jalinan komunikasi antar organisasi dapat tercipta dengan baik. Lebih lanjut, bahwa dalam konteks media relations informal yang harus diterapkan adalah adanya continuity hubungan yang dilakukan secara intensif dan berkala. Jangan sampai adanya anggapan jika Public Relations hanya menghubungi wartawan bila ada kepentingan sesaat saja. Hal ini dapat diwujudkan dengan tetap menjaga intensitas hubungan baik itu terdapat acara maupun ketika tidak ada acara. Dikaitkan dengan toeri yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, Iriantara (2005: 15) menjelaskan adakalanya hubungan interpersonal seperti persahabatan yang erat dengan awak media massa atau insan pers memberikan ruang untuk menunjang tujuan PR organisasi. Sebagai contoh yang dilakukan Public Relations PT. Indosat adalah ketika salah satu perwakilan dari media tidak hadir dalam peliputan acara launching produk. Ini tidak biasa dilakukan oleh wartawan tersebut. Public Relations berdasarkan atas inisiatif sendiri menelpon untuk mengetahui alasan ketidakhadirannya. Dan ternyata diketahui bahwa salah satu anggota keluarga wartawan berada di rumah 52 sakit sehingga dia tidak bisa menghadiri acara tersebut. Mendengar berita tersebut Public Relations PT. Indosat berkata “ok deh nanti kalau sempat sehabis pulang kerja aku kesana”. Kondisi diatas sangat menggambarkan hubungan interpersonal antara Public Relations dengan wartawan yang bersangkutan. Menurut wartawan, ketika terjadi situasi ini memang Public Relations secara individulah yang tampak, tetapi dibalik semua itu, menurut Public Relations walaupun memang benar secara individu saya datang tetapi apa yang saya bawa berupa parcel buah atau bingkisan lainnya merupakan uang perusahaan disertai dengan card name beratasnamakan PT. Indosat. Dengan begitu menjadikan wartawan sebagai mitra dalam bekerja merupakan salah satu upaya yang dapat diterapkan Public Relations dalam membangun hubungan dengan orang yang berada di media. Semuanya itu dilakukan demi tercapainya tujuan organisasi. Pada dasarnya seorang public relations yang baik, dalam hal ini yang khusus menangani hubungan kewartawanan adalah harus paham betul kebutuhan media. Jangan sampai wartawan dalam mencari berita mendapatkan informasi yang salah, disamping itu mereka juga harus mengetahui apa yang menjadi kesukaan maupun ketidaksukaan dari wartawan baik itu secara hubungan pekerjaan maupun personal. Public Relations yang berkenaan dengan hubungan media harus bisa menjembatani kebutuhan wartawan untuk mengkroscek informasi ke jajaran direksi. Disini Public Relations seharusnya mampu mengakomodir wartawan yang ingin menemui BOD (Board of Director), Untuk itu Public Relations harus memiliki value bagi wartawan sehingga tidak dianggap sebagai penghambat. Hal diatas juga dipertegas oleh Ruslan (2006: 177) yang berpendapat membina hubungan pers yang positif itu berlandaskan prinsipprinsip keterbukaan, serta saling menghargai peran satu sama lain dan saling membantu diantara keduanya. Dapat dilihat bahwa Public Relations dapat menempatkan diri sebagai orang yang dapat menjadi mediator antara jurnalis dengan narasumber utama yang menjadi incaran wartawan. Selain itu Public Relations juga dapat memposisikan dirinya sebagai narasumber alternatif yang berperan sebagai penyedia informasi bagi kalangan media Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan hubungan media, Public Relations harus dapat memberikan servis yang terbaik bagi jurnalis baik itu dalam kondisi formal ataupun informal. Dalam kondisi informal, wartawan akan memberikan respect lebih kepada Public Relations apabila respon atas kebutuhan wartawan ditanggapi dengan segera. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan Pendekatan Komunikasi Sebelum menjabarkan pendekatan komunikasi apa saja yang dipergunakan, terlebih dahulu kita membahas pendekatan personal hingga fungsional yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya, diantaranya adalah: 1. Kontak pribadi (personal contact) Pada prakteknya membangun kontak pribadi merupakan kunci bagi Public Relations untuk mengenal lebih jauh sosok wartawan, hal serupa juga dilakukan Public Relations PT. Indosat. Salah satu yang terlihat oleh penulis adalah Public Relations PT. Indosat menyimpan nama wartawan di handphone diawali dengan huruf “J” yang berarti jurnalis. Diakui ini sangat memudahkan public relations ketika ingin melakukan hubungan via telepon atau sms dengan wartawan yang dimaksud. Pentingya mendatabase personal contact dengan pihak media, bertujuan agar Public Relations bisa dengan cepat meng-update informasi-informasi kepada wartawan dari media yang dituju.Selain itu dengan melakukan kontak pribadi langsung dengan wartawan melalui telepon ataupun sms dapat menunjang kemudahan berkomunikasi diantara kedua belah pihak yakni Public Relations dengan wartawan. Komunikasi yang dilakukan public relations dengan pihak media merupakan upaya yang dilakukan untuk memperkokoh hubungan yang selama ini telah tercipta, artinya tidak hanya gencar menghubungi jika memerlukan wartawan ketika ada peliputan acara perusahaan, melainkan manfaatkanlah waktu senggang untuk sekedar bertanya kondisi pemberitaan yang sedang berkembang, Hampir seluruh wartawan akan sangat senang sekali jika Public Relations melakukan komunikasi yang berkelanjutan kepadanya, walaupun sering kali hal itu tidak ada kaitannya soal pekerjaan. Dengan adanya kondisi tersebut wartawan menyadari bahwa kegiatan tersebut dapat membangun sekaligus meningkatkan relasi yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan begitu pendekatan personal contact ini memiliki efektifitas yang optimal pada kegiatan komunikasi interpersonal. 2. Pelayanan informasi atau berita (news services) Wartawan selalu ingin mendapatkan informasi yang lengkap dan benar tentang suatu pemberitaan. Sebagai Public Relations penyediaan materi lebih lanjut harus dapat dipersiapkan. Hal ini dipertegas oleh kutipan sebagai berikut “idealnya seorang public relations dapat membantu memberikan informasi yang sebenar-benarnya” (Investor Daily). Dari pengamatan penulis Public Relations PT. Indosat pada setiap pengiriman press release ke berbagai media, selalu terdapat fact sheet yakni keterangan mendalam mengenai berita yang terdapat pada press release tadi. Hal ini dijadikan antisipasi awal bagi public relations PT. Indosat jika saja ada wartawan yang ingin mengetahui informasi yang kurang dipahami. Wartawan umumnya membutuhkan berita yang akan dimuat media dan disebrakan ke khalayak. Pencarian berita biasanya didapatkan dari nara sumber yang kompeten dibidangnya. Berita juga bisa didapatkan melalui Public Relations yang memang bertugas sebagai orang yang memiliki akses ke media dan mempublikasikannya ke publik melalui media. Memberikan pelayanan informasi yang dibutuhkan wartawan, mutlak harus dipenuhi oleh Public Relations terlebih lagi untuk kepentingan pemberitaan di media. Dengan memberitahu segala informasi tersebut, Public Relations disini sekaligus memperlihatkan ke media kontribusinya sebagai mediator antara PT. Indosat dengan media. Keberadaan Public Relations di perusahaan tentu menjadi bagian yang penting dalam kaitannya pelayanan informasi kepada wartawan. Bagi media, public relations merupakan orang pertama yang dicari ketika wartawan ingin mengetahui informasi seputar perusahaan, walaupun nantinya public relations bukan menjadi narasumber utama yang diinginkan media. Tetapi Public Relations disini bisa menjadi penghubung diantara keduanya. Dengan demikian kegiatan news service dapat diterapkan pada semua jenis pendekatan komunikasi yakni secara interpersonal, kelompok maupun antar organisasi. 3. Mengantisipasi kemungkinan hal darurat (contingency plan) Sebagai Public Relations hendaknya dapat menempatkan diri untuk selalu siap kapanpun dibutuhkan oleh wartawan. Terkadang adanya permintaan konfirmasi mendadak yang ingin mewawancarai direksi. Public Relations harus mampu mengakomodir permintaan wartawan. Keterangan yang diperoleh penulis menyebutkan bahwa keberadaan Public Relations pada struktur organisasi PT. Indosat berada pada satu garis lurus langsung dengan BOD (Board of Director) PT. Indosat. Jadi ini memungkinkan Public Relations untuk selalu berhubungan dengan direksi. Dengan posisi Public Relations seperti diatas, tentu saja dapat menunjang dalam melakukan antisipasi awal ketika terdapat kebutuhan informasi yang mendesak terlebih lagi jika wartawan langsung ingin mengetahui jawaban dari narasumber. Kesiapan Public Relations dalam menghadapi situasi yang mendesak sangat dibutuhkan bagi kalangan media, karena ini akan memudahkan wartawan untuk segera mendapatkan berita yang sesuai dengan faktanya. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kesimpangsiuran atas informasi yang berkembang. Dengan begitu pemberitaan di media bisa sesuai dengan harapan perusahaan. Jenis pendekatan ini dapat Public Relations aplikasikan pada semua jenis pendekatan komunikasi yakni Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 53 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan interspersonal, kelompok dan antar organisasi. Hal ini penting sekali karena pihak media dapat menilai kesigapan Public Relations dalam menangani permintaan dari wartawan. Selain ketiga pendekatan diatas, dalam prakteknya terdapat beberapa pendekatan lain yang dapat diterapkan pada kegiatan media relations PT. Indosat, diantaranya sebagai berikut : a. Feeding informasi yang berarti selalu memberikan update informasi ke media. Yang terlihat selama ini adalah selalu wartawan yang menghubungi Public Relations untuk mendapatkan informasi, tetapi public relations PT. Indosat berusaha untuk memberikan keterangan informasi lebih awal,dari pandangan wartawan, kegiatan ini sangat perlu dilakukan oleh Public Relations agar wartawan mengetahui informasi segera guna memudahkan wartawan dalam penulisan di media masingmasing. Pendekatan semacam ini disenangi wartawan karena terlihat public relations proaktif dalam menjalankan tugas sebagai public relations yang baik. b. Open access terhadap wartawan yang berarti selalu siap memberikan solusi bagi wartawan ketika membutuhkan informasi dengan segera. Dengan begitu wartawan dapat mengandalkan Public Relations sebagai orang yang dapat menjembatani dengan pihak media. Dengan tidak menutup saluran informasi, Public Relations PT. Indosat berharap tone pemberitaan dimedia dapat dikontrol olehnya. Adapun beberapa pendekatan komunikasi yang dapat digunakan public relations dalam melakukan hubungannya dengan media, yaitu pendekatan secara interpersonal, kelompok maupun antar organisasi. Masing-masing pendekatan tersebut memiliki style yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya. Untuk itu peneliti akan menjabarkannya lebih lanjut baik dari sisi public relations maupun wartawan sebagai objek dari kegiatan media relations PT. Indosat. Komunikasi Interpersonal Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya terdapat bentuk kontak informal yang lebih melibatkan personal si wartawan, yakni : 1. Keterangan pers ( press statement ), dilakukan kapan dan dimana saja oleh nara sumber, tanpa adanya undangan resmi. Mungkin pemberitahuannya cukup dilakukan melalui telepon. (Ruslan,2006: 192). Public relations PT. Indosat juga melakukan hal serupa, wartawan menghubungi untuk dibuatkan jadwal untuk bertemu dengan sumber informasi yang qualify untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Artinya public relations disini menjadi mediator / penghubung diantara keduanya. Dari pengamatan 54 penulis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyebaran informasi PT. Indosat ke media. Bahwa yang berhak memberikan statement di media adalah pada level direksi atau minimal berjabat Head of Division (setara dengan Vice President). Tetapi peran Public Relations disini tidak bisa diabaikan, mereka tetap menjadi mediator diantara keduanya. 2. Press gathering ( Jamuan pers secara informal ), yaitu pertemuan pers secara informal, khususnya hubungan (good relationship) antara pihak praktisi Humas/PR dan wartawan media massa dalam suatu acara sosial keagamaan dan aktivitas olehraga. Bentuk kontak ini lebih menekankan pendekatan pribadi ke pribadi (personal to personal approach), sebagai upaya lebih dekat mengenal satu sama lain.(Ruslan,2006: 193) Kegiatan press gathering yang dilakukan PT. Indosat pada dasarnya bersifat formal tetapi dikemas secara informal. Ini merupakan satu-satunya acara yang dikemas dengan suasana yang menarik. Didalamnya terdapat edukasi terhadap program-program PT. Indosat dan diselingi dengan game yang menarik karena tempat yang dipilih juga menunjang kegitan yang akan dilakukan. Dalam aplikasinya dilapangan, terdapat pendekatan komunikasi interpersonal yang dilakukan PT. Indosat. Public Relations PT. Indosat menyatakan komunikasi interpersonal adalah komunkasi yang terjadi secara person to person, dalam hal ini ialah Public Relations dengan salah satu perwakilan dari media, bisa dengan wartawan ataupun redaktur dari media yang bersangkutan. Interpersonal lebih menitikberatkan pada pengenalan karakter pada masing masing individu yang nantinya dapat kita gunakan dalam menentukan treatment yang sesuai pada individu tersebut. Beberapa aktivitas untuk menunjang komunikasi interpersonal pun telah dilakukan Public Relations PT. Indosat, seperti personal touch yang sering dilakukan walupun waktunya tidak terjadwal (tidak terprogram) tetapi hal ini tetap intensive dilakukan. Mengucapkan say hello via telepon juga merupakan cara yang sangat efektif untuk tetap terus berkomunikasi dengan wartawan sehingga database mengenai media harus tetap terpelihara. Beberapa kegiatan lainnya, antara lain : a. Pemanfaatan langsung feature produk PT. Indosat. Contohnya saja pemberian fasilitas 3G kepada wartawan pada saat melakukan report langsung ke media dengan segera. Hal ini diberikan Public Relations kepada wartawan yang memang mengenal dekat ketimbang yang lainnya. Perlakuan ini terlihat pada perwakilan dari SWA. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan b. Membuat kegiatan yang bersifat entertainment, seperti wartawan main gokart bareng di kawasan pancoran, main billiard dan bowling bareng, frekuensi waktunya sangat disesuaikan kesibukan public relations PT. Indosat dan jam kerja wartawan. (lihat lampiran 1&2) Model pendekatan diatas mencerminkan sangat tergantung pada personality dari masing-masing wartawan yang akan diikuti dalam kegiatan tertentu. Beberapa key informan dari pihak wartawan menyebutkan bahwa selama ini komunikasi interpersonal yang terjalin lebih mengedepankan pada kegiatankegiatan yang bersifat entertainment yang dapat dituangkan dalam bentuk kegiatan wisata sampai pada sport. Menurutnya apa yang dilakukan Public Relations PT. Indosat bertujuan untuk membangun kedekatan diantara perusahaan dengan pihak media dan apa yang dilakukan merupakan upaya yang positif untuk lebih mengenal media yang selama ini berperan penting dalam mempublikasikan pemberitaan Perlu diperhatikan pula jam-jam sibuk para wartawan. Media digolongkan atas media harian, mingguan maupun bulanan. Untuk media harian waktu yang lebih pas untuk mengadakan pertemuan pada saat siang hari atau pada malam hari sekalian. Untuk mingguan atau bulanan biasanya agak longgar jadi Public Relations dapat memilih waktu yang tepat. Contoh konkret yang pernah dilakukannya dengan Public Relations PT. Indosat salah satunya adalah mengajaknya nonton film premier di EX Plaza, dilanjutkan dengan makan malam di restoran sate khas senayan di daerah sabang, Jakarta pusat. Suasana yang tercipta cenderung sangat santai dan sesekali bercerita lucu yang terjadi kantor. Disana jelas terlihat bahwa Public Relations mencobaingin memasuki lingkungan kerja wartawan dengan mendalami masing-masing karakter. Dari pengamatan, terdapat beberapa wartawan yang dapat lebih berbaur dengan kondisi diatas, yakni dari Detik.com. Dicermati wartawan ini bisa memasuki secara personal kepada semua staff media relations PT. Indosat dan bisa dibilang dia mengenali dengan baik. Hal diatas dipertegas oleh wartawan tadi yang menyatakan “ komunikasi interpersonal Public Relations yang selama ini bersentuhan dengannya adalah dengan menggunakan konsep “media partner”, artinya selain mengikuti acaraacara informal seperti makan bareng atau sekedar minum kopi, wartawan juga memberikan masukan dan gagasan-gagasan yang menarik bagi public relations. Semua hal ini didasarkan karena adanya personal approach yang baik dari public relations”. Dari beberapa wawancara mendalam kepada lima wartawan yang berasal dari berbagai media, diperoleh pernyataan yang berbeda mengenai aktivitas komunikasi interpersonal yang dilakukan Public Relations PT. Indosat kepada mereka secara individu. Dapat digolongkan menjadi dua yakni ada yang sering mendapatkan sentuhan langsung secara personal dari Public Relations PT. Indosat dan ada juga yang hanya berkenaan soal pekerjaan saja Ada wartawan yang mengungkapkan dalam menjalin komunikasi personal dengan Public Relations PT. Indosat sebenarnya tidak ada news value didalamnya tetapi menurutnya hal tersebut perlu dilakukan public relations untuk memaintance wartawan secara personal. Adanya komunikasi Interpersonal dapat digunakan Public Relations untuk menggali data setiap individu dari media, dengan demikian Public Relations dapat memetakan karakteristik dari masing-masing media. Ada juga yang berpendapat tegas dalam konteks komunikasi interpersonal ini. Ia mengungkapkan bahwa pada dasarnya “tidak ada manfaat (wasting time) yang diperoleh dari kegiatan informal yang dilakukan kecuali bagi para wartawan yang mengharapkan “sesuatu”. (Investor Daily). Disamping itu menurutnya, yang sering terlihat adalah public relations PT. Indosat sangat agresif jika ada kepentingan dari perusahaan, mereka akan sangat gencar bila ada sesuatu yang diinginkan dari media. Media relations hanya sebagai penghubung dan harus menempatkan diri sebagai solusi atas kebutuhan dari wartawan, contohnya wartawan butuh informasi keberadaan direksi untuk dimintai keterangan. Disini media relations harus menjadi arranger yang baik untuk semua pihak. Melihat uraian diatas, bahwa sangat penting membagun hubungan yang kokoh, hal tersebut dapat diaplikasikan dengan menciptakan hubungan pribadi kepada semua perwakilan dari media. Bila terdapat anggapan dari salah satu wartawan bahwa komunikasi interpersonal tidak penting, berarti public relations PT. Indosat belum merata dalam melakukan treatment ke wartawan. Hal tersebut sesuai dengan salah satu point Jefkins (2003: 116) yang mengemukakan : Membangun hubungan personal yang kokoh. Suatu hubungan personal yang kokoh dan positif hanya akan tercipta serta terpelihara apabila dilandasi oleh keterbukaan, kejujuran, kerja sama dan sikap menghormati profesi masingmasing. Hal penting demi berjalan baiknya komunikasi interpersonal adalah Public Relations harus berusaha untuk memahami berbagai perbedaan karakter yang dimiliki wartawan. Didukung dengan adanya rasa saling membutuhkan dan selalu terbuka dengan keadaan yang dihadapi niscaya hubungan kerja sama akan berlangsung langgeng. Tidak ada alasan bagi seorang public relations untuk tidak meningkatkanhubungan dengan wartawan. Baik buruknya pemberitaan ditentukan oleh tulisan yang dibuat wartawan. Sebagai Public Relations harus bisa menghindarkan kondisi dimana biasanya pendapat wartawan ikut dalam naskah yang ia tulis. Pemberitaan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 55 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan mungkin akan lebih over apabila tidak terjalinnya hubungan yang harmonis secara pribadi dengan Public Relations Untuk itu dengan menjaga dan terus melakukan intensitas berkomunikasi dengan pihak media akan sangat membantu dalam pembentukan opini yang dilakukan media melalui pemberitaan. Komunikasi Kelompok Beberapa wartawan memang memiliki komunitas-komunitas tertentu diantara berbagai media. Hal ini biasanya bisa terlihat pada saat menghadiri acara-acara formal media relations atas undangan Public Relations PT. Indosat. Disini biasanya dijadikan ajang para wartawan untuk berdiskusi kepada teman sejawatnya. Terdapat pula kontak informal yang dapat Public Relations lakukan kepada komunitas wartawan, salah satunya adalah Press gathering ( Jamuan pers secara informal ), yaitu pertemuan pers secara informal, khususnya hubungan (good relationship) antara pihak praktisi Humas/PR dan wartawan media massa dalam suatu acara sosial keagamaan dan aktivitas olehraga. Bentuk kontak ini lebih menekankan pendekatan pribadi ke pribadi (personal to personal approach), sebagai upaya lebih dekat mengenal satu sama lain.(Ruslan,2006: 193) Didasarkan dari situlah public relations dapat menentukan pendekatan yang cocok untuk kelompok tersebut. Contohnya saja ada kelompok wartawan fotografer, kebiasaan kelompok ini adalah menyukai kegiatan-kegitan yang bertemakan adventure, karena pada kegiatan tersebut mereka mengabadikan suasana alam yang alami. Untuk itu Public Relations PT. Indosat cenderung antusias jika adan kegiatan yang dilaksanakan alam terbuka seperti mengadakan rafting. Dipilih kegiatan semacam ini karena membutuhkan team work yang bagus dari masing-masing kelompok. Beberapa wartawan juga mengakui ada yang terlibat disuatu kelompok adapun yang tidak mengikuti kelompok satupun. Diperoleh gambaranbahwa kaum pria lah yang cenderung memiliki kelompok antar sesama wartawan Selebihnya hanya mengikuti milismilis yang tersedia di internet.Tetapi pada dasarnya walaupun mereka berkelompok, mereka tetap saja independent. Dari pengamatan penulis, dalam kaitan komunikasi kelompok ini, Public Relations pernah melakukan kegiatan yang mengikutsertakan kelompok wartawan khusus bidang foto. Kegiatannya adalah Workshop foto jurnalistik, Kegiatan ini dilakukan PT. Indosat berdasarkan sebagai Public Relations juga harus dituntut dapat menghasilkan foto yang sesuai dengan nilai jurnalistik pada acara formal media relations PT. Indosat. Kegiatan ini memang cenderung formal karena terdapat session khusus dari wartawan untuk menjelaskan secara detail. Tetapi disana terdapat triktrik dari wartawan foto secara individu untuk diketahui oleh public relations yang mungkin hanya 56 dapat terjadi jika hubungannya berlangsung. Disamping itu, acara ini didukung adanya jamuan makan siang yang bertujuan untuk lebih mengakrabkan satu sama lain. Hal tersebut juga dipertegas Partao (2006: 121) yang berpendapat : Melalui workshop bisa diperoleh manfaat berupa tercapainya pemahaman yang mendalam dalam diri wartawan atas suatu topik tertentu yang dibahas pada workshop tersebut. Wartawan yang dikirim adalah wartawan yang dibebaskan dari tugas rutinnya sehingga mereka bisa mengikuti acara yang didesain sebelumnya dengan lebih tenang dan berkonsentrasi. Dalam pelaksanaannya, tentu banyak wartawanwartawan foto yang hadir, Public Relations dapat menggunakan kesempatan ini untuk memasuki lingkungan wartawan foto tersebut, walaupun nantinya public relations akan memilih salah satu personal dari kelompok tadi untuk lebih melakukan pendekatan agar lebih memudahkan dalam memberikan masukan bagi public relations PT Indosat. Berdasarkan teori dan prakteknya, diadakan workshop sama-sama memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih tentang suatu topik yang kurang dimengerti, hal ini juga dilakukan Public Relations PT. Indosat. Secara spesifik tujuan Public Relations mengundang para wartawan ini adalah untuk mengetahui secara mendalam mengambil foto yang memiliki nilai jurnalistik jadi ketika berita foto tersebut dikirimkan media diharapkan berpotensi dimuat media karena sudah memenuhi kriteria yang media inginkan. Komunikasi Antar Organisasi Komunikasi antar organisasi merupakan awal dari pengenalan seorang Public Relations terhadap wartawan dari berbagai media. Suasana yang tercipta pada komunikasi ini cenderung formal karena melibatkan struktur organisasi dan terdapat orangorang penting (berpengaruh). Suasana informal dapat tercipta jika sudah mengenal secara personal dan sudah terbiasa berhubungan dengan orang-orang penting tadi. Contoh kontak informal secara antar organisasi dapat dilihat pada kegiatan dibawah ini : Wawancara Pers yaitu sifatnya lebih pribadi, lebih individual. PR atau top manajemen yang diwawancarai hanya berhadapan dengan wartawan yang bersangkutan. Meskipun misalnya pejabat seusai meresmikan suatu acara diwawancarai oleh banyak wartawan, bahkan diliput televisi ataupun radio, tetap saja wawancara itu bersifat individual, hanya dua orang saja, wartawan yang mewawancarai dan orang yang bersangkutan yang diwawancarai. Setiap wartawan mempunyai pertanyaan khusus yang diinginkan oleh medianya, kendati secara bersamaan mewawancarai pejabat atau tokoh tersebut. (Soemirat&Ardianto,2005: 128) Kebanyakan dari informasi yang diperoleh penulis dari wartawan, Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan wawancara pers (press interview) dilakukan langsung kepada pihak BOD (Board of Director) jika wartawan sudah mengetahui contact number direksi yangbersangkutan. Ini terlihat pada salah satu media yang diwawancarai berkata “selama ini saya langsung menghubungi direksi jika ingin memperoleh informasi dan direksi juga langsung menjawab sms yang saya kirim” (Investor Daily) Adakalanya pemimpin perusahaan PT. Indosat ingin menemui pemimpin dari media tertentu, disini Public Relations harus mampu mengakomodir kebutuhan tersebut guna kepentingan perusahaan. Selain itu terdapat beberapa situasi dimana seorang wartawan mengetahui contact person direksi PT. Indosat dan hal ini terjadi media dengan beberapa direksi PT. Indosat dimana dalam hubungan ini mereka langsung berhubungan tanpa melalui public relations. Lebih bagusnya lagi direksi PT. Indosat memberikan feedback yang baik kepada wartawan tersebut. Walaupun public relations terlihat tidak ada kontribusinya tetapi sebenarnya Public Relations tetap terus memberikan update informasi dan statement-statement yang tepat kepada direksi ketika wartawan bertanya sesuatu kepadanya. Komunikasi antar organisasi pada dasarnya juga menerapkan komunikasi interpersonal diantaranya. Contoh konkretnya PT. Indosat adalah berpartisipasi dalam birthday party Investor Daily disini PT. Indosat ikut andil dalam membeli space yang bertujuan sekaligus untuk kegiatan branding PT. Indosat. Dari pengamatan penulis, terdapat info baru bahwa perwakilan Investor Daily mengundang secara pribadi salah satu direksi PT. Indosat untuk berkunjung ke kantor Investor di kawasan Hotel Aston. Rencananya kegiatan tersebut untuk memeperkenalkan direksi pada situasi kerja Investor daily sekaligus mempererat hubungan interpersonal satu sama lain. Kegiatan diatas mencerminkan pemaparan Partao (2006: 124) yang menyebutkan : Di balik berbagai upaya Anda membina dan membangun tali asih, semua itu akan sia-sia bila pimpinan tidak ikut mendukung atau Anda tidak mampu mendesain dan menciptakan kondisi yang mengahasilkan keterlibatan pimpinan di dalamnya. Semua upaya Anda tersebut butuh dukungan pimpinan, butuh kepercayaan daru pimpinan. Ini berarti perlu adanya keterlibatan pimpinan terhadap segala apa yang telah dilakukan public relations dalam mambangun hubungan dengan media. Keterlibatan tersebut sangat berpengaruh besar efeknya pada kelangsungan kegiatan komunikasi antar organisasi yang dilaksanakan. Keikutsertaan pimpinan dalam kegiatan media relations perusahaan akan dapat membuat media lebih dekat dengan keadaan perusahaan sehingga bisa mengetahui posisi perusahaan dibanding kompetitor. Hal ini juga sangat menguntungkan pihak media karena ketika terdapat tulisan mengenai PT. Indosat, wartawan yang menulis minimal sudah dibekali dengan pengetahuan seputar pemberitaan yang akan dimuat. Dengan demikian komunikasi antar organisasi juga memiliki peran dalam menghasilkan pembinaan hubungan yang lebih optimal. Bisa terlihat bahwa dalam menjalin komunikasi antar organisasi sangat diperlukan adanya penyesuaian antara kultur perusahaan masing-masing. Hal ini dibutuhkan agar terciptanya pemahaman tujuan dari masing-masing perusahaan yakni PT. Indosat dengan pihak media yang terkait. Dari ketiga pendekatan komunikasi yang telah dipaparkan penulis, terlihat komunikasi interpersonal yang lebih efektif untuk diterapkan dalam menjalankan pendekatan informal media relations PT. Indosat. Dalam komunikasi interpersonal, unsur yang menonjol adalah subjektif dari wartawan yang bersangkutan begitu pula wartawan dalam hubungannya dengan Public Relations. Ketika Public Relations PT. Indosat melakukan komunikasi dengan wartawan sebenarnya sisi yang paling dilihat adalah secara personal. Dengan didasari subjektifitas maka treatment-treatment yang dilakukan cenderung lebih bervariasi dan tidak terbatas dengan adanya aturanaturan yang mengikat. Artinya suasana yang terbentuk akan lebih fleksibel yang tergantung pada situasi yang dihadapi Dengan selalu melakukan personal touch yang dapat berupa memberikan perhatian lebih, adanya kontak personal sampai dengan berempati pada keadaan wartawan dapat lebih membuat wartawan lebih dihargai dan selalu terdapat pikiran positif bila Public Relations menghubunginya. Inti dari semua yang dilakukan public relations dalam mengelola hubungan dengan wartawan adalah agar senantiasa membentuk kerja sama yang baik diantara keduanya yang kemudian dapat menimbulkan hubungan take and give didalamnya. Kesimpulan Dalam penelitian ini, penulis telah menetapkan fokus penelitian yaitu “bagaimana pendekatan informal media relations Humas PT. Indosat dalam mambangun hubungan dengan wartawan”. Dalam kasus ini kegiatan yang menjadi objek penelitian adalah kegiatan media relations yang bersifat informal yang melibatkan Public Relations PT. Indosat dengan wartawan. Kegiatan media relations PT. Indosat memiliki berbagai acara guna menunjang pendekatan yang