komunikologi komunikologi

advertisement
Volume 7 Nomor 1, Maret 2010
ISSN 1907 - 8870
KOMUNIKOLOGI
Indonesia Journal of Communication
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina
Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
(Dwi Julita, Sumartono)
Peran PR Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda
Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta
(Kiki Handayani, Erman Anom)
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun
Hubungan Dengan Wartawan
(Meilady CB, Indrawadi Tamin)
Strategi Media Relations PT Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun
Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program
Rp 1/Detik
(Sawaliana, A. Rahman)
Penerapan Komunikasi Satu Arah Di Media Komunikasi Internal “Hallo
Online” Pt Telkom Divre II Jakarta
(Umi Asti Hadiani, M. Jamiluddin Ritonga)
KOMUNIKOLOGI
Volume 7
Nomor 1
Halaman 1 - 99 Maret 2010
ISSN 1907 - 8870
Volume 7 Nomor 1, Maret 2010
ISSN 1907 -8870
KOMUNIKOLOGI
Penasehat
Dr. Ir. ARIEF KUSUMA AP., MBA
Penanggung Jawab
Indrawadi Tamin, Ph.D
Ketua Editor
ERMAN ANOM, Ph.D
Dewan Editor
D
Edit
Drs. DANI VARDIANSYAH, M.Si
Drs. HALOMOAN HARAHAP, M.Si (Ilmu Komunikasi)
R. WIDODO PATRIANTO, S.Sos (Periklanan)
SUMARTONO, M.Si (Public Relations)
EUIS NURUL B., SE , M.Si(Komunikasi Pemasaran)
Dra. SARAH SANTI, M.Si (Komunikasi Gender)
EUIS HERYATI, S.Sos (Komunikasi
(
k Budaya)
d
)
AGUS FIRMANSYAH, S.Sos (Teknologi Komunikasi & Informasi)
Penyunting Pengelola
Lukman Cahyadi
Pelaksana Tata Usaha
AGUS SATRIAWAN, SE
HELMI GEISFARAD, S.Sos
Alamat Penerbit
PUSAT PENGELOLA JURNAL ILMIAH
Universitas Esa Unggul, Lantai 2 Kampus Emas
JJl. Terusan Arjuna
j
, Tol Tomang-Kebon
g
JJeruk,, JJakarta 11510
Telp. (62-021) 567 4223 ext. 266 Hunting, Fax. (62-021) 5682503
http://www.jurnal.esaungggul.ac.id
Emai: [email protected]
Frekuensi Terbit
2 kali setahun/ Maret, September
Volume 7 Nomor 1, Maret 2010
ISSN 1907 -8870
KOMUNIKOLOGI
DAFTAR ISI
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan
yang Harmonis Dengan Wartawan
(Dwi Julita, Sumartono) …….……………………………………………………….
1 – 20
Peran PR Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT
PT.Garuda
Garuda
Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di Yogyakarta
(Kiki Handayani, Erman Anom) .................................………………………………
21 – 40
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun
Hubungan dengan Wartawan
(Meilady CB, Indrawadi Tamin) …….………………………………………………
41 – 59
Strategi Media Relations PT Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun
Hubungan dengan Wartawan Dalam Rangka Mensukseskan Program Rp 1/Detik
(Sawaliana, A. Rahman) ……………………………………………………………. 60 – 82
Penerapan Komunikasi Satu Arah Di Media Komunikasi Internal “Hallo Online”
Pt Telkom Divre II Jakarta
(Umi Asti Hadiani, M. Jamiluddin Ritonga) ………………………………………... 83 – 99
i
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
STRATEGI PRESS RELATIONS HUMAS HOTEL CIPUTRA JAKARTA
DALAM MEMBINA HUBUNGAN YANG HARMONIS DENGAN
WARTAWAN
Dwi Julita1, Sumartono1
Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510
[email protected]
1Fakultas
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi press relations humas Hotel Ciputra Jakarta dalam
membina hubungan yang harmonis dengan wartawan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa
berdasarkan kedudukan humas di Hotel Ciputra Jakarta yaitu dibawah departemen sales dan marketing,
maka humas lebihdifungsikan membantu departemen ini. Dalam menjalankan fungsi press relations, humas
HCJ mempunyai strategi tersendiri antara lain media visit, inviting media, joint promotions, maintain relations,
mengirimkan program acara-acara/paket-paket unik, melakukan kontak dengan para wartawan serta
memberikan sedikit perhatian. Kepada pimpinan HCJ disarankan agar humas difungsikan lebih maksimal
lagi. Serta kepada humas HCJ agar menerapkan strategi dengan lebih baik dan efektif mengena pada
wartawan agar tercipta hubungan harmonis.
Kata kunci: press relations, strategi, relasi
Pendahuluan
Hotel Ciputra Jakarta (selanjutnya ditulis HCJ)
merupakan salah satu properti milik Grup Ciputra dan
dikelola oleh Swiss Belhotel International Ltd. Sebagai
perusahaan perhotelan, HCJ telah mempunyai divisi
Public Relations. Public Relations/humas di Hotel Ciputra
Jakarta mengikuti sistem sentralisasi karena di dalam
struktur organisasinya keberadaan humas di bawah
kontrol Sales and Marketing Department. Segala kegiatan
Public Relations diupayakan guna mendukung tujuan
dari departemen tersebut yaitu memasarkan dan mempromosikan produk-produk hotel. Humas HCJ bersinergi dengan team sales & marketing guna meningkatkan occupancy hotel. Dengan kedudukannya yang demikian, humas HCJ berupaya menterjemahkan tuntutan-tuntutan departemen ini dengan cara-cara khas
kehumasan seperti dengan fungsinya sebagai juru bicara hotel, melakukan promosi, publikasi, press relations,
event organizer dan lain sebagainya.
Sesuai fungsinya sebagai press relations, humas
HCJ mengupayakan terjalinnya hubungan baik dengan
wartawan. Usaha-usaha tersebut ialah dengan melakukan komunikasi baik secara verbal maupun non-verbal
seperti melalui telepon, fax, email, sms blast dan tatap
muka langsung. Usaha-usaha tersebut, menurut humas
HCJ, dinilai berguna karena akan berdampak bagi citra
perusahaan yang terbentuk dari pemberitaan yang ada
di media massa. Berdasarkan pengamatan Penulis di
lapangan dan kemudian dikonfirmasi ke humas HCJ,
ada beberapa kepentingan humas dalam hal berkomunikasi dengan wartawan. Yang pertama, ialah untuk
kepentingan promosi. Humas sebagai bagian dari
departement sales & marketing amat berperan dalam
mempromosikan suatu produk atau acara yang dibuat
oleh hotel. Biasanya humas HCJ mengundang wartawan untuk konferensi pers, untuk liputan atau sekedar
mengirimkan press release jika ada suatu program promosi khusus yang ditawarkan hotel. Misalnya, adanya
diskon khusus bagi pengunjung hotel jika ia menginap
pada malam tahun baru dan lain sebagainya. Hal ini dianggap penting untuk disampaikan kepada wartawan
dengan harapan masyarakat pun mengetahuinya melalui pemberitaan di media massa yang dikonsumsi masyarakat.
Kepentingan kedua ialah jika ada suatu perubahan besar di organisasi hotel dan dianggap perlu
diketahui publik, misalnya pergantian dewan direksi.
Humas dalam hal ini mengatur jumpa pers dengan
wartawan dimana wartawan dan humas dapat berkomunikasi tatap muka dan timbal balik. Hal ini dianggap penting agar berita yang beredar mengenai suatu hal tidak simpang siur dan berasal dari sumber yang
benar.Kepentingan ketiga ialah jika ada sebuah event
charity atau kegiatan amal yang dibuat HCJ dan ingin
diketahui publik. Dalam hal ini humas mengirimkan
siaran pers atau menghubungi wartawan untuk memberi tahu akan adanya event tersebut.
Hal-hal lainnya yang mendorong humas HCJ
dalam menghubungiwartawan ialah jikalau ada iklan
yang ingin diterbitkan di salah satu media atau jika ada
kerjasama yang ingin dijalin dengan salah satu media
tersebut. Biasanya humas mengirimkan sebuah proposal yang diajukan langsung ke salah satu media namun terlebih dahulu menghubungi wartawan yang dikenal oleh humas, agar prosesnya menjadi lebih mudah. Sosok wartawan di mata humas HCJ ialah sebagai
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
1
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
jembatan komunikasi antara pihak hotel (internal) dan
target market/masyarakat (eksternal). Humas HCJ menyadari bahwa peran wartawan amat penting untuk
memberitakan hal-hal positif mengenai keberadaan
hotel di mata masyarakat. Namun perlu disadari, wartawan memiliki etika profesinya sendiri yaitu kode etik
profesi. Artinya, wartawan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan media dimana ia bekerja. Ia bertanggung jawab menggunakan kebebasan menyajikan
berita untuk kepentingan masyarakat luas, tidak untuk
kepentingannya sendiri (Abrar, 1995:26). Oleh karena
itu, dalam menyajikan berita di media massa, wartawan
harus selektif. Saat Penulis melakukan penelitian penjajakan, Penulis melakukan wawancara dengan Deri,
wartawan Koran IndoPos. Penulis melakukan wawancara di kantor lapangan Persita Tangerang tanggal 9
Maret 2007. Sesuai dengan hasil wawancara yang Penulis dapatkan, seperti halnya humas, ada juga beberapa kepentingan wartawan dalam berkomunikasi dengan humas. Kepentingan yang pertama ialah jika
ingin mengklarifikasi sebuah berita terkait dengan hotel. Biasanya wartawan segera mencari petugas humas
HCJ, dengan harapan humas dapat memberikan informasi yang dibutuhkan wartawan dan dengan terbuka
mengungkapkan peristiwa dengan sebenar-benarnya.
Kepentingan lainnya ialah jika wartawan ingin mendapatkan berita untuk dimuat di media massanya.
Berita disini maksudnya ialah berita seputar hotel misalnya berita mengenai fasilitas-fasilitas HCJ, banyaknya kamar, tingkat occupancy HCJ dan sebagainya.
Wartawan biasanya berhubungan dengan humas hotel ketika sedang membuat tulisan dengan tema
tertentu, seperti ketika di hari ulang tahun Jakarta, menulis tentang makanan Jakarta, maka wartawan akan
menghubungi humas sejumlah hotel yang mengadakan
promosi makanan Betawi. Namun, biasanya yang mereka hubungi yang memiliki hubungan cukup dekat
saja Sosok wartawan, sehubungan dengan tanggung jawab profesi yang digelutinya, sangat selektif memilih
berita bagi medianya, apakah berita tersebut tepat atau
tidak bagi media massa mereka. Selain itu, wartawan
juga memilih nara sumber yang tepat bagi berita yang
dibuatnya. Demikian juga dengan humas HCJ, ia selektif dalam memilih media mana yang akan digunakan
untuk berkomunikasi dengan publiknya. Pemilihan
media tergantung kebutuhan hotel, maksudnya disesuaikan dengan isi dari acara/press realese yang hendak
diwacanakan. Dengan kenyataan tersebut, hubungan
antara humas dan wartawan kadangkala dapat terjadi
ketidakharmonisan. Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan humas HCJ dan beberapa wartawan yaitu
Mila, wartawan Sinar Harapan (melalui email) dan
Deri, wartawan Indo Pos, ada beberapa hal yang menyebabkan hubungan antara humas dan wartawan
menjadi kurang harmonis. Berikut diindikasikan beberapa penyebab tersebut.
2
Penyebab pertama ialah adanya perbedaan
persepsi. Humas HCJ menyatakan pada dasarnya
naluri wartawan ialah lebih tertarik dengan berita negatif, kontroversial, dan unik, sedangkan berita positif
agak sulit menjadi bahan berita bagi mereka. Namun
bagi wartawan, tidak selalu berita negatif yang disukai
olehnya, wartawan pun pasti memberitakan hal-hal positif sejauh itu memiliki nilai berita. Karena wartawan
tidak sembarangan dalam memuat berita, maka mereka
memilah-milah apakah suatu berita layak untuk dimuat
atau tidak. Memang kadangkala pemberitaan negatif
mengenai suatu instansi di media lebih sering dimuat
karena menurut media lebih memiliki nilai berita (news
value) dibandingkan dengan berita positif. Di kalangan
pers juga ada yang menganggap humas sebagai unit
yang berusaha menutup-nutupi kesalahan organisasi
yang diwakilinya. Penilaian pers tersebut terjadi karena
mereka sering menemukan kesulitan dan rintangan
dari humas ketika yang ingin mewawancarai pejabat di
atasnya.
Penyebab kedua ialah perbedaan kepentingan.
Humas dalam kapasitasnya menjaga citra perusahaan
berkepentingan mempublikasikan segala kegiatan atau
kebijakan yang ada di dalam perusahaan agar senantiasa diketahui oleh masyarakat luas. Guna kepentingan tersebut, tentu saja humas menghubungi wartawan dari media yang tepat bagi publikasi atau promosi yang tengah digencarkan perusahaan. Di kalangan wartawan mengganggap, humas hanya menghubungi wartawan jika ada maunya saja yaitu ingin
mempublikasi kegiatan atau promosi perusahaan dengan harapan publikasi ini gratis. Dan yang paling menyebalkan bagi mereka adalah ketika seorang humas
bekerja lamban, ketika wartawan membutuhkan bantuan seperti keterangan, foto, atau apapun, sementara
wartawan bekerja di bawah tekanan deadline. Sedangkan
dipihak humas menggangap, wartawan juga kadangkala
akan mencari humas setempat jika sedang butuh bahan
berita bagi medianya saja. Hubungan “jika ada perlunya saja” ini tidaklah sehat dan membuat situasi yang
tidak nyaman bagi kedua belah pihak.
Penyebab ketiga yang tidak kalah pentingnya
ialah kurangnya komunikasi yang terjalin antara humas
dan wartawan. Sebenarnya hal ini berkaitan dengan
penyebab kedua yaitu karena perbedaan kepentingan,
yang mengakibatkan humas dan wartawan sibuk
dengan kepentingannya masing-masing. Idealnya humas tidak hanya menjalin komunikasi dengan wartawan jika ada kepentingannya saja, tetapi tetap menjaga
komunikasi tersebut terus menerus. Komunikasi yang
kurang pastinya akan mengakibatkan kekurangharmonisan hubungan antara humas dan wartawan.
Hal-hal tersebut di atas, disimpulkan Penulis, sebagai
hal-hal yang dapat memicu ketidakharmonisan hubungan antara humas dan wartawan. Namun walaupun
baik pihak humas dan wartawan mempunyai kepentingan satu sama lain, perlu disadari bahwa pihak
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
humaslah yang lebih berkepentingan dalam membina
hubungan harmonis dengan wartawan. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Abdullah (2003,4) yaitu,
”Karena dikonsumsi oleh massa yang heterogen, pers
pun mampu membentuk opini khalayak dan menimbulkan citra pihak-pihak yang diberitakannya. Karena
itulah, peranan pers sangat besar bagi sebuah lembaga
atau perusahaan...” Dari pernyataan tersebut, Penulis
memahami bahwa humas, terkait dengan perannya
membentuk citra positif perusahaan yang diwakilinya,
punya kepentingan yang amat besar untuk melakukan
press relations yaitu membina hubungan yang harmonis
dengan wartawan. Seperti pendapat Iriantara (2005,3),
”Tugas seorang PRO adalah membina hubungan baik
dengan publik organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Ringkasnya, tugas PRO adalah membangun hubungan yang baik dengan stakeholder organisasi.”
Tugas tersebut bukanlah suatu hal yang mudah bagi
humas Hotel Ciputra Jakarta untuk mendapatkan dukungan dari publiknya tanpa melalui media massa. Humas HCJ senantiasa menjalankan fungsi dan perannya
untuk selalu meningkatkan citra positif bagi perusahaannya dengan menjalin hubungan yang harmonis
dengan media massa dan wartawan. Oleh karena itu,
humas HCJ mempunyai beberapa pendekatan dan
strategi yang diterapkannya guna membina hubungan
harmonis dengan wartawan. Pendekatan dan strategistrategi tersebut penting karena menyiratkan bahwa
jalinan hubungan antara humas dan wartawan bukanlah sebuah hubungan dadakan atau hanya karena
ada perlunya saja, tetapi memang sudah direncanakan
dengan baik dan hasilnya diharapkan akan maksimal.
Fokus Penelitian
Dengan mengetahui posisi humas di Hotel
Ciputra Jakarta yaitu sebagai bagian dari departemen
Sales & marketing, maka kinerja humas diupayakan selalu mendukung program-program departemen
tersebut. Dalam tugasnya sebagai press relations maka
humas pun berkewajiban menjadi jembatan
komunikasi antara kepentingan perusahaan dan kepentingan wartawan. Humas HCJ senantiasa menjaga hubungan baik dengan wartawan.
Namun ada beberapa hal yang kadangkala
membuat hubungan humas dan wartawan menjadi
kurang harmonis akibat perbedaan persepsi antara keduanya, perbedaan kepentingan dan juga akibat minimnya komunikasi yang terjalin. Hal-hal tersebut disebut memicu ketidakharmonisan diantara keduanya.
Inilah yang mendorong humas HCJ untuk menyusun
sebuah pendekatan/strategi dalam membina hubungan
yang harmonis dengan wartawan.
Dengan latar belakang masalah yang telah
dijabarkan tersebut maka timbul beberapa pertanyaan
berikut :
1. Bagaimana kedudukan dan fungsi humas pada
Hotel Ciputra Jakarta?
2. Bagaimana persepsi humas terhadap fungsi wartawan?
3. Pendekatan apa yang digunakan humas HCJ
dalam menjembatani perbedaan fungsi antara
dirinya dan wartawan?
4. Mengapa pendekatan tersebut digunakan oleh
humas HCJ?
5. Bagaimana humas HCJ melaksanakan pendekatan
tersebut?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian, studi ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui kedudukan dan fungsi humas pada
Hotel Ciputra Jakarta;
2. Mengetahui persepsi humas terhadap fungsi
wartawan;
3. Mengetahui pendekatan yang digunakan humas
HCJ dalam menjembatani perbedaan fungsi
antara dirinya dan wartawan;
4. Mengetahui penyebab pendekatan tersebut
digunakan oleh humas HCJ;
5. Mengetahui cara yang dilakukan humas HCJ
dalam melaksanakan pendekatan tersebut;
6. Mengetahui fenomena press relations bagi kegiatan
humas dan mendeskripsikan strategi press relations
humas Hotel Ciputra Jakarta dalam membina
hubungan yang harmonis dengan wartawan.
Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini:
1. Manfaat teoritis
Untuk bidang akademis, penelitian ini
diharapkan dapat memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu kehumasan khususnya dari segi kegiatan
press relations dengan memberikan pemahaman utuh
mengenai strategi humas dalam melakukan press
relations. Selain itu juga diharapkan penelitian ini dapat
memicu semangat dan membantu peneliti lain untuk
melakukan penelitian selanjutnya yang lebih
mendalam.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi
masukan dan kontribusi yang bermanfaat bagi divisi
public relations Hotel Ciputra Jakarta mengenai
pentingnya mengembangkan strategi membina press
relations
yang baik.
Press Relations
Hubungan pers disebut juga dengan press
relations. Menurut Jeffkins (1992), ”Press relations ada-lah
usaha untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang
maksimum atas suatu pesan atau informasi humas
dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
3
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
yang bersangkutan.” Dari pengertian tersebut di atas,
disimpulkan bahwa press relations merupakan kegiatan,
yang disamping bertujuan publikasi, juga bertujuan
“menciptakan pengetahuan dan pemahaman” khalayaknya. Selain itu, menurut Iriantara (2005:32), “media
relations/press relations bisa diartikan sebagai bagian dari
public relations eksternal yang membina hubungan baik
dengan media massa sebagai sarana komunikasi organisasi dan publiknya untuk mencapai tujuan organisasi.” Dari pernyataan Iriantara tersebut, penulis memahami bahwa kegiatan press relations merupakan
kegiatan membina hubungan baik dengan media dengan harapan media dapat dijadikan sarana komunikasi
dengan publik lainnya. Dengan demikian, Penulis
menyimpulkan bahwa press relations ialah salah satu
bentuk hubungan eksternal humas yaitu menjalin
komunikasi dengan pers/wartawan bahkan media,
untuk memperoleh publisitas dan pemahaman masyarakat demi kepentingan organisasi dengan membangun
hubungan baik dengan kedua belah pihak. Jadi, press
relations merupakan salah satu usaha humas untuk
membina hubungan baik dengan wartawan. Humas
HCJ juga melakukan press relations sebagai salah satu
kegiatan eksternalnya. Humas HCJ berusaha membina
hubungan baik dengan wartawan, khususnya wartawan
yang terkait dengan kepentingan organisasi, guna
memperoleh publisitas dan citra positif. Dengan
demikian disimpulkan, bahwa kegiatan press relations
humas HCJ merupakan usaha humas HCJ dalam
membina hubungan baik dengan wartawan. Humas
HCJ menyadari penting press relations dan mengupayakan hal tersebut secara maksimal.
Menurut Lesly yang dikutip Iriantara (2005:
190), publisitas adalah “penyebaran pesan yang direncanakan dan dilakukan untuk mencapai tujuan
lewat media tertentu untuk kepentingan tertentu dari
organisasi dan perorangan tanpa pembayaran tertentu
dari media.”
Dari definisi tersebut, Penulis memahami
bahwa publisitas merupakan sebuah cara yang ditempuh guna menyebarkan suatu pesan melalui media
massa tanpa adanya bayaran, jadi publisitas bukanlah
iklan karena iklan mengharuskan orang yang ingin
menyampaikan pesan membayar ke media massa yang
ada. Sedangkan menurut Cutlip dan Center (dalam
Effendy, 1997:102), publisitas adalah, “penyebaran
informasi secara sistematis tentang lembaga atau perorangan.” Penulis memahami bahwa publisitas yang
dikemukakan tersebut hanya berdimensi penyebaran
informasi semata tidak bermaksud yang lainnya. Selain
itu, Iriantara (2005:191) juga mengemukakan publisitas
sebagai, “salah satu teknik yang biasa digunakan dalam
program/kegiatan PR. Karena merupakan salah satu
teknik yang biasa digunakan dalam PR, maka fungsi
publisitas pun pada dasarnya merupakan fungsi PR
yakni menjaga citra positif, menangani publisitas
negatif dan meningkatkan efektifitas unsur-unsur
4
dalam bauran promosi (promotion mix).” Penulis
memaknai hal tersebut, bahwa publisitas merupakan
salah satu teknik dalam menjalankan fungsi humas.
Humas mempunyai berbagai teknik dalam rangka memosisikan organisasinya di pihak yang positif, publisitas merupakan salah satu teknik untuk menempuh
hal tersebut. Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai publisitas di atas, Penulis simpulkan bahwa
publisitas merupakan salah satu aspek penting dari kegiatan press relations karena publisitas merupakan informasi atau pesan yang dikirim seorang humas dan ingin
disebarkan melalui media massa guna mencapai
pengertian dan pemahaman masyarakat mengenai
organisasinya. Seorang humas melakukan press relations
guna mencapai suatu publisitas yang maksimal bagi
organisasinya.
Demikian juga dengan humas HCJ, tujuan
yang humas HCJ inginkan dalam melakukan press
relations sebenarnya ialah publisitas. Karena dengan
publisitas, humas HCJ dapat menempatkan
organisasinya positif di mata masyarakat.
Arus Komunikasi Dalam Media Relations
Wartawan merupakan bagian dari media. Oleh
karena itu, penting mengetahui bagaimana arus
komunikasi yang dalam media relations. Secara
sederhana, bila digambarkan arus komunikasi dalam
praktik media
relations akan muncul sebagai berikut:
(Sumber: Yosal Iriantara, 2005:31)
Bagan di atas merupakan penggambaran
bahwa adanya hubungan timbal balik antara organisasi
dan media massa, demikian juga antara media massa
dengan publik/masyarakat, yang selanjutnya berarti
bahwa dengan adanya media massa maka secara tidak
langsung akan terjalin juga hubungan antara organisasi
dengan publik/masyarakat. Media massa melalui
wartawan/pers menjembatani hubungan antara
organisasi dengan publik/masyarakat. Mengutip
pernyataan Abdullah (2003:4), “Karena dikonsumsi
oleh massa yang sangat heterogen, pers pun mampu
membentuk opini khalayak dan menimbulkan citracitra pihak yang diberitakannya.” Karena itulah,
peranan pers sangat besar bagi sebuah organisasi. Arus
komunikasi dalam media relations ini menyiratkan,
bahwa media melalui wartawan menjembatani HCJ
dengan publik-publiknya. Wartawan melakukan
hubungan timbal balik dengan humas HCJ yang
selanjutnya wartawan akan melakukan hubungan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
timbal balik pula dengan masyarakat. Maka secara
tidak langsung, HCJ dan publik/khalayaknya
dihubungkan oleh wartawan.
Fungsi Humas
Menurut definisi kamus terbitan Institute of
Public Relations (IPR) yang dikutip oleh Anggoro
(2001:2), “Humas ialah keseluruhan upaya yang
dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat
baik dan saling pengertian antara suatu organisasi
dengan segenap khalayaknya.” Berdasarkan definisi di
atas, Penulis memahami bahwa humas merupakan
kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan terus
menerus hingga tercapainya suatu pengertian yang baik
antara organisasi dengan publiknya. Selain itu, humas
juga dapat dikatakan sebagai sebuah seni seperti yang
diungkapkan Howard Bonham yang dikutip oleh
Yulianita (2003:27) berikut ini, “Humas ialah suatu
seni untuk menciptakan pengertian publik secara lebih
baik, sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik
terhadap seseorang atau sesuatu organisasi/badan.”
Berdasarkan pengertian tersebut, Penulis memahami
bahwa humas merupakan kegiatan yang memerlukan
sebuah kreatifitas, kreatifitas disini maksudnya adanya
suatu cara yang digunakan humas untuk terciptanya
sebuah pengertian dan kepercayaan publik bagi
organisasi yang diwakilinya. Cutlip, Centre and Broom
dalam bukunya Effective Public Relations (2000:6) juga
mengungkapkan mengenai definisi humas yaitu “Public
Relations is the management function that identifies, establishes,
and maintains mutually beneficial relationship between an
organization and the various publics on whom its success or
failure depers.”
Definisi tersebut menyatakan bahwa humas
adalah fungsi manajemen yang menyatakan,
membentuk dan memelihara hubungan yang saling
menguntungkan antara organisasi dengan berbagai
macam publik, dimana hal
tersebut dapat menentukan sukses atau gagalnya
organisasi. Berdasarkan definisi tersebut Penulis
memahami bahwa humas merupakan bagian dari
manajemen perusahaan yang punya fungsinya sendiri
dan tidak kalah pentingnya yaitu memelihara
hubungan baik organisasi dengan publiknya.
Fungsi Wartawan
Menurut Abdullah (2003) yang disebut sebagai
wartawan ialah, “mereka yang bertugas mencari,
mengumpulkan, mengolah, dan menulis karya
jurnalistik dan tercatat sebagai staf redaksi sebuah
penerbitan.” Penulis memahami definisi di atas, bahwa
wartawan haruslah seorang yang menjadi bagian dari
sebuah media massa dan berkaitan langsung dengan
proses pengumpulan, pencarian, pengolahan, dan
penulisan berita. Selain itu, Mcintyre yang dikutip oleh
Ishwara (2005:7-8) menyatakan bahwa wartawan atau
pers mempunyai beberapa peran, diantaranya sebagai
pelapor (informer) yaitu sebagai mata dan telinga publik,
melaporkan peristiwaperistiwa yang di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka.
Dalam menjalankan tugasnya, humas HCJ
juga sering berhadapan dengan wartawan. Fungsi dan
peran wartawan perlu diketahui oleh humas HCJ.
Dengan fungsinya tersebut wartawan dianggap penting
oleh humas HCJ sebagai jembatan komunikasi hotel
dengan publiknya. Humas HCJ menghargai wartawan
sesuai dengan tugas dan profesinya.
Pendekatan Press Relations
Dalam melakukan press relations dan
menjembatani perbedaan fungsi antara humas dan
wartawan, humas harus memiliki pendekatanpendekatan. Dalam hal ini Penulis akan memaparkan
dua pendekatan press relations dalam dua sisi yaitu
pendekatan formal dan pendekatan informal. Relasi
disini kemudian dibagi menjadi dua seperti yang
diungkapkan Iriantara berikutnya, ” Menjalin
hubungan baik dengan media massa sebagai institusi
sama pentingnya dengan menjalin hubungan baik
dengan wartawan.” Pernyataan di atas dipahami
Penulis, bahwa pendekatan humas dalam melakukan
press relations harus dipahami dalam dua sisi, yaitu
dengan media massa sebagai institusi dimana wartawan
bekerja dan dengan wartawan secara individual
(relasional) sebagai personifikasi dari media. Pada
kenyataannya, hubungan yang harus dilaksanakan
melalui press relations tersebut haruslah sebuah
pendekatan hubungan yang harmonis dan baik bukan
hubungan yang sebaliknya. Iriantara (2005:13)
mengungkapkan hal itu pada pernyataan berikut,
”Dengan menyadari dan mengetahui posisi media
dalam kegiatan humas tersebut, maka menjalin
hubungan yang baik dan harmonis dengan media
massa/pers menjadi keniscayaan. Hubungan baik
dengan media itu menjadi salah satu roh penting dalam
berbagai kegiatan humas.” Pernyataan tersebut
dipahami Penulis bahwa hubungan yang ingin
dihasilkan dari pendekatan tersebut ialah hubungan
yang harmonis. Hal itu dikarenakan hubungan yang
harmonis merupakan tanda bahwa pendekatan yang
dilakukan humas telah berhasil.
Pendekatan Formal
Dalam suatu teorinya Iriantara (2005:81)
menyatakan, “menjalin hubungan baik dengan institusi
media massa diperlukan, karena pada dasarnya media
massa itulah yang diperlukan dalam kegiatan PR. Bila
hubungan baik itu dijalin dengan media massa sebagai
institusi maka siapapun wartawan yang bertugas tidak
akan banyak menganggu hubungan yang sudah terjalin
antara organisasi dan institusi media.” Penulis
memahami pernyataan tersebut, bahwa humas perlu
mengadakan pendekatan dengan media massa sebagai
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
5
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
institusi resmi dimana wartawan bekerja, hal ini
berguna karena institusi merupakan hal yang tetap
sedangkan wartawan bisa saja pindah ke institusi yang
lain. Dengan demikian hubungan yang dibina dengan
media massa tersebut akan lebih tahan lama. Iriantara
(2005:84) juga menjelaskan bahwa, “Dalam menjalin
hubungan baik dengan media massa itu penting untuk
diketahui apa sesungguhnya yang diperlukan media
massa. Pada dasarnya, kebutuhan media massa itu
adalah informasi yang mengandung nilai berita atau
informasi yang menarik perhatian khalayak yang
bersumber dari organisasi.”
Pendekatan Informal
Menurut Iriantara (2005:82) pula, “Sedangkan
hubungan baik dengan wartawan juga tidak bisa
diabaikan. Wartawanlah yang akan menulis informasi
yang disampaikan organisasi dalam bentuk tulisan yang
siap disajikan media massa pada khalayak. Wartawan
merupakan personifikasi dari institusi media massa.”
Penulis memahami pernyataan di atas, bahwa humas
perlu mengadakan pendekatan press relations informal
dengan wartawan sebagai personifikasi dari media.
Pendekatan informal tersebut penting karena
wartawanlah yang akan terjun langsung ke lapangan
dan menyajikan berita di media massa mengenai
organisasi. Iriantara melanjutkan (2005:153), “Sebagai
wakil dari media, wartawan tentu berhubungan secara
fungsional dengan organisasi. Namun hubungan
fungsional tidak berarti mengabaikan dimensi
kemanusiaan wartawan. Sebagai manusia, wartawan
memiliki kebutuhannya sendiri. Ada kebutuhan yang
terkait dengan profesinya sebagai pencari dan penulis
berita. Ada kebutuhan yang terkait dengan kebutuhan
personalnya.” Penulis memahami pernyataan tersebut,
bahwa humas perlu mengetahui kebutuhan wartawan,
yaitu kebutuhan terkait dengan profesinya dan
kebutuhannya sebagai individu. Lebih jauh Iriantara
memaparkan bahwa, “Kebutuhan wartawan sebagai
pribadi yang terkait dengan profesinya adalah
kebutuhan untuk dihargai. Sedangkan kebutuhan
wartawan yang terkait wartawan sebagai pribadi pada
dasarnya sama yakni dipenuhi kebutuhan-kebutuhan
personalnya. Bila mengacu pada hierarki kebutuhan
dari Abraham Maslow berarti wartawan sebagai
pribadi itu pun membutuhkan penghargaan dan
aktualisasi diri.”
Strategi press relations
Setelah mengurai mengenai pendekatan press
relations yang perlu diketahui humas, pada subbab ini
akan Penulis paparkan mengenai strategi press relations
yang merupakan proses kelanjutan dari pendekatan
press relations.
Subbab ini juga akan membahas dahulu pengertian
dari strategi, strategi humas dan strategi press relations.
6
strategi
Cutlip, Centre and Broom (2006: 360)
memaparkan bahwa, “strategi mengacu pada
keseluruhan konsep, pendekatan, atau rencana umum
untuk program yang dirancang untuk mencapai suatu
tujuan.” Penulis memahami, bahwa strategi merupakan
keseluruhan dari pendekatan yang dirancang untuk
mencapai tujuan.
Kemudian Venus (2004:152) juga menjelaskan
bahwa, “Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan
yang akan diterapkan dalam kampanye, atau untuk
lebih mudahnya dapat disebut sebagai guiding principle
atau big idea.” Penulis memahaminya, bahwa strategi
merupakan keseluruhan dari pendekatan yang
dilaksanakan, dan merupakan sebuah big idea dari
pendekatan-pendekatan tersebut. Sedangkan menurut
Adnanputra yang dikutip oleh Ruslan (2005:123),
“strategi adalah bagian terpadu dari suatu rencana
(plan), sedangkan rencana merupakan produk dari
suatu perencanaan, yang pada akhirnya perencanaan
adalah salah satu fungsi dasar dari proses
manajemen.”Definisi tersebut, Penulis pahami bahwa
strategi merupakan sebuah rencana yang ingin
dilaksanakan, strategi merupakan salah satu proses
manajemen yaitu planning disamping fungsi-fungsi
manajemen lainnya. Dengan demikian Penulis
menyimpulkan bahwa strategi merupakan keseluruhan
pendekatan-pendekatan yang akan dilaksanakan dan
merupakan proses perencanaan (plan) kerja humas.
Terkait dengan hal tersebut di atas, HCJ sebagai
perusahaan perhotelan haruslah menemukan sebuah
strategi yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi
pada umumnya. Strategi ini diperlukan guna
memosisikan HCJ dalam persaingan dunia bisnis
perhotelan. Dalam kaitannya dengan permasalahan
humas, ada konsep yang lebih spesifik yaitu strategi
humas. Berikut akan dijelaskan juga mengenai apa itu
strategi humas.
Strategi Humas
Adnanputra yang dikutip oleh Ruslan
(2005:123) mengartikan strategi humas sebagai ”...
alternatif optimal yang dipilih untuk ditempuh guna
mencapai tujuan public relations dalam kerangka suatu
rencana public relations (PR plan).” Berdasarkan definisi
di atas Penulis memahami bahwa strategi humas
merupakan cara yang harus ditempuh humas dalam
rangka menciptakan citra positif bagi organisasi,
dimana humas diperhadapkan dengan berbagai pilihan
cara yang harus dipilihnya guna mencapai tujuan
tersebut. Sedangkan Iriantara (2005:35) menjelaskan,
”Strategi humas yang disusun pun tak lepas dari
strategi yang dikembangkan organisasi untuk mencapai
tujuannya.”
Berdasarkan pernyataan tersebut, Penulis
memahami bahwa strategi yang dibuat humas harus
selaras dengan strategi organisasi secara keseluruhan.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
Humas mendukung dan melaksanakan strategi dari
organisasi dengan caranya tersendiri yaitu sesuai
dengan cara kerja humas.
Humas HCJ sebagai bagian dari perusahaan
juga tak lepas dari tanggung jawabnya mendukung
tujuan perusahaan dengan caranya sendiri. Tujuan HCJ
secara eksplisit tergambar dari motto yang dipunyainya
yaitu ”The most convenient hotel & meeting place”. Untuk
membantunya lebih mudah mewujudkan tujuan-tujuan
hotel tersebut, humas HCJ menyusun strategi humas
sebagai bagian dari perencanaan kerjanya. Strategi yang
dilakukan humas HCJ berkaitan dengan usahanya
menciptakan suatu citra yang menguntungkan bagi
hotel.
Strategi Press Relations
Setelah mengetahui mengenai konsep strategi
dan konsep press relations, kini Penulis akan
menggabungkan kedua hal tersebut yaitu strategi press
relations. Jika digabungkan pengertian strategi dan press
relations didapat pengertian bahwa strategi press relations
ialah keseluruhan pendekatanpendekatan yang akan
diprogramkan dan akan dilaksanakan dalam membina
hubungan yang harmonis dengan wartawan dan
merupakan proses perencanaan (plan) kerja humas
guna mencapai tujuan dari organisasi. Seorang humas
perlu mempunyai strategi dalam melakukan kegiatan
humasnya, tidak terkecuali dalam melakukan kegiatan
press relations. Mengutip pendapat Ruslan (2005:171),
“bahwa melalui prinsip-prinsip press relations yang
positif diharapkan akan tercipta suatu hubungan saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak.” Terkait
dengan hal di atas, humas HCJ juga perlu memiliki
strategi press relations. Strategi yang ada merupakan
perluasan dari pendekatan-pendekatan yang telah
dipaparkan sebelumnya yaitu pendekatan formal dan
informal. Menurut Iriantara (2005:80-97), ada tiga
strategi media relations/press relations yang dapat
digunakan:
1. Mengelola relasi
2. Mengembangkan strategi
3. Mengembangkan jaringan
Berikut penjelasan mengenai strategi press relations
tersebut:
1. Mengelola relasi
Strategi mengelola relasi artinya menjalin dan
mengelola relasi dengan media massa. Hal ini bisa
dibangun melalui dua bentuk relasi, yakni relasi tugas
dan relasi pribadi. Relasi tugas artinya relasi
profesional antara dua pihak yang berbeda bidang
tugasnya. Dalam menjalin hubungan baik dengan
media massa itu penting untuk diketahui apa yang
sesungguhnya diperlukan media massa. Cara yang bisa
dilakukan ialah dengan berkomunikasi secara lancar,
dalam hal ini humas harus membuat sarana-sarana
komunikasi yang memudahkannya berhubungan
dengan wartawan seperti mendaftar media dan
wartawan yang sesuai dengan segmentasi organisasi
dan membuat daftar kontak bagi wartawan. Sedangkan
relasi pribadi artinya hubungan antarmanusia yang
sifatnya pribadi atau personal dengan wartawan dan
seolah lepas dari hubungan tugas atau hubungan kerja.
Sentuhan kemanusiaan ini umumnya dilakukan untuk
menjalin relasi yang lebih akrab. Hal-hal ini merupakan
strategi pertama dari press
relations.
2. Mengembangkan strategi
Strategi kedua yang diungkapkan Iriantara
ialah mengembangkan strategi yang pertama tadi.
Mengembangkan strategi yang dimaksud Iriantara ialah
menjabarkan strategi-strategi yang ada menjadi
sejumlah taktik. Taktik-taktik yang dikembangkan dari
strategi sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya
meliputi:
1. Terus menerus mengembangkan materi PR untuk
media massa
2. Menggunakan berbagai media yang ada untuk
menyampaikan pesan kepada publik
3. Membangun dan memelihara kontak dengan media
massa
4. Memosisikan organisasi sebagai sumber informasi
handal untuk media massa dalam bidang tertentu
5. Memosisikan pimpinan organisasi sebagai juru
bicara atau ketua dalam asosiasi profesi atau asosiasi
perusahaan sejenis
6. Selalu berkoordinasi dengan bagian-bagian lain
dalam perusahaan sehingga selalu mendapatkan
informasi mutakhir.
3. Mengembangkan jaringan
Strategi yang ketiga menurut Iriantara ialah
mengembangkan jaringan. Membuka dan memperluas
jaringan pada dasarnya merupakan bagian dari upaya
humas untuk membangun hubungan yang baik dengan
media massa. Salah satu kunci untuk membuka pintu
jaringan relasi tersebut adalah dengan menjalin relasi
melalui organisasi profesi. Tidak terbatas pada
organisasi profesi humas namun juga organisasi media
massa atau organisasi profesi lain seperti organisasi
wartawan. Berdasarkan pemaparan mengenai strategi
press relations yang dipaparkan Iriantara, Penulis
menyimpulkan bahwa ada tiga strategi press relations
yaitu mengelola relasi, mengembangkan strategi dan
mengembangkan jaringan. Dari ketiga strategi tersebut,
Humas HCJ perlu mengetahuinya. Mengelola relasi
maksudnya mengelola hubungan baik dengan media
dan wartawan yang menjadi khalayak HCJ.
Mengembangkan strategi maksudnya menjabarkan
strategi-strategi tersebut menjadi taktik-taktik atau kiat
yang dapat diterapkan langsung oleh humas HCJ. Dan
mengembangkan jaringan maksudnya humas HCJ
harus membuka dan memperluas hubungan dengan
media melalui wartawan dengan cara menjalin relasi
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
7
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
melalui organisasi profesi humas dan organisasi profesi
lainnya.
informasi atau data yang diperoleh terkait dengan
kepentingan organisasi.
Metode Penelitian
Instrumen
Jenis penelitian dalam penelitian ini ialah
kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan
Taylor dalam buku Moleong (2004:4) ialah “prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.” Sedangkan menurut
Moleong sendiri (2004:6), “penelitian kualitatif ialah
penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah.” Ada beberapa istilah yang
digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu penelitian
atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi,
interaksionisme simbolik, fenomenologi, studi kasus,
interpretative, ekologis dan deskriptif (Bogdan dan
Biklen, 1982:3). Berkaitan dengan penelitian Penulis,
jenis penelitian kualitatif yang digunakan sebagai
desain penelitian ialah studi kasus. Menurut K. Yin
(2005:28) tujuan pokok pembuatan desain penelitian
adalah “membantu peneliti mengindari data yang tidak
mengarah ke pertanyaanpertanyaan awal penelitian,
sehingga
memudahkan
pengumpulan
dan
penganalisaan data selanjutnya.”
Penulis memahami bahwa desain penelitian diperlukan
sebagai tuntunan dalam proses penelitian yaitu
pengumpulan dan penganalisaan data yang ada.
Berdasarkan judul penelitian yaitu ”Strategi
press relations humas Hotel Ciputra Jakarta dalam
membina hubungan harmonis dengan wartawan”
desain penelitian studi kasus yang digunakan ialah tipe
2 yaitu desain kasus tunggal dengan unit multi-analisis
(terjalin). Satu kasus yang diteliti ialah mengenai
strategi press relations humas Hotel Ciputra Jakarta, dan
divisi humas Hotel Ciputra Jakarta, Direktur Sales dan
Marketing serta wartawan sebagai unit analisisnya.
Tipe 1 Tipe 3
Tipe 2 Tipe 4
Data yang ingin dikumpulkan dalam penelitian
ini ialah berupa katakata, tindakan dan dokumendokumen. Pengumpulan bahan penelitian tersebut
dimulai sejak penulis melakukan praktik kerja lapangan
selama tiga bulan lebih di divisi Public Relations Hotel
Ciputra Jakarta yaitu terhitung sejak tanggal 27 Maret –
10 Juli 2006. Pengumpulan data terus dilakukan hingga
semua data terpenuhi, walaupun Penulis telah selesai
melakukan praktik kerja tersebut. Sesuai dengan datadata yang ingin dikumpulkan tersebut, maka
instrumen-instrumen yang dapat digunakan dalam
mengumpulkan data ialah wawancara, observasi serta
rekaman arsip.
Bahan Penelitian dan Unit Analisis
Bahan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah responden (manusia) yaitu humas
Hotel Ciputra Jakarta yaitu Ari Eka Putri, Direktur
Sales & marketing yaitu Thea S. Gunardhi serta lima
wartawan yaitu Wisnu (Koran Sindo), Shalfi Andri
(Koran Tempo), Deri (Indo Pos), Mila (Koran Sinar
Harapan) dan Amaya (Parents Guide Magazine). Selain
itu Peneliti juga menggunakan dokumen-dokumen
yang dirasa penting sebagai bahan penelitian. Unit
analisis yang digunakan ialah non-individu karena
8
Keabsahan Data
Moleong (2004:171,173) mengungkapkan,
“Keabsahan data merupakan konsep penting yang
diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan
keandalan (reliabilitas) menurut versi “positivisme”
dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria
dan paradigmanya sendiri. Untuk menetapkan
keabsahan data (trustworthiness) data diperlukan teknik
pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan
didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat
kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan
(credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan
(dependability), dan kepastian (confirmability).” Berikut
teknik pemeriksaan yang digunakan untuk kriteriakriteria
di
atas.
Kredibilitas:
perpanjangan
keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi,
pengecekan sejawat, kecakupan referensial, kajian
kasus negatif, dan pengecekan anggota; Keterangan:
uraian rinci; Kebergantungan: audit kebergantungan;
Kepastian: Audit kepastian.
1. Perpanjangan keikutsertaan
Menurut Moleong (2004:175), “keikutsertaan
peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.
Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam
waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan
keikutsertaan peneliti pada latar penelitian.” Pada
penelitian ini, keikutsertaan yang dilakukan Penulis
ialah pada saat Penulis melakukan praktik kerja
lapangan di HCJ terhitung sejak tanggal 27 Maret-10
Ju;i 2006. Dalam tiga bulan lebih tersebut Penulis ikut
terjun langsung mengamati dan berperan serta dalam
kegiatan-kegiatan humas dalam melakukan press
relations seperti konferensi pers, wawancara pers dan
lainnya. Keikutsertaan Penulis diperpanjang demi
keperluan penelitian terhitung sejak bulan FebtuariAgustus 2007. Bulan Februari hingga Maret Penulis
melakukan penelitian awal guna menggali latar
belakang penelitian. Maret-Agustus Penulis melakukan
penelitian langsung ke subjek penelitian yaitu divisi
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
humas HCJ. Hal ini dilakukan dalam usaha agar
terpenuhinya data-data yang akan Penulis pergunakan
untuk penelitian ini.
2. Ketekunan Pengamatan
Moleong
(2004:17)
mengatakan,
”...
ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciriciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan
dengan persoalan atau isu.” Pada penelitian ini, proses
penemuan penelitian didapat dari wawancara
mendalam dengan key informan dan informan-informan
yang ada, dari hasil pengamatan dan dari penelusuran
arsip.
Untuk
kegiatan
wawancara,
Penulis
melakukannya dalam berbagai cara antara lain melalui
tatap muka langsung, telepon dan email. Sedapat
mungkin Penulis melakukan wawancara tatap muka
langsung agar Penulis dapat mengetahui reaksi dari
subjek yang Penulis wawancara dan Penulis dapat
langsung memberikan pertanyaan bagi jawaban yang
kurang jelas. Namun adakalanya wawancara hanya
dapat Penulis lakukan melalui telepon atau email
karena keterbatasan waktu yang dipunyai key informan
dan informan. Wawancara dilakukan terus menerus
hingga terpenuhinya data bagi penelitian ini. Dalam
melakukan pengamatan langsung ke lapangan
penelitian, yang dilakukan Penulis ialah melihat secara
langsung kerja humas HCJ dalam melakukan kegiatan
humas sehari-hari. Sedapat mungkin Penulis ikut
terlibat dalam kegiatan press relations yang dilakukan
divisi humas.
3. Triangulasi
Menurut Moleong (2004:178), ”Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu.” Denzim dalam Moleong membedakan empat
macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik,
dan teori. Berikut akan diuraikan triangulasi dengan
sumber.
Membandingkan Hasil Wawancara Dengan Hasil Pengamatan
No.
Hasil Pengamatan
Hasil Wawancara
1.
PR executive tidak mengikuti morning meeting yang diadakan. Morning meeting
ialah rapat harian direktur-direktur semua departemen di ruangan general manager.
PR executive hanya mengikuti sales meeting yang diadakan khusus bagi departemen
sales & marketing sendiri. Ini berarti humas tidaklah dekat dengan top management
karena ia tidak secara langsung memberi sumbangsih saran untuk organisasi.
Informan (Direktur S&M HCJ): Divisi humas memiliki akses langsung ke pimpinan, dalam hal
ini kepada saya. Informasi terkecil apapun yang akan keluar dari divisi humas HARUS dengan
persetujuan / sepengetahuan saya. Jika saya berhalangan hadir dan ada hal-hal urgent yang tidak
dapat ditunda, maka divisi humas dapat meminta bantuan kepada Executive Assistant Manager
(EAM / Wakil GM). Jika EAM pun tidak ada, barulah humas dapat meminta bantuan kepada
GM.
2.
Dilihat dari kenyataan di lapangan, petugas humas HCJ hanya dua orang saja yaitu
public relations executive dan public relations officer, bahkan saat Penulis
melakukan penelitian ini posisi public relations officer sedang kosong. Jadi, yang
melakukan tugastugas humas tersebut hanya public relations executive saja
Key informan (Humas HCJ): Kendalanya hanya pada jumlah humas yang tidak sebanding
dengan jumlah departemen yang ada dalam menangani beragam informasi dan promosi yang
dibutuhkan.
3.
Di divisi humas HCJ, tidak ada sub divisi khusus yang mengurusi kegiatan press
relations.
Key informan (Humas HCJ): Tidak ada divisi khusus yang menangani media relations, ini
karena kebiijakan langsung dari atasan. Mungkin mereka pikir sudah cukup humas melakukan
media relations sekaligus melakukan promosi.
4.
Humas juga mengundang wartawan jika ada acara-acara besar yang diselenggarakan
oleh hotel. Acaraacara tersebut antara lain acara konferensi pers, SBEC gathering,
Staying Guest Party, Travel Agent Night (yang merupakan acara tahunan HCJ), dan
acara-acara momentum lainnya seperti Lebaran, Natal, Tahun Baru, Paskah, Imlek
dan lain-lain.
Strategi inviting media yang diterapkan humas bertujuan untuk membina hubungan
baik dengan wartawan serta mempromosikan produk hotel kepada wartawan. Namun
dalam pelaksanaannya, Penulis mengamati bahwa humas HCJ cenderung mengarah
pada usahanya melakukan promosi dan publikasi.
Informan (Dirketur S&M HCJ): secara rutin mengundang mereka menghadiri acara-acara yang
sedang / akan diselenggarakan oleh hotel
6.
Penulis teringat akan peristiwa yang Penulis saksikan. Saat itu key informan
menelepon seorang wartawan, Ia bicara agak lama dan isi pembicaraannya, menurut
Penulis, bukan urusan pekerjaan namun “obrolan ibu-ibu”. Saat itu key informan
memberitahu bahwa Ia telah melahirkan dan selanjutnya hanya bercerita seputar
urusan anak dan hal-hal sepele lainnya.
Key informan (Humas HCJ): Selama ini kita tetap buktikan pada mereka bahwa walaupun tidak
ada urusan kerjaan kita tetap berkomunikasi dengan mereka.
7.
Penulis mengamati bahwa, ungkapan key informan mengenai keuntungan dari joint
promotions yang dilakukan HCJ benar adanya. Hal ini Penulis simpulkan karena dari
dokumen yang Penulis dapatkan, Koran Tempo sebagai mitra joint promotions HCJ,
cukup aktif dalam mempublikasi HCJ di dalam medianya. Dalam kurun waktu 13
Juli – 3 Agustus, Koran Tempo telah memberitakan HCJ sebanyak empat kali. Tiga
merupakan kolom berita dan satu merupakan kolom iklan.
Key informan (Humas HCJ): Namun sebenarnya yang kita dapat itu lebih besar dari biaya yang
kita keluarkan jadi tidak ada ruginya sama sekali. Dengan joint promotions kita mendapat
promosi dan publikasi dari media tersebut.
8.
Dari pengamatan Penulis di lapangan, humas HCJ dituntut oleh pihak manajemen
untuk memberikan laporan secara berkala mengenai apa saja publikasi yang telah ia
raih dari media massa. Humas harus membuat media kliping dan memberikannya
kepada pihak manajemen. Selain itu humas juga harus melaporkan media coverage.
Media coverage adalah laporan mengenai hasil pemberitaan di media massa.
Key informan (Humas HCJ): Humas selalu melakukan evaluasi terhadap kerja humas salah
satunya evaluasi terhadap kegiatan media relations ini. Humas biasanya melakukan media
coverage. Hasilhasil pemberitaan di media massa setiap hari dipantau dan dikliping. Untuk
setiap pemberitaan yang ada dilihat berapa kolom pemberitaan itu, lalu dinilai oleh humas
berapa biaya per kolom jika itu kolom iklan. Intinya, humas menilai berapa biaya yang dapat di
save oleh humas untuk biaya publikasi dengan adanya pemberitaan gratis di media massa.
Media coverage ini di tunjukkan ke General Manager.
9.
Berdasarkan pengamatan Penulis, humas mempunyai daftar ulang tahun media dan
selalu mengeceknya. Biasanya setiap ada media yang berulang tahun humas
menyiapkan kartu ucapan ulang tahun yang ditandatangani oleh general manager
beserta kue ulang tahun yang dikirimkan melalui kurir atau langsung diberikan oleh
humas sambil ia melakukan media visit.
Key informan (Humas HCJ): Bentuk perhatian yang dapat kita lakukan ialah dengan
mengirimkan kartu ucapan atau kue selamat ulang tahun kepada media dan wartawan. Untuk
media kita punya daftar khusus ulang tahun media. Informan (Wartawan Tempo): Biasanya sih
dia datang saat ulang tahun tempo, ngucapin selamat ulang tahun dan kasih kue ulang tahun.
Informan (Direktur S&M HCJ): Keempat dengan memberikan sedikit perhatian dengan cara
mengirimkan kartu ucapan / kue selamat ulang tahun, dan lain-lain kepada para mediator
tersebut untuk menjaga hubungan baik.
5.
Key informan (Humas HCJ): Dengan menginvite wartawan maka mereka dapat mengetahui
announce produk, info hotel lebih detail dari kita dan jikalau approuching kita bagus ke mereka
maka mereka dengan sendirinya dapat tertarik sehingga mereka akan memberitakan produkproduk kita. Ini sangat efektif karena dapat berita tanpa harus beriklan.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
9
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
Membandingkan Hasil Wawancara Dengan Isi Dokumen
No.
Hasil Wawancara
Isi Dokumen
1.
Informan (Direktur S&M HCJ): Pertama-tama, divisi humas
akan menyusun perencanaan strategi yang akan mereka
jalankan selama 1 tahun ke depan, kemudian hasil
penyusunan strategi yang telah disusun oleh divisi humas
tadi akan diserahkan kepada saya untuk dikoreksi,
ditambahkan atau diganti dengan strategi lain yang dirasa
lebih tepat.
Key informan (Humas HCJ): Humas melakukan promosi,
menginformasikan ke media, menyiapkan dan menyebarkan
materi-materi promosi ke media.
Key informan (Humas HCJ): Membuat materi promosi,
mengadakan event-event untuk tamu, klien dan kalangan
sosial lainnya, menjalin hubungan dan komunikasi yang
baik dengan media, melakukan kerjasama dengan berbagai
pihak, mengundang dan menginformasikan kepada media
semua kegiatan positif yang dilakukan hotel, menggalang
dana dan sponsor, memperluas/mengembangkan network /
jaringan komunikasi.
Public Relations Executive harus membuat strategi Public
Relations yang berkaitan dengan tujuan dari merketing dan
komuniksi serta sesuai dengan tujuan marketing hotel.
Bentuk perhatian yang dapat kita lakukan ialah dengan
mengirimkan kartu ucapan atau kue selamat ulang tahun
kepada media dan wartawan. Untuk media kita punya daftar
khusus ulang tahun media.
Menyiapkan dan mengirimkan kartu ulang tahun atau hari jadi
atau kue untuk media dan Board of Director.
2.
3.
4.
Untuk tringulasi dengan metode, Penulis
menggunakan strategi pengecekan derajat kepercayaan
penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data. Semua hasil penelitian yang diperoleh dari
penelitian ini didapat menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi
dan penelusuran arsip. Semua hasil wawancara dan
rekaman arsip Penulis sertakan di halaman lampiran.
Pada triangulasi dengan penyidik, Penulis telah
melakukan pemanfaatan pengamat lainnya dalam hal
ini Penulis dibantu oleh dosen pembimbing serta
pembimbing lapangan yaitu Ibu Eni. Hal ini diperlukan untuk membantu Penulis dalam mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data. Triangulasi
dengan teori dilakukan Penulis dengan membandingkan data dan penjelasan yang ada dengan teoriteori dari para ahli komunikasi dan kehumasan. Hal ini
terdapat di bab 4 mengenai hasil penelitian dan
pembahasan, dimana Penulis secara langsung memberikan penjelasan mengenai hasil penelitian dengan
menyertakan penjelasan pembanding dari teori-teori
dari para ahli tersebut. Hal ini diperlukan untuk
meningkatkan derajat kepercayaan data yang diperoleh.
4. Pemerikasaan Sejawat Melalui Diskusi
Moleong (2004:179) mengungkapkan, “Teknik ini diperlukan dengan cara mengekspos hasil
sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam
bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.”
Teknik ini dilakukan Penulis dengan cara
mendiskusikan hasil penelitian yang didapat selama
10
Membuat liputan media untuk semua aktivitas organisasi,
karyawan, jasa dan produk-produk ke semua media.
- Mendukung kegiatan team marketing dengan mengirimkan
promosi mengenai produk hotel kepada wartawan.
- Mengelola setiap pameran atau acara hotel.
- Mengelola konferensi pers, perjamuan pers dan kunjungan
media termasuk acara resmi yang dikelola oleh hotel.
- Membangun dan menjalin hubungan secara intim dengan
klien hotel (perusahaan, pemerintah, kedutaan, biro
perjalanan dan maskapai penerbangan melalui fax atau
email).
- Membangun hubungan dengan orang-orang berpengaruh,
pemimpin komunitas, pejabat setempat dan para
profesional.
- Berpartisipasi dan mewakili hotel dalam aktivitas sosial
penelitian dilakukan dengan dosen pembimbing, dosen
kehumasan serta dengan rekan-rekan sejawat yang
mempunyai pengalaman penelitian di fokus penelitian
yang sama atau paling tidak hampir sama. Dengan
demikian, Penulis dapat mengetahui bahwa pandangan
dan pemikiran Penulis sudah benar atau tidak dan
dapat memperbaikinya.
5. Analisis Kasus Negatif
“Teknik analisis kasus negatif dilakukan
dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang
tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi
yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan
pembanding”. Moleong(2004:180) Pada penelitian ini
Penulis tidak menemukan kasus negatif, karena apa
yang dikatakan sumber penelitian sesuai dengan
kenyataan lapangan yang Penulis dapatkan.
6. Kecukupan Referensial
“Kecakupan referensial sebagai alat untuk
menampung dan menyesuaikan dengan kritik untuk
keperluan evaluasi.” (Moleong, 2004:181) Yang dipergunakan oleh Penulis untuk merekam wawancara baik
dengan key informan maupun dengan informan-informan ialah MP3 Samsung. Selain itu, Penulis juga
mempunyai informasi tertulis dari hasil wawancara
yang dilakukan melalui email di alamat email Penulis
yaitu [email protected].
7. Pengecekan Anggota
“Pengecekan dengan anggota yang terlibat
dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam
pemeriksaan derajat kepercayaan. Yang dicek dengan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
anggota yang terlibat meliputi data, kategori analitis,
penafsiran, dan kesimpulan.” (Moleong, 2004:181)
Dalam hal ini, Penulis melibatkan key informan
dan informan untuk mengecek data hasil wawancara
yang telah Penulis kumpulkan. Mereka memberikan
tanggapan dan pandangan terhadap pemaparan Penulis. Selain itu, mereka juga mengoreksi dan menambahkan informasi-informasi yang dirasa kurang tepat
atau kurang lengkap. Setelah mereka menilai informasi
tersebut sudah tepat mereka menandatangani hasil wawancara tersebut. Hal itu Penulis lampirkan di halaman lampiran. Untuk kategori analitis, penafsiran, dan
kesimpulan, Penulis melakukan pengecekan dengan
dosen pembimbing. Hal ini dilakukan untuk mengecek
laporan penelitian yang dikerjakan Penulis.
8. Uraian Rinci
Menurut Moleong (2004:183), “Teknik ini
menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya
sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat
mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan.” Penelitian ini dilakukan di divisi
humas Hotel Ciputra Jakarta. Fokus penelitian dalam
penelitian ini ialah mempertanyakan mengenai bagaimana kedudukan dan fungsi humas pada Hotel
Ciputra Jakarta, bagaimana persepsi humas terhadap
fungsi wartawan, pendekatan apa yang digunakan humas HCJ dalam menjembatani perbedaan fungsi antara dirinya dan wartawan, mengapa pendekatan tersebut
digunakan oleh humas HCJ, dan bagaimana humas
HCJ melaksanakan pendekatan tersebut. Pada akhirnya disimpulkan fokus penelitian Penulis ialah “Bagaimana strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra
Jakarta dalam membina hubungan yang harmonis
dengan wartawan?” Uraian rinci mengenai hasil
penelitian sesuai dengan fokus penelitian dibahas pada
bab 4. Penemuan yang dihasilkan diuraikan dengan
penafsiran yang dilakukan Penulis dalam bentuk uraian
rinci dengan segala pertanggungjawaban berdasarkan
kejadian-kejadian nyata.
9. Auditing.
Menurut Moleong (2004:183), “Auditing
adalah konsep bisnis, khususnya di bidang fiskal yang
dimanfaatkan untuk memeriksa kebergantungan dan
kepastian data. Hal ini dilakukan baik terhadap proses
maupun terhadap hasil dan keluaran.”
Klasifikasi yang dilakukan Penulis sesuai
dengan yang dilakukan Halpern dalam Moleong
(2004:184) sebagai berikut:
1. Data mentah, termasuk bahan yang direkam
secara elektronik, catatan lapangan tertulis, dan
dokumen yang Penulis kumpulkan selama
mengadakan penelitian di HCJ;
2. Data yang direduksi dan hasil kajian, termasuk di
dalamnya penulisan secara lengkap catatan
lapangan, ikhtisar catatan, dan catatan teori
seperti hipotesis kerja, konsep dan semacamnya;
1. Rekontruksi data dan hasil sintesis, termasuk di
dalamya struktur kategori: tema, definisi, dan
hubungan-hubungannya;
penemuan
dan
kesimpulan; dan laporan akhir dan hubungannya
dengann kepustakaan mutakhir, integrasi konsep,
hubungan dan penafsirannya;
3. Catatan mengenai proses penyelenggaraan,
termasuk di dalamnya catatan metodologi:
prosedur, desain, strategi, rasional;
4. Catatan tentang keabsahan data: berkaitan dengan
derajat kepercayaan, kebergantungan,kepastian
penelusuran audit;
5. Bahan yang berkaitan dengan maksud dan
keinginan, termasuk usulan penelitian, catatan
pribadi: catatan reflektif dan motivasi; dan
harapan: harapan dan peramalan;
6. Informasi tentang pengembangan instrumen,
termasuk berbagai formulir yang digunakan untuk
penjajakan,
jadwal
pendahuluan,
format
pengamat, dan survai.
Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan &
Biklen dalam buku Moleong (2004,248) adalah “upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.”
Sesuai dengan disain penelitian yang digunakan yaitu
tipe 2 (desain kasus tunggal dengan unit multi-analisis)
maka analisis data yang digunakan ialah analisis
deskriptif komparatif. Data dihimpun dan dianalisis
dengan kata-kata
dengan membandingkan unit analisisnya. Berikut
tahapan-tahapan analisis data yang dilakukan Penulis:
1. Reading, membaca data-data yang telah
terkumpul dari transkrip wawancara, catatan
peneliti dan rekaman arsip.
2. Editing, mengedit informasi-informasi penting
yang ada.
3. Koding, memilah data-data yang ada dan
memberi kode pada masing-masing data.
4. Kategorisasi, memilah-milah data menjadi
kategori-kategori serta mengembangkan ketegorikategori tersebut.
5. Eksplorasi, mengeksplorasi hubungan antar
kategori.
6. Comparing, membandingkan data dan informasi
dari unit-unit analisis.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di divisi public relations
Hotel Ciputra Jakarta. Hasil penelitian diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan key informan dan
informan, hasil observasi Penulis dan hasil pene-
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
11
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
lusuran dokumendokumen penting yang relevan
dengan fokus penelitian. Observasi partisipan secara
terbatas dilakukan sebelum dan pada saat mengumpulkan data namun ada juga beberapa data yang
Penulis kumpulkan pada saat Penulis melakukan praktik kerja lapangan di HCJ selama tiga bulan. Penjelasan
yang akan dipaparkan disesuaikan dengan fokus
penelitian yaitu pemaparan mengenai strategi press
relations humas Hotel Ciputra Jakarta dalam membina
hubungan yang harmonis dengan wartawan dan halhal lainnya berkaitan dengan fokus penelitian tersebut.
Di bawah ini, Penulis akan memaparkan mengenai
fungsi humas HCJ, fungsi wartawan bagi humas HCJ,
pendekatan-pendekatan dan strategi yang dilakukan
humas HCJ dalam melakukan press relations serta
temuan-temuan lainnya.
Fungsi Humas Hotel Ciputra Jakarta
Humas HCJ secara struktural sudah ada dalam
struktur organisasi. Di sana terlihat bahwa humas
merupakan divisi khusus yang berada di bawah
departemen sales & marketing. Kedudukan humas
berada di bawah direktur sales & marketing dan sejajar
dengan manajer sales lainnya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan informan pertama diketahui bahwa
humas bertanggung jawab pada direktur sales &
marketing. Segala kegiatan
humas yang diprogramkan harus terlebih dahulu
diajukan ke direktur sales & marketing untuk disetujui.
Hal ini juga sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
key informan bahwa segala kegiatan humas diupayakan
untuk mendukung departemen sales & marketing dalam
hal melakukan promosi dan penjualan.
Humas lebih difungsikan sepenuhnya untuk
mendukung tujuan dari departemen sales & marketing
ini. Kedudukan humas ini dikuatkan dengan
pengamatan Penulis, PR executive tidak mengikuti
morning meeting yang diadakan. Morning meeting ialah
rapat harian direktur-direktur semua departemen di
ruangan general manager. PR executive hanya mengikuti
sales meeting yang diadakan khusus bagi departemen sales
& marketing sendiri. Ini berarti humas tidaklah dekat
dengan top management karena ia tidak secara langsung
memberi sumbangsih saran untuk organisasi.
Mengenai hal ini, kemudian Penulis mengkonfirmasikannya kepada informan pertama dengan mengajukan pertanyaan apakah humas punya akses langsung
ke pimpinan, berikut jawaban Beliau: ”Divisi humas
memiliki akses langsung ke pimpinan, dalam hal ini
kepada saya. Informasi terkecil apapun yang akan
keluar dari divisi humas HARUS dengan persetujuan /
sepengetahuan saya. Jika saya berhalangan hadir dan
ada hal-hal urgent yang tidak dapat ditunda, maka divisi
humas dapat meminta bantuan kepada Executive
Assistant Manager (EAM / Wakil GM). Jika EAM pun
tidak ada, barulah humas dapat meminta bantuan
kepada GM.”
12
Mengenai jawaban tersebut, Penulis memahami bahwa humas HCJ tidak secara langsung
punya akses menyampaikan saran kepada pihak manajemen, dalam hal ini yang Penulis maksud adalah
pimpinan tertinggi hotel yaitu general manajer, namun
humas hanya sebatas menyampaikan saran dengan terlebih dahulu mendiskusikannya ke pimpinan departemen yang membawahinya yaitu direktur sales & marketing. Masalah kedudukan humas tersebut, pernah Penulis tanyakan ke key informan pada waktu Penulis
melakukan praktik kerja lapangan. Key informan menyatakan bahwa umumnya kedudukan humas hotel memang seperti ini. Jarang sekali humas hotel yang
mempunyai depertemen sendiri, rata-rata humas hotel
pasti berada di bawah departemen pemasaran. Pernah
Penulis tanyakan mengapa, dan ia menjawab bahwa
”humas sebenarnya dalam dunia nyata tidaklah seperti
yang kamu dapatkan di bangku kuliah, banyak hal-hal
yang tidak seideal yang kamu bayangkan.” Demikian
ungkapan key informan pada waktu itu. Kedudukan
humas HCJ yang demikian, berimplikasi pada wewenang yang dimilikinya dalam mengambil keputusan.
Berdasarkan pernyataan key informan, humas belum
mempunyai wewenang mutlak untuk mengambil
keputusan sendiri. Hal ini disebabkan humas masih
terikat dengan departemen lain sehingga wewenang
dan keputusan yang diambil humas menjadi tidak
mutlak. Dari kenyataan tersebut, Penulis memahami
bahwa penentuan kedudukan humas di HCJ berdasarkan sistem sentralisasi. Hal ini berdasarkan pemaparan dari Kusumastuti (2002) mengenai kedudukan
humas dalam sebuah organisasi. Ia menyatakan bahwa
penentuan kedudukan humas dalam organisasi pada
dasarnya menganut dua sistem, yaitu sistem sentralisasi
dan sistem desentralisasi. Sistem desentralisasi maksudnya, aktivitas humas dikelola secara mandiri oleh
seseorang yang menjabat sebagai direktur humas beserta staf-stafnya. Pengelolaan ini meliputi perencanaan, pengkomunikasian, pelaksanaan sampai dengan evaluasinya. Posisi atau kedudukannya tersebut
secara langsung berada di tingkat top level management.
Sedangkan sistem sentralisasi yang dimaksud
Kusumastuti ialah aktivitas humas di organisasi yang
dilakukan secara terpusat atau oleh pusat. Posisi atau
kedudukan humas dalam sistem ini biasanya berada di
bawah bagian lain dan berada di tingkat lower-middle
management. Berdasarkan ungkapan Kusumastuti
tersebut Penulis dapat menyimpulkan bahwa humas
HCJ mengikuti sistem sentralisasi karena tidak
mempunyai departemen sendiri bahkan berada di
bawah lain yaitu departemen sales & marketing
(kedudukannya berada di middle management). Kedudukan humas yang demikian tidaklah ideal. Karena
menurut Kusumastuti, humas idealnya berada di tingkat top level management bukan di lower-middle management.
Posisi humas ini akan berpengaruh pada fungsi dan
peran humas secara keseluruhan. Jika humas berada di
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
top level management maka humas akan berperan sebagai
expert prescriber communication dan problem solving process
fasilitator. Expert prescriber communication artinya humas
akan berperan sebagai penasehat ahli bagi organisasi.
Problem solving process fasilitator artinya humas sebagai
pengambil keputusan komunikasi bagi organisasi.
Sedangkan posisi humas yang berada di lower-middle
management, artinya humas hanya akan berperan sebagai
communications fasilitator dan communication technician. Communication fasilitator artinya humas sebagai ”jembatan”
antara organisasi dan publiknya. Sedangkan communication techinician artinya humas berperan sebagai
teknisi komunikasi saja. Kedudukan humas yang
demikian juga tidaklah sejalan dengan pendapat dari
Cutlip, Centre and Broom yang ada di kerangka teori
di bab II halaman 17. Cutlip, Centre and Broom mengungkapkan bahwa humas merupakan fungsi manajemen, yang mengandung makna bahwa humas haruslah berada dekat dengan pimpinan, menjadi ”corong”
manajemen atau ”pembela” manajemen bahkan dapat
menjadi mata dan telinga serta tangan kanan top
manajemen bukan hanya berperan sebagai teknisi
komunikasi saja. Tujuan dari dibentuknya humas bagi
HCJ diperjelas dengan ungkapan informan utama
berikut ini: ”HCJ membentuk divisi humas untuk
menjadi jembatan komunikasi (juru bicara resmi)
antara pihak external (clients, media, dan lain-lain)
dengan pihak internal hotel. Selain itu divisi humas
juga diperuntukkan untuk menciptakan, menjaga dan
meningkatkan image positif perusahaan dimata pihak
luar (clients, markets, press) melalui berbagai promosi dan
informasi, sesuai dengan ketentuan dan keinginan yang
telah ditetapkan oleh management dan owning company.”
Selain itu, informan utama juga menambahkan
mengenai harapan Beliau dengan adanya divisi khusus
humas di HCJ yaitu: ”Divisi humas dibentuk guna
mendukung departemen sales & marketing. Saya mengharapkan humas dapat melakukan komunikasi, promosi dan klarifikasi secara tepat, efektif dan efisiensi
baik kepada pihak internal di dalam hotel maupun
dengan pihak eksternal yang berada di luar hotel.
Humas diharapkan berfungsi secara internal dan
eksternal. Secara internal maksudnya, humas berfungsi
bagi departemen sales & marketing yaitu sebagai jembatan komunikasi antara departemen sales & marketing
dengan departemen lainnya di dalam hotel. Sedangkan
secara eksternal maksudnya, humas sebagai satusatunya pihak perwakilan dari hotel yang paling berwenang untuk menyampaikan segala macam informasi,
promosi ataupun klarifikasi dalam bentuk apapun,
yang sedang dilakukan oleh hotel kepada pihak luar,
dalam hal ini client atau media massa (cetak maupun
elektronik).” Dari pernyataan tersebut, Penulis memahami bahwa humas diharapkan dapat menjadi penghubung yang baik antara pihak hotel dengan publiknya
dengan cara melakukan komunikasi, promosi dan
klarifikasi secara tepat, seperti ungkapan di atas.
Penulis juga menyimpulkan bahwa humas dalam hal
ini difungsikan bukan saja sebagai jembatan
komunikasi bagi HCJ dengan pihak luar namun juga
sebagai jembatan bagi departemen sales & marketing
dengan departemen lainnya. Dengan kedudukannya di
middle management tersebut yaitu di bawah departemen
sales & marketing, maka humas berkewajiban menterjemahkan tuntutan kebutuhan departemen sales &
marketing yang membawahinya. Penulis mencoba
mengkonfirmasi hal ini dan berikut jawaban key
informan: “Humas berperan melakukan promosi, menginformasikan ke media, menyiapkan dan menyebarkan
materi-materi promosi ke media. Dengan cara inilah
kita menterjemahakan keinginan dari departemen pemasaran. Kita berusaha sebisa mungkin membantu
departemen ini. Jika penjualan produk dan paket
kamar berhasil maka boleh dibilang upaya humas juga
berhasil. Jika promosi yang dibuat humas diliput oleh
media juga boleh dinamakan kerja kita berhasil.” Penulis memahami bahwa humas sesuai dengan posisinya
tersebut memang difungsikan secara khusus bagi
depertemen sales & marketing dan ia menterjemahkan
keinginan departemen tersebut dengan cara membantu
departemen ini dalam memasarkan produk-produk
hotel namun dengan cara khas humas.
Sesuai dengan fokus penelitian, yang ingin
mengetahui fungsi humas HCJ sebenarnya, Penulis
juga mengajukan pertanyaan mengenai fungsi humas
bagi diri seorang wartawan. Deri yang merupakan
wartawan Koran Indo Pos menyatakan bahwa: “Menurut saya humas adalah jembatan untuk wartawan
melakukan konfirmasi ke pimpinan perusahaan.
Melalui humas biasanya saya membuat janji bertemu
dengan pimpinan. “Amaya, salah satu wartawan dari
Parents Guide Magazine mengatakan bahwa: “Humas
atau Public Relations adalah seseorang atau sekumpulan
yang tugasnya membangun hubungan baik (favorable
image) baik dengan public internal maupun external
perusahaan. Nah, yang dimaksud dengan external itu
macam-macam, diantaranya klien/konsumen, pemegang saham, masyarakat sekitar, dan media (termasuk
wartawan).” Hal ini juga sejalan dengan apa diungkapkan oleh Mila seorang wartawan dari Sinar
Harapan: ”Di beberapa perusahaan, ada posisi yang
disebut media relations, bagian dari humas. Merekalah
yang menghubungkan antara wartawan dengan
perusahaan tempat mereka bekerja”. Tugas wartawan
adalah mencari dan mengumpulkan informasi
kemudian menuliskannya menjadi sebuah berita.
Wartawan menginginkan informasi menarik dari
manapun termasuk informasi mengenai sebuah
organisasi, oleh karena itu bagi mereka fungsi humas
merupakan jembatan bagi mereka untuk mendapatkan
informasi dari organisasi tersebut yang kemudian dapat
dijadikan berita bagi media mereka. Selain itu seperti
ungkapan Amaya, humas juga bertugas membangun
hubungan baik dengan siapa saja yang menjadi publik
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
13
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
suatu perusahaan. Penulis menyimpulkan, bahwa
fungsi humas HCJ bagi informan-informan yang Penulis wawancarai adalah sama. Bagi direktur sales &
marketing, humas merupakan jembatan komunikasi
hotel dengan pihak eksternal termasuk dengan media
massa. Bagi wartawan pun, secara tidak langsung
terungkap, bahwa humas merupakan jembatan bagi
mereka untuk menghubungi pihak perusahaan. Key
informan sendiri menyadari tujuan dari dibentuknya
divisi humas dengan pernyataan berikut: ”HCJ membentuk divisi humas adalah untuk menciptakan, menjaga dan meningkatkan citra/image-nya di kalangan
target market maupun masyarakat sekitarnya.”
Key informan juga menambahkan bahwa fungsi
dan perannya adalah: ”Untuk menjaga dan meningkatkan citra melalui berbagai informasi dan promosi,
menjalin hubungan baik dengan pihak internal ataupun
eksternal yang berkaitan dengan kelangsungan hidup
hotel.” Berdasarkan pernyataan dari informan utama
yaitu direktur sales & marketing dan key informan di
atas, Penulis menyimpulkan bahwa fungsi humas pada
HCJ yaitu sebagai berikut:
• menciptakan, menjaga dan meningkatkan image
positif hotel di mata masyarakat (internal dan
eksternal)
• menjadi jembatan penghubung antara pihak hotel
dengan khalayak hotel
• menjadi jembatan penghubung antara departemen
sales & marketing dengan departemen lain (secara
khusus berkaitan dengan kedudukannya tersebut)
• membantu departemen sales & marketing dalam
melakukan pemasaran
• melakukan komunikasi, promosi dan klarifikasi
kepada pihak luar hotel
Kegiatan Press Relations Humas Hotel Ciputra
Jakarta
Sesuai dengan bahasan mengenai kegiatan
humas dalam menjalin hubungan dengan wartawan,
terlihat di atas bahwa tugas dan tanggung jawab humas
HCJ salah satunya ialah melakukan press relations. Tugas
dan tanggung jawab tersebut juga berkaitan dengan
fungsi humas HCJ yang telah dipaparkan sebelumnya
yaitu sebagai jembatan antara pihak hotel dan khalayak
hotel, yang salah satu diantaranya yaitu wartawan.
Berdasarkan pernyataan key informan, yang melatarbelakangi humas membina hubungan baik dengan
wartawan ialah karena key informan manganggap media
(wartawan) merupakan jembatan penghubung yang
efektif dan memiliki sasaran luas, sehingga apa yang
diinformasikan kepada mereka akan cepat sampai pada
target sasaran. Selain itu informan utama juga menambahkan bahwa latar belakang departemen sales &
marketing, yang membawahi divisi humas, membina
hubungan baik dengan wartawan ialah karena media
(wartawan) merupakan jembatan penghubung yang
efektif dan memiliki pengaruh yang cukup kuat kepada
14
masyarakat, sehingga apa yang diinformasikan melalui
mereka akan cepat sampai pada masyarakat luas dalam
berbagai kalangan. Kedua pendapat di atas membuktikan bahwa HCJ sangat mengidamkan terciptanya
hubungan baik dengan kalangan media massa dan
wartawan. Karena bagi mereka media massa merupakan jembatan penghubung yang efektif menyampaikan segala pengaruhnya kepada masyarakat termasuk kepada khalayak HCJ.
Namun adakalanya hubungan baik yang diinginkan humas HCJ tidak senantiasa berhasil dengan
mulus. Hal ini dipahami oleh pihak humas sendiri
dengan pernyataannya key informan berikut: “Namun
pada dasarnya naluri wartawan adalah lebih tertarik
dengan berita negatif, kontroversial dan unik. Sedangkan berita positif agak sulit menjadi bahan berita
bagi mereka. Untuk itu kita perlu membina dan
menjalin hubungan baik dengan wartawan tersebut
tidak hanya pada saat jam kerja tapi juga di luar jam
kerja.” Dari pernyataan key informan di atas terungkap
mengenai persepsi humas terhadap wartawan, bahwa
wartawan merupakan sosok yang dianggap menginginkan berita yang agak kontroversial dari sebuah
organisasi karena bagi mereka berita tersebut lebih
menarik. Di pihak humas, tentulah ia enggan perusahaannya diberitakan negatif. Hal inilah yang membuat humas HCJ menyadari kepentingannya untuk
senantiasa membina hubungan baik dengan wartawan.
Pada kesimpulan mengenai fungsi wartawan) disimpulkan bahwa wartawan berfungsi mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menulis berita yang dapat dijual
namun wartawan juga tetap harus mengedepankan
kepentingan masyarakat dengan menyajikan berita
yang factual dan punya nilai berita. Bila dikaitkan
dengan hal ini, dapat terlihat bahwa ungkapan key
informan mengenai sosok wartawan tersebut tidaklah
begitu tepat. Wartawan bukan mencari berita-berita
yang negatif dan kontroversial namun sehubung
dengan tugasnya, mereka menginginkan sebuah berita
yang menarik, faktual dan punya nilai berita. Tidak bisa
dipungkiri, berita negatif dan kontroversial memang
cenderung disukai oleh masyarakat, dan tentunya
kemudian disukai pula oleh media massa. Berdasarkan
pengamatan Penulis di lapangan, humas HCJ lumayan
sering mendapat kunjungan dari wartawan yang hendak meminta wawancara atau sekedar ingin mendapat
ijin foto caption di hotel. Dari wawancara ke informan
kedua yaitu wartawan, Penulis mendapat informasi
bahwa tujuan mereka hendak menghubungi pihak humas HCJ biasanya dalam kepentingan sedang membuat tulisan dengan tema /topik yang diperlukan
dalam penulisan artikel yaitu berkaitan dengan hotel
(rubrik lifestyle). Demi kepentingan ini biasanya mereka
menghubungi humas dengan harapan humas dapat
membantu memberikan nformasi yang mereka
butuhkan. Penulis menyimpulkan, bahwa sebenarnya
humas dapat memanfaatkan kepentingan wartawan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
tersebut, dengan cara memberikan informasi yang
menarik untuk wartawan sekaligus dapat menampilkan
citra positif hotel kepada masyarakat. Namun tidak
dapat dipungkiri bahwa wartawan hanya mencari informasi hanya kepada humas-humas yang mereka rasa
punya hubungan baik dengan diri mereka. Hal ini
diungkap oleh Mila (wartawan Sinar Harapan), ” biasanya yang saya hubungi yang memiliki hubungan cukup dekat saja”. Inilah alasan bahwa humas harus
mempunyai hubungan baik dengan wartawan. Pentingnya hubungan baik antara humas dan wartawan,
lebih diperjelas dengan ungkapan dari Nurudin
(2004,12-13), ”menghindari hubungan dengan media
merupakan kematian sedangkan mengelola dan menjalin hubungan baik dengan media adalah kehidupan
yang akan terjalin di masa datang.” Ungkapan tersebut
mungkin cukup keras, namun dapat dilihat kebenarannya. Dari pengamatan Penulis di lapangan, humas
HCJ dituntut oleh pihak manajemen untuk memberikan laporan secara berkala mengenai apa saja
publikasi yang telah ia raih dari media massa. Humas
harus membuat kliping media dan memberikannya
kepada pihak manajemen. Selain itu humas juga harus
melaporkan media coverage. Media coverage adalah laporan
mengenai hasil pemberitaan di media massa. Untuk
setiap pemberitaan yang ada dilihat berapa kolom
pemberitaan itu, lalu dinilai oleh humas berapa biaya
per kolom jika itu kolom iklan. Intinya, humas menilai
berapa biaya yang dapat di save oleh humas untuk biaya
publikasi dengan adanya pemberitaan gratis di media
massa. Dengan kenyataan tersebut, maka tidaklah
heran bahwa humas menginginkan terciptanya hubungan yang harmonis dengan wartawan. Hal ini dikarenakan tuntutan dari atasan. Tuntutan itu mendorong
humas melakukan usaha-usaha press relations. Menurut
informan kedua, ada beberapa hal yang menjadi
penyebab ketidakharmonisan antara humas dan wartawan, yaitu sebagai berikut: Mila wartawan Sinar
Harapan mengatakan:
”Sesungguhnya, humas dan wartawan memiliki
hubungan simbiosis mutualisme, saling butuh. Namun,
menurut pengalaman saya, pada akhirnya humas lebih
membutuhkan wartawan karena bisa menjembatani
mereka menuju masyarakat luas. Yang paling
menyebalkan adalah ketika seorang humas bekerja
lamban, ketika wartawan membutuhkan bantuan
seperti keterangan, foto, atau apa pun, sementara
wartawan bekerja dibawah tekanan deadline.”
Sedangkan Deri wartawan Indo Pos juga
mengungkapkan pendapatnya: ”Biasanya hanya kalau
ada pertanyaan dari saya yang mereka tidak bias
menjawab artinya pertanyannnya seputar kasus, kadang mereka tidak bisa menjawab mungkin karena
bukan kapasitas mereka atau karena mereka ditekan
oleh atasannya.” Dan yang terakhir Amaya wartawan
Parents Guide Magazine mengungkapkan: ”Seharusnya, humas berperan sebagai the bridge (jembatan) yang
menghubungkan jurnalis dengan narasumber di suatu
perusahaan. Walaupun pada sebagian besar perusahaan, humas diberi wewenang sebagai the spoken
person (juru bicara perusahaan). Tetapi, ada kalanya
wartawan membutuhkan narasumber langsung. Misalnya: wawancara eksklusif dengan presdir, direktur
keuangan, dan lain-lain. Nah, ada kalanya humas tidak
membantu mempermudah/memperlancar proses
’pertemuan’ antara media (wartawan) dengan narasumber yang dituju. Padahal belum tentu si narasumber tersebut keberatan lho. Alhasil, tidak jarang
wartawan itu mencari tahu sendiri nomor kontak si
narasumber yang dituju (biasanya dari wartawan juga).
Dan, setelah menghubungi langsung, biasanya orang
yang dituju malah welcome. Jadi dalam hal ini humas
terkadang cenderung mempersulit sesuatu yang
sebenarnya mudah (tetapi ini tidak berlaku umum ya,
humas yang baik dan profesional pun banyak kok!)”
Dari ketiga pendapat di atas Penulis simpulkan, bagi
pihak wartawan, hubungan yang kurang harmonis
dengan humas disebabkan oleh informasi yang tersendat yang diterima oleh mereka. Wartawan berpikir
humas menutup-nutupi sebuah informasi mengenai
perusahaan mereka atau lamban dalam memberikan
informasi tersebut. Dalam hal ini, humas berkepentingan meluruskan persepsi tersebut dan berusaha
membina hubungan yang baik dengan wartawan agar
tidak adanya kesalahpahaman antara keduanya. Oleh
karena itu, humas HCJ mempunyai strategi khusus
tersendiri dalam membina hubungan baik dengan
wartawan yang dinamakan kegiatan press relations. Di
divisi humas HCJ, tidak ada sub divisi khusus yang
mengurusi kegiatan press relations. Menurut key informan
ini sudah merupakan kebiijakan langsung dari atasan.
Pihak manajemen berpikir satu divisi humas sudah
cukup untuk melakukan tugas press relations sekaligus
melakukan promosi dan semua tugas lainnya.
Kaitannya dengan ungkapan key informan tersebut,
Iriantara (2005:83) dalam ungkapannya berikut
mengenai tugas humas dalam melakukan media relations
mengatakan, “terkait dengan bidang pekerjaan
tersebut, maka pada internal organisasi dibentuk tim
media. Tim media ini setidaknya mengandung 3 tugas
yang dijalankan yakni koordinator media, juru bicara
dan penulis.” Dari ungkapan Iriantara tersebut,
terungkap bahwa idealnya dalam divisi humas ada
subdivisi khusus, yang disebut oleh Iriantara tim
media. Tim media inilah yang secara spesifik bertugas
untuk menangani media dan wartawan serta
mengerjakan kegiatan press relations. Hal ini bertujuan
agar
mempermudah
kerja
humas.
Penulis
mengkonfirmasi dengan menanyakan, bagaimana
humas membagi waktu antara membina hubungan
dengan wartawan, dengan melakukan tugas lainnya,
berikut jawaban dari key informan: “Waktu dibagi
berdasarkan skala prioritas dan pembuatan schedule
promosi.” Dengan demikian Penulis menyimpulkan,
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
15
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
berkaitan tugas lainnya, humas HCJ masih
menyisihkan waktu untuk membina hubungan baik
dengan wartawan.Selain itu, key informan juga
mengungkapkan bahwa divisi humas mempunyai
kriteria dalam pemilihan media yang ia gunakan
sebagai jembatan komunikasi antara perusahaan dan
target market hotel. Berikut pemaparan key informan :
“Dalam
memilih
media,
humas
selalu
menyesuaikannya dengan target market dari HCJ
sendiri. Kalau dalam menyebarkan press release kita
melihat terlebih dahulu promosi apa yang sedang
digencarkan. Dalam mengundang wartawan pun kita
juga melihat acara yang sedang atau akan berlangsung.
Intinya kita akan memilih media yang related dengan
promosi atau acara yang berlangsung. Contohnya acara
PP, maka kita akan mengundang media yang sesuai
dengan tema acara yang ada, yaitu media dengan target
market wanita dan berkecimpung dalam dunia bisnis
atau wanita karier.” Dari pemaparan key informan
tersebut, tampak bahwa humas mempunyai kriteria
tersendiri dalam memilih media. Pemilihan media
dilakukan berdasarkan target market hotel dan sasaran
khalayak acara/promosi yang digencarkan hotel.
Berdasarkan keterangan informan utama, yang menjadi
target market HCJ adalah masyarakat dengan kelas A
dan B+. Penetapan sasaran yang spesifik tersebut
membuat humas berkewajiban memilih media dengan
sasaran yang sama dengan sasaran khalayak hotel.
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra
Dengan terbatasnya waktu yang dimiliki
humas, humas mempunyai strategi khusus dalam
membina hubungan baik dengan wartawan. Strategi
mengenai berhubungan dengan media dan wartawan
merupakan salah satu perencanaan kerja humas yang
tertera di dalam business plan yang selalu dibuat humas
setiap tahunnya. Hal tersebut diungkap oleh key
informan dalam pernyataan berikut: “Business plan
merupakan perencanaan kerja humas selama setahun
untuk kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan. Jadi
dari business plan lah rencana kerja humas nantinya.
Business plan ini disusun sendiri oleh humas tapi tetap
diajukan terlebih dahulu ke Ibu Thea.” Hal ini
diperkuat pula oleh pernyataan dari informan utama.
Beliau mengungkapkan mengenai proses pembuatan
strategi yang dibuat oleh humas sebagai berikut:
“Pertama-tama, divisi humas akan menyusun
perencanaan strategi yang akan mereka jalankan
selama 1 tahun ke depan, kemudian hasil penyusunan
strategi yang telah disusun oleh divisi humas tadi akan
diserahkan kepada saya untuk dikoreksi, ditambahkan
atau diganti dengan strategi lain yang dirasa lebih tepat.
Jadi, divisi humas dan departemen sales dan marketing
akan saling bekerja sama dalam setiap hal yang
berhubungan dengan perusahaan.” Berdasarkan
pernyataan tersebut, Penulis memahami bahwa
departemen sales & marketing ikut mengambil bagian
16
dalam proses penyusunan strategi humas termasuk
strategi press relations. Oleh karena itu, untuk menjawab
permasalahan mengenai tugas humas dalam melakukan
kegiatan press relations sekaligus menjawab fokus
penelitian, maka selanjutnya Penulis akan membahas
mengenai pendekatan dan strategi apa yang dilakukan
humas HCJ dalam membina hubungan press relations
yang harmonis, mengapa strategi tersebut
yang dipilih dan bagaimana pelaksanaannya. Penulis
menanyakan mengenai strategi press relations HCJ tidak
hanya kepada public relations executive (key informan)
namun juga menanyakannya kepada direktur sales &
marketing (informan utama). Berikut data yang Penulis
dapatkan dari hasil wawancara key informan mengenai
strategi melakukan press relations, yang Penulis bagi
dalam beberapa point.
1. Media Visit
2. Inviting Media
3. Joint Promotions
4. Maintain Relations
Informasi yang Penulis dapatkan dari
informan utama memberikan suatu penegasan bahwa
selaku pimpinan dari departemen yang membawahi
divisi humas, informan utama juga mempunyai konsep
strategi yang harus diupayakan humas dalam membina
hubungan baik dengan wartawan. Dari pemaparan
tersebut, Penulis mengkonfirmasinya kepada key
informan yang merupakan pihak yang akan menerapkan
strategi-strategi yang dikemukakan informan utama
tadi. Berikut pembahasan mengenai strategi-strategi
tersebut yang Penulis bagi dalam point-point:
1. Mengirimkan program acara-acara/paket-paket
unik
Berdasarkan informasi dari key informan, tujuan
dari strategi pertama ini ialah untuk menginformasikan
atau mempromosikan berbagai kegiatan yang ada di
hotel agar tercipta awareness di kalangan target market
dan kliennya. Humas HCJ menyadari bahwa informasi
yang diinginkan oleh wartawan ialah informasi yang
menarik. Oleh karena itu, humas HCJ menerapkan
strategi ini dengan cara senantiasa memberikan
informasi terbaru mengenai hotel dan promosi terbaru
hotel kepada wartawan dengan cara yang menarik agar
wartawan dapat menerima informasi tersebut. Cara
yang dilaksanakan humas dalam melaksanakan strategi
ini ialah dengan mengirimkan sms/email blatz.
Menurut key informan, sms/email blast merupakan
pengiriman informasi ataupun promosi secara berkala
(setiap bulan) dan bersamaan kepada klien dan target
market hotel maupun kepada media melalui sms atau
email. Dari hasil wawancara Penulis, didapati bahwa
alasan humas menggunakan sms/email blatz sebagai
cara memberikan informasi kepada wartawan dan
media, karena sms dan email kini merupakan teknologi
yang sedang tren bagi semua kalangan. Berikut lebih
jelasnya kutipan ungkapan key informan: “Sebenarnya
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
bukan hanya sms atau email saja yang dipakai, semua
perantara komunikasi yang dapat kita gunakan maka
akan kita pakai. Namun untuk saat ini memang lagi
tren yaitu penggunaan hp dan email. Maka kita
gunakan itu untuk berhubungan dengan wartawan.
Kenapa pake hp karena hp sifatnya lebih personal
maka dapat mengena langsung kepada mereka.
Sedangakan email digunakan karena lebih mudah dan
menarik. Sebenarnya penggunaan sms blatz jarang
digunakan oleh hotel lain, maka dari itu kita mau jadi
pelopor bagi hotel-hotel lain.” Dari pernyataan key
informan tersebut, jelaslah tergambar bahwa tujuan
humas menggunakan sms/email blatz adalah untuk
tujuan penyebaran informasi kepada wartawan dan
media, humas ingin cara yang Ia gunakan efektif dan
menarik oleh kerena itu penggunaannya disesuaikan
dengan kemajuan teknologi yaitu melalui sms dan
email. Berdasarkan pengamatan Penulis di lapangan,
humas mempunyai media list yang berisikan nama-nama
wartawan dan daftar kontak mereka. Jadi, dalam hal ini
humas menggunakan media list tersebut untuk
mengirimkan sms/email blast tersebut. Berdasarkan
pengamatan Penulis juga, ada beberapa kendala yang
terjadi dalam penerapan strategi ini. Dari hasil
wawancara Penulis dengan informan kedua yaitu
wartawan, mereka mengatakan memang pernah
menerima sms/email blatz tersebut, namun sering juga
mereka tidak mendapatkan sms/email tersebut. Email
yang dikirimkan mungkin tidak langsung mereka
terima karena alamat email yang dikirim ialah ke media
bukan ke alamat email mereka langsung. Menurut
mereka, wartawan jarang sekali berada di kantor. Selain
itu, tugas mereka sering berpindah-pindah. Satu dari
informan yang Penulis hubungi mengatakan bahwa ia
sudah tidak lagi menulis di rubrik lifestyle namun sudah
beralih ke rubrik olahraga. Amat repot jika sms/email
blatz yang dikirim humas ternyata salah alamat.
Menurut Jefkins salah satu strategi yang disusun oleh
humas HCJ tersebut termasuk prinsip umum/kiat
dalam melakukan press relations yang dikemukakannnya
yaitu by supplying good copy yang diterjemahkan menjadi
“memasok naskah informasi yang baik” (bab II hal
35). Dengan memasok informasi kepada wartawan,
maka wartawan dapat dengan mudah memperoleh
informasi-informasi yang dibutuhkannya. Ini akan
mempermudah kerja wartawan dan membuat saluran
komunikasi antara humas dan wartawan menjadi
lancar. Iriantara (2005:92) juga mengatakan bahwa
salah satu prinsip dasar menjalin hubungan dengan
media massa adalah dengan menjadi narasumber yang
berharga bagi mereka. Penulis memahami pandapat
Iriantara, bahwa humas seharusnya tidak hanya
memasok informasi kepada wartawan untuk
kepentingan promosi perusahaannya saja namun juga
perlu memikirkan dan mengusahakan cara agar
informasi yang ia berikan tersebut berharga bagi
wartawan. Jadi, Penulis menyimpulkan bahwa strategi
ini bertujuan untuk menginformasikan atau
mempromosikan
kegiatan-kegiatan
HCJ
yang
disesuaikan dengan kebutuhan wartawan akan
informasi yang menarik. Dalam pelaksanaanya humas
HCJ menggunakan sms/email blatz sebagai salah satu
cara memberikan informasi tersebut. Sesuai dengan
pendapat para ahli, Penulis menyimpulkan bahwa
humas HCJ perlu memikirkan cara agar informasi yang
dikirimkan humas benar-benar tepat sasaran dan sesuai
dengan apa yang diperlukan oleh wartawan.