dilakukan Public Relations kepada pihak media. Hal tersebut yang mendasari penulis dalam menetapkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dengan jelas jenis kegiatan informal Public Relations, proses dalam menjalani kegiatan tersebut hingga menentukan pendekatan yang sesuai dalam membangun hubungan dengan wartawan. Untuk membantu penulis menjawab tujuan diatas, penulis menggunakan metode studi kasus Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 57 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan mengupas lebih jauh unsur bagaimana dan mengapa dalam pendekatan informal media relations PT. Indosat kepada wartawan. Penulis juga melakukan komparasi terhadap kesesuaikan antara teori dengan yang terjadi lapangan. Dengan melakukan interview serta melakukan pengamatan langsung di lapangan, penulis memperoleh hasil penelitian dalam praktek Public Relations PT. Indosat dalam melakukan hubungannya dengan wartawan. Melalui kedekatan professional dapat dijadikan Public Relations untuk mengembangkan hubungan yang lebih bersifat personal kepada pihak media. Ini bisa dimulai dengan melihat ketertarikan wartawan dalam mengahadiri undangan yang diberikan Public Relations. Setelah melakukan penelitian tentang pendekatan informal dalam kegiatan media relations yang dilakukan PT. Indosat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Bahwa dalam melakukan pendekatan ke wartawan dapat diimplementasikan kedalam berbagai bentuk kegiatan. Pendekatan disini bisa dilihat dari tiga tataran komunikasi yang ada, yakni komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok sampai pada komunikasi antar organisasi. Public Relations dituntut harus bisa menempatkan diri dalam situasi dimanapun ia berada. Masingmasing pendekatan tersebut memiliki efektifitas tersendiri dalam upaya mendekatkan diri kepada pihak media. Pada kenyataanya, komunikasi kelompok dan komunikasi antar organisasi yang dilakukan Public Relations tetap berpengaruh pada pendekatannya ke media. Tetapi dibalik komunikasi tersebut pasti terdapat pribadi yang mewakili. Sebut saja pada komunikasi kelompok, walaupun yang terlihat terdapat beberapa anggota kelompok didalamnya, tetapi pasti terdapat opinion leader yang secara personal lebih dominan dibanding anggota kelompok lainnya. Terhadap opinion leader ini public relations dapat melakukan pendekatan komunikasi yang lebih personal dan intens kepadanya. Jadi walaupun terdapat kelompok, tetap saja melibatkan person to person dalam pelaksanaan pendekatan. Dari sini bisa diketahui bahwa ujungujungnya pendekatan komunikasi interpersonal-lah yang lebih tampak ke permukaan dalam menjalin media relations yang harmonis. Komunikasi interpersonal yang dilakukan Public Relations PT. Indosat cenderung bersifat entertaiment dan ikuti personal touch yang berbeda-beda tergantung pada pribadi si wartawan tersebut. Dengan demikian dapat terjadi komunikasi yang lebih bersifat personal sehingga keterbukaan, kejujuran, sampai pada dukungan satu sama lain akan lebih bisa tercipta diantara kedua belah pihak yakni Public Relations dan wartawan. Agar komunikasi tidak terputus diperlukan continuity, berarti terdapat jalinan silahturahmi yang dilalukan secara berkala. Silahturahmi akan membuat wartawan merasa diperhatikan layaknya partner dalam bekerja yang sehingga tidak ada pemikiran yang 58 timbul dari wartawan bahwa Public Relations butuh hanya untuk keperluan peliputan dari media. Selain itu dengan mengatasnamakan silahturahmi maka suasana yang tercipta adalah kekeluargaan sehingga membuat wartawan sebagai bagian dari perusahaan yang ikut andil dalam menciptakan tone pemberitaan di media. Karena pada dasarnya dalam tone pemberitaan adanya pendapat wartawan didalamnya jadi apabila selama ini wartawan tadi sulit mengakses Public Relations terlebih lagi tidak didukung hubungan yang baik maka Public Relations tidak bisa mengontrol pemberitaan dan akhornya hasilnya tidak sesuai dengan harapan perusahaan . Dari sisi wartawan sendiri juga sangat menanggapi positif bila ada terdapat niat dari Public Relations PT. Indosat untuk selalu membina hubungan tidak hanya bila pada saat keperluan perusahaan semata. Hal ini dikarenakan adanya ketergantungan hubungan antara Public Relations dengan pihak media terutama dalam hal pemberitaan sampai pada kegiatan publikasi yang ditujukan pada media terkait. Pendekatan komunikasi yang dilakukan Public Relations sangat tergantung pada kondisi dan situasi yang dihadapi. Oleh karena itu harus dapat membuat versiversi baru sehingga terdapat kesegaran hubungan Public Relations harus bisa memberikan nuansa yang berbeda dalam setiap pendekatan yang dilakukan. Mungkin servis yang dilakukan oleh setiap perusahaan sama tapi disini kita harus tahu bagaimana agar wartawan tadi merasa lebih nyaman dalam hubungannya memasuki lingkungan perusahaan. Daftar Pustaka Abdullah, Aceng,Press Relations, Kiat berhubungan dengan Media Massa, Rosdakarya, Bandung, 2004. Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, Cetakan Kelima, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 Iriantara, Yosal, Media Relations, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2005. Ishwara, Luwi, Jurnalisme Dasar, Kompas, Jakarta, 2005. Iskandar Muda, Deddy, Jurnalistik Televisi,Menjadi ReporterProfesional, Rosdakarya, Bandung, 2005. Jefkins, Frank and Daniel Yadin, Public Relations, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta, 2003. Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset komunikasi, Prenada Media Group,Jakarta, 2006. Moleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2004. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan ------------------, Metode Penelitian Kualitatif, Grafindo Persada, Jakarta,2006. Raja Moss, Sylvia dan Steward L. Tubbs, Human Communications, Dasar Pengantar Deddy Mulyana,Rosdakarya, Bandung, 2005. Muhammad,Arni, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2005. Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Rosdakarya, Bandung, 2005. Kualitatif, Narbuko dan Achmadi, Metodologi penelitian, PT Bumi Aksara, Jakarta,2005. Ningrat, Kusuma dan Purnama, jurnalistik Teori dan Praktik, Rosdakarya, Bandung, 2005. Partao, Zainal Abidin, Media Relations, Strategi Meraih Dukungan Publik, Jakarta, 2006. Ruslan, Rosadi, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi Konsepsi dan Aplikasi, Grafindo Persada, 2006. Soemirat, Soleh, dan Ardianto, Elvinaro, Dasar – Dasar Public Relations Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005. Vardiansyah, Dani, Pengantar Ilmu Komunikasi, Ghalia Indonesia,Bogor, 2004. Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi,Grasindo, Jakarta, 2004. Wasesa, Silih, Agung, Strategi Public Relations, Jakarta, Gramedia, 2006. Yin, Robert, K Studi Kasus Desain dan Metode, Raja Grafindo Prasada,Jakarta, 2005. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 59 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. STRATEGI MEDIA RELATIONS PT EXCELCOMINDO PRATAMA, TBK (XL) MEMBANGUN HUBUNGAN DENGAN WARTAWAN DALAM RANGKA MENSUKSESKAN PROGRAM RP 1 /DETIK. Sawaliana1, A. Rahman1 1Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected] abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi media relations yang digunakan XL dalam rangka mensukseskan program Rp 1 /detik. Kegiatan media relations merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mensukseskan program yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui strategi dibalik kesuksesan program yang telah dikeluarkan XL yaitu program Rp 1 / detik. Kata kunci: strategi media relations, membangun hubungan, wartawan Pendahuluan Kegiatan media relations merupakan salah satu bentuk dari kegiatan eksternal Public Relations. Menurut Jefkins (2003), press relations adalah usaha untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi PR dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka kegiatan media relations sangat penting dilakukan oleh seorang Publik Relations. Banyak perusahaan merasakan betapa pentingnya membangun dan membina hubungan baik dengan media dalam rangka memperoleh citra positif dan merebut dukungan publik. Dengan membina hubungan baik dengan media, maka media massa tersebut dapat dijadikan mitra untuk memaksimalkan pengomunikasian informasi, citra, gagasan yang berasal dari organisasi kepada publikpubliknya.(Iriantara, 2005). Pada dasarnya dalam membangun hubungan baik dengan media seorang Publik Relations akan dihadapkan dengan sikap wartawan yang beraneka macam. Untuk itu diperlukan sebuah strategi ”Jitu” dalam membangun hubungan baik dengan wartawan agar informasi mengenai perusahaan tersebut dapat sampai kepada khalayak luas. Menurut Arum K. Prasodjo, Public Relations PT Excelcomindo Pratama (XL) memandang kegiatan media relations penting sekali untuk terus dilakukan dalam rangka membangun dan mempertahankan image positif perusahaan dimata masyarakat, khususnya, pelanggan XL. Terutama pada saat ini XL telah meluncurkan tarif telepon sebesar Rp 1 / detik. Mengingat dunia telekomunikasi sedang dilanda ”perang” tarif, antar sesama industri telekomunikasi ber60 lomba – lomba untuk memberikan tarif termurah. Tentunya kegiatan membina hubungan baik dengan wartawan menjadi salah satu kunci utama untuk mensukseskan program tersebut. Dalam rangka mensukseskan program tarif Rp 1 / detik, maka PR XL melakukan pendekatan dengan wartawan yang lebih mengedepankan personal Approach. Terdapat beberapa bentuk kegiatan media relations XL dalam rangka mensukseskan program yang sedang ”booming” tersebut, kegiatan yang dilakukan seperti mengadakan press conference, press release (formal) dan mengadakan pertemuan informal dengan wartawan, misalnya: makan siang bersama wartawan dan mengunjungi kantor media secara informal. Tujuan diadakan kegiatan media relations ini adalah untuk mensukseskan dan memaksimalkan informasi mengenai adanya tarif murah untuk telepon yaitu Rp 1 / detik agar sampai pada khalayak luas, khususnya para pengguna jasa XL. Untuk informasi tersebut sampai kepada sasaran yang dituju, maka diperlukan sebuah srategi “jitu” dalam membangun hubungan baik dengan para wartawan. Dari beberapa kegiata media relations yang yelah diuraikan di atas, ,maka penulis ingin meneliti strategi media relations secara informal yang dilakukan PR XL dengan wartawan sebagai salah usaha untuk mensukseskan program tarif Rp 1 / detik. Alasan penulis memilih kegiatan informal ini karena kegiatan tersebut mempunyai sisi unik tersendiri dan bersifat tidak ”biasa”. Dalam membangun dan membina hubungan baik dengan wartawan tidak mudah, karena mereka itu salah satu sosok orang sibuk dan mempunyai sikap yang beraneka ragam. Apalagi hubungan tersebut sebagai salah satu sarana untuk mensukseskan program terbaru yang telah dikeluarlan oleh XL Tetapi ti- Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. dak terlalu sulit juga bagi PR XL apabila mempunyai seni pendekatan yang unik. Oleh karena itu dalam mensukseskan kegiatan media relations yang bertujuan untuk mensukseskan program tarif Rp 1 / detik, maka harus disertai dengan sebuah strategi ”Jitu” dalam membina hubungan baik dengan media. Seperti kita ketahui, PT Excelcomindo Pratama (XL) merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi yang mengedepankan Profit Oriented. Dengan begitu kegiatan media relations ini salah satu tolak ukur keberhasilan dalam memasarkan jasa telekomunikasi kepada khalayak luas, yaitu mengenai program tarif Rp 1 / detik, karena dampak pemberitaan XL di media massa sangat besar pengaruhnya bagi para pelanggaran XL khususnya. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis menetapkan fokus penelitian, sebagai berikut : Pada saat ini industri telekomunikasi di Indonesia sedang berlomba – lomba untuk memberikan tarif termurah (perang tarif). Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti strategi media relations, khususnya kegiatan informal yang dilakukan PR XL sebagai salah satu usaha untuk mensukseskan program tarif Rp 1 / detik. Alasan penulis ingin meneliti hal tersebut, dikarenakan kegiatan informal dalam media relations ini mempunyai sisi unik tersendiri dan bersifat tidak ”biasa”. Atas dasar tersebut, .maka peneliti menetapkan fokus penelitian, yaitu ”bagaimana strategi media relations informal PT Excelcomindo Pratama (XL) membangun hubungan dengan wartawan dalam rangka mensukseskan program tarif Rp 1 / detik?”. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, maka tujuan peneliti adalah : 1. Ingin mengetahui kegiatan media relations informal secara konkrit yang dilakukan XL dalam mensukseskan program tarif Rp 1 / detik. 2. Ingin mengetahui proses kegiatan media relations informal XL dalam mensukseskan program tarif Rp 1 / detik. 3. Ingin mengetahui strategi media relations informal XL yang dilakukan secara informal dalam mensukseskan program tarif Rp 1 / detik. Media relations Media relations adalah salah satu kegiatan PR eksternal. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempublikasikan informasi / pesan mengenai produk, jasa dan layanan dari perusahaan melalui kerjasama dengan media. Untuk memahami lebih jauh mengenai media relations, maka harus mengetahui pengertiannya terlebih dahulu. Dari sekian banyak pengertian media relations, penulis akan memaparkan dua pengertian dari Ruslan dan Jefkins. Menurut Ruslan (2006: 169 ), menyebutkan definisi Pers Relations, adalah: “Suatu kegiatan khusus dari pihak Public Relations untuk melakukan komunikasi penyampaian pesan, atau informasi tertentu mengenai aktivitas yang bersifat kelembagaan, perusahaan/ institusi, produk dan hingga kegiatan bersifat individual lainnya yang perlu dipublikasikan melalui kerjasama dengan pihak pers atau media massa untuk menciptakan publisitas dengan citra positif”. Menurut Jefkins (2003: 113), mengemukakan press relations adalah usaha untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi PR dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Pengertian media relations dari Ruslan lebih menekankan pada informasi/pesan yang dipublikasikan melalui media massa untuk menciptakan publisitas dan citra positif. Sedangkan Jefkins lebih menekankan media relations pada pesan yang dipublikasikan untuk meciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak. Ruslan menganggap media relations sebagai salah satu sarana untuk menciptakan publisitas dan citra positif dari perusahaan sedangkan Jefkins menganggap media relations sebagai salah satu sarana dalam membantu memberi pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak terhadap informasi yang disampaikan oleh perusahaan. Berdasarkan kedua pengertian diatas, peneliti dapat menyimpulkan media relations adalah suatu kegiatan PR untuk menyampaikan informasi mengenai perusahaan melalui media massa dalam rangka menciptakan image positif perusahaan serta produknya dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang informasi/pesan dari perusahaan. Wartawan Wartawan adalah salah satu sosok orang sibuk, setiap hari yang mereka pikirkan adalah hanya mencari berita. Dalam melakukan kegiatan media relations, wartawan merupakan rekan kerja perusahaan yang paling ”ampuh” dalam rangka mempublikasikan barang dan jasa dari suatu perusahaan kepada masyarakat luas. Tentunya tidak sembarang berita biasa yang mereka akan liput, melainkan berita yang mempunyai nilai berita tinggi, dan menarik untuk disebarluaskan ke khalayak luas. Berikut ini adalah pengertian dari wartawan, antara lain : Menurut Ningrat (2005: 56) wartawan adalah orang yang menghimpun berita baik media cetak atau elektronik. Sedangkan Muda (2005: 14) menyatakan wartawan ” sebutan bagi salah satu profesi yang digunakan dalan bisnis media massa, khususnya media cetak”. Selain dua pendapat di atas, Abdullah (2004: 17) menyebutkan wartawan adalah ” mereka yang bertugas mencari, mengumpulkan, Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 61 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. mengolah dan menulis karya jurnalistik dan tercatat sebagai staf redaksi sebuah penerbitan . Dari ketiga pengertian di atas dapat dilihat Ningrat menyebutkan wartawan sebagai orang yang menghimpun berita baik media cetak maupun media elektronik. Sedangkan Deddy Iskandar Muda lebih menekankan wartawan hanya sebagai sebutan bagi salah satu profesi yang digunakan dalam bisnis media cetak. Bedanya dengan Ningrat adalah terletak dari jenis medianya. Selain itu, Abdullah menyebutkan wartawan bertugas mencari, mengumpulkan ,mengolah dan menulis sebuah berita. Dengan begitu, Abdullah mengatakan bahwa seorang wartawan tidak hanya menghimpun sebuah berita saja, melainkan harus dikelompokkan telebih dahulu setelah itu barulah ditulis menjadi sebuah berita. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan wartawan adalah orang yang bertugas untuk mencari, mengumpulkan, dan menganalisa sebuah informasi yang di anggap penting dan menarik untuk dijadikan berita. Tugas wartawan Dalam membangun hubungan baik dengan wartawan, seorang humas harus mengetahiu terlabih dahulu mengenai seluk beluk dari wartawan itu sendiri. Mulai dari apa itu wartawan beserta tugasnya. Dengan begitu, akan mempermudah seorang humas untuk menjalin sebuah hubungan media relations, berikut ini akan diuraikan mengenai tugas wartawan Partao (2006: 48) mengungkapkan, tugas wartawan adalah mencari dan mengumpulkan informasi kemudian menuliskannya menjadi sebuah berita. Informasi yang ditulis menjadi berita tentunya bukan sekedar informasi dan data semata, tapi informasi dan data dapat dijual. Sedangkan menurut Ishwara (2005: 7) menyatakan bahwa wartawan atau pers mempunyai beberapa peran, diantaranya sebagai pelapor (informer) yaitu sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa -peristiwa yang di luar pengetahuan masyarakat dengan netral tan tanpa prasangka. Selain sebagai pelapor, pers juga memiliki peran sebagai intrepeter yang memberikan penafsiran atau arti pada suatu peristiwa. Dari kedua pengertian di atas, maka dapat dilihat Partao lebih menekankan wartawan bertugas menulis berita yang informasinnya dapat ”dijual”. Dengan begitu, informasi yang ditulis tidak hanya sekedar berita ”biasa”, melainkan harus mengandung informasi yang mempunyai kualitas berita. Sedangkan Ishwara memandang bahwa tugas wartawan tidak hanya sebagai palapor, yaitu melaporkan peristiwa –peristiwa penting yang ada di luar pengetahuan masyarakat, tetapi juga bertugas sebagai intrepeter .Dengan begitu, berita yang akan disebarkan ke masyarakat terdapat hasil campur tangan dari wartawan. Berdasarkan kedua pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan tugas wartawan adalah sebagai 62 pencari informasi terhadap peristiwa yang ada di lapangan. Setelah itu, informasi yang dilihat dan ditangkap di lapangan tadi, akan dijadikan sebuah berita tentunya dengan persyaratan harus mempunyai nilai berita dan layak untuk di jual. Tidak hanya mencari informasi yang nantinya akan dijadikan sebuah berita, tetapi wartawan juga bertugas sebagai penerjemah informasi sebelum dijadikan berita. Strategi Dalam menjalin hubungan dengan wartawan diperlukan sebuah strategi agar program yang dirancang oleh perusahaan berhasil. Ada beberapa pengertian mengenai strategi, di bawah ini akan diuraikan mengenai strategi yang berkaitan dengan media relations, berikut penjelasannya : Menurut Ruslan (2003: 123) menyebutkan “Strategi adalah bagian terpadu dari suatu rencana (plan), sedangkan rencana merupakan produk dari suatu perencanaan, yang pada akhirnya perencanaan adalah salah satu fungsi dasar dari proses manajemen” . Sedangkan Venus (2004: 152) mengatakan “Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang akan diterapkan dalam kampanye, atau untuk lebih mudahnya dapat disebut guiding principle atau big idea” Cutlip, Centre dan Broom (2006: 360) “Strategi mengacu pada keseluruhan konsep, pendekatan atau rencana umum untuk program yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan” Dari ketiga pengertian di atas, Ruslan berpendapat strategi adalah sebuah rencana yang telah terkonsepkan untuk dijadikan perencanaan guna mendukung keberhasilan program perusahaan . Sedangkan Venus lebih menitikberatkan strategi itu kepada proses pendekatan untuk mensukseskan sebuah program kampanye. Tetapi Cutlip, Centre & Broom menggabungkan dari kedua pendapat Ruslan dan venus. Dimana strategi yang dimaksud adalah kesatuan antara konsep hingga perencanaan yang terstruktur dengan baik sehingga dapat mendukungm keberhasilan program. Atas dasar pengertian dari ketiga ahli tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa strategi adalah cara “jitu” yang dijadikan alat untuk mensukseskan program dari perusahaan sehingga dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Bentuk Komunikasi Dikaitkan dengan strategi yang dilakukan PR dengan wartawan dalam setiap kegiatan media relations, maka terdapat bentuk komunikasi yang dapat diaplikasikan dalam setiap strategi, antara lain : 1. Komunikasi Interpersonal Menurut Muhammad (2005: 159), komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. diketahui balikannya. Sedangkan menurut Wiryanto (2004: 32), komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih,baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Berdasarkan kedua pendapat di atas, Muhammad memandang komunikasi interpersonal merupakan pertukaran informasi antara dua orang dan hasil interaksi tersebut dapat diketahui dengan segera, Tetapi ia tidak menspesifikasi prosesnya, sehingga menjadi kurang jelas apakah malalui tatap muka atau telepon. Sedangkan lain halnya dengan wiryanto, ia tidak hanya menyebutkan orang yang terlibat dua orang atau lebih tetapi lebih menspesifikasikan prosesnya yaitu melalui tatap muka. Dalam melakukan komunikasi interpersonal seharusnya orang yang terlibat hanya dua orang saja. Prosesnya dilakukan secara tatap muka. Dengan begitu, reaksi dari kedua belah pihak dapat diketahui secara langsung. Menurut Wiryanto (2004: 36) terdapat efektifitas dalam komunikasi interpersonal, antara lain : a. Keterbukaan (openess). Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. b. Empati (emphaty).Merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan (Supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. d. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi kondusif untuk interaksi yang efektif. e. Kesetaraan (equaliti). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna,dan mempunyai sesuatu untuk disumbangkan. Komunikasi Kelompok Muhammad (2005: 182), komunikasi kelompok merupakan suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka. Sedangkan Wiryanto (2004: 44) komunikasi kelompok adalah proses komunikasi antara tiga orang atau lebih yang berlangsung secara tatap muka dalam kelompok tersebut anggota berinteraksi satu sama lain. Pada dasarnya kedua pendapat di atas memandang sama mengenai komunikasi kelompok yaitu, kumpulan suatu individu yang berinteraksi satu sama lain secara tatap muka. Hanya saja, Muhammad mengartikan proses komunikasi kelompok tidak hanya berinteraksi, tetapi antara satu sama lain terikat. Komunikasi kelompok yang ideal adalah orang yang terlibat dalam kumpulan tersebut lebih dari dua orang dan sama-sama mempunyai kepentingan untuk diperbincangan. Proses interaksinya dilakukan secara tatap muka sehingga akan terjalin sebuah hubungan yang akrab adanya keterikatan satu sama lain. Menurut Tubbs dan Moss (2005: 17), menyatakan terdapat efektifitas dalam komunikasi kelompok, antara lain : a. Jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi kelompok (2-3 orang) akan mempengaruhi tingkat keakraban, partisipasi dan kepuasan antar pribadi dalam kelompok tersebut. b. Pesan yang disampaikan dapat diterima dengan cermat dan mudah untuk saling mempengaruhi jika orang yang terlibat dalam komunikasi kelompok tersebut berkisar antara 2-3 orang. c. Keterbukaan akan tercipta jika komunikasi antarpribadi antara satu sama lain terjalin dengan baik. Komunikasi antar organisasi Menurut Vardiansyah (2004: 32), mengemukakan komunikasi antar organisasi dapat terjadi secara formal maupun informal. Semakin formal sifatnya, semakin terstruktur pesan yang disampaikan, sedangkan komunikasi informal terjadi di luar struktur organisasi. Sedangkan Wiryanto (2004: 54) komunikasi antarorganisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Berdasarkan kedua pendapat di atas sama – sama menekankan bahwa komunikasi antar organisasi dapat terjadi secara formal dan informal.Tetapi vardiansyah memandang komunikasi antar organisasi secara informal lebih menekankan unsur keakraban. Efektifitas komunikasi organisasi, Tubbs dan Moss (2005: 17) : “Dalam melakukan interaksi dengan organisasi lain diperlukan proses penyesuaian diri untuk mengetahui keinginan ,sikap serta tingkah laku organisasi lain dalam rangka melakukan interaksi komunikasi organisasi”. Jenis – Jenis strategi Terdapat beberapa jenis strategi yang digunakan dalam mensukseskan sebuah program perusahaan . Di bawah ini akan dijelaskan mengenai jenis – jenis strategi yang berkaitan dengan kegiatan media relations . Dalam membina hubungan baik dengan wartawan, maka diperlukan sebuah srategi untuk mensukseskan kegiatan media relations tersebut. Menurut Partao (2006: 118-120) terdapat dua jenis strategi humas, menurut Ruslan (2003: 115) terdapat empat jenis strategi humas sedangkan menurut Iriantara (2005: 8097 ) terdapat tiga jenis strategi humas. Untuk itu, penulis akan membahasnya satu per satu : 1. Jangan sekali-kali menutup saluran informasi kepada pers. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 63 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. Menurut Partao hukum ini tidak saja mengajarkan tetapi juga mewajibkan kepada siapa pun yang berhubungan dengan pers, untuk membantunya bila mereka membutuhkan satu atau lebih informasi tentang perusahaan kita. Hal ini tidak dapat ditawartawar lagi, tugas pers adalah menyebarluaskan informasi yang berguna dan dibutuhkan masyarakat. Sedangkan Iriantara menyebutnya dengan mengelola relasi. Strategi mengelola relasi artinya menjalin dan mengelola relasi dengan media massa. Hal ini bisa dibangun melalui dua bentuk relasi, yakni relasi tugas dan relasi pribadi. Relasi tugas artinya relasi profesional antara dua pihak yang berbeda bidang tugasnya. Dalam membangun hubungan baik dengan media massa itu penting untuk diketahui apa yang sesungguhnya diperlukan media massa. Cara yang bisa dilakukan ialah dengan berkomunikasi secara lancar, yaitu dengan membuat sarana-sarana komunikasi yang memudahkan berhubungan dengan wartawan. Relasi pribadi artinya hubungan antar manusia yang sifatnya pribadi dan seolah lepas dari hubungan tugas atau hubungan kerja. Sentuhan kemanusiaan ini umumnya dilakukan untuk menjalin relasi yang lebih akrab. Dimensi-dimensi pribadi seperti keluarga wartawan merupakan sarana untuk membangun relasi yang baik misalnya dengan memberi ucapan selamat ulang tahun pada wartawan, ada kalanya mengirimkan bingkisan lebaran pada wartawan atau sekedar menelepon untuk berbicara soal-soal umum melalui percakapan tersebut dapat mempererat persahabatan antara PR dengan awak media massa. Berdasarkan kedua pendapat ahli di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan dalam membina hubungan baik dengan wartawan pihak perusahaan jangan sekali-kali menutup akses komunkasi dengan wartawan. Mengingat kebutuhan wartawan adalah mencari dan memburu berita. Oleh karena itu, pihak perusahaan harus memberikan informasi yang patut di publish ke wartawan secara lengkap dan maksimal. Tidak hanya dalam hal memberi informasi saja, melainkan hubungan komunikasi ini harus tetap berjalan, walaupun tidak ada informasi yang perlu di share ke wartawan. sehingga hubungan antara wartawan dengan perusahaan akan menjadi akrab. Melakukan pendekatan yang sistematis dan bijaksana. Menurut Partao pendekatan ini perlu dilakukan dengan sistematis karena antara dua profesi ini, terdapat dua latar belakang, kultural, visi dan misi yang berbeda. Informasi yang keluar dari humas umumnya bersifat promosi dan berita yang keluar harus positif. Beda dengan pers bahwa sesuatu yang berbeda, sesuatu yang aneh, buruk, itulah berita. Pendekatan itu dilakukan dengan membangun sikap dan kemampuan 64 untuk menempatkan diri sebagai pelayan. Untuk mampu memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan itu, petugas PR atau siapapun yang ditunjuk untuk melayani pers, harus menguasai benar apa yang menjadi tugas pokok perusahaannya Ini dimaksudkan agar dapat melayani pers sesuai kebutuhannya tetapi masih dalam batas-batas yang diizinkan. Pendekatan yang berkelanjutan ini membawa manfaat adanya keterikatan batin dengan wartawan sehingga hubungan menjadi harmonis. Hubungan seperti ini akan menghindarkan hubungan yang sifatnya hubungan jual beli berita. Disaat butuh kehadiran wartawan, mereka diundang, setelah itu mereka dilupakan. Sedangkan Iriantara tidak memasukan hal ini sebagai salah satu jenis strategi humas. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan selain akses komunikasi yang harus tetap dibina, seorang humas pun harus memberikan pelayanan yang maksimal terhadap wartawan, tentunya masih dalam batas –batas yang diizinkan. Pelayanan yang di maksud disini adalah seorang humas harus dapat mengetahui secara jelas apa yang sedang dibutuhkan oleh wartawan. Mengembangkan strategi. Menurut Iriantara strategi ini untuk berkomunikasi dengan publik-publik yang menjadi khalayak sasaran kegiatan komunikasi dan relasi satu organisasi melalui praktik PR khususnya media relations. Dengan demikian, dalam mengembangkan strategi ada beberapa hal yang mesti diperhatikan. Pertama-tama tentukan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sumber daya organisasi. Lalu memperhatikan pula peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi. Setelah itu mulai memperhatikan dimensi teknis atau prinsip yang berkenaan dengan media relations. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah dimensi etis, karena etika bisa melahirkan praktik yang bermartabat, menjalin relasi dan komunikasi demi kemaslahatan bersama (mutual benefit). Sedangkan Partao tidak memasukkan hal ini sebagai salah satu dari jenis srtategi humas. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan seorang humas harus selalu peka terhadap lingkungan sekitar. Artinnya humas harus mengetahui kelebihan dan kekurangan dari perusahaan dan mengetahui peluang di lingkungan eksternal perusahaan. Dengan begitu, dapat mempermudah humas dalam membuat sebuah srategi dalam rangka mensukseskan kegiatan media relations. Mengembangkan jaringan Menurut Iriantara pengembangan jaringan merupakan aspek pokok dalam media relations organisasi. Bagaimana mengembangkan jaringan tersebut, pada dasarnya mempertanyakan posisi kita dalam sistem komunikasi yang ada pada masyarakat. Salah Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. satunya, memasuki organisasi-organisasi profesi atau memiliki kontak dengan organisasi profesi. Dengan demikian, membuka dan memperluas jaringan pada dasarnya merupakan bagian dari upaya kita untuk membangun dengan media massa. Salah satu kuncinya dengan cara menjalin relasi melalui organisasi profesi. Tidak terbatas pada organisasi profesi kehumasan saja namun juga organisasi profesi media massa atau organisasi profesi lain. Sedangkan partao tidak memasukkan hal ini sebagai salah satu jenis strategi humas. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan seorang humas harus dapat terus membangun jaringan yang seluas-luasnya. Dengan memasuki organisasi–organisasi profesi kehumasan atau yang lainnya, maka dapat memperluas jaringan dalam membangun hubungan baik dengan media massa. Selain kedua pendapat di atas, Ruslan (2003: 115) juga mengungkapkan ada beberapa strategi hunas, dimana ”strategi ini dapat berdiri sendiri atau dapat dipadukan yaitu strategi program pendekatan dengan cara merombak (change), jalur penekanan/ kekuasaan (pressure/power), jalur menbujuk (persuassive), dan taktik merangkul (patronage) Metode Penelitian 1. Desain Penelitian Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan penulis, maka tujuan dari penelitian ini adalah Deskriptif. Menurut Narbuko & Achmadi (2005: 44) penelitian deskriptif adalah : “penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi. Ia juga bisa bersifat komparatif dan korelatif. Penelitian deskriptif banyak membantu terutama dalam penelitian yang bersifat longitudinal, genetic dan klinis”. Dalam penelitian deskriptif, peneliti hanya memaparkan data yang ada di lapangan tentunya disesuaikan dengan teori yang ada. Dikaitkan dengan fokus peneltian, peneliti ingin mendeskriptifkan proses media relations XL dengan menggunakan metode studi kasus. Menurut Yin (2005: 1) , menyatakan studi kasus adalah : “Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how dan why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwaperistiwa yang akaan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fonomena kontemporer (masa kini ) di dalam konteks kehidupan nyata”. Sedangkan studi kasus menurut Mulyana (2004: 201)”studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program atau situasi sosial”. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa metode penelitian studi kasus digunakan untuk membahas masalah yang tidak diketahui unsur “bagaimana” atau “mengapa” nya dan perlu penjelasan secara lengkap dan komprehensif. Maka penulis menggunakan metode penelitian studi kasus karena sesuai dengan fokus penelitian yang akan diteliti. Yin (2005: 25) menyebutkan terdapat empat tipe utama desain yang relevan (berdasarkan aspek kualitasnya), dengan mengikuti matriks 2 X 2. Pasangan yang kedua, yang bisa terjadi dalam kombinasi dengan pasangan pertama, adalah didasarkan pada unit atau unit –unit analisis yang harus dicakup dan membedakan antara desain holistik dan desain terpancang. Tabel 1 Tipe-Tipe Dasar Desain Studi Kasus Keterangan gambar : Tipe 1 : Desain dengan kasus tunggal dan unit analisis tunggal Tipe 2 : Desain dengan kasus tunggal dan unit multi-analisis Tipe 3 : Desain dengan multi-kasus dan unit analisis tunggal Tipe 4 : desain dengan multi-kasus dan unit multi analisis Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan yaitu “Bagaimana strategi media relations informal PT Excelcomindo Pratama (XL) membangun hubungan dengan wartawan dalam mensukseskan program Rp 1 / detik”. Untuk dapat mengetahui desain penelitiannya, maka sebelumnya harus diuraikan kasus dan unit analisisnya terlebih dahulu. Kasus yang akan diteliti adalah strategi media relations informal, kegiatan media relations disini lebih menekankan pada kegiatan informalnya. Dengan begitu kasus yang akan diteliti bersifat multi kasus karena kegiatan media relations informal banyak macamnya dan memelukan strategi yang berbeda pula. Sedangkan unit analisisnya berasal dari dua pihak yang terlibat dalam kegiatan media relations yaitu wartawan dan humas XL. Sehingga unit analisisya menggunakan multi analisis. Berdasarkan uraian di atas , maka desain penelitian yang relevan sesuai dengan fokus penelitian yang akan diteliti yaitu dengan menggunakan tipe 4 (desain multi-kasus dengan unit multianalisis ). Bahan Penelitian dan Unit Analisis Berdasarkan fokus penelitian yang akan diteliti, maka yang menjadi bahan penelitian berupa Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 65 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. manusia yang di dapat dari kedua belah pihak yang terlibat dalam kegiatan media relations XL , yaitu PR XL dan wartawan. Selain itu, bahan penelitian juga didapat dari data pendukung berupa dokumen , foto dan arsip pendukung lainnya. Sedangkan unit analisis yang digunakan ialah non-individu karena informasi yang diperoleh peneliti terkait dengan kepentingan perusahaan, walaupun kegiatan media relations secara informal identik dilakukan secara personal dan lebih mengedepankan keakraban.. Informan dan Key Informan a. Informan Menurut Moleong (2004: 90) informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian, ia berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Orang yang terlibat dalam kegiatan media relations PT Excelcomindo Pratama (XL) relavan untuk dijadikan informan dalam penelitian ini di antaranya adalah Public Relations (PR) XL beserta asistennya. Selain pihak pertama yaitu PR XL, pihak kedua pun yaitu wartawan menjadi informan dalam penelitian ini. Mereka adalah kunci utama dalam memberikan info atau informasi mengenai kegiatan media relations, karena mereka terlibat langsung dalam kegiatan media relations XL. Untuk melakukan penelitian ini, maka penulis akan menggunakan sampling purposif. Menurut Kriyantono (2006: 154) Sampling Purposif : Teknik ini mencakup orang – orang yang diseleksi atas dasar kriteria – kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan orang – orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel. Persoalan utama dalam teknik purposif adalah menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan penelitian. Biasanya teknik purposif dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data, daripada untuk tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan. b. Key Informan Menurut Moleong (2004: 3) key informan adalah mereka tidak hanya bisa memberi keterangan tentang sesuatu kepada peneliti, tetapi juga bisa memberi saran tentang sumber bukti yang mendukung serta menciptakan sesuatu terhadap sumber yang bersangkutan. Untuk menjadi key informan tidak hanya sekedar terlibat, tetapi juga harus menguasai kegiatan media relations XL. Dengan demikian key informan baru dapat ditentukan setelah melakukan penelitian 66 terhadap informan. Dari informan yang memenuhi syarat tersebut lalu dipilih menjadi key informan. Instrumen a. Data Primer Menurut Moleong (2006: 157) data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai yang didapat melalui catatan tertulis atau melelui rekaman video atau audio tapes, pengambilan foto atau film. Data primer merupakan data yang diperoleh dari tangan pertama. Data ini berasal dari informan dan key informan. Dalam penelitian ini yang menjadi data primer adalah berupa informasi yang dapat menjawab ketiga tujuan penelitian : Informasi mengenai jenis kegiatan media relations informal secara konkrit dalam mensukseskan program Rp 1 / detik. Untuk dapat menggali kedalaman informasi tersebut, maka instrumen yang relevan yaitu dengan menggunakan wawancara dan observasi. Menurut Narbuko dan Achmadi (2005: 83) wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan- keterangan. Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gajala yang diselidiki (Narbuko dan Achmadi, 2005: 70). Informasi mengenai proses jalannya dari masing-masing kegiatan media relations informal. Untuk dapat melihat dan menggali jalannya proses dari masing-masing kegiatan, maka instrumen yang relevan yaitu dengan menggunakan observasi atau pengamatan secara langsung. Informasi mengenai strategi media relations yang dilakukan XL dalam mensukseskan program Rp1 / detik. Untuk dapat menggali informasi tersebut mengingat strategi merupakan ”rahasia perusahaan”, maka instrumen yang relevan adalah tidak hanya cukup dengan menggunakan wawancara mendalam saja melainkan harus dilengkapi dengan pengamatan langsung di lapangan (observasi) agar data yang diperolah dapat menjawab tujuan penelitian. Menurut Kriyantono (2006) : wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dalam frekuensi tinggi dan berulang – ulang secara intensif . Pewawancara tidak mempunyai kontrol atas respon informan b. Data Sekunder Menurut Moleong (2006) data sekunder adalah bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari tangan kedua. Untuk mengumpulkan data yang Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. selengkap-lengkapnya mengenai strategi media relations informal XL, maka instrumen yang relevan dengan menggunakan pengamatan langsung (observasi). Reliabilitas dan Validitas Data Berdasarkan fokus penelitian, maka kriteria yang relevan digunakan untuk menentukan validitas data yaitu kriteria keteralihan (transferability). Menurut Moleong (2006: 324), Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Sedangkan untuk menguji reliabilitas, teknik pemeriksaan yang relevan adalah dengan menggunakan uraian rinci. Menurut Moleong (2006: 337) uraian rinci berarti peneliti bertanggung-jawab terhadap penyediaan dasar secukupnya yang memungkinkan seseorang merenungkan suatu aplikasi pada penerima sehingga memungkinkan adanya pembandingan. Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraian itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Dalam proses melakukan pembandingann antara teori dan kenyataan di lapangan, peneliti harus mengkroscek secara teliti data yang diperoleh di lapangan. Tentunya tidak hanya mengandalkan informasi dari data primer saja, melainkan data sekunder pun harus diikutsertakan dalam proses pengolahan data. Setelah mendapatkan informasi dilapangan yang sesuai tujuan penelitian, maka informasi tersebut akan dibandingkan dengan teori yang ada. Sehingga data yang diperoleh menjadi akurat. Analisis Data Dalam studi kasus, data harus dibuat kondusif terhadap analisis statistik dengan mengkodefikasi peristiwa-peristiwa kedalam bentuk numerikal. Tahaptahapanya adalah : Memasukan informasi kedalam daftar yang berbeda. Membuat matriks kategori dan menempatkan buktinya kedalam kategori tersebut. Menciptakan analisis data-flowchart dan perangkat lainnya guna memeriksa data yang bersangkutan. Mentabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda. Memeriksa kekompleksan tabulasi dan hubungannya dengan menkalkulasi angka urutan kedua seperti rat-rata hitung dan varians. Memasukan informasi kedalam urutan kronologis atau menggunakan skema waktu lainnya. (Yin,2005: 135). Hasil Penelitian & Pembahasan Sekilas Tentang XL PT Excelcomindo Pratama, Tbk adalah salah satu perusahaan telekomunikasi ketiga terbesar di Indonesia dan merupakan anak perusahaan Telekom Malaysia (TM) yang merupakan pemegang saham mayoritas dan pengendali perusahaan dengan kepemilikan saham sebesar 59,63 %. XL beroperasi secara komersial sejak 8 Oktober 1996, dan bisnis XL saat ini adalah Consumer Solution sebagai penyedia jaringan seluler dual band melalui kartuprabayar Jimat, Jempol dan Bebas serta pascabayar Xplor dan Business Solution sebagai penyedia layanan solusi korporat berbasis sirkit sewa (Leased Line). Broad band dan IP (Internet Protocol). Sebagai salah satu perusahaan ketiga terbesar di Indonesia yang bergerak dibidang telekomunikasi, maka XL memperkuat jatidiri perusahaan dengan menciptakan Visi dan Misi yang mengarah pada consumer solutions. Visi dari XL adalah menjadi penyedia solusi informasi dan komunikasi terpilih di Indonesia baik bagi pelanggan individu maupun kalangan bisnis. Sedangkan Misinya adalah memberikan yang terbaik bagi pelanggan baik dalam hal produk, layanan teknologi dan nilai komersil secara efisien. Dalam menjalankan bisnisnya sebagai penyedia jasa telekomunikasi, XL selalu mengarah pada nilai-nilai perusahaan dengan berkomitmen untuk memberikan layanan yang terbaik kepada para pelanggan, dengan menawarkan produk-produk bermutu, infrastruktur yang handal, teknologi yang berdaya guna serta saling berbagi pengetahuan. Selain itu, dalam proses pengambilan keputusan XL senantiasa menjaga integritas perusahaannya sebagai penyedia consumer solutions. Hal yang selalu ditingkatkan dan dipertahankan adalah sikap menghargai diri sendiri, karena hanya dengan penghargaan diri sendiri maka XL akan dapat sungguh-sungguh menghargai para pelanggan, mitra, pemasok serta pesaing. Tidak hanya itu, XL juga selalu meningkatkan kepedulian akan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), produk, layanan dan infrastruktur yang merupakan jaminan bahwa XL akan selalu berada satu langkah lebih maju dari para pesaingnya. XL berupaya sepenuhnya untuk bisa memenuhi kebutuhan para pelanggan melalui layanan yang berkualitas tinggi. Dengan memberikan berbagai macam layanan yang bernilai tinggi dan unik kepada pelanggan. Produk-produk yang ada, baik untuk perorangan maupun untuk perusahaan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan kesederhanaan dan kemudahan dalam berkomunikasi dengan harga terjangkau diciptakanlah jempol, dimana hal ini membuat jempol sangat diminati oleh masyarakat. Begitupun dengan bebas, yang diperuntukkan bagi orang-orang yang menginginkan kesenangan dan nilai lebih dalam berkomunikasi. XL juga mendukung penyediaan produk pasca bayar bagi pelanggan yang sukses baik dalam berkarir maupun berkeluarga. Selain itu XL merasakan perlunya membangun kerjasama dengan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 67 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. perusahaan diberbagai industri maka diciptakanlah Business Solutions. XL patut merasa bangga sebagai suatu perusahaan yang inovatif dan selalu mampu menghadirkan berbagai macam produk maupun layanan melalui teknologi yang tepat guna memuaskan pelanggan dalam berkomunikasi. XL life unlimited adalah suatu tema promosi yang mencerminkan kebebasan dan kemudahan berkomunikasi bersama XL dimanapun dan kapanpun tanpa adanya batas ruang dan waktu. Disamping hubungan yang baik dengan pelanggan, XL juga memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar. XL percaya akan perlunya pembangunan masyarakat secara berkesinambungan guna menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif. Sebagai bentuk tanggung jawab dari kalangan industri, XL sangat berkomitmen untuk menciptakan nilai tambah pada pemegang sahamnya dan juga berkomitmen untuk berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat Indonesia. Hal diatas diwujudkan melalui programprogram sosial perusahaan (CSR program) yang difokuskan pada pendidikan dan kegiatan sosial lainnya dalam payung XL care. XL mulai mengawali bisnisnya pada tahun 1996 dengan memperoleh izin opersional GSM 900 dan mulai beroperasi secara komersial dengan fokus cakupan area di Jakarta, Bandung dan Surabaya setelah itu satu tahun kemudian XL berhasil membangun jaringan microcell dikawasan Segitiga Emas Jakarta. Tepatnya pada tahun 1998 XL mulai meluncurkan produk dengan brand proXL sebagai layanan prabayar celluler, dua tahun berikutnya XL mulai berpikir untuk mengembangkan jaringan ke Sumatera dan Batam. Pada tahun 2001 XL berhasil meluncurkan fasilitas pertama yaitu meluncurkan M-Banking dan M-Fun. Seiring dengan kematangan perusahaan, maka XL berhasil meluaskan cakupan jaringan ke Kalimantan dan Sulawesi serta memasuki bisnis sirkit sewa dan internet. Memasuki tahun 2004 XL mulai melangkah pasti kedepan dengan meluncurkan produk baru yaitu Jempol, Bebas dan Xplor, selain itu XL mengganti logo perusahaannya. Sedangkan pada tahun 2005 XL resmi menjadi anak perusahaan TM Group dan menjadi salah satu perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Jakarta. Setelah masuknya TM Group XL mulai menunjukkan peningkatan kualitasnya. Ditahun 2006 merupakan titik aman kedua bagi XL untuk meraih puncak keberhasilan dengan meluncurkan 3G yang pertama terluas dan tercepat di Indonesia serta berhasil menerbitkan obligasi Dolar Amerika Serikat sebesar USD 250 juta. Selain itu XL juga mulai menunjukkan eksistensinya didunia telekomunikasi dengan memperoleh delapan penghargaan sepanjang tahun 2006. 68 Berdasarkan bagan di atas, maka dapat dilihat Corporate Communications membawahi divisi PR yang terbagi menjadi dua bentuk yaitu, PR eksternal dan internal.Bagian yang khusus menangani masalah media relations dan juga merupakan tempat penulis ditempatkan saat Kuliah Kerja Praktek berada dalam salah satu bentuk kegiatan dari eksternal PR di XL. Bentuk kegiatan eksternal PR yang lainnya seperti Investor Relations, Goverment Relations dan Customer Relations berada di bawah divisi yang berbeda. Selain itu, PR membawahi Marketing Public Relations (MPR) yang tugasnya mensupport kegiatan marketing melalui cara yang berbeda dan Corporate Public Relations yang lebih memfokuskan pada kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam rangka meningkatkan image perusahaan. Job descriptions Public Relations (PR) Bentuk kegiatan PR eksternal yang dilakukan oleh PT. Excelcomindo Pratama. Tbk adalah : Media Relations Merupakan salah satu kegiatan menjalin dan membina hubungan baik dengan media. Hubungan media massa dengan PR lebih mengarah kepada mutual simbiolism, yaitu hubungan yang saling membutuhkan. Media massa memerlukan PR sebagai pihak yang dijadikan nara sumber pemberitaan sementara PR memerlukan media masa untuk menyampaikan informasi perusahaan ke publik melalui media. Namun demikian, hubungan ini dijalin dengan pendekatan personal karena akan lebih efektif karena mampu menciptakan ikatan yang lebih erat. Inilah beberapa kegiatan Media Relations XL. Untuk kegiatan Press Conference dan press release akan diuraiakan secara rinci karena merupakan fokus dari penulis, kegiatannya antara lain : Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. Media Gathering Ajang apresiasi XL kepada media masa atas kerja sama dan dukungan media terhadap perusahaan. Kegiatan seperti ini, sudah menjadi agenda rutin XL. Acara ini digelar dua kali dalam setahun, ini berlaku untuk media Nasional dan Regional/daerah. Melalui acara seperti ini, pihak XL dapat membangun suatu kedekaatan dengan para Media (wartawan). Dalam kegiatan ini media dimanjakan dengan berbagai kegiatan –kegiatan yang menarik seperti acara Outbond dan berbagi pengetahuan tentang industri Telekomunikasi (Media Nasional). Sedangkan untuk Media Regional XL mengajak mereka untuk menyaksikan pameran ICS di JHCC dan jalan –jalan sambil memperkenalkan secara jelas tentang XL dan berbagi pengetahuan tentang Indutri Telekomunikasi (memberikan pembelajaran) disertai dengan kegiatan Outbond untuk memeriahkan cara dan menjalin keakraban. Dengan begitu, keakraban akan terjalin dan apabila kedekatan ini sudah terjalin maka akan memudahkan Pihak XL dalam mempublikasikan dan mensosialisasikan informasi kepada pelanggan melalui Wartawan. Mengadakan pertemuan informal dengan para media. Bertujuan untuk membangun kedekatan secara personal dengan para wartawan yang tidak terikat oleh suatu kekakuan.Pertemuan seperti ini sifatnya santai, sehingga dapat mempermudah pendekatan kearah yang lebih akrab sehingga akan tumbuh suatu bentuk kerja sama yang baik.Disini seorang PR deperlukan Teknik Lobby yang bagus, karena pendekatan informal ini lebih efektif dibandingkan pendekatan secara Formal. Entertainment atau aktivitas apresiasi. Pihak XL mempunyai strategi untuk tetap menjaga hubungan dengan wartawan. Salah satunya adalah pihak XL mempunyai tingkat kepedulian yang tinggi terhadap media. Apabila ada media atau wartawan yang berulang tahun, XL selalu mengirimkan kue ulang tahun, dan pengisian pulsa atau pembayaran pulsa untuk kartu pascabayar. Tidak hanya itu, tetapi XL juga selalu memberikan hadiah pada saat orang media menikah dan menyambut kelahiran, atau memberikan sumbangan dana bagi wartawan yang mengalami kedukaan atau sakit. Mengadakan acara XL Award (Program rangkaian ulang tahun XL) yang merupakan kegiatan rutin XL. Acara ini merupakan salah satu bentuk untuk membina hubungan baik dengan para wartawan dengan menggelar Lomba menulis antar wartawan Nasional. Mengadakan Kompetisi Futsal dan Billiard antar wartawan (Program rangkaian ulang tahun XL). Dalam rangka mempertahankan hubungan yang telah terjalin.Hal ini merupakan Program reward untuk wartawan atas kerjasama selama ini dengan XL. Mensponsori Acara atau Kegiatan Media. XL mensponsori kegiatan–kegiatan yang diadakan oleh pihak Media seperti acara kekaryawanan, seminar dan lain-lain. Kunjungan Media (Media Visit). Kunjungan menejemen XL ke beberapa media besar yang menjadi target perusahaan. Pada kunjungan ini dilakukan perkenalan menejemen XL dan diskusi tentang Industri Telekominikasi. Program ini dilaksanakan dalam satu tahun lima kali kunjungan. Press Conference Ajang pertemuan dengan parawartawan sehubungan dengan adanya suatu informasi penting baik mengenai produk, layanan dan kebijakan yang akan disampaikan XL kepada stakeholdernya . Media Relations Kegiatan media relations akan terlaksana apabila ada pertemuan antara perwakilan dari perusahaan yaitu PR dengan wartawan. Untuk melihat kegiatan media relations yang dilakukan XL, maka peneliti melakukan wawancara mendalam beserta observasi terhadap kegiatan tersebut, tentunya dengan mengkroscek dari kedua belah pihak, yaitu XL dan wartawan. Menurut PR XL media relations adalah suatu hubungan yang harus dijalin secara kontinyu antara XL dengan wartawan. Dalam kegiatan ini adanya hubungan mutual simbiolism yaitu adanya kemitraan dan bisa saling mengisi satu sama lain. Media massa memerlukan PR sebagai pihak yang dijadikan narasumber pemberitaan sementara PR memerlukan media massa untuk menyampaikan informasi perusahaan ke publik melalui media.Tujuan dari diadakan kegiatan media relations ini adalah untuk menjaga citra positif perusahaan, karena XL bergerak dibidang profit oriented. Hal ini juga disamapaikan oleh Ruslan (2006: 169) yang menyatakan kegiatan media relations dilakukan untuk menciptakan publisitas dan citra positif perusahaan. Dengan begitu kegiatan media relations digunakan untuk dapat menjaga dan meningkatkan citra positif perusahaan. Alasan XL menyebutkan tujuan media relaions hanya sebatas menjaga citra positif perusahaan saja, karena XL berprinsip ketika citra perusahaan dimata publik telah positif maka secara tidak langsung akan berpengaruh pada kenaikan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 69 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. tingkat penjualan (profit oriented) Oleh sebab itu, untuk terus dapat meningkatkan profit perusahaan, maka XL harus tetap mengeluarkan layanan yang bagus,inovasi terbaru dan memberikan kemudahan untuk pelanggan mengingat XL juga merupakan perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi. Untuk dapat memberikan informasi mengenai perusahaan khususnya untuk kepentingan pelanggan, XL meminta bantuan media untuk dapat menyebarluaskan informasi perusahaan tersebut karena media mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi publik. Hal ini ditandai dengan adanya tim media relations khusus yang bertugas untuk membina hubungan dengan wartawan, bukti kekompakan tim ini dapat dilihat dari cara mereka mencoba membuat acara pertemuan dengan wartawan seperti mengajak wartawan untuk makan siang bersama dan mendatangi kantor media untuk sekedar “ngobrol-ngobrol”. Selain itu PR XL selalu berinisiatif menelepon wartawan untuk sekedar menanyakan kabar dan ngobrol yang sifatnya ringan. Semua aktivitas ini terlihat dari keaktifan PR XL dalam menjaga hubungan baik dengan wartawan. Atas dasar tersebut, peneliti dapat melihat kegiatan media relations harus dilakukan secara kontinyu tentunya disertai dengan strategi pendekatan yang perlu digali secara terus menerus, agar wartawan tidak merasa bosan dengan apa yang diberikan XL sebelumnya.Secara tidak langsung pengaruh kegiatan media relations sangat besar terhadap perusahaan dan sebagai tujuan akhir dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Sebelum melakukan kegiatan media relations, XL selalu melakukan pemetaan media terlebih dahulu yang bertujuan untuk menentukan efektifitas terhadap pesan yang akan disampaikan kepada publik . Selain itu juga untuk memenuhi arah pemberitaan yang akan dituju oleh XL sendiri. Dalam pemetaan media ini, XL akan melihat media apa saja yang akan dibidik, siapa saja orang-orang media yang berkaitan dengan XL mulai dari wartawan, redaktur, pemred dan redpel. Pemetaan ini dilakukan sebagai upaya untuk mempelajari karakteristik media mulai dari karagaman sikap dan kesukaan wartawan sampai dengan kultur yang dianut oleh media. Sedangkan kegiatan media relations XL dikroscek dengan menggunakan lima media yaitu Bisnis Indoneia, Koran Tempo, Investor Daily, Media Indonesia dan Detik. Com. Dimana dari kelima orang media tersebut dalam mengartikan kegiatan media relations cenderung sama yaitu, sebagai kegiatan yang menjembatani hubungan antara perusahaan dengan wartawan. Tetapi lain hal nya dengan Tempo yang menyatakan media relations sebagai suatu ajang untuk membangun hubungan baik dengan media yang di dalamnya harus mengandung konten yang positif atau mempunyai nilai jual tinggi. Dengan begitu kegiatan media relations akan dibagi menjadi dua 70 pendapat yang berasal dari lima wartawan yang menjadi target XL. Dimana kedua pendapat yang berbeda tersebut akan dirai satu per satu. Asumsi pertama yang menyatakan kegiatan media relations merupakan jembatan antara perusahaan dengan wartawan. Dalam kegiatan media relations ini seorang PR yang bertugas sebagai perwakilan perusahaan, mampu menjembatani perusahaan dan wartawan dalam arti yang sesungguhnya, seperti dapat memberikan informasi terbaru mengenai perusahaan dengan tanggap, mampu mengakomodir kebutuhan wartawan, dapat membukakan akses bertemu direksi pimpinan perusahaan dan dapat memberikan informasi sehubungan dengan informasi yang akan dikroscek oleh wartawan. Dimata wartawan, XL telah berhasil untuk memberikan informasi terbaru seputar perusahaan. Hal ini dapat terlihat dari rutinitas yang dilakukan XL dalam mengirimkan Press release lewat email, memberikan cuplikan informasi lewat telepon, mengadakan pertemuan secara informal biasanya mengajak wartawan untuk makan siang bersama dan menyelinginya dengan obrolan seputar informasi terbaru perusahaan dan berdiskusi atau menanyakan pendapat seputar informasi yang akan dikeluarkan oleh XL. Selain itu, PR XL dapat memberikan solusi untuk mempertemukan wartawan dengan direksi pimpinan dengan kata lain dapat membukakan akses yang cepat bagi wartawan. Hal ini dapat terlihat dari kesigapan yang diberikan PR XL sewaktu ada wartawan yang mengeluh kepadanya akan susahnya bertemu dengan direksi pimpinan padahal sebelumnya wartawan telah membuat janji terlebih dahulu. Tetapi berkat bantuan PR XL mampu mempercepat pertemuan dengan direksi perusahaan sehingga wawancara berlangsung, karena yang dibutuhkan wartawan hanyalah informasi dari direksi pimpinan langsung. Untuk kepentingan perusahaan, XL telah berhasil menjalankan kegiatan media relations ini dengan cukup bagus, yaitu XL bersedia dan selalu memberikan informasi terbaru seputar perusahaan, hanya saja XL belum dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan dan kepentingan wartawan. Hal ini terlihat dari kurang sigapnya PR XL dalam memberikan informasi (klarifikasi) seputar informasi kurang bagus (negatif) yang akan dikroscek oleh wartawan. Pihak XL selalu menjanjikan akan diberikan informasi susulan untuk menjelaskan seputar apa yang ditanyakan oleh wartawan, janji tersebut memang ditepati, tetapi konten jawaban yang diberikan tidak menjawab persoalan yang ditanyakan.Untuk lebih jelasnya, lihat cuplikan jawaban dari wartawan Investor Daily di bawah ini: Idealnya, seorang PR harus bisa menyampaikan apa yang menjadi kepentingan perusahaan dan bisa membantu memberikan informasi yang sebenar- Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. benarnya yang diinginkan oleh wartawan. Tetapi sayangnya hal ini tidak dilakukan sepenuhnya oleh PR XL, untuk akses informasi dari perusahaan sudah memenuhi, tetapi belum bisa memberikan apa yang diinginkan oleh wartawan. Dengan kata lain baru sepihak saja. Kegiatan media relations tidak bisa menjembatani kebutuhan wartawan suntuk mengkroscek informasi, seharusnya melalui kegiatan media relations ini seorang PR dapat mengakomodir untuk dapat mempertemukan direksi dengan wartawan, karena yang wartawan butuhkan hanya informasi dari direksi bukan ajang pemanjaan bagi wartawan yang tidak bernilai apa-apa. Kegiatan media relations ini penting untuk terus dilakukan karena merupakan mulut perusahaan yang mempunyai peranan sangat penting dengan kata lain sangat vital peranannya, melalui kegiatan ini dapat membangun sebuah hubungan yang baik tentunya dengan berbagai macam trik yaitu dengan personal aproach dan professional aproach. Dimana untuk menciptakan kegiatan media ralations yang baik, seorang PR harus dapat menggabungkan (combine) kedua trik tersebut. Tetapi pada kenyataanya dengan menggabungkan dua trik tersebut tidak cukup, melainkan kegiatan ini harus bersifat kontinyu yang disertai dengan pembekalan materi kapada wartawan agar mereka dapat memahami dengan jelas informasi yang akan dikeluarkan oleh XL. Jangan sampai hubungan media relations dilakukan pada saat ada kepentingan perusahaan semata. Untuk memperkuat informasi ini, dapat dilihat dari adanya program workshop yang digelar oleh XL, baru-baru ini meluncurkan program tarif termurah yaitu program Rp 1/ detik, dimana dalam acara ini XL mengadakan pemanfaatan langsung kepada para wartawan untuk mencoba kartu XL dengan tarif Rp 1/detik, wartawan yang menjadi target undangan diberikan kartu gratis untuk dicoba langsung. Selain itu acara ini digelar dilokasi luar area Jakarta yang dimaksudkan untuk mempertegas bahwa program ini yang dapat digunakan dan bawa ke luar jakarta. Sehingga wartawan dapat mempercayai dan tidak menganggap XL berbohong, melalui acara ini wartawan diberi edukasi yang lengkap mengenai program terbarunya karena nantinya informasi ini akan sampai pada masyarakat luas. Selain itu, XL selalu memberikan pembekalan materi kepada wartawan seputar informasi mengenai perusahaan seperti diberikan pembekalan tentang layanan Bussenis Solutions yang cukup rumit untuk dimengerti, tidak hanya itu PR XL pun selalu memberikan pembekalan materi langsung dari orang yang paham akan bidangnya. Pada dasarnya kegiatan media relations sudah cukup memenuhi standart ideal karena pendekatan yang dilakukan XL cukup agresif dan dapat memahami karakteristik media. Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan dalam melakukan kegiatan media relations seorang PR harus dapat menjembatani antara perusahaan dengan wartawan. Tidak hanya sekedar menjembatani hubungan untuk kepentingan perusahaan saja, melainkan harus dapat menjembatani apa yang menjadi kepentingan dan kebutuhan wartawan. Selain itu dalam kegiatan media relations ini seorang PR mampu mengakomodir kebutuhan wartawan untuk mendapatkan informasi dari orang yang benar-benar kredibel dan mengerti dibidangnya, karena yang wartawan perlukan hanyalah informasi dari direksi pimpinan perusahaan. Sedangkan Tempo menyatakan kegiatan media relations sebagai suatu ajang untuk membangun hubungan baik dengan media yang di dalamnya harus mengandung konten yang positif yang mempunyai nilai jual tinggi. Pernyataan ini berbeda dengan keempat wartawan lain yang menjadi target XL. Asumsi kedua ini menyatakan kegiatan media relations merupakan ajang membangan hubungan baik dengan media, tetapi tidak hanya membangun hubungan baik semata karena apabila berbicara mengenai hubungan baik sangat bias sekali apabila tidak didukung dengan faktor lain, melainkan harus didukung dengan konten yang positif sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi. Pernyataan ini didukung oleh adanya sikap redaktur tempo yang tetap menjungjung tinggi konten pemberitaan yang mempunyai nilai jual tinggi walaupun hubungan antara XL dengan Tempo telah terjalin dengan baik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tidak hanya karena hubungan baik telah tercipta, tempo enggan memberitakan berita yang sekiranya menjelekkan XL, tetapi tempo lebih menekankan kepada ketika berita tersebut benar adanya dan penting bagi masyarakat, berita tersebut akan tetap ditulis. Sebelum berita ini diturunkan pihak tempo sendiri tetap memberi kesempatan kepada XL untuk menjelaskan seputar kebenaran informasi mengenai penandatanganan XL. Pemberitaan mengenai penandatanganan XL tetap Tempo tulis untuk disebarluaskan ke publik, bukan untuk menyudutkan XL tetapi lebih dilihat dari konten informasi yang sangat perlu diketahui oleh publik. Sehingga dari uraian tersebut dapat terjawab pertemanan tidak akan mempengaruhi pemberitaan. Tetapi pada dasarnya kegiatan media relations ini penting sekali untuk terus di lakukan karena terdapat faktor yang melatarbelakangi, salah satunya adalah dapat membangun brand image positif XL, menekan cost biaya dalam proses publikasi, meningkatkan penjualan dan mendorong penjualan. Kegiatan media relations yang ideal adalah seorang PR Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 71 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. harus paham tentang kebutuhan wartawan dan apa yang sebenarnya yang diinginkan oleh wartawan. Pada dasarnya kegiatan media relations XL telah memenuhi standart ideal, karena pendekatan yang dilakukan oleh PR nya cukup expansif dan mampu menyatukan kegiatan formal dan informal. Selain itu juga akses untuk mendapatkan informasi mudah dan XL cukup memahami apa yang menjadi kebutuhan wartawan. Dalam melakukan kegiatan media relations tidak hanya sekedar membangun hubungan baik saja, melainkan harus mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tanggungjawab seorang PR dan wartawan secara mutlak Semuanya itu harus diletakkan pada porsinya masing-masing, jangan sampai hubungan pertemanan dapat dijadikan sebuah alat agar informasi perusahaan menjadi positif dimata publik. Tetapi harus ada pemilahan dengan jelas bahwa berita yang layak untuk kepentingan publik harus tetap disebarluaskan, jangan sampai adanya hambatan personal karena telah terjalinnya pertemanan antara kedua pihak yaitu wartawan dan PR. Dengan kata lain harus tetap bisa memegang prinsip berteman tetapi tetap professional. Bentuk Kegiatan Media Relations Media Relations Formal Pada umumnya kegiatan media relations formal dan informal saling terkait satu sama lain. Melalui dua bentuk kegiatan ini kegiatan media relations akan semakin sempurna. Media relations formal merupakan tahap lanjut dari media relations informal. Mengingat fokus penelitian peneliti hanya ingin mengetahui kegiatan media relations secara informal saja, jadi yang akan di bahas lebih rinci adalah bentuk kegiatan media relations secara informal. Media Relations Informal Kegiatan media relations informal dilakukan antara dua pihak yang samasama mempunyai kepentingan yaitu antara PR XL dengan Wartawan. Apabila dikaitkan dengan teori, tidak ada teori yang membahas kegiatan informal secara rinci, melainkan kegiatan informal ini muncul atas dasar kebijakan perusahaan yang mana antar sesama perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi kebijakan yang ada cenderung sama. Hal ini ditandai dengan adanya kesamaam kegiatan media relations informal antara XL dengan INDOSAT seperti mengajak wartawan makan bersama, memberikan wartawan hadiah pada saat mereka berulang tahun, mengalami kedukaan dan menyambut kebahagiaan. Dengan begitu kegiatan informal ini secara teori tidak ada, tetapi merupakan kebiasaan yang selalu dilakukan untuk menunjang kegiatan media relations secara formal. 72 Menurut PR XL media relations informal adalah sebuah kegiatan yang merujuk kepada friend tetapi tetap professional. Hubungan ini terjalin secara akrab layaknya pertemanan tetapi tidak lepas dari tanggungjawab masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari adanya pengembangan konten informasi yang dilakukan oleh XL sebelum memberikannya kepada wartawan. Proses pengembangan ini terlihat dari adanya tingkat kejelian dan ketelitian yang dilakukan PR XL dalam mengemas sebuah informasi perusahaan. Pengemasan berita ini biasanya disesuaikan terlebih dahulu dengan masingmasing karakteristik media, mulai dari isi informasi seperti apa yang dibutuhkan oleh masing-masing media sampai dengan kebijakan yang bermain pada media tersebut. Dari situlah dapat terlihat bahwa XL tidak semata-mata membangun pertemanan antar sesama wartawan, tetapi yang terpenting adalah tetap memperhatikan konten yang disampaikan kepada wartawan sehingga informasi yang disampaikan mempunyai unsur berita yang tinggi. Hubungan ini terjalin harus secara kontinyu, tidak hanya terjadi pada saat butuh saja, tetapi hubungan ini harus tetap dijalin walaupun tidak ada kasus atau informasi yang akan disebarluaskan ke publik. Intinya dalam kegiatan media relations informal ini diharapkan adanya tingkat Awareness yang tinggi antara kedua belah pihak, baik PR maupun Wartawan. Jadi ketika ada kepentingan baik untuk mengkroscek informasi maupun memberikan informasi langsung menghubungi kontak person yang bersangkutan. Kegiatan media relations secara informal lebih menekankan kepada hubungan pertemanan tetapi tetap harus memahami dan menghargai sesama profesi karena hubungan pertemanan tidak dapat dijadikan alat agar informasi mengenai perusahaan dapat sampai dengan baik kepada publik. Melainkan hubungan pertemanan ini diharapkan dapat mempermudah akses penyampaian informasi perusahaan, dengan begitu pertemanan ini sama sekali tidak dapat mempengaruhi pemberitaan di media. Atas dasar uraian tersebut, peneliti dapat memahami bahwa kegiatan media relations terutama secara informal merupakan salah satu upaya untuk mempermudah akses pemberian informasi kepada wartawan yang nantinya akan diterima oleh publik. Tetapi untuk mengarah ke arah tersebut, pihak perusahaan harus tetap bekerja keras untuk terus dapat meningkatkan konten informasi, sehingga informasi tersebut mempunyai nilai berita dan layak untuk dijadikan sebuah berita oleh wartawan. Lain halnya dengan pendapat wartawan mengenai kegiatan media relatios informal. Dari lima orang perwakilan media yang berpendapat mengenai media relations informal didapatkan ada yang pro dan kontra terhadap kegiatan ini. Menurut wartawan yang pro atau setuju terhadap kegiatan media relations Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. informal XL yaitu berasal dari wartawan Bisnis Indonesia, Tempo, Media Indonesia dan detik. Com. Mereka mengatakan bahwa kegiatan media relations informal penting sekali untuk dilakukan oleh XL sebelum menggelar kegiatan formalnya dan bertujuan untuk lebih dapat mengenali karakter media dengan jelas. Pada dasarnya kegiatan media relations secara formal dan informal tidak bisa dipilah-pilah karena keduanya sama –sama saling terkait agar informasi mengenai perusahaan dapat sampai dengan baik kapada publik. Dengan kata lain media relations informal ini merupakan sebuah “seni” dalam mengelola hubungan khususnya dengan wartawan dimana dalam menjalin hubungan ini harus sama–sama dapat memposisikan diri dan mampu meninggalkan ego masing-masing. Hal ini diperkuat dengan adanya obrolan ringan yang dilakukan PR XL dengan wartawan sambil makan siang bersama. Pertemuan ini sifatnya santai, tetapi dibalik kesantaiannya itu dapat terkuak hal–hal yang sifatnya pribadi seperti mengetahui kesukaan tertentu dari wartawan. Seperti halnya yang diutarakan oleh wartawan Bisnis Indonesia., Ia mengaku PR XL dapat mengetahui bahwa ia menyukai sesuatu yang berbau etnik dan menyukai konser-konser musik. Pengetahuan ini di dapat dari obrolan ringan yang terjadi pada saat bertemu, dalam pertemuan itu tidak hanya sekedar memberikan informasi terbaru mengenai perusahaan, tetapi juga diselingi dengan obrolan hangat lainnya. Dimana melalui obrolan ini dapat lebih mengakrabkan jalinan pertemanan. Tetapi hal ini dimaknai hanya sebagai faktor pendukung saja, sedangkan hal yang utama yang harus dijunjung adalah informasi terbaru mengenai perusahaan yang dapat dijadikan sebuah berita. Dengan begitu dalam hubungan pertemanan ini antara kedua pihak harus dapat memposisikan dirinya masingmasing dan menyadari akan tugasnya. Disini Seorang PR pun harus dapat menahan ego nya sendiri untuk tidak selalu menginginkan informasi mengenai perusahaannya dimuat oleh media, karena untuk menuju tahap tersebut harus didukung dengan konten informasi yang baik. Oleh karena itu pengenalan karakteristik terhadap media sangat perlu dilakukan agar dapat memahami media yang nantinya akan mempermudah akses hubungan satu sama lain, seperti diketahui media mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan untuk memperlakukannya pun melalui pendekatan yang berbeda- pula. Sedangkan Investor Daily mengatakan kegiatan media relations informal merupakan suatu ajang yang sifatnya hanya membuang waktu saja dan tidak mempunyai arti sama sekali. Kalau pun sampai terjadi pertemuan untuk sekedar makan siang bersama dan bertemu untuk membicarakan seputar informasi terbaru perusahaan sifatnya hanya sebatas menghargai ajakan dari seorang teman saja. Ia mengatakan yang wartawan perlukan hanya informasi perusahaan yang berasal dari direksi pimpinan langsung. Seharusnya yang harus dipikirkan dalam menjalankan kegiatan media relations adalah bagaimana dapat membukakan akses informasi kepada direksi pimpinan secara langsung.Untuk memperjelas hal ini dapat dilihat dari adanya kekecawaan yang pernah dirasakan wartawan Investor Daily ketika XL mengelar sebuah acara besar di mesjid istiqlal , dimana tidak hanya XL yang menjadi sponsor media, tetapi semau operator besar ikut berpartisipasi. Pihak XL tidak memberikan pengetahuan atau informasi terlebih dahulu seputar acaranya, padahal acara tersebut sangat menarik dan perlu pembekalan pengetahuan terlebih dahulu. Ketika ditanyakan kepada pihak XL, PR XL menjawab bahwa sebelumnya telah dikirim pembekalan materinya. Pernyataan ini diperkuat dengan adanya pembuktian wartawan dari pesan yang utarakan lewat SMS oleh PR XL yang menyatakan bahwa sebelumnya pembekalan materi telah dikirim.Tetapi pada kenyataanya pembekalan materi tersebut tidak sampai kepada pihak Investor daily. Dari sini dapat terlihat bahwa kegiatan media relations informal khususnya ajang pemanjaan bagi wartawan tidak diperlukan, yang diperlukan hanyalah pembekalan materi sehubungan dengan informasi perusahaan yang mempunyai nilai berita dan dapat mempertemukan dengan direksi pimpinan secara langsung tanpa perantara. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kegiatan media relations informal sifatnya pendukung saja, ada atau tidak adanya kegiatan tersebut tidak akan dapat mempengaruhi pemberitaan di media.Tetapi tetap kegiatan ini perlu dilakukan untuk mempermudahkan akses satu sama lain, apalagi yang wartawan perlukan informasi dari direksi pimpinan, maka pendekatan dengan PR harus terus dilakukan agar dapar membukakan jalan untuk dapat berhubungan dengan pihak direksi perusahaan. Apabila dikaitkan dengan teori, tidak ada pembahasan yang secara khusus memaparkan kegiatan media relations informal, tetapi kegiatan media relations informal ini penting sekali untuk dilakukan sebagai upaya untuk turut mensukseskan program yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Bentuk Komunikasi Dalam melakukan kegiatan media relations diperlukan sebuah strategi komunikasi untuk menunjang keberhasilan dari kegiatan media relations tersebut. Bentuk komunikasi ini dibagi menjadi tiga bagian, untuk lebih jelasnya akan dibahas satu per satu : Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 73 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. Komunikasi Interpersonal Menurut Muhammad (2005: 159), menyatakan komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Hal senada juga diutarakan oleh PR XL yang menyatakan komunikasi interpersoanal merupakan komunikasi yang terjadi antara kedua belah pihak secara personal. Menurutnya apabila komunikasi dilakukan secara personal approach hubungan yang terjalin akan lebih efektif karena lebih menekankan kepada suasana pertemanan. Apabila pertemanan sudah terjalin dengan baik, maka jalan untuk menyampaikan informasi pun semakin mudah karena nantinya informasi perusahaan akan disebarluaskan kepada publik. Komunikasi secara personal ini sangat perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengenali lebih jauh kakakter dari wartawan dan malalui komunikasi ini pun dapat membantu proses pencapaian program yang diselenggarakan XL. Hal ini dapat terlihat dengan adanya media partner yang dilakukan antara XL dengan Detik. Com. Kerjasama ini dapat terlaksana akibat adanya hubungan pertemanan yang terjalin antara kedua pihak, XL selalu menjaga hubungan baik ini dengan cara sering menelepon pihak Detik com, walaupun untuk sekedar menanyakan kabar, mengajak makan siang bersama, mengajak nonton film “bareng”, dan selalu memberikan informasi terbaru mengenai XL baik secara lisan melalui telepon, email dan bahkan sampai bertemu langsung untuk membicarakan seputar program yang akan digelar XL. Sehingga hubungan pertemanan ini terjalin dengan baik, bukti keakraban mereka tertuang dalam adanya kerjasama media dalam rangka meluncurkan program Rp 1/ detik. Hal ini dapat terjadi karena keakraban antara kedua pihak telah terjalin dengan baik, sehingga Detik.com bersedia memberikan saran untuk memberikan edukasi publik yang melibatkan wartawan seputar informasi mengenai tarif murah sebesar Rp 1/detik. Dimana dalam edukasi ini masyarakat akan diberi informasi selain tarifnya murah tapi bisa digunakan di luar Jakarta pula karena telah berbasis “mobile”. Melalui edukasi ini dapat memperkuat image positif XL bahwa tidak ada unsur kebohongan. Kerjasama ini terbukti secara tidak langsung berpengaruh terhadap kesuksesan program Rp 1/detik dan kerjasama ini dapat terjadi akibat adanya sebuah kedekatan yang terjalin antara kedua belah pihak. Terbukti saat ini pengguna XL bebas naik dari 50% menjadi 65% dari total pengguna XL.Mitutes of usage per pelanggan juga meningkat menjadi sekitar 2,4 kali dari sebelum promo. Selain itu, tarif ini juga telah mengubah pola komunikasi pelanggan XL yang lebih memilih bertelepon ketimbang sms. Hal ini tercermin disaat hari raya Idul Fitri dan Tahun baru lalu. 74 Lonjakan telepon lebih tinggi dari pada pengiriman sms dalam lebaran dan tahun baru. Atas dasar tersebut, maka dapat disimpulkan kegiatan media relations dengan menggunakan bentuk komunikasi secara interpersonal dapat mempengaruhi kesuksesan sebuah program yang dikeluarkan perusahaan, karena komunikasi yang digunakan akan mengarah pada suatu pertemanan yang sifatnya tidak terlalu kaku tapi tetap profesioanal. Bentuk dari kegiatan personal approach antara lain program untuk media yang di adakan secara rutin seperti membangun hubungan baik dengan cara memberikan pembekalan dan pengetahuan tentang XL (Workshop) kepada wartawan supaya mereka mempunyai pengetahuan yang lebih tentang XL. Selain itu dalam memperkuat hubungan baik dengan cara mengadakan ajang untuk Wartawan seperti XL Cup Futsal, main Billiard bersama , makan dan minum bersama, membuka saluran untuk menerima kritik dan saran bagi XL, XL Awards dan program-program apresiasi seperti memberikan hadiah pada saat wartawan berulang tahun, menikah dan menyambut kelahiran. Selain itu juga XL memberikan dukungan pada wartawan yang sedang terkena musibah dan kedukaan.. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, dalam rangka mengsukseskan program Rp 1/detik pihak XL menawarkan pemanfaatan langsung tarif murah sebesar Rp 1/detik kepada semua Wartawan .Dimana mereka diberikan kartu gratis dan langsung adanya pempraktekan di sekitar pusat pembelanjaan yang ada di luar Jakarta. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat merasakan secara langsung dan dapat merasakan perbedaan yang ditawarkan XL, bahwa tidak hanya tarif murah saja yang ditawarkan melainkan untuk jangkauan pun lebih luas karena dapat digunakan dimana saja. Dengan begitu akan memperkuat image XL dan tidak hanya omong kosong semata. Media mempunyai sifat yang sangat netral jadi untuk menginformasikan informasi yang berbau promosi penjualan jangan dikemas dengan cara seperti “iklan” tetapi harus lebih di tekankan melalui angle-angle lain yang dapat di angkat menjadi sebuah berita. Seperti mengangkat unsur kenaikan jumlah pelanggan dan kenaikan tingkat pemakaian telepon setelah adanya program Rp 1/detik. Uraian di atas merupakan penjelasan dari pihak pertama yaitu PR XL.Untuk menggali kegiatan media relations yang dilakukan oleh XL, maka pihak kedua pun yaitu wartawan akan dijadikan sumber informasi untuk menyempurnakan proses penggalian informasi mengenai strategi media ralations informal XL. Peneliti mencoba mengkroscek hal ini kepada lima wartawan dari media yang berlainan. Dimana dari kelima wartawan tersebut akan dibagi manjadi dua pendapat yaitu pro dan kontra, kegiatan media relations informal yang dilakukan XL dengan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. menggunakan komunikasi interpersonal sudah cukup bagus dan pendekatan komunikasi yang dilakukan cukup expansif dan agresif. Hal ini terlihat pada saat launching program Rp 1/detik di Yogyakarta yang di adakan selama dua hari dan di kemas dengan sangat menarik karena narasumber yang datang lengkap, XL mengadakan sebuah acara yang bertemakan sebuah petualangan untuk cari harta karun yang mana strategi ini cukup berhasil untuk membuat acara tersebut tidak terlalu kaku. XL mampu membuat acara yang dapat mengikutsertakan semua Wartawan yang hadir. Selain itu wartawan juga di ajak keliling Jogja naik delman. Untuk memperjelas kegiatan ini, maka akan disertakan dokumentasi pendukung pada lampiran. Tidak hanya itu saja XL juga selalu mengajak wartawan untuk main bowling bareng, nonton bareng (film maupun konser), mengadakan program program wisata untuk wartawan, acara entartaint, dan yang paling menarik adalah surprise party untuk wartawan (hari ulang tahun wartawan) dengan menyisipkannya dalam kegiatan XL. Acara yang di gelar oleh XL lumayan bagus, meraka cukup aktif dalam mengemas sebuah acara yang tentunya semua itu didukung dengan database yang bagus dan yang paling penting XL mampu menyatukan waktu antar wartawan yang pada dasarnya berbeda-beda serta mampu mengenali karekteristik wartawan lebih jauh mulai dari kesukaan sampai dengan yang tidak disukai. Semuanya itu didapat dari hasil pertemuan dengan diselingi obrolan ringan disamping membicarakan informasi yang mempunyai konten, proses pertemanan ini terjadi secara objektif dan tetap professional.. XL sudah cukup paham dan agresif dalam mengenal orang-orang media , tidak hanya wartawan saja yang dikenal dengan baik tetapi sampai pada redaktur juga. Hal ini menjadi point plus bagi XL karena didukung oleh adanya kemampuan PR XL untuk menghafal nama dan personality dari masing-masing wartawan. Hal ini menjadi penghargaan sendiri bagi wartawan. Selain itu PR XL sangat aktif dalam melakukan pendekatan dengan wartawan ,adanya sikap yang tulus dan menyenangkan sehingga wartawan dapat merasakan adanya sentuhan langsung, XL mampu mengenali karakter, dan kultur dari media. Sebagai contoh berikut ini adalah petikan wawancara langsung dari redaktur Koran tempo “XL mampu memahami prinsip kerja yang dianut oleh Koran tempo yaitu tidak boleh terima amplop. Prinsip ini mutlak adanya dan XL mengetahui akan hal itu sehingga tidak pernah melakukan hal ini atau “membeli wartawan” karena sebelumnya telah mengetahui kultur yang bermain di Koran Tempo”. Selain itu yang terpenting adanya ketanggapan yang diberikan XL dalam memberikan solusi sehubungan dengan informasi perusahaan, misalnya : apabila ada wartawan yang tidak berhasil menemui atau mewawancarai pihak pimpinan XL padahal sebelumnya telah mengadakan perjajjian terlebih dahulu, PR XL mencoba memberikan jalan keluar dan biasanya berkat bantuan nya wawancara tersebut jadi terlaksana. Dengan begitu PR XL dapat mengakomodir apa yang dibutuhkan oleh wartawan. Tetapi terlepas dari itu, kegiatan informal hanya bersifat tambahan saja, sama sekali tidak akan mempengaruhi pemberitaan. Atas dasar tersebut, bentuk komunikasi secara interpersonal sangat perlu digunakan untuk menunjang keberhasilan media relations sebuah perusahaan karena stategi ini dapat lebih menjangkau kedekatan dengan wartawan melalui pertemanan sehingga dapat mencapai tujuan akhir yaitu terciptanya sebuah kemudahan dalam memberikan informasi yang nantinya akan mempermudah proses publikasi kepada publik. Uraian di atas berasal dari wartawan yang mendukung (pro) terhadap kegiatan media relations yang dilakukan XL khususnya dalam bentuk komunikasi secara interpersonal. Lain halnya dengan Investor Daily sebagai pihak yang tidak mendukung kegiatan media relatios (kontra) . Menurutnya kegiatan media relations secara informal dengan menggunakan bentuk komunikasi secara interpersonal sama sekali tidak mengandung arti apa-apa yang harus diperhatikan adalah adanya keseimbangan porsi dalam memberikan informasi seputar perusahaan, baik yang berasal dari inisiatif XL sendiri maupun datang dari inisiatif wartawan sehubungan dengan adanya hal yang ingin dikonfirmasikan seputar kesimpangsiuran berita perusahaan yang perlu dikroscek ulang Pihak XL seharusnya memberi porsi yang sama, tetapi pada kenyataanya cenderung kepentingan perusahaan saja yang terpenuhi dengan baik sementara kepentingan bagi wartawan kurang mendapatkan perhatian lebih lanjut. Selain itu, yang wartawan perlukan adalah informasi yang berasal dari direksi pimpinan XL secara langsung bukan berasal dari PR perusahaan. Berikut ini adalah cuplikan singkat dari redaktur Investor Daily,”Saya akan hubungi secara langsung direksi pimpinan untuk menanyakan perihal informasi terbaru dari XL sekaligus mengkroscek isu terhangat yang beredar, dengan begitu kegiatan media relations sama sekali tidak penting, apabila ada kepentingan dengan XL pihak media akan langsung menghubungi direksi pimpinan secara langsung”. Apabila dikaitkan dengan teori hal yang diutarakan oleh Investor Daily bertentangan dengan teori yang diutarakan Partao (2006: 118) yang menyatakan bahwa pentingnya membangun tali asih dengan wartawan. Tali asih ini harus dijaga secara terus menerus jangan sampai putus, akses informasi antar sesama pihak yang menjalankan kegiatan media relations harus tetap dibuka. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti dapat Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 75 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. menyimpulkan walaupun kebutuhan wartawan lebih mengacu pada informasi yang berasal dari direksi pimpinan langsung, tetapi tetap saja kegiatan media relations perlu untuk terus dilakukan, karena melalui hubungan ini dapat memudahkan akses untuk mendapatkan informasi dari pimpinan perusahaan. Apabila dikaitkan dengan teori komunikasi interpersonal yang menyatakan komunikasi tersebut dilakukan oleh dua orang dimana antar sesama orang yang terlibat dapat memberi tanggapan secara langsung. XL telah mengaplikasikannya dalam menjalankan kegiatan media relations, dimana melalui komunikasi interpersonal ini dapat lebih mengakrabkan pertemanan antar XL dengan wartawan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah akses pemberian informasi kepada wartawan yang nantinya akan mempermudah publikasi kepada publik. Untuk dapat melihat efektifitas media relations dengan menggunakan betuk komunikasi interpersonal yang dilakukan XL, maka harus dibandingkan dengan efektifitas komunikasi interpersonal secara teori. Terdapat teori yang menyebutkan tentang efektifitas komunikasi interpersonal yang diungkap oleh Wiryanto (2004: 36) terdapat lima efektifitas dalam komunikasi interpersonal, yaitu adanya keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesetaraan. Setelah peneliti melakukan riset di lapangan mengenai efektifitas dalam bentuk komunikasi interpersonal, XL telah mengaplikasikannya dalam kegiatan media relations walaupun belum sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari adanya keterbukaan yang diberikan oleh XL dalam memberikan informasi mengenai perusahaan kepada wartawan, hanya saja XL belum tanggap dalam memberikan informasi lanjutan sehubungan dengan informasi yang akan dikroscek oleh wartawan. Hal ini diperkuat dengan adanya pengakuan dari Investor Daily yang menyatakan XL belum dapat membagi porsi yang seimbang antara kepentingan XL dengan wartawan. Tetapi menurut PR XL, akses informasi akan dibuka secar terus menerus selama masih dalam koridor yang sewajarnya, karena ada beberapa informasi perusahaan yang sifatnya off the record bagi wartawan, keterbukaan ini bukan sematamata semua informasi dapat dikonsumsi oleh wartawan. Selain itu, dalam keadaan tertentu apabila para wartawan sedang dikejar deadline, tetapi materi berita belum terkumpul, XL akan membantu. Dengan begitu XL telah berempati terhadap kebutuhan wartawan. Tidak hanya berempati dalam hal itu saja, XL juga selalu memberi perhatian kepada wartawan apabila sedang ada kedukaan, ulangtahun dan kelahiran. Hal ini pun dibenarkan oleh salah satu wartawan Bisnis Indonesia yang menyatakan bahwa XL tidak pernah lupa akan hari ulang tahunnya dan selama bekerjasama 76 selama lima tahun XL tetap ingat pada hari bahagia tersebut dan selalu memberikan surprise party. Dukungan pun selalu XL berikan selama itu tidak melanggar etika dapat dilihat dengan adanya dukungan terhadap acara yang diselenggarakan oleh media seperti sponsor acara Diskusi Pro Kontra Sharing BTS ole Majalah HP, Ulang tahun LKBN, Ulang tahun Majalah HP, Gathering Grup Tempo, kompetisi futsal antara media, Musyawarah Bersama Pewarta foto. XL tidak pernah membeda-bedakan satu media dengan media lainnya dan selalu mencoba menyesuaikan diri terhadap berbagai macam karakteristik media. Dengan begitu XL telah mengaplikasikan unsur kesetaraan dalam menjalin hubungan baik dengan wartawan. Selain itu, pihak XL telah menerapkan unsur rasa positif dalam kegiatan media relations. Ketika ingin berhadapan dengan wartawan yang berasal dari berbagai media, pihak XL selalu berpikir positif terhadap mereka. Dengan menanamkan unsur ini akan memudahkan proses membangun hubungan baik dengan wartawan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dilihat XL telah mengaplikasikan kelima unsur efektifitas dalam melakukan komunikasi interpersonal. Walaupun belum sebagai mana mestinya, tetapi yang terpenting kelima unsur tersebut telah dilakukan oleh XL, karena melalui hal itu akan terlihat seberapa efektif kegiatan media relations dengan menggunakan bentuk komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh XL.Untuk mensukseskan kegiatan media relations dengan menggunakan bentuk komunikasi secara interpersonal, diperlukan sebuah strategi jitu untuk mendukung keberhasilan dari kegiatan yang akan dilakukan oleh XL. Bentuk komunikasi ini diaplikasikan melalui kegiatan informal yang sifatnya lebih menekankan pada unsur pertemanan tetapi tetap professional. Melalui kegiatan yang sering dilakukan XL dalam membina hubungan baik dengan media , maka sedikit banyak dapat menjawab apakah strategi yang digunakan XL sesuai dengan teori yang ada atau belum. Dari sekian strategi yang dingkap oleh Partao (2006: 118-120), Iriantara (2005: 80-97) dan Ruslan (2003: 115), yaitu adanya strategi mengelola relasi (pribadi & tugas ), pendekatan sistematis dan bijaksana, taktik merangkul dan jalur membujuk. Strategi jitu ini secara tersirat muncul ketika melihat kegiatan media relations informal yang dilakukan XL dengan menggunakan strategi komunikasi interpersonal. 1) Strategi mengelola relasi, untuk relasi pribadi dapat terlihat dari kegiatan yang diselenggarakan XL dengan mengajak makan bersama wartawan yang diselingi dengan obrolan ringan seputar karakteristik media dan menanyakan kabar atau keadaan wartawan via telepon. Sedangkan untuk relasi tugas dapat terlihat dari adanya kegiatan mengunjungi media, lalu mengajak untuk sekedar makan siang Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. bersama. Dalam mengelola relasi tugas ini, kedua pihak membawa masing-masing kepentingan perusahaan yang sifatnya agak sedikit formal. 2) Strategi pendekatan sistematis dan bijaksana terlihat dari adanya kontinyuitas yang dilakukan XL agar hubungan yang terjalin tidak hanya pada saat memerlukan wartawan saja, melainkan hubungan baik ini tetap dijalin walaupun tidak ada issu yang sedang berkembang. XL selalu melakukan kegiatan “keep & touch” kepada wartawan sebagai wujud kepedulian terhadap hubungan pertemanan yang telah terjalin. 3) Strategi jalur membujuk dapat terlihat dari kemampuan XL memberikan dan menciptakan sebuah acara yang dapat menghilangkan tingkat kebosanan terhadap kemonotonan rutinitas acara seperti: penyelenggaraan acara yang dikemas seperti suasana petualangan mencari harta karun, memberikan hadiah sesuai dengan kesukaan wartawan, membukakan dan mempercepat jalan untuk mendapatkan informasi dengan direksi pimpinan, dan selalu mengadakan program workshop atau kegiatan edukasi untuk wartawan sehingga mereka mendapatkan pembekalan materi yang cukup terhadap informasi yang akan disampaikan (mempermudah akses informasi). 4) Strategi taktik merangkul dapat terlihat dari kemampuan PR dalam mengingat nama beserta hari ulang tahunnya wartawan, memberikan perhatian khusus kepada wartawan yang sedang mengalami kedukaan dan menyambut kebahagiaan. Komunikasi Kelompok Dalam melakukan kegiatan media relations, bentuk komunikasi kelompok pada dasarnya tetap dilakukan oleh XL walaupun pendekatan ini tetap saja nantinya akan berujung pada pendekatan komunikasi secara interpersonal. Menurut PR XL komunikasi kelompok dilakukan karena wartawan pada umumya mempunyai kelompok sendiri. Tetapi kelompok disini jumlah anggotanya lebih dari tiga orang, hal ini bertentangan dengan teori yang diungkap oleh Wiryanto (2004: 44) yang menyatakan komunikasi kelompok adalah proses komunikasi antara tiga orang atau lebih yang berlangsung secara tatap muka. Dalam kelompok tersebut anggota berinteraksi satu sama lain. Dimana kelompok itu terbentuk atas dasar kesamaan minat antara beberapa wartawan dari berbagai media, karena ada kecenderungan sesama wartawan saling membentuk sebuah kelompok kecil tetapi kebanyakan berasal dari media yang berbeda bukan media yang sama. Melalui komunikasi kelompok ini akan mempermudah proses penyampaian informasi kepada wartawan yang notabennya mempunyai komunitas sendiri. Tetapi tidak semua informasi perusahaan diinformasikan kepada wartawan melalui komunikasi kelompok, melainkan hanya informasi tertentu saja karena yang lebih sering digunakan adalah strategi komunikasi secara interpersonal. Hal ini dapat terlihat dari PR XL ketika ingin memberikan informasi perusahaan yang lebih menonjolkan unsur visualisasi yaitu dengan memberikan informasi melalui foto-foto yang mana akan dikirim langsung kepada kelompok wartawan foto. Tetapi sebenarnya informasi foto ini sifatnya hanya sebagai pendukung untuk mempertegas informasi yang telah disampaikan sebelumnya. Dengan adanya kelompok wartawan ini dapat mempermudah PR XL dalam memberikan informasi perusahaan karena telah mengetahui secara langsung kontak person yang harus dihubungi sehubungan dengan konten informasi yang akan disampaikan. Atas dasar uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bentuk komunikasi secara kelompok tidak bersifat umum, melainkan hanya informasi khusus saja lah yang dapat menggunakan strategi ini, karena walaupun banyak kelompok wartawan yang terbentuk, tetapi untuk melakukan pengenalan lebih lanjut dari masingmasing karakter wartawan maka komunikasi sacara interpersonal lah yang harus digunakan. Semantara bentuk komunikasi secara kelompok menurut wartawan diartikan sebagai sebuah komunikasi yang ditujukan kepada sekelompok wartawan yang tergabung dalam sebuah komunitas wartawan. Komunitas ini memang benar adanya, tetapi keberadaanya tidak terstruktur secara prosedural, melainkan hanya bersifat fleksibel saja. Komunitas ini hanya sebatas perkumpulan wartawan yang didalamnya terdapat beberapa wartawan yang memiliki kesamaan hoby dan kecocokkan cara pandang. Tetapi pada dasarnya untuk dapat lebih memahami karakteristik yang ada dalam masing-masing komunitas wartawan tetap saja harus menggunakan pendekatan komunikasi secara interpersonal. Hal ini pun didukung oleh adanya perlakuan XL kepada wartawan, dimana XL menggunakan komunikasi interpersonal untuk membongkar kebiasaan dan karakterisrik yang ada dalam komunitas wartawan. Setelah itu, pihak XL mengetahui akan adanya kesukaan wartawan terhadap nonton Film, maka bagi para wartawan yang mempunyai kesukaan yang sama terhadap nonton film, XL akan mengundang wartawan tadi untuk menonton film bersama. Acara ini dimaksudkan untuk membina pertemanan yang lebih akrab. Selain itu juga, XL selalu mengajak kelompok wartawan yang hobi bermain billiard, bowling dan menonton acara konser. Disamping aktivitas tersebut, akan diselingi dengan pemberian informasi terbaru seputar XL. Dengan begitu, bentuk komunikasi kelompok ini tetap digunakan dalam proses kegiatan media relations informal, tetapi untuk proses pengenalan lebih lanjut dengan menggunakan komunikasi interpersonal. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 77 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. Intinya komunikasi kelompok ini tidak akan pernah ada apabila tidak didukung dengan adanya komunikasi interpersonal. Apabila dikaitkan dengan teori, jumlah anggota yang terlibat dalam proses komunkasi kelompok tersebut tidak akan mempengaruhi tingkat partisipasi dan keterbukaan antar sesama anggota yang terlibat. Melainkan yang dapat mempengaruhi partisipasi dan keterbukaan antar sesama anggotanya adalah bergantung pada masingmasing karakter anggotanya seperti ada kesamaan hobi dan cara padang. Untuk melihat tingkat efektifitas dari strategi komunikasi kelompok yang dilakukan oleh XL ,maka harus mengacu pada efektifitas komunikasi kelompok secara teori. Bentuk komunikasi dengan menggunakan komunikasi kelompok tidak terlalu diaplikasikan oleh XL maupun oleh wartawan. Peranan komunikasi ini dalam kegiatan media relations informal sifatnya hanya sebatas untuk mengetahui pengenalan terhadap media dalam tahap awal saja, untuk proses selanjutnya , yaitu dengan menggunakan komunikasi interpersonal. Pada dasarnya tingkat efektifitas dalam mensukseskan komunikasi kelompok sangat tergantung pada jumlah orang yang terlibat di dalamnya. Apabila orang yang terlibat dalam kelompok tersebut berkisar antara dua sampai tiga orang , maka akan terjadinya sebuah keterbukaan, partisipasi dan keakraban antar sesama anggota yang berkumpul. Hal ini diungkap oleh Tubbs dan Moss (2005: 17). Tetapi pada kenyataanya anggota yang terlibat lebih dari tiga orang dan tidak mempengaruhi tingkat keakraban, partisipasi dan keterbukaan satu sama lain, karena ketiga hal tersebut terjadi bukan didasarkan pada jumlah anggota melainkan pada adanya tingkat kesamaan hoby dan kecocokkan cara pandang. Hal ini dapat dilihat dengan adanya kekompakan yang terjalin di dalam sebuah komunitas wartawan, apabila ada informasi yang kurang baik tentang XL, dan salah satu dari anggota komunitas wartawan tersebut menulisnya menjadi sebuah berita, maka adanya kecenderungan wartawan lain yang tergabung dalam komunitas yang sama akan memberitakan hal yang serupa. Dari sini dapat terlihat, bahwa jumlah anggota sama sekali tidak berpengaruh terhadap tingkat keakraban dan keterbukaan antar sesama anggota wartawan tersebut. Untuk mensuksekan program yang dilakukan XL dengan menggunakan bentuk komunikasi kelompok, maka harus disertai dengan strategi jitu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Komunikasi kelompok digunakan hanya sebagai tahap awal dalam proses pengenalan karakteristik media. Salah satu strategi yang diungkap oleh Ruslan (2003: 115) yaitu taktik merangkul. Dalam kegiatan media relations dengan menggunakan bentuk komunikasi kelompok, strategi taktik merangkul secara kelompok telah dilakukan oleh XL walaupun belum sebagaimana mestinya, hal ini terlihat dalam kegiatan XL 78 mengajak wartawan untuk nonton film dan konser bersama serta bermain olahraga bersama seperti main billiard dan Bowling. Hal ini dapat terwujud karena pihak XL telah menelusuri komunitas wartawan dengan mengidentifikasi apa yang menjadi ketertarikan dan kesukaan daripada wartawan melalui komunikasi interpersonal. Lalu setelah itu pihak XL mampu membuat sebuah acara yang disesuaikan dengan kecenderungan kesukaan wartawan yang diterapkan melalui pendekatan secara kelompok. Komunikasi Antar Organisasi Bentuk komunikasi dengan menggunakan komunikasi antar organisasi merupakan tahap awal dalam proses kegiatan media relations, karena melalui komunikasi ini XL dapat memonitor terlebih dahulu mengenai karakteristik media yang akan dibidik seperti apa. Hal yang sama juga diutarakan dalam teori yaitu menurut Wiryanto (2004: 54) komunikasi antar organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Dengan adanya teori tersebut, maka dapat dimaknai bahwa strategi komunikasi antar organisasi dilakukan sebagai upaya untuk dapat melihat mengenali profil, karakteristik, kultur dan kebijakan yang dianut oleh suatu lembaga. Setelah itu, untuk tahap selanjutnya tetap yang digunakan adalah komunikasi interpersonal. Ketika telah mengetahui secara jelas seperti apa sebenarnya lembaga yang menjadi target sasaran, maka untuk lebih dapat mengenalinya harus diselidiki dengan adanya komunikasi secara interpersonal. Proses pengenalan lebih lanjut ini dilakukan dengan cara melakukan pendekatan terhadap orang-orang yang terkait dengan perusahaan atau lembaga tersebut. Sehingga informasi yang dihasilkan lebih mendalam. Hal ini juga dapat dilihat XL telah memasuki organisasi profesi seperti persatuan wartawan Indonesia (PWI). Dengan memasuki organisasi profesi ini maka XL akan lebih dapat mengetahui karakterisrik media seperti apa. Tetapi pada dasarnya XL tidak terlalu menggunakan bentuk komunikasi kelompok maupun organisasi dalam menjalankan kegiatan media relations informal melainkan yang lebih difokuskan adalah penerapan bentuk komunikasi secara interpersonal saja. Hal yang sama pula diutarakan oleh para wartawan yang berasal dari lima media yang menjadi target pemberitaan XL. Mereka menjelaskan bahwa komunikasi antar organisasi tidak dilibatkan dalam kegiatan media relations seutuhnya. Melainkan komunikasi ini dilakukan hanya pada saat berada dalam tahap awal pengenalan organisasi saja. Tetapi untuk tahap selanjutnya komunikasi interpersonal yang digunakan untuk menggali kedalaman informasi mengenai media. Jadi untuk komunikasi ini wartawan tidak bisa berkomentar terlalu banyak karena apabila Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. berbicara mengenai komunikasi ini yang terlibat hanya lah pimpinan dari media saja, kecuali dalam tahap kelanjutan para karyawan dari media yaitu para wartawan tersebut diikutsertakan secara personal dalam kegiatan media relations XL. Apabila dikaitkan dengan teori mengenai komunikasi antar organisasi, yang menyebutkan didalamnya terdapat proses pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi, XL telah mengaplikasikannya dalam kegiatan media relations informal. Hal ini terlihat dari adanya XL malakukan monitoring terhadap media , dimana melalui monitoring ini XL akan mendapatkan informasi seputar karakteristik, kebudayaan, kebijakan dan kebiasaan yang dimiliki oleh berbagai media yang menjadi target sasaran pemberitaan. Tingkat efektifitas dalam komunikasi ini dipengaruhi oleh tingkat penyesuaian diri pada saat berinteraksi dengan sesama organisasi yang akan bekerjasama ,hal ini juga diutarakan oleh Tubbs dan Moss (2005: 17). Pada dasarnya XL telah menerapkan hal ini pada tahap awal yaitu dalam proses pengenalan karakteristik dan kultur media. Dalam tahap ini akan diketahui apa yang menjadi kenginan oleh media yang dituju. Untuk tahap selanjutnya XL akan lebih mengarahkan kepada komunikasi yang sifatnya interpersonal sebagai tahap lanjut dalam proses membongkar apa yang menjadi kebiasaan dan keinginan media. Dengan kata lain komunikasi antar organisasi digunakan hanya sebatas tahap awal untuk proses penyesuaian diri terhadap orang-orang media. Untuk selanjutnya pihak XL maupun wartawan samasama lebih memfokuskan pada kegiatan media relations informal dengan menggunakan komunikasi interpersonal yang telah dibahas sebelumnya. Menurut Iriantara (2005: 80) dan Ruslan (2003: 115) terdapat tiga strategi yang diterapkan dalam kegiatan membangun hubungan baik dengan wartawan.yaitu mengembangkan jaringan, jalur penekanan/ kekuasaan dan mengembangkan strategi. Dari ketiga teori di atas pada dasarnya XL telah mengaplikasikannya dalam lingkungan nyata di lapangan. Hal ini dapat terlihat XL telah memasuki organisasi profesi sebagai wujud untuk mengembangkan jaringan dengan memasuki organisasi persatuan wartawan Indonesia (PWI), melalui kegiatan ini pihak XL akan menambah referensi seputar informasi mengenai wartawan. Untuk jalur penekanan/ kekuasaan dapat terlihat dari adanya pemberian amplop yang diberikan XL kepada pihak media tertentu yang mempunyai prinsip”bisa dibeli”. Hal ini bisa terjadi karena sebelumnya XL telah mengetahui kultur yang di anut oleh media yang dibeli tersebut, tetapi hal ini tidak bisa diberlakukan kepada semua media dan agak sulit untuk dibuktikan karena tidak disertai dengan bukti pendukung. Informasi ini didapat dari adanya unsur ketidaksengajaan yang keluar dari mulut orang XL yang tergabung dalam tim media relations XL. Sedangkan untuk strategi mengembangkan strategi terlihat dari adanya pengenalan yang dilakukan pihak XL dengan pimpinan media untuk menanyakan seputar informasi perusahaan mulai dari karakteristik, kebudayaan, keinginan dan kebutuhan media. Lalu setelah itu untuk melakukan kroscek terhadap kebenaran informasi diidentifikasi melalui pendekatan informal secara personal dengan wartawan. Setelah melihat bentuk komunikasi yang dilakukan XL dalam kegiatan media relations, maka peneliti dapat melihat bahwa komunikasi interpersonal lebih efektif digunakan untuk melakukan strategi media relations dengan wartawan. Melalui komunikasi interpersonal ini hubungan yang terjalin antara XL dan wartawan lebih kepada pertemanan yang sifatnya tidak terlalu kaku. Sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk membongkar karakteristik dan kebiasaan dari berbagai media. Dengan begitu satu sama lain akan mendapatkan kenyamanan, karena pertemuan atau hubungan ini berjalan layaknya pertemanan biasa tetapi informasi yang akan disampaikan kepada wartawan tetap sesuai dengan konten dan konteks. Hubungan personal ini merupakan salah satu cara untuk dapat mengenali karakteristik, kebiasaan dan kultur yang di anut oleh sebuah media. Apabila hubungan pertemanan ini telah terjalin dengan baik, maka akan mempermudah akses hubungan dalam pemberian informasi terhadap wartawan. Hubungan pertemanan ini nantinya akan berdampak pada kepentingan perusahaan , yaitu ketika XL telah berhasil memahami karakteristik dan kultur media, maka akan memudahkan XL untuk mempublikasikan informasi kepada publik. Seperti kita ketahui media mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemberitaan yang nantinya akan diterima oleh publik. Komunikasi interpersonal ini merupakan kasus yang bersifat ganda yang akan diteliti. Sedangkan menurut dua pihak yang terlibat dalam kegiatan media relations XL yaitu pihak XL dengan wartawan. Menurut pihak XL untuk lebih dapat mendekatkan diri dengan para wartawan, maka bentuk komunikasi interpersonal yang digunakan untuk mengakrabkan diri dengan wartawan. Melalui komunikasi ini, pihak XL akan lebih mudah memahami karakteristik, kebudayaan dan kebutuhan dari media. Hal yang sama juga diutarakan oleh wartawan, mereka menganggap kegiatan media relations dengan menggunakan bentuk komunikasi secara interpersonal merupakan salah satu cara untuk lebih dapat mengakrabkan hubungan antara kedua belah pihak dan hubungan ini harus dilakuakan secara kontinyu. Selain itu melalui komunikasi ini hubungan yang terjalin layaknya seperti pertemanan biasa tetapi tetap saling menghargai tugas dan tanggungjawab masing- Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 79 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. masing. Hubungan interpersonal ini lebih mengarah kepada suasana yang berbeda dan tidak terlalu kaku, sehingga antara kedua belah pihak dapat merasakan kenyamanan. Tetapi pada dasarnya hubungan pertemanan ini tidak akan mempengaruhi pemberitaan.Uraian di atas merupakan unit analisis yang bersifat ganda yang akan diteliti. Apabila dikaitkan dengan desain penelitian yang telah ditetapkan peneliti yaitu menggunakan tipe 4 dengan menggunakan multi kasus dan multi analisis. Maka dapat dilihat berdasarkan uraian di atas, strategi komunikasi interpersonal merupakan salah satu upaya yang efektif yang dapat digunakan untuk membangun hubungan baik dengan wartawan. Nantinya hubungan baik ini akan berujung pada adanya kemudahan akses dalam memberikan informasi kepada wartawan dan akhirnya akan mempermudah publikasi informasi perusahaan. Kesimpulan Kegiatan media relations merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mensukseskan program yang akan dikeluarkan oleh perusahaan, dalam hal ini adalah PT Excelcomindo Pratama, Tbk (XL). Tetapi untuk mensukseskan kegiatan media relations tersebut, diperlukan sebuah strategi media relations. Atas dasar tersebut, maka peneliti menetapkan fokus penelitian yang akan diteliti adalah bagaimana strategi media relations informal PT Excelcomindo Pratama ,Tbk (XL) membangun hubungan dengan wartawan dalam rangka mensukseskan program Rp 1 /detik. Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan oleh peneliti,maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah ingin mengetahui kegiatan media relations informal secara konkrit yang dilakukan XL dalam mensukseskan program Rp 1 /detik. Setelah mengetahui kegiatannya seperti apa ,lalu peneliti ingin mengetahui proses dari masing-masing kegiatan tersebut.Apabila telah mengetahui prosesnya, maka langkah selanjutnya peneliti ingin mengetahui strategi media relations informal yang dilakukan XL untuk mensukseskan program Rp 1 /detik. Metode penelitian yang digunakan untuk menggali informasi mengenai startegi media relations informal XL dengan menggunakan metode penelitian studi kasus. Desain penelitian yang digunakan adalah tipe 4 yaitu dengan menggunakan multi kasus dan multi analisis. Kasus yang diteliti adalah strategi media relations informal XL sedangkan unit analisisnya adalah pihak yang terlibat dalam kegiatan media relations XL yaitu PR XL dan wartawan. Setelah peneliti melakukan riset di lapangan, maka hasil yang didapat adalah strategi media relations informal yang dilakukan XL dalam mensukseskan program Rp 1 / detik cenderung lebih menggunakan 80 bentuk komunikasi secara interpersonal. Melalui bentuk komunikasi ini, akan terjalin sebuah hubungan yang mengarah pada pertemanan tetapi tetap professional. Hubungan pertemanan ini tetap dijalin oleh pihak XL sebagai wujud untuk lebih mendekatkan diri dengan mengenali karakteristik, kebudayaan dan kebutuhan dari para wartawan. Hal yang sama juga diungkap oleh para wartawan yang menjadi target dari XL yaitu Bisnis Indonesia, Tempo, Media Indonesia, Investor daily dan Detik.com.Mereka menyatakan , pihak XL cukup agresif dalam melakukan kegiatan media relations informal dengan para wartawan. Hal ini terlihat dari kontinyuitas yang dilakukan XL dalam melakukan hubungan pertemanan dengan para wartawan. Bentuk komunikasi yang digunakan XL cenderung lebih menggunakan komunikasi secara interpersonal untuk lebih dapat menggali karakteristik dari berbagai media. Dimana yang nantinya akan memudahkan proses penyampaian informasi kepada wartawan dan sebagai tujuan akhir dapat mempermudah proses publikasi mengenai informasi perusahaaan kepada masyarakat. Dari hasil penelitian yang telah dihasilkan, maka dapat menjawab segala persoalan yang tertuang dalam tujuan penelitian. Dengan adanya kegiatan media relations informal yang dilakukan oleh XL seperti makan siang bersama wartawan, nonton film dan konser bersama wartawan, main billiard dan bowling dengan wartawan, memberikan perhatian khusus dengan memberikan hadiah pada saat wartawan menyambut hari kebahagiaan yaitu hari ulang tahun dan menyambut kelahiran serta memberi santunan pada saat wartawan mengalami kedukaan dan kemalangan (rangkaian program apresiasi). Selain itu, XL menggelar kompetisi futsal dan billiard untuk wartawan, menelepon para wartawan untuk sekedar menanyakan kabar, melakukan media partner dan mengadakan pemanfaatan langsung kepada wartawan sehubungan dengan program Rp 1 / detik.Dari uraian di atas maka dapat menjawab tujuan yang pertama yaitu, dapat mengetahui kegiatan media relations informal yang dilakukan XL. XL selalu mengajak wartawan untuk makan siang , nonton film dan konser musik serta berolahraga ( billiard & bowling) bersama dengan wartawan. Hal ini dimaksudkan untuk mengakrabkan pertemanan yang terjalin antara pihak XL dengan wartawan. Ketiga kegiatan tersebut dilakukan untuk dapat menguak lebih jauh mengenai karakteristik yang dimiliki oleh media. Selama ketiga kegiatan tersebut berlangsung, pihak XL sambil mengajak wartawan “ngobrol-ngobrol” yang sifatnya di luar pekerjaan yang diharapkan dapat lebih mengakrabkan antara kedua pihak yang terlibat. Melalui hubungan yang santai ini , dapat terlihat secara tidak langsung karakteristik yang ada pada media. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. Apabila ada media atau wartawan yang berulang tahun, maka XL selalu memberikan ucapan (hadiah) dan apabila hari ulang tahunnya bertepatan dengan event yang digelar XL. Maka XL akan membuat surprise party dengan menyisipkannya pada event yang digelar XL. Tidak hanya itu, untuk menjaga kontinuitas hubungan dengan wartawan, XL selalu melakukan hubungan informal dengan cara menelepon pihak wartawan untuk sekedar menanyakan kabar (say hello). Untuk lebih mengakrabkan hubungan dengan wartawan, pihak XL menggelar kompetisi futsal dan billiard. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan hubungan dengan para wartawan. Hubungan pertemanan ini sangat penting untuk terus dilakukan, hal ini terlihat dari adanya media partner yang dilakukan antara XL dengan Detik. Com . Dimana dalam kerjasama ini tercipta sebuah ide untuk membuat sebuah program edukasi kepada masyarakat dengan melibatkan wartawan untuk memberi pembekalan materi mengenai program Rp 1 / detik. Dalam acara ini terdapat adanya pemanfaatan secara langsung dengan membagikan kartu gratis untuk membuktikan kebenaran dari ada program Rp 1 / detik. Selain itu, XL juga selalu memberikan santunan kepada wartawan yang sedang mengalami kedukaan dan kemalangan dengan menberikan bantuan dana. Dari uraian di atas, maka dapat menjawab tujuan kedua , yaitu proses dari masingmasing kegiatan media relations informal yang dilakukan XL Strategi media relations informal yang digunakan XL dalam mensukseskan program Rp 1 /detik lebih mengedepankan unsur kenyamana yang dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Untuk mendapatkan unsur kenyamanan tersebut, maka bentuk komunikasi yang digunakan adalah secara interpersonal. Melalui komunikasi ini, hubungan yang terjalin antara kedua belah pihak layaknya sebuah pertemanan biasa tetapi tetap bersikap professional. Dengan begitu hubungan yang terjalin seperti hubungan pertemanan, maka antara kedua belah pihak akan mendapatkan kenyamanan pada saat kegiatan media relations berlangsung. Selain itu, melalui komunikasi interpersonal ini pihak XL dapat dengan mudah mengenali karakteristik yang ada pada media. Setelah mengenali karkteristik yang dianut oleh media, maka akan lebih memudahkan XL untuk memberikan informasi kepada wartawan yang nantinya akan mempermudah proses publikasi mengenai informasi yang akan dikeluarkan kepada masyarakat luas. Dengan begitu, tujuan ketiga, yaitu strategi media relations informal yang dilakukan XL dalam mensukseskan program Rp 1 /detik dapat terjawab berdasarkan uraian di atas. Daftar Pustaka Abdullah. Aceng. “Press Relations. Kiat Berhubungan Dengan Media Massa”. Rosdakarya. Bandung. 2004. Cutlip. M Scott. Allen H Centre. Glen M Broom. “Effective Public Relations”. Edisi ke-9. Prenada Media Group. Jakarta. 2006. Iriantara. Yosal. “Media Relations”. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2005. Ishwara. Luwi. “Jurnalisme Dasar”. Kompas. Jakarta. 2005. Iskandar Muda. Deddy. “Jurnalistik Televisi. Menjadi Reporter Profesional”. Rosdakarya. Bandung. 2005. Jefkins. Frank and Daniel Yadin. “Public Relations”. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. 2003. Kriyantono. Rachmat. “Teknik Praktis Riset Komunikasi”. Prenada Media Group. Jakarta. 2006. Moleong. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004. Moleong. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2006. Moss. Sylvia dan Steward L. Tubbs. “Human Communications”. Dasar Pengantar Deddy Mulyana. Rosdakarya. Bandung. 2005. Muhammad. Arni. “Komunikasi Organisasi”. Bumi Aksara. Jakarta. 2005. Mulyana. Deddy. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Rosdakarya. Bandung. 2004. Narbuko dan Achmadi. “Metodologi Penelitian”. PT Bumi Aksara. Jakarta. 2005. Ningrat. Kusuma dan Purnama. “Jurnalistik Teori dan Praktik”. Rosdakarya. Bandung. 2005. Partao. Zainal Abidin. “Media Relations. Strategi Meraih Dukungan Publik”. Jakarta. 2006. Ruslan. Rosady. “Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi”. Rajawali Pers. Jakarta. 2003. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 81 Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1 /Detik. Ruslan. Rosady. “Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi Konsepsi dan Aplikasi”. Grafindo Persada. 2006. Vardiansyah. Dani. “Pengantar Ilmu Komunikasi”. Ghalia Indonesia. Bogor. 2004. Venus. Antara. “Manajemen Kampanye. Simbiosa Rekatama Media”. Bandung. 2004. Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi.Grasindo. Jakarta. 2004. Yin. Robert K. “Studi Kasus Desain dan Metode”. PT Raja Grafindo Prasada. Jakarta. 2005. 82 Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. PENERAPAN KOMUNIKASI SATU ARAH DI MEDIA KOMUNIKASI INTERNAL “HALLO ONLINE” PT TELKOM DIVRE II JAKARTA. Umi Asti Hadiani1, M. Jamiluddin Ritonga1 Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected] 1Fakultas Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan komunikasi satu arah di media komunikasi internal ”Hallo online” antara manajemen dengan karyawan. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa media komunikasi internal ”Hallo online” hanya dapat menerapkan komunikasi satu arah saja, yaitu komunikasi yang berasal dari manajemen kepada karyawan. Bila ingin menerapkan komunikasi dua arah, maka diperlukan media lain yang dapat mendukung terbentuknya proses komunikasi dua arah. Sehingga komunikasi yang terjalin menjadi efektif antara manajemen dengan karyawan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa diperlukan media lain seperti media tatap muka yang dapat menunjang terbentuknya penerapan komunikasi dua arah. Sehingga manajemen dapat mengetahui respon atau tanggapan secara langsung dari pihak karyawan begitupun sebaliknya. Kata Kunci : Penerapan komunikasi, satu arah, “Hallo online” Pendahuluan Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh publik internal perusahaan adalah menyebarkan informasi tentang perusahaan kepada karyawan. Informasi yang disampaikan berupa kebijakan dari manajemen dan beberapa info mengenai perkembangan perusahaan. Untuk itu, public relations memerlukan media untuk berkomunikasi dengan para karyawan. Media yang digunakan sebagai alat komunikasi antara karyawan dengan manajemen atau karyawan dengan karyawan dinamakan media komunikasi internal. Fungsi Media komunikasi internal selain untuk menyampaikan informasi juga untuk membina hubungan yang harmonis dan komunikatif kepada karyawannya agar iklim perusahaan juga ikut terjaga dengan baik. Perusahaan yang sadar untuk membina hubungan baik dengan karyawannya akan menggunakan media internal sebagai alat berkomunikasi antarkaryawan atau antara karyawan dengan manajemen perusahaan. Dennis W.Jeffers dan David N.Bateman di dalam artikel berjudul Redetening The Role of The Company PR, dalam Mahmud (1993: 199) menyatakan bahwa media internal adalah untuk membangun atau membentuk kebanggaan karyawan akan perusahaan dan dapat mengidentifikasikan dirinya di dalam kegunaan perusahaan, dan untuk membentuk kesetiaan mereka pada karyawan. Media internal sangat diperlukan oleh perusahaan sebagai sarana yang tepat untuk menginformasikan kepada karyawan tentang setiap kegiatan yang dilakukan perusahaan. kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dapat meliputi kegiatan internal perusahaan ataupun kegiatan eksternal perusahaan. Kegiatan tersebut dapat berupa ceremonial, kegiatan serah terima jabatan, kegiatan Baksos (Bakti sosial), atau kegiatan siaran pers yang diliput oleh wartawan (press confrence). Oleh karena itu dalam menyampaikan informasi kepada para publiknya dibutuhkan beberapa bentuk media internal sebagai alat komunikasi. Bentuk-bentuk dari media internal diantaranya : the sales bulletin, the newsletter, the magazine, the tabloid newspaper, dan the wall newspaper. Sedangkan untuk beberapa media internal dalam bentuk elektronik diantaranya : video cassets, audio cassets tape, dan viewdata house journal. Salah satu perusahaan yang sudah menggunakan media komunikasi internal adalah PT Telkom Divre II Jakarta. Bentuk media internal yang digunakan PT Telkom adalah media online “Hallo online”, Papan Informasi, dan Announcement Service. Media komunikasi internal selalu digunakan oleh PT Telkom Divre II Jakarta yaitu media komunikasi internal “Hallo online” yang berbentuk viewdata house journal. Menurut Ruslan (2006: 196) “Viewdata house journal yaitu media surat kabar elektronik yang mempergunakan perangkat saluran televisi atau komputer untuk mengakses informasi atau berita-berita tertentu. Biasanya, media elektronik yang sering dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menyampaikan pesan, informasi, publikasi dan promosi, serta tujuan pemberitaan adalah saluran internet, e-mail, dan computer line”. Viewdata house journal di PT Telkom disebut sebagai intranet. Intranet merupakan jalur informasi yang bebas hambatan yang dapat digunakan public relations untuk menyampaikan informasi kepada karyawannya secara cepat, murah, dan mudah diakses. Itu semua dapat dilakukan intranet karena menggunakan teknologi komunikasi baru dengan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 83 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. sarana internet atau media online. Di sisi lain, media internal perusahaan atau intranet dapat diartikan sebagai website yang memuat segala informasi resmi mengenai perusahaan. Informasi tersebut umumnya bersifat statis atau tidak akan terlalu sering di update dan hanya untuk komunikasi satu arah. Biasanya informasi yang disajikan berisikan tentang perusahaan, topik aktual, artikel atau promosi produk perusahaan. Mereka tidak memberikan tempat pada para karyawan untuk memberikan umpan balik atau tanggapan yang nantinya akan dimuat dalam intranet tersebut. Demikian pula yang dilakukan oleh media komunikasi internal “Hallo online” di PT Telkom Divre II Jakarta. Dalam “Hallo online”, berisikan tentangkebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh manajemen perusahaan, tentang ceremonial yang diadakan perusahaan, info-info kegiatan yang dilakukan oleh PT Telkom Divre II Jakarta, tulisan mengenai renungan/kontemplasi, suara pelanggan, profil karyawan, berita keluarga karyawan PT Telkom, hingga tulisan dan gambar menarik berupa karikatur. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa komunikasi yang diterapkan oleh PT Telkom Divre II Jakarta masih menggunakan model komunikasi satu arah (Top Down). Sehingga karyawan tidak dapat memberikan umpan balik atau tanggapan atas informasi yang disampaikan oleh manajemen perusahaan. Tetapi parakaryawan dapat memberikan kritik atas tulisan dalam “Hallo online” melalui contactus yang terdapat di dalam “Hallo online” tersebut. Dilihat dari penjelasan di atas, maka gejala yang muncul yaitu adanya komunikasi satu arah dalam media komunikasi internal ”Hallo online”. Berdasarkan uraian di atas, maka penerapan komunikasi dilakukan dengan komunikasi satu arah. Penerapan komunikasi satu arah sangat dapat digunakan oleh perusahaan untuk menyampaikan informasi mengenai PT Telkom Divre II Jakarta. Hal ini merupakan upaya perusahaan agar para karyawan semangat dalam bekerja dan merasa dihargai keberadaannya oleh perusahaan. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian mengenai penerapan komunikasi satu arah media komunikasi internal “Hallo online” di PT Telkom Divre II Jakarta. Fokus Penelitian Media komunikasi internal merupakan salah satu alat untuk menyampaikan informasi antara manajemen perusahaan dengan para karyawan. Informasi yang disampaikan dapat berupa kebijakan manajemen atau berupa acara-acara ceremonial yang dilakukan oleh perusahaan. Informasi yang disampaikan hanya berasal dari manajemen perusahaan sehingga bersifat satu arah. Walaupun begitu, karyawan juga dapat ikut andil di dalamnya dengan memberikan ide-ide atau gagasan mengenai isi informasi dalam media komunikasi internal “Hallo 84 online”. Tetapi tetap saja yang mendominasi isi informasi dalam media komunikasi internal “Hallo online” adalah informasi mengenai manajemen sehingga penerapan komunikasi bersifat satu arah. Dengan demikian pendekatan komunikasi yang dilakukan oleh media komunikasi internal “Hallo online” adalah dengan menggunakan pendekatan komunikasi satu arah, dimana para karyawan tidak dapat menyampaikan tanggapan atas informasi yang disampaikan oleh manajemen perusahaan. Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis menetapkan fokus penelitian yaitu “Mengapa PT Telkom Divre II Jakarta menggunakan penerapan komunikasi satu arah di media internal komunikasi “Hallo online”? Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian berdasarkan fokus penelitian di atas, yaitu: a. Untuk mengetahui isi dari berita media komunikasi internal “Hallo online” b. PT Telkom Divre II Jakarta. c. Untuk mengetahui cara memproduksi media komunikasi internal “Hallo d. online” PT Telkom Divre II Jakarta. e. Untuk mengetahui penerapan komunikasi satu arah di media komunikasi f. internal “Hallo online” PT Telkom Divre II Jakarta. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kasus sebagai metode penelitian. Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskripitif. Menurut Narbuko dan Achmadi (2005: 44) bahwa “ Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi. Ia juga bisa bersifat komperatif dan korelatif. Penelitian deskriptif banyak membantu terutama dalam penelitian yang bersifat longitudinal, genetif, dan klinis.” Dengan menggunakan penelitian deskriptif maka peneliti dapat menyelesaikan masalah penelitian dari mulai cara memecahkan masalah berdasarkan data-data, kemudian menyajikan data, menganalisa data, hingga akhirnya menginterpretasi data tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian studi kasus sebagai desain penelitian yang nantinya dapat menentukan kasus dan unit analisis yang akan diteliti. Yin (2006: 1) menyatakan bahwa “Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. akan diselidiki, dan bilaman fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.” Sedangkan Mulyana (2004: 201) menyatakan bahwa “studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program atau individu sosial”. Berdasarkan dua pendapat ahli di atas mengenai studi kasus, Yin menyatakan bahwa dalam studi kasus ini peneliti hanya dapat bertanya mengenai bagaimana dan engapa. Selain itu juga, fokus penelitian terletak pada peristiwa-peristiwa yang kontemporer (kekinian) atau aktual dalam konteks kehidupan nyata. Sedangkan Mulyana menyatakan bahwa studi kasus merupakan suatu penjelasan yang komprehensif mengenai beberapa aspek sosial yang terjadi dalam organisasi atau dalam masyarakat luas. Dari dua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan suatu metode dimana peneliti hanya dapat bertanya tentang bagaimana dan mengapa. Selain itu, peristiwa yang diteliti adalah peristiwa yang kontemporer dan aktual dan juga membahas beberapa peristiwa yang bersangkutan dengan aspek sosial, organisasi, dan juga individu sosial. Dalam menentukan desain penelitian studi kasus Robert K. Yin membagi desain penelitian menjadi empat tipe, yaitu: (1) desain kasus tunggal holistik, (2) desain kasus tunggal terjalin, (3) desain multikasus holistik, (4) desain multikasus terjalin. Rasional dari desain penelitian yang dimaksud sebagaimana dijelaskan berikut ini : Tabel 1 Tipe dasar desain studi kasus Keterangan gambar : Tipe 1 : Desain dengan kasus tunggal dan unit analisis tunggal Tipe 2 : Desain dengan kasus tunggal dan unit multianalisis Tipe 3 : Desain dengan multi-kasus dan unit analisis tunggal Tipe 4 : Desain dengan multi-kasus dan unit multi analisis Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu ”Mengapa PT Telkom Divre II Jakarta menerapkan komunikasi satu arah di media komunikasi internal ”Hallo online”?, maka peneliti dapat menentukan kasus penelitian dan unit analisisnya. Kasus yang yang akan diteliti adalah penerapan komunikasi satu arah media komunikasi internal ”Hallo online”. Bentuk media komunikasi internal ”Hallo online” yang diteliti disini hanya satu bentuk media saja, yaitu intranet ”Hallo online” sehingga kasus yang diteliti bersifat kasus tunggal. Sedangkan unit analisisnya adalah pihak yang mengelola media komunikasi internal Hallo online” yaitu pihak public relations dan karyawan PT Telkom Divre II Jakarta. Sehingga unit analisis yang diteliti bersifat unit multi analisis. Berdasarkan uraian di atas , maka desain penelitian yang relevan sesuai dengan fokus penelitian yang akan diteliti yaitu dengan menggunakan tipe 2 (kasus-tunggal dan unit multianalisis) Bahan Penelitian dan Unit Analisis Berdasarkan fokus penelitian yang akan diteliti yaitu, ”Mengapa PT Telkom Divre II Jakarta menerapkan komunikasi satu arah di media komunikasi internal ”Hallo online”?”, maka yang menjadi bahan penelitian berupa manusia (public relations PT Telkom Divre II Jakarta dan karyawan) serta beberapa data dan dokumen yang diperoleh dari pihak kedua. Bahan penelitian yang berupa manusia di dapat dari kedua belah pihak yang terlibat dalam kegiatan media komunikasi internal ”Hallo online”. Sedangkan unit analisis yang digunakan ialah nonindividu dan individu. Non-individu digunakan karena informasi yang diperoleh peneliti terkait dengan kepentingan perusahaan. Sedangkan individu digunakan karena dalam komunikasi informal di PT Telkom Divre II Jakarta yang nantinya terdapat keterkaitan personal masing-masing karyawan. Sehingga adanya keterkaitan pengelola intanet ”Hallo online” yaitu public relations dengan karyawan PT Telkom Divre II Jakarta. kegiatan media komunikasi internal diperuntukkan bagi karyawan PT Telkom Divre II Jakarta yang dilakukan secara individu, dan juga kegiatan tersebut masih terkait dengan kepentingan manajemen perusahaan/organisasi. Informan Menurut Moleong (2004: 90), informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian, ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Dalam hal ini, informan merupakan orang yang terlibat dalam kegiatan media komunikasi internal PT Telkom Divre II Jakarta, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini diantaranya adalah publik relations (PR) PT Telkom Divre II Jakarta beserta asistennya. Mereka adalah orang yang akan memberikan informasi mengenai kegiatan media komunikasi internal ”Hallo online”, karena mereka terlibat langsung dalam kegiatan media komunikasi internal ”Hallo online”. Selain pihak pertama yaitu public relations PT Telkom Divre II Jakarta, pihak kedua yaitu karyawan menjadi informan dalam penelitian ini. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 85 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. Untuk melakukan penelitian ini, maka penulis akan menggunakan sampling purposif. Menurut Kriyantono (2006: 154 ) ” Sampling Purposif adalah teknik ini mencakup orang–orang yang diseleksi atas dasar kriteria – kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan orang – orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel. Persoalan utama dalam teknik purposif adalah menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan penelitian. Biasanya teknik purposif dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data, daripada untuk tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan.” Dalam penelitian ini, sampling purposif digunakan untuk menentukan kriteria-kriteria yang dibuat berdasarkan tujuan penelitian, sehingga kriteria tersebut harus mendukung tujuan penelitian. Selain itu, sampling purposif dipilih dalam penelitian ini kerena mengutamakan kedalaman data daripada data-data yang hanya diteliti secara umum atau hanya sekilas saja. Key Informan Menurut Moleong (2004: 3) key informan adalah mereka tidak hanya bisa memberi keterangan tentang sesuatu kepada peneliti, tetapi juga bisa memberi saran tentang sumber bukti yang mendukung serta menciptakan sesuatu terhadap sumber yang bersangkutan. Dikaitkan dengan masalh penelitian, maka key informan yang relevan bukan hanya sekedar terlibat tetapi juga menguasai kegiatan media komunikasi internal ”Hallo online”. Untuk itu, key informan baru dapat ditentukan setelah melakukan penelitian tersebut. Dari informasi yang memenuhi, syarat tersebut lalu dipilih menjadi key informan. Instrumen Data Primer : Menurut Moleong (2006: 157) data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai yang didapat melalui catatan tertulis atau melelui rekaman video atau audio tapes, pengambilan foto atau film Data primer merupakan data yang diperoleh dari tangan pertama. Data ini berasal dari informan dan key informan. Dalam penelitian ini yang menjadi data primer adalah berupa informasi yang dapat menjawab ketiga tujuan penelitian : 1. Informasi mengenai isi dari informasi yang disampaikan oleh media komunikasi internal ”Hallo online” PT Telkom Divre II Jakarta. Untuk mengetahui informasi tersebut, maka instrumen yang cocok digunakan yaitu dengan menggunakan observasi. Menurut Bungin (2007: 115) : ” Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca 86 indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya.” Sedangkan Narbuko dan Achmadi (2005: 70) menyatakan bahwa ”Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gajala yang diselidiki”. Dari dua pendapat ahli mengenai observasi, Bungin menekankan pengertian observasi lebih kepada kemampuan seseorang untuk mengamati sesuatu dengan menggunakan panca indra yang mereka miliki. Sedangkan Narbuko dan Achmadi menekankan observasi pada alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat gejala-gejala yang akan diselidiki. Dilihat dari dua pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh seseorang dengan cara mengamati menggunakan panca indra, pengamatan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencatat gejalagejala yang nantinya terdapat dilapangan atau yang akan diselidiki. 2. Informasi mengenai proses produksi media komunikasi internal ”Hallo online”. Untuk dapat melihat dan menggali jalannya proses produksi memasukkan informasi ke dalam media komunikasi internal ”Hallo online”, maka instrumen yang relevan yaitu dengan menggunakan observasi atau pengamatan secara langsung . 3. Informasi mengenai penerapan komunikasi satu arah media komunikasi internal ”Hallo online” PT Telkom Divre II Jakarta. Untuk dapat menggali informasi instrumen yang relevan digunakan adalah tidak cukup hanya dengan menggunakan wawancara mendalam saja melainkan harus dilengkapi dengan pengamatan langsung di lapangan (observasi) agar data yang diperolah dapat menjawab tujuan penelitian. Menurut Kriyantono (2006: 98): ” wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dalam frekuensi tinggi dan berulang – ulang secara intensif . Pewawancara tidak mempunyai kontrol atas respon informan.” Menurut Bungin (2007: 108) : “wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.” Dari dua pendapat di atas mengenai wawancara mendalam, Kriyanto menyatakan bahwa wawancara mendalam adalah suatu cara untuk mengumpulkan data dengan cara bertatap muka dengan informasi. Wawancara ini dilakukan secara internsif dan frekuensi yang berulang-ulang. Sedangkan Bungin menyatakan bahwa wawancara mendalam adalah suatu proses dalam memperoleh keterangan dari informan dengan cara bertatap muka, dimana dalam wawancara tersebut tidak ada pedoman yang digunakan. Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wawancara mendalam merupakan suatu cara untuk memperoleh keterangan dari informan dengan cara bertatap muka. Wawancara ini dilakukan secara berulang-ulang (intensif) dan dalam memperoleh keterangan tidak ada pedoman di dalamnya. Data Sekunder Menurut Moleong (2006: 159) data sekunder adalah bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari tangan kedua. Untuk mengumpulkan data yang selengkap-lengkapnya mengenai penerapan komunikasi satu arah media komunikasi internal ”Hallo online”, maka instrumen yang relevan dengan menggunakan pengamatan langsung (observasi). Reliabilitas dan Validitas Data Berdasarkan fokus penelitian, maka kriteria yang relevan digunakan untuk menentukan validitas data adalah kriteria keteralihan (transferability). Menurut Moleong (2006: 324), ”Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks”. Jika dikaitkan dengan masalah penelitian, maka kriteria ini dipilih oleh peneliti karena dalam keteralihan peneliti harus mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Sedangkan untuk menguji reliabilitas, teknik pemeriksaan yang relevan adalah dengan menggunakan uraian rinci. Menurut Moleong (2006: 337) uraian rinci berarti peneliti bertanggung-jawab terhadap penyediaan dasar secukupnya yang memungkinkan seseorang merenungkan suatu aplikasi pada penerima sehingga memungkinkan adanya pembandingan. Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraian itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Untuk mendapatkan data yang reliabilitas, maka data yang telah dihasilkan harus diolah terlebih dahulu yaitu dengan cara melakukan kroscek data tersebut. Data tersebut didapat dari data primer, yaitu dengan cara wawancara mendalam dan observasi kepada seseorang yang benar-benar menguasai kegiatan media komunikasi internal ”Hallo online” di PT Telkom Divre II Jakarta. Tidak hanya data primer saja yang dibutuhkan tetapi data sekunder sebagai data pendukung. Setelah melakukan wawancara dengan key informan dan informan, kemudian peneliti melakukan kroscek dengan cara membandingkan dengan data sekunder yang didapat di lapangan. Oleh karena itu dalam penelitian, tidak hanya melaporkan hasil wawancara saja tetapi juga melakukan kroscek terhadap data sekunder dan teori dari para ahli. Analisis Data Dalam studi kasus, terdapat pendekatan yang digunakan dalam teknis analisis. Teknik ini bermanfaat dan penting serta hendaknya digunakan ketika memasukkan bukti tersebut ke dalam beberapa urutan sebelum sampai pada analisis faktual. Yin (2005: 135) menyatakan bahwa terdapat tahap-tahap yang harus dilalui dalam analisis data adalah : 1. Memasukan informasi kedalam daftar yang berbeda. 2. Membuat matriks kategori dan menempatkan buktinya kedalam kategori tersebut. 3. Menciptakan analisis data-flowchart dan perangkat lainnya guna memeriksa data yang bersangkutan. 4. Mentabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda. 5. Memeriksa kekompleksan tabulasi dan hubungannya dengan menkalkulasi angka urutan kedua seperti rat-rata hitung dan varians. 6. Memasukan informasi kedalam urutan kronologis atau menggunakan skema waktu lainnya. Hasil dan Pembahasan Public Relations PT. Telkom Divre II Jakarta Berdasarkan keputusan Direksi PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk No. 11/PS150/CTG10/2006 tentang organisasi divisi regional II Jakarta. Divisi Regional II, bagian komunikasi merupakan salah satu bagian yang langsung berada di bawah koordinasi EGM dan deputy EGM Divre-II, dipimpin oleh pejabat setingkat assisten senior manager dengan sebutan division communication. Division communication Divre-II, bertanggung jawab atas terkondisinya public image yang positif atas representasi Telkom di wilayah Divre-II yang dilakukan melalui upaya pengelolaan komunikasi yang efektif. Secara garis besar, Division Communication Divre II memiliki ruang lingkup sebagai berikut. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 87 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. 1. Mengelola mekanisme komunikasi, termasuk pengelolaan medianya, sehingga komunikasi Divre II dengan pihak eksternal dapat secara optimal menjadi sarana yang efektif dalam menjaga dan membangun Corporate Image. 2. Mengkoordinir program pengembangan informasi, yang mencakup kegiatankegiatan yang terkait dengan penyaringan informasi (disesuaikan dengan norma/ peraturan publikasi informasi bagi perusahaan go public), pengkayaan jenis dan nilai informasi, pengemasan, pengelolaan mekanisme feedback yang sistematis. 3. Mengkoordinir program-program yang terkait dengan news & information management. 4. Menyelenggarakan program hubungan publik, yang mencakup kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses komunikasi dengan publik (press conference, layanan kunjungan study banding/ bencmark, merespon saran/kritik dari media masa, membina hubungan dengan komunitas industri dan asosiasi terkait/ PEMDA setempat dll). 5. Mengkoordinasikan kegiatan komunikasi internal di lingkungan DIVRE II. Dalam menjalankan perannya manager communication Divre berinteraksi dengan: a. VP Public/ Marketing Communication, dalam hal koordinasi publikasi informasi dan komunikasi internal; b. AVP HR Communication dalam hal koordinasi pengelolaan informasi SDM di lingkungan DIVRE-II; dan c. Para general manager (GM) Kandatel dalam hal koordinasi komunikasi publik. Aktivitas Public Relations Dari fungsi public relations PT Telkom Divre II Jakarta di atas, maka aktivitasnya dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu internal relations dan external relations. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengamati aktivitas internal relations saja, sehingga peneliti tidak mencantumkan aktivitas eksternal relations di dalamnya. Aktivitas Internal Relations Secara keseluruhan dalam kegiatan public relations PT. Telkom sudah tergambar dengan jelas tugas dan fungsi masing-masing serta tanggung jawab sub dinas kegiatan internal yang ada di PT Telkom, meliputi: a. Membina hubungan baik dengan karyawan dan keluarga karyawan; b. Membuat penerbitan atau bulletin berkala setiap satu bulan sekali; c. Menyusun dan melaksanakan secara internal; d. Membuat papan pengumuman / papan informasi; e. Menyiapkan materi dan penyusunan announcement service (acs) masingmasing bidang; 88 f. Kontak langsung dengan seluruh karyawan; g. Menyiapkan jadwal upacara/apel/tatap muka manajemen dengan jajaran internal termasuk bagian surat menyurat; dan h. Dokumentasi dan peliputan acara yang diadakan PT Telkom. Media Komunikasi Internal “Hallo online” Dalam suatu perusahaan dibutuhkan alat yang dapat digunakan untuk berkomunikasi antara pihak manajemen perusahaan dan pihak karyawan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap pihak-pihak yang terkait dengan media komunikasi internal “Hallo online” yaitu pihak public relations dan karyawan PT Telkom Divre II Jakarta. Menurut public relations PT Telkom Divre II Jakarta media komunikasi internal “Hallo online” merupakan media atau alat perantara yang digunakan oleh public relations untuk menyampaikan informasi kepada karyawan (internal PT Telkom Divre II Jakarta). Idealnya media atau alat perantara ini tidak hanya untuk karyawan saja tetapi juga meliputi pemegang saham, keluarga karyawan, dan juga pensiunan PT Telkom Divre II Jakarta. Dalam media ini, informasi yang disampaikan berkaitan dengan kebijakan perusahaan dan kegiatan manajemen juga informasi seputar karyawan PT Telkom Divre II Jakarta. Pendapat public relations PT Telkom Divre II Jakarta ini juga sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Rusell & Lane (1992: 61) bahwa media komunikasi adalah “alat perantara yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada komunikan dalam menjalankan tugas kehumasannya”. Dalam teori di atas dapat dilihat bahwa makna yang tertanam adalah media komunikasi internal merupakan suatu alat untuk menyampaikan pesan manajemen kepada karyawan melalui public relations sebagai penghubung. Hal ini juga dipertegas dengan gejala yang timbul di karyawan PT Telkom Divre II Jakarta yaitu setiap informasi yang dikeluarkan oleh manajemen perusahaan disiarkan melalui media-media yang telah disediakan oleh public relations PT Telkom Divre II Jakarta. Media-media tersebut antara lain “Hallo online”, Announcement Service (ACS), ataupun papan informasi (Papin). Dengan demikian, manajemen dapat memanfaatkan media-media tersebut untuk menyampaikan kebijakan atau informasi kepada karyawan internalnya. Fungsi utama Media komunikasi internal di PT Telkom Divre II Jakarta yaitu menjaga hubungan baik dengan pihak internal (karyawan) dengan memberikan informasi kepada karyawan mengenai manajemen dan perkembangan perusahaan. Dalam hal ini, pihak public relations PT Telkom Divre II Jakarta sangat mengharapkan dengan adanya informasi yang disampaikan dalam media Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. komunikasi internal “Hallo online” tersebut, karyawan akan lebih care terhadap perkembangan perusahaan. Hal ini juga senada dengan teori yang disampaikan oleh Ruslan (2006: 201) mengenai “fungsi media komunikasi internal yaitu sebagai media penghubung komunikasi internal yang berupaya untuk menyampaikan pesan mengenai aktivitas perusahaan”. Berdasarkan Teori yang sudah tertera di atas, maka fungsi media komunikasi internal “Hallo online” di PT Telkom Divre II Jakarta, dapat disimpulkan bahwa media komunikasi internal “Hallo online” tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi saja tetapi juga sebagai penghubung komunikasi yang baik antara manajemen perusahaan dengan pihak internal atau karyawan. Informasi yang disampaikan dalam media komunikasi internal “Hallo online” dapat menimbulkan citra karyawan terhadap perusahaannya. Citra perusahaan yang timbul dari karyawan dapat tercermin melalui informasi yang disampaikan dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Menurut public relations PT Telkom Divre II Jakarta bahwa citra yang muncul dari karyawan melalui media komunikasi internal “Hallo online” terhadap perusahaan adalah citra positif. Citra positif ini terbentuk karena informasi yang disampaikan oleh manajemen merupakan informasi yang “baik-baik saja” mengenai perusahaan. Sehingga citra yang timbul dari karyawan merupakan citra positif. Menurut teori yang diungkapkan oleh Mahmud (1993: 199) bahwa “media internal adalah untuk membangun atau membentuk kebanggaan karyawan akan perusahaan....”. Teori yang diungkapkan oleh Mahmud ini senada dengan efek yang terdapat dalam media komunikasi internal “Hallo online” di PT Telkom Divre II Jakarta, bahwa dengan adanya media komunikasi internal karyawan PT Telkom dapat menciptakan citra mengenai perusahaannya sendiri. Dari data sekunder yang di dapat oleh peneliti berdasarkan survey yang dilakukan oleh PT Telkom Divre II Jakarta, hampir seluruh karyawan berpendapat bahwa citra perusahaan yang ditampilkan dalam media komunikasi internal “Hallo online” adalah citra positif, dan hanya sedikit karyawan yang menyatakan citra negatif terhadap perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa karyawan. Terdapat dua kategori yang muncul, yang pertama adalah kategori karyawan yang mengetahui dan biasa menggunakan media komunikasi internal “Hallo online” di PT Telkom Divre II Jakarta, sedangkan kategori yang kedua adalah kategori karyawan yang tidak begitu mengetahui dan jarang menggunakan media komunikasi internal “Hallo online” PT Telkom Divre II Jakarta. Dari kedua kategori yang muncul di atas, kategori pertama yang muncul adalah kategori karyawan yang “sadar” dengan adanya media komunikasi internal “Hallo online” menyatakan bahwa “Hallo online” merupakan alat yang efektif dalam menyampaikan pesan dari manajemen mengenai kebijakan dan beberapa rencana yang sedang dikerjakannya. Dalam hal ini, karyawan sudah sejalan dengan yang diungkapkan oleh public relations PT Telkom Divre II Jakarta dan juga teori yang diungkapkan oleh Rusell & Cane (1992: 61) bahwa “media internal adalah alat perantara yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada komunikan dalam menjalankan tugas kehumasannya”. Dengan demikian, dapat tercermin bahwa media komunikasi internal “Hallo online” sudah dapat memenuhi keinginan karyawan untuk dapat mengetahui informasi seputar perusahaan. Kategori pertama ini ditandai oleh karyawan yang selalu meng-update atau mengakses terhadap informasi-informasi terbaru seputar perusahaan. Tidak hanya itu, karyawan juga sudah mempunyai citra sendiri mengenai perusahaan yang ditampilkan oleh media komunikasi internal “Hallo online” dan biasanya citra yang ditampilkan adalah citra positif. Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti, karyawan yang mengetahui dan biasa menggunakan media komunikasi internal “Hallo online” adalah karyawan yang selalu berada di depan meja kerjanya. Artinya, karyawan ini selalu stay di depan komputer sehingga mereka dengan mudah dapat langsung mengakses informasi terbaru yang disampaikan melalui media komunikasi internal “Hallo online”. Selain itu, mereka juga karyawan yang bekerja di kantor pusat PT Telkom Divre II Jakarta. Karena biasanya mereka yang bekerja di kantor pusat atau Divre II sudah ada sosialisasi langsung dari pihak manajemen. nformasi yang terdapat dalam media komunikasi internal “Hallo online” adalah informasi yang baik tentang manajemen perusahaan. Sehingga citra yang timbul dari karyawan yang mengetahui adanya media komunikasi internal “Hallo online” adalah citra positif. Dengan demikian, karyawan yang sudah mengetahui dan biasa menggunakan media komunikasi internal “Hallo online” mempunyai citra yang sama tentang PT Telkom Divre II Jakarta melalui media komunikasi internal “Hallo online”. Sedangkan menurut kategori yang kedua, yaitu karyawan yang tidak begitu mengetahui dan tidak biasa menggunakan media komunikasi internal “Hallo online” menyatakan bahwa media komunikasi internal “Hallo online” merupakan media online yang tidak hanya digunakan untuk menyampaikan informasi tetapi juga terdapat e-mail karyawan, slip gaji, dan juga Milis yang terdapat dalam portal Telkom. Hal ini sangatlah bertolak belakang dengan yang diungkapkan oleh public relations Telkom dan juga teori yang diungkapkan oleh Russel & Lane bahwa media komunikasi internal “Hallo online” adalah “alat perantara yang digunakan untuk menyampaikan pesan Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 89 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. kepada komunikan dalam menjalankan tugas kehumasannya”. Sedangkan media komunikasi internal “Hallo online” yang diungkapkan oleh kategori kedua dari karyawan bukanlah media komunikasi internal yang ditangani oleh public relations. Dalam hal ini, public relations hanya bertugas sebagai penyampai informasi saja, mereka tidak mengurusi data-data pribadi sepert e-mail karyawan, slip gaji, atau Milis. Dalam hal ini, citra positif selalu timbul karena mereka tidak hanya melihat informasi yang baik saja mengenai perusahaan, tetapi mereka juga dapat melakukan komunikasi antar karyawan sehingga komunikasi yang terjalin bukanlah komunikasi satu arah melainkan komunikasi dua arah. Dalam hal ini, tarjadi misunderstanding dari pihak karyawan yang masuk dalam kategori dua. Hal ini disebabkan oleh ketidakmengertian mereka mengenai media komunikasi internal “Hallo online”. Sehingga citra positif yang muncul dari karyawan bukanlah mengenai informasi yang diberitakan dalam “Hallo online” melainkan informasi mengenai data pribadi mereka sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada bulan desember, kategori kedua dari karyawan ini muncul karena karyawan tidak selalu berada di dalam kantor atau pekerjaan mereka seharihari adalah sebagai pelaksana di luar kantor. Sehingga mereka tidak bisa membedakan media komunikasi internal “Hallo online” dengan portal Telkom. Hal lain yang membuat mereka tidak mengerti tentang media komunikasi internal “Hallo online” adalah karena mereka tidak bekerja di kantor pusat Telkom Divre II Jakarta. Artinya. Mereka bekerja di berbagai unit datel yang tersebar di seluruh daerah Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Mereka yang tidak mengerti dikarenakan sosialisasi yang kurang optimal dari masing-masing kandatel atau divisi sekertariat yang terdapat di unit kerja tersebut. Sehingga kebijakan atau informasi yang disampaikan oleh manajemen tidak dapat terlaksana dengan baik. Media komunikasi internal “Hallo online” dapat juga didefinisikan sebagai saluran komunikasi yang dapat menghubungkan pihak manajemen sebagai komunikator dengan pihak karyawan sebagai komunikan. Menurut teori Shannon & Weaver mengenai saluran yang diungkapkan oleh Severin dan Tankard (2007: 58) bahwa “saluran adalah media yang digunakan untuk mengirim sinyal dari pengirim ke penerima”. Dilihat dari teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa media komunikasi internal “Hallo online” dapat menjadi saluran bagi pihak manajemen perusahaan selaku pengirim kepada pihak karyawan selaku penerima. Saluran yang digunakan oleh Shannon & Weaver adalah saluran komunikasi yang berbentuk satu arah, sehingga dalam pengaplikasiannya tidak ada timbal balik dari pihak penerima. Secara spesifik dikatakan dalam teori Shannon & Weaver bahwa 90 saluran adalah media untuk mengirimkan sinyal dari transmitter ke penerima. Dari teori di atas dilihat bahwa saluran yang digunakan hanya untuk mengirimkan sinyal yang di dalamnya terdapat pesan kepada transmitter yang nantinya akan dibawa menuju penerima. Jika dibandingkan dengan media komunikasi internal “Hallo online” sebagai salah satu saluran yang terdapat di PT Telkom Divre II Jakarta, maka dapat disimpulkan bahwa “Hallo online” juga hanya mengirimkan informasi dari pengirim (manajemen) dengan menggunakan server intranet sebagai transmitter hingga sampai kepada penerima (karyawan). Dalam hal ini, karyawan juga tidak bisa memberikan umpan balik seperti yang telah digambarkan oleh Shannon & Weaver bahwa alir komunikasi yang diharapkan oleh pengirim yaitu alir linier. Sehingga informasi hanya dapat dinikmati saja oleh karyawan, tetapi karyawan tidak dapat menyampaikan respon atas informasi tersebut. Isi media komunikasi internal “Hallo online” Umumnya isi media komunikasi internal “Hallo online” berisikan tentang beberapa rubrik mengenai info-info perusahaan dan juga beberapa tulisan yang berasal dari karyawan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan pihak public relations yang terkait dalam kegiatan menentukan dan menjadi pertimbangan isi informasi yang layak dimasukkan ke dalam media komunikasi internal “Hallo online” PT Telkom Divre II Jakarta. Menurut public relations Telkom Divre II Jakarta terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan isi dari media komunikasi internal “Hallo online” adalah dengan adanya rapat redaksi kecil yang dibuat oleh public relations sendiri selaku pihak redaksional yang mengatur media komunikasi internal “Hallo online”. Dari hasil rapat tersebut baru dapat ditentukan isi informasi yang layak untuk diterbitkan dan juga dapat menentukan nilai informasi yang dipakai sebagai penentuan isi sebuah berita. Nilai berita merupakan hal pokok untuk menilai informasi tersebut mempunyai news value (nilai berita) dan news worthy (berharga sebagai berita) atau tidak. Menurut Soemirat dan Ardianto (2005: 35) terdapat lima hal pokok yang digunakan untuk menilai sebuah informasi, yaitu Significant, Magnitude, Aktualitas, Proximity, Human Interest, dan Prominent. Jika dibandingkan dengan isi informasi yang terdapat dalam media komunikasi internal “Hallo online”, hampir seluruh nilai berita digunakan dalam menentukan isi media komunikasi internal “Hallo online”. Nilai berita yang telah ditentukan adalah Aktualitas, Prominent, Magnitude, dan Human Interest.. Berdasarkan hal di atas, maka peneliti memaknai informasi yang diinginkan oleh public relations adalah informasi yang cepat sampai (update), informasi yang Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. berpengaruh besar terhadap karyawan, informasi mengenai kemanusiaan, dan informasi yang layak dibaca oleh karyawan. Dari semua nilai berita yang menjadi pertimbangan di atas, terdapat satu nilai berita yang paling penting yaitu nilai berita yang bersifat aktualitas. Nilai berita ini dipilih karena bentuk media komunikasi internal yang digunakan adalah berbentuk online yang selalu mengutamakan kecepatan dalam menyampaikan informasi kepada karyawan. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti selama bulan desember, dapat diketahui bahwa berita yang bersifat aktual lebih langsung direspon oleh pembaca (karyawan) karena menyajikan berita yang hangat dan teraktual. Disisi lain, walaupun informasi tersebut mempunyai nilai magnitude yang sangat besar tetapi tidak disajikan secara aktual maka informasi tersebut akan dianggap basi oleh karyawan. Dalam hal ini terdapat beberapa pihak yang turut berperan serta dalam menulis di media komunikasi internal “Hallo online”. Pihak-pihak tersebut antara lain pihak manajemen, pihak public relations, dan pihak karyawan. Pihak manajemen merupakan salah satu pihak yang sangat berpengaruh dalam menentukan isi informasi yang akan disajikan di dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Kemudian pihak public relations adalah pihak yang menjembatani penyampaian pesan antara manajemen perusahaan dengan karyawan juga sebaliknya. Sedangkan pihak karyawan adalah pihak yang ikut berpartisipasi dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan tertentu untuk kebaikan perusahaan. Pihak karyawan dapat menyumbangkan ide-idenya dalam media komunikasi internal “Hallo online”, tetapi dengan beberapa kriteria yang sudah ditentukan, misalnya seperti informasi tersebut harus memiliki nilai berita, aktual, ide-ide yang cemerlang, kritik yang membangun dan proporsional, dan juga tidak boleh bertolak belakang dengan kebijakan perusahaan. Bertolak belakang di sini dapat diartikan bahwa karyawan tidak boleh menjelek-jelekan atau menghina manajemen ataupun produk perusahaan. Dalam hal ini, walaupun pihak karyawan diperbolehkan menulis untuk media komunikasi internal “Hallo online”, tetapi tetap saja informasi yang mendominasi adalah informasi seputar manajemen dan perusahaan. Salah satu contoh yaitu informasi yang sering berada dalam headline adalah info-info terbaru berkaitan dengan manajemen. Info-info tersebut dapat berupa kebijakan atau beberapa kegiatan yang dilakukan manajemen untuk perusahaan. Dari contoh di atas, dapat diketahui bahwa informasi yang berasal dari manajemen lebih mendominasi daripada informasi yang berasal dari karyawan PT Telkom Divre II Jakarta. Hal ini semakin menguatkan bahwa media komunikasi internal “Hallo online” bersifat satu arah. Dalam media komunikasi internal “Hallo online”, terdapat beberapa rubrik yang disediakan oleh public relations yang dapat memuaskan keingintahuan para karyawan tentang perusahaan dan hal-hal menarik lainnya. Rubrik-rubrik tersebut dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama berisikan tentang informasi mengenai perusahaan dan juga beberapa kolom yang dibuat khusus untuk memenuhi hasrat para karyawan yang ingin ikut serta menjadi bagian dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Bagian kedua berisikan tentang informasi mengenai kliping, siaran pers, penghargaan dan uraian tugas masing-masing karyawan. Dan yang ketiga berisikan tentang unit-unit kerja karyawan yang terdapat di luar bagian Divre II Jakarta. Menurut teori Effendy yang membagi rubrik dalam media komunikasi internal menjadi 3 bagian, bagian pertama merupakan informasi yang berasal dari pihak manajemen perusahaan dan berasal dari pihak karyawan. Bagian yang kedua berisikan tentang informasi-informasi mengenai edukasi. Sedangkan bagian yang terakhir berisikan tentang rekreasi atau info-info menarik di luar perusahaan dan juga karyawan. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa teori yang diungkapkan oleh Effendy lebih bervariasi dibandingkan dengan rubrik yang terdapat dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Rubrikasi yang diungkapkan oleh Effendy terlihat lebih bervariasi karena isi informasinya tidak selalu mengenai manajemen perusahaan, tetapi hal-hal lain di luar konteks perusahaan dan karyawan. Sedangkan, isi rubrikasi dalam media komunikasi internal “Hallo online” terlalu banyak membahas tentang manajemen dan perusahaan sehingga isi informasinya terlihat monoton. Dari beberapa karyawan yang menjadi informan terdapat dua kategori yang muncul dari karyawan tersebut. Kategori pertama adalah kategori karyawan yang pro terhadap isi informasi dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Kategori kedua adalah adalah kategori karyawan yang kontra terhadap isi informasi dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Karyawan yang masuk dalam kategori pro adalah karyawan yang selalu menerima informasi atau kebijakan yang disampaikan oleh manajemen dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Tidak hanya menerima saja tetapi mereka juga mengimplementasikan kebijakan-kebijakan dari manajemen. Karyawan yang masuk dalam kategori ini biasanya karyawan yang selalu ada di dalam perusahaan dan juga selalu update informasi-informasi terbaru mengenai manajemen dan perusahaan. Mereka berpendapat bahwa informasi yang disampaikan dalam media komunikasi internal “Hallo online” sudah memenuhi standar mereka sebagai informasi yang disampaikan dari manajemen perusahaan. Dengan adanya media komunikasi internal “Hallo online” dapat Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 91 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. membantu mereka untuk mengetahui kegiatan atau kebijakan yang diturunkan oleh manajemen perusahaan dengan dijembatani oleh public relations. Dari survey yang dilakukan oleh public relations, menyatakan bahwa hampir semua karyawan di PT Telkom Divre II Jakarta menerima atau mengetahui informasi atau kebijakan yang dikeluarkan oleh manajemen dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Ini berarti bahwa semua karyawan yang mengetahui kebijakan tersebut seharusnya dapat mengimplementasikan kepada kehidupan sehari-hari. Sedangkan karyawan yang masuk dalam kategori kontra yaitu karyawan yang mengetahui kebijakan tersebut, tetapi tidak sepenuhnya setuju dengan kebijakan tersebut. karyawan yang masuk dalam kategori ini sangatlah sedikit, karena kebanyakan dari mereka setuju dengan kebijakan atau keputusan manajemen yang ditampilkan dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Hal ini dapat dilihat dari efek yang timbul dari kebijakan tersebut, bahwa terdapat beberapa karyawan yang tidak mengimplementasi atas kebijakan yang sudah diturunkan oleh manajemen. Hal ini dapat dilihat dari data sekunder yang terdapat dalam isi media komunikasi internal “Hallo online”, yakni karyawan yang kurang setuju dengan kebijakan yang diturunkan oleh manajemen, biasanya mereka menuliskan feedbacknya ke dalam kolom kontemplasi, wacana, hallo siana, galery, dan karikatur. Mereka adalah kolom yang telah disediakan khusus untuk karyawan yang ingin menuliskan timbal balik kepada manajemen. Timbal balik ini tidak bearti dua arah karena sasaran yang dituju bukan untuk manajemen tetapi mereka hanya sekedar menulis keberatan atas kebijakan yang diturunkan oleh manajemen perusahaan. Menurut Wiryanto (2000: 43) bahwa terdapat tiga jenis isi pesan yang terdapat dalam saluran komunikasi, diantara bersifat reportorial, bersifat editorial, dan bersifat interpretatif. Dari ketiga sifat pesan di atas, yang dianggap paling efektif adalah pesan yang bersifat reportorial. Jika dibandingkan dengan isi informasi yang terdapat dalam media komunikasi internal “Hallo online” maka, sifat pesan yang paling efektif adalah pesan ynag bersifat editorial. Hal ini disebabkan oleh isi pesan yang disampaikan didominasi oleh pendapat lembaga yaitu manajemen. Sehingga makna dari isi pesan yang disampaikan dalam media komunikasi internal “Hallo online” hanyalah bersifat editorial saja. Menurut Widjaja (2000: 33) pesan yang efektif digolongkan menjadi enam ategori, yaitu isi pesannya umum, jelas dan gamblang, bahasanya jelas dan gamblang, isi pesannya bersifat positif, seimbang, dan sesuai dengan keinginan komunikan. Dilihat dari teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa isi pesan yang terdapat dalam media komunikasi internal “Hallo online” hampir efektif. Isi pesan yang bersifat umum, jelas dan 92 gamblang, bahasanya jelas dan gamblang, juga isi pesan yang bersifat positif sudah sangat tergambar dalam info-info yang berasal dari manajemen. Sedangkan untuk pesan yang bersifat seimbang dan sesuai dengan keinginan manajemen mungkin belum dapat direalisasikan dalam “Hallo online” karena isi informasi dalam media ini masih bersifat satu arah yaitu berasal dari manajemen. Sehingga sifat pesan yang seimbang belum dapat direalisasikan dari pihak karyawan yang memberikan feedback atas informasi yang diberikan oleh manajemen. Proses Produksi Media Komunikasi Internal “Hallo online” Dalam melakukan proses produksi media komunikasi internal “Hallo online” tidaklah serumit dengan melakukan proses produksi yang dilakukan oleh media cetak atau elektronik lainnya. Dalam proses ini, tidak ada pihak yang terlibat di dalamnya, karena proses produksi dengan cara online hanya melibatkan server sebagai alat penyimpan data saja. Tetapi untuk yang melakukan proses produksinya hanyalah pihak public relations selaku bagian redaksional dari proses media komunikasi internal “Hallo online”. Menurut public relations PT Telkom Divre II Jakarta proses produksi yang selama ini dilakukan yaitu pengiriman berita yang dilakukan oleh kontributor para unit kerja kepada pihak public relation yang berada di PT Telkom Divre II Jakarta melalui e-mail yang berupa naskah berita atau foto mengenai suatu kejadian tertentu. Kemudian setelah berita itu sampai ke public relations, dilakukan editing untuk mengetahui sejauhmana kelayakan materi informasi tersebut akan dimuat. Setelah pengumpulan materi sampai dengan proses editing yang menjadi tanggungjawab officer-1 internal relations. Setelah itu, off-1 internal relations melakukan penilaian tentang materi yang akan disajikan yang nantinya akan dilakukan konfirmasi terlebih dahulu dari pihak manager divisi komunikasi. Setelah mendapatkan konfirmasi materi informasi yang sudah layak, maka dilakukan upload ke sistem database untuk dapat disajikan dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Hal ini hampir sama dengan teori yang diungkapkan oleh imbar dan suteja (2006: 171) bahwa proses produksi dilakukan di dalam server itu sendiri, sehingga setelah memasukkan data ke dalam database tidak ada pihak lain selain komputer yang dalam melakukan proses produksi. Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa proses produksi “Hallo online” tidak jauh berbeda dengan proses yang diungkapkan oleh Imbar dan Suteja yaitu dalam pihak public relations terlibat melakukan proses produksi hanya pada saat memasukkan data, meng-edit informasi, dan juga meng-upload informasi ke dalam sistem “Hallo online”. Dalam proses produksi media komunikasi internal “Hallo online” terdapat kendala dalam hal database server. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. Hal ini dikarenakan penyimpanan database server yang masih terdapat dalam public relations. Penyimpanan database server seharusnya ditempatkan pada unit Information System (IS) agar apabila terjadi kesalahan dalam penulisan dapat langsung ditangani oleh bagian yang menanganinya sehingga dapat langsung dibenahi atau diperbaiki. Selain itu, penempatan database server dalam IS dikarenakan adanya back up data dan penyimpanan akan dapat dilakukan secara profesional oleh bidangnya. Sehingga apabila public relations memerlukan data yang hilang terdapat back up datanya yang sudah disimpan dalam database lainnya. Salah satu contoh kasusnya adalah apabila terjadi pemadaman lampu dalam perusahaan, maka informasi dalam database server yang terdapat di public relations juga akan hilang dan mati. Tetapi apabila database server ditempatkan dalam Information system, maka database server tidak langsung mati tetapi mereka melakukan back up data terlebih dahulu sehingga informasi yang terdapat di dalamnya tidak akan hilang. Dalam proses produksi ini, pihak karyawan tidak terlibat sama sekali kecuali dengan beberapa pihak karyawan yang unit kerja yang berkaitan dengan Information System atau layanan informatika. Pihak Information System juga hanya bekerja menjaga agar sistem yang digunakan untuk menjalankan “Hallo online” tidak terjadi masalah atau gangguan yang berarti. Sehingga tidak ada pihak karyawan yang terkait secara detail dalam proses produksi ini. Menurut Shannon & Weaver dalam severin dan Tankard (2007: 60) terdapat gangguan (noise) dalam suatu proses komunikasi. Gangguan dapat didefinisikan sebagai segala tambahan pada sinyal yang tidak diperlukan oleh sumber informasi. Dalam hal ini yang menjadi gangguan dalam proses produksi adalah sistem teknik yang terdapat dalam database server. Gangguan tersebut disebabkan oleh listrik yang padam sehingga dapat mematikan intranet dan membuat data-data atau informasi yang berada dalam “Hallo online” menjadi hilang. Oleh karena itu, public relations meningkatkan redundansinya dengan menggunakan Uninterutable Power Supply (UPS) yang berfungsi sebagai batere untuk menggantikan listrik yang padam. UPS juga digunakan agar data yang tersimpan dalan database server tidak hilang. Menurut Severin dan tankard (2007: 60) bahwa Redundansi adalah bagian dari pesan yang ditentukan oleh aturan yang mengatur penggunaan lambang/simbol atau yang tidak ditentukan dari kebebasan memilih pengirim. Jika dibandingkan dengan kenyataan yang ada dalam media komunikasi internal “Hallo online”, maka dapat disimpulkan bahwa apabila tidak terjadi gangguan dalam pelaksanaan proses produksi maka public relations tidak perlu menggunakan redundansinya yaitu UPS, tetapi apabila terjadi gangguan maka sebagai digunakanlah UPS sebagai pengganti dari sistem informasi yang pokok yaitu database server. BentukMedia Komunikasi Internal “Hallo online” Dalam PT Telkom Divre II Jakarta terdapat beberapa media komunikasi internal yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada karyawan, antara lain : media online “Hallo online”, Announcement Service (ACS), dan juga papan informasi (papin). Dari beberapa media komunikasi internal, peneliti membatasi penelitian hanya pada media komunikasi internal “Hallo online”. Sehingga peneliti melakukan wawancara mendalam kepada pihak public relations dan beberapa karyawan mengenai media komunikasi internal “Hallo online”. Menurut public relations Telkom Divre II Jakarta, intranet adalah sistem komunikasi yang mempergunakan jaringan komputer (LAN) untuk kepentingan internal perusahaan. Sasaran dari intranet ini adalah Intra yang berarti hanya tertutup untuk kalangan internal atau karyawan PT Telkom Divre II Jakarta sehingga pihak eksternal atau orang luar perusahaan tidak dapat mengakses media komunikasi internal “Hallo online”. Bagian-bagian yang terdapat dalam intranet adalah Portal Telkom, e-mail karyawan, slip gaji, Milis, dan “Hallo online”. Hal ini juga sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Cutlip, Center, dan Broom (2006: 277) yang menyatakan bahwa “posting intranet adalah untuk penggunaan internal, karena hanya karyawan yang bisa mengakses sistem intranet. Intranet dapat terdiri dari sistem email, publikasi pedoman kebijakan untuk karyawan, bulletin board elektronik, dan berbagai sumber informasi seperti data proyek. Dengan menyediakan informasi dalam bentuk dokumen elektronik, maka karyawan dapat mencari dengan kunci tertentu”. Dengan demikian, public relations Telkom dan teori yang diungkapkan oleh Cutlip, Center, dan Broom memaknai intranet sebagi media komunikasi internal yang hanya dapat diakses oleh karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Orang yang tidak menjadi karyawan di perusahaan itu tidak dapat dan tidak boleh membuka intranet tersebut karena terdapat beberapa data pribadi tentang identitas karyawan tersebut. Kelebihan yang didapat dengan menggunakan intranet/media komunikasi internal “Hallo online” adalah semua karyawan dapat mengakses informasi dengan mudah, karena sistem yang digunakan berupa online sehingga informasi dapat dilihat kapanpun dan dimanapun. Kelebihan yang kedua adalah informasi yang disediakan dalam media tersebut sangatlah aktualitas. Artinya karyawan dapat melihat informasi paling update yang terdapat dalam media komunikasi internal “Hallo online” . Hal ini makin diperkuat dengan teori yang disampaikan oleh Soemirat dan Ardianto yang menyatakan kelebihan intranet yaitu” Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 93 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. informasi yang cepat sampai kepada publik, tidak terbatas ruang dan waktu”. Dalam hal ini, sudah terlihat jelas bahwa kelebihan yang terdapat di intranet PT Telkom Divre II Jakarta sejalan dengan teori yang disampaikan yaitu menitikberatkan pada informasi yang bersifat aktualitas dan juga waktu yang tidak terbatas dalam menyampaikan informasi. Sebagai contoh bahwa intranet tidak terbatas ruang dan waktu adalah karyawan PT Telkom Divre II Jakarta tidak hanya dapat membuka media komunikasi internal “Hallo online” di ruangan karyawan tersebut, akan tetapi mereka juga dapat mengakses di tempat lain selama tersedia fasilitas jaringan komputer internal Telkom. Selain kelebihan, intranet juga mempunyai kelemahan tersendiri. Kelemahan dari intranet yang terdapat di PT Telkom Divre II Jakarta, yaitu hanya terbatas pada lingkungan jaringan Telkom. Apabila perusahaan tersebut tidak memiliki jaringan Telkom maka mereka tidak dapat mengakses media komunikasi internal “Hallo online”. Kelemahan kedua adalah apabila terjadi gangguan teknis, maka karyawan secara langsung tidak dapat melihat informasi yang disajikan dalam media tersebut, kelemahan lainnya adalah waktu bagi karyawan yang bekerja di lapangan. Media komunikasi internal “Hallo online” ini menjadi kendala bagi karyawan pelaksana lapangan karena mereka tidak sempat melihat informasi yang disajikan secara update dalam intranet “Hallo online”. Menurut teori yang disampaikan oleh Culip, Center, dan Broom bahwa kelemahan dari intranet adalah dengan menggunakan media ini sering terjadi gangguan teknis yang memunculkan spyware dan hacker yang sering muncul sebagai pengganggu. Jika dibandingkan dengan intranet “Hallo online” terlihat bahwa ada kesamaan dalam bidang gangguan yaitu kendala teknis. Akan tetapi dalam intranet “Hallo online” gangguan mengenai spyware dan hacker jarang terjadi. Dari beberapa karyawan yang diwawancarai, peneliti dapat mengkategorikan karyawan menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah karyawan yang dapat mengoptimalkan media komunikasi internal “Hallo online”. Mereka adalah karyawan yang selalu berada dalam ruangan kerja. Kategori kedua adalah karyawan yang tidak dapat mengoptimalkan media komunikasi internal “Hallo online”. Mereka adalah karyawan yang selalu bekerja di luar ruangan (pekerja lapangan). Karyawan yang masuk dalam kategori pertama adalah karyawan yang setiap saat dapat melihat dan mengakses informasi melalui media komunikasi internal “Hallo online”. Hal ini disebabkan karena mereka selalu bekerja dalam ruangan sehingga mereka mempunyai banyak waktu untuk mengakses informasi kapan saja dengan menggunakan komputer yang sudah tersedia di depan meja mereka. Dengan menggunakan media komunikasi internal “Hallo 94 online”, maka pemenuhan informasi terhadap karyawan dapat dioptimalkan. Sedangkan karyawan yang termasuk dalam kategori dua adalah karyawan yang tidak setiap saat dapat mengakses informasi melalui media komunikasi internal “Hallo online”. Media yang cocok digunakan untuk karyawan kategori dua adalah media yang berbentuk cetak. Karena sistem kerja mereka yang tidak selalu berada di ruangan, karyawan seperti ini adalah kategori karyawan yang selalu bekerja di luar ruangan. Sehingga media yang cocok untuk mereka adalah media yang berbentuk cetak karena media ini dapat dibawa kemanapun karyawan itu berada dan tidak tergantung oleh suatu jaringan, seperti jaringan Telkom yang khusus diperlukan untuk media komunikasi internal “Hallo online”. Dalam hal ini, intranet yang menggunakan internet untuk dapat mengakses informasi dapat menunjang komunikasi dari pihak manajemen kepada komunikan. Levy dalam Severin dan Tankard (2007: 6) menggambarkan internet sebagai saluran komunikasi yang tidak terbatas, pembangunan komunikasi, iklan elektronik dan interaksi yang sangat kompleks yang mengaburkan batas antara penyedia dengan konsumen. Jika dibandingkan antara teori dengan aplikasi yang terdapat di lapangan, dapat disimpulkan bahwa intranet merupakan alat yang digunakan oleh manajemen untuk menyampaikan informasinya kepada karyawan dengan cara mengakses informasi tersebut ke dalam internet. Media ini juga serupa dengan teori di atas tentang saluran komunikasi yang tidak terbatas. Dengan demikian, aplikasi di lapangannya dapat diwujudkan dengan cara karyawan dapat mengakses informasi yang disampaikan lewat “Hallo online” kapan saja dan dimana saja (tidak terbatas). Sedangkan dalam media ini, tidak disediakan sarana untuk iklan elektronik, ataupun hubungan dengan konsumen, karena intranet yang digunakan oleh PT Telkom Divre II Jakarta hanya ditujukan pada karyawan PT Telkom saja, sehingga orang yang tidak ad kaitannya dengan PT Telkom tidak dapat mengakses informasi yang terdapat dalam media ini. Pendekatan Komunikasi Menurut public relations PT Telkom Divre II Jakarta terdapat beberapa pendekatan komunikasi yang dilakukan oleh public relations dengan menggunakan media komunikasi internal “Hallo online”. Pendekatan komunikasi merupakan proses atau cara yang digunakan oleh pihak public relations dalam menyampaikan pesan kepada karyawan. Senada dengan teori yang diungkapkan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (200: 246) bahwa “pendekatan yaitu proses, cara, perbuatan mendekati. Atau usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti”. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh public relation PT Telkom Divre II lebih menitikberatkan pada cara yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang berasal dari manajemen kepada karyawannya yang berlangsung secara searah. Pendekatan yang dilakukan oleh pihak public relations dalam menyampaikan informasi dari manajemen dan seluruh unit kerja kepada karyawan PT Telkom Divre II Jakarta adalah dengan menggunakan media komunikasi internal “Hallo online”. Informasi yang disampaikan oleh public relations yaitu dengan cara mengemas berita atau informasi yang berasal dari manajemen dan masingmasing unit kerja kepada semua karyawan dengan bahasa yang sederhana yang mudah dimengerti oleh pembaca dengan latar belakang yang berbeda. Jadi, pendekatan komunkasi yang digunakan oleh public relations dalam menyampaikan informasi kepada karyawan dengan menggunakan media komunikasi internal “Hallo online” yaitu pendekatan yang bersifat satu arah. Pendekatan ini dilakukan karena informasi yang disampaikan dalam media komunikasi internal hanya berasal dari manajemen saja. Sedangkan karyawan tidak dapat diberikan tempat untuk menyampaikan umpan balik secara langsung melalui media tersebut. Komunikasi Satu Arah Menurut public relations PT Telkom Divre II Jakarta, komunikasi satu arah adalah komunikasi yang dilakukan antara manajemen perusahaan terhadap karyawan PT Telkom Divre II Jakarta, tetapi karyawan di sini tidak dapat menyampaikan umpan balik langsung kepada manajemen selaku penyampai informasi. Definisi komunikasi satu arah ini juga dipertegas dengan teori yang diungkapkan oleh Wursanto (1999: 54) bahwa “ Komunikasi satu arah atau one way communication yaitu komunikasi yang berlangsung dari satu pihak saja, yaitu dari pihak komunikator, dalam hal ini pihak penerima berita yaitu komunikan tidak ada atau tidak diberi kesempatan memberikan reaksi terhadap pesan-pesan yang diterima pihak pengirim berita yaitu komunikator”. Teori yang disampaikan oleh Wursanto ini senada dengan yang diungkapkan oleh public relations PT Telkom Divre II Jakarta bahwa komunikasi satu arah lebih menitikberatkan pada komunikasi yang berjalan searah saja yaitu dari pihak atas ke bawah, dari pihak komunikan kepada komunikator, atau dari pihak manajemen kepada pihak karyawan. Komunikasi satu arah yang terdapat dalam media komunikasi internal PT Telkom Divre II Jakarta mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan tersebut diantaranya adalah public relations lebih mudah menyampaikan informasi kepada karyawan karena komunikasinya bersifat satu arah atau top down, sehingga public relations tidak perlu menunggu jawaban dari pihak karyawan untuk disampaikan kepada pihak manajemen perusahaan. Hal ini senada dengan teori yang disampaikan oleh wursanto (1999: 54) mengenai kelebihan komunikasi satu arah yaitu berlangsung secara top down, cepat dan efisien. Jika dikaitkan antara teori yang diungkapkan oleh Wursanto dengan pendapat yang dikemukakan oleh public relations PT Telkom Divre II Jakarta, dapat disimpulkan bahwa keuntungan mendasar dari komunikasi satu arah adalah penyampaian informasi dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, karena pihak manajemen tidak meminta umpan balik dari pihak karyawan. Dari pengamatan yang penulis lakukan selama bulan desember, terhitung dari tanggal 1 desember sampai dengan tanggal 20 desember bahwa semua kebijakan yang diturunkan oleh manajemen melalui media komunikasi internal “Hallo online”, langsung dapat diterima dengan baik oleh semua karyawan yang terdapat dalam PT Telkom Divre II Jakarta. Tidak ada umpan balik yang menyatakan keberatan terhadap kebijakan tersebut. Sehingga komunikasi yang berjalan satu arah ini dapat disampaikan dengan cepat dan efisien tanpa harus menunggu jawaban dari pihak karyawan. Selain terdapat kelebihan, menurut Wursanto (1999: 54) menyatakan bahwa kelemahan komunikasi satu arah adalah “Dapat menimbulkan kesalahpahaman, ketidakjelasan, sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan”. Sedangkan kelemahan komunikasi satu arah menurut public relations PT Telkom Divre II Jakarta biasanya berasal dari pihak karyawan, karena dengan menggunakan komunikasi satu arah, pihak public relations tidak dapat mengetahui apakah kebijakan yang disampaikan oleh manajemen tersebut tepat atau tidak. Tidak ada alat untuk mengukur efektifitas informasi yang disampaikan oleh manajemen terhadap karyawan. Dari teori yang telah disampaikan oleh Wursanto hampir sama jika dibandingkan dengan pendapat public relations PT Telkom. Wursanto lebih menitikberatkan kelemahan komunikasi satu arah pada ketidakjelasan informasi yang berasal dari atas ke bawah, sedangkan public relations Telkom lebih menitikberatkan kelemahan komunikasi satu arah pada ketidakjelasan reaksi yang ditimbulkan oleh karyawan terhadap informasi yang disampaikan oleh manajemen perusahaan. Hal ini dapat dipertegas dengan penilaian karyawan, yang menyatakan bahwa pada dasarnya karyawan yang setuju terhadap media komunikasi internal “Hallo online” yang menggunakan komunikasi satu arah. Karena tidak efektif apabila melakukan komunikasi dua arah kepada manajemen atas kebijakan yang telah dikeluarkan. Karyawan lebih sering menggunakan media-media lainnya seperti tatap muka, forum dialog dan e-mail karyawan. Karena hal ini dianggap lebih mengena terhadap sasaran karena Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 95 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. dianggap menggunakan media lainnya lebih interaktif dibandingkan dengan media online yang tidak dapat langsung menjawab pertanyaan dari karyawan. Model komunikasi satu arah yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah model Shannon & Weaver. Sehingga proses komunikasi yang terlaksana dalam teori maupun aplikasi di lapangan adalah proses komunikasi linier yang bergerak hanya dari kiri ke kanan. Oleh karena itu, untuk dapat melihat aplikasi proses komunikasi yang terdapat di lapangan, maka peneliti melakukan wawancara mendalam dengan pihak public relations PT Telkom Divre II Jakarta. Menurut public relations PT Telkom Divre II Jakarta bahwa proses komunikasi yang berjalan dalam media komunikasi internal “Hallo online” merupakan proses komunikasi yang dimulai dari pengumpulan informasi atau sumber informasi hingga sampai pada sasaran komunikasi tersebut yaitu karyawan PT Telkom Divre II Jakarta. Sedangkan menurut teori Shannon and Weaver yang diungkapkan oleh Vardiansyah bahwa “elemen pertama yang mendasari komunikasi satu arah adalah sumber informasi yang menghasilkan pesan, kemudian pesan itu diubah menjadi signal yang disesuaikan dengan saluran untuk menuju alat penerima. Kemudian alat penerima tersebut mengubah sinyal itu menjadi pesan kembali. Sehingga pesan dapat langsung sampai pada tujuan. Tetapi prosesnya tidak hanya sampai disitu saja, karena adanya gangguan yang menjadi penghambat pesan sehingga signal yang dipancarkan dengan signal yang diterima mengalami perbedaan arti”. Jika dibandingkan antara teori Shannon & Weaver dengan pendapat yang diungkapkan oleh public relations PT Telkom Divre II Jakarta, terdapat perbedaan yang significant dalam proses komunikasi tersebut. Perbedaannya adalah dalam teori Shannon and Weaver menggunakan transmitter untuk mengubah signal agar menjadi pesan, sedangkan dalam proses komunikasi media komunikasi internal tidak menggunakan transmitter untuk mengubah signal tetapi langsung menggunakan database untuk menyampaikan pesan agar sampai pada tujuan media komunikasi internal “Hallo online”. Sumber informasi yang menjadi awal dari proses komunikasi berasal dari pihak karyawan memasukkan tulisannya untuk ditampilkan dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Sedangkan sumber informasi yang kedua berasal dari pihak manajemen perusahaan. Dalam hal ini, informasi yang disampaikan oleh manajemen berupa kebijakan-kebijakan atau kegiatan yang dilakukan manajemen terhadap perusahaan. Selain sumber informasi, dalam proses komunikasi ini juga terdapat gangguan yang disebabkan oleh masalah teknis, yaitu masalah yang berkaitan dengan database komputer. Sehingga apabila database server mengalami kerusakan akan mengakibatkan tidak berfungsinya media komunikasi 96 internal “Hallo online”. Dengan adanya kerusakan ini, maka karyawan tidak dapat mengetahui informasi yang disampaikan oleh manajemen perusahaan. Hal terakhir yang menjadi proses komunikasi adalah tujuan dari proses komunikasi itu adalah agar seluruh karyawan dapat mengetahui dan memahami informasi atau kebijakan yang disampaikan oleh manajemen. dengan adanya tujuan proses komunikasi ini, maka public relations dapat melihat efektifitas informasi yang disampaikan secara satu arah dengan menggunakan media komunikasi internal “Hallo online”. Penerapan Komunikasi satu Arah Sebenarnya komunikasi yang dilakukan oleh public relations PT Telkom Divre II Jakarta sudah memasuki tahap dua arah yaitu dengan menyampaikan informasi kepada karyawan dari manajemen dan melakukan feedback atas penyampaian informasi tersebut. penyampaian feedback ini biasanya dilakukan dengan menggunakan pendekatan informal terhadap beberapa karyawan. Dan juga sebenarnya manajemen menginginkan adanya feedback dari karyawan atas informasiyang disampaikan dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Tetapi masalah terdapat pada karyawan yang tidak biasa menyampaikan feeback terhadap informasi yang disajikan dalam media komunikasi internal “Hallo online”, sehingga feedback lebih sering di dapat dari pendekatan informal yang dilakukan oleh public relations. Sebagai salah satu contohnya adalah karyawan yang menyampaikan feedback secara informal kepada public relations PT Telkom Divre II Jakarta, maka feedback tersebut dapat disampaikan langsung kepada manajemen perusahaan. Ataupun feedback ini bisa dilaksanakan dengan menyampaikan informasi kembali dalam media komunikasi internal “Hallo online”. Hal lain yang mendukung tidak terjadinya adalah bahwa setiap karyawan yang bekerja di PT Telkom Divre II Jakarta mempunyai culture yang berbeda-beda. Salah satu culture yang membuat karyawan tidak mau memberikan feedback adalah karena “segan” dan “enggan” terhadap manajemen perusahaan. “segan” yang dimaksud di sini adalah karena karyawan merasa malu dan mempunyai rasa hormat yang tinggi terhadap pimpinan atau manajemen, sehingga mereka tidak mau mengoreksi kesalahan yang dibuat oleh manajemen perusahaan. Sedangkan “enggan” adalah rasa tidak mau, tidak perduli, ataupun rasa takut terhadap atasannya, sehingga mereka malas untuk menyampaikan feedback terhadap kebijakan yang disampaikan melalui media komunikasi internal “Hallo online”. Alasan utama karyawan menjadi “segan“ dan “enggan” untuk menyampaikan feedback kepada manajemen perusahaan adalah karena karyawan tersebut diharuskan menuliskan identitas pribadi karyawan, minimal Nomor Induk karyawan (NIK) karyawan. Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. Apabila identitas karyawan tidak diketahui, maka ditakutkan akan timbul masalah yang tidak hanya menjadi masalah manajemen saja tetapi juga mengganggu kenyamanan kerja karyawan lainnya. Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah adanya komunikasi dua arah dengan menggunakan media online, dimana karyawan tidak perlu menyebutkan identitas pribadi karyawan. Hal yang terjadi adalah bukan kritik yang membangun manajemen perusahaan, akan tetapi kritik lain yang menjelekjelekkan dan merusak nama baik manajemen dimata karyawan luas, karena media online yang digunakan khusus untuk karyawan dan manajemen perusahaan. Public relations memberikan solusi lain kepada karyawan agar karyawan mau menanggapi kebijakan yang disampaikan oleh manajemen perusahaan. Solusinya adalah dengan menggunakan media lain yang nantinya akan disediakan oleh pihak public relations. Media-media yang digunakan antara lain, tatap muka antara karyawan dengan manajemen perusahaan, adanya forum silaturahmi, dan email langsung dari karyawan terhadap manajemen perusahaan. Dengan demikian terdapat media komunikasi yang bersifat dua arah tetapi tidak menggunkan media komunikasi internal “Hallo online”, karena pada saat ini media “Hallo online” tersebut masih untuk komunikasi satu arah. Tetapi pihak public relations sedang mengupayakan agar media komunikasi internal “Hallo online” tersebut menjadi dua arah, tentunya dengan bantuan dari karyawan yang mau mengisi atau menulis feedaback atas berita yang diturunkan oleh manajemen. Hal ini dilakukan oleh public relations karena tugas public relations adalah menjembatani pihak manajemen dengan pihak karyawan. Dari beberapa karyawan yang diwawancarai, berpendapat bahwa melakukan feedback atau komunikasi dua arah melalui media komunikasi internal “Hallo online” dirasa kurang efektif, karena yang mereka takutkan adalah feedback yang mereka sampaikan tidak langsung mendapat respon dari manajemen perusahaan. Sehingga feedback yang mereka disampaikan dirasa akan menjadi sia-sia saja. Oleh karena itu, untuk saat ini apabila mereka tidak menyukai kebijakan yang berasal dari manajemen, mereka dapat mengkritik manajemen lewat kolom khusus karyawan yang sudah disediakan dalam kolom “Hallo online”. Tetapi kolom tersebut bukan berfungsi sebagai umpan balik dari karyawan. Kolom tersebut hanya disediakan khusus karyawan yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan media komunikasi internal “Hallo online”. Salah satu contoh adalah kebijakan manajemen PT Telkom Divre II Jakarta yang terkait dengan masalah SDM atau kebijakan mengenai besarnya perbedaan uang rumah bagi karyawan yang bekerja di kantor pusat dengan karyawan yang bekerja di unit datel. Hal ini menimbulkan pro dan kontra, sehingga ada beberapa karyawan yang langsung menulis sindirin yang berbentuk humor kepada manajemen terkait dengan kebijakan ini. Tulisan-tulisan dari karyawan bisanya dimasukkan dalam rubrik kontemplasi, Hallo siana, wacana, karikatur, dan lain sebagainya. Kebanyakan karyawan menilai dengan menggunakan sindiransindiran tersebut manajemen belum tentu mengerti tentang keinginan karyawan yang sesungguhnya. Sehingga mereka juga berpendapat bahwa komunikasi dua arah akan lebih efektif apabila media yang digunakan adalah media tatap muka atau media yang dapat berhadapan langsung antara pihak karyawan dan pihak manajemen. karena dengan media tatap muka ini, pertanyaan dari karyawan mengenai suatu kebijakan dapat langsung dijawab dan ditanggapi oleh manajemen perusahaan. Karena pada dasarnya manajemen tidak hanya menyampaikan kebijakan melalui media komunikasi internal “Hallo online” saja, tetapi manajemen perusahaan juga akan mengadakan sosialisasi atas kebijakan baru tersebut. sehingga pada saat manajemen mengadakan sosialisasi iniliah karyawan dapat bertanya langsung mengenai kebijakan tersebut kepada manajemen perusahaan dan manajemen pun menjadi mengerti tentang respon atas kebijakan yang baru mereka keluarkan. Jika dibandingkan dengan teori Shannon & Weaver mengenai proses komunikasi yang bergerak linier dari kiri ke kanan, yaitu proses yang berasal dari sumber informasi yang akhirnya menghasilkan pesan hingga pesan tersebut dirubah menjadi sinyal yang nantinya akan dikirimkan melalui saluran hingga sampai kepada sasaran yang dituju. Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan komunikasi satu arah yang dilakukan PT Telkom Divre II Jakarta adalah dengan menggunakan media komunikasi internal “Hallo online”, manajemen dapat menyampaikan informasi kepada karyawan sehingga karyawan dapat mengetahui kebijakan dan kegiatan yang telah disusun oleh manajemen dalam media tersebut. Karyawan yang tidak setuju dengan kebijakan yang dibuat oleh manajemen tidak dapat menyampaikan timbal balik dalam media tersebut karena media tersebut bersifat satu arah. Karyawan dapat menyampaikan timbal balik kepada manajemen dengan menggunakan media lain yang telah disediakan oleh pihak public relations yaitu media forum silaturrahmi dan e-mail langsung kepada manajemen. media tersebut dianggap efektif dalam melakukan komunikasi dua arah, karena mereka dapat bertatap muka langsung antara pihak manajemen dengan pihak karyawan. Sehingga karyawan dapat merasakan feedback langsung dari pihak manajemen. Kesimpulan PT Telkom Divre II Jakarta sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, menggunakan media komunikasi internal yang Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 97 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. berbentuk intranet “Hallo online” yang dijadikan alat oleh manajemen untuk menyampaikan kebijakan dan informasinya kepada karyawan. Penyampaian informasi yang dilakukan oleh manajemen PT Telkom Divre II adalah penyampaian yang berlangsung satu arah, yaitu penyampaian yang hanya berasal dari pihak manajemen saja, sedangkan pihak karyawan menjadi pihak yang pasif. Mereka hanya dapat menerima berita dan tidak dapat mengirimkan respon kepada manajemen. Dengan demikian, pendekatan komunikasi yang digunakan dalam media komunikasi internal “Hallo online” PT Telkom Divre II Jakarta adalah pendekatan komunikasi satu arah. Oleh karena itu, dari pendekatan yang digunakan tersebut dapat tercermin bahwa penerapan komunikasi yang digunakan adalah penerapan komunikasi satu arah. Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis menetapkan fokus penelitian yaitu “ Mengapa PT Telkom Divre II Jakarta menggunakan penerapan komunikasi satu arah di media internal komunikasi “Hallo online”? Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan di atas, maka peneliti ingin mengetahui beberapa aspek yang terkait dengan media komunikasi internal “Hallo online” untuk dijadikan sebagai tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini yang pertama adalah adalah untuk mengetahui isi dari media komunikasi internal “Hallo online”. Kedua adalah untuk mengetahui proses produksi dari media komunikasi internal “Hallo online”. Dan yang ketiga adalah untuk mengetahui penerapan komunikasi satu arah di media komunikasi internal “Hallo online”. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kasus sebagai metode penelitian. Alasan peneliti menggunakan studi kasus sebagai metode penelitian adalah karena studi kasus bersifat temporer atau mengupas masalah yang terjadi sekarang ini dalam kehidupan nyata. Selain itu, berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskripitif. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi kasus tipe 2 yaitu kasus tunggal dan unit analisis ganda. Kasus yang yang akan diteliti adalah penerapan komunikasi satu arah media komunikasi internal ”Hallo online”. Bentuk media komunikasi internal ”Hallo online” yang diteliti disini hanya satu bentuk media saja, yaitu intranet ”Hallo online”. Sehingga kasus yang diteliti bersifat kasus tunggal. Sedangkan unit analisisnya adalah pihak yang mengelola media komunikasi internal ”Hallo online” yaitu pihak public relations dan karyawan PT Telkom Divre II Jakarta. Sehingga unit analisis yang diteliti bersifat unit multi analisis. Untuk mengetahui hasil dari penelitian, peneliti melakukan wawancara mendalam dan observasi. Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa media komunikasi internal ”Hallo online” 98 digunakan oleh manajemen untuk menyampaikan informasi kepada karyawan internal perusahaan PT Telkom Divre II Jakarta. Penyampaian informasi yang hanya berasal dari pihak manajemen semakin menguatkan bahwa penerapan komunikasi yang digunakan dalam media komunikasi internal ”Hallo online” adalah penerapan komunikasi satu arah. Isi informasi yang dianggap penting atau layak untuk dimasukkan ke dalam media ”Hallo online” adalah informasi yang mempunyai nilai aktualitas yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh bentuk media komunikasi internal yang digunakan adalah media online yang selalu mengedepankan nilai aktualitas dalam sebuah berita. Oleh karena itu, apabila informasi tersebut tidak aktual dianggap tidak layak untuk dimasukkan ke dalam media ”Hallo online” Dalam menentukan isi ini terdapat beberapa pihak yang ikut berpartisipasi, diantaranya pihak manajemen dan pihak karyawan. Dari kedua pihak ini, informasi yang paling mendominasi berasal dari pihak manajemen. Sehingga alir komunikasi yang tercipta adalah alir linier atau satu arah. Dalam memperoleh sumber informasi, pihak public relations tidak bekerja sendirian. Mereka mempunyai beberapa kontributor yang tersebar di unit-unit kerja di luar PT Telkom Divre II Jakarta. Kontributor tersebut akan memberikan informasi kepada pihak public relations dengan cara mengirimkan e-mail tentang informasi tersebut. Kemudian setelah e-mail itu sampai, pihak public relations langsung mengedit e-mail tersebut. Setelah informasi selesai di-edit kemudian public relations mengup load berita tersebut ke dalam ”Hallo online” agar dapat diakses oleh karyawan PT Telkom Divre II Jakarta. Informasi yang diakses oleh karyawan PT Telkom Divre II Jakarta merupakan informasi yang didominasi oleh manajemen dan pihak karyawan hanya menjadi pihak pendukung saja. Oleh karena itu, penerapan komunikasi yang digunakan dalam media komunikasi internal ”Hallo online” adalah penerapan komunikasi satu arah. Public relations sudah mencoba untuk memulai komunikasi dua arah melalui media ini, tetapi terdapat beberapa culture dari pihak karyawan sehingga menjadi penghambat terjadinya komunikasi dua arah tersebut. Alasan pertama adalah karena adanya culture yang membuat karyawan ”segan” dan ”enggan” untuk memberikan respon terhadap manajemen. Alasan kedua adalah karena dalam merespon kebijakan manajemen, karyawan harus mencantumkan nomor induk karyawan (NIK). Dengan adanya NIK ini karyawan merasa tidak bebas menuliskan pendapatnya atau respon atas informasi atau kebijakan yang dibuat oleh manajemen. Oleh karena itu, karyawan yang tidak setuju dengan kebijakan manajemen, biasanya mereka menulis umpan baliknya melalui sindiran-sindiran halus yang terdapat dalam kolom karyawan yaitu Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta. kontemplasi, hallo siana, karikatur dan lain sebagainya. Karyawan merasa lebih efektif apabila komunikasi dua arah dilakukan dengan media tatap muka, seperti forum silaturrahmi, rapat-rapat koordinasi dan email karyawan. Dengan menggunakan media-media tersebut dianggap lebih efektif karena setiap pertanyaan atau tanggapan yang diberikan oleh karyawan terhadap manajemen akan langsung ditanggapi atau direspon oleh pihak manajemen. Sehingga karyawan yang bertanya akan merasa puas atas tanggapan yang diberikan oleh manajemen. Daftar Pustaka Bailey. John. N. ”Employee Publications”. ”Lesly’s Public Relations Handbook”. Mahmud. Mahidin. Pengantar Hubungan Masyarakat. Universitas Terbuka. Jakarta. 1993 Moleong. Lexy J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2004 ---------------------. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2006 Mulyana. Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2002 --------------------. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2004 Third Edition. ed Philip Lesley. Prentice-Hall Inc.. New Jersey. 1983 Rusell. J. Thomas dan Ronald Lane. Tata Cara Periklanan Kleppner. Elex media Komputindo. Jakarta. 1992 Bungin. H. M. Burhan. Penelitian Kualitatif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2007 Narbuko. Cholid dan Abu Achmadi. Metode Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta. 2005 Cutlip. Scott M. Allen H. Center. Glen M. Broom. Effective Public Relations. Edisi Kesembilan. Terjemahan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2006 Ruslan. Rosady. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi Konsepsi & Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2006 Effendy. Onong Uchjana. Hubungan Masyarakat suatu Study Komunikologis. Remaja Rosdakarya. Bandung. 1992 Severin. Werner J & James W. Tankard. Jr. Teori Komunikasi Sejarah. Metode dan Terapan di dalam Media Massa. Edisi Kelima. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2006 ------------------. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2002 Soemirat. Soleh & Elvinaro Ardianto. Dasar-dasar Public Relations. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2005 Faules. R Wayne Pace Don. F. Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. editor Deddy Mulyana. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2002 Suprapto. Tommy. Pengantar Teori Komunikasi. Media Pressindo. Yogyakarta. 2006 Gregory. Anne. Public Relations Dalam Praktik. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2004 Imbar. Radiant Victor dan Bernard Renaldy Suteja. Pemrograman Web. Commerce dengan Oracle & Asp. Informatika. Bandung. 2006 Iriantara. Yosal. Media relations : Konsep. Pendekatan dan Praktik. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2005 Jefkins. Frank. Public Relations. Edisi Kelima. disempurnakan oleh Daniel Yadin. Erlangga. Jakarta. 2003 Vardiansyah. Dani. Pengantar Ilmu Komunikas pendekatan taksonomi konseptual. Ghalia Indonesia. Bogor Selatan. 2004 Widjaja. H. A. W. Ilmu komunikasi Pengantar Studi. cetakan kedua. Rineka Cipta Jakarta. 2000 Wiryanto. Teori Komunikasi Massa. PT Grasindo. Jakarta. 2000 Wursanto. Ig. Etika Komunikasi Kantor. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 1999 Yin. Robert K.. Studi Kasus Desain & Metode. PT RajaGravindo Persada. Jakarta. 2006 Krityantono. Rahmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Prenada Media Group. Jakarta. 2006 Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010 99 PEDOMAN PENULISAN NASKAH JURNAL KOMUNIKOLOGI JUDUL DITULIS DENGAN HURUF KAPITAL FONT GARAMOND 14pt Tanpa Gelar, Nama Penulis Satu¹, Kedua², dan Seterusnya. ¹Institusi Penulis Satu, Kotanya ²Institusi Penulis Dua, Kotanya Alamat Surat Menyurat [email protected] ABSTRAK Abstrak dalam bahasa Inggris (dengan cetak miring) dan Bahasa Indonesia. Abstrak merangkum secara ringkas tujuan penelitian, metodenya, hasilnya, serta kesimpulan utamanya. Hindari adanya pengutipan di dalam abstrak maksimum dua ratus kata. Abstrak disusun sedemikian sehingga menggambarkan keseluruhan isi naskah dan diupayakan untuk mudah dimengerti oleh berbagai pihak, baik peneliti maupun praktisi. Kata Kunci : Berisi sekitar 3 kata kunci yang digunakan. Pendahuluan Sistematika Penulisan Naskah yang dimuat dapat berupa ringkasan penelitian atau karya ilmiah populer dalam keilmuan komunikasi yang belum pernah atau tidak dalam proses publikasi di media cetak lain. Naskah, baik yang berupa hasil penelitian dan yang bukan penelitian, secara minimal harus memuat bagian-bagian seperti terangkum dalam gambar 1. Tabel 1 Format Penulisan No 1 Item Judul Naskah 2 3 Nama Penulis dan Afiliasi Abstrak 4 Judul bab 5 Judul sub-bab Keterangan 14 pt;kapital;tegak dan tebal;center;1 spasi 12 pt;tegak dan normal;center;1 spasi 11 pt; tegak dan normal;justify; 1 spasi 13 pt;tegak dan tebal;”title case”. 13 pt;tegak dan tebal;”sentence case” Naskah dituliskan dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia dengan memperhatikan berbagai kaidah ragam tulis baku. Naskah berbahasa Indonesia bisa memiliki abstract in English. Panjang naskah antara 10 sampai 30 halaman kertas A4: 29,7 cm X 21 cm. Margin atas dan kiri: 3,5 cm; sementara, margin bawah dan kanan: 3,5 cm. Isi Naskah Naskah diketik 1 spasi dalam 2 kolom. Jenis huruf Garamond berukuran 12 pt yang dicetak tegak dan normal. Isi naskah dapat terdiri dari beberapa bab secara terpisah. Format Penulisan Naskah dituliskan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Word dengan mengikuti format sebagaimana pada Tabel 1. Persamaan, gambar dan tabel Setiap persamaan, gambar, dan tabel diberi nomor sesuai dengan urutan pemunculan. Cara penulisan identitas gambar dan tabel sebagaimana ditunjukkan pada kedua contoh di atas. Persamaan dituliskan dengan aplikasi Microsoft Equation dengan penomoran arab dipinggir kanan dan berkurung (). F=mXa (1) Kategori Naskah Penelitian Non Penelitian • Abstrak • Kata Kunci • Pendahuluan • Metode Penelitian • Hasil dan Pembahasan • Kesimpulan • Daftar Pustaka • Abstrak • Kata Kunci • Pendahuluan • Pembahasan • Penutup atau Kesimpulan • Daftar Pustaka Gambar 1 Sistematika Penulisan Kutipan Penggunaan kutipan dalam pendahuluan, isi naskah, dan kesimpulan dilakukan dengan mencantumkan nama penulis dan tahun penerbitan, misalnya (Foster, 2001) atau (Sotskov et al., 1999) Daftra pustaka diurutkan berdasarkan abjad nama penulisnya dengan contoh format (buku, jurnal, dan situs internet) seperti pada daftar pustaka. Mengenai Tata Bahasa Berkaitan dengan sintaks dan grammar, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan: - Masalah awalan “di”. Penulisan yang benar sebagai berikut: ο Untuk kata depan (preposisi) “di”, kata sesudah “di” tidak digandeng. Contoh: di mana, di atas, di bawah, di sekolah. ο Untuk awalan (prefiks) “di”, kata sesudahnya langsung digandengkan. Contoh: ditulis, dimakan, dipukul. Trik berikut bisa dicoba. Saat membuat kata jadian itu, mana yang lebih cocok ditanyakan: “di mana?” atau “diapakan?” - Masalah penempatan spasi pada karakter khusus seperti “:”,”!”,”?”, ditulis tersambung dengan kata sebelumnya. Contoh: He!, Ada apa? - Seperti biasa, kata dalam bahasa asing dicetak italic, kecuali sudah yang benar-benar lazim. - Tanda kurung. Tidak ada spasi antara tanda kurung dengan kata di dalamnya. (Contohnya ini). Sama halnya dengan tanda kutip. Kesimpulan Pedoman penulisan ini hanya akan digunakan oleh Redaksi untuk naskah-naskah yang pasti dimuat! Penulis memasukkan naskahnya dengan format 2 Kolom dan 1 spasi. Setiap naskah akan dinilai oleh editor sebelum dapat diterbitkan. Daftar Pustaka Buku: Sarwono, Sarlito Wirawan, ”Psikologi Remaja”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000. Jurnal: Sulis Mariyanti, Peran Minat dalam Bidang Kerja Social Service”, Jurnal Psikologi, Pusat Pengelola Jurnal Ilmiah UIEU, Vol. 4 No. 2, Desember 2006. Surat Kabar/Majalah: Indra Lesmana, ”Quick Diagnosis Mempercepat Penanganan Cedera”, Tabloid Bola, 21 Maret 2008. Situs Internet: Heru Susetyo, “Menggagas Kota Hak Asasi Manusia”, www.beritaiptek.com, tanggal akses. Catatan: 1. Literatur yang dimasukkan dalam daftar pustaka tidak hanya yang dikutip saja, namun perhatikan relevansinya dengan isi naskah. Selain itu, literatur yang tercantum harus memiliki tahun penerbitan yang tidak lebih dari 10 tahun dari saat ditulisnya naskah bersangkutan. 2. Isi naskah bukan tanggung jawab redaksi dan sepenuhnya berada pada penulis. 3. Naskah bisa dikirimkan melalui email: dengan [email protected] melampirkan CV penulis 4. Pengiriman melalui pos ditujukan ke: Pusat Pengelola Jurnal Ilmiah UIEU, Lt. 2 Ruang PAMU, Jl. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510. Naskah dikirimkan ke kami rangkap 3.