2. Melakukan kontak dengan para wartawan
Menurut informan utama yang harus
dilakukan humas adalah menerapkan strategi ini yaitu
melakukan kontak dengan wartawan melalui telepon,
email, ataupun mengundang mereka untuk berkunjung
ke hotel (makan siang/makan malam/coffee break). Key
informan
mengatakan,
bahwa
ia
senantiasa
berkomunikasi dengan wartawan untuk semata-mata
terpeliharanya hubungan yang baik antara mereka.
Humas
selalu
menyediakan
waktu
untuk
berkomunikasi dengan wartawan baik pada jam kantor
ataupun di luar jam kantor. Namun menurut key
informan pula, tidak dapat dipungkiri ada beberapa
kepentingan khusus yang ia punyai jika ingin
menghubungi wartawan diantaranya kepentingan
promosi, ulang tahun media, press conferences, undangan
menghadiri acara baik yang diadakan oleh media
maupun hotel, liputan, iklan dan kerjasama.
Kepentingan-kepentingan tersebut yang biasanya
menjadi pendorong humas hendak berkomunikasi
dengan wartawan. Key informan mengatakan bahwa ia
lumayan sering berkomunikasi dengan wartawan
namun ia sangat selektif memilih media yang
digunakan untuk berkomunikasi. Media yang ia pilih
disesuaikan dengan kebutuhan hotel saat itu dan juga
target market hotel yaitu kelas A dan B+. Jikalau humas
sedang melaksanakan promosi mengenai makanan
maka humas biasanya menghubungi wartawan dari
media yang sesuai dengan tema makanan tersebut,
begitu juga dengan tema lainnya. Menurut Soemirat
(2003, 128), dalam upaya membina hubungan pers,
maka humas dapat melakukan kegiatan yang
bersentuhan dengan pers antara lain, konferensi pers,
press briefing, press tour, press release, special event, press
luncheon, dan wawancara pers.
Penulis memahami pernyataan Soemirat,
bahwa humas juga perlu melakukan kegiatan-kegiatan
tersebut di atas. Karena dengan melakukan kegiatankegiatan tersebut akan memungkinkan humas dapat
mengadakan kontaklangsung dengan wartawan
sehingga humas dapat membina hubungan yang baik
dengan mereka. Selain itu, Iriantara (2005:89) juga
menjelaskan mengenai hal ini, “… organisasi perlu
membuat daftar kontak yang diberikan kepada media
massa dan wartawan, yang akan memudahkan
wartawan atau media massa untukberhubungan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
17
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
dengan organisasi.” Dari pernyataan tersebut, Iriantara
mengedepankan pentingnya humas membuat daftar
kontak, yang memudahkan dirinya untuk dihubungi
oleh wartawan. Karena bukan hanya humas yang
biasanya perlu berkomunikasi dengan wartawan
namun wartawan juga perlu. Penulis menyimpulkan
bahwa melakukan kontak dengan wartawan yang
dilakukan humas HCJ dilatarbelakangi oleh keinginan
untuk terpeliharanya hubungan baik dengan mereka.
Humas melakukan kontak baik secara tidak langsung
dan secara langsung. Sesuai dengan pendapat para ahli,
humas HCJ perlu terus melaksanakan kontak dan
komunikasi ini dengan baik melalui berbagai kegiatan
yang dapat ia lakukan. Selain itu humas HCJ juga perlu
membuat daftar kontak wartawan untuk memudahkan
dalam pelaksanaannya.
3. Mengundang mereka menghadiri acara-acara
yang sedang/akan diselenggarakan oleh hotel.
Strategi ketiga yang diungkapkan informan
utama sama dengan pengertian strategi yang
diungkapkan key informan yaitu inviting media. Oleh
karena itu, Penulis tidak membahasnya lebih detail.
4. Memberikan sedikit perhatian
Strategi yang ketiga yang diungkapkan oleh
informan utama ialah “memberikan sedikit perhatian
pada wartawan dan media”. Setelah mengkonfirmasi
hal ini pada key informan, ia mengungkapkan bahwa
tujuan utama dari memberikan perhatian ini ialah
karena pada dasarnya semua orang ingin diperhatikan.
Tidak terkecuali dengan wartawan. Tidak ada maksud
lain, HCJ hanya ingin agar hubungan yang tercipta
dengan wartawan baik danharmonis. Salah satu bentuk
perhatian yang dilakukan oleh humas adalah dengan
cara mengirimkan kartu ucapan/kue selamat ulang
tahun kepada wartawan dan media. Berdasarkan
pengamatan Penulis, humas mempunyai daftar ulang
tahun media dan selalu mengeceknya. Biasanya setiap
ada media yang berulang tahun humas menyiapkan
kartu ucapan ulang tahun yang ditandatangani oleh
general manager beserta kue ulang tahun yang dikirimkan
melalui kurir atau langsung diberikan oleh humas
sambil ia melakukan media visit. Begitu juga kepada
wartawan. Sedapat mungkin jika ia mengetahui hari
ulang tahun seorang wartawan maka humas akan
segera memberi ucapan selamat secara pribadi kepada
wartawan tersebut. Namun menurut key informan, hal
tersebut sebatas pengetahuannya saja. Biasanya yang ia
ketahui yang punya hubungan dekat saja. Dari strategi
yang diungkap di atas, Nurudin (2004:115)
mengatakan, “... jika media tersebut merayakan ulang
tahun kirimi ucapan selamat ulang tahun dengan cara
apapun (karangan bunga, surat, telepon atau iklan di
media yang bersangkutan). Ini aktivitas kecil, tetapi
punya dampak reputasi yang baik di masa datang bagi
perusahaan hubungannya dengan aktivitas PR.”
18
Berdasarkan ungkapan Nurudin di atas, nyata kuat
bahwa perhatian kecil bagi humas dapat berdampak
besar pada reputasi perusahaan. Oleh karena itu, tidak
ada salahnya humas menerapkan strategi ini yaitu
memberi “perhatian” kepada media dan wartawannya.
Penulis menyimpulkan bahwa strategi memberi
perhatian ini bertujuan agar hubungan yang tercipta
dengan wartawan dapat menjadi baik dan harmonis.
Humas HCJ mengucapkan selamat ulang tahun pada
media dan wartawan sebagai salah satu bentuk
perhatiannya tersebut. Berdasarkan pendapat para ahli
strategi yang diungkapkan humas HCJ ini sangat baik
karena meskipun kelihatannya hal sepele, tindakan ini
akan berdampak besar pada reputasi yang akan diraih
oleh perusahaan nantinya.
Dari strategi-strategi yang dipaparkan key informan dan
informan utama, Penulis menyimpulkan secara garis
besar strategi yang diterapkan humas HCJ dalam
membina hubungan baik dengan wartawan adalah :
1. Memenuhi kebutuhan informasi, yaitu dengan
cara sms/email blatz.
2. Memenuhi kepentingan urusan ekonomi, yaitu
dengan joint promotions.
3. Melakukan hubungan secara intensif, yaitu
dengan media visit, inviting media (mengajak
wartawan berkunjung ke hotel), dan melakukan
kontak dengan mereka.
4. Menjaga relasi yang telah terbina, dengan cara
terus menerus berkomunikasi dan memberikan
perhatian pada mereka.
Menurut key informan, semua strategi-strategi
yang diterapkan humas HCJ bermuara pada satu
tujuan yaitu, “agar mempermudah proses penyampaian
informasi dan memperoleh dukungan dalam
mengantisipasi informasi-informasi negatif yang
mungkin dapat beredar.” Penulis mengamati bahwa
ada kelemahan humas HCJ dalam merumuskan dan
menerapkan strategi press relations ini. Kelemahan yang
ada antara lain karena Penulis menilai yang
diungkapkan key informan bukanlah strategi dalam arti
yang sesungguhnya namun yang dilaksanakannya
sebatas kiat atau taktik dalam melakukan press relations.
Seperti yang diungkapkan Venus, strategi seharusnya
merupakan big idea dari keseluruhan pendekatan yang
dilakukan humas, bukan sekedar perincian cara yang
dilakukan humas dalam menjalin hubungan dengan
wartawan. Sesuai dengan ungkapan Iriantara (2005:91),
“Taktik tidak lain merupakan rincian cara untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Pada intinya,
taktik merupakan strategi yang dilaksanakan dalam
tindakan (strategy in action).” Jadi, Penulis
menyimpulkan yang dipaparkan key informan lebih tepat
disebut taktik daripada strategi. Dari keseluruhan
strategi yang dipaparkan key informan dan informan
utama tersebut, Penulis menyimpulkan bahwa latar
belakang yang mendorong humas HCJ dalam
merencanakan dan menerapkan strategi tersebut
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
adalah untuk memenuhi tujuan perusahaan dan tujuan
dari departemen sales & marketing. Untuk tujuan
perusahaan yaitu terciptanya citra positif di mata
khalayak HCJ serta tujuan departemen sales &
marketing yaitu berhasilnya pemasaran dan penjualan
produk-produk hotel. Dalam pelaksanaannya, humas
menerapkan strategi ini dengan cara-cara, yang
menurut humas akan mencapai tujuan tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan isi penelitian ini,
Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: (1).
Yang menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana strategi press relations humas Hotel
Ciputra Jakarta dalam membina hubungan baik dengan
wartawan?”; (2). Teori-teori yang digunakan berasal
dari pendapat beberapa ahli berhubungan dengan
konsep yang dimunculkan yaitu press relations, fungsi
humas dan fungsi wartawan, pendekatan press relations,
strategi press relations.3. Bahan penelitian yang
digunakan ialah responden (manusia) yaitu humas
HCJ, direktur sales & marketing HCJ, dan wartawan
serta dokumendokumen yang berkaitan dengan
penelitian. Unit analisis yang digunakan ialah nonindividu; (4). Instrumen yang dipakai ialah wawancara,
observasi partisipan serta rekaman arsip; (5). Teknis
analisis data yang digunakan ialah analisis deskriptif
komparatif, dimana data dihimpun dan dianalisis
dengan kata-kata dengan membandingkan unit-unit
analisisnya;
(6). Hasil penelitian yang didapat, dideskriptifkan
sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui
fungsi humas HCJ, mengetahui persepsi humas
terhadap fungsi wartawan, mengetahui pendekatan dan
strategi yang dipakai humas dalam membina hubungan
baik dengan wartawan serta mengetahui fenomena
press relations sebagai salah satu kegiatan humas; (7).
Kedudukan humas di Hotel Ciputra Jakarta
berdasarkan pada system sentralisasi, dimana posisinya
berada di middle management yaitu di bawah departemen
sales & marketing; (8). Fungsi humas berkaitan dengan
kedudukannya tersebut adalah melakukan fungsi
manajemen yaitu sebagai jembatan komunikasi antara
pihak manajemen dengan khalayak hotel. Secara
khusus, humas juga meneterjemahkan keinginan
departemen ini dengan cara mendukung tujuan
pemasaran melalui cara-cara humas; (9). Secara garis
besar fungsi humas pada HCJ adalah melakukan
publikasi, event organizer, juru bicara, external relations,
marketing public relations, media monitoring, press relations,
dan tugas-tugas teknis lainnya; (10). Humas HCJ
mempersepsikan wartawan sebagai sosok yang lebih
tertarik dengan berita negatif, kontroversial dan unik
sedangkan berita positif agak sulit menjadi bahan
berita bagi mereka; (11). Humas HCJ mempunyai
pendekatan (formal dan informal) serta strategi khusus
dalam membina hubungan dengan wartawan. Strategi-
strategi yang diungkap humas HCJ adalah media visit,
inviting media, joint promotions, dan maintain relations; (12).
Strategi pertama ialah media visit. Media visit adalah
kunjungan berkala yang dilakukan humas HCJ ke
berbagai media. Tujuan diterapkannya media visit adalah
agar humas HCJ lebih mengenal para wartawan yang
ada di media tersebut, mengetahui seluk-beluk dan
cara kerja mereka, untuk mempermudahkan proses
penyampaian informasi yang tepat dan mempererat
jalinan kerjasama antara media tersebut dengan pihak
hotel. Media visit ini dilakukan secara rutin dengan cara
mengunjungi media-media tersebut paling tidak tiga
media tiap bulannya. Pemilihan media yang dikunjungi
sesuai dengan schedule yang telah disusun oleh pihak
humas HCJ terlebih dahulu; (13). Strategi kedua yang
diterapkan ialah inviting media, yaitu mengundang
wartawan untuk datang ke hotel. Tujuan menerapkan
strategi ini, karena strategi ini merupakan salah satu
cara yang paling efektif untuk menjaga hubungan baik
dengan wartawan sekaligus menginformasikan produk
hotel kepada wartawan. Dalam melaksanakan inviting
media, humas HCJ terlebih dahulu akan menghubungi
wartawan yang ingin ia undang. Wartawan yang
diundang disesuaikan dengan promosi yang sedang
gencar dilakukan oleh hotel. Humas HCJ mengundang
wartawan untuk makan siang di hotel atau sekedar
minum kopi dengan berbicara santai. Dengan cara
tersebut maka humas dapat memperkenalkan mereka
secara langsung pada announce produk-produk hotel
yang terbaru, info hotel lebih detail dan lain sebagainya
dengan cara memberikan release, brosur maupun info
hotel kepada mereka; (14). Strategi ketiga yang
diterapkan humas HCJ adalah joint promotions yaitu
kerjasama yang dijalin humas dengan media dalam
rangka hubungan bisnis. Latar belakang humas
menerapkan strategi ini ialah karena humas menyadari
bahwa media merupakan sebuah organisasi bisnis,
maka dalam menjalin hubungan baik dengan media
tidak bisa dipungkiri ada kepentingan bisnis di
dalamnya. Oleh karena itu, pihak hotel mencoba
memberikan kontribusi yang terbaik bagi media. Cara
yang dilakukan humas dalam menerapkan strategi ini
ialah, hotel melalui humas member kontribusi yang
setimpal dengan cara membeli sirkulasi media dan ikut
beriklan di media yang diajak kerjasama oleh humas;
(15). Strategi keempat yang diterapkan humas HCJ
adalah maintain relations. Maintain relations diartikan
menjaga relasi. Latar belakang humas HCJ ingin
menjaga relasi ialah karena menurutnya, menjaga
hubungan baik itu lebih sulit daripada memulai
hubungan itu sendiri. Cara yang humas HCJ lakukan
untuk me-maintain relations dengan wartawan dan media
ialah dengan cara media visit, telepon (courtessy call), dan
lain sebagainya; (16). Selain empat strategi yang
dikemukakan humas HCJ, direktur sales & marketing
juga mengungkapkan mengenai strategi-strategi lain
dalam membina hubungan baik dengan wartawan yaitu
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
19
Strategi Press Relations Humas Hotel Ciputra Jakarta Dalam Membina Hubungan Yang Harmonis Dengan Wartawan
mengirimkan programprogram/ paket-paket acara
unik, melakukan kontak dengan wartawan,
mengundang mereka menghadiri acara-acara yang
sedang/akan diselenggarakan oleh hotel dan
memberikan sedikit perhatian; (17). Mengirimkan
program-program/paket-paket acara unik merupakan
strategi yang diterapkan humas dengan tujuan
memberikan informasi terbaru mengenai hotel dan
promosi terbaru hotel kepada wartawan dengan cara
yang menarik agar wartawan dapat menerima
informasi tersebut. Cara yang dilaksanakan humas
dalam melaksanakan strategi ini ialah dengan
mengirimkan sms/email blatz. Sms/email blast
merupakan pengiriman informasi ataupun promosi
secara berkala (setiap bulan) dan bersamaan kepada
klien dan target market hotel maupun kepada media
melalui sms atau email; (18). Strategi lainnya yang
dilakukan humas HCJ adalah dengan melakukan
kontak atau komunikasi dengan para wartawan. Latar
belakang
melakukan
ini
semata-mata
agar
terpeliharanya hubungan yang baik antara mereka.
Namun tidak dapat dipungkiri ada beberapa
kepentingan khusus yang humas punyai jika ingin
menghubungi wartawan diantaranya kepentingan
promosi, ulang tahun media, press conferences, undangan
menghadiri acara baik yang diadakan oleh media
maupun hotel, liputan, iklan dan kerjasama. Humas
HCJ melakukan kontak dengan wartawan melalui
telepon, email, ataupun mengundang mereka untuk
berkunjung ke hotel (makan siang/makan malam/coffee
break); (19). Strategi lainnya ialah mengundang
wartawan berkunjung ke hotel yang sama artinya
dengan inviting media; (20). Strategi terakhir ialah
memberikan perhatian kepada wartawan dan kepada
media. Latar belakang humas menerapkan strategi ini
ialah untuk terciptanya hubungan baik dan harmonis.
Cara yang dilakukan humas dalam memberikan
perhatian ialah dengan mengirimkan kartu ucapan/kue
selamat ulang tahun kepada wartawan dan media yang
sedang berhari jadi; (21). Secara keseluruhan strategi
yang diterapkan humas HCJ dalam membina
hubungan baik dengan wartawan ditujukan untuk
mempermudah proses penyampaian informasi dan
memperoleh
dukungan
dalam
mengantisipasi
informasi-informasi negatif yang mungkin dapat
beredar.
Daftar Pustaka
Abdullah, Aceng, ”Press Relations Kiat Hubungan
Dengan Media Massa”, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2003.
Abrar, Ana Nadhya, ”Mengurangi Permasalahan
Jurnalisme”, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1995.
20
Anggoro, M Linggar, ”Teori dan Profesi Kehumasan
Serta Aplikasinya di Indonesia”, Bumi Aksara,
Jakarta, 2001.
Cutlip, M Scott, Allen H Centre, Glen M Broom,
“Effective Public Relations”, Eight Edition,
Prentice Hall, USA, 2000.
___________________________, ”Effective Public
Relations”, Edisi kesembilan, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2006.
Djaja, H.R, Danan, ”Peranan Hubungan Masyarakat
dalam Perusahaan”, Alumni, Bandung, 1997.
Effendy, Onong Uchana, ”Hubungan Masyarakat
Suatu Studi Komunikologis”, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1997.
Iriantara, Yosal, ”Media Relations Konsep,
Pendekatan, dan Praktik, Simbiosa Rekatama
Media”, Bandung, 2005.
Ishwara, Luwi, ”Jurnalisme Dasar”, Kompas, Jakarta,
2005.
Jefkins, Frank, ”Public Relations”, Erlangga, Jakarta,
1992.
Kusumastuti, Frida, ”Dasar-dasar Humas”, Ghalia
Indonesia dan UMM Press, Jakarta, 2002.
Moleong, Lexy J, ”Metodologi Penelitian Kualaitatif”,
Remaja Rosdakarya, Bandung. 2004.
Mulyana, Deddy, ”Metodologi Penelitian Kualitatif”,
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.
Nurudin, Syaifullah Muhammad, ”Media Relations
Panduan Praktis Praktisi Public Relations”,
Cespur, Malang, 2004.
Partao, Zainal Abidin, ”Media Relations Strategi
Meraih Dukungan Publik”, Indeks, Jakarta,
2006.
Rachmadi, F, ”Public Relations dalam Teori dan
Praktek”, Gramedia Pustaka Utama, Bandung,
1996.
Ruslan, Rosady, ”Manajemen Public Relations dan
Media Komunikasi”, Rajawali Pers, Jakarta,
2003.
Soemirat, Soleh, & Elvinara Ardianto, ”Dasar-dasar
Public Relations”, Rosda, Bandung, 2002.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
PERAN PR MENERAPKAN MANAJEMEN KRISIS DALAM
MEMULIHKAN CITRA PT.GARUDA INDONESIA PASCA KECELAKAAN
PESAWAT BOEING G.737/400 DI YOGYAKARTA
Kiki Handayani1, Erman Anom1
1Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510
[email protected]
Abstrak
Krisis adalah sesuatu yang paling ditakuti oleh perusahaan, karena bisa menghancurkan reputasi
perusahaan. krisis ini datangnya tidak dapat diketahui, melainkan secara tiba-tiba. Tetapi krisis
tidak semuanya mendatangkan bahaya, sebaliknya mendatangkan peluang untuk memajukan
perusahaan. Ini semua tergantung dengan bagaimana cara menanganainya. Dengan melakukan
pengelolaan manajemen krisis yang tepat, maka krisis bisa dijadikan peluang untuk lebih baik.
Seperti penanganan yang dilakukan humas Garuda Indonesia dengan sangat maksimal. Dalam
mengelola krisis ini humas Garuda Indonesia melakukan jenis krisis bersifat segera, dan tahapan
yang digunakan terkait dengan tipe krisis tersebut adalah masuk kedalam tahap akut. Tahap ini
merupakan sudah cukup berat, karena dalam kecelakaaan tersebut memakan jumlah korban
yang meninggal cukup banyak. Selanjutnya barulah dimulai tahap mengelola krisis. Terlebih
dahulu mengidentifikasi serta menganalisisnya sampai pada pemulihan citra. Tujuan dari
penelitian ini adalah Untuk mengetahui Manajemen Krisis di PT Garuda Idonesia, selain itu juga
untuk mengetahui Strategi manajemen krisis , serta untuk mengetahui Peran Humas dalam
mengelola krisis manajemen tersebut. Hasil penelitian yang diperoleh adalah Pengelolaan PR
dalam melakukan penanganan krisis tersebut sangat baik. Walaupun langkahlangkah strategi
yang terdapat dalam teori tidak sepenuhnya dilakukan oleh humas Garuda. Dengan hasil
penanganan yang maksimal humas Garuda sudah menjalankan perannya dengan baik, yaitu
dapat membantu perusahaan untuk menciptakan kondisi perusahaan yang sedang mengalami
krisis menjadi kembali sedia kala.
Kata kunci: manajemen krisis, citra, kecelakaan pesawat
Pendahuluan
Garuda Indonesia merupakan maskapai
pener-bangan pertama di Indonesia dan berhasil
menguasai pangsa penerbangan hingga go Internasional.
Berbeda dengan banyak perusahaan penerbangan
lainnya, Garuda Indonesia dilahirkan di tengah kancah
per-juangan
bangsanya.
Lahir
pada
masa
mempertahankan untuk mengisi kemerdekaan.
Bermula dari sebuah pesawat Dakota di tahun 1948,
Garuda Indonesia kini memiliki 73 armada pesawat
terbang, membuatnya terbesar di Asia Tenggara.
Menghubungkan setiap Ibu kota propinsi dan
melayani penerbangan teratur kelima benua di dunia.
Sehingga Dalam waktu yang cukup lama, hingga
sampai detik sekarang ini, Garuda Indonesia berhasil
mempertahankan visi dan misinya, sehingga dapat
menjadi pilihan utama bagi penumpang di kelas affluent
dan high networth, yaitu melayani segmen pasar
masyarakat kelas menengah keatas dengan
mengutamakan layanan yang prima dan unik.
PT. Garuda Indonesia selalu memberikan
citra yang positif di mata khalayaknya, terutama untuk
memuaskan pelanggan yang selalu setia terbang
menggunakan jasa penerbangan Garuda Indonesia
dalam menomersatukan pelayanan. Contohnya PT.
Garuda Indonesia selalu memberikan produk
mengenai layanan terbaru untuk menambah
kenyamanan bagi pelanggan Garuda. Selain itu juga
Garuda Indonesia Dalam mempertahankan Citranya
yang baik, PT. Garuda Indonesia selalu menciptakan
hubungan yang baik antara pihak internal, diantaranya
selalu melakukan komunikasi yang baik antara
karyawan dengan pimpinan, serta saling mendukung
antara unit yang satu dengan yang lainnya dalam
membangun Citra Garuda Indonesia. Sedangkan
eksternalnya Garuda Indonesia selalu menjalin
hubungan baik dengan pihak luar dan stakeholdersnya,
diantaranya Humas Garuda Indonesia selalu
mengadakan kerja sama dengan perusahaan lain.
Selain itu juga pihak humas Garuda Indonesia selalu
menjaga hubungan baik dengan pers dan juga kepada
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
21
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
publik,terutama pelanggan. Misi Inilah yang dijalankan
PT. Garuda Indonesia guna terciptanya citra yang
positif dimata khalayaknya, Sebagai Penerbangan no
satu di Indonesia yang berdaya saing Internasional.
Kondisi pada saat sebelum terjadinya krisis di
Garuda Indonesia,terutama di ruang lingkup Humasnya,pada setiap harinya kondisi suasananya sangat
harmonis, melainkan biasa-biasa saja, karena masingmasing bagian sudah mempunyai tugasnya sendiri,
melainkan tidak ada tanda-tanda apapun ketika akan
mengalami krisis. Tapi serentak Garuda Indonesia,
teru-tama pihak humasnya sangat terkejut, ketika
diberitahukan kabar yang sangat menyedihkan pada
tanggal 7 Maret 2007, Tragedi Accident pesawat
Garuda Indonesia kembali terjadi, suasana diruangan
humas yang tadinya sangat tenang, ketika dikabarkan
berita Accident tersebut, suasanapun langsung berubah
seketika menjadi hiruk pikuk, melainkan semua pihak
garuda dibikin sibuk, terutama humasnya tingkat
kesibukan menjadi meningkat dalam menghadapi
krisis tersebut, dalam mencari informasi yang akurat
mengenai accident tersebut. kini PT. Garuda
Indonesiapun kembali berduka. Pesawat Garuda
Indonesia berjenis Boeing 737/400 jurusan Jakarta –
Jogya dengan nomor penerbangan GA-200 bergistrasi
PK-GZC, yang diterbangkan oleh Capt. M. Marwoto
Komar tersebut, Terbakar di Bandara Adi Sucipto
Jogyakarta dengan membawa 133 penumpang dan 7
awak kabin. Diantaranya penumpang yang tewas
berjumlah 22 penumpang, dan 4 zenazah diantaranya
warga Asing (WNA), sedangkan penumpang yang
lainnya mengalami cedera dan luka-luka, hingga
diantaranya ada yang dirawat di Rumah Sakit
Bethesda, RS Panti Rapih, dan RS dr Sardjito. Dari
kecelakaan yang menimpa Garuda tersebut, banyak
munculnya spekulasi, diantaranya banyak mengatakan
bahwa penyebab kecelakaan tersebut adalah campur
tanggan manusia yang tidak bertanggung jawab
(Human Eror), melainkan dugaan sabotase adanya
unsur terorisme. Dugaan sabotase mun-cul, karena di
dalam pesawat ada 8 warga Australia yang hendak
mengikuti kunjungan Alexander Downer ke
Jogyakarta.
Adanya dugaan sabotase tersebut langsung
dibantah oleh ketua Federasi Pilot Indonesia (FPI)
Manotar Napitupuluh, yang mengatakan, bahwa kemungkinan adanya dugaan sabotase atau aksi terorisme
sangat kecil. Sebab, sistem pengamanan di bandara
sangat ketat bahkan berlapis-lapis. Mulai dari pintu
keberangkatan, gerbang boarding, maupun saat masuk
ke gate menuju pesawat.”Demikian pula untuk masuk
ke area bandara, termasuk apron, sangat ketat. Jadi
kemungkinan adanya sabotase sangat kecil. Ketika
kecelakaan Pesawat GA 200 terjadi, ada salah satu
saksi mata yang melihat munculnya asap sebelum
(bouncing) tiga kali, sehingga mesin kanan pesawat
22
menyentuh landasan dan menimbulkan percikan api.
Pesawat kemudian kehilanggan keseimbangan dan
terperosok ke sawah di sekitar bandara, mesin kanan
pesawat terlepas. Seketika itu pun api berkobar
dahsyat dalam hitungan menit dan para penumpang
panik luar biasa. Sebagian besar penumpang lolos dari
maut setelah berhasil keluar dari pintu darurat didekat
sayap pesawat. Namun puluhan orang yang hendak
lewat pintu depan pesawat justru terjebak sehingga
tewas terbakar. Penyebab terjadinya kecelakaaan GA
200 itu kemungkinan kece-patan pesawat yang
menjadi faktor kecelakaan itu. Menurut “Profesor
Heat dari Universitas South Australia, pesawat
mendarat tanpa kerusakan dan kemungkinan
kelebihan kecepatan menjadi penyebab-nya.
Mengenai kecelakaan (accident) yang dialami
PT. Garuda Indonesia tersebut menaruh luka yang
sangat mendalam bagi masyarakat Indonesia
seluruhnya, terutama bagi keluarga korban, dari
Accident tersebut masyarakat banyak bertanya-tanya,
Mengapa accident ini bisa terjadi kepada Garuda
Indonesia yang sebelumnya terkenal dengan image
sebagai maskapai penerbangan yang paling aman dan
no satu di Indonesia. Kini kepercayaan Masyarakat
Indonesia terhadap Garuda telah luntur, melainkan
masyarakat Indonesia menjadi sedikit trauma untuk
menggunakan jasa penerbangan Garuda Indonesia.
Menurut berita dari surat kabar Investor Daily”....
Garuda Indonesia dicitrakan sebagai perusahaan
penerbangan paling aman. Meski tarif diatas rata-rata
penerbangan swasta, Garuda tetap menjadi prioritas
penumpang berduit karena citra ‘best safety’ itu.
Kecelakaan kemarin pagi di Yogyakarta itu boleh jadi
memupuskan semua kesan positif tentang Garuda
sebagai maskapai penerbangan paling aman,
melainkan kini tidak ada lagi maskapai penerbangan
nasional yang menyandang citra Aman....” ( Daily,
8/03/07 : 4 ). Kini masyarakat Indonesia semakin
dibuat bingung oleh maskapai penerbangan, karena
penerbangan yang terbilang paling amanpun seperti
Garuda Indonesia bisa mengalami nasib tragis seperti
ini. Citra Garuda Indonesia kini buruk dimata
masyarakat, lalu langkah apa yang akan di lakukan
Garuda Indonesia selanjutnya. Akankah Garuda
Indonesia berhasil memulihkan Citra yang dinilai
buruk menjadi baik lagi di mata khalayaknya ?
Musibah GA-200 tersebut memunculkan
dugaan tentang kondisi pesawat yang tidak
bagus.Pujobroto, selaku Kepala Komunikasi Garuda
Indonesia menjamin bahwa GA-200 itu dalam kondisi
laik terbang serta sudah menjalani perawatan sesuai
regulasi dan standarinternasional. Selain menjalani
perawatan rutin, pesawat GA-200 juga menjalani
perawatan jam terbang. Pesawat GA-200 yang
bergabung dengan Garuda sejak 10 oktober 2002 itu
telah menjalani semua cek. Kepala Komunikasi
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
Garuda Indonesia mengatakan, perawatan A Check
terakhir dilakukan pada 7 Februari 2007 di Denpasar
dengan jam terbang 3.960. Berdasarkan data terakhir
pada 31 Oktober 2006, pesawat GA200 telah
menempuh 34.112 jam penerbangan atau setiap tahun
rata-rata menempuh 2.441 jam terbang. Pesawat ini
pertama kali digunakan oleh Aloha Airlines di Hawaii
pada November 1992. pesawat kemudian digunakan
oleh Star Europe pada 23 April 1996. kurang dari satu
tahun, pada 28 November 1997, pesawat ini kemudian
dikembalikan ke pusat pemeliharaan General Electric
di AS. Selanjutnya pesawat dioperasikan oleh Jet
Airways (India) hingga 21 Oktober 1999 dengan
nomor seri VT-JAP, sebelum dibeli oleh perusahaan
penjualan pesawat Aircraft Finance Trust. Pesawat ini
kemudian dipakai kembali oleh Jet Airways hingga 9
mei 2002.
Pasca terjadinya accident tersebut secara tidak
langsung Citra Garuda Indonesia tercoreng dimata
khalayaknya, untuk itu upaya-upaya yang dilakukan
Humas Garuda Indonesia dalam menangani acident
tersebut adalah ketika krisis itu muncul, tentunya
banyak ketidakpastian muncul atau spekulasi, untuk
itu pihak humas harus mengklarifikasinya, melainkan
kondisi seperti itu harus segera ditritmen/ditangani
secara bertahap, setelah melakukan tritmen baru
muncul penjelasan, misalnya dari sumber data yang
dikumpulkan humas memastikan data tersebut akurat
atau tidak. Dan tiap hari setelah accident tersebut
humas mengeluarkan berita pers, mengenai data
terbaru dari accident tersebut. Dan yang paling
mendasar ketika accident itu terjadi adalah pihak
humas harus benar-benar mencari sumber data yang
akurat, yang benar-benar informasi yang didapat bisa
dipertanggungjawabkan, selain itu pihak humas juga
mencari tahu kenapa terjadinya accident tersebut,
gimana terjadinya, apakah ada korban jiwa, ada berapa
korban jiwa yang selamat atau tidak. Garuda
Indonesia merasa bersalah, untuk itu pihak Garuda
Indonesia memberikan uang simpati kepada semua
penumpang Garuda Indonesia yang selamat 25 juta
rupah, sedangkan bagi korban meninggal dunia, untuk
keluarga korban diserahkan uang sebesar 600 juta
rupiah.
Sedangkan Upaya yang dilakukan Humas
Dalam Pemulihan citra Garuda Indonesia dalam
menerapkan manajemen krisis terhadap accident GA
200 tersebut, Pihak humas termasuk sangat siap sekali
ketika menghadapi accident itu tertjadi, sehingga
penanganannya pun terbilang sangat cepat. Dan untuk
memulihkan citra tersebut, tentunya pihak humas
berupaya untuk menggunakan pilihan Strategi yang
tepat dan mantap dalam menangani krisis manajemen,
guna mengembalikan citranya yang positif di mata
khalayaknya.
Fokus Penelitian
Dengan adanya musibah terjadinya accident
Pesawat Boeing 737/400 di Jogyakarta itu, PT.
Garuda indonesia mengalami krisis Manajemen yang
dapat menjatuhkan Citra Garuda Indonesia dimata
publik. Sebelum accident naas ini terjadi Garuda
Indonesia dicitrakan sebagai perusahaan penerbangan
paling aman. Meski tarif jauh lebih mahal
dibandingkan dengan penerbangan swasta lainnya,
Garuda Indonesia tetap menjadi prioritas pilihan
utama penumpang berkelas. Setelah terjadinya
kecelakaan tersebut citra Garuda Indonesia tercoreng.
Banyak publik yang kecewa dan merasa prihatin atas
musibah yang menimpa Garuda Indonesia. sebelum
terjadinya accident tersebut masyarakat menilai citra
Garuda Indonesia yang paling baik dalam soal
pelayanannya bila dibandingkan dengan maskapai
penerbangan yang ada di Indonesia. Dan setelah
Accident itu terjadi kepercayaan masyarakat terhadap
citra Garuda Indonesia telah hilang sebagai maskapai
penerbangan yang paling aman. Sehingga masyarakat
merasa takut untuk menggunakan pesawat terbang.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka
tujuan penulis meneliti studi kasus ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui Manajemen Krisis di PT.
Garuda Indonesia
2. Untuk mengetahui Stategi Manajemen Krisis apa
yang digunakan PT. Garuda Indonesia
3. Untuk mengetahui Peran Humas dalam
Manajemen Krisisi di PT.Garuda Indonesia
Manajemen Krisis
Pada hakeketnya PR dan public Affairs adalah
kegiatan mengantisipasi, berusaha melihat kejadian
apa yang akan terjadi di masa mendatang. Juga untuk
melihat kecenderungan dan isu yang bisa berkembang
sehingga merusak hubungan yang penting. Krisis
menciptakan perusahaan dalam posisi menjadi
perhatian masyarakat sehingga mempertanyakan
kompetensi manajemen perusahaan. Oleh karena itu
perusahaan harus berkomunikasi dengan cepat, akurat
dan terampil dengan beberapa kelompok penting
seperti karyawan, media dan pemegang saham.
Definisi krisis menurut Linke (1999: 84) adalah :
Merupakan suatu ketidak normalan dari konsekuensi
negative yang mengganggu operasi sehari-hari sebuah
organisasi yang mungkin berakibat adanya kematian,
menurunnya kualitas kehidupan, berkurangnya tingkat
kesejahteraan dan menurunnya reputasi perusahaan.
Dari definisi tersebut, penulis memahami bahwa krisis
perusahaan bisa dilihat dari ketidaknormalan dari
konsekuensi negative yang mengganggu operasi
sehari-hari sebuah organisasi. Penulis juga memahami
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
23
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
bahwa krisis itu juga bisa dikatakan sebagai suatu
keadaan yang genting, yang datangnya secara tiba-tiba
atau tidak pernah diduga sama sekali. Krisis bisa juga
dikatakan sebagai penyakit menular, yang kalau tidak
segera diatasi bisa fatal akibatnya. Untuk itu, krisis
perlu dikarantina sebelum tindakan serius diambil.
Ketika krisis muncul, tindakan yang harus dilakukan
praktisi PR adalah harus cepat memberi respon dalam
memberikan konfirmasi yang akurat pada media, serta
dalam mengambil keputusan praktisi PR harus bekerja
dengan cepat dalam menanggulangi krisis tersebut.
Sementara menurut Kasali (1994 : 222 ) Krisis adalah
“ Suatu waktu yang krusial, atau momen yang
menentukan (decisive moment). Krisis merupakan suatu
turning point yang diselesaikan dengan baik akan
melahirkan kemenagan (for better). Dan bila gagal akan
menimbulkan korban (for worse). Oleh karena itu perlu
diketahui bahwa krisis tidak timbul begitu saja,
sebelum ia mencapai suatu turning point, ia pasti akan
memberi tanda-tanda.” Dari definisi tersebut, penulis
memahami bahwa krisis merupakan suatu turning point
for better or worse (titik balik untuk makin baik atau
makin buruk). Bila suatu perusahaan mengalami
situasi krisis yang termasuk jenis krisis akut dan
ditangani langsung oleh pihak perusahaan, maka
keadaan terburuk tidak akan dialami oleh perusahaan,
melainkan melahirkan kemenangan bagi perusahaan
tersebut. Karena kemenangan tersebut dapat
dimanfaatkan menjadi peluang untuk memulihkan
kembali citra yang tadinya buruk menjadi baik lagi.
Begitu juga dengan PT. Garuda Indonesia
yang merupakan salah satu maskapai penerbangan
yang mengalami krisis manajemen ketika Accident
pesawat GA-200 di Yogyakarta pada 7 Maret 2007.
Pasca Accident tersebut Garuda Indonesia mengalami
penurunan citra di mata masyarakat. Untuk itu, pihak
humas Garuda Indonesia langsung merespon cepat
dalam penanganan krisis tersebut. Ada definisi lain
yang sangat menarik yang berasal dari Cina.
Masyarakat cina menggunakan symbol wei-ji. Wei-ji
merupakan kombinasi dari dua kata dalam bahasa
Cina yang berarti “bahaya” dan “peluang”. Memang
benar, krisis bisa menjadi bahaya atau bisa pula
keberuntungan ; peluang. (Kasali,1994: 222) Dari
pendapat tersebut, penulis memahami bahwa arti
krisis dalam bahasa Cina bisa berarti menjadi bahaya
dan bisa juga jadi peluang. Maksudnya, bila suatu
perusahaan mengalami krisis dan tidak cepat langsung
ditangani, maka sangat bahaya sekali bagi perusahaan
tersebut, bisa-bisa hidup matinya perusahaan itu
dipertaruhkan. Sedangkan bagi perusahaan yang bisa
mengatasi krisis dengan baik, maka perusahaan
tersebut akan memanfaatkan keberhasilan itu menjadi
peluang yang baik, untuk memulihkan citra positifnya
kembali. Jadi kesimpulan penulis mengenai krisis
adalah penyakit menular yang sangat merugikan
24
perusahaan, yang semestinya harus dikarantina
terlebih dahulu. Krisis juga bisa dikatakan sebagai
keadaan yang genting, yang datangnya tiba-tiba atau
tidak pernah diduga sebelumnya. Krisis bisa juga
mendatangkan bahaya atau peluang bagi perusahaan
yang mengalaminya. Oleh karena itu krisis jangan
dianggap remeh oleh perusahaan, karena bila tidak
langsung diatasi atau diambil tindakan yang serius,
maka bisa berakibat fatal. Bisa-bisa bagi perusahaan
yang mengalaminya bukan peluang yang didapat,
melainkan nama baik perusahaan tersebut
dipertaruhkan.
Setelah memaparkan definisi krisis, penulis
juga paparkan manajemen krisis dalam perusahaan.
Iriantara (2004: 116), mengatakan “manajemen krisis
ialah salah satu bentuk saja dari ketiga bentuk respon
manajemen terhadap perubahan yang terjadi di
lingkungan eksternal organisasi”. Respon tersebut
antara lain dilakukan dalam konteks mengelola
perubahan. Pada sisi lain, perubahan lingkungan yang
tidak terduga memang sering terjadi di dunia ini, siapa
yang membayangkan bahwa desas-desus bisa
menghancurkan nama baik suatu perusahaan atau
merek dagang sedemikian besar. Dalam hal kegiatan
public Relations, manajemen krisis merupakan salah
satu aspek yang mendapatkan perhatian. Manajemen
krisis ini boleh dikatakan sebagai “bantalan” yang
dipersiapkan oleh organisasi untuk menghadapi krisis
yang sifatnya tidak terduga dan mendadak. (Iriantara,
2004: 116) Sedangkan definisi manajemen krisis
menurut sumber dari http://www.dephan.go.id.
Adalah : “upaya untuk menekan faktor ketidakpastian
dan faktor resiko hingga tingkat serendah mungkin,
dengan demikian akan lebih mampu menampilkan
sebanyak mungkin faktor kepastiannya”. Sebenarnya
yang disebut manajemen krisis itu diawali dengan
langkah mengupayakan sebanyak mungkin informasi
mengenai alternatif-alternatif, maupun mengenai
probabilitas, bahkan jika mungkin mengenai langkahlangkah yang direncanakan untuk ditempuh, dapat
lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan
selengkap mungkin serta setajam (setepat) mungkin
informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang
dapat diandalkan (reliable), sedangkan materilnya juga
menyandang
bobot
nalar
yang
cukup.
(http://www.dephan.go.id.) Dari kedua pernyataan
definisi tersebut, penulis memahami bahwa
manajemen krisis memiliki perbedaan. Perbedaan
tersebut antara lain yang dikatakan Iriantara bahwa
manajemen krisis sebagai bentuk dari ketiga bentuk
respon manajemen terhadap perubahan yang terjadi
dilingkungan eksternal, sedangkan menurut situs
www.dephan.go.id penjelasan manajemen krisis lebih
pada faktor ketidakpastian dan menampilkan sebanyak
mungkin faktor kepastian dalam mengambil suatu
langkah atau keputusan dalam menghadapi suatu
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
krisis. Namun pada intinya kedua definisi itu memiliki
satu tujuan yang sama dimana manajemen krisis
merupakan suatu bentuk sandaran yang telah
dipersiapkan oleh organisasi/perusahaan untuk
menghadapi krisis yang sifatnya tidak terduga atau
datangnya tidak diketahui secara tiba-tiba. Ketika
krisis itu datang, manajemen krisis sudah harus dalam
keadaan siap dalam menangani krisis tersebut.
Sedangkan manajemen krisis menurut Rosan, selaku
senior staff humas di PT. Garuda Indonesia adalah
upaya atau cara mengelola krisis dari saat mulai
kejadian, penanganan, hingga proses Recovery dalam
upaya mempertahankan image perusahaan.
Jadi menurut penulis manajemen krisis adalah
suatu persiapan/bisa juga dikatakan sebagi suatu
bentuk sanggahan/sandaran dalam menghadapi situasi
krisis yang datangnya secara tiba-tiba atau tidak di
duga sama sekali. Jadi ketika krisis datang menerpa
suatu perusahaan, dan perusahaan tersebut memiliki
manajemen krisis yang baik, maka perusahaan siap
menghadapi krisis yang datang. Karena di dalam
manajemen krisis tersebut sudah terbentuk tim yang
khusus menangani krisis.
Tipe dan Anatomi Krisis
Ada tiga tipe krisis dikemukakan Claudia
Reinhardt, (Morissan, 2006: 154), berdasarkan
kategori waktu, yaitu :
1. Krisis bersifat segera (immediate crises)
2. Krisis baru muncul (emerging crises)
3. Krisis bertahan (sustained crises) Berikut penjelasan
ketiga tipe krisis tersebut :
1. Krisis bersifat segera (immediate crises)
Tipe krisis yang paling ditakuti karena terjadi
begitu tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan.
Tidak ada waktu untuk melakukan riset dan
perencanaan. Contoh : pesawat jatuh, eksekutif
penting meninggal, kebakaran, gempa bumi, serangan
bom, produk yang tercemar, penembakan di tempat
kerja oleh karyawan yang baru di phk dan sebagainya.
Krisis jenis ini membutuhkan consensus terlebih
dahulu pada level manajemen puncak untuk
mempersiapkan rencana umum (general plan) mengenai
bagaimana bereaksi jika terjadi krisis yang bersifat
segera agar tidak menimbulkan kebingungan, konflik
dan penundaan dalam menangani krisis yang muncul.
2. Krisis baru muncul (emerging crises)
Tipe krisis ini masih memungkinkan praktisi
humas untuk melakukan penelitian dan perencanaan
terlebih dahulu, namun krisis dapat meledak jika
terlalu lama ditangani. Contoh : munculnya
ketidakpuasaan di kalangan karyawan, semangat
karyawan yang rendah, pelecehan seksual di tempat
kerja, penyalahgunaan jabatan dan sebagainya
Tantangan bagi praktisi humas jika terjadi krisis jenis
ini adalah meyakinkan manajemen puncak untuk
mengambil tindakan perbaikan sebelum krisis
mencapai tahapan kritis.
3. Krisis bertahan (sustained crises)
Krisis bertahan adalah krisis yang tetap
muncul selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun walaupun telah dilakukan upaya terbaik oleh
pihak manajemen perusahaan atau organisasi untuk
mengatasinya. Contoh : rumor atau spekulasi
mengenai perusahaan yang menyebar dari mulut ke
mulut dan disebarluaskan oleh media massa yang
kesemuanya di luar kontrol praktisi humas.
Walaupun telah berkali-kali dibantah pihak pihak
perusahaan namun upaya itu belum juga berhasil.
Rumor dan isu terus beredar. Contoh : isu atau rumor
mengenai pemutusan hubungan kerja besar-besaran di
perusahaan atau rumor yang menimpa perusahaan AS,
Procter & Gamble, yang diisukan sebagai perusahaan
‘pemuja setan’ karena logo perusahaan dianggap
sebagai symbol setan. Dalam penjelasan tipe krisis
diatas, penulis memahami bahwa dalam ketiga tipe
krisis tersebut mewakili jenis-jenis krisis yang ada,
karena itu tipe krisis bersifat segera ini merupakan tipe
krisis yang dialami oleh PT Garuda Indonesia
mengenai Accident pesawat Garuda Indonesia GA
200 yang terbakar di Yogyakarta. Dalam tipe krisis ini
memang datangnya sangat tiba-tiba, tidak terduga dan
tidak pernah diharapkan sama sekali. Sehingga dalam
jenis tipe krisis ini setiap perusahaan harus dalam
keadaan siap, dengan datangnya krisis secara
mendadak. Dari penjelasan tipe krisis diatas, berikut
penulis paparkan anatomi krisis berdasarkan tingkat
tahapannya. Menurut Steven Fink (Kasali, 1994: 227230), anatomi krisis itu berdasarkan tahapan-tahapan.
Ada empat tahapan krisis sebagai berikut :
1. Tahap Prodromal
2. Tahap Akut
3. Tahap Kronis
4. Tahap
Resolusi
(Penyembuhan)
Berikut
penjelasan mengenai empat tahapan krisis
tersebut :
1. Tahap Prodromal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang
karena perusahaan masih bergerak dengan lincah.
Padahal, pada tahap ini bukan pada tahap krisis sudah
kronis (meledak),melainkan krisis sudah mulai
muncul. Tahap prodromal sering disebut juga warning
stage, karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai
simtom-simtom yang harus segera diatasi. Ada
tindakan yang musti di lakukan supaya krisis tidak
menjadi akut. Tahap prodromal biasanya muncul
dalam salah satu dari tiga bentuk ini, yaitu : Jelas sekali
Tatkala gejala awal memang sudah bisa di lihat dengan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
25
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
jelas seperti munculnya desas-desus atau adanya
kebocoran pipa gas di pabrik. Samar-samar Yakni
gejala yang muncul hanya samar-samar sehingga sulit
menafsirkan dan menduga luasnya satu kejadian,
seperti munculnya pesaing baru atau tindakan/ucapan
dari pemuka pendapat. Sama sekali tidak terlihat.
Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali.
Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena
kelihatannya segalanya oke-oke saja. Laba perusahaan
meningkat dengan baik. Perusahaan beranggapan
“sulit untuk memuaskan semua pihak”. Maka, kalau
ada kerugian pada salah satu produk atau keburukan
pada salah satu lini, itu adalah sangat wajar. untuk itu
perusahaan perlu melakukan general check-up secara
rutin, missal tiga atau enam bulan sekali dengan
memanggil konsultan. Metode yang biasanya di pakai
adalah management audit yang menyangkut segala
aspek di dalam perusahaan.
2. Tahap Akut
Pada tahap ini krisis sudah kelihatan dan
orang menyadari krisis sudah terjadi. Salah satu
kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap
akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang
datang dari berbagai pihak menyertai tahap ini.
Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa
perusahaan, sedangkan intensitasnya ditentukan oleh
kompleksnya permasalahan. Tahap akut merupakan
antara krisis berikutnya, yakni tahap kronis.
terhadap datangnya krisis di perusahaan. Apabila suatu
perusahaan sudah memperlihatkan tanda-tanda dari
tahapan krisis tersebut, praktisi PR harus peka dan
harus mengambil tindakan yang cepat, sebelum krisis
itu menyebar luas. Sama halnya yang dialami PT.
Garuda Indonesia mengenai accident pesawat Garuda
GA-200 di Yogyakarta, dilihat dari tahapan krisis
diatas, Garuda Indonesia mengalami krisis manajemen
termasuk kedalam tahapan krisis akut. Karena pada
tahap krisis ini sudah kelihatan sangat jelas sekali.
tetapi krisis ini dapat ditangani dengan cepat oleh
pihak Garuda.
Pada tahapan krisis yang dialami oleh Garuda
termasuk dalam tahapan krisis akut, dan kaitannya
dengan siklus krisis adalah bahwa siklus krisis tersebut
hanya menggambarkan secara skematis dari tahapantahap krisis tersebut secara berurutan menuju ke tahap
penyembuhan. Dan bila dilihat dari cara kerja Garuda
Indonesia dalam penanganan krisis tersebut, garuda
menggambarkan siklusnya dari tahap akut langsung
beralih ketahap penyembuhan (resolusi), melainkan
tidak ketahap kronik dulu, karena krisis tersebut dapat
ditangani dengan baik, sehingga tidak menjadi parah.
Krisis yang menimpa organisasi itu, melalui tahapantahapan di atas secara siklikal. Secara skematis,
menurut
steven
Fink
(Kasali,1994:226),
menggambarkannya sebagai berikut.
Siklus Krisis
3. Tahap Kronis
Pada tahap ini sisa krisis kelihatan. Ini
merupakan tahap untuk melakukan pemulihan dan
analisa diri. Ada langkah-langkah yang dilakukan,
seperti pergantian manajemen, perusahaan struktur
perusahaan atau perubahan nama perusahaan. Tahap
kronis adalah tahap terenyuh. Kadang-kadang dengan
bantuan seorang krisis manager yang handal,
perusahaan akan memasuki keadaan yang lebih baik,
sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan
(resolution) mulai berlangsung.
4. Tahap Resolusi (penyembuhan)
Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih
kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski
bencana besar dianggap sudah berlalu, crisis manager
tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus
krisis menunjukan bahwa krisis tidak akan berhenti
begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk
siklus yang akan membawa kembali keadaan semula
(prodromal stage). Bila pasien yang sedang dalam
proses penyembuhan (tahap resolusi) tidak dapat
menahan diri, dan bila penyembuhannya tidak tuntas
benar, ia akan kembali lagi ke tahap prodromal.
Penulis memahami bahwa dengan adanya anatomi
krisis, dapat mempermudah praktisi PR untuk peka
26
Dari gambar siklus krisis diatas, dapat
disimpulkan sebagai berikut : Salah satu tugas penting
yang harus dilakukan dalam mengelola krisis adalah
memotong siklus tersebut, sehingga krisis tersebut
dari krisis prodromal langsung menjadi krisis resolusi,
tidak harus melalui tahapan krisis akut atau krisis
kronis terlebih dulu. Kegiatan public relations adalah
mengupayakan agar titik balik ini tidak mengikuti
siklus seperti digambarkan dalam skema di atas,
melainkan membalikkan krisis prodromal langsung
menuju tahap penyembuhan. Kejelian membaca
situasi tentu sangat diperlukan untuk bisa memotong
siklus ini. (Kasali, 1994: 226) Dari uraian diatas,
penulis memahami bahwa bagan suatu siklus krisis,
adalah seperti bagan diatas, akan tetapi untuk
mengubah siklus krisis yang diinginkan, dibutuhkan
diagnosis yang mendalam dan tindakan yang cermat.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
Siklus yang diinginkan tersebut adalah memotong
siklus, sehingga krisis prodromal menuju langsung ke
krisis resolusi, tidak harus melalui tahapan krisis akut
dan kronik terlebih dulu. Pemotongan siklus ini
digunakan, agar dalam menangani krisis tersebut cepat
menuju dalam tahap penyembuhannya.
Mengelola Krisis
Dalam mengelola krisis ada dua pendapat ahli
yang penulis tulis,yaitu : Yosal iriantara (2004: 124),
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
mengelola krisis antara lain : Identifikasi krisis,
Analisis krisis, Isolasi krisis, Pilihan strategi, Program
pengendalian. Sedangkan menurut, IFAS (2001: 63),
Langkah-langkah dalam menghadapi krisis tersebut
antara lain : Mengidentifikasi krisis, Fact-finding
selama masa tidak krisis, Membentuk tim, Fine-tune
jaringan komunikasi. Berikut penjelasan dari kedua
pendapat ahli dalam mengelola krisis tersebut :
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
mengelola krisis, menurut Iriantara (2004: 124) sebagai
berikut :
1. Identifikasi krisis
Dalam mengidentifikasi krisis, praktisi public
relations melakukan penelitian, yang penelitiannya bisa
saja bersifat informal dan kilat, bila krisisnya terjadi
sedemikian cepat. Katakanlah di sini praktisi public
relations mendiagnosis krisis tersebut. Diagnosis itu
merupakan langkah awal yang penting untuk
mendapatkan data dan informasi yang akan digunakan
untuk melakukan tindakan
pada tahap berikutnya.
2. Analisis krisis
Data dan informasi yang dikumpulkan
tersebut untuk selanjutnya diurai, baik bagian per
bagian, artinya melakukan analisis parsial atau analisis
menyeluruh. Analisis ini dilakukan sebagai dasar untuk
menentukan pengambilan tindakan yang tepat.
3. Isolasi krisis
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga
berarti lebih dari sekadar penyakit biasa, ia adalah
penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar
luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum
tindakan serius dilakukan.
4. Pilihan Strategi
Sebelum langkah berkomunikasi dilakukan,
setelah melakukan analisis dan mengisolasi krisis,
penting untuk menentukan strategi mana yang akan
dipergunakan. Strategi generic dalam menangani krisis
ini ada tiga bentuk.
a. Strategi Defensif
Langkah-langkah yang diambil untuk strategi
ini adalah :
•
Mengulur waktu
•
Tidak melakukan apa-apa
Membentengi diri sekuat-kuatnya
b. Strategi Adaptif
Langkah yang diambil untuk strategi ini
mencakup hal-hal yang lebih luas, yakni :
•
Mengubah kebijakan
•
Memodifikasi operasional
•
Kompromi
•
Meluruskan citra
c. Strategi Dinamis
Langkah yang diambil untuk strategi ini
bersifat makro dan dapat mengubah karakter
organisasi. Pilihan dalam strategi ini mencakup
•
Merger dan akuisisi
•
Investasi baru
•
Menjual saham
•
Meluncurkan produk baru/menarik peredaran
produk lama
•
Menggandeng kekuasaan
•
Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian
5. Program Pengendalian
Program pengendalian adalah langkah
penerapan yang dilakukan menuju strategi generic
yang dirumuskan. Umumnya strategi generic dapat
dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni
sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil
langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generic,
program pengendalian biasanya disusun di lapangan
ketika krisis muncul.
Implementasi pengendalian diterapkan pada :
•
Perusahaan (beserta cabang)
•
Industri (gabungan usaha sejenis)
•
Komunitas
•
Divisi-divisi perusahaan (Iriantara, 2004: 124)
IFAS (2001: 63), langkah-langkah dalam
menangani krisis tersebut adalah: Mengidentifikasi
krisis, disini dilakukan identifikasi atas krisis yang
terjadi, mencari penyebabnya, dan mempersiapkan
scenario masa depan organisasi. Fact-finding selama
masa tidak krisis, pada masa organisasi dalam keadaan
tenang, tim manajemen krisis menganalisa berbagai
informasi, bahkan termasuk desas-desus. Kemudian
diklasifikasi, mana fakta dan mana desas-desus. Fakta
harus
selalu
diperbaharui
sesuai
dengan
perkembangan, sedangkan untuk desas-desus harus
diberi penjelasan yang sebenarnya. Membentuk tim,
tim secara berkala mendapatkan pelatihan untuk
mengelola krisis. Tim inilah yang menganalisa fakta
dan desas-desua serta penanganan yang harus
dilakukan. Fine-tune jaringan komunikasi, menjaga
jaringan komunikasi dengan pihak internal dan
eksternal, terutama untuk menjaga integritas
organisasi. Integritas organisasi ini akan penting saat
organisasi diterpa krisis, karena merupakan salah satu
asset penting untuk kegiatan komunikasi yang
dijalankan. (IFAS, 2001) Dalam pemaparan diatas,
penulis memahami bahwa apa yang diungkapkan
•
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
27
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
Iriantara diatas kurang lebih sama dengan apa
yang dinyatakan oleh IFAS. Pemaparan mengelola
krisis tersebut yang di kemukakan oleh Iriantara lebih
kepada cara penanganan saat krisis sudah terjadi,
sedangkan dalam pernyataan IFAS ialah tentang
manajemen krisis yang menekankan persiapan dalam
menghadapi krisis. Artinya, ketika organisasi tidak
menghadapi krisis sekalipun, tim manajemen krisis
sudah dibentuk dan bekerja.
Sebelum krisis terjadi, ada hal-hal yang harus
dipersiapkan dalam menghadapi krisis. Berikut penulis
paparkan panduan untuk mempersiapkan krisis.
Morissan (2006: 155) memaparkan panduan
untuk mempersiapkan krisis adalah :
1. Lakukan identifikasi terhadap hal-hal yang dapat
menimbulkan kesalahan, juga lakukan penilaian
terhadap
kelemahan-kelemahan
secara
menyeluruh yang dimiliki perusahaan atau
organisasi saat ini \
2. Tentukan prioritas penanganan berdasarkan
kelemahan yang dirasa paling mendesak untuk
ditangani.
3. Rancang pertanyaan, jawaban dan solusi bagi
setiap masalah yang memiliki potensi untuk
menjadi krisis.
4. Fokus pada dua tugas yang paling penting yaitu:
Apa yang harus dilakukan, dan Apa yang harus
dikatakan pada saat kritis yaitu pada jam-jam
pertama ketika krisis muncul.
5. Mengembangkan suatu strategi untuk menahan
diri dan bersikap netral, tidak reaktif dan tidak
memberikan respon berlebihan.
Dalam pemaparan di atas, penulis memahami
bahwa sebelum krisis itu muncul, ada baiknya setiap
perusahaan mempunyai panduan khusus untuk
mempersiapkan dalam menghadapi krisis. Dan dalam
panduan tersebut sangat membantu sekali manager
krisis, agar ketika krisis datang sudah tidak kaget lagi,
dan tahu cara apa yang pertama musti dilakukan ketika
krisis baru muncul. Keberhasilan dalam menangani
krisis membutuhkan kemampuan untuk melakukan
antisipasi terhadap kondisi yang rentan serta
kemungkinan munculnya keadaan darurat (emergencies),
keahlian dalam merencanakan strategi yang dapat
merespon segala kemungkinan scenario keadaan
darurat, pengenalan terhadap krisis pada tahap yang
paling awal serta kemampuan untuk merespon secepat
mungkin sebagai bagian dari proses perencanaan
manajemen krisis secara sistematis. Berikut penulis
paparkan panduan dalam menghadapi krisis.
Strategi Manajemen Krisis
Istilah strategic manajement sering disebut pula
rencana strategis atau rencana jangka panjang
perusahaan. Dalam suatu rencana strategis perusahaan
28
menetapkan garis-garis besar tindakan strategis yang
akan diambil dalam kurun waktu tertentu kedepan.
Untuk melihat kedepan perusahaan perlu melihat
kebelakang, yakni hal-hal yang telah di capai di masa
lalu, harapan yang di janjikan dari prestasi itu, dan
persepsi yang muncul dari lingkungannya. Seorang
praktisi public relations tidaklah dibenarkan
mengabaikan pelaksanaan penyusunan rencana jangka
panjang ini. Ia perlu turut aktif mengobservasi
pendapat dan harapan tersebut. Karena prosesnya
melibatkan banyak pihak, suatu rencana jangka
panjang yang berhasil disatukan sering disebut pula
suatu “consensus”.
Rencana inilah yang menjadi pegangan bagi
para praktisi public relations untuk menyusun berbagai
rencana teknis, dan langkah komunikasi yang akan
diambil sehari-hari. Untuk dapat bertindak secara
strategis, kegiatan public relations harus menyatu dengan
visi atau misi organisasinya, yakni alasan organisasi
atau perusahaan untuk tetap hidup, dari sinilah
seorang praktisi public relations dapat menetapkan
objektifnya dan bekerja berdasarkan objective
tersebut. (Kasali, 1994: 34) Dari pemaparan diatas,
penulis memahami bahwa strategi manajemen sering
di sebut juga rencana strategis atau rencana jangka
pangka panjang perusahaan, dan biasanya sebagian
besar perusahaan menetapkan rencana jangka panjang
tersebut dalam lima sampai sepuluh tahun, alasan
perusahaan membatasi berapa lamanya sangat masuk
akal, karena perubahan yang terjadi belakangan ini
sangat sulit di terka arahnya.
Masing-masing perubahan itu saling kait
mengait sehingga perkiraan terjauh yang dapat di duga
menjadi amat terbatas. Sehingga untuk melihat ke
depan perusahaan perlu melihat ke belakang, yakni
hal-hal yang telah dicapai dimasa lalu harapan yang di
janjikan dari prestasi itu, dan persepsi yang muncul
dari lingkungannya. Rencana jangka panjang inilah
yang menjadi pegangan bagi para praktisi public
relations untuk menyusun berbagi rencana teknis, dan
langkah komunikasi yang akan diambil sehari-hari..jadi
strategi manajemen sangat penting sekali bagi
perusahaan, terutama ketika perusahaan mengalami
suatu krisis manajemen.. disini public relations
dituntut apakah strategi yang dibuat harus di
perbaharui atau di lanjutkan, guna untuk
mempertahankan perusahaannya itu. Menurut KBBI
strategi adalah”…rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus…”. Jadi
strategi adalah suatu rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Sedangkan
yang dimaksud dengan sasaran khusus tergantung dari
sasaran yang ingin dicapai oleh si pembuat rencana,
dalam hal ini yang membuat rencana adalah pihak
perusahaan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
Definisi lain manajemen strategis menurut Ansoff dan
Mc Donnell (1990 : XV) ialah :
“Manajemen strategis sebagai pendekatan sistematis
terhadap tanggung jawab umum manajemen yang
besar dan terus meningkat, arti pentingnya :
untuk memposisikan dan mengaitkan perusahaan
dengan lingkungannya dengan cara yang akan
menjamin keberhasilan perusahaan dan mengamankan
perusahaan dari ketidakterdugaan”.
Dari definisi tersebut, penulis memahami
bahwa arti penting dalam manajemen strategis untuk
memposisikan dan mengaitkan perusahaan dengan
lingkungannya, serta mengamankan perusahaan dari
ketidakterdugaan, maksud dari kalimat tersebut
maksudnya, ketidakterdugaan merupakan bagian dari
kehidupan ini, kadang perusahaan tidak tau apa yang
akan terjadi nantinya. Untuk itu dalam perencanaan
yang dilakukan oleh manajemen satu perusahaan
selalu harus disediakan ruang untuk melakukan
perbaikan dan perubahan yang terjadi pada
lingkungannya.Sedangkan Hari Lubis (1992 : 1),
mengemukakan : “ Proses iterative yang kontinu
untuk menyelaraskan organisasi secara keseluruhan
terhadap lingkungannya”.
Lebih lanjut Lubis memaparkan dengan
definisi manajemen strategis yang seperti demikian itu,
maka manajemen strategis merupakan rangkaian
tindakan yang dimulai dari analisis lingkungan,
penetapan arah organisasi, perumusan strategi
organisasi, implementasi organisasi, serta evaluasi dan
pengendalian strategi. Dari definisi diatas, penulis
memahami bahwa proses manajemen strategis itu
bersifat kontinu dan iterative, maksudnya adalah
diawali dengan langkah pertama, berakhir dengan
langkah terakhir dan kembali lagi pada langkah
pertama, terus demikian secara berulang-ulang.
Langkah-langkah stragic management Pearce dan
Robinson dalam Kasali (1994: 43), mengembangkan
langkahlangkah strategic management sebagai berikut :
1. Menentukan mission perusahan. Termasuk di
dalamnya adalah pernyataan yang umum
mengenai maksud pendirian (purpose), filosofi,
dan sasaran (goals).
2. Mengembangkan
company
profile
yang
mencerminkan kondisi intern perusahan dan
kemampuan yang dimilikinya.
3. Penilaian
terjhadap
lingkungan
ekstern
perusahaan, baik dari segi semangat kompetitif
maupun secara umum.
4. Analisis terhadap peluang yang tersedia dari
lingkungan (yang melahirkan pilihan-pilihan).
5. Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang
tidak dapat digenapi untuk memenuhi tuntutan
misi perusahaan.
6. Pemilihan strategi atas objective jangka panjang
dan garis besar strategi yang dibutuhkan untuk
mencapai objective tersebut.
7. Mengembangkan objective tahunan dan rencana
jangka pendek yang selaras dengan objective jangka
panjang dan garis besar strategi.
8. Implementasi atas hal-hal di atas dengan
menggunakan sumber yang tercantum pada
anggaran (budget) dan mengawinkan rencana
tersebut dengan sumber daya manusia, struktur,
teknologi, dan sistem balas jasa yang
memungkinkan.
9. Review dan evaluasi atas hal-hal yang telah
dicapai dalam setiap periode jangka pendek
sebagai suatu proses untuk melakukan kontrol
dan sebagai input bagi pengambilan keputusan di
masa depan.
Dari pemaparan diatas, penulis memahami
bahwa langkah yang perlu dilalui melibatkan sejumlah
pihak di dalam perusahaan yang terdiri atas berbagai
latar belakang. Sebenarnya tujuan di buat langkahlangkah
tersebut
sederhana
sekali
yakni,
menyelaraskan program dan tindakan setiap
komponen (bagian)
perusahaan menuju suatu sasaran yang sama.
Berikut penulis paparkan Tahapan-tahapan
dalam Perencanaan strategis yang dibuat oleh Robson
(1997:17):
Dari model tahapan perencanaan strategis diatas,
penulis menjelaskan bahwa dalam manajemen
strategis, merumuskan visi/misi dan objektif
organisasi merupakan langkah awal sebelum
melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal.
Analisis lingkungan internal dan eksternal tersebut
antara lain menggunakan Analisis SWOT menjadi
dasar untuk merumuskan strategi organisasi.
Selanjutnya adalah implementasi strategis, yang
tentunya akan diikuti evaluasi dan kontrol. Semua
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
29
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
proses manajemen strategis itu, ketika masih dalam
bentuk konsep, dinamakan perencanaan strategis.
Dalam hal ini penulis menggunakan tahaptahapan proses perencanaan strategis adalah guna
untuk mendukung dalam pemilihan strategi yang akan
digunakan. Karena pada tingkat perencanaan manajemen strategis, visi/misi dan tujuan organisasi menjadi
dasar dalam pemilihan strategi yang akan diterapkan,
karena Visi milik organisasi yang merupakan
gambaran masa depan atau bisa juga disebut sebagai
model mental. Dengan begitu, dalam visi itu
setidaknyaa terefleksikan apa yang ingin dicapai oleh
organisasi.
Sedangkan misi adalah alasan mengapa
organisasi ada, apa yang dikerjakan organisasi tersebut
dan bagaimana melakukannya, ringkasnya, misi itu
menunjukkan maksud pendirian organisasi atau
perusahaan. Jadi dari tahapan model di atas untuk
menentukan strategi yang digunakan berawal dari
analisa strategi dahulu, lalu menentukan pilihan
strategisnya, dan terakhir mengimplementasikan
strategi, terdiri dari menentukan kebijakkan,
mengambil keputusan, dan selanjutnya mengambil
tindakan.
Sebelum mengetahui strategi yang digunakan,
berikut penulis paparkan ada tiga pendekatan yang
dapat digunakan dalam menyusun strategi (Iriantara,
2004: 30-31), yaitu :
1. Pendekatan Skenario, yang mendeskripsikan
sejumlah gambaran tentang organisasi pada masa
depan untuk kemudian dipilih gambaran yang
dipandang paling sesuai. Pendekatan ini tepat
digunakan oleh organisasi nonprofit atau
organisasi berskala kecil dan menengah.
2. Pendekatan Permasalahan kritis, yaitu yang
mengumpulkan sejumlah permasalahan kritis
yang teridentifikasi melalui analisis situasi, lalu
menyusunnya berdasarkan tingkat kerawanannya.
Selanjutnya, dipilih solusi yang baik. Seperti
halnya pendekatan scenario, pendekatan ini tepat
digunakan oleh organisasi nonprofit dan
organisasi berskala kecil dan menengah.
3. Pendekatan Sasaran, yaitu yang dalam menyusun
strateginya terlebih dulu menetapkan sasaran
yang inggin dicapai oleh organisasi pada masa
depan. Setelah itu, ditetapkan strategi yang tepat
untuk mencapai sasaran tersebut. Pendekatan ini
biasanya digunakan oleh organisasi-organisasi
bisnis yang besar.
Sebelum menentukan strategi yang digunakan
penulis terlebih dahulu menggunakan pendekatan
dalam penyusunan strategi. Penulis menggunakan
pendekatan tersebut, karena salah satu dari
pendekatan yang penulis paparkan tersebut, sesuai
dengan pendekatan yang diterapkan Humas Garuda
Indonesia. Pendekatan yang diterapkan tersebut
30
adalah Pendekatan sasaran, pendekakan ini digunakan
guna untuk mengetahui sasaran yang dicapai oleh
Garuda Indonesia. Sasaran yang ingin dicapai oleh
Garuda Indonesia antara lain :
1. Secara bertahap Garuda Indonesia mampu
menciptakan (merubah) situasi “ketidakpastian”
menjadi kondisi yang “pasti”.
2. Membantu media massa untuk senantiasa focus
terhadap data dan fakta yang ada, sesuai
perkembangan penanganan accident.
3. Menjaga kepercayaan publik bahwa penerbangan
merupakan moda transportasi yang aman dan
mengutamakan aspek “safety”
4. Menciptakan kondisi /gambaran bahwa Garuda
Indonesia merupakan penerbangan yang “safe”
dan perusahaan menunjukkan sikap yang “caring”
terhadap para korban dan anggota keluarganya.
Pemilihan Strategi
Adapun alternatif strategi umum dan kondisi
yang sesuai untuk penggunaannya, menurut lubis
(1992: 28-31), sebagai berikut :
1. Strategi Konsentrasi (Concentration strategy)
Dengan strategi ini, organisasi memusatkan
perhatian pada satu lini bisnis saja dengan tujuan
untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dari
spesialis dan efisiensi, sekaligus menghindari
masalah manajemen yang muncul akibat terlalu
banyaknya jenis usaha yang dikelola. Namun,
strategi seperti ini bisa berbahaya bila terjadi
perubahan linngkungan eksternal seperti
mengecilnya pasar dan munculnya pesaing yang
agresif. Strategi konsentrasi ini misalnya
dilakukan
oleh
McDonald’s
yang
mengkonsentrasikan diri pada fast-food.
2. Strategi Stabilitas (Stability Strategi) Strategi ini
pada dasarnya menjaga apa yang sudah ada,
sehingga organisasi memusatkan perhatian pada
pengelolaan
jenis
usaha
yang
sedang
dijalankannya sambil memelihara bidang usaha
itu. Strategi ini tepat dijalankan bidang usaha
yang pertumbuhannya rendah atau sama sekali
tidak mengalami pertumbuhan. Organisasiorganisasi yang cukup besar dan mendominasi
pasar
biasanya
akan
berupaya
untuk
menstabilkan pasar.
3. Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy) Strategi ini
sebenernya merupakan hal yang alami. Setiap
organisasi ingin dirinya menjadi besar. Dengan
strategi ini, organisasi berupaya untuk
mengembangkan berbagai aspek usahanya,
seperti omset, laba atau pangsa pasar. Strategi
pertumbuhan dilakukan dengan berbagai cara,
yakni :
a. Integrasi vertical Strategi ini dijalankan guna
memperoleh kontrol yang lebih besar
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
terhadap jenis usaha dan mendapatkan
peningkatan laba, karena meningkatnya
efisiansi atau kemampuan memasarkan.
Integrasi vertical ini dilakukan dengan
mengakuisisi organisasi lain yang terdapat
pada jalur distribusi yang sama.
b. Integrasi horizontal Strategi ini biasanya
dilakukan oleh perusahaan kecil yang bersaing
dalam pasar yang sama dengan perusahaan
besar melalui akuisisi perusahaan saingan
pada jenis usaha yang sama, sehingga
memperbesar tingkat keuntungan, ukuran
perusahaan, omset atau pangsa pasar.
c. Diversifikasi Strategi ini menginginkan
pertumbuhan melalui akuisisi perusahaan
pada lini bisnis yang tak sejenis dengan bisnis
organisasi. Strategi ini bermanfaat jika sumber
daya digunakan secara bersama sehingga
efisien atau dampak dari penggabungan itu
akan memperbesar pasar. Strategi ini bisa juga
dilakukan dengan strategi konglomerasi, yakni
dengan membeli perusahaan yang berada
pada jalur pertumbuhan yang cepat,
sedangkan organisasi yang membeli berada
pada jalur pertumbuhan yang lambat.
d. Merger dan joint-venture Strategi ini
digunakan agar organisasi bisa menembus
pembatasan perdagangan antar negara atau
mengefisienkan penggunaan sumber daya.
Merger merupakan penggabungan dua
organisasi dengan membentuk organisasi
baru, sedangakan joint venture merupakan
kerja sama satu organisasi dengan organisasi
lain untuk menjalankan satu proyek yang
terlalu besar untuk dikerjakan sendiri.
4. Retrennchment strategy Strategi ini digunakan
bila organisasi memandang dirinya tidak mampu
bersaing secara efektif dan merasa terancam.
Strategi ini memiliki strategi dasar, yakni sebagai
berikut.
1. Turnaround Strategy
Jika kinerja organisasi memburuk namun
belum kritis, maka dihentikan memproduksi
produk yang kerjanya buruk, menciutkan
jumlah karyawan, memperpendek jalur
distribusi, dan mencari metode baru yang bisa
digunakan untuk memperbaiki kinerja.jika ini
berhasil, maka organisasi selanjutnya
menggunakan strategi pertumbuhan.
2. Divestment Strateg.
Organisasi menjual salah satu unit usaha atau
menceraikannya dari organisasi semula. Ini
dilakukan jika usaha itu tak cocok berada
dalam organisasi atau karena kinerjanya jelek.
3. Liquidation Strategi
Strategi ini dijalankan dengan menutup usaha
dan menjual seluruh asetnya.
5. Strategi Kombinasi (Combination Strategy)
Strategi ini dilakukan organisasi besar untuk
mengejar pertumbuhan dengan mengakuisisi
usaha baru, sambil menjalankan strategi stabilitas
pada beberapa unit usaha yang lain dengan
menggunakan strategi divestment pada usaha
yang merugi. Bisa juga dilakukan dengan
merumuskan strategi diversifikasi.
Adapun strategi yang diungkapkan oleh IFAS
dalam Iriantara (2004 : 125) Pada saat menghadapi
krisis kombinasi dari keempat strategi dasar sebagai
berikut
1. Tak berbuat apa-apa, merupakan pendekatan
yang tidak banyak dilakukan organisasi karena
tidak berbuat apa-apa saat menghadapi krisis
akan membuat organisasi jadi terbelah, integritas
terganggu, dan melunturkan semangat karyawan.
Namun, ada kalanya organisasi tak mengakui
terjadi krisis, sehingga membiarkan krisis muncul
dan berlalu. Organisasi menutup diri dari opini
publik.
2. Dinding batu, dalam strategi ini perusahaan tak
memberi respons secara eksternal terhadap krisis
karena tak memandang penting apa yang
dipandang sebagai tuduhan yang salah atau
keliru. Stategi ini mengundang resiko munculnya
sikap negatif publik dan diadili oleh media. Sikap
membisu organisasi seperti itu bisa mengundang
tuduhan dari publik bahwa organisasi itu
menerima apa yang dituduhkan, arogan atau
tidak mau berkompromi. Strategi ini digunakan
misalnya saat organisasi menghadapi masalah
hokum di pengadilan.
3. Merespon dan bertahan, dengan strategi ini
organisasi secara positif dan agresif secepatcepatnya mencari penyelesain masalah. Ini
merupakan strategi yang dilukiskan paling baik.
Hal penting dalam memberi respon bertahan
iniadalah mengkomunikasi informasi factual dan
menunjuk juru bicara yang tepat bagi organisasi.
4. Menyerang, strategi memanfaatkan krisis untuk
mendapatkan keuntungan dari peluang yang
tercipta karena krisis guna menciptakan opini
publik yang positif. Dalam strategi ini,
diungkapkan respon organisasi organisasi
terhadap krisis dan proyeksi posisi organisasi
yang menunjukan penyelesaian krisis demi
memberikan kemaslahatan pada organisasi, para
karyawan dan publik secara keseluruhan. Namun,
strategi ini mengandung resiko akan membuat
krisis tanpa disadari jadi berlangsung lama atau
justru malah membuat organisasi kehilangan
kontrol dibandingkan dengan penanganan krisis
secara diam-diam dan cepat.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
31
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
Dari pemaparan diatas, penulis memahami
bahwa ada bermacam-macam tipe strategi dalam
menangani suatu krisis di perusahaan. Strategi ini
digunakan tergantung dari perusahaan itu sendiri
menggunakan jenis strategi yang digunakan. Menurut
pendapat penulis ,terkait dengan kasus accident pesawat
Garuda Indonesia itu, PT Garuda Indonesia termasuk
menggunakan tipe strategi dasar yang merespon dan
bertahan, karena penulis amati pada saat accident itu
terjadi, divisi humasnya cepat merespon dan
mengkomunikasikannya pada media, sehingga dalam
penanganannya pun terbilang sangat cepat, dari
maskapai
penerbangan
lain.
Dan
dalam
pentritmentannya pun secara bertahap.
Adapun Pihak-pihak Garuda Indonesia yang
terkait dalam pembentukan strategi dalam krisis
manajemen Accident GA-200 antara lain : Dari Unit
Operasi, Unit Teknik, Pelayanan, Unit Humas, Unit
Keuangan, dan Direksi yang utama.
Untuk itu strategi yang relevan dalam
manajemen krisis ini Garuda Indonesia menggunakan
strategi merespon dan bertahan, antara lain :
1. Mengaktifkan “communications team” sesuai
perincian tugas dan tanggungjawabnya.
2. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait
dalam penanganan accident, antara lain; ECC
(Emergency Control Center), OCC (Operation Control
Center), FAC (Family Assistance Center), PIC
(Passenger Inquiry Center), SCC (Site Control Center),
ESMT (Emergency Support Management Team), Go
Team, ART (Aircraft Recovery Team), GA Policy
Group)
3. Menjadi sumber informasi yang cepat, akurat
serta menyampaikan informasi yang penting dan
mengurangi situasi”ketidakpastian”.
4. Bersikap penuh perhatian, jujur, terbuka serta
tidak berspekulatif.
5. Memahami data/informasi tentang aspek
“safety” dan prosedur dalam penanganan
Accident
Berikut merupakan rangkuman penulis
mengenai manajemen krisis dan manajemen strategi.
Krisis adalah suatu yang besar, kejadian/ peristiwa
yang tidak bisa diperkirakan yang memiliki potensi
hasil-hasil yang negatif. Peristiwa yang merupakan
penyebab kerusakan yang cukup signifikan terhadap
organisasi perusahaan mencakup para pegawai,
produk yang dihasilkan, jasa-jasa, kondisi keuangan
maupun reputasinya. Dalam penelitian penulis ini,
merupakan termasuk dalam krisis manajemen, yakni
krisis yang menyangkut kecelakaan/Accident pesawat
Garuda Indonesia GA-200 di Yogyakarta. Accident
ini pun dilihat dari tahapan- tahapan krisisnya
termasuk kedalam jenis krisis akut, yaitu pada krisis
jenis ini sudah kelihatan dan orang menyadari krisis
32
sudah terjadi. Suatu keadaan yang mengalami krisis ini
harus segera ditangani secara serius. Dan dikerjakan
oleh orang-orang yang handal dalam menangani krisis
tersebut. Dan dalam hal tersebut Public Relationslah
yang sangat berperan penting untuk membantu
manajemen perusahaan dalam memulihkan nama baik
perusahaan, khususnya di PT. Garuda Indonesia
ketika mengalami krisis manajemen Accident pesawat
GA200.untuk itu dalam keadaan sebuah krisis
hubungan masyarakatlah yang memainkan peranan
fleksibel, Diantaranya humas peran dalam manajerial
atau teknisinya. Tapi pada saat dihadapkan dalam
situasi krisis ini peran humas lebih ke manejerial. Oleh
karena itu public relations juga berperan sebagi
problem Solving process facilitator, yakni peranan
sebagai fasilitator dalam proses pemecahan masalah.
Pada peranan ini petugas humas melibatkan diri atau
dilibatkan dalam setiap manajemen (krisis). Dia
menjadi anggota tim. Bahkan bila
memungkinkan menjadi leader dalam penanganan
krisis. Ketika krisis accident ini muncul, yang
dilakukan humas antara lain langkahnya humas harus
cepat dalam memberikan informasi yang akurat yang
berguna, serta secara aktif berkomunikasi; regular
brefing, secara teratur, mengupdate/memperbaharui
informasi, memantau perkembangan media, dan
memperbaiki ketidak akuratan dan salah informasi
secepatnya. Setelah itu semuanya diatasi, barulah
humasnya dihadapkan dalam pembuatan strategi.
Istilah strategi manajemen sering pula disebut sebagai
rencana jangka panjang. Seorang public relations
tidaklah dibenarkan mengabaikan pelaksanaan
penyusunan rencana jangka panjang ini. Karena ia
harus turut aktif mengobservasi pendapat dan harapan
tersebut. Rencana inilah yang menjadi pegangan bagi
praktisi public relation untuk menyusun berbagai
rencana teknis. Oleh karena itu pada umumnya
bagian/divisi public relations diperankan untuk
mengkomunikasikan strategi perusahaan tersebut.
Terkait dari menajemen krisis tersebut praktisi Public
relationa
membuat
strategi
dalam
aspek
komunikasinya. Terlebih dahulu pendekatan yang
digunakan ialah pendekatan sasaran, yaitu dalam
menyusun strateginya terlebih dulu menetapkan
sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi pada masa
depan. Dan strategi yang cocok digunakan dalam
menangani krisis ini adalah strategi merespon dan
bertahan, karena dengan strategi ini organisasi secara
positif dan agresif secepatcepatnya mencari
penyelesaian masalah.
Peran Public Relations
Berikut penulis paparkan definisi peran
praktisi humas menurut Frida Kusumastuti. Penulis
menjelaskannya sebagai berikut : Kusumastuti (2002:
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
24), peranan praktisi humas adalah merupakan satu
kunci penting untuk pemahaman fungsi humas dan
komunikasi organisasi.
Dari pemaparan diatas, penulis memahami
peranan humas dalam perusahaan itu sangat penting
sekali untuk pemahaman fungsi humas dan
komunikasi organisasi, karena humas merupakan
sebagai ujung tombak dari suatu perusahaan. Berikut
penulis menggambarkannya peran public relations
secara skematis. (Kotter dan Heskett, 1992: 8)
Bagian/divisi
public
relations
misalnya,
mengkomunikasikan kultur organisasi/perusahaan
yang
mereflesikan
visi-misi
dan
strategi
organisasi/perusahaan untuk mencapai objektifnya
(Kotler dan Heskett, 1992: 8) Dari pemaparan diatas,
penulis memahami public relation berperan sebagai
salah satu unit dalam organisasi menjalankan strategi
dan mendukung strategi organisasi. Dan juga public
relations diperankan untuk mengkomunikasikan strategi
perusahaan. Begitu juga dengan di PT. Garuda
Indonesia mendudukan Humasnya pada posisi
liaison/mediator/boundary role antara organisasi
dengan publiknya dimana humas Garuda Indonesia
berperan, membantu manajemen untuk peka
(memonitor), me-menage dan mengcounter issueissue yang berkembang. Selain itu PR juga berperan
membantu manajemen dalam membangun opini
publik, serta membantu manajemen dalam
memanfaatkan teknik-teknik komunikasi dalam upaya
membangun citra perusahaan.
Peran Public Relations dalam Manajemen
krisis
Peran praktisi PR menjadi sangat penting
ketika perusahaan mengalami krisis. PR dapat
membantu perusahaan untuk menciptakan kondisi
yang dapat membawa perusahaan yang sedang
menurun kembali ke sedia kala. Hal itu hanya
dimungkinkan bila praktisi PR mengenal gejala-gejala
krisis dari awal dan melakukan tindakan yang
terintegrasi dengan aktor-aktor penting lainnya dalam
perusahaan. (Kasali: 1994: 223). Adapun salah satu
Peran yang dilakukan PR ketika krisis datang yaitu
yang paling penting mengenali gejala-gejala krisis
terlebih dahulu. Gejala krisis ini mempunyai tiga tipe,
yaitu, krisis bersifat segera, krisis baru muncul, dan
krisis bertahan. Dan disinilah PR berperan harus dapat
mengenali salah satu dari gejalagejala tipe krisis
tersebut yang dikaitkan dengan krisis yang dialaminya.
Setelah mengenali jenis krisisnya, barulah PR
menentukan tahapan krisis. Dalam tahapan krisis ini
terdiri dari empat tipe, yaitu Tahap Prodromal, Tahap
Akut, Tahap Kronis, dan Tahap Resolusi. Setelah
mengetahui empat tahapan tersebut, barulah PR
menentukan salah satu dari keempat tahapan tersebut
yang terkait dengan gejala krisis. Tujuan dari
mengetahui gejala krisis dan tahapan krisis tersebut
adalah guna untuk mempermudah praktisi PR dalam
menangani krisis. Kemudian setelah gejala dan
tahapan krisisnya sudah jelas, barulah PR mengambil
tindakan dalam mengelola krisis. Adapun langkahlangkah PR dalam mengelola krisis, yaitu :
1. Identifikasi Krisis
Untuk dapat mengidentifikasi krisis, praktisi
PR perlu melakukan penelitian. Bila krisis terjadi
dengan cepat penelitian harus dilakukan secara
informal dan kilat. Pada hari itu juga tim diterjunkan
dan mengumpulkan data, hari itu pula kesimpulan
harus ditarik. Hal ini hanya memungkinkan bila
praktisi PR mempunyai kecakapan dan kepekaan
untuk mengumpulkan data.
2. Analisis Krisis
Sebelum melakukan komunikasi, terlebih dahulu
PR harus melakukan analisis atas masukan yang di
peroleh. Analisis yang dilakukan mempunyai cakupan
yang luas, mulai dari analisis parsial sampai analisis
yang kait mengait.
3. Isolasi Krisi
Krisis adalah penyakit menular. Untuk
mencegah krisis menyebar luas, maka krisis harus
diisolasi, dikarantinakan terlebihdahulu sebelum
tindakan serius diambil. (Kasali: 1994: 231-232) Dari
penjelasan diatas penulis memahami bahwa sesuai
dengan perannya di manajemen krisis, praktisi PR
membantu manajemen dalam mengelola krisis,
mengidentifikasi krisis terlebih dahulu, guna untuk
mendapatkan data yang akurat. Setelah itu lalu
menganalisis krisis dengan membaca suatu
permasalahan. Dan selanjutnya mengisolasi krisis.
Isolasi krisis ini dilakukan supaya krisis tidak
menyebar secara luas, sebelum tindakan serius
dilakukan. Setelah itu baru ditentukan Strategi yang
digunakan terkait dalam manajemen krisis. Tapi
sebelum mengetahui strategi yang digunakan,
sebelumnya praktisi PR menggunakan pendekatan
dalam menyusun strategi, salah satunya adalah
pendekatan sasaran,yaitu pendekatan yang dalam
menyusun strateginya terlebih dahulu menetapkan
sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan pada masa
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
33
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
depan. Setelah iu ditetapkan strategi yang tepat untuk
mencapai sasaran tersebut.. Pendekatan sasaran ini
digunakan oleh PR Garuda Indonesia. sebelum
menentukan strategi yang digunakan, Selanjutnya
menetapkan strategi yang diinginkan perusahaan
dalam menangani krisis. Ada tiga strategi untuk
menangani krisis adalah Defensive Strategi, Adaptive
Strategi dan Dynamic strategy. Dan terkait dalam
menangani krisis di PT Garuda Indonesia Strategi
yang dipilih dalam menangani krisis tersebut adalah
Adaptive Strategy. Adaptive strategi ini mencakup
seperti, mengubah kebijakan, modifikasi operasional,
kompromi, dan meluruskan citra. Dengan demikian
yang sudah penulis paparkan diatas, peran PR dalam
manajemen krisis sangat berpengaruh sekali, karena
PR dapat membantu perusahaan untuk menciptakan
kondisi yang dapat membawa perusahaan yang sedang
menurun kembali seperti semula.
Citra Perusahaan
Setelah mengetahui pemaparan manajemen
krisis dengan strategi perusahaan, dalam pemilihan
strategi tersebut, antara lain adalah agar terciptanya
citra positif di mata publiknya. Terkait dalam
penanganan krisis yang dilakukan Garuda Indonesia
sangat baik, terutama humas yang yang melakukan
perannya dengan baik dalam membantu manajemen
mengatasi penanganan krisis tersebut, maka citra
Garuda Indonesiapun dapat terselamatkan, bahkan
Pelanggan Garudapun semakin puas dengan Garuda
Indonesia, karena dapat mengatasi krisis ini dengan
baik dan Garuda pun sangat bertanggung jawab atas
kerugian yang dialami penumpang. Oleh karena itu
Garuda Indonesia mengalami penurunan citra di mata
pelanggannya. Penanganan yang dilakukan Humas
Garuda Indonesia cukup membuahkan hasil, buktinya
menurut Majalah Marketing 05/VII/Mei 2007,
mengatakan” Citra Garuda Indonesia dimata
pelanggan tidak menurun. Buktinya yang terdaftar
sebagai anggota Garuda Frequent Flyer mengaku
tetap memilih Garuda Indonesia sebagai maskapai
yang mereka gunakan, alasanya, selain milik Badan
Usaha Milik Negara, Garuda Indonesia memiliki
pelayanan paling memuaskan, dibandingkan maskapi
penerbangan lain. Berikut penulis kutip ada dua
definisi citra, menurut : Rose De Vene (1988: 270),
Donal F. Roberts (1997: 364)
Secara bebas penulis mengartikan pengertian
diatas, bahwa citra adalah keseluruhan kesan yang
diciptakan oleh organisasi kepada publiknya melalui
berbagai produk, berbagai kebijakan, berbagai aktifitas
dan berbagai usaha periklanan dari organisasi tersebut.
Kesimpulan penulis mengenai citra diatas adalah
keseluruhan kesan/gambaran mengenai perusahaan
yang diberikan orang banyak dengan melihat produk,
kebijakasanaan, aktifitas, periklanan dari perusahaan
34
tersebut. Sedangkan definisi citra yang dikemukakan
Roberts(1997: 364), adalah “ The Image which is simply a
metaphor representing the totality of all the information about
the world any individual has processed, organized, and stored,
may be conceived as a kind of template or strandard against
which new information is compared in order to give it meaning”.
Dari definisi diatas, penulis mengartikan citra
merupakan suatu kiasan yang menggambarkan
keseluruhan informasi tentang dunia yang telah diolah,
diataur, dan disimpan oleh setiap orang, dibayangkan
sebagai suatu bentuk atau suatu standar berlawanan
yang mana informasi baru dibandingkan untuk
memberikan pengertian terhadap citra. Dari
pemaparan kedua definisi citra diatas, penulis
menyimpulkan bahwa dari kedua definisi tersebut,
terdapat sedikit perbedaan dari arti kedua definisi
tersebut. Menurut De Vene definisi citra tersebut
lebih kepada kesan atau gambaran mengenai
perusahaan yang diberikan orang banyak dengan
melihat produk, kebijaksanaan dan aktifitas dari
perusahaan tersebut. Sedangkan menurut Roberts
pengertian citra yang menggambarkan lebih kepada
informasi tentang dunia dan disimpan di dalam diri
setiap individu, yang dibandingkan untuk memberikan
pengertian kembali citra apabila memperoleh
informasi baru. Sebelum membahas tingkatan citra,
terlebih dahulu penulis paparkan mengenai jenis-jenis
citra.
Penulis memahami bahwa dari kelima jenis
citra tersebut memiliki definisi atau arti yang berbeda.
Untuk memiliki dari salah satu kelima citra ini,
tergantung dari suatu perusahaannya masing –masing,
ia mau menerapkan citra yang mana. Salah satunya
adalah maskapai Garuda Indonesia yang secara nyata,
bila dikaitkan dari jenis citra diatas, Garuda Indonesia
sebagai maskapai penerbangan juga memiliki citra
majemuk. Salah satu contohnya adalah logo diekor
pesawat dan warna cat ditubuh pesawat dibuat
semenarik mungkin. Ini dilakukan merupakan menjadi
suatu ciri khas Garuda Indonesia. Selain itu dia juga
Terkait dengan Accident pesawat Garuda Indonesia
GA-200, dalam krisis manajemen ini Garuda
Indonesia termasuk kedalam jenis citra yang
diharapkan, karena dari accident tersebut pihak humas
Garuda Indonesia telah bekerja keras dalam mengelola
krisis untuk memperbaiki citra Garuda Indonesia di
mata khalayaknya.
Citra perusahaan yang bagus menjadi tujuan
sekaligus
impian
bagi
semua
bagi
organisasi/perusahaan. Karena dengan citra yang
positif akan timbul
kepercayaan dari masyarakat. Kepercyaan itu sangat
membantu perusahaan dalam menjalankan tujuannya.
Ada beberapa gradasi (tingkatan) dari citra
sebuah organisasi, Menurut Ruslan (2003: 301),
membuat empat tingkatan dari citra sebuah
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
arganisasi/perusahaan, yaitu : Poin A, Poin B, Poin C,
dan Poin D. Bertikut penjelasan mengenai empat
tingkatan citra tersebut :
1. Poin A. Ini merupakan tingkat (grade) citra
perusahaan atau organisasi yang paling ideal.
Dimana organisasi dikenal sangat baik oleh
masyarakat dan juga dicitrakan dengan sangat
baik pula oleh masyarakat.
2. Poin B. Tingkat (grade) perusahaan atau
organisasi dimana dicitrakan dengan sangat baik,
tetapi perusahaaan atau organisasi ini kurang
begitu dikenal.
3. Poin C. Tingkat (grade) dimana citra perusahaan
atau organisasi buruk tetapi organisasi ini tidak
dikenal oleh masyarakat.
4. Poin D. Tingkat (grade) dimana penilaian
terhadap citra perusahaan atau organisasi buruk,
ditambah dengan pengenalan masyarakat
terhadap perusahaan atau organisasi itu juga
buruk. Poin D ini adalah kondisi citra organisasi
yang paling buruk. Dari penjelasan diatas,
menulis memahami bahwa dalam tingkatan citra
tersebut
menggambarkan
kondisi
suatu
perusahaan. Bila dimana suatu perusahaan
dikenal sangat baik oleh masyarakat dan
dicitrakan sangat baik, maka perusahaan tersebut
termasuk dalam tingkatan citra poin A, begitu
juga sebaliknya, apabila
perusahaan itu dinilai masyarakat buruk, maka
termasuk ke tingkatan citra poin D.
begitu pula seterusnya.
Penulis akan memaparkan hasil penelitian
yang telah dilakukan di PT. Garuda Indonesia,
tepatnya pada Corporate Comunications Garuda
Indonesia, yaitu Divisi Humas Garuda Indonesia.
Penjelasaan yang diberikan adalah mengenai
penanganan krisis manajemen terhadap Accident
pesawat Boeing Garuda Indonesia G.737/400 di
Yogyakarta. Krisis merupakan suatu keadaan yang
paling ditakuti oleh setiap perusahaan, karena krisis
datangnya tidak terduga, melainkan kedatangannya
tersebut bisa kapan saja terjadi. Tetapi krisis bisa juga
dikatakan sebagai “suatu turning point yang
diselesaikan
dengan
baik
akan
melahirkan
kemenangan (for better). Dan bila gagal akan
menimbulkan korban (for worse)”. (Kasali, 1994
:222).
Jadi tidak semua krisis dapat membahayakan
suatu perusahaan. Krisis juga dapat mendatangkan
suatu kemenangan atau keberhasilan. Kemenangan
bisa didapat tergantung dengan bagaimana cara
menanganinya. Seperti halnya dalam penelitian suatu
krisis manajemen yang dialami oleh PT. Garuda
Indonesia pasca Accident pesawat boeing G.737/400
di Yogyakarta, pihak Garuda Indonesia merespon
krisis tersebut dengan sangat cepat (Responsive).
Secara tidak langsung dalam sikap responsif seperti
itu, krisis tidak berkembang menjadi luas, sehingga
bisa juga melahirkan kemenangan. Terkait terhadap
krisis yang dialami oleh Garuda tersebut, berikut hasil
wawancara penulis dengan Pujobroto, selaku kepala
Komunikasi Garuda Indonesia, mengenai bagaimana
tanggapan dari pihak komunikasi Garuda Indonesia,
setelah terjadi Accident tersebut? “Maka dari itu,
begitu pesawat Garuda mengalami kecelakaan, tidak
berapa lama kemudian kami melakukan konferensi
pers yang bertujuan menjelaskan bahwa memang
kejadian itu benar terjadi. Konferensi pers dan
pembuatan release dilakukan secara terus menerus.
Begitu liaison officer kami menyampaikan
perkembangan di lapangan atau di pos-pos lainnya,
kami langsung menyampaikannya kepada publik agar
tidak terjadi miss comunications”. Disini penulis
memahami dari pernyataan yang diberikan oleh
Pujobroto tersebut, bahwa respon dari seluruh pihak
Garuda Indonesia, terlebih dari pihak humasnya,
terhadap krisis tersebut sangat cepat bertindak.
Karena
dengan
keberaniannya
untuk
menginformasikan kebenarannya yang sesungguhnya
kepada publik, maka publik paham akan kejadian yang
sebenarnya, sehingga krisis ini pun tidak akan
berkembang menjadi luas.
Manajemen Krisis
Berdasarkan hasil penelitian, cara responsive
yang dilakukan pihak Garuda Indonesia dan
Humasnya sangat jelas terlihat. Berdasarkan
pengamatan penulis, baik dilapangan, di media massa,
maupun dari ruang lingkup kerja ketika pasca krisis,
terlihat humasnya sangat sibuk dalam mencari
kebenaran berita untuk langsung mempublikasikannya
ke media massa. Di ruang kerja ketika pasca krisis
tersebut, humas tak henti-hentinya membuat release
yang menginformasikan mengenai penanganan krisis
dan rasa tanggung jawab PT. Garuda Indonesia
terhadap korban Accident itu.
Selain
PR,dalam
penanganan
krisis
manajemen yang dialami PT. Garuda Indonesia ini,
banyak unit-unit terkait yang terlibat dalam mengatasi
krisis ini, karena PT. Garuda Indonesia mempunyai
Emergency Respon Plane (ERP) yang dapat merespon
krisis tersebut. Jadi ketika PT. Garuda mengalami
suatu krisis semacam ini, maka Emergecy Response Plane
(ERP) ini, akan berfungsi secara otomatis, dan pihakpihak yang telah ditetapkan dalam ERP ini secara
langsung bergerak ke posisisnya masing-masing (go
team). Adapun pusat-pusat yang terlibat dalam
menangani krisis di PT Garuda Indonesia, antara lain :
Operation Control Center, Emergency Control
Center, Passenger Inquiry Center, Family Assistance
Center, Passenger Inquiry center, Emergency Support
Management Team, Air Craft Recovery Team, dan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
35
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
Branch Offices. Disetiap pos terdapat satu liaison
officer. Petugas ini berada dibawah Media
Information
Center
(MIC)
yang
tugasnya
menghimpun informasi seputar perkembangan
penanganan yang ada di pos-pos tempatnya
memantau. Informasi- informasi yang diterima dari
liaison officer itu kemudian menjadi bahan
komunikasi internal, pernyataan perusahaan (yang
dilakukan oleh CEO atau Juru Bicara), konferensi dan
berita pers.
Berikut merupakan struktur Emergency
Respon Plane (ERP) ketika menghadapi krisis :
1. Media Information Center (MIC)
2. Operation Control Center (OCC)
3. Emergency Control Center (ECC)
4. Site Control Center (SCC)
5. Family Assistance Center (FAC)
6. Passengenger Inquiry Center (PIC)
7. Emergency Support Management Team (EMST)
8. Aircraft Recovery Team (ART)
9. Go Team
10. Garuda Indonesia Policy Group (GA Policy
Group)
11. Banch Office Garuda Indonesia
Dari struktur ERP diatas, penulis menjelaskan
bahwa dibawah posisi MIC sampai dengan posisi
Banch office Garuda indonesia tersebut bertugas
untuk mencari data mengenai accident tersebut, dari
mencari tahu penyebab kecelakaan sampai dengan
jumlah korban yang selamat dan tidak. Setelah data
terkumpul barulah dari team-team tersebut
melaporkannya kepada Media Information Center
(MIC). Sedangkan posisi humas dalam struktur
tersebut berada di Media Information Center (MIC).
Dan MIC ini berada di posisi paling atas dari struktur
ERP, karena MIC ini merupakan penghubung dari
seluruh Team ERP tersebut. Tugas dari Media
Informations Center ini menghimpun informasi
seputar perkembangan penanganan yang ada di pospos tempat ia memantau. Dari informasi yang
diterima dari liaison officer tersebut. Kemudian
menjadi bahan informasi bagi komunikasi internal.
Disinilah humas yang mengelola data tersebut, apakah
data itu akurat atau tidak. Dan kemudian humas
nenunjuk Emirsyah satar, selaku Direktur utama
Garuda sebagai juru bicara untuk menginformasikan
kejadian yang sebenarnya kepada media dan khalayak.
Dalam menangani krisis ini pertama-tama hal yang
dilakukan PR PT. Garuda Indonesia adalah mengenali
gejala krisisnya
terlebih dahulu. Berdasarkan
pengamatan penulis, krisis yang menimpa kecelakaan,
seperti pesawat jatuh termasuk kedalam jenis tipe
krisis yang bersifat segera. Hal itu di nyatakan pula
oleh informan bahwa kejadian Accident kecelakaan
pesawat tersebut sangat mengagetkan pihak Garuda
36
Indonesia, dan tidak dikira sebelumnya, dikarenakan
pesawat tersebut dalam keadaan laik terbang, dan
sebelum keberangkatan pesawat juga diperiksa terlebih
dahulu. Pernyataan informan tersebut sesuai dengan
pendapat morissan (2006: 154) bahwa kecelakaan yang
terjadi begitu tiba-tiba, dan tidak terduga atau
diharapkan termasuk dalm jenis tipe krisis bersifat
segera. Contoh : Pesawat jatuh, gempa bumi,
kebakaran, serangan bom, produk yang tercemar.
Menurut dari pernyataan informan tersebut,
setelah humas mengetahui jenis tipe krisisnya, baru
masuk kepada tahapan krisis. Dalam menentukan
tahapan krisis perlu dikaitkan dengan tipe krisis yang
sudah ditentukan. Berikut petikan hasil wawancara
dengan informan. “ untuk dapat melakukan
penanganan krisis yang maksimal, kita harus
mengenali dan paham benar terhadap jenis krisis apa
yang sedang kita hadapi sekarang, apakah jenis krisis
tersebut berbahaya atau tidak. Dan biasanya setelah
kita sudah menemukan jenis krisis yang cocok terkait
dengan accident pesawat Garuda tersebut, kita lebih
mudah dapat mengenali tahapan krisis yang akan
digunakan. Karena Semuanya itu ibaratkan sudah ada
pasangannya masing- masing. Oleh karena itu bisa
dilihat dari tipe krisis tersebut bersifat segera, maka
tahapan yang cocok digunakan termasuk kedalam
tahap Akut. Karena pada tahap ini sudah terbilang
cukup bahaya, dan sudah memakan korban”. Setelah
tipe krisis di identifikasi, barulah ditetapkan cara
mengelola krisis. Dari pengamatan penulis, cara kerja
humas dan unit terkait sangat kompak. Dalam hal ini
PR Garuda Indonesia mempunyai kecakapan,
responsive, dan kepekaan dalam mengumpulkan data.
Untuk itu ketika krisis datang PR Garuda
mengawalinya dengan mengidentifikasi terlebih
dahulu, setelah itu baru mengklarifikasinya. Dalam hal
ini PR bekerja sama dengan tim ERP untuk mengelola
krisis tersebut. Dan ERP ditugaskan untuk mencari
data dan informasi mengenai kejadian accident
pesawat GA. 200. dan setelah data terkumpul barulah
PR melakukan diagnosis krisis tersebut, untuk
menentukan langkah - langkah yang akan diambil
selanjutnya.
Berikut
merupakan
penjelasan
berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari kerja
sama antara humas dan anggota ERP pada tanggal 7
Maret 2007:
a. Pada hari pertama pasca accident banyak yang
menduga accident tersebut dikarenakan adanya
dugaan sabotase.
b. Pesawat GA-200 melayani rute Jakartayogyakarta, berangkat dari Jakarta tepat waktu
pukul 06.00 WIB. tiba di Yogyakarta rencana nya
pukul 06.55 WIB.
c. Awak pesawat GA.200 sebanyak 7 orang terdiri
dari : Capt. M Marwoto Komar (Pilot in
Command), Gagam Saman Rohmana (First
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
Officer), Wiranto Wooryono( Purser), Irawati
(Senior awak kabin), Mariati (senior awak kain),
Imam arif Iskandar (Senior awak kabin, dan
Ratna Budiyanti( Junior awak kabin).
4. Pesawat mengalami accident dalam kondisi
terbakar. Pesawat saat itu berada di ujung runway 09 sebelah Timur Bandara Adi Sucipto,
Yogyakarta.
5. Hingga pada hari pertama kejadian, telah berhasil
dievakuasi sebanyak 93 penumpang. Mereka
yang berhasil dievakusi telah dibawa ke rumah
sakit antara lain RS Panti Rapih, RS Panti Rini.
Proses evakuasi terus berlangsung, selain petugas
bagian operasi dan bagian teknik Garuda,
pelaksanaan juga dibantu oleh kesatuan TNI-AU,
TNI-AD, dan Polri.
6. Dalam kecelakaan itu, Garuda menanggung
seluruh biaya pengobatan para penumpang.
7. Sementara itu bagi keluarga korban yang ingin
menghubungi kantor Garuda Indonesia, Jakarta
dapat melalui nomor telepon : 021-23113993,
021-2310049 dan 021-389-00128, faximile : 0212311105. posko Garuda di Bandara Soekarno
Hatta : 021-5506721, 021-550-8747
8. Untuk membantu keluarga korban menunju ke
Yogyakarta, Garuda Indonesia pada hari pertama
menyiapkan
dua
pesawat,
yang
akan
diberangkatkan pada pukul 15.00 WIB (GA2022) dan pukul17.30 WIB (GA-2062). Untuk
keperluan keberangkatan tersebut, para keluarga
korban dapat menghubungi nomor telepon
posko Garuda di Bandara Soekarno-Hatta : 0215506721.
9. Setelah dilaksanakan proses evakuasi, diketahui
sebanyak 112 penumpang dalam kondisi selamat,
sedangkan 21 penumpang lainnya meninggal
dunia. Mereka yang meninggal dunia tersebut
dari 19 penumpang meninggal di lokasi kejadian,
1 penumpang di RS Angkatan Udara,
penumpang meninggal dalam perjalanan ke
rumah sakit.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan
dalam mengidentifikasi krisis ini,barulah PR Garuda
Indonesia mendiagnosisnya untuk melakukan
tindakan selanjutnya. Setelah identifikasi krisis selesai,
selanjutnya PR melakukan Analisis krisis. PR memilah
data yang benar atau tidak. Karena disinilah peran PR
Garuda Indonesia untuk bisa mengkomunikasikannya
kepada khalayak bahwa memang benar terjadi
Accident di Yogyakarta pada tanggal 7 Maret 2007,
sehingga khalayak menjadi tahu akan kejadian yang
sebenarnya. Sehingga tidak menimbulkan kabar yang
simpang siur, seperti ada yang menduga kecelakaan
pesawat tersebut
dikarenakan adanya dugaan sabotase. Kabar palsu itu
langsung di tampik oleh Key Informan sebagai berikut :
“Bahwa sebenarnya dalam accident itu bukan adanya
unsur terorisme, melainkan hanya kesalahan tekhnis
saja, jadi penyebab dari kecelakaan tersebut dari
kecepatan pesawat yang menjadi faktor kecelakaan
itu”. Dan untuk menghadapi kabar yang tidak jelas itu,
PR Garuda Indonesia langsung segera untuk
mengklarifikasikannya, dengan menceritakan kejadian
tersebut dengan jujur dan terbuka kepada media
massa.
Terkait dalam penjelasan informan diatas,
Pujobroto menjelaskan : “ Pada prinsipnya , dalam
upaya menangani krisis, pihaknya memerhatikan tiga
hal : pertama, kejujuran atau akurasi, kedua kecepatan
(Responsive), ketiga tanggng jawab. Kalau tidak jujur
berarti kami membohongi publik. Kalau kami
melakukan kebohongan sekali saja, maka diperlukan
kebohongankebohongan lainnya untuk menutupi
kebohongan sebelumnya. Kami sangat jujur dalam
menginformasikan tentang kejadian-kejadian yang ada
“.
Penulis menjelaskan bahwa penanganan yang
dilakukan oleh pihak Garuda Indonesia sangat baik,
selain pihak Garuda sangat cepat untuk
mengklarifikasikan dan juga sangat bertanggung jawab
atas Accident tersebut.Oleh karena itu Garuda
menanggung seluruh biaya pengobatan bagi
penumpang yang mengalami cidera, luka ringan,
maupun yang parah hingga sehat (termasuk berobat
jalan hingga saat ini).Garuda juga menyediakan
penerbangan gratis bagi keluarga korban dari tempat
asal menuju Yogyakarta dan sebaliknya, antara lain
Garuda menyiapkan 2 flights dari Jakarta ke
Yogyakarta pada hari pertama kejadian pada 7 Maret
2007; dan rute Yogyakarta ke Jakarta pada hari kedua
kejadian pada 8 Maret 2007.
Garuda Indonesia juga menerbangkan para
korban yang selamat ke kota atau tempat sesuai
keinginan korban. Selain itu Garuda juga
menerbangkan korban yang meninggal dunia ke
tempat sesuai keinginan keluarga korban dan
memberikan “Uang Bantuan Pemakaman” sebesar Rp
10 juta. Dan untuk uang santunan kepada korban
meninggal dunia Garuda Indonesia memberikan
sebesar 600 juta (termasuk uang asuransi, uang
simpati, dan penggantian bagasi). Sedangkan kepada
korban yang selamat Garuda memberikan uang
sebesar Rp 75 juta (termasuk ung simpati dan
penggantian bagasi). Dan khusus korban meninggal
Prof.DR. Koesnadi H (mantan Rektor UGM) karena
yang bersangkutan adalah anggota New Executive
Card Plus (New EC Plus), maka Prof. DR. Koesnadi
H mendapat santunan asuransi jiwa sebagai anggota
EC Plus sebesar Rp 1 miliar (belum termasuk uang
santunan asuransi sebesar Rp 600 juta yang juga akan
diterima ahli waris almarhum). Prof.Dr. Koesnadi H
menjadi anggota New EC sejak tahun 1999; dan telah
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
37
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
terbang menggunakan Garuda Indonesia sebanyak
802 kali.Oleh karena itu penanganan Garuda ini
terbilang cepat, karena hanya dalam waktu 8 hari
pasca musibah GA-200, Garuda Indonesia telah mulai
melaksanakan penyerahan uang santunan asuransi
kepada korban GA-200 yang meninggal dunia.
Terkait dalam mengelola krisis ini langkahlangkah yang dilakukan Humas Garuda Indonesia
dalam mengelola krisis hanya pada sampai analisis
krisis saja, dalam kenyataan ini agak sedikit berbeda
dengan di teori. Sedangkan diteori melalui tahap
mengisolasi krisis. Sedangkan pada kenyataannya
humas Garuda pada tahapan mengelola krisis hanya
pada analisis krisis, karena menurut GM komunikasi
eksternal Garuda penanganan dalam melakukan krisis
tersebut tidak perlu adanya pengisolasian krisis,
Karena ketika terjadi krisis, sudah ada team
manajemen yang kuat yang khusus menangani krisis
tersebut secara bertahap untulk melakukan pemulihan.
Dan selanjutnya beralih menentukan strategi yang
digunakan terkait dalam penanganan krisis.
Strategi Manajemen Krisis
Dalam melakukan penanganan krisis Garuda
Indonesia tentunya harus ada tahapan strategi khusus
yang dilakukan oleh pihak Garuda untuk memulihkan
cita dimata khalayaknya. Singgih Handoyo, selaku
GM. Komunikasi eksternal mengungkapkan “ Bahwa
dalam melakukan penanganan krisis ini kita tidak
memakai tahapan strategi khusus, akan tetapi kita
lebih memaksimalkan penanganannya. Semua itu kan
tergantung dengan bagaimana menanganinya. Biarpun
kalau ada strategi khusus, namun pelayananya tidak
berhasil, jadi kan sia-sia. Dan sebaliknya bila krisis
tersebut ditangani seara serius dan sesuai dengan
kendak penumpang, maka citra perusahaan akan
makin terdongkrak”.
Dari pernyataan singgih Handoyo diatas, jadi
jelas bahwa pihak Garuda Indonesia tidak memakai
Tahapan strategi khusus, melainkan sistem
penanganan saja yang dioptimalkan.
Terkait dengan strategi manajemen krisis,
Pujobroto pun mengatakan : “Strategi itu kan,
bagaimana kita bisa mengatasi permasalahan atu krisis
itu dengan memberikan gen, tentunya itu adalah
pertama dari sisi internet ada perbaikan dikita. Kedua
dari sisi citra juga perbaikan karena pada prinsipnya
citra itu kan cerminan dari kinerja kita”. Penulis
memahami bahwa dari kedua pendapat key informan
tersebut keduanya memberi pernyatan yang sama
dalam melakukan krisis, yaitu tidak ada tahapan
strategi khusus, untuk itu humas Garuda Indonesia
dalam menyempurkan cita sebagai penerbangan yang
aman, maka yang dilakukan humas dengan melakukan
penanganan yang secara berkesinambungan dan
benar-benar dilakukan dengan serius, maka nantinya
38
bisa berjalan dengan baik. Akan tetapi penulis
membandingkan dari tahapan strategi yang ada di PT
Garuda Indonesia dalam menangani krisis dengan
yang ada diteori, berbeda dengan strategi yang
diterapkan di PT. Garuda Indonesia. Sedangkan dalam
teori setelah tahap mengelola krisis baru dipilih
strategi yang akan digunakan, terkait dengan kerangka
pemikiran, dalam pilihan strategi dibagi 3; Defensive
strategi, Adaptive strategi, dan dinamic strategi. Dalam
kerangka pemikiran strategi yang cocok dalam
meluruskan citra adalah strategi Adaptive, karena
langkah yang diambil dalam strategi ini mencakup halhal yang luas, yakni; mengubah kebijakan,
memodifikasi operasional, kompromi, dan terakhir
meluruskan citra. Dan dibandingkan dari hasil
penelitian yang penulis dapat, bahwa di PT. Garuda
Indonesia dalam mengelola krisis tidak ada
pembentukan strategi khusus, melainkan strategi yang
di gunakan oleh Humas Garuda Indonesia ialah
Strategi dari aspek komunikasi dalam melakukan
penanganan Accident Pesawat Boeing G.737/400.
dan dalam melakukan strategi dalam penanganan
krisis ini, sama halnya dengan yang ada di teori
sebelumnya
terlebih
dahulu
menggunakan
pendekatan, hanya saja strateginya yang berbeda.
Untuk itu pendekatan yang digunakan humas Garuda
ialah pendekatan Sasaran:
1. Secara bertahap mampu menciptakan (merubah)
situasi “ketidakpastian” menjadi kondisi yang
“pasti”
2. Membantu media massa untuk senantiasa fokus
terhadap data dan fakta yang ada, sesuai
perkembangan penanganan accident.
3. Menjaga kepercayaan publik bahwa penerbangan
merupakan penerbangan yang “safe” dan
perusahaan menunjukkan sikap yang “caring”
terhadap para korban dan anggota keluarganya.
Alasan Garuda memilih pendekatan Sasaran
tersebut adalah untuk mengetahui sasaran yang ingin
dicapai ole PT. Garuda Indonesia. jadi maksud dari
sasaran tersebut adalah khalayak dan pelanggan.
Untuk itu pihak Garuda Indonesia memberikan
informasi yang fakta kepada media massa, bahwa
setiap perkembangan penanganan krisis terbaru harus
cepat menginformasikannya ke media. Pendekatan
sasaran itu dilakukan, karena Garuda tidak ingin
mengecewakan banyak pihak, terutama kepada
pelanggan setia Garuda. Jadi dengan sasaran tersebut
dalam penanganan krisis Garuda Indonesia sangat
bertanggung jawab atas kerugian yang dialami korban.
Terkait dalam mengelola krisis strategi yang digunakan
humas dalam aspek komunikasi adalah:
a. Mengaktifkan “Communications team” sesuai
perincian tugas dan tanggung jawabnya.
b. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait
dalam penanganan accident.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
c.
Menjadi sumber informasi yang cepat, akurat
serta menyampaikan informasi yang penting dan
mengurangi situasi “ketidakpastian”.
d. Bersikap penuh perhatian, jujur, terbuka serta
tidak berspekulatif
Dari ke empat strategi dalam menanganai
krisis tersebut semua itu sudah dijalankan oleh Pihak
PT. Garuda Indonesia secara tepat dalam mengelola
krisis.
Diantaranya dalam mengaktifkan comunikasi team,
seperti yang dilakukan humas dan pihak terkait dalam
anggota ERP melakukan kordinasi semuanya saling
berhubungan dan melakukan tugasnya dengan baik
terhadap penanganan tersebut. Dan juga pihak Humas
Garuda selalu jujur dan terbuka kepada pers dan
media massa dalam menginformasikan dari awal
kejadian krisis hingga pada tahap sampai memulihkan
citra Garuda Indonesia. dalam menginformasikan
tersebut terbilang sangat cepat, akurat, dan sangat jelas
tidak berspekulatif dalam menginformasikannya.
Peran PR
Setelah melakukan tahapan dalam melakukan
penanganan krisis tersebut. Disini dapat terlihat jelas,
bahwa dari penanganan krisis peran PR dalam
manajemen krisis tersebut penting sekali bagi
perusahaan dalam membantu perusahaan untuk
menciptakan kondisi yang dapat membawa
perusahaan yang sedang menurun kembali pulih
kesedia kala. Hal itu hanya dimungkinkan bila praktisi
PR mengenal gejala-gejala krisis dari awal dan
melakukan tindakan yang terintegrasi dengan aktoaktor penting lainnya dalam perusahaan. (Kasali: 1994:
223) Sama halnya yang dilakukan oleh PR Garuda
Indonesia, sebelum melakukan langkah apa yang
digunakan dalam menangani krisis tersebut. Terlebih
dahulu PR Garuda dapat mengenali dari jenis krisis,
tahapan krisis yang digunakan, hingga sampai pada
mengelola krisis. Dari tahapan yang dilakukan oleh PR
Garuda Indonesia tersebut dapat terlihat jelas, bahwa
penanganan yang dilakukan PR Garuda sangat baik.
Karena PT. Garuda Indonesia mempunyai team
manajemen yang khusus menangani krisis (ERP). Jadi
untuk memaksimalkan penangananya, Garuda
Indonesia melakukan simulasi krisis secara berkala,
yaitu setahun dua kali. Dalam proses latihan
penanganan krisis itu pun ditangani oleh petugas
setingkat general manager. Berikut Singgih Handoyo
mengatakan :
“terakhir, kami melakukan simulasi kecelakaan
penerbangan pada januari 2007. saat itu maskapai
kami seolah-olah terbang dari Jakarta ke Denpasar dan
mengalami kecelakaan. situasi simulasi itu didesain
benar-benar mirip dengan kejadian sebenarnya. Jadi
ketika kecelakaan terjadi, kami sudah tahu apa yang
harus kami lakukan”. Terkait dengan penanganan
krisis di PT.Garuda Indonesia, dapat terlihat ketika
terjadi krisis sudah tau apa yang harus dilakukan oleh
pihak Garuda beserta humas dan unit lainnya.
Terbukti dari upaya penanganan yang sudah dilakukan
oleh Humas Garuda Indonesia sangat maksimal
membuahkan hasil. Citra Garuda Indonesia di mata
pelanggan tidak menurun. Berikut wawancara penulis
dengan slamet Riyadi pelanggan Garuda Indonesia
yang terdaftar sebagai anggota Frequent Flyer
mengaku tetap memilih Garuda Indonesia sebagai
maskapai yang digunakan, alasanya : “Selain milik
badan usaha negara, Garuda Indonesia memiliki
pelayanan paling memuaskan dibandingkan maskapai
domestik lainnya. Karena kalau soal kecelakaan semua
maskapai bisa celaka, ya. Namun Garuda Indonesia
menangani kecelakaan yang terjadi dengan cukup
bagus”.
Dari pernyataan diatas, penulis memahami
bahwa accident yang terjadi pada pesawat Garuda
Indonesia, sama sekali tidak berpengaruh kepada
pelanggan Garuda Indonesia. karena terlihat
penanganan yang dilakukan Garuda Indonesi sangat
maksimal. Maka tidak memudarkan kepercayaan
masyarakat untuk tetap menggunakan maskapai
penerbangan Garuda Indonesia. Pendapat diatas
dibenarkan oleh Emirsyah Satar : “Peristiwa krisis
Garuda Indonesia di Yogyakarta tidak berdampak
buruk
bagi penjualan. Bahkan, maskapainya tetap diminati
dengan load factor hampir 100%. Karena itu,
pihaknya optimistis akan mampu membukukan
keuntungan RP 25 miliar tahun ini, setelah
sebelumnya mengalami kerugian terus-menerus.
Tahun 2004 kami mengalami kerugian Rp 811 miliar,
tahun 2005 rugi Rp 688 miliar, dan tahun 2006 kami
rugi Rp 197 miliar. Tahun ini kami optimistis akan
meraup keuntungan Rp 25 miliar, jelas terkait dengan
krisis yang terjadi, publik percaya terhadap pelayanan
dan penanganan krisis yang dilakukan oleh Garuda
Indonesia”.
Terkait dalam penanganan krisis yang di
lakukan pihak Garuda Indonesia tersebut. Maka
tujuan penelitian penulis pun terjawab. Penulis sudah
mengetahui manajemen krisis di PT. Garuda
Indonesia, yaitu lebih memusatkan penanganan dan
tanggung jawab terhadap para korban, dan juga
penulis mengetahui strategi dari aspek komunikasi
terkait terhadap penanganan krisis, walaupun tidak
sepenunya sama dengan yang ada diteori. Dari
mengetahui adanya krisis, jenis krisis, tahapan krisis
yang digunakan, mengelola krisis, sampai dengan
pemulihan citra tersebut. Penulis mmemahami bahwa
yang tergambar dalam penanganan krisis tersebut. PR
Garuda Indonesia benar sangat berperan sekali dalam
melakukan penanganan krisis.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
39
Peran Pr Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400
Di Yogyakarta
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan pada PT. Garuda Indonesia, penulis
menyimpulkan sebagai berikut : Untuk melakukan
penanganan krisis yang dilakukan pihak humas
Garuda Indonesia, terlebih dahulu humas mengenali
jenis krisisnya terlebih dahulu, baru tahapan krisisnya,
hingga sampai pada pengelolaan krisis. Berdasarkan
hasil penelitian Tipe krisis yang dihadapi Garuda
Indonesia adalah jenis tipe krisis yang bersifat segera,
karena menyangkut kecelakaan pesawat. Terkait dari
tipe krisis tersebut, humas menentukan tahapan dari
jenis krisis tersebut termasuk kedalam tahap akut,
karena krisis yang dialami ini sudah termasuk besar,
karena memakan banyak korban. Dan untuk
selanjutnya dilakukan pengelolaan krisis dari mulai
mengidentifikasi krisis, Analisis Krisis, dan Isolasi
Krisis. Penanganaan yang dilakukan Humas Garuda
Indonesia itu, ternyata berdampak baik bagi
perusahaan. Itu terbukti, karena pelangan percaya
akan penanganan yang dilakukan oleh Garuda
Indonesia sangat bagus. Untuk itu khalayak terutama
pelanggan masih mempercayai Garuda Indonesia
sebagai maskapai penerbangan yang paling aman.
Dapat terlihat dalam penanganan krisis ini humas
Garuda Indonesia melakukan perannya dengan sangat
baik dan maksimal.
Daftar Pustaka
Kasali, Rhenald, Manajemen Public Relations, Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia ( PT. Pustaka Utama
Grafisi, Jakarta 1994.
Kusumastuti, Frida, Dasar-dasar Humas, PT. Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2002.
Lubis, Hari S.B, Pengantar Manajemen Strategik,
Bandung: TP Shinoff Group, 1992.
Moleong, Dr.Lexy j, Metode Penelitian Kualitatif, PT
Remaja Rosdakarya, 2000.
Morissan, Pengantar Public Relations Strategi Menjadi
Humas
Profesional,
Ramdina
Prakarsa,
Bandung, 2006.
Robson, Wendy, Strategic Manajemen and Informations
System : An Integrate Approach, 2nd ed,
Harlow : Person Education Ltd, 1997.
Rose, De Vene The Desagner’s Guide to Creating Corporate
I.D System Firs Edition, R&W Dublicat Ions
Ohio, 1992.
Ruslan, Rosady, Manajemen Humas dan Manajemen
Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002.
Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, Lukiati Komala,
Komunikasi Massa Suatu Pengantar, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2005.
Schramm, Wilbur dan Donal F. Roberts, The Process
and Efec Of Mass Communication, of Florida
University of Illinuis Press, 1977.
Bogdan,
Yin, Robert K, Studi Kasus (Desain dan Metode), PT.Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
dan Taylor, Participan Observation In
Organicational3 Setting, NewYork University Press,
1975.
Donnell, Mc, Edward. J., Imlanting Strategi Manajemen,
nd
2 .ed. Newyork: Prentice Hall, 1990
Heskett, Kotler, Corporate Culture and Performance,
Newyork : The Free Press, 1992.
Institutute of Food and Agricultural Scienses (IFAS,
Eksternal Relations Manual For Public
Accountability, Gainessvine : University of
Florida, 2001.
Sumber lain :
PT. Garuda Indonesia. Company Profile Dokumen dan
Rekaman Arsip milik Divisi Corporate
Comunications PT. Garuda
Indonesia Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, 1995 http : //www. Dephan.go.id.
http : //www.google.co.id.
Iriantara, Yosal, Manajemen Strategis Public Relations,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004
Jefkins, Frank, Public Reletions Edisi Keempat,
Erlangga, Jakarta, 1995.
40
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
PENDEKATAN INFORMAL MEDIA RELATIONS PT. INDOSAT,Tbk
DALAM MEMBANGUN HUBUNGAN DENGAN WARTAWAN
Meilady CB1, Indrawadi Tamin1
Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510
[email protected]
1Fakultas
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendekatan informal yang dilakukan media relations PT.
Indosat,Tbk dalam membangun hubungan dengan wartawan. Sebagaimana diketahui bahwa wartawan
sebagai salah satu wakil dari media memiliki peran yang sangat besar pengaruhnya dalam menentukan tone
pemberitaan di media. Dengan posisi seperti itu maka sebaiknya Public Relations harus paham betul apa
yang menjadi kebutuhan dari wartawan serta tidak menutup akses informasi ke media. Jangan sampai ada
anggapan kalau Public Relations hanya gencar pada saat memerlukan peliputan untuk acara perusahaan.
Untuk itu diperlukannya. pendekatan secara kontinuitas hubungan antara Public Relations dengan pihak
media.
Kata kunci: media relations, wartawan, pendekatan
Pendahuluan
Salah satu publik eksternal Public Relations
adalah media. Media memiliki peranan yang ampuh
dalam menyebarkan informasi kepada khalayak. Membina hubungan baik dengan media merupakan tugas
dari Public Relations. Setiap perusahaan yang sudah go
public pastilah membutuhkan peranan media untuk
mempublikasikan kegiatan perusahaannya. Untuk itu
terdapat fungsi media relations untuk menunjang kegiatan yang dilakukan seorang Public Relations. Media
massa merupakan sarana publikasi yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi opini khalayak, sehinga
dapat mendukung kegiatan yang dilakukan oleh
seorang Public Relations. Sebaliknya media membutuhkan informasi resmi, lengkap dan akurat dan hal
ini didapatkan dari seorang Public Relations. Dengan
demikian, terdapat hubungan mutual benefit antara Public Relations dengan pihak media. Bagi seorang Public
Relations penting sekali dalam menjalankan kegiatannya didukung oleh terjalinnya hubungan media atau
media relations yang
baik. Hal ini senada dengan penjelasan
Iriantara (2005) yang mengemukakan, media relations
merupakan bagian dari PR eksternal yang membina
dan mengembangkan hubungan baik de-ngan media
massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi
dengan publiknya untuk mencapai tujuan organisasi.
Kegiatan media relations sendiri tidak lepas dengan
adanya wartawan sebagai juru tulis atas sebuah media.
Selain membina hubungan dengan kalangan redaksi,
menjalin hubungan baik dengan wartawan juga penting dilakukan mengingat wartawan yang mengetahui
situasi pemberitaan di lapangan. Disamping itu juga
wartawan lah yang sering menghadiri berbagai kegiatan yang diadakan perusahaan dalam rangka
mempublikasikan informasi terbaru sampai pada acara
yang bersifat entertainment. Dengan begitu terlihat
dalam kegiatan publikasi perusahaan sangat melibatkan wartawan didalamnya, Pendekatan dengan wartawan sendiri bisa dilakukan antar organisasi maupun
secara personal. Pendekatan yang dilakukan Public
Relations disini merupakan salah satu upaya agar
memudahkan dalam menyebarkan informasi ataupun
program-program Public Relations melalui media massa.
Terdapat beberapa kegiatan media relations yang dapat
dilakukan Public Relations untuk lebih mengakrabkan
hubungan dengan media khususnya wartawan.
Diantaranya adalah press conference, media visit, press gathering. Pada kegiatan tersebut dapat dimanfaatkan Public
Relations untuk melakukan pendekatan langsung secara
pribadi kepada wartawan. Menurut Wasesa (2006:
227), pendekatan dengan model pertemanan akan memudahkan kita untuk memberikan informasi kepada
media massa.
PT. Indosat merupakan perusahaan bisnis
yang memiliki publik yang tersebar luas di berbagai
wilayah di Indonesia. Karena itu media mempunyai
fungsi dalam menyebarkan informasi dan menjangkau
publik tersebut. Untuk itu, terdapat fungsi media
relations yang secara khusus membina hubungan baik
dengan media. Hubungan ini senantiasa terjalin tidak
hanya semata-mata dalam lingkup antar organisasi saja, tetapi selalu berupaya untuk membuat programprogram khusus yang mengikutsertakan wartawan
secara individu dengan tujuan mengenal lebih jauh
sosok wartawan tersebut.
Demikian pada fungsi media relations PT.
Indosat memiliki agenda kegiatan yang memang diperuntukkan bagi para wartawan. Kegiatan yang
dilakukan antara lain: press conference, press interview, media
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
41
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
visit, press gathering dan workshop. Selain itu, terdapat
pendekatan secara informal yaitu sesekali mengadakan
jamuan makan bersama yang bisa diarrange atas
inisiatif Public Relations sendiri, melakukan percakapan
ringan via handphone, melakukan media entertainment
seperti nonton bareng, mengirimkan ucapan ulang
tahun secara pribadi langsung kepada wartawan.
Kegiatan diatas merupakan upaya pendekatan secara
langsung kepada wartawan. Dengan demikian
pendekatan yang dilakukan Public Relations bisa bersifat
formal maupun informal. yang bertujuan agar
memudahkan Public Relations dalam melakukan publikasi kepada media massa.
Berbagai pendekatan yang dilakukan oleh
Public Relations PT. Indosat bertujuan agar dalam
setiap pemberitaan yang ada di media massa dapat diliput secara jujur, akurat, dan berimbang. Dengan demikian, kemampuan personal approach yang baik harus
dimiliki oleh Public Relations.Berdasarkan uraian diatas,
pendekatan yang dilakukan dapat secara formal
maupun informal. Masing-masing pendekatan tersebut memiliki perbedaan dalam memperlakukan wartawan. Dalam penelitian ini peneliti membatasi pendekatan secara informal sebagai salah satu upaya
pendekatan yang dilakukan fungsi media relations PT.
Indosat terhadap wartawan. Pendekatan informal
dipilih karena terkadang pendekatan informal ini
terjadi antara Public Relations secara personal kepada
wartawan. Selain itu, kegiatan yang dilakukan lebih
menempatkan wartawan sebagai mitra kerja. Maka
setiap perusahaan memiliki style yang berbeda dalam
melakukan pendekatan terhadap wartawan secra personal. Pentingnya pendekatan dengan wartawan sangat diperlukan dalam mendukung kegiatan media relations. Bahwa membina hubungan dengan wartawan secara personal akan membuat wartawan lebih dihar-gai
dan hal ini merupakan salah satu upaya untuk mencapai keberhasilan program Public Relations di PT.
Indosat.
Fokus Penelitian
Pendekatan informal kepada wartawan secara
personal merupakan salah satu cara yang cukup ampuh dalam mendukung kegiatan media relations di PT.
Indosat. Pendekatan semacam ini dilakukan se-cara
berkala dan intensif. Dengan begitu, Public Rela-tions
dan wartawan dapat mengetahui kebutuhan informasi
yang diperlukan masing-masing perusahaan Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menetapkan fokus
penelitian, yaitu: Bagaimana pendekatan infor-mal
media relations PT. Indosatdalam membangun hubungan dengan wartawan ?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan fokus
penelitian di atas :
42
1. Untuk mengetahui jenis kegiatan media relations
PT. Indosat dalam melakukan pendekatan informal guna membangun hubungan dengan wartawan secara personal.
2. Untuk mengetahui proses kegiatan komunikasi
informal media relations PT. Indosat dalam membangun hubungan dengan wartawan secara personal.
3. Untuk mengetahui pendekatan informal media
relations PT. Indosat dalam membangun hubungan dengan wartawan secara personal.
Media Relations
Public Relations dalam mempublikasikan kegiatan atau program-program public relations membutuhkan peranan media untuk menyebarkan informasi
kepada khalayaknya. Karena itu, kegiatan komunikasi
perusahaan kepada khalayaknya akan sulit dilakukan
tanpa melibatkan media massa. Media massa menjadi
media komunikasi yang dapat menjangkau publik
yang tersebar luas sekaligus dapat mempengaruhi opini khalayak melalui pemberitaan yang dimuatdi media
tersebut.
Dengan menyadari dan mengetahui pentingnya posisi media dalam kegiatan dan program Public
Relations, maka menjalin hubungan baik dan harmonis
denagn media massa menjadi bagian yang sangat
penting yang harus dilakukan oleh seorang Public Relations. Tanpa media relations yang baik sangat mustahil
dalam menyelenggarakan kegiatan Public Relations akan
mencapai tujuannya.
Menurut Jefkins (2003), hubungan pers (press
relations) adalah usaha untuk mencapai publikasi atau
penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi PR dalam rangka menciptakan pengetahuan
dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau
perusahaan yang bersangkutan. Iriantara (2005: 32)
Media relations merupakan bagian dari PR eksternal
yang membina dan mengembangkan hubungan baik
dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara
organisasi dan publiknya untuk mencapai tujuan
organisasi. Sedangkan menurut Ruslan (2006: 169) :
Press Relations adalah suatu kegiatan khusus dari pihak
public relations untuk melakukan komunikasi penyampaian pesan atau informasi tertentu mengenai
aktivitas yang bersifat kelembagaan, perusahaan/
institusi, produk, hingga kegiatan yang bersifat individual lainnya yang perlu dipublikasikan melalui kerja
sama dengan pihak pers atau media massa untuk menciptakan publisitas dan citra positif. Dari ketiga
pendapat diatas, diperoleh gambaran mengenai media
relations. Terlihat terdapat perbedaan dalam mengartikan media relations :
Jefkins menekankan menjalin hubungan dengan pers tidak semata mata hanya untuk menyebarkan suatu pesan perusahaan kepada khalayaknya
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
tetapi perlu mangadakan pendekatan baik secara
fungsional maupun antar hubungan pribadi dengan
media agar menciptakan pengetahuan dan pemahaman dan mencapai publikasi yang maksimum sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan
baik oleh khalayak perusahaan. Iriantara lebih memandang media relations sebagai praktik komunikasi yang
dilakukan Public Relations pada publiknya melalui media massa. Sebagai media komunikasi,media menjadi
sarana yang penting dan efisien dalam berkomunkasi
dengan publik. Untuk itu segala kepentingan dan
kebutuhan media harus direspon perusahaan.
Ruslan menekankan segala aktivitas yang dilakukan perusahaan haruslah terekspos melalui media
massa agar publik mengetahui apa yang dilakukan
perusahaan. Dari hasil kerja sama yang baik dengan
pers inilah diharapkan tercipta suatu opini publik yang
positif sekaligus citra yang baik dari publik organisasi.
Melihat beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa media relations merupakan kegiatan menjalin hubungan baik dengan media guna mendukung
kegiatan komunikasi yang dilakukan Public Relations
kepada publik perusahaannya untuk mencapai tujuan
perusahaan yakni memperoleh citra positif serta
meningkatkan produknya dengan terus memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada khalayak
sasaran.
Wartawan
Dalam menjalankan kegiatan media relations
tidak lepas dengan adanya wartawan sebagai juru tulis
atas sebuah media. Peranan wartawan dalam meliput
berita dilapangan sangat mempengaruhi pemberitaan
yang akan di muat di media. Menurut Ningrat (2005:
56), wartawan adalah orang yang menghimpun berita
baik media cetak maupun elektronik. Sedangkan
Abdullah (2004) berpendapat wartawan adalah mereka yang bertugas mencari, mengumpulkan, mengolah dan menulis karya jurnalistik dan tercatat sebagai
staf redaksi sebuah penerbitan.
Terlihat perbedaan dalam mendefinisikan
wartawan, Ningrat dalam definisinya, memandang
wartawan hanya sebatas orang yang bertugas menghimpun berita, sehingga terkesan berita yang terdapat
dilapangan langsung dituangkan kedalam tulisan tanpa
adanya pemilihan dan pengolahan atas berita yang
didapat. Sedangkan menurut Abdullah, wartawan tidak hanya mengumpulkan berita saja tetapi juga
bertugas mengelompokkan dan mengolah berita sehingga wartawan menentukan angle mana dari berita
tersebut yang akan lebih ditonjolkan.
Peneliti menyimpulkan bahwa wartawan
adalah seorang yang bertugas menghimpun sampai
dengan mengolah sebuah berita untuk dapat disebarluaskan kepada khalayak. Tetapi berita yang disebarluaskan bukan sekedar berita “biasa” melainkan
berita yang memiliki tingkat aktualitas tinggi sehingga
dapat memenuhi kebutuhan informasi khalayak luas.
Tugas Wartawan
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pencari
berita, terdapat tugas-tugas yang harus diemban oleh
setiap wartawan. Ishwara (2005: 7) mengemukakan :
Wartawan atau pers mempunyai beberapa tugas, diantaranya sebagai pelapor ( informan ) yaitu sebagai
mata dan telinga public, melaporkan peristiwa-peristiwa diluar pengetahuan masyarakat dengan netral dan
tanpa prasangka. Selain sebagai pelapor, pers memiliki
peranan sebagai interpreter yang memberikan penaksiran atau arti pada suatu peristiwa. Sedangkan
Partao (2006: 48) menjelaskan tugas wartawan adalah
mencari dan mengumpulkan informaasi kemudian
menuliskannya menjadi sebuah berita. Informasi yang
ditulis menjadi berita tentunya bukan sekedar informasi dan datasemata, tetapi informasi dan data yang
dapat dijual.
Dapat dilihat dari uraian di atas, bahwa
Ishwara menekankan tugas wartawan adalah sebagai
orang yang menyampaikan informasi kepada khalayak
luas berdasarkan peristiwa yang didapatnya dilapangan, tetapi selain sebagai pelapor, wartawan juga menuangkan hasil pemikirannya sendiri atas berita yang
akan disebarluaskan.
Partao memandang dalam melakukan tugasnya, wartawan tidak hanya semata mencari informasi
dan data, tetapi informasi dan data yang dihimpun
tidak sembarang berita, melainkan berita yang diperoleh dari sumber yang terpercaya sehingga menjadikan berita tersebut layak untuk “dijual”.
Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tugas wartawan adalah menyampaikan
informasi terbaru yang terjadi di lingkungan masyarakat. Informasi yang didapat nantinya akan dijadikan berita yang tentunya memenuhi keingintahuan
khalayak sehingga ini akan menjadikan nilai jual atas
sebuah berita.
Pendekatan Media Relations
Melakukan kerja sama dengan pihak media
dalam konteks media relations dapat ditempuh dengan
berbagai cara. Salah satunya adalah melakukan pendekatan yang dapat dilakukan Public Relations kepada
media khususnya wartawan. Pendekatan disini dapat
bersifat formal maupun informal. Sebagaimana diungkap Iriantara (2005: 18), menjalin hubungan baik
dengan media massa sebagai institusi sama pentingnya
dengan menjalin hubungan baik dengan wartawan.
Maka dari itu dalam menjalankan kegiatan media relations terdapat dua pendekatan yang berbeda yang
dilakukan public relations, yaitu pendekatan kepada
wartawan sebagai orang yang bekerja pada institusi
media massa dan pendekatan terhadap wartawan secara individu sebagai personal atas
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
43
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
sebuah media. Berikut adalah berbagai bentuk hubungan secara fungsional maupun pendekatan personal
yang dapat diterapkan dalam kegiatan media relations :
a) Kontak pribadi ( personal contact )
Pada dasarnya keberhasilan pelaksana hubungan media dan pers tergantung “apa dan bagaimana”
kontak pribadi antara kedua belah pihak yang dijalin
melalui hubungan informal seperti adanya kejujuran,
saling pengertian dan saling menghormati serta kerja
sama yang baik demi tercapainya tujuan atau publikasi
yang positif. (Ruslan,2006: 120)
Sedangkan Partao (2006: 118) berpendapat
salah satu cara membangun hubungan dengan wartawan adalah melakukan pendekatan yang sistematis
dan bijaksana. Bahwa selain membina hubungan secara fungsional, Public Relations harusberusaha untuk
selalu mengembangkan hubungan interpersonal dengan wartawan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan informal dengan mengadakan kontak pribadi secara berkala dengan wartawan. Sehingga
menghilangkan prasangka bahwa Public Relations hanya
menghubungi wartawan bila ada kepentingan perusahaan.
b) Pelayanan Informasi atau Berita (news services)
Pelayanan sebaik-baiknya yang diberikan oleh
pihak Public Relations kepada pihak pers / reporter
dalam bentuk pemberian informasi, publikasi dan
berita baik tertulis, tercetak (press release, news letter,
photo press), maupun yang terekam (video release, cassets
recorded, slide film) (Ruslan,2006: 120)
c) Mengantisipasi kemungkinan hal darurat
(Contigency Plan )
Untuk mengantisipasi kemungkinan permintaan yang bersifat mendadak dari pihak wartawan/pers mengenai wawancara. Konfirmasi dan
sebagainya, pihak pejabat Humas/PRO harus siap
melayaninya, demi menjaga hubungan baik yang
selama ini telah terbina, dan citra serta nama baik nara
sumbernya. (Ruslan, 2006) Partao (2006: 118) juga
mengemukakan jangan sekali-kali menutup saluran
informasi kepada pers. Bahwa sebagai Public Relations,
harus senantiasa memberikan open accses kepada wartawan yang ingin melakukan konfirmasi atas sebuah
berita. Hal ini akan bisa dijadikan tolak ukur bagi wartawan untuk menilai seorang Public Relations dalam
mengatasi suatu pemberitaan di media massa.
Pendekatan Informal
Bagi seorang Public Relations tentu saja penting
juga memiliki kemampuan membangun dan menjaga
hubungan pribadi dengan wartawan yang bersangkutan. Pada dasarnya media merupakan sebuah
organisasi, namun hubungan pribadi dengan wartawan juga bisa menjadi penentu baik buruknya
44
hubungan perusahaan dengan media massa. Kemampuan menjalin hubungan interpersonal tersebut sangat
menunjang berjalan baiknya kegiatan media relations.
Iriantara (2005) menjelaskan adakalanya hubungan
interpersonal seperti persahabatan yang erat dengan
awak media massa atau insan pers memberikan ruang
untuk menunjang tujuan PR organisasi.
Demikian juga diungkap oleh Wasesa (2006:
227) bahwa media relationship akan menjadi salah satu
faktor utama yang harus kita perhatikan. Pendekatan
dengan model pertemanan akan lebih memudahkan
kita untuk memberikan informasi kepada media
massa, karena setidaknya pertemanan sudah menghilangkan prasangka awal ketika menghubungi media
massa. Pertemanan yang hanya dibangun untuk kepentingan sesaat hanya akan membuat wartawan menjadi merasa dimanfaatkan. Dengan begitu perlu dilakukan kontak secara informal yang dilakukan public
relations terhadap wartawan guna menciptakan good
relationship antara kedua belah pihak sehingga dalam
menjalankan tugasnya dapat tercapainya tujuan masing-masing. Kontak informal adalah kontak tidak
resmi dengan pihak pers. Melalui kontak ini akan lebih
mengenal secara pribadi. Sehingga akan saling mengenal dan saling mendukung profesi satu sama lain
sebagai mitra kerja. (Ruslan,2006)
Partao (2006) pendekatan informal adalah
pendekatan yang berkelanjutan dimana tidak hanya
disaat butuh kehadiran wartawan mereka diundang,
setelah itu mereka dilupakan. Humas harus terus menjalin hubungan dengan mitra kerja kita tersebut. Menjadikan wartawan sebagai mitra merupakan inti dari
kedua pendapat diatas. Ruslan menekankan perlu
diadakannya kontak informal dengan wartawan secara
personal akan membuat hubungan yang terjalin semakin baik dan akan membantu Public Relations dalam
menjalankan tugasnya yang berhubungan dengan
media massa.
Partao juga memandang pendekatan informal
yang dilakukan Public Relations dapat berupa melakukan pemberian informasi yang secara terus menerus. Dengan intensitas yang sering berhubungan
antara Public Relations dengan wartawan maka akan
menghasilkan hubungan baik dan harmonis. Dilihat
dari uraian diatas adalah informal yang dimaksud
adalah terciptanya suasana santai yang tidak hanya terjalin pada saat dilakukan kegiatan media relations tetapi
adanya pengenalan lebih lanjut terhadap masingmasing individu. Dengan adanya kenyamanan diantara
keduanya maka diharapkan adanya keterbukaan satu
sama lain yang dapat menunjang kegiatan media
relations
khususnya.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
Komunikasi interpersonal
Dalam pendekatan informal, jenis komunikasi
yang digunakan lebih mengedepankan komunikasi
personal yang terjadi antara public relatations dengan
wartawan. Vardiansyah (2004), mengemukakan komunikasi antarpribadi dapat belangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi (non media
massa, seperti telepon )
Lebih lanjut Cangara (2004), komunikasi
personal adalah proses komunikasi yang berlangsung
antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Dilihat
terdapat perbedaan mengenai proses komunikasi
interpersonal. Vardiansyah berpendapat komunikasi
interpersonal dapat juga dilakukan dengan media seperti telepon. Tetapi pada dasarnya kedua ahli tersebut sama-sama menekankan bahwa komunikasi interpersonal dilakukan secara tatap muka langsung. Sehingga penulis menyimpulkan agar komunikasi interpersonal yang dilakukan efektif, sebaiknya bertemu
langsung serta diikuti komunikasi via media sehingga
lebih dapat mengenal lawan bicara kita karena dengan
begitu public relations dapat mempengaruhi pendapat,
sikap dan tingkah laku wartawan dalam melakukan
pemberitaan di media.
Terdapat berberapa hal untuk menciptakan
efektivitas dalam melakukankomunikasi interpersonal,
antara lain (Wiryanto, 2004) :
1. Keterbukaan (openess). Kemauan menanggapi
dengan senang hati informasi yang diterima di
dalam menghadapi hubungan antarpribadi.
2. Empati (emphaty).Merasakan apa yang dirasakan
orang lain.
3. Dukungan (Supportiveness). Situasi yang terbuka
untuk mendukung komunikasi berlangsung
efektif.
4. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan
menciptakan situasi kondusif untuk interaksi
yang efektif.
5. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diamdiam bahwa kedua belah pihak menghargai,
berguna,dan mempunyai sesuatu untuk
disumbangkan.
Komunikasi Kelompok
Muhammad (2005) komunikasi kelompok
merupakan suatu kumpulan individu yang dapat
mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa
kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa
tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan
berkomunikasi tatap muka. Sedangkan Wiryanto
(2004) komunikasi kelompok adalah proses komunikasi antara tiga orang atau lebih yang berlangsung secara tatap muka. Dalam kelompok tersebut
anggota berinteraksi satu sama lain.
Dari pendapat di atas sama-sama memandang bahwa
komunikasi kelompok adalah sekumpulan individu
yang berinteraksi secara tatap muka. Lebih lanjut,
muhammad berpendapat bahwa dalam komunikasi
kelompok terdapat peranan yang berbeda dari setiap
anggota kelompoknya sehingga terjalin interaksi berkesimbungan guna memenuhi tujuan yang hendak
dicapai. Idealnya, dalam komunikasi kelompok adanya
kumpulan orang-orang yang bergabung dalam suatu
forum dan mempunyai tujuan maupun kepentingan
yang sama. Proses interaksinya dilakukan secara tatap
muka sehingga akan terjalin sebuah hubungan yang
akrab karena adanya keterikatan satu sama lain. Tubbs
dan Moss (2005: 17), mengemukakan efektivitas
dalam komunikasi kelompok, antara lain :
1. Jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi
kelompok (2-3 orang) akan mempengaruhi tingkat keakraban, partisipasi dan kepuasan antar pribadi dalam kelompok tersebut.
2. Pesan yang disampaikan dapat diterima dengan
cermat dan mudah untuk saling mempengaruhi
jika orang yang terlibat dalam komunikasi
kelompok tersebut berkisar antara 2-3 orang.
3. Keterbukaan akan tercipta jika komunikasi
antarpribadi antara satu sama lain terjalin dengan
baik.
Komunikasi antar organisasi
Selain itu dalam melakukan pendekatan
kepada wartawan terdapat jalinan komunikasi antar
organisasi, mengingat wartawan merupakan orang
yang bekerja pada media tertentu Vardiansyah (2004:
32) berpendapat, komunikasi antar organisasi adalah
komunikasi informal yang terjadi diluar struktur
organisasi. Karenanya dalam komunikasi antar
organisasi ini melibatkan komunikasi kelompok dan
komunikasi antarpribadi. Sedangkan Wiryanto (2004:
54) mengemukakan, komunikasi antar organisasi
adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan
organisasi dalam kelompok formal maupun informal
dari suatu organisasi. Dalam definisinya, Vardiansyah
memandang komunikasi yang terjadi antar organisasi
merupakan kontak yang dapat dilakukan suatu instansi
kepada instansi lainnya yang bertujuan untuk
menyampaikan informasi yang baik secara kelompok
maupun individu yang bersifat informal. Lain halnya
dengan Wiryanto berpendapat komunikasi yang
terjadi antar organisasi ini bisa bersifat formal dan
informal dan proses pertukaran informasi yang terjadi
hanya sebatas kepada kelompok saja sehingga tidak
melibatkan komunikasi interpersonal didalammya.
Tubbs dan Moss (2005: 17), menyatakan efektivitas
dalam komunikasi organisasi :Dalam melakukan
interaksi dengan organisasi lain diperlukan proses
penyesuaian diri untuk mengetahui keinginan ,sikap
serta tingkah laku organisasi lain dalam rangka
melakukan interaksi komunikasi organisasi. Dari
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
45
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
uaraian diatas dapat diperoleh gambaran mengenai
pendekatan komunikasi yang dapat diterapkan dalam
melakukan pendekatan informal. Penggunaan masingmasing pendekatan komunikasi tersebut berdasarkan
content informasi yang akan diperbincangkan dengan
pihak media yang nantinya akan disebarluaskan
kepada khalayak. Dengan begitu dapat disimpulkan
pendekatan informal merupakan pendekatan secara
khusus yang mengenal lebih jauh tentang sosok
wartawan baik secara fungsional yaitu sebagai orang
yang bekerja pada media maupun sebagai orang yang
lepas dari kelembagaannya. Komunikasi yang terjalin
lebih bersifat personal sehingga model pendekatan ini
memandang wartawan sebagai partnership yang akan
membantu public relations dalam mempublikasikan
informasi seputar perusahaan sehingga hubungan
yang terjalin tidak hanya sebatas jika ada kepentingan
sesaat di salah satu pihak.
Bentuk-Bentuk Kontak Informal Media Re-
lations
Melakukan kontak informal bisa dijadikan
sarana bagi Public Relations untuk menerapkan pendekatan secara personal dengan wartawan. Pendekatan
yang dilakukan oleh pihak perusahaan kepada wartawan ( personal approach ). Pendekatan secara personal
ini biasanya atas inisiatif dari public relations. Pada
umumnya pendekatan informal merupakan pengembangan dari pendekatan formal yang lebih bersifat
entertainment.
Selain secara personal, kontak informal bisa
mengatasnamakan organisasi / institusi. Dalam pendekatan ini yang biasanya melibatkan level direksi PT.
Indosat tau level pimpinan redaksi pdari pihak media.
Untuk itu terdapat beberapa kegiatan yang mendukung dalam pendekatan yang telah diuraikan diatas,
diantaranya adalah :
1. Wawancara pers (press interview), Inisiatif
wawancara datang dari pihak pers/wartawan
setelah melalui perjanjian atau konfirmasi dengan
nara sumbernya. Nara sumber atau orang yang
diwawancara tersebut terbatas, mungkin satu atau
dua orang untuk dimintakan pendapat, komentar,
keterangan dan sebagainya tentang suatu masalah
yang tengah aktual dan faktual di masyarakat.
(Ruslan, 2006) Lebih lanjut Soemirat &
Ardianto(2005) Wawancara Pers yaitu sifatnya
lebih pribadi, lebih individual. PR atau top
manajemen yang diwawancarai hanya berhadapan
dengan wartawan yang bersangkutan. Meskipun
misalnya pejabat seusai meresmikan suatu acara
diwawancarai oleh banyak wartawan, bahkan diliput televisi ataupun radio, tetap saja wawancara itu
bersifat individual, hanya dua orang saja, wartawan
yang mewawancarai dan orang yang bersangkutan
yang diwawancarai. Setiap wartawan mempunyai
pertanyaan khusus yang diinginkan oleh medianya,
46
kendati secara bersamaan mewawancarai pejabat
atau tokoh tersebut. Berdasarkan kedua pendapat
di atas wawancara pers ini bersifat individual. Biasanya Sebagai Public Relations kita harus mengetahui
lebih dahulu apa yang akan ditanyakan wartawan
kepada pihak top management. Pertemuan ini
datang atas pemintaan wartawan.
2. Press gathering (Jamuan pers secara informal),
yaitu pertemuan pers secara informal, khususnya
hubungan (good relationship) antara pihak praktisi
Humas/PR dan wartawan media massa dalam
suatu acara sosial keagamaan dan aktivitas olehraga. Bentuk kontak ini lebih menekankan pendekatan pribadi ke pribadi (personal to personal
approach), sebagai upaya lebih dekat mengenal satu
sama lain. (Ruslan, 2006) Sedangkan Soemirat &
Ardianto (2005: 128) tidak mengemukakan hal tersebut. Melihat pendapat diatas bahwa press gathering
merupakan salah satu upaya untuk melakukan
pengenalan lebih dekat terhadap wartawan secara
personal. Pendekatan ini dilakukan dengan maksud
menciptakan keakraban, saling pengertian, saling
mengenal, saling mendukung dan saling menghormati profesi satu sama lain sebagai mitra kerja
yang positif.
3. Keterangan pers (press statement), dilakukan
kapan dan dimana saja oleh nara sumber, tanpa
adanya undangan resmi. Mungkin pemberitahuannya cukup dilakukan melalui telepon. (Ruslan,
2006) Sedangkan Soemirat&Ardianto (2005) tidak
mengungkapkan hal tersebut. Dilihat dari pendapat diatas press statement merupakan kontak pribadi secara langsung yang dilakukan wartawan kepada Public Relations untuk menanyakan lebih lanjut
seputar pemberitaan yang tengah berkembang.
Public relations sebaiknya memberikan penerangan
kepada wartawan atas suatu pemberitaan tadi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Berdasarkan focus penelitian, tujuan yang relevan atas
penelitian ini adalah deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data,
menganalisis dan menginterpretasi. Ia juga bisa bersifat komparatif dan korelatif. Penelitian deskriptif banyak membantu terutama dalam penelitian yang
bersifat longitudinal, genetic dan klinis. (Narbuko &
Achmadi, 2005). Dengan penelitian deskriptif, peneliti
memaparkan dari hasil pengumpulan data dan
memilah data tersebut satu persatu dan peneliti sekaligus menganalisis data serta mengkomparasi berdasarkan teori yang ada. Untuk itu peneliti menggunakan metode studi kasus. Menurut Yin (2005: 13)
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
studi kasus merupakan strategi yang mempunyai
kelebihan yang tampak bilaman pertanyaan “bagaimana” atau “mengapa” akan diarahkan ke serangkain
peristiwa kontemporer, dimana penelitinya hanya
memilki peluang yang kecil atau tidak memilki peluang sama sekali unutk melakukan kontriol terhadap
peristiwa tersebut. Sedangkan Mulyana (2004: 201)
berpendapat studi kasus adalah uraian dan penjelasan
komprehensif mengenai berbagai aspek seorang
individu, suatu kelompok, suatu organisasi
(komunitas ), suatu program atau suatu situasi sosial.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat
bahwa metode penelitian studi kasus digunakan untuk
mengetahui unsur ”bagaimana” atau ”mengapa”,
untuk itu diperlukan penjelasan secara lengkap dan
komprehensif. Maka dari itu peneliti menggunakan
metode penelitian studi kasus karena sesuai dengan
fokus penelitian yang akan diteliti. Sebelum menetapkan desain peneltian yang relevan, terlebih dahulu
peneliti akan menetapkan kasus dan unit analisis. Sesuai dengan focus penelitian yaitu “Bagaimana pendekatan informal media relations PT. Indosat dalam
membangun hubungan baik dengan wartawan”. Yin
(2005: 25) menyebutkan terdapat empat tipe utama
desain yang relevan (berdasarkan aspek kualitasnya),
dengan mengikuti matriks 2 X 2. Pasangan yang
kedua, yang bisa terjadi dalam kombinasi dengan pasangan pertama, adalah didasarkan pada unit atau
unit-unit analisis yang harus dicakup dan membedakan antara desain holistik dan desain terpancang.
Tipe-Tipe Dasar Desain Studi Kasus
Kasus yang yang akan diteliti adalah pendekatan informal media relations PT. Indosat. Penelitian
ini akan membahas berbagai pendekatan informal
yang dilakukan Public Relations serta kegiatan yang dapat menunjang pendekatan tersebut. Karena itu, kasus
penelitian disini bersifat multi-kasus. Sedangkan unit
analisis didapat dari dua pihak yang melakukan
kegiatan media relations PT. Indosat yakni public
relations PT. Indosat dan wartawan sehingga unit
analisisnya menggunakan multi analisis. Maka desain
penelitian yang relevan adalah tipe 4 (desain multikasus dengan unit multi-analisis).
Bahan Penelitian dan Unit Analisis
Dikaitkan dengan studi ini, maka yang menjadi bahan penelitian adalah manusia yang didapat dari
kedua belah pihak yang terlibat dalam kegiatan media
relations Indosat, yakni PR Indosat dan wartawan.
Selain itu, bahan penelitian juga didapat dari data pendukung berupa catatan lapangan, foto, video, serta
dokumen pendukung lainnya. Sedangkan unit anali-
sisnya yang digunakan ialah non-individu karena berupa informasi yang diperoleh peneliti terkait dengan
kepentingan perusahaan, yaitu PT. Indosat. walaupun
terjadi hubungan yang secara personal antara Public
Relations dengan wartawan.
Informan
Syarat yang harus dimiliki oleh seorang
informan adalah orang yang terlibat langsung dengan
kegiatan media relations khususnya dengan wartawan
yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Moleong
(2004: 90) berpendapat, informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi ia
harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar
belakang penelitian, ia berkewajiban secara suka rela
menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya
bersifat informal. Dikatkan dengan penelitian ini,
maka informan yang relavan adalah pihak media
relations PT. Indosat, karena mereka merupakan orang
yang terlibat langsung dalam kegiatan media relations
yang dilakukan PT. Indosat. Selain itu terdapat
informan dari pihak media yakni wartawan, Wartawan
disini didasarkan pada seringnya menangani atau
meliput seputar kegiatan publikasi PT. Indosat.
Dengan penilihan informan yang tepat maka
informasi yang didapat akan menjawab semua tujuan
penelitian. Menurut (Kriyantono,2006: 154).: Penetapan ini berdasarkan pada teknik sampling purposive.
Sampling purposive adalah teknik yang mencakup orangorang yang diseleksi atas dasar criteria tertentu yang
dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian.
Sedangkan orang-orang dalam populasi ayng tidak
sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sample.
Persoalan utama dalam teknik purposive adalah
menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan penelitian. Biasanya teknik purposive
dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan
kedalaman data daripada untuk tujuan representative
yang dapat digeneralisasikan.
Key informan
Syarat key informan adalah orang yang terlibat
langsung dan menguasai dalam kegiatan media relations
khususnya dengan wartawan. Moleong (2004: 3)
berpendapat, key informan adalah mereka tidak hanya
bisa memberi keterangan tentang sesuatu kepada
peneliti, tetapi juga bisa memberi saran tentang
sumber bukti yang mendukung serta menciptakan sesuatu terhadap sumber yang bersangkutan. Dikaitkan
dengan penelitian, untuk menjadi key informan tidak
hanya sekedar terlibat, tetapi juga harus menguasai
kegiatan media relations PT. Indosat. Untuk itu, key
informan baru bisa ditentukan setelah melakukan penelitian terhadap informan. Dari informan yang
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
47
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
memenuhi syarat tersebut lalu dipilih menjadi key
informan.
Data Primer
Data primer didapat dari tangan pertama.
Data ini berasal dari informan dan key informan.
Moleong (2006: 157) mengemukakan data primer
adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang
diamati atau diwawancarai yang didapat melalui
catatan tertulis atau melelui rekaman video atau audio
tapes, pengambilan foto atau film. Untuk penelitian ini
data primernya yang relevan adalah informasi yang
dapat menjawab dari tujuan penelitian, antara lain :
1. Informasi jenis kegiatan dalam menunjang
pendekatan informal yang dilakukan media relations
PT. Indosat dalam membangun hubungan dengan
wartawan. Untuk dapat menggali kedalaman
informasi tersebut, maka instrumen yang relevan
yaitu dengan menggunakan wawancara dan
observasi ( pengamatan langsung ). Menurut
Narbuko dan Achmadi (2005: 83) wawancara
adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang
atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keteranganketerangan. Observasi adalah alat pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara mengamati dan
mencatat secara sistematik gejala-gajala yang
diselidiki (Narbuko dan Achmadi,2005: 70).
2. Informasi mengenai proses kegiatan komunikasi
informal media relations PT. Indosat dalam
membangun hubungan dengan wartawan. Untuk
dapat mengetahui proses masing-masing kegiatan
komunikasi tersebut, maka instrumen yang relevan
yaitu dengan melakukan observasi (pengamatan
langsung).
3. Informasi mengenai pendekatan informal media
relations PT. Indosat dalam membangun hubungan dengan wartawan. Untuk menggali informasi
mengenai pendekatan informal tersebut, maka
instrumen yang relevan adalah menggunakan
wawancara mendalam ditambah dengan melakukan observasi (pengamatan langsung) di lapangan agar data yang diperoleh dapat maksimal.
Menurut Kriyantono (2006): wawancara mendalam
adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap
dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dalam
frekuensi tinggi dan berulang – ulang secara
intensif. Pewawancara tidak mempunyai kontrol
atas respon informan
Data Sekunder
Moleong (2006), mengemukakan bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi
atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari
48
arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Data
sekunder merupakan data yang didapat dari tangan
kedua, seperti: naskah wawancara, catatan lapangan,
foto dan dokumen. Dengan demikian instrumen yang
relevan dengan menggunakan observasi (pengamatan
langsung). Observasi adalah alat pengumpulan data
yang dilakukan cara mengamati dan mencatat secara
sistematik gejala-gajala yang diselidiki. (Narbuko dan
Achmadi 2005).
Reliabilitas dan Validitas Data
Dikaitkan dengan fokus penelitian, kriteria
yang relevan digunakan untuk menentukan validitas
data yaitu kriteria keteralihan (transferability).
Moleong (2006) mengemukakan, Keteralihan sebagai
persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara
konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan
pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya
mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang
kesamaan konteks. Sedangkan untuk menguji
reliabilitas, teknik pemeriksaan yang relevan adalah
dengan menggunakan uraian rinci. Moleong (2006)
mengemukakan: Uraian rinci berarti peneliti bertanggung-jawab terhadap penyediaan dasar secukupnya
yang memungkinkan seseorang merenungkan suatu
aplikasi pada penerima sehingga memungkinkan adanya pembandingan. Teknik ini menuntut peneliti agar
melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraian itu
dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Dalam proses melakukan pembandingann
antara teori dan kenyataan di lapangan, peneliti harus
mengkroscek secara teliti data yang diperoleh
dilapangan. Disini peneliti tidak hanya mengandalkan
informasi dari data primer saja, melainkan data sekunder pun harus diikutsertakan dalam proses pengolahan data. Setelah mendapatkan informasi dilapangan
yang sesuai tujuan penelitian, maka informasi tersebut
akan dibandingkan dengan teori yang ada. Sehingga
data yang diperoleh menjadi akurat.
Analisa Data
Dalam studi kasus, data harus dibuat kondusif terhadap analisis statistik dengan mengkodefikasi
peristiwa-peristiwa kedalam bentuk numerikal. Tahaptahapanya adalah :
1. Memasukan informasi kedalam daftar yang berbeda.
2. Membuat matriks kategori dan menempatkan
buktinya kedalam kategori tersebut.
3. Menciptakan analisis data-flowchart dan perangkat lainnya guna memeriksa data yang bersangkutan.
4. Mentabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda.
5. Memeriksa kekompleksan tabulasi dan hubungannya dengan menkalkulasi angka urutan
kedua seperti rata-rata hitung dan varians.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
6. Memasukan informasi kedalam urutan kronologis atau menggunakan skema waktu lainnya.
(Yin,2005: 135)
Hasil dan Pembahasan
Public
Relations
PT
Indosat
dalam
melaksanakan tugasnya tentu memiliki tujuan dan
target yang akan dicapai. Berikut adalah tujuan dari
Public Relations PT Indosat :
1. Menciptakan image yang positif dari perusahaan.
2. Menciptakan hubungan baik dengan public
maupun dengan media
3. Sebagai media komunikasi antar Indosat dengan
para stakeholders
Tugas dan Fungsi Public Relations PT
Indosat
Dalam pelaksanaannya, Public Relations PT
Indosat memiliki tugas serta fungsi yang penting bagi
perusahaan. Tugas dan fungsi yang dimiliki oleh Public
Relations PT Indosat adalah :
1. Membina dan membina hubungan kemitraan
dengan media massa, pemerintah serta key public
dalam masyarakat.
2. Memberikan masukan kepada pihak manajemen
dalam hal solusi konflik seperti gugatan hukum
dan sebagainya.
3. Mengatur wawancara
4. Merencanakan, memantau dan mengevaluasi
kegiatan publisitas media (melalui kliping media)
5. Melaksanakan kegiatan fasilitator, editing serta
penulisan media informasi dan publikasi
korporat
6. Menulis dan mengedit materi publisitas korporat
7. Memelihara data kehumasan, mencakup
presentasi dan kepustakaan.
8. Menangani surat pembaca yang terdapat di media
9. Mengadakan kegiatan-kegiatan publisitas (media
visit, media briefing, press tour, press conference dan talk
show di stasiun TV atau Radio)
10. Update website Indosat (www.indosat.com)
11. Membuat artikel sponsorship di media.
12. Penerbitan media korporat, seperti buku laporan
tahunan, company profile
13. Menganalisis opini masyarakat dan public serta
mengusulkan tindak lanjut penanganannya.
14. Protokoler perusahaan misalnya pada acara-acara
resmi (penanganan tamu VIP, sitting arrangement,
sambutan direksi)
15. Mendukung kegiatan atau acara-acara marketing
16. Sponsorship, membiayai suatu kegiatan, seperti
olahraga dan kesenian
17. Melaksanakan
kegiatan
Corporate
Sosial
Responsibility (CSR)
18. Mengadakan kalender dan agenda kerja, kartukartu atau bunga ucapan (Idul Fitri, Natal dan
Tahun Baru).
Corporate Event
Divisi corporate event (protocoler) memiliki
kegiatan dan tanggung jawab sebagai berikut;
a. Mengkoordinir seluruh acara perusahaan, meliputi
perencanaan, pengawasan dan evaluasi seperti
pada agenda acara, scenario acara, daftar
undangan, konsumsi, lay out ruang dekorasi,
keprotokolan, pertunjukkan/hiburan dalam suatu
acara.
b. Menjalin hubungan koordinasi dengan rekanan
yang terkait dengan acara perusahaan (catering,
event organizer, supplier, dan sebagainya)
c. Bertanggung jawab atas semua pengadaan dan
stock maintenance (agenda dan kalender, card
invitation for event, guest book, labels, name sign,
peralatan, backdrop, dan sebagainya)
d. Menjalin, membina dan memperluas hubungan
kemitraan antar lembaga untuk level penanggung
jawab protocol dan kehumasan untuk lembaga
yang bersangkutan
e. Membantu kelancaran RUPS
f. Menangani sitting arrangement, data pejabat,
perjalanan dinas, dll.
g. Mendukung acara yang berkaitan dengan public
dari
Investor
Communication
dan
Internal
Communication
External Publications
Divisi external publications memiliki kegiatan
dan tanggung jawab sebagai berikut ;
a. Memonitor Website Indosat, bekerjasama
dengan bagian pemasaran.
b. Membuat Company Profile dan video corporate.
c. Mengadakan briefing bagi para vendor, namun
hanya sebatas konsep saja.
Media Relations
Divisi media relations dalam humas PT Indosat
melakukan kegiatan dan tanggung jawab sebagai
berikut;
a. Mengadakan kegiatan-kegiatan publisitas (Media
Visit, Media Briefing dan Redaktur Meeting, Press
Tour, Plan Visit, Press Conference dan Talk Show).
Dalam hal ini pemeliharaan database
b. media penting dilakukan agar nantinya jika
megadakan kegiatan tersebut media relations
melihat list data mengenai media yang akan
diikusertakan. Hal ini harus dilakukan agar semua
media dapat berkesempatan melakukan semua
kegiatan tersebut.
c. Pelaksanaan media visit, yakni kegiatan kunjungan
public relations Indosat khususnya media relations
ke beberapa kantor media dengan tujuan
mengenal situasi kerja wartawan, editor sampai
dengan redaktur media. Biasanya dilakukan
minimal 1 tahun sekali.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
49
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
d. Pelaksanaan media trip, kegiatan ini disebut
perjalanan dinas wartawan ke berbagai kantor
Indosat. Dalam pelaksanaanya seluruh akomodasi
ditanggung oleh perusahaan. Kegiatan ini akan
sangat berperan penting sekali apabila terdapat
pembukaan gallery baru Indosat di daerah
sehingga keberadaannya dapat diliput media dan
dapat dipublikasikan ke masyarakat
e. Pelaksanaan media entertaiment, merupakan
kegiatan yang bersifat hiburan dan tetap bertujuan
menjalin kemitraan yang baik. Bisa berupa nonton
bareng, pelaksanaan buka puasa bersama dengan
wartawan dll.
f. Menjalin dan memperluas hubungan kemitraan
dengan pihak media, mulai dari level wartawan
sampai pimpinan redaksi. Jadi hubungan yang
terjalin tidak hanya kepada tataran direksi media
tetapi dengan wartawan pun seorang media
relations harus tetap memiliki kemitraan yang
baik. Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan
adalah seperti melakukan press gathering bagi
wartawan yang bersifat edukasi kepada wartawan
tentang perusahaan dan terdapat unsur hiburan
dalam kegiatan tersebut. Tujuan press gathering
adalah untuk lebih mempererat jalinan
partnership antara perusahaan khususnya public
relations dengan media. Dengan demikian
kemampuan personal approach yang baik harus
dimiliki oleh setiap media relations officer.
g. Media share yakni seberapa banyak Indosat share
ke media dibanding kompetitor. Kegiatan ini
bertujuan untuk memonitoring media dan
melakukan
pengamatan
tentang
segala
pemberitaan tentang PT. Indosat di media massa.
Dalam prakteknya segala pemberitaan Indosat
dan
kompetitor
dapat
diakses
melalui
www.mediatrac.com. Setelah itu melakukan daily
summary yang merupakan ringkasan berita dalam
bentuk Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
sesuai
h. pemberitaan tentang Indosat tadi.
i. Menangani surat pembaca yang terdapat di media.
Hal pertama yang dilakukan adalah melihat
content/isi dari surat pembaca tersebut. Apabila
keluhan pelanggan dikarenakan pelayanan yang
kurang baik maka media relations melakukan
kordinasi ke bagian customer service. Tetapi tetap
saja yang melakukan konfirmasi melalui media
adalah media relations.
j. Membuat publikasi korporat, antara lain membuat
iklan peduli. Tidak hanya program komersial yang
dipublikasikan ke masyarakat. Perusahaan juga
ikut peduli terhadap keadaan masyarakat yang
membutuhkan.
k. Menganalisa dan membuat laporan tentang
seluruh publisitas korporat. Terdapat proses
pertanggungjawaban atas segala kegiatan yang
50
l.
telah dilakukan. Dalam laporannya akan dilihat
apakah kegiatan yang dilakukan telah mencapai
target perusahaan.
Bertanggung jawab atas seluruh penerbitan
korporat, mulai dari perencanaan, pengawasan
dan evaluasi, distribusi, pendanaan, serta
penunjukan rekanan dan media.
Media Relations
Dalam kegiatannya, media relations tidak lepas
dengan adanya media sebagai pihak yang harus
dimaintance secara terus menerus. Setelah melakukan
riset di lapangan mengenai kegiatan media relations PT.
Indosat, diperoleh gambaran tentang media relations
pada prakteknya. Public Relations PT. Indosat menilai
media relations sebagai salah satu fungsi di
perusahaan yang bertugas mengkomunikasikan pesanpesan perusahaan kepada media. Selain itu juga media
relations juga bertugas menciptakan suatu networking
positif dan memanfaatkan hubungan yang telah terbina
secara optimal untuk kepentingan management image
perusahaan. Networking positif yang dimaksud adalah
selalu berusaha menjaga hubungan dengan pihak
media baik itu wartawan sampai pada level redaktur.
Hal ini bertujuan agar menciptakan interaksi yang
berkesinambungan sehingga komunikasi yang tercipta
dapat berlangsung secara efektif serta menimbulkan
trust antara Public Relations dengan wartawan sebagai
wakil dari media.
Dalam peranannya, media relations merupakan
medium antara media dengan perusahaan. Sebagai
medium berarti dia harus mampu memenuhi apa yang
menjadi kebutuhan wartawan, salah satunya adalah
mendapatkan keakuratan informasi dari sumber yang
memang credible dalam bidang permasalahan. Dengan
kata lain Public Relations harus bisa menjadi fasilitator
yang baik dimanapun dan kapanpun ia dibutuhkan.
Oleh karena itu keberadaan Public relations PT. Indosat
dapat mengakses langsung ke BOD (Board of
Director) yang menjadi incaran bagi para wartawan
untuk dimintai keterangan ketika terjadi masalah yang
tengah dihadapi. Tentunya tidak mudah bagi seorang
Public Relations utuk selalu merespons segala sesuatu
yang dibutuhkan wartawan. Hal ini harus didukung
oleh skill yang baik dalam menangani perbedaan
karakteristik dari berbagai media. Dengan adanya
perbedaan ini, Public Relations harus mampu
menklasifikasikan minat yang nantinya akan
memudahkan dalam menentukan treatment yang tepat.
Dalam penelitian ini, melibatkan wartawan
dari lima media, diantaranya Koran Tempo, Media
Indonesia, Bisnis Indonesia, Investor Daily, dan
Detik.com. Dari kelima wartawan tersebut didapati
gambaran mengenai media relations PT. Indosat dari
sudut pandang wartawan. Dalam kaitannya
mengartikan media relations, seluruh wartawan dari
kelima media diatas berpendapat bahwa media relations
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
merupakan aktivitas yang dilakukan Public Relations
sebuah perusahaan untuk membangun hubungan baik
dengan media. Dalam konteks industri telekomunikasi
keberadaan fungsi media relations adalah menjembatani
antara perusahaan dengan jurnalis. Disini ia bertugas
untuk selalu membantu memberikan update informasi
yang dibutuhkan wartawan sebagai orang yang sangat
membantu perusahaan untuk melakukan publikasi ke
khalayak. Terdapat banyak faktor yang menjadikan
media relations sangat penting, yaitu memudahkan
jurnalis dalam mendapatkan informasi lebih lanjut
mengenai issue yang tengah dihadapi perusahaan Hal
ini dilakukan agar tidak terjadinya kesimpangsiuran
berita yang berkembang di kalangan media dan
khalayak luas, disamping itu mahalnya biaya iklan,
dengan adanya media relations yang baik dapat menekan
cost perusahaan dalam melakukan publikasi kepada
khalayak.
Selain itu dengan adanya peliputan di media
maka akan dengan mudah menginfluence khalayak,
yang secara otomatis brand image yang selama ini
terbentuk akan makin menguat. Apabila semua hal
tersebut dapat dicapai maka ujung-ujungnya akan
berpengaruh positif pada penjualan produk sehingga
profit perusahaan juga meningkat. Yang menjadi
kebutuhan wartawan salah satunya adalah penyediaan
materi untuk keperluan pemberitaan media. Public
Relations harus bisa bersikap fleksibel ketika wartawan
butuh informasi, dengan segera Public Relations
mencari informasi yang dibutuhkan. Dengan demikian
terjalin kerjasama yang positif antara Public Relations
dengan wartawan begitu pula sebaliknya. Hal diatas
sesuai dengan salah satu point Ruslan (2006: 170)
yang menyebutkan : pelayanan informasi atau berita
(news service) adalah pelayanan sebaik-baiknya yang
diberikan oleh pihak public relations kepada pihak
pers / reporter dalam bentuk pemberian informasi,
publikasi dan berita baik tertulis, tercetak (press release,
news letter, photopress), maupun yang terekam (video
release, cassets recorded,slide film).
Dapat dilihat bahwa pada teori dan
prakteknya seorang Public Relations harus bisa
mempersiapkan diri untuk melayani wartawan dalam
pencarian informasi seputar berita perusahaan.
Walaupun sebenarnya bagi wartawan, Public Relations
bukan sebagai orang yang menjadi incaran untuk
dimintai keterangannya. Tetapi dalam hal ini wartawan
bisa menilai bahwa Public Relations bisa dijadikan
sebagai sumber informasi alternatif yang dibutuhkan
media jika dalam keadaan yang mendesak. Idealnya,
media relations harus bisa menyampaikan apa yang
menjadi kepentingan perusahaan dan membantu
memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada
wartawan.
Wartawan selalu mengharapkan informasi
yang terbaru dari perusahaan begitu pula sebaliknya.
Informasi yang benar dan akurat merupakan
keinginan oleh setiap wartawan, untuk itu keberadaan
media relations bisa lebih memudahkan untuk
mengkroscek informasi kepada sumber informasi
yang diinginkan.
Media Relations Informal
Wartawan sebagai wakil dari media tentu
sering mengahadiri kegiatan media relations PT. Indosat.
Keadaan tersebut tentu dapat kita “manfaatkan”
untuk melakukan kontak pribadi langsung dengan
wartawan secara personal. Untuk itu Public Relations
harus pintar menggunakan waktu yang tepat untuk
melakukan pendekatan kepada wartawan. Contohnya
saja ketika melakukan press conference, pada dasarnya
acara ini bersifat formal tetapi untuk lebih
mengakrabkan lagi, acara ini dikemas dengan tematema menarik yang disesuaikan dengan content
program. Suasana informal biasanya terbentuk pada
saat menikmati hidangan yang disuguhkan PT.
Indosat. Pada waktu ini biasanya dijadikan ajang bagi
Public Relations PT. Indosat untuk melakukan
pendekatan langsung kepada salah satu wartawan
bahkan sampai mengajak wartawan yang diajak obrol
tadi untuk diperkenalkan kepada salah satu Direksi
PT. Indosat.
Peristiwa diatas dapat membuktikan bahwa
dengan adanya perkenalan baik secara personal,
nantinya akan memudahkan wartawan dalam
pencarian sumber informasi yang tepat begitu pula
sebaliknya ketika public relations membutuhkan
wartawan dalam hal publikasi ke media. Bisa
dikatakan kegiatan media relations informal yang paling
efektif adalah dilakukan antara Public Relations dengan
wartawan secara individu yang dilselenggarakan di luar
jam kerja. Kegiatan ini biasanya dilakukan berdasarkan
atas inisiatif dari salah satu pihak, tetapi semuanya itu
tetap dilakukan membawa kepentingan atau tujuan
dari perusahaan. Informal yang dimaksud disini adalah
suasana yang menonjol lebih santai sehingga bisa
dapat saling mendalami karakter lawan bicara kita.
Dalam suasana informal tidak menutup kemungkinan
adanya obrolan seputar pekerjaan sehingga
diharapkan dapat memberikan solusi ataupun
masukan positif. Dengan begitu tetap membawa
kepentingan perusahaan didalamnya.
Salah satu contoh peristiwa yang sesuai
adalah, ketika terdapat acara dzikir bersama di istiqlal
menyambut pergantian tahun 2008, seluruh operator
ikut serta dalam acara tersebut salah satunya PT.
Indosat. Tetapi sangat disayangkan ada beberapa
media yang tidak mengetahui acara tersebut, padahal
menurut perwakilan dari salah satu media yang penulis
teliti, acara tersebut sangat menarik untuk diliput.
Ketika dilakukan konfirmasi kepada Public Relations
PT. Indosat via sms, wartawan tadi mendapatkan
feedback langsung yakni dengan jawaban bahwa sudah
di inform sebelumnya. Ketika ditelusuri ternyata
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
51
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
undangan telah sampai pada media tersebut tetapi
Public Relations tidak melakukan pengecekan kembali
sehingga wartawan tadi tidak bisa menghadiri acara
tersebut. Oleh karena itu, menurut wartawan tadi ini
bisa dijadikan masukan bagi public relations agar
selalu mengkroscek kembali atas suatu yang ia
kerjakan. Jangan hanya ketika mengundang press
conference saja baru mereka gencar mangajak wartawan
untuk hadir dalam acara tersebut. Pentingnya adanya
suatu “hubungan” diluar pekerjaan merupakan salah
satu upaya pendekatan yang bisa dilakukan Public
Relations kepada media. Tidak hanya kepada wartawan
saja melainkan harus bisa memasuki lingkungan pada
level redaktur sekalipun.dalam artian pada semua layer
yang ada pada media. Public Relations harus mampu
mengcreate suasana yang nyaman bagi semua pihak.
Memposisikan wartawan sebagai teman, merupakan
salah satu upaya yang lumayan ampuh dalam
mendukung kegiatan media relations agar dapat
terlaksana
dengan baik. Ketika menjadi teman,
keterbukaan antara sesama akan lebih menonjol dan
kondisi yang tercipta akan lebih rilex tetapi tetap saja
memiliki kepentingan dari perusahaan yang terkait.
Tetapi perlu diingat, terbuka disini juga memilki batasbatas tertentu yang memang boleh disharing ke media.
Oleh karena itu profesionalisme dalam kegiatan ini
tetap sebagai asas utama yang dipentingkan.
Public Relations PT. Indosat memiliki cara
tersendiri untuk tetap terus berhubungan dengan
wartawan atau redaktur dari media terkait. Terlihat
mereka selalu mengupdate database seputar profil dari
berbagai media yang berisikan daftar hari ulang tahun
media. Ini dilakukan bertujuan agar jalinan
komunikasi antar organisasi dapat tercipta dengan
baik.
Lebih lanjut, bahwa dalam konteks media
relations informal yang harus diterapkan adalah adanya
continuity hubungan yang dilakukan secara intensif dan
berkala. Jangan sampai adanya anggapan jika Public
Relations hanya menghubungi wartawan bila ada
kepentingan sesaat saja. Hal ini dapat diwujudkan
dengan tetap menjaga intensitas hubungan baik itu
terdapat acara maupun ketika tidak ada acara.
Dikaitkan dengan toeri yang telah dipaparkan pada
bab sebelumnya, Iriantara (2005: 15) menjelaskan
adakalanya
hubungan
interpersonal
seperti
persahabatan yang erat dengan awak media massa atau
insan pers memberikan ruang untuk menunjang
tujuan PR organisasi. Sebagai contoh yang dilakukan
Public Relations PT. Indosat adalah ketika salah satu
perwakilan dari media tidak hadir dalam peliputan
acara launching produk. Ini tidak biasa dilakukan oleh
wartawan tersebut. Public Relations berdasarkan atas
inisiatif sendiri menelpon untuk mengetahui alasan
ketidakhadirannya. Dan ternyata diketahui bahwa
salah satu anggota keluarga wartawan berada di rumah
52
sakit sehingga dia tidak bisa menghadiri acara
tersebut. Mendengar berita tersebut Public Relations
PT. Indosat berkata “ok deh nanti kalau sempat
sehabis pulang kerja aku kesana”. Kondisi diatas
sangat menggambarkan hubungan interpersonal
antara Public Relations dengan wartawan yang
bersangkutan. Menurut wartawan, ketika terjadi situasi
ini memang Public Relations secara individulah yang
tampak, tetapi dibalik semua itu, menurut Public
Relations walaupun memang benar secara individu saya
datang tetapi apa yang saya bawa berupa parcel buah
atau bingkisan lainnya merupakan uang perusahaan
disertai dengan card name beratasnamakan PT. Indosat.
Dengan begitu menjadikan wartawan sebagai mitra
dalam bekerja merupakan salah satu upaya yang dapat
diterapkan Public Relations dalam membangun
hubungan dengan orang yang berada di media.
Semuanya itu dilakukan demi tercapainya tujuan
organisasi. Pada dasarnya seorang public relations
yang baik, dalam hal ini yang khusus menangani
hubungan kewartawanan adalah harus paham betul
kebutuhan media. Jangan sampai wartawan dalam
mencari berita mendapatkan informasi yang salah,
disamping itu mereka juga harus mengetahui apa yang
menjadi kesukaan maupun ketidaksukaan dari
wartawan baik itu secara hubungan pekerjaan maupun
personal.
Public Relations yang berkenaan dengan
hubungan media harus bisa menjembatani kebutuhan
wartawan untuk mengkroscek informasi ke jajaran
direksi. Disini Public Relations seharusnya mampu
mengakomodir wartawan yang ingin menemui BOD
(Board of Director), Untuk itu Public Relations harus
memiliki value bagi wartawan sehingga tidak dianggap
sebagai penghambat. Hal diatas juga dipertegas oleh
Ruslan (2006: 177) yang berpendapat membina
hubungan pers yang positif itu berlandaskan prinsipprinsip keterbukaan, serta saling menghargai peran
satu sama lain dan saling membantu diantara
keduanya.
Dapat dilihat bahwa Public Relations dapat
menempatkan diri sebagai orang yang dapat menjadi
mediator antara jurnalis dengan narasumber utama
yang menjadi incaran wartawan. Selain itu Public
Relations juga dapat memposisikan dirinya sebagai
narasumber alternatif yang berperan sebagai penyedia
informasi bagi kalangan media Uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa dalam melakukan hubungan
media, Public Relations harus dapat memberikan servis
yang terbaik bagi jurnalis baik itu dalam kondisi
formal ataupun informal. Dalam kondisi informal,
wartawan akan memberikan respect lebih kepada Public
Relations apabila respon atas kebutuhan wartawan
ditanggapi dengan segera.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
Pendekatan Komunikasi
Sebelum
menjabarkan
pendekatan
komunikasi apa saja yang dipergunakan, terlebih
dahulu kita membahas pendekatan personal hingga
fungsional yang telah penulis paparkan pada bab
sebelumnya, diantaranya adalah:
1. Kontak pribadi (personal contact)
Pada prakteknya membangun kontak pribadi
merupakan kunci bagi Public Relations untuk mengenal
lebih jauh sosok wartawan, hal serupa juga dilakukan
Public Relations PT. Indosat. Salah satu yang terlihat
oleh penulis adalah Public Relations PT. Indosat
menyimpan nama wartawan di handphone diawali
dengan huruf “J” yang berarti jurnalis. Diakui ini
sangat memudahkan public relations ketika ingin
melakukan hubungan via telepon atau sms dengan
wartawan yang dimaksud. Pentingya mendatabase
personal contact dengan pihak media, bertujuan agar
Public Relations bisa dengan cepat meng-update
informasi-informasi kepada wartawan dari media yang
dituju.Selain itu dengan melakukan kontak pribadi
langsung dengan wartawan melalui telepon ataupun
sms dapat menunjang kemudahan berkomunikasi
diantara kedua belah pihak yakni Public Relations
dengan wartawan. Komunikasi yang dilakukan public
relations dengan pihak media merupakan upaya yang
dilakukan untuk memperkokoh hubungan
yang selama ini telah tercipta, artinya tidak hanya
gencar menghubungi jika memerlukan wartawan
ketika ada peliputan acara perusahaan, melainkan
manfaatkanlah waktu senggang untuk sekedar
bertanya kondisi pemberitaan yang sedang
berkembang, Hampir seluruh wartawan akan sangat
senang sekali jika Public Relations melakukan
komunikasi yang berkelanjutan kepadanya, walaupun
sering kali hal itu tidak ada kaitannya soal pekerjaan.
Dengan adanya kondisi tersebut wartawan menyadari
bahwa kegiatan tersebut dapat membangun sekaligus
meningkatkan relasi yang lebih baik dari sebelumnya.
Dengan begitu pendekatan personal contact ini memiliki
efektifitas yang optimal pada kegiatan komunikasi
interpersonal.
2. Pelayanan informasi atau berita (news
services)
Wartawan
selalu
ingin
mendapatkan
informasi yang lengkap dan benar tentang suatu
pemberitaan. Sebagai Public Relations penyediaan
materi lebih lanjut harus dapat dipersiapkan. Hal ini
dipertegas oleh kutipan sebagai berikut “idealnya
seorang
public
relations
dapat
membantu
memberikan informasi yang sebenar-benarnya”
(Investor Daily). Dari pengamatan penulis Public
Relations PT. Indosat pada setiap pengiriman press
release ke berbagai media, selalu terdapat fact sheet yakni
keterangan mendalam mengenai berita yang terdapat
pada press release tadi. Hal ini dijadikan antisipasi awal
bagi public relations PT. Indosat jika saja ada
wartawan yang ingin mengetahui informasi yang
kurang dipahami.
Wartawan umumnya membutuhkan berita
yang akan dimuat media dan disebrakan ke khalayak.
Pencarian berita biasanya didapatkan dari nara sumber
yang kompeten dibidangnya. Berita juga bisa
didapatkan melalui Public Relations yang memang
bertugas sebagai orang yang memiliki akses ke media
dan mempublikasikannya ke publik melalui media.
Memberikan pelayanan informasi yang dibutuhkan
wartawan, mutlak harus dipenuhi oleh Public Relations
terlebih lagi untuk kepentingan pemberitaan di media.
Dengan memberitahu segala informasi tersebut, Public
Relations disini sekaligus memperlihatkan ke media
kontribusinya sebagai mediator antara PT. Indosat
dengan media. Keberadaan Public Relations di
perusahaan tentu menjadi bagian yang penting dalam
kaitannya pelayanan informasi kepada wartawan. Bagi
media, public relations merupakan orang pertama
yang dicari ketika wartawan ingin mengetahui
informasi seputar perusahaan, walaupun nantinya
public relations bukan menjadi narasumber utama
yang diinginkan media. Tetapi Public Relations disini
bisa menjadi penghubung diantara keduanya. Dengan
demikian kegiatan news service dapat diterapkan pada
semua jenis pendekatan komunikasi yakni secara
interpersonal, kelompok maupun antar organisasi.
3. Mengantisipasi kemungkinan hal darurat
(contingency plan)
Sebagai Public Relations hendaknya dapat
menempatkan diri untuk selalu siap kapanpun
dibutuhkan oleh wartawan. Terkadang adanya
permintaan konfirmasi mendadak yang ingin
mewawancarai direksi. Public Relations harus mampu
mengakomodir permintaan wartawan. Keterangan
yang diperoleh penulis menyebutkan bahwa
keberadaan Public Relations pada struktur organisasi
PT. Indosat berada pada satu garis lurus langsung
dengan BOD (Board of Director) PT. Indosat. Jadi
ini memungkinkan Public Relations untuk selalu
berhubungan dengan direksi. Dengan posisi Public
Relations seperti diatas, tentu saja dapat menunjang
dalam melakukan antisipasi awal ketika terdapat
kebutuhan informasi yang mendesak terlebih lagi jika
wartawan langsung ingin mengetahui jawaban dari
narasumber. Kesiapan Public Relations dalam
menghadapi situasi yang mendesak sangat dibutuhkan
bagi kalangan media, karena ini akan memudahkan
wartawan untuk segera mendapatkan berita yang
sesuai dengan faktanya. Hal ini bertujuan untuk
meminimalkan kesimpangsiuran atas informasi yang
berkembang. Dengan begitu pemberitaan di media
bisa sesuai dengan harapan perusahaan. Jenis
pendekatan ini dapat Public Relations aplikasikan pada
semua jenis pendekatan komunikasi yakni
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
53
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
interspersonal, kelompok dan antar organisasi. Hal ini
penting sekali karena pihak media dapat menilai
kesigapan Public Relations dalam menangani
permintaan dari wartawan.
Selain ketiga pendekatan diatas, dalam
prakteknya terdapat beberapa pendekatan lain yang
dapat diterapkan pada kegiatan media relations PT.
Indosat, diantaranya sebagai berikut :
a. Feeding informasi yang berarti selalu memberikan
update informasi ke media. Yang terlihat selama
ini adalah selalu wartawan yang menghubungi
Public Relations untuk mendapatkan informasi,
tetapi public relations PT. Indosat berusaha untuk
memberikan keterangan informasi lebih awal,dari
pandangan wartawan, kegiatan ini sangat perlu
dilakukan oleh Public Relations agar wartawan
mengetahui informasi segera guna memudahkan
wartawan dalam penulisan di media masingmasing. Pendekatan semacam ini disenangi
wartawan karena terlihat public relations proaktif
dalam menjalankan tugas sebagai public relations
yang baik.
b. Open access terhadap wartawan yang berarti selalu
siap memberikan solusi bagi wartawan ketika
membutuhkan informasi dengan segera. Dengan
begitu wartawan dapat mengandalkan Public
Relations sebagai orang yang dapat menjembatani
dengan pihak media. Dengan tidak menutup
saluran informasi, Public Relations PT. Indosat
berharap tone pemberitaan dimedia dapat dikontrol
olehnya.
Adapun beberapa pendekatan komunikasi
yang dapat digunakan public relations dalam
melakukan hubungannya dengan media, yaitu
pendekatan secara interpersonal, kelompok maupun
antar organisasi. Masing-masing pendekatan tersebut
memiliki
style
yang
berbeda-beda
dalam
pelaksanaannya.
Untuk
itu
peneliti
akan
menjabarkannya lebih lanjut baik dari sisi public
relations maupun wartawan sebagai objek dari
kegiatan media relations PT. Indosat.
Komunikasi Interpersonal
Berdasarkan
pembahasan
pada
bab
sebelumnya terdapat bentuk kontak informal yang
lebih melibatkan personal si wartawan, yakni :
1. Keterangan pers ( press statement ), dilakukan
kapan dan dimana saja oleh nara sumber, tanpa
adanya
undangan
resmi.
Mungkin
pemberitahuannya cukup dilakukan melalui
telepon. (Ruslan,2006: 192). Public relations PT.
Indosat juga melakukan hal serupa, wartawan
menghubungi untuk dibuatkan jadwal untuk
bertemu dengan sumber informasi yang qualify
untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
Artinya public relations disini menjadi mediator /
penghubung diantara keduanya. Dari pengamatan
54
penulis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penyebaran informasi PT. Indosat ke media.
Bahwa yang berhak memberikan statement di media
adalah pada level direksi atau minimal berjabat
Head of Division (setara dengan Vice President).
Tetapi peran Public Relations disini tidak bisa
diabaikan, mereka tetap menjadi mediator diantara
keduanya.
2. Press gathering ( Jamuan pers secara informal ),
yaitu pertemuan pers secara informal, khususnya
hubungan (good relationship) antara pihak praktisi
Humas/PR dan wartawan media massa dalam
suatu acara sosial keagamaan dan aktivitas
olehraga. Bentuk kontak ini lebih menekankan
pendekatan pribadi ke pribadi (personal to personal
approach), sebagai upaya lebih dekat mengenal satu
sama lain.(Ruslan,2006: 193) Kegiatan press gathering
yang dilakukan PT. Indosat pada dasarnya bersifat
formal tetapi dikemas secara informal. Ini
merupakan satu-satunya acara yang dikemas
dengan suasana yang menarik. Didalamnya
terdapat edukasi terhadap program-program PT.
Indosat dan diselingi dengan game yang menarik
karena tempat yang dipilih juga menunjang kegitan
yang akan dilakukan. Dalam aplikasinya
dilapangan, terdapat pendekatan komunikasi
interpersonal yang dilakukan PT. Indosat. Public
Relations PT. Indosat menyatakan komunikasi
interpersonal adalah komunkasi yang terjadi secara
person to person, dalam hal ini ialah Public Relations
dengan salah satu perwakilan dari media, bisa
dengan wartawan ataupun redaktur dari media
yang
bersangkutan.
Interpersonal
lebih
menitikberatkan pada pengenalan karakter pada
masing masing individu yang nantinya dapat kita
gunakan dalam menentukan treatment yang sesuai
pada individu tersebut.
Beberapa aktivitas untuk menunjang
komunikasi interpersonal pun telah dilakukan Public
Relations PT. Indosat, seperti personal touch yang sering
dilakukan walupun waktunya tidak terjadwal (tidak
terprogram) tetapi hal ini tetap intensive dilakukan.
Mengucapkan say hello via telepon juga merupakan
cara yang sangat efektif untuk tetap terus
berkomunikasi dengan wartawan sehingga database
mengenai media harus tetap terpelihara. Beberapa
kegiatan lainnya, antara lain :
a. Pemanfaatan langsung feature produk PT.
Indosat. Contohnya saja pemberian fasilitas 3G
kepada wartawan pada saat melakukan report
langsung ke media dengan segera. Hal ini
diberikan Public Relations kepada wartawan yang
memang mengenal dekat ketimbang yang
lainnya. Perlakuan ini terlihat pada perwakilan
dari SWA.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
b. Membuat kegiatan yang bersifat entertainment,
seperti wartawan main gokart bareng di
kawasan pancoran, main billiard dan bowling
bareng, frekuensi waktunya sangat disesuaikan
kesibukan public relations PT. Indosat dan jam
kerja wartawan. (lihat lampiran 1&2) Model
pendekatan diatas mencerminkan sangat
tergantung pada personality dari masing-masing
wartawan yang akan diikuti dalam kegiatan
tertentu.
Beberapa key informan dari pihak wartawan
menyebutkan bahwa selama ini komunikasi
interpersonal yang terjalin lebih mengedepankan pada
kegiatankegiatan yang bersifat entertainment yang dapat
dituangkan dalam bentuk kegiatan wisata sampai pada
sport. Menurutnya apa yang dilakukan Public Relations
PT. Indosat bertujuan untuk membangun kedekatan
diantara perusahaan dengan pihak media dan apa yang
dilakukan merupakan upaya yang positif untuk lebih
mengenal media yang selama ini berperan penting
dalam mempublikasikan pemberitaan
Perlu diperhatikan pula jam-jam sibuk para
wartawan. Media digolongkan atas media harian,
mingguan maupun bulanan. Untuk media harian
waktu yang lebih pas untuk mengadakan pertemuan
pada saat siang hari atau pada malam hari sekalian.
Untuk mingguan atau bulanan biasanya agak longgar
jadi Public Relations dapat memilih waktu yang tepat.
Contoh konkret yang pernah dilakukannya dengan
Public Relations PT. Indosat salah satunya adalah
mengajaknya nonton film premier di EX Plaza,
dilanjutkan dengan makan malam di restoran sate
khas senayan di daerah sabang, Jakarta pusat. Suasana
yang tercipta cenderung sangat santai dan sesekali
bercerita lucu yang terjadi kantor. Disana jelas terlihat
bahwa Public Relations mencobaingin memasuki
lingkungan kerja wartawan dengan mendalami
masing-masing karakter.
Dari pengamatan, terdapat beberapa
wartawan yang dapat lebih berbaur dengan kondisi
diatas, yakni dari Detik.com. Dicermati wartawan ini
bisa memasuki secara personal kepada semua staff
media relations PT. Indosat dan bisa dibilang dia
mengenali dengan baik. Hal diatas dipertegas oleh
wartawan tadi yang menyatakan “ komunikasi
interpersonal Public Relations yang selama ini
bersentuhan dengannya adalah dengan menggunakan
konsep “media partner”, artinya selain mengikuti acaraacara informal seperti makan bareng atau sekedar
minum kopi, wartawan juga memberikan masukan
dan gagasan-gagasan yang menarik bagi public
relations. Semua hal ini didasarkan karena adanya
personal approach yang baik dari public relations”. Dari
beberapa wawancara mendalam kepada lima wartawan
yang berasal dari berbagai media, diperoleh
pernyataan yang berbeda mengenai aktivitas
komunikasi interpersonal yang dilakukan Public
Relations PT. Indosat kepada mereka secara individu.
Dapat digolongkan menjadi dua yakni ada yang sering
mendapatkan sentuhan langsung secara personal dari
Public Relations PT. Indosat dan ada juga yang hanya
berkenaan soal pekerjaan saja Ada wartawan yang
mengungkapkan dalam menjalin komunikasi personal
dengan Public Relations PT. Indosat sebenarnya tidak
ada news value didalamnya tetapi menurutnya hal
tersebut perlu dilakukan public relations untuk
memaintance wartawan secara personal. Adanya
komunikasi Interpersonal dapat digunakan Public
Relations untuk menggali data setiap individu dari
media, dengan demikian Public Relations dapat
memetakan karakteristik dari masing-masing media.
Ada juga yang berpendapat tegas dalam
konteks
komunikasi
interpersonal
ini.
Ia
mengungkapkan bahwa pada dasarnya “tidak ada
manfaat (wasting time) yang diperoleh dari kegiatan
informal yang dilakukan kecuali bagi para wartawan
yang mengharapkan “sesuatu”. (Investor Daily).
Disamping itu menurutnya, yang sering terlihat adalah
public relations PT. Indosat sangat agresif jika ada
kepentingan dari perusahaan, mereka akan sangat
gencar bila ada sesuatu yang diinginkan dari media.
Media relations hanya sebagai penghubung dan harus
menempatkan diri sebagai solusi atas kebutuhan dari
wartawan, contohnya wartawan butuh informasi
keberadaan direksi untuk dimintai keterangan. Disini
media relations harus menjadi arranger yang baik untuk
semua pihak. Melihat uraian diatas, bahwa sangat
penting membagun hubungan yang kokoh, hal
tersebut dapat diaplikasikan dengan menciptakan
hubungan pribadi kepada semua perwakilan dari
media. Bila terdapat anggapan dari salah satu
wartawan bahwa komunikasi interpersonal tidak
penting, berarti public relations PT. Indosat belum
merata dalam melakukan treatment ke wartawan. Hal
tersebut sesuai dengan salah satu point Jefkins (2003:
116) yang mengemukakan : Membangun hubungan
personal yang kokoh. Suatu hubungan personal
yang kokoh dan positif hanya akan tercipta serta
terpelihara apabila dilandasi oleh keterbukaan,
kejujuran, kerja sama dan sikap menghormati profesi
masingmasing. Hal penting demi berjalan baiknya
komunikasi interpersonal adalah Public Relations harus
berusaha untuk memahami berbagai perbedaan
karakter yang dimiliki wartawan. Didukung dengan
adanya rasa saling membutuhkan dan selalu terbuka
dengan keadaan yang dihadapi niscaya hubungan kerja
sama akan berlangsung langgeng. Tidak ada alasan
bagi
seorang
public
relations
untuk
tidak
meningkatkanhubungan dengan wartawan. Baik
buruknya pemberitaan ditentukan oleh tulisan yang
dibuat wartawan. Sebagai Public Relations harus bisa
menghindarkan kondisi dimana biasanya pendapat
wartawan ikut dalam naskah yang ia tulis. Pemberitaan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
55
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
mungkin akan lebih over apabila tidak terjalinnya
hubungan yang harmonis secara pribadi dengan Public
Relations Untuk itu dengan menjaga dan terus
melakukan intensitas berkomunikasi dengan pihak
media akan sangat membantu dalam pembentukan
opini yang dilakukan media melalui pemberitaan.
Komunikasi Kelompok
Beberapa wartawan memang memiliki
komunitas-komunitas tertentu diantara berbagai
media. Hal ini biasanya bisa terlihat pada saat
menghadiri acara-acara formal media relations atas
undangan Public Relations PT. Indosat. Disini biasanya
dijadikan ajang para wartawan untuk berdiskusi
kepada teman sejawatnya. Terdapat pula kontak
informal yang dapat Public Relations lakukan kepada
komunitas wartawan, salah satunya adalah Press
gathering ( Jamuan pers secara informal ), yaitu
pertemuan pers secara informal, khususnya hubungan
(good relationship) antara pihak praktisi Humas/PR dan
wartawan media massa dalam suatu acara sosial
keagamaan dan aktivitas olehraga. Bentuk kontak ini
lebih menekankan pendekatan pribadi ke pribadi
(personal to personal approach), sebagai upaya lebih dekat
mengenal satu sama lain.(Ruslan,2006: 193)
Didasarkan dari situlah public relations dapat
menentukan pendekatan yang cocok untuk kelompok
tersebut. Contohnya saja ada kelompok wartawan
fotografer, kebiasaan kelompok ini adalah menyukai
kegiatan-kegitan yang bertemakan adventure, karena
pada kegiatan tersebut mereka mengabadikan suasana
alam yang alami. Untuk itu Public Relations PT. Indosat
cenderung antusias jika adan kegiatan yang
dilaksanakan alam terbuka seperti mengadakan rafting.
Dipilih kegiatan semacam ini karena membutuhkan
team work yang bagus dari masing-masing kelompok.
Beberapa wartawan juga mengakui ada yang terlibat
disuatu kelompok adapun yang tidak mengikuti
kelompok satupun. Diperoleh gambaranbahwa kaum
pria lah yang cenderung memiliki kelompok antar
sesama wartawan Selebihnya hanya mengikuti milismilis yang tersedia di internet.Tetapi pada dasarnya
walaupun mereka berkelompok, mereka tetap saja
independent.
Dari pengamatan penulis, dalam kaitan
komunikasi kelompok ini, Public Relations pernah
melakukan kegiatan yang mengikutsertakan kelompok
wartawan khusus bidang foto. Kegiatannya adalah
Workshop foto jurnalistik, Kegiatan ini dilakukan PT.
Indosat berdasarkan sebagai Public Relations juga harus
dituntut dapat menghasilkan foto yang sesuai dengan
nilai jurnalistik pada acara formal media relations PT.
Indosat. Kegiatan ini memang cenderung formal
karena terdapat session khusus dari wartawan untuk
menjelaskan secara detail. Tetapi disana terdapat triktrik dari wartawan foto secara individu untuk
diketahui oleh public relations yang mungkin hanya
56
dapat terjadi jika hubungannya berlangsung.
Disamping itu, acara ini didukung adanya jamuan
makan siang yang bertujuan untuk lebih
mengakrabkan satu sama lain. Hal tersebut juga
dipertegas Partao (2006: 121) yang berpendapat :
Melalui workshop bisa diperoleh manfaat berupa
tercapainya pemahaman yang mendalam dalam diri
wartawan atas suatu topik tertentu yang dibahas pada
workshop tersebut. Wartawan yang dikirim adalah
wartawan yang dibebaskan dari tugas rutinnya
sehingga mereka bisa mengikuti acara yang didesain
sebelumnya dengan lebih tenang dan berkonsentrasi.
Dalam pelaksanaannya, tentu banyak wartawanwartawan foto yang hadir, Public Relations dapat
menggunakan kesempatan ini untuk memasuki
lingkungan wartawan foto tersebut, walaupun
nantinya public relations akan memilih salah satu
personal dari kelompok tadi untuk lebih melakukan
pendekatan agar lebih memudahkan dalam
memberikan masukan bagi public relations PT Indosat.
Berdasarkan teori dan prakteknya, diadakan
workshop sama-sama memiliki tujuan untuk
memberikan pemahaman yang lebih tentang suatu
topik yang kurang dimengerti, hal ini juga dilakukan
Public Relations PT. Indosat. Secara spesifik tujuan
Public Relations mengundang para wartawan ini adalah
untuk mengetahui secara mendalam mengambil foto
yang memiliki nilai jurnalistik jadi ketika berita foto
tersebut dikirimkan media diharapkan berpotensi
dimuat media karena sudah memenuhi kriteria yang
media inginkan.
Komunikasi Antar Organisasi
Komunikasi antar organisasi merupakan awal
dari pengenalan seorang Public Relations terhadap
wartawan dari berbagai media. Suasana yang tercipta
pada komunikasi ini cenderung formal karena
melibatkan struktur organisasi dan terdapat orangorang penting (berpengaruh). Suasana informal dapat
tercipta jika sudah mengenal secara personal dan
sudah terbiasa berhubungan dengan orang-orang
penting tadi. Contoh kontak informal secara antar
organisasi dapat dilihat pada kegiatan dibawah ini :
Wawancara Pers yaitu sifatnya lebih pribadi,
lebih individual. PR atau top manajemen yang
diwawancarai hanya berhadapan dengan wartawan
yang bersangkutan. Meskipun misalnya pejabat seusai
meresmikan suatu acara diwawancarai oleh banyak
wartawan, bahkan diliput televisi ataupun radio, tetap
saja wawancara itu bersifat individual, hanya dua
orang saja, wartawan yang mewawancarai dan orang
yang bersangkutan yang diwawancarai. Setiap
wartawan mempunyai pertanyaan khusus yang
diinginkan oleh medianya, kendati secara bersamaan
mewawancarai pejabat atau tokoh tersebut.
(Soemirat&Ardianto,2005: 128) Kebanyakan dari
informasi yang diperoleh penulis dari wartawan,
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
wawancara pers (press interview) dilakukan langsung
kepada pihak BOD (Board of Director) jika wartawan
sudah mengetahui contact number direksi
yangbersangkutan. Ini terlihat pada salah satu media
yang diwawancarai berkata “selama ini saya langsung
menghubungi direksi jika ingin memperoleh informasi
dan direksi juga langsung menjawab sms yang saya
kirim” (Investor Daily) Adakalanya pemimpin
perusahaan PT. Indosat ingin menemui pemimpin
dari media tertentu, disini Public Relations harus
mampu mengakomodir kebutuhan tersebut guna
kepentingan perusahaan. Selain itu terdapat beberapa
situasi dimana seorang wartawan mengetahui contact
person direksi PT. Indosat dan hal ini terjadi media
dengan beberapa direksi PT. Indosat dimana dalam
hubungan ini mereka langsung berhubungan tanpa
melalui public relations. Lebih bagusnya lagi direksi
PT. Indosat memberikan feedback yang baik kepada
wartawan tersebut. Walaupun public relations terlihat
tidak ada kontribusinya tetapi sebenarnya Public
Relations tetap terus memberikan update informasi dan
statement-statement yang tepat kepada direksi ketika
wartawan bertanya sesuatu kepadanya.
Komunikasi antar organisasi pada dasarnya
juga
menerapkan
komunikasi
interpersonal
diantaranya. Contoh konkretnya PT. Indosat adalah
berpartisipasi dalam birthday party Investor Daily disini
PT. Indosat ikut andil dalam membeli space yang
bertujuan sekaligus untuk kegiatan branding PT.
Indosat. Dari pengamatan penulis, terdapat info baru
bahwa perwakilan Investor Daily mengundang secara
pribadi salah satu direksi PT. Indosat untuk
berkunjung ke kantor Investor di kawasan Hotel
Aston. Rencananya kegiatan tersebut untuk
memeperkenalkan direksi pada situasi kerja Investor
daily sekaligus mempererat hubungan interpersonal
satu sama lain. Kegiatan diatas mencerminkan
pemaparan Partao (2006: 124) yang menyebutkan : Di
balik berbagai upaya Anda membina dan membangun
tali asih, semua itu akan sia-sia bila pimpinan tidak
ikut mendukung atau Anda tidak mampu mendesain
dan menciptakan kondisi yang mengahasilkan
keterlibatan pimpinan di dalamnya. Semua upaya
Anda tersebut butuh dukungan pimpinan, butuh
kepercayaan daru pimpinan. Ini berarti perlu adanya
keterlibatan pimpinan terhadap segala apa yang telah
dilakukan public relations dalam mambangun hubungan
dengan media. Keterlibatan tersebut sangat
berpengaruh besar efeknya pada kelangsungan
kegiatan komunikasi antar organisasi yang
dilaksanakan.
Keikutsertaan pimpinan dalam kegiatan media
relations perusahaan akan dapat membuat media lebih
dekat dengan keadaan perusahaan sehingga bisa
mengetahui posisi perusahaan dibanding kompetitor.
Hal ini juga sangat menguntungkan pihak media
karena ketika terdapat tulisan mengenai PT. Indosat,
wartawan yang menulis minimal sudah dibekali
dengan pengetahuan seputar pemberitaan yang akan
dimuat. Dengan demikian komunikasi antar organisasi
juga memiliki peran dalam menghasilkan pembinaan
hubungan yang lebih optimal. Bisa terlihat bahwa
dalam menjalin komunikasi antar organisasi sangat
diperlukan adanya penyesuaian antara kultur
perusahaan masing-masing. Hal ini dibutuhkan agar
terciptanya pemahaman tujuan dari masing-masing
perusahaan yakni PT. Indosat dengan pihak media
yang terkait.
Dari ketiga pendekatan komunikasi yang
telah dipaparkan penulis, terlihat komunikasi
interpersonal yang lebih efektif untuk diterapkan
dalam menjalankan pendekatan informal media relations
PT. Indosat. Dalam komunikasi interpersonal, unsur
yang menonjol adalah subjektif dari wartawan yang
bersangkutan begitu pula wartawan dalam
hubungannya dengan Public Relations. Ketika Public
Relations PT. Indosat melakukan komunikasi dengan
wartawan sebenarnya sisi yang paling dilihat adalah
secara personal. Dengan didasari subjektifitas maka
treatment-treatment yang dilakukan cenderung lebih
bervariasi dan tidak terbatas dengan adanya aturanaturan yang mengikat. Artinya suasana yang terbentuk
akan lebih fleksibel yang tergantung pada situasi yang
dihadapi Dengan selalu melakukan personal touch yang
dapat berupa memberikan perhatian lebih, adanya
kontak personal sampai dengan berempati pada
keadaan wartawan dapat lebih membuat wartawan
lebih dihargai dan selalu terdapat pikiran positif bila
Public Relations menghubunginya. Inti dari semua yang
dilakukan public relations dalam mengelola hubungan
dengan wartawan adalah agar senantiasa membentuk
kerja sama yang baik diantara keduanya yang
kemudian dapat menimbulkan hubungan take and give
didalamnya.
Kesimpulan
Dalam penelitian ini, penulis telah
menetapkan fokus penelitian yaitu “bagaimana
pendekatan informal media relations Humas PT.
Indosat dalam mambangun hubungan dengan
wartawan”. Dalam kasus ini kegiatan yang menjadi
objek penelitian adalah kegiatan media relations yang
bersifat informal yang melibatkan Public Relations PT.
Indosat dengan wartawan. Kegiatan media relations PT.
Indosat memiliki berbagai acara guna menunjang
pendekatan yang dilakukan Public Relations kepada
pihak media. Hal tersebut yang mendasari penulis
dalam menetapkan tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui dengan jelas jenis kegiatan informal
Public Relations, proses dalam menjalani kegiatan
tersebut hingga menentukan pendekatan yang sesuai
dalam membangun hubungan dengan
wartawan. Untuk membantu penulis menjawab tujuan
diatas, penulis menggunakan metode studi kasus
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
57
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
mengupas lebih jauh unsur bagaimana dan mengapa
dalam pendekatan informal media relations PT. Indosat
kepada wartawan. Penulis juga
melakukan komparasi terhadap kesesuaikan
antara teori dengan yang terjadi lapangan. Dengan
melakukan interview serta melakukan pengamatan
langsung di lapangan, penulis memperoleh hasil
penelitian dalam praktek Public Relations PT. Indosat
dalam melakukan hubungannya dengan wartawan.
Melalui kedekatan professional dapat dijadikan Public
Relations untuk mengembangkan hubungan yang lebih
bersifat personal kepada pihak media. Ini bisa dimulai
dengan melihat ketertarikan wartawan dalam
mengahadiri undangan yang diberikan Public Relations.
Setelah melakukan penelitian tentang pendekatan
informal dalam kegiatan media relations yang dilakukan
PT. Indosat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Bahwa dalam melakukan pendekatan ke wartawan
dapat diimplementasikan kedalam berbagai bentuk
kegiatan. Pendekatan disini bisa dilihat dari tiga
tataran komunikasi yang ada, yakni komunikasi
interpersonal, komunikasi kelompok sampai pada
komunikasi antar organisasi. Public Relations dituntut
harus bisa menempatkan diri dalam situasi dimanapun
ia berada. Masingmasing pendekatan tersebut
memiliki efektifitas tersendiri dalam upaya
mendekatkan diri kepada pihak media. Pada
kenyataanya, komunikasi kelompok dan komunikasi
antar organisasi yang dilakukan Public Relations tetap
berpengaruh pada pendekatannya ke media. Tetapi
dibalik komunikasi tersebut pasti terdapat pribadi
yang mewakili. Sebut saja pada komunikasi kelompok,
walaupun yang terlihat terdapat beberapa anggota
kelompok didalamnya, tetapi pasti terdapat opinion
leader yang secara personal lebih dominan dibanding
anggota kelompok lainnya. Terhadap opinion leader ini
public relations dapat melakukan pendekatan
komunikasi yang lebih personal dan intens kepadanya.
Jadi walaupun terdapat kelompok, tetap saja
melibatkan person to person dalam pelaksanaan
pendekatan. Dari sini bisa diketahui bahwa ujungujungnya pendekatan komunikasi interpersonal-lah
yang lebih tampak ke permukaan dalam menjalin
media relations yang harmonis. Komunikasi
interpersonal yang dilakukan Public Relations PT.
Indosat cenderung bersifat entertaiment dan ikuti
personal touch yang berbeda-beda tergantung pada
pribadi si wartawan tersebut. Dengan demikian dapat
terjadi komunikasi yang lebih bersifat personal
sehingga keterbukaan, kejujuran, sampai pada
dukungan satu sama lain akan lebih bisa tercipta
diantara kedua belah pihak yakni Public Relations dan
wartawan. Agar komunikasi tidak terputus diperlukan
continuity, berarti terdapat jalinan silahturahmi yang
dilalukan secara berkala. Silahturahmi akan membuat
wartawan merasa diperhatikan layaknya partner dalam
bekerja yang sehingga tidak ada pemikiran yang
58
timbul dari wartawan bahwa Public Relations butuh
hanya untuk keperluan peliputan dari media. Selain itu
dengan mengatasnamakan silahturahmi maka suasana
yang tercipta adalah kekeluargaan sehingga membuat
wartawan sebagai bagian dari perusahaan yang ikut
andil dalam menciptakan tone pemberitaan di media.
Karena pada dasarnya dalam tone pemberitaan adanya
pendapat wartawan didalamnya jadi apabila selama ini
wartawan tadi sulit mengakses Public Relations terlebih
lagi tidak didukung hubungan yang baik maka Public
Relations tidak bisa mengontrol pemberitaan dan
akhornya hasilnya tidak sesuai dengan harapan
perusahaan .
Dari sisi wartawan sendiri juga sangat
menanggapi positif bila ada terdapat niat dari Public
Relations PT. Indosat untuk selalu membina hubungan
tidak hanya bila pada saat keperluan perusahaan
semata. Hal ini dikarenakan adanya ketergantungan
hubungan antara Public Relations dengan pihak media
terutama dalam hal pemberitaan sampai pada kegiatan
publikasi yang ditujukan pada media terkait.
Pendekatan komunikasi yang dilakukan Public Relations
sangat tergantung pada kondisi dan situasi yang
dihadapi. Oleh karena itu harus dapat membuat versiversi baru sehingga terdapat kesegaran hubungan
Public Relations harus bisa memberikan nuansa yang
berbeda dalam setiap pendekatan yang dilakukan.
Mungkin servis yang dilakukan oleh setiap perusahaan
sama tapi disini kita harus tahu bagaimana agar
wartawan tadi merasa lebih nyaman dalam
hubungannya memasuki lingkungan perusahaan.
Daftar Pustaka
Abdullah, Aceng,Press Relations, Kiat berhubungan
dengan Media Massa, Rosdakarya, Bandung,
2004.
Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, Cetakan
Kelima, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Iriantara, Yosal, Media Relations, Simbiosa Rekatama
Media, Bandung, 2005.
Ishwara, Luwi, Jurnalisme Dasar, Kompas, Jakarta,
2005.
Iskandar Muda, Deddy, Jurnalistik Televisi,Menjadi
ReporterProfesional, Rosdakarya, Bandung,
2005.
Jefkins, Frank and Daniel Yadin, Public Relations, Edisi
Kelima, Erlangga, Jakarta, 2003.
Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset komunikasi,
Prenada Media Group,Jakarta, 2006.
Moleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Raja
Grafindo Persada, Jakarta,2004.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Pendekatan Informal Media Relations Pt.Indosat,Tbk Dalam Membangun Hubungan Dengan Wartawan
------------------, Metode Penelitian Kualitatif,
Grafindo Persada, Jakarta,2006.
Raja
Moss, Sylvia dan Steward L. Tubbs, Human
Communications, Dasar Pengantar Deddy
Mulyana,Rosdakarya, Bandung, 2005.
Muhammad,Arni, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara,
Jakarta, 2005.
Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian
Rosdakarya, Bandung, 2005.
Kualitatif,
Narbuko dan Achmadi, Metodologi penelitian, PT Bumi
Aksara, Jakarta,2005.
Ningrat, Kusuma dan Purnama, jurnalistik Teori dan
Praktik, Rosdakarya, Bandung, 2005.
Partao, Zainal Abidin, Media Relations, Strategi Meraih
Dukungan Publik, Jakarta, 2006.
Ruslan, Rosadi, Manajemen Public Relations dan Media
Komunikasi Konsepsi dan Aplikasi, Grafindo
Persada, 2006.
Soemirat, Soleh, dan Ardianto, Elvinaro, Dasar –
Dasar Public Relations Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2005.
Vardiansyah, Dani, Pengantar Ilmu Komunikasi, Ghalia
Indonesia,Bogor, 2004.
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi,Grasindo, Jakarta,
2004.
Wasesa, Silih, Agung, Strategi Public Relations, Jakarta,
Gramedia, 2006.
Yin, Robert, K Studi Kasus Desain dan Metode, Raja
Grafindo Prasada,Jakarta, 2005.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
59
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
STRATEGI MEDIA RELATIONS PT EXCELCOMINDO PRATAMA, TBK
(XL) MEMBANGUN HUBUNGAN DENGAN WARTAWAN DALAM
RANGKA MENSUKSESKAN PROGRAM RP 1 /DETIK.
Sawaliana1, A. Rahman1
1Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510
[email protected]
abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi media relations yang digunakan XL dalam rangka
mensukseskan program Rp 1 /detik. Kegiatan media relations merupakan salah satu upaya yang dapat
digunakan untuk mensukseskan program yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.Oleh karena itu, peneliti
ingin mengetahui strategi dibalik kesuksesan program yang telah dikeluarkan XL yaitu program Rp 1 /
detik.
Kata kunci: strategi media relations, membangun hubungan, wartawan
Pendahuluan
Kegiatan media relations merupakan salah
satu bentuk dari kegiatan eksternal Public Relations.
Menurut Jefkins (2003), press relations adalah usaha
untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi PR dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi
khalayak dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
kegiatan media relations sangat penting dilakukan oleh
seorang Publik Relations.
Banyak perusahaan merasakan betapa pentingnya membangun dan membina hubungan baik dengan media dalam rangka memperoleh citra positif
dan merebut dukungan publik. Dengan membina
hubungan baik dengan media, maka media massa
tersebut dapat dijadikan mitra untuk memaksimalkan
pengomunikasian informasi, citra, gagasan yang berasal
dari organisasi kepada publikpubliknya.(Iriantara,
2005).
Pada dasarnya dalam membangun hubungan
baik dengan media seorang Publik Relations akan dihadapkan dengan sikap wartawan yang beraneka
macam. Untuk itu diperlukan sebuah strategi ”Jitu”
dalam membangun hubungan baik dengan wartawan
agar informasi mengenai perusahaan tersebut dapat
sampai kepada khalayak luas.
Menurut Arum K. Prasodjo, Public Relations
PT Excelcomindo Pratama (XL) memandang kegiatan
media relations penting sekali untuk terus dilakukan
dalam rangka membangun dan mempertahankan
image positif perusahaan dimata masyarakat, khususnya, pelanggan XL. Terutama pada saat ini XL telah
meluncurkan tarif telepon sebesar Rp 1 / detik.
Mengingat dunia telekomunikasi sedang dilanda ”perang” tarif, antar sesama industri telekomunikasi ber60
lomba – lomba untuk memberikan tarif termurah.
Tentunya kegiatan membina hubungan baik dengan
wartawan menjadi salah satu kunci utama untuk
mensukseskan program tersebut.
Dalam rangka mensukseskan program tarif Rp
1 / detik, maka PR XL melakukan pendekatan dengan
wartawan yang lebih mengedepankan personal
Approach. Terdapat beberapa bentuk kegiatan media
relations XL dalam rangka mensukseskan program
yang sedang ”booming” tersebut, kegiatan yang dilakukan seperti mengadakan press conference, press
release (formal) dan mengadakan pertemuan informal
dengan wartawan, misalnya: makan siang bersama wartawan dan mengunjungi kantor media secara informal.
Tujuan diadakan kegiatan media relations ini adalah
untuk mensukseskan dan memaksimalkan informasi
mengenai adanya tarif murah untuk telepon yaitu Rp
1 / detik agar sampai pada khalayak luas, khususnya
para pengguna jasa XL. Untuk informasi tersebut
sampai kepada sasaran yang dituju, maka diperlukan
sebuah srategi “jitu” dalam membangun hubungan
baik dengan para wartawan.
Dari beberapa kegiata media relations yang
yelah diuraikan di atas, ,maka penulis ingin meneliti
strategi media relations secara informal yang dilakukan
PR XL dengan wartawan sebagai salah usaha untuk
mensukseskan program tarif Rp 1 / detik. Alasan
penulis memilih kegiatan informal ini karena kegiatan
tersebut mempunyai sisi unik tersendiri dan bersifat
tidak ”biasa”.
Dalam membangun dan membina hubungan
baik dengan wartawan tidak mudah, karena mereka itu
salah satu sosok orang sibuk dan mempunyai sikap
yang beraneka ragam. Apalagi hubungan tersebut
sebagai salah satu sarana untuk mensukseskan program terbaru yang telah dikeluarlan oleh XL Tetapi ti-
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
dak terlalu sulit juga bagi PR XL apabila mempunyai
seni pendekatan yang unik. Oleh karena itu dalam
mensukseskan kegiatan media relations yang bertujuan
untuk mensukseskan program tarif Rp 1 / detik, maka
harus disertai dengan sebuah strategi ”Jitu” dalam
membina hubungan baik dengan media. Seperti kita
ketahui, PT Excelcomindo Pratama (XL) merupakan
salah satu perusahaan telekomunikasi yang mengedepankan Profit Oriented.
Dengan begitu kegiatan media relations ini
salah satu tolak ukur keberhasilan dalam memasarkan
jasa telekomunikasi kepada khalayak luas, yaitu mengenai program tarif Rp 1 / detik, karena dampak
pemberitaan XL di media massa sangat besar pengaruhnya bagi para pelanggaran XL khususnya.
Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis menetapkan fokus penelitian, sebagai berikut : Pada saat ini industri telekomunikasi di
Indonesia sedang berlomba – lomba untuk memberikan tarif termurah (perang tarif). Oleh karena itu,
peneliti ingin meneliti strategi media relations, khususnya kegiatan informal yang dilakukan PR XL
sebagai salah satu usaha untuk mensukseskan program
tarif Rp 1 / detik. Alasan penulis ingin meneliti hal
tersebut, dikarenakan kegiatan informal dalam media
relations ini mempunyai sisi unik tersendiri dan bersifat tidak ”biasa”. Atas dasar tersebut, .maka peneliti
menetapkan fokus penelitian, yaitu ”bagaimana strategi
media relations informal PT Excelcomindo Pratama
(XL) membangun hubungan dengan wartawan dalam
rangka mensukseskan program tarif Rp 1 / detik?”.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, maka tujuan peneliti adalah :
1. Ingin mengetahui kegiatan media relations informal
secara konkrit yang dilakukan XL dalam mensukseskan program tarif Rp 1 / detik.
2. Ingin mengetahui proses kegiatan media relations
informal XL dalam mensukseskan program tarif
Rp 1 / detik.
3. Ingin mengetahui strategi media relations informal
XL yang dilakukan
secara informal dalam
mensukseskan program tarif Rp 1 / detik.
Media relations
Media relations adalah salah satu kegiatan PR
eksternal. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempublikasikan informasi / pesan mengenai produk, jasa
dan layanan dari perusahaan melalui kerjasama dengan
media. Untuk memahami lebih jauh mengenai media
relations, maka harus mengetahui pengertiannya terlebih dahulu. Dari sekian banyak pengertian media
relations, penulis akan memaparkan dua pengertian
dari Ruslan dan Jefkins.
Menurut Ruslan (2006: 169 ), menyebutkan
definisi Pers Relations, adalah: “Suatu kegiatan khusus
dari pihak Public Relations untuk melakukan komunikasi penyampaian pesan, atau informasi tertentu mengenai aktivitas yang bersifat kelembagaan, perusahaan/ institusi, produk dan hingga kegiatan bersifat
individual lainnya yang perlu dipublikasikan melalui
kerjasama dengan pihak pers atau media massa untuk
menciptakan publisitas dengan citra positif”.
Menurut Jefkins (2003: 113), mengemukakan
press relations adalah usaha untuk mencapai publikasi
atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau
informasi PR dalam rangka menciptakan pengetahuan
dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Pengertian media relations dari Ruslan lebih menekankan pada informasi/pesan yang dipublikasikan melalui media massa
untuk menciptakan publisitas dan citra positif. Sedangkan Jefkins lebih menekankan media relations pada pesan yang dipublikasikan untuk meciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak. Ruslan menganggap media relations sebagai salah satu sarana untuk menciptakan publisitas dan citra positif dari
perusahaan sedangkan Jefkins menganggap media
relations sebagai salah satu sarana dalam membantu
memberi pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak
terhadap informasi yang disampaikan oleh perusahaan.
Berdasarkan kedua pengertian diatas, peneliti
dapat menyimpulkan media relations adalah suatu
kegiatan PR untuk menyampaikan informasi mengenai
perusahaan melalui media massa dalam rangka
menciptakan image positif perusahaan serta produknya
dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang informasi/pesan dari perusahaan.
Wartawan
Wartawan adalah salah satu sosok orang sibuk,
setiap hari yang mereka pikirkan adalah hanya mencari
berita. Dalam melakukan kegiatan media relations,
wartawan merupakan rekan kerja perusahaan yang
paling ”ampuh” dalam rangka mempublikasikan barang dan jasa dari suatu perusahaan kepada masyarakat
luas. Tentunya tidak sembarang berita biasa yang mereka akan liput, melainkan berita yang mempunyai nilai
berita tinggi, dan menarik untuk disebarluaskan ke
khalayak luas. Berikut ini adalah pengertian dari wartawan, antara lain : Menurut Ningrat (2005: 56) wartawan adalah orang yang menghimpun berita baik media cetak atau elektronik. Sedangkan Muda (2005: 14)
menyatakan wartawan ” sebutan bagi salah satu profesi yang digunakan dalan bisnis media massa, khususnya media cetak”. Selain dua pendapat di atas,
Abdullah (2004: 17) menyebutkan wartawan adalah ”
mereka yang bertugas mencari, mengumpulkan,
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
61
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
mengolah dan menulis karya jurnalistik dan tercatat
sebagai staf redaksi sebuah penerbitan .
Dari ketiga pengertian di atas dapat dilihat
Ningrat menyebutkan wartawan sebagai orang yang
menghimpun berita baik media cetak maupun media
elektronik. Sedangkan Deddy Iskandar Muda lebih
menekankan wartawan hanya sebagai sebutan bagi
salah satu profesi yang digunakan dalam bisnis media
cetak. Bedanya dengan Ningrat adalah terletak dari
jenis medianya. Selain itu, Abdullah menyebutkan
wartawan bertugas mencari, mengumpulkan ,mengolah dan menulis sebuah berita. Dengan begitu,
Abdullah mengatakan bahwa seorang wartawan tidak
hanya menghimpun sebuah berita saja, melainkan harus dikelompokkan telebih dahulu setelah itu barulah
ditulis menjadi sebuah berita. Berdasarkan uraian di
atas, peneliti menyimpulkan wartawan adalah orang
yang bertugas untuk mencari, mengumpulkan, dan
menganalisa sebuah informasi yang di anggap penting
dan menarik untuk dijadikan berita.
Tugas wartawan
Dalam membangun hubungan baik dengan
wartawan, seorang humas harus mengetahiu terlabih
dahulu mengenai seluk beluk dari wartawan itu sendiri.
Mulai dari apa itu wartawan beserta tugasnya. Dengan
begitu, akan mempermudah seorang humas untuk
menjalin sebuah hubungan media relations, berikut ini
akan diuraikan mengenai tugas wartawan Partao (2006:
48) mengungkapkan, tugas wartawan adalah mencari
dan mengumpulkan informasi kemudian menuliskannya menjadi sebuah berita. Informasi yang ditulis
menjadi berita tentunya bukan sekedar informasi dan
data semata, tapi informasi dan data dapat dijual.
Sedangkan menurut Ishwara (2005: 7) menyatakan bahwa wartawan atau pers mempunyai beberapa
peran, diantaranya sebagai pelapor (informer) yaitu
sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa
-peristiwa yang di luar pengetahuan masyarakat dengan
netral tan tanpa prasangka. Selain sebagai pelapor, pers
juga memiliki peran sebagai intrepeter yang memberikan penafsiran atau arti pada suatu peristiwa. Dari
kedua pengertian di atas, maka dapat dilihat Partao
lebih menekankan wartawan bertugas menulis berita
yang informasinnya dapat ”dijual”. Dengan begitu, informasi yang ditulis tidak hanya sekedar berita ”biasa”, melainkan harus mengandung informasi yang
mempunyai kualitas berita. Sedangkan Ishwara memandang bahwa tugas wartawan tidak hanya sebagai
palapor, yaitu melaporkan peristiwa –peristiwa penting
yang ada di luar pengetahuan masyarakat, tetapi juga
bertugas sebagai intrepeter .Dengan begitu, berita yang
akan disebarkan ke masyarakat terdapat hasil campur
tangan dari wartawan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, peneliti
dapat menyimpulkan tugas wartawan adalah sebagai
62
pencari informasi terhadap peristiwa yang ada di
lapangan. Setelah itu, informasi yang dilihat dan ditangkap di lapangan tadi, akan dijadikan sebuah berita
tentunya dengan persyaratan harus mempunyai nilai
berita dan layak untuk di jual. Tidak hanya mencari
informasi yang nantinya akan dijadikan sebuah berita,
tetapi wartawan juga bertugas sebagai penerjemah
informasi sebelum dijadikan berita.
Strategi
Dalam menjalin hubungan dengan wartawan
diperlukan sebuah strategi agar program yang dirancang oleh perusahaan berhasil. Ada beberapa pengertian mengenai strategi, di bawah ini akan diuraikan
mengenai strategi yang berkaitan dengan media relations, berikut penjelasannya : Menurut Ruslan (2003:
123) menyebutkan “Strategi adalah bagian terpadu dari
suatu rencana (plan), sedangkan rencana merupakan
produk dari suatu perencanaan, yang pada akhirnya
perencanaan adalah salah satu fungsi dasar dari proses
manajemen” .
Sedangkan Venus (2004: 152) mengatakan
“Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang
akan diterapkan dalam kampanye, atau untuk lebih
mudahnya dapat disebut guiding principle atau big
idea” Cutlip, Centre dan Broom (2006: 360) “Strategi
mengacu pada keseluruhan konsep, pendekatan atau
rencana umum untuk program yang dirancang untuk
mencapai suatu tujuan” Dari ketiga pengertian di atas,
Ruslan berpendapat strategi adalah sebuah rencana
yang telah terkonsepkan untuk dijadikan perencanaan
guna mendukung keberhasilan program perusahaan .
Sedangkan Venus lebih menitikberatkan strategi itu
kepada proses pendekatan untuk mensukseskan sebuah program kampanye. Tetapi Cutlip, Centre &
Broom menggabungkan dari kedua pendapat Ruslan
dan venus. Dimana strategi yang dimaksud adalah
kesatuan antara konsep hingga perencanaan yang terstruktur dengan baik sehingga dapat mendukungm
keberhasilan program.
Atas dasar pengertian dari ketiga ahli tersebut,
maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa strategi
adalah cara “jitu” yang dijadikan alat untuk mensukseskan program dari perusahaan sehingga dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Bentuk Komunikasi
Dikaitkan dengan strategi yang dilakukan PR
dengan wartawan dalam setiap kegiatan media relations, maka terdapat bentuk komunikasi yang dapat
diaplikasikan dalam setiap strategi, antara lain :
1. Komunikasi Interpersonal
Menurut Muhammad (2005: 159), komunikasi
interpersonal adalah proses pertukaran informasi di
antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya
atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
diketahui balikannya. Sedangkan menurut Wiryanto
(2004: 32), komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka
antara dua orang atau lebih,baik secara terorganisasi
maupun pada kerumunan orang. Berdasarkan kedua
pendapat di atas, Muhammad memandang komunikasi
interpersonal merupakan pertukaran informasi antara
dua orang dan hasil interaksi tersebut dapat diketahui
dengan segera, Tetapi ia tidak menspesifikasi prosesnya, sehingga menjadi kurang jelas apakah malalui
tatap muka atau telepon. Sedangkan lain halnya dengan wiryanto, ia tidak hanya menyebutkan orang
yang terlibat dua orang atau lebih tetapi lebih menspesifikasikan prosesnya yaitu melalui tatap muka. Dalam
melakukan komunikasi interpersonal seharusnya orang
yang terlibat hanya dua orang saja. Prosesnya dilakukan secara tatap muka. Dengan begitu, reaksi dari
kedua belah pihak dapat diketahui secara langsung.
Menurut Wiryanto (2004: 36) terdapat efektifitas dalam komunikasi interpersonal, antara lain :
a. Keterbukaan (openess). Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam
menghadapi hubungan antarpribadi.
b. Empati (emphaty).Merasakan apa yang dirasakan
orang lain.
c. Dukungan (Supportiveness). Situasi yang terbuka
untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif.
d. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong
orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
e. Kesetaraan (equaliti). Pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna,dan
mempunyai sesuatu untuk disumbangkan.
Komunikasi Kelompok
Muhammad (2005: 182), komunikasi kelompok merupakan suatu kumpulan individu yang dapat
mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa
kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa
tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan
berkomunikasi tatap muka.
Sedangkan Wiryanto (2004: 44) komunikasi
kelompok adalah proses komunikasi antara tiga orang
atau lebih yang berlangsung secara tatap muka dalam
kelompok tersebut anggota berinteraksi satu sama lain.
Pada dasarnya kedua pendapat di atas memandang sama mengenai komunikasi kelompok yaitu,
kumpulan suatu individu yang berinteraksi satu sama
lain secara tatap muka. Hanya saja, Muhammad mengartikan proses komunikasi kelompok tidak hanya berinteraksi, tetapi antara satu sama lain terikat.
Komunikasi kelompok yang ideal adalah
orang yang terlibat dalam kumpulan tersebut lebih dari
dua orang dan sama-sama mempunyai kepentingan
untuk diperbincangan. Proses interaksinya dilakukan
secara tatap muka sehingga akan terjalin sebuah
hubungan yang akrab adanya keterikatan satu sama
lain.
Menurut Tubbs dan Moss (2005: 17),
menyatakan terdapat efektifitas dalam komunikasi
kelompok, antara lain :
a. Jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi
kelompok (2-3 orang) akan mempengaruhi
tingkat keakraban, partisipasi dan kepuasan antar
pribadi dalam kelompok tersebut.
b. Pesan yang disampaikan dapat diterima dengan
cermat dan mudah untuk saling mempengaruhi
jika orang yang terlibat dalam komunikasi
kelompok tersebut berkisar antara 2-3 orang.
c. Keterbukaan akan tercipta jika komunikasi
antarpribadi antara satu sama lain terjalin dengan
baik.
Komunikasi antar organisasi
Menurut Vardiansyah (2004: 32), mengemukakan komunikasi antar organisasi dapat terjadi secara
formal maupun informal. Semakin formal sifatnya,
semakin terstruktur pesan yang disampaikan,
sedangkan komunikasi informal terjadi di luar struktur
organisasi. Sedangkan Wiryanto (2004: 54) komunikasi
antarorganisasi adalah pengiriman dan penerimaan
berbagai pesan organisasi dalam kelompok formal
maupun informal dari suatu organisasi. Berdasarkan
kedua pendapat di atas sama – sama menekankan
bahwa komunikasi antar organisasi dapat terjadi secara
formal dan informal.Tetapi vardiansyah memandang
komunikasi antar organisasi secara informal lebih
menekankan unsur keakraban. Efektifitas komunikasi
organisasi, Tubbs dan Moss (2005: 17) : “Dalam
melakukan interaksi dengan organisasi lain diperlukan
proses penyesuaian diri untuk mengetahui keinginan
,sikap serta tingkah laku organisasi lain dalam rangka
melakukan interaksi komunikasi organisasi”.
Jenis – Jenis strategi
Terdapat beberapa jenis strategi yang digunakan dalam mensukseskan sebuah program
perusahaan . Di bawah ini akan dijelaskan mengenai
jenis – jenis strategi yang berkaitan dengan kegiatan
media relations .
Dalam membina hubungan baik dengan
wartawan, maka diperlukan sebuah srategi untuk mensukseskan kegiatan media relations tersebut. Menurut
Partao (2006: 118-120) terdapat dua jenis strategi
humas, menurut Ruslan (2003: 115) terdapat empat
jenis strategi humas sedangkan menurut Iriantara
(2005: 8097 ) terdapat tiga jenis strategi humas. Untuk
itu, penulis akan membahasnya satu per satu :
1. Jangan sekali-kali menutup saluran informasi
kepada pers.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
63
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
Menurut Partao hukum ini tidak saja mengajarkan tetapi juga mewajibkan kepada siapa pun yang
berhubungan dengan pers, untuk membantunya bila
mereka membutuhkan satu atau lebih informasi
tentang perusahaan kita. Hal ini tidak dapat ditawartawar lagi, tugas pers adalah menyebarluaskan informasi yang berguna dan dibutuhkan masyarakat. Sedangkan Iriantara menyebutnya dengan mengelola
relasi. Strategi mengelola relasi artinya menjalin dan
mengelola relasi dengan media massa. Hal ini bisa
dibangun melalui dua bentuk relasi, yakni relasi tugas
dan relasi pribadi.
Relasi tugas artinya relasi profesional antara
dua pihak yang berbeda bidang tugasnya. Dalam
membangun hubungan baik dengan media massa itu
penting untuk diketahui apa yang sesungguhnya
diperlukan media massa. Cara yang bisa dilakukan ialah
dengan berkomunikasi secara lancar, yaitu dengan
membuat sarana-sarana komunikasi yang memudahkan berhubungan dengan wartawan.
Relasi pribadi artinya hubungan antar manusia
yang sifatnya pribadi dan seolah lepas dari hubungan
tugas atau hubungan kerja. Sentuhan kemanusiaan ini
umumnya dilakukan untuk menjalin relasi yang lebih
akrab. Dimensi-dimensi pribadi seperti keluarga wartawan merupakan sarana untuk membangun relasi
yang baik misalnya dengan memberi ucapan selamat
ulang tahun pada wartawan, ada kalanya mengirimkan
bingkisan lebaran pada wartawan atau sekedar menelepon untuk berbicara soal-soal umum melalui percakapan tersebut dapat mempererat persahabatan
antara PR dengan awak media massa.
Berdasarkan kedua pendapat ahli di atas, maka
peneliti dapat menyimpulkan dalam membina
hubungan baik dengan wartawan pihak perusahaan
jangan sekali-kali menutup akses komunkasi dengan
wartawan. Mengingat kebutuhan wartawan adalah
mencari dan memburu berita. Oleh karena itu, pihak
perusahaan harus memberikan informasi yang patut di
publish ke wartawan secara lengkap dan maksimal.
Tidak hanya dalam hal memberi informasi saja, melainkan hubungan komunikasi ini harus tetap berjalan,
walaupun tidak ada informasi yang perlu di share ke
wartawan. sehingga hubungan antara wartawan dengan
perusahaan akan menjadi akrab.
Melakukan pendekatan yang sistematis dan bijaksana.
Menurut Partao pendekatan ini perlu dilakukan dengan sistematis karena antara dua profesi ini,
terdapat dua latar belakang, kultural, visi dan misi yang
berbeda. Informasi yang keluar dari humas umumnya
bersifat promosi dan berita yang keluar harus positif.
Beda dengan pers bahwa sesuatu yang berbeda,
sesuatu yang aneh, buruk, itulah berita. Pendekatan itu
dilakukan dengan membangun sikap dan kemampuan
64
untuk menempatkan diri sebagai pelayan. Untuk mampu memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan itu, petugas PR atau siapapun yang ditunjuk untuk
melayani pers, harus menguasai benar apa yang
menjadi tugas pokok perusahaannya Ini dimaksudkan
agar dapat melayani pers sesuai kebutuhannya tetapi
masih dalam batas-batas yang diizinkan. Pendekatan
yang berkelanjutan ini membawa manfaat adanya
keterikatan batin dengan wartawan sehingga hubungan
menjadi harmonis. Hubungan seperti ini akan menghindarkan hubungan yang sifatnya hubungan jual beli
berita. Disaat butuh kehadiran wartawan, mereka diundang, setelah itu mereka dilupakan. Sedangkan
Iriantara tidak memasukan hal ini sebagai salah satu
jenis strategi humas. Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti dapat menyimpulkan selain akses komunikasi
yang harus tetap dibina, seorang humas pun harus
memberikan pelayanan yang maksimal terhadap wartawan, tentunya masih dalam batas –batas yang
diizinkan. Pelayanan yang di maksud disini adalah seorang humas harus dapat mengetahui secara jelas apa
yang sedang dibutuhkan oleh wartawan.
Mengembangkan strategi.
Menurut Iriantara strategi ini untuk berkomunikasi dengan publik-publik yang menjadi khalayak sasaran kegiatan komunikasi dan relasi satu organisasi melalui praktik PR khususnya media relations.
Dengan demikian, dalam mengembangkan strategi ada
beberapa hal yang mesti diperhatikan. Pertama-tama
tentukan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sumber daya organisasi. Lalu memperhatikan pula peluang
dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi. Setelah itu mulai memperhatikan dimensi teknis atau
prinsip yang berkenaan dengan media relations.
Satu hal penting yang harus diperhatikan
adalah dimensi etis, karena etika bisa melahirkan praktik yang bermartabat, menjalin relasi dan komunikasi
demi kemaslahatan bersama (mutual benefit). Sedangkan Partao tidak memasukkan hal ini sebagai salah
satu dari jenis srtategi humas. Berdasarkan uraian
diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan seorang
humas harus selalu peka terhadap lingkungan sekitar.
Artinnya humas harus mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari perusahaan dan mengetahui peluang
di lingkungan eksternal perusahaan. Dengan begitu,
dapat mempermudah humas dalam membuat sebuah
srategi dalam rangka mensukseskan kegiatan media
relations.
Mengembangkan jaringan
Menurut Iriantara pengembangan jaringan
merupakan aspek pokok dalam media relations organisasi. Bagaimana mengembangkan jaringan tersebut,
pada dasarnya mempertanyakan posisi kita dalam sistem komunikasi yang ada pada masyarakat. Salah
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
satunya, memasuki organisasi-organisasi profesi atau
memiliki kontak dengan organisasi profesi. Dengan
demikian, membuka dan memperluas jaringan pada
dasarnya merupakan bagian dari upaya kita untuk
membangun dengan media massa. Salah satu kuncinya
dengan cara menjalin relasi melalui organisasi profesi.
Tidak terbatas pada organisasi profesi kehumasan saja
namun juga organisasi profesi media massa atau
organisasi profesi lain. Sedangkan partao tidak memasukkan hal ini sebagai salah satu jenis strategi humas.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan seorang humas harus dapat terus
membangun jaringan yang seluas-luasnya. Dengan memasuki organisasi–organisasi profesi kehumasan atau
yang lainnya, maka dapat memperluas jaringan dalam
membangun hubungan baik dengan media massa.
Selain kedua pendapat di atas, Ruslan (2003: 115) juga
mengungkapkan ada beberapa strategi hunas, dimana
”strategi ini dapat berdiri sendiri atau dapat dipadukan
yaitu strategi program pendekatan dengan cara merombak (change), jalur penekanan/ kekuasaan (pressure/power), jalur menbujuk (persuassive), dan taktik
merangkul (patronage)
Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah
ditetapkan penulis, maka tujuan dari penelitian ini adalah Deskriptif. Menurut Narbuko & Achmadi (2005:
44) penelitian deskriptif adalah : “penelitian yang
berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang
ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi. Ia juga
bisa bersifat komparatif dan korelatif. Penelitian deskriptif banyak membantu terutama dalam penelitian
yang bersifat longitudinal, genetic dan klinis”.
Dalam penelitian deskriptif, peneliti hanya
memaparkan data yang ada di lapangan tentunya
disesuaikan dengan teori yang ada. Dikaitkan dengan
fokus peneltian, peneliti ingin mendeskriptifkan proses
media relations XL dengan menggunakan metode
studi kasus.
Menurut Yin (2005: 1) , menyatakan studi kasus adalah : “Studi kasus merupakan strategi yang lebih
cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how dan why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwaperistiwa yang akaan diselidiki, dan bilamana fokus
penelitiannya terletak pada fonomena kontemporer
(masa kini ) di dalam konteks kehidupan nyata”.
Sedangkan studi kasus menurut Mulyana
(2004: 201)”studi kasus adalah uraian dan penjelasan
komprehensif mengenai berbagai aspek seorang
individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program atau situasi sosial”.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat
bahwa metode penelitian studi kasus digunakan untuk
membahas masalah yang tidak diketahui unsur
“bagaimana” atau “mengapa” nya dan perlu penjelasan secara lengkap dan komprehensif. Maka penulis
menggunakan metode penelitian studi kasus karena
sesuai dengan fokus penelitian yang akan diteliti. Yin
(2005: 25) menyebutkan terdapat empat tipe utama
desain yang relevan (berdasarkan aspek kualitasnya),
dengan mengikuti matriks 2 X 2. Pasangan yang kedua,
yang bisa terjadi dalam kombinasi dengan pasangan
pertama, adalah didasarkan pada unit atau unit –unit
analisis yang harus dicakup dan membedakan antara
desain holistik dan desain terpancang.
Tabel 1
Tipe-Tipe Dasar Desain Studi Kasus
Keterangan gambar :
Tipe 1 : Desain dengan kasus tunggal dan unit
analisis tunggal
Tipe 2 : Desain dengan kasus tunggal dan unit
multi-analisis
Tipe 3 : Desain dengan multi-kasus dan unit analisis
tunggal
Tipe 4 : desain dengan multi-kasus dan unit multi
analisis
Berdasarkan fokus penelitian yang telah
ditetapkan yaitu “Bagaimana strategi media relations
informal PT Excelcomindo Pratama (XL) membangun
hubungan dengan wartawan dalam mensukseskan
program Rp 1 / detik”. Untuk dapat mengetahui
desain penelitiannya, maka sebelumnya harus diuraikan
kasus dan unit analisisnya terlebih dahulu. Kasus yang
akan diteliti adalah strategi media relations
informal, kegiatan media relations disini lebih
menekankan pada kegiatan informalnya. Dengan
begitu kasus yang akan diteliti bersifat multi kasus
karena kegiatan media relations informal banyak
macamnya dan memelukan strategi yang berbeda pula.
Sedangkan unit analisisnya berasal dari dua pihak yang
terlibat dalam kegiatan media relations yaitu wartawan
dan humas XL. Sehingga unit analisisya menggunakan
multi analisis. Berdasarkan uraian di atas , maka desain
penelitian yang relevan sesuai dengan fokus penelitian
yang akan diteliti yaitu dengan menggunakan tipe 4
(desain multi-kasus dengan unit multianalisis ).
Bahan Penelitian dan Unit Analisis
Berdasarkan fokus penelitian yang akan
diteliti, maka yang menjadi bahan penelitian berupa
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
65
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
manusia yang di dapat dari kedua belah pihak yang
terlibat dalam kegiatan media relations XL , yaitu PR
XL dan wartawan. Selain itu, bahan penelitian juga
didapat dari data pendukung berupa dokumen , foto
dan arsip pendukung lainnya.
Sedangkan unit analisis yang digunakan ialah
non-individu karena informasi yang diperoleh peneliti
terkait dengan kepentingan perusahaan, walaupun
kegiatan media relations secara informal identik
dilakukan secara personal dan lebih mengedepankan
keakraban..
Informan dan Key Informan
a. Informan
Menurut Moleong (2004: 90) informan adalah
orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.
Jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang
latar belakang penelitian, ia berkewajiban secara suka
rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya
bersifat informal. Orang yang terlibat dalam kegiatan
media relations PT Excelcomindo Pratama (XL)
relavan untuk dijadikan informan dalam penelitian ini
di antaranya adalah Public Relations (PR) XL beserta
asistennya. Selain pihak pertama yaitu PR XL, pihak
kedua pun yaitu wartawan menjadi informan dalam
penelitian ini. Mereka adalah kunci utama dalam
memberikan info atau informasi mengenai kegiatan
media relations, karena mereka terlibat langsung dalam
kegiatan media relations XL. Untuk melakukan
penelitian ini, maka penulis akan menggunakan
sampling purposif. Menurut Kriyantono (2006: 154)
Sampling Purposif : Teknik ini mencakup orang –
orang yang diseleksi atas dasar kriteria – kriteria
tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan
penelitian. Sedangkan orang – orang dalam populasi
yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak
dijadikan sampel. Persoalan utama dalam teknik
purposif adalah menentukan kriteria, dimana kriteria
harus mendukung tujuan penelitian. Biasanya teknik
purposif dipilih untuk penelitian yang lebih
mengutamakan kedalaman data, daripada untuk tujuan
representatif yang dapat digeneralisasikan.
b. Key Informan
Menurut Moleong (2004: 3) key informan
adalah mereka tidak hanya bisa memberi keterangan
tentang sesuatu kepada peneliti, tetapi juga bisa
memberi saran tentang sumber bukti yang mendukung
serta menciptakan sesuatu terhadap sumber yang
bersangkutan.
Untuk menjadi key informan tidak hanya sekedar
terlibat, tetapi juga harus menguasai kegiatan media
relations XL. Dengan demikian key informan baru
dapat ditentukan setelah melakukan penelitian
66
terhadap informan. Dari informan yang memenuhi
syarat tersebut lalu dipilih menjadi key informan.
Instrumen
a. Data Primer
Menurut Moleong (2006: 157) data primer
adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai yang didapat melalui catatan
tertulis atau melelui rekaman video atau audio tapes,
pengambilan foto atau film. Data primer merupakan
data yang diperoleh dari tangan pertama. Data ini
berasal dari informan dan key informan. Dalam
penelitian ini yang menjadi data primer adalah berupa
informasi yang
dapat menjawab ketiga tujuan
penelitian : Informasi mengenai jenis kegiatan media
relations informal secara konkrit dalam mensukseskan
program Rp 1 / detik. Untuk dapat menggali kedalaman informasi tersebut, maka instrumen yang relevan
yaitu dengan menggunakan wawancara dan observasi.
Menurut Narbuko dan Achmadi (2005: 83) wawancara
adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau
lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung
informasi-informasi atau keterangan- keterangan.
Observasi adalah alat pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara
sistematik gejala-gajala yang diselidiki (Narbuko dan
Achmadi, 2005: 70). Informasi mengenai proses jalannya dari masing-masing kegiatan media relations informal. Untuk dapat melihat dan menggali jalannya
proses dari masing-masing kegiatan, maka instrumen
yang relevan yaitu dengan menggunakan observasi
atau pengamatan secara langsung. Informasi mengenai
strategi media relations yang dilakukan XL dalam
mensukseskan program Rp1 / detik. Untuk dapat
menggali informasi tersebut mengingat strategi merupakan ”rahasia perusahaan”, maka instrumen yang
relevan adalah tidak hanya cukup dengan menggunakan wawancara mendalam saja melainkan harus
dilengkapi dengan pengamatan langsung di lapangan
(observasi) agar data yang diperolah dapat menjawab
tujuan penelitian.
Menurut Kriyantono (2006) : wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan
informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dalam frekuensi tinggi
dan berulang – ulang secara intensif . Pewawancara
tidak mempunyai kontrol atas respon informan
b. Data Sekunder
Menurut Moleong (2006) data sekunder adalah bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis
dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah,
sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen
resmi. Data sekunder merupakan data yang diperoleh
dari tangan kedua. Untuk mengumpulkan data yang
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
selengkap-lengkapnya mengenai strategi media
relations informal XL, maka instrumen yang relevan
dengan
menggunakan
pengamatan
langsung
(observasi).
Reliabilitas dan Validitas Data
Berdasarkan fokus penelitian, maka kriteria
yang relevan digunakan untuk menentukan validitas
data yaitu kriteria keteralihan (transferability). Menurut Moleong (2006: 324), Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks
pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan
tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Sedangkan untuk menguji reliabilitas, teknik
pemeriksaan
yang
relevan
adalah
dengan
menggunakan uraian rinci. Menurut Moleong (2006:
337) uraian rinci berarti peneliti bertanggung-jawab
terhadap penyediaan dasar secukupnya yang memungkinkan seseorang merenungkan suatu aplikasi pada
penerima sehingga memungkinkan adanya pembandingan. Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan
hasil penelitiannya sehingga uraian itu dilakukan seteliti
dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks
tempat penelitian diselenggarakan. Dalam proses melakukan pembandingann antara teori dan kenyataan di
lapangan, peneliti harus mengkroscek secara teliti data
yang diperoleh di lapangan. Tentunya tidak hanya
mengandalkan informasi dari data primer saja, melainkan data sekunder pun harus diikutsertakan dalam
proses pengolahan data. Setelah mendapatkan informasi dilapangan yang sesuai tujuan penelitian, maka
informasi tersebut akan dibandingkan dengan teori
yang ada. Sehingga data yang diperoleh menjadi akurat.
Analisis Data
Dalam studi kasus, data harus dibuat kondusif
terhadap analisis statistik dengan mengkodefikasi
peristiwa-peristiwa kedalam bentuk numerikal. Tahaptahapanya adalah : Memasukan informasi kedalam
daftar yang berbeda. Membuat matriks kategori dan
menempatkan buktinya kedalam kategori tersebut.
Menciptakan analisis data-flowchart dan perangkat
lainnya guna memeriksa data yang bersangkutan. Mentabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda. Memeriksa
kekompleksan tabulasi dan hubungannya dengan
menkalkulasi angka urutan kedua seperti rat-rata
hitung dan varians. Memasukan informasi kedalam
urutan kronologis atau menggunakan skema waktu
lainnya. (Yin,2005: 135).
Hasil Penelitian & Pembahasan
Sekilas Tentang XL
PT Excelcomindo Pratama, Tbk adalah salah
satu perusahaan telekomunikasi ketiga terbesar di
Indonesia dan merupakan anak perusahaan Telekom
Malaysia (TM) yang merupakan pemegang saham
mayoritas dan pengendali perusahaan dengan kepemilikan saham sebesar 59,63 %. XL beroperasi secara
komersial sejak 8 Oktober 1996, dan bisnis XL saat ini
adalah Consumer Solution sebagai penyedia jaringan
seluler dual band melalui kartuprabayar Jimat, Jempol
dan Bebas serta pascabayar Xplor dan Business
Solution sebagai penyedia layanan solusi korporat berbasis sirkit sewa (Leased Line). Broad band dan IP
(Internet Protocol).
Sebagai salah satu perusahaan ketiga terbesar
di Indonesia yang bergerak dibidang telekomunikasi,
maka XL memperkuat jatidiri perusahaan dengan
menciptakan Visi dan Misi yang mengarah pada consumer solutions. Visi dari XL adalah menjadi penyedia
solusi informasi dan komunikasi terpilih di Indonesia
baik bagi pelanggan individu maupun kalangan bisnis.
Sedangkan Misinya adalah memberikan yang terbaik
bagi pelanggan baik dalam hal produk, layanan
teknologi dan nilai komersil secara efisien.
Dalam menjalankan bisnisnya sebagai penyedia jasa telekomunikasi, XL selalu mengarah pada
nilai-nilai perusahaan dengan berkomitmen untuk
memberikan layanan yang terbaik kepada para pelanggan, dengan menawarkan produk-produk bermutu,
infrastruktur yang handal, teknologi yang berdaya guna
serta saling berbagi pengetahuan. Selain itu, dalam
proses pengambilan keputusan XL senantiasa menjaga
integritas perusahaannya sebagai penyedia consumer
solutions. Hal yang selalu ditingkatkan dan
dipertahankan adalah sikap menghargai diri sendiri,
karena hanya dengan penghargaan diri sendiri maka
XL akan dapat sungguh-sungguh menghargai para
pelanggan, mitra, pemasok serta pesaing. Tidak hanya
itu, XL juga selalu meningkatkan kepedulian akan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), produk,
layanan dan infrastruktur yang merupakan jaminan
bahwa XL akan selalu berada satu langkah lebih maju
dari para pesaingnya. XL berupaya sepenuhnya untuk
bisa memenuhi kebutuhan para pelanggan melalui
layanan yang berkualitas tinggi. Dengan memberikan
berbagai macam layanan yang bernilai tinggi dan unik
kepada pelanggan. Produk-produk yang ada, baik
untuk perorangan maupun untuk perusahaan
diciptakan untuk memenuhi kebutuhan para
pelanggan. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat
akan kesederhanaan dan kemudahan dalam
berkomunikasi dengan harga terjangkau diciptakanlah
jempol, dimana hal ini membuat jempol sangat
diminati oleh masyarakat. Begitupun dengan bebas,
yang diperuntukkan bagi orang-orang yang
menginginkan kesenangan dan nilai lebih dalam
berkomunikasi. XL juga mendukung penyediaan
produk pasca bayar bagi pelanggan yang sukses baik
dalam berkarir maupun berkeluarga. Selain itu XL
merasakan perlunya membangun kerjasama dengan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
67
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
perusahaan diberbagai industri maka diciptakanlah
Business Solutions.
XL patut merasa bangga sebagai suatu
perusahaan yang inovatif dan selalu mampu
menghadirkan berbagai macam produk maupun
layanan melalui teknologi yang tepat guna memuaskan
pelanggan dalam berkomunikasi. XL life unlimited
adalah suatu tema promosi yang mencerminkan
kebebasan dan kemudahan berkomunikasi bersama
XL dimanapun dan kapanpun tanpa adanya batas
ruang dan waktu.
Disamping hubungan yang baik dengan
pelanggan, XL juga memiliki hubungan yang baik
dengan masyarakat sekitar. XL percaya akan perlunya
pembangunan masyarakat secara berkesinambungan
guna menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif.
Sebagai bentuk tanggung jawab dari kalangan industri,
XL sangat berkomitmen untuk menciptakan nilai
tambah pada pemegang sahamnya dan juga
berkomitmen untuk berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat Indonesia. Hal diatas diwujudkan
melalui programprogram sosial perusahaan (CSR
program) yang difokuskan pada pendidikan dan kegiatan sosial lainnya dalam payung XL care. XL mulai
mengawali bisnisnya pada tahun 1996 dengan memperoleh izin opersional GSM 900 dan mulai beroperasi
secara komersial dengan fokus cakupan area di Jakarta,
Bandung dan Surabaya setelah itu satu tahun kemudian XL berhasil membangun jaringan microcell
dikawasan Segitiga Emas Jakarta. Tepatnya pada tahun
1998 XL mulai meluncurkan produk dengan brand
proXL sebagai layanan prabayar celluler, dua tahun
berikutnya XL mulai berpikir untuk mengembangkan
jaringan ke Sumatera dan Batam. Pada tahun 2001 XL
berhasil meluncurkan fasilitas pertama yaitu meluncurkan M-Banking dan M-Fun. Seiring dengan kematangan perusahaan, maka XL berhasil meluaskan cakupan jaringan ke Kalimantan dan Sulawesi serta memasuki bisnis sirkit sewa dan internet.
Memasuki tahun 2004 XL mulai melangkah
pasti kedepan dengan meluncurkan produk baru yaitu
Jempol, Bebas dan Xplor, selain itu XL mengganti
logo perusahaannya. Sedangkan pada tahun 2005 XL
resmi menjadi anak perusahaan TM Group dan
menjadi salah satu perusahaan terbuka dan tercatat di
Bursa Efek Jakarta. Setelah masuknya TM Group XL
mulai menunjukkan peningkatan kualitasnya. Ditahun
2006 merupakan titik aman kedua bagi XL untuk
meraih puncak keberhasilan dengan meluncurkan 3G
yang pertama terluas dan tercepat di Indonesia serta
berhasil menerbitkan obligasi Dolar Amerika Serikat
sebesar USD 250 juta. Selain itu XL juga mulai menunjukkan eksistensinya didunia telekomunikasi dengan memperoleh delapan penghargaan sepanjang tahun 2006.
68
Berdasarkan bagan di atas, maka dapat dilihat
Corporate Communications membawahi divisi PR
yang terbagi menjadi dua bentuk yaitu, PR eksternal
dan internal.Bagian yang khusus menangani masalah
media relations dan juga merupakan tempat penulis
ditempatkan saat Kuliah Kerja Praktek berada dalam
salah satu bentuk kegiatan dari eksternal PR di XL.
Bentuk kegiatan eksternal PR yang lainnya seperti
Investor Relations, Goverment Relations dan
Customer Relations berada di bawah divisi yang berbeda. Selain itu, PR membawahi Marketing Public
Relations (MPR) yang tugasnya mensupport kegiatan
marketing melalui cara yang berbeda dan Corporate
Public Relations yang lebih memfokuskan pada kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam rangka meningkatkan image perusahaan.
Job descriptions Public Relations (PR)
Bentuk kegiatan PR eksternal yang dilakukan
oleh PT. Excelcomindo Pratama. Tbk adalah :
Media Relations
Merupakan salah satu kegiatan menjalin dan
membina hubungan baik dengan media. Hubungan
media massa dengan PR lebih mengarah kepada
mutual simbiolism, yaitu hubungan yang saling membutuhkan. Media massa memerlukan PR sebagai pihak
yang dijadikan nara sumber pemberitaan sementara PR
memerlukan media masa untuk menyampaikan
informasi perusahaan ke publik melalui media. Namun
demikian, hubungan ini dijalin dengan pendekatan
personal karena akan lebih efektif karena mampu
menciptakan ikatan yang lebih erat. Inilah beberapa
kegiatan Media Relations XL. Untuk kegiatan Press
Conference dan press release akan diuraiakan secara
rinci karena merupakan fokus dari penulis, kegiatannya
antara lain :
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
Media Gathering
Ajang apresiasi XL kepada media masa atas
kerja sama dan dukungan media terhadap perusahaan.
Kegiatan seperti ini, sudah menjadi agenda rutin XL.
Acara ini digelar dua kali dalam setahun, ini berlaku
untuk media Nasional dan Regional/daerah.
Melalui acara seperti ini, pihak XL dapat membangun
suatu kedekaatan dengan para Media (wartawan).
Dalam kegiatan ini media dimanjakan dengan berbagai
kegiatan –kegiatan yang menarik seperti acara
Outbond dan berbagi pengetahuan tentang industri
Telekomunikasi (Media Nasional). Sedangkan untuk
Media Regional XL mengajak mereka untuk
menyaksikan pameran ICS di JHCC dan jalan –jalan
sambil memperkenalkan secara jelas tentang XL dan
berbagi pengetahuan tentang Indutri Telekomunikasi
(memberikan pembelajaran) disertai dengan kegiatan
Outbond untuk memeriahkan cara dan menjalin keakraban. Dengan begitu, keakraban akan terjalin dan
apabila kedekatan ini sudah terjalin maka akan
memudahkan Pihak XL dalam mempublikasikan dan
mensosialisasikan informasi kepada pelanggan melalui
Wartawan.
Mengadakan pertemuan informal dengan
para media.
Bertujuan untuk membangun kedekatan secara personal dengan para wartawan yang tidak terikat
oleh suatu kekakuan.Pertemuan seperti ini sifatnya
santai, sehingga dapat mempermudah pendekatan kearah yang lebih akrab sehingga akan tumbuh suatu
bentuk kerja sama yang baik.Disini seorang PR
deperlukan Teknik Lobby yang bagus, karena
pendekatan informal ini lebih efektif dibandingkan
pendekatan secara Formal.
Entertainment atau aktivitas apresiasi.
Pihak XL mempunyai strategi untuk tetap
menjaga hubungan dengan wartawan. Salah satunya
adalah pihak XL mempunyai tingkat kepedulian yang
tinggi terhadap media. Apabila ada media atau wartawan yang berulang tahun, XL selalu mengirimkan
kue ulang tahun, dan pengisian pulsa atau pembayaran
pulsa untuk kartu pascabayar. Tidak hanya itu, tetapi
XL juga selalu memberikan hadiah pada saat orang
media menikah dan menyambut kelahiran, atau memberikan sumbangan dana bagi wartawan yang mengalami kedukaan atau sakit.
Mengadakan acara XL Award (Program rangkaian ulang tahun XL) yang merupakan
kegiatan rutin XL.
Acara ini merupakan salah satu bentuk untuk
membina hubungan baik dengan para wartawan dengan menggelar Lomba menulis antar wartawan
Nasional.
Mengadakan Kompetisi Futsal dan Billiard
antar wartawan (Program rangkaian ulang
tahun XL).
Dalam rangka mempertahankan hubungan
yang telah terjalin.Hal ini merupakan Program reward
untuk wartawan atas kerjasama selama ini dengan XL.
Mensponsori Acara atau Kegiatan Media.
XL mensponsori kegiatan–kegiatan yang
diadakan oleh pihak Media seperti acara kekaryawanan, seminar dan lain-lain.
Kunjungan Media (Media Visit).
Kunjungan menejemen XL ke beberapa media besar yang menjadi target perusahaan. Pada kunjungan ini dilakukan perkenalan menejemen XL dan
diskusi tentang Industri Telekominikasi. Program ini
dilaksanakan dalam satu tahun lima kali kunjungan.
Press Conference
Ajang pertemuan dengan parawartawan sehubungan dengan adanya suatu informasi penting baik
mengenai produk, layanan dan kebijakan yang akan
disampaikan XL kepada stakeholdernya .
Media Relations
Kegiatan media relations akan terlaksana apabila ada pertemuan antara perwakilan dari perusahaan
yaitu PR dengan wartawan. Untuk melihat kegiatan
media relations yang dilakukan XL, maka peneliti
melakukan wawancara mendalam beserta observasi
terhadap kegiatan tersebut, tentunya dengan mengkroscek dari kedua belah pihak, yaitu XL dan wartawan.
Menurut PR XL media relations adalah suatu
hubungan yang harus dijalin secara kontinyu antara XL
dengan wartawan. Dalam kegiatan ini adanya hubungan mutual simbiolism yaitu adanya kemitraan dan
bisa saling mengisi satu sama lain. Media massa memerlukan PR sebagai pihak yang dijadikan narasumber
pemberitaan sementara PR memerlukan media massa
untuk menyampaikan informasi perusahaan ke publik
melalui media.Tujuan dari diadakan kegiatan media
relations ini adalah untuk menjaga citra positif
perusahaan, karena XL bergerak dibidang profit oriented. Hal ini juga disamapaikan oleh Ruslan (2006: 169)
yang menyatakan kegiatan media relations dilakukan
untuk menciptakan publisitas dan citra positif
perusahaan. Dengan begitu kegiatan media relations
digunakan untuk dapat menjaga dan meningkatkan
citra positif perusahaan. Alasan XL menyebutkan tujuan media relaions hanya sebatas menjaga citra positif
perusahaan saja, karena XL berprinsip ketika citra
perusahaan dimata publik telah positif maka secara
tidak langsung akan berpengaruh pada kenaikan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
69
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
tingkat penjualan (profit oriented) Oleh sebab itu,
untuk terus dapat meningkatkan profit perusahaan,
maka XL harus tetap mengeluarkan layanan yang
bagus,inovasi terbaru dan memberikan kemudahan
untuk pelanggan mengingat XL juga merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi.
Untuk dapat memberikan informasi mengenai
perusahaan khususnya untuk kepentingan pelanggan,
XL meminta bantuan media untuk dapat menyebarluaskan informasi perusahaan tersebut karena media
mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi publik.
Hal ini ditandai dengan adanya tim media relations
khusus yang bertugas untuk membina hubungan
dengan wartawan, bukti kekompakan tim ini dapat
dilihat dari cara mereka mencoba membuat acara pertemuan dengan wartawan seperti mengajak wartawan
untuk makan siang bersama dan mendatangi kantor
media untuk sekedar “ngobrol-ngobrol”. Selain itu PR
XL selalu berinisiatif menelepon wartawan untuk
sekedar menanyakan kabar dan ngobrol yang sifatnya
ringan. Semua aktivitas ini terlihat dari keaktifan PR
XL dalam menjaga hubungan baik dengan wartawan.
Atas dasar tersebut, peneliti dapat melihat kegiatan
media relations harus dilakukan secara kontinyu tentunya disertai dengan strategi pendekatan yang perlu
digali secara terus menerus, agar wartawan tidak
merasa bosan dengan apa yang diberikan XL sebelumnya.Secara tidak langsung pengaruh kegiatan media
relations sangat besar terhadap perusahaan dan sebagai
tujuan akhir dapat meningkatkan keuntungan perusahaan.
Sebelum melakukan kegiatan media relations,
XL selalu melakukan pemetaan media terlebih dahulu
yang bertujuan untuk menentukan efektifitas terhadap
pesan yang akan disampaikan kepada publik . Selain
itu juga untuk memenuhi arah pemberitaan yang akan
dituju oleh XL sendiri. Dalam pemetaan media ini, XL
akan melihat media apa saja yang akan dibidik, siapa
saja orang-orang media yang berkaitan dengan XL
mulai dari wartawan, redaktur, pemred dan redpel.
Pemetaan ini dilakukan sebagai upaya untuk mempelajari karakteristik media mulai dari karagaman sikap
dan kesukaan wartawan sampai dengan kultur yang
dianut oleh media. Sedangkan kegiatan media relations XL dikroscek dengan menggunakan lima media
yaitu Bisnis Indoneia, Koran Tempo, Investor Daily,
Media Indonesia dan Detik. Com. Dimana dari kelima
orang media tersebut dalam mengartikan kegiatan
media relations cenderung sama yaitu, sebagai kegiatan
yang menjembatani hubungan antara perusahaan dengan wartawan. Tetapi lain hal nya dengan Tempo
yang menyatakan media relations sebagai suatu ajang
untuk membangun hubungan baik dengan media yang
di dalamnya harus mengandung konten yang positif
atau mempunyai nilai jual tinggi. Dengan begitu kegiatan media relations akan dibagi menjadi dua
70
pendapat yang berasal dari lima wartawan yang menjadi target XL. Dimana kedua pendapat yang berbeda
tersebut akan dirai satu per satu. Asumsi pertama yang
menyatakan kegiatan media relations merupakan
jembatan antara perusahaan dengan wartawan. Dalam
kegiatan media relations ini seorang PR yang bertugas
sebagai perwakilan perusahaan, mampu menjembatani
perusahaan dan wartawan dalam arti yang sesungguhnya, seperti dapat memberikan informasi terbaru mengenai perusahaan dengan tanggap, mampu mengakomodir kebutuhan wartawan, dapat membukakan akses
bertemu direksi pimpinan perusahaan dan dapat
memberikan informasi sehubungan dengan informasi
yang akan dikroscek oleh wartawan. Dimata wartawan,
XL telah berhasil untuk memberikan informasi terbaru
seputar perusahaan.
Hal ini dapat terlihat dari rutinitas yang
dilakukan XL dalam mengirimkan Press release lewat
email, memberikan cuplikan informasi lewat telepon,
mengadakan pertemuan secara informal biasanya
mengajak wartawan untuk makan siang bersama dan
menyelinginya dengan obrolan seputar informasi
terbaru perusahaan dan berdiskusi atau menanyakan
pendapat seputar informasi yang akan dikeluarkan oleh
XL. Selain itu, PR XL dapat memberikan solusi untuk
mempertemukan wartawan dengan direksi pimpinan
dengan kata lain dapat membukakan akses yang cepat
bagi wartawan.
Hal ini dapat terlihat dari kesigapan yang
diberikan PR XL sewaktu ada wartawan yang
mengeluh kepadanya akan susahnya bertemu dengan
direksi pimpinan padahal sebelumnya wartawan telah
membuat janji terlebih dahulu. Tetapi berkat bantuan
PR XL mampu mempercepat pertemuan dengan
direksi perusahaan sehingga wawancara berlangsung,
karena yang dibutuhkan wartawan hanyalah informasi
dari direksi pimpinan langsung. Untuk kepentingan
perusahaan, XL telah berhasil menjalankan kegiatan
media relations ini dengan cukup bagus, yaitu XL
bersedia dan selalu memberikan informasi terbaru
seputar perusahaan, hanya saja XL belum dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan dan kepentingan
wartawan. Hal ini terlihat dari kurang sigapnya PR XL
dalam memberikan informasi (klarifikasi) seputar
informasi kurang bagus (negatif) yang akan dikroscek
oleh wartawan.
Pihak XL selalu menjanjikan akan diberikan
informasi susulan untuk menjelaskan seputar apa yang
ditanyakan oleh wartawan, janji tersebut memang
ditepati, tetapi konten jawaban yang diberikan tidak
menjawab persoalan yang ditanyakan.Untuk lebih
jelasnya, lihat cuplikan jawaban dari wartawan Investor
Daily di bawah ini:
Idealnya, seorang PR harus bisa menyampaikan apa yang menjadi kepentingan perusahaan dan
bisa membantu memberikan informasi yang sebenar-
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
benarnya yang diinginkan oleh wartawan. Tetapi
sayangnya hal ini tidak dilakukan sepenuhnya oleh PR
XL, untuk akses informasi dari perusahaan sudah
memenuhi, tetapi belum bisa memberikan apa yang
diinginkan oleh wartawan. Dengan kata lain baru
sepihak saja.
Kegiatan media relations tidak bisa menjembatani kebutuhan wartawan suntuk mengkroscek
informasi, seharusnya melalui kegiatan media relations
ini seorang PR dapat mengakomodir untuk dapat
mempertemukan direksi dengan wartawan, karena
yang wartawan butuhkan hanya informasi dari direksi
bukan ajang pemanjaan bagi wartawan yang tidak bernilai apa-apa.
Kegiatan media relations ini penting untuk
terus dilakukan karena merupakan mulut perusahaan
yang mempunyai peranan sangat penting dengan kata
lain sangat vital peranannya, melalui kegiatan ini dapat
membangun sebuah hubungan yang baik tentunya
dengan berbagai macam trik yaitu dengan personal
aproach dan professional aproach. Dimana untuk
menciptakan kegiatan media ralations yang baik,
seorang PR harus dapat menggabungkan (combine)
kedua trik tersebut.
Tetapi pada kenyataanya dengan menggabungkan dua trik tersebut tidak cukup, melainkan kegiatan
ini harus bersifat kontinyu yang disertai dengan pembekalan materi kapada wartawan agar mereka dapat
memahami dengan jelas informasi yang akan dikeluarkan oleh XL. Jangan sampai hubungan media
relations dilakukan pada saat ada kepentingan perusahaan semata.
Untuk memperkuat informasi ini, dapat dilihat
dari adanya program workshop yang digelar oleh XL,
baru-baru ini meluncurkan program tarif termurah
yaitu program Rp 1/ detik, dimana dalam acara ini XL
mengadakan pemanfaatan langsung kepada para
wartawan untuk mencoba kartu XL dengan tarif Rp
1/detik, wartawan yang menjadi target undangan
diberikan kartu gratis untuk dicoba langsung. Selain itu
acara ini digelar dilokasi luar area Jakarta yang
dimaksudkan untuk mempertegas bahwa program ini
yang dapat digunakan dan bawa ke luar jakarta.
Sehingga wartawan dapat mempercayai dan tidak
menganggap XL berbohong, melalui acara ini wartawan diberi edukasi yang lengkap mengenai program
terbarunya karena nantinya informasi ini akan sampai
pada masyarakat luas.
Selain itu, XL selalu memberikan pembekalan
materi kepada wartawan seputar informasi mengenai
perusahaan seperti diberikan pembekalan tentang layanan Bussenis Solutions yang cukup rumit untuk
dimengerti, tidak hanya itu PR XL pun selalu
memberikan pembekalan materi langsung dari orang
yang paham akan bidangnya. Pada dasarnya kegiatan
media relations sudah cukup memenuhi standart ideal
karena pendekatan yang dilakukan XL cukup agresif
dan dapat memahami karakteristik media.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat
menyimpulkan dalam melakukan kegiatan media relations seorang PR harus dapat menjembatani antara
perusahaan dengan wartawan. Tidak hanya sekedar
menjembatani
hubungan
untuk
kepentingan
perusahaan saja, melainkan harus dapat menjembatani
apa yang menjadi kepentingan dan kebutuhan
wartawan. Selain itu dalam kegiatan media relations ini
seorang PR mampu mengakomodir kebutuhan
wartawan untuk mendapatkan informasi dari orang
yang benar-benar kredibel dan mengerti dibidangnya,
karena yang wartawan perlukan hanyalah informasi
dari direksi pimpinan perusahaan.
Sedangkan Tempo menyatakan kegiatan
media relations sebagai suatu ajang untuk membangun
hubungan baik dengan media yang di dalamnya harus
mengandung konten yang positif yang mempunyai
nilai jual tinggi. Pernyataan ini berbeda dengan
keempat wartawan lain yang menjadi target XL.
Asumsi kedua ini menyatakan kegiatan media relations
merupakan ajang membangan hubungan baik dengan
media, tetapi tidak hanya membangun hubungan baik
semata karena apabila berbicara mengenai hubungan
baik sangat bias sekali apabila tidak didukung dengan
faktor lain, melainkan harus didukung dengan konten
yang positif sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi.
Pernyataan ini didukung oleh adanya sikap
redaktur tempo yang tetap menjungjung tinggi konten
pemberitaan yang mempunyai nilai jual tinggi
walaupun hubungan antara XL dengan Tempo telah
terjalin dengan baik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa
tidak hanya karena hubungan baik telah tercipta,
tempo enggan memberitakan berita yang sekiranya
menjelekkan XL, tetapi tempo lebih menekankan
kepada ketika berita tersebut benar adanya dan penting
bagi masyarakat, berita tersebut akan tetap ditulis.
Sebelum berita ini diturunkan pihak tempo sendiri
tetap memberi kesempatan kepada XL untuk
menjelaskan seputar kebenaran informasi mengenai
penandatanganan XL. Pemberitaan mengenai penandatanganan XL tetap Tempo tulis untuk disebarluaskan ke publik, bukan untuk menyudutkan XL
tetapi lebih dilihat dari konten informasi yang sangat
perlu diketahui oleh publik. Sehingga dari uraian
tersebut dapat terjawab pertemanan tidak akan mempengaruhi pemberitaan.
Tetapi pada dasarnya kegiatan media relations
ini penting sekali untuk terus di lakukan karena terdapat faktor yang melatarbelakangi, salah satunya
adalah dapat membangun brand image positif XL,
menekan cost biaya dalam proses publikasi,
meningkatkan penjualan dan mendorong penjualan.
Kegiatan media relations yang ideal adalah seorang PR
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
71
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
harus paham tentang kebutuhan wartawan dan apa
yang sebenarnya yang diinginkan oleh wartawan.
Pada dasarnya kegiatan media relations XL
telah memenuhi standart ideal, karena pendekatan
yang dilakukan oleh PR nya cukup expansif dan
mampu menyatukan kegiatan formal dan informal.
Selain itu juga akses untuk mendapatkan informasi
mudah dan XL cukup memahami apa yang menjadi
kebutuhan wartawan.
Dalam melakukan kegiatan media relations
tidak hanya sekedar membangun hubungan baik saja,
melainkan harus mengetahui dengan jelas apa yang
menjadi tanggungjawab seorang PR dan wartawan
secara mutlak Semuanya itu harus diletakkan pada
porsinya masing-masing, jangan sampai hubungan
pertemanan dapat dijadikan sebuah alat agar informasi
perusahaan menjadi positif dimata publik. Tetapi harus
ada pemilahan dengan jelas bahwa berita yang layak
untuk kepentingan publik harus tetap disebarluaskan,
jangan sampai adanya hambatan personal karena telah
terjalinnya pertemanan antara kedua pihak yaitu
wartawan dan PR. Dengan kata lain harus tetap bisa
memegang prinsip berteman tetapi tetap professional.
Bentuk Kegiatan Media Relations
Media Relations Formal
Pada umumnya kegiatan media relations
formal dan informal saling terkait satu sama lain.
Melalui dua bentuk kegiatan ini kegiatan media relations akan semakin sempurna. Media relations formal
merupakan tahap lanjut dari media relations informal.
Mengingat fokus penelitian peneliti hanya ingin
mengetahui kegiatan media relations secara informal
saja, jadi yang akan di bahas lebih rinci adalah bentuk
kegiatan media relations secara informal.
Media Relations Informal
Kegiatan media relations informal dilakukan
antara dua pihak yang samasama mempunyai kepentingan yaitu antara PR XL dengan Wartawan. Apabila
dikaitkan dengan teori, tidak ada teori yang membahas
kegiatan informal secara rinci, melainkan kegiatan
informal ini muncul atas dasar kebijakan perusahaan
yang mana antar sesama perusahaan yang bergerak
dibidang telekomunikasi kebijakan yang ada cenderung
sama.
Hal ini ditandai dengan adanya kesamaam
kegiatan media relations informal antara XL dengan
INDOSAT seperti mengajak wartawan makan bersama, memberikan wartawan hadiah pada saat mereka
berulang tahun, mengalami kedukaan dan menyambut
kebahagiaan. Dengan begitu kegiatan informal ini
secara teori tidak ada, tetapi merupakan kebiasaan
yang selalu dilakukan untuk menunjang kegiatan media
relations secara formal.
72
Menurut PR XL media relations informal
adalah sebuah kegiatan yang merujuk kepada friend
tetapi tetap professional. Hubungan ini terjalin secara
akrab layaknya pertemanan tetapi tidak lepas dari
tanggungjawab masing-masing. Hal ini dapat dilihat
dari adanya pengembangan konten informasi yang
dilakukan oleh XL sebelum memberikannya kepada
wartawan.
Proses pengembangan ini terlihat dari adanya
tingkat kejelian dan ketelitian yang dilakukan PR XL
dalam mengemas sebuah informasi perusahaan.
Pengemasan berita ini biasanya disesuaikan terlebih
dahulu dengan masingmasing karakteristik media,
mulai dari isi informasi seperti apa yang dibutuhkan
oleh masing-masing media sampai dengan kebijakan
yang bermain pada media tersebut. Dari situlah dapat
terlihat bahwa XL tidak semata-mata membangun
pertemanan antar sesama wartawan, tetapi yang
terpenting adalah tetap memperhatikan konten yang
disampaikan kepada wartawan sehingga informasi yang
disampaikan mempunyai unsur berita yang tinggi.
Hubungan ini terjalin harus secara kontinyu, tidak
hanya terjadi pada saat butuh saja, tetapi hubungan ini
harus tetap dijalin walaupun tidak ada kasus atau
informasi yang akan disebarluaskan ke publik.
Intinya dalam kegiatan media relations informal ini diharapkan adanya tingkat Awareness yang
tinggi antara kedua belah pihak, baik PR maupun
Wartawan. Jadi ketika ada kepentingan baik untuk
mengkroscek informasi maupun memberikan informasi langsung menghubungi kontak person yang
bersangkutan. Kegiatan media relations secara informal lebih menekankan kepada hubungan pertemanan
tetapi tetap harus memahami dan menghargai sesama
profesi karena hubungan pertemanan tidak dapat
dijadikan alat agar informasi mengenai perusahaan
dapat sampai dengan baik kepada publik. Melainkan
hubungan pertemanan ini diharapkan dapat mempermudah akses penyampaian informasi perusahaan,
dengan begitu pertemanan ini sama sekali tidak dapat
mempengaruhi pemberitaan di media. Atas dasar
uraian tersebut, peneliti dapat memahami bahwa kegiatan media relations terutama secara informal merupakan salah satu upaya untuk mempermudah akses
pemberian informasi kepada wartawan yang nantinya
akan diterima oleh publik. Tetapi untuk mengarah ke
arah tersebut, pihak perusahaan harus tetap bekerja
keras untuk terus dapat meningkatkan konten informasi, sehingga informasi tersebut mempunyai nilai
berita dan layak untuk dijadikan sebuah berita oleh
wartawan. Lain halnya dengan pendapat wartawan
mengenai kegiatan media relatios informal. Dari lima
orang perwakilan media yang berpendapat mengenai
media relations informal didapatkan ada yang pro dan
kontra terhadap kegiatan ini. Menurut wartawan yang
pro atau setuju terhadap kegiatan media relations
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
informal XL yaitu berasal dari wartawan Bisnis
Indonesia, Tempo, Media Indonesia dan detik. Com.
Mereka mengatakan bahwa kegiatan media
relations informal penting sekali untuk dilakukan oleh
XL sebelum menggelar kegiatan formalnya dan
bertujuan untuk lebih dapat mengenali karakter media
dengan jelas. Pada dasarnya kegiatan media relations
secara formal dan informal tidak bisa dipilah-pilah
karena keduanya sama –sama saling terkait agar
informasi mengenai perusahaan dapat sampai dengan
baik kapada publik.
Dengan kata lain media relations informal ini
merupakan sebuah “seni” dalam mengelola hubungan
khususnya dengan wartawan dimana dalam menjalin
hubungan ini harus sama–sama dapat memposisikan
diri dan mampu meninggalkan ego masing-masing.
Hal ini diperkuat dengan adanya obrolan
ringan yang dilakukan PR XL dengan wartawan sambil makan siang bersama. Pertemuan ini sifatnya santai,
tetapi dibalik kesantaiannya itu dapat terkuak hal–hal
yang sifatnya pribadi seperti mengetahui kesukaan
tertentu dari wartawan. Seperti halnya yang diutarakan
oleh wartawan Bisnis Indonesia., Ia mengaku PR XL
dapat mengetahui bahwa ia menyukai sesuatu yang
berbau etnik dan menyukai konser-konser musik.
Pengetahuan ini di dapat dari obrolan ringan yang
terjadi pada saat bertemu, dalam pertemuan itu tidak
hanya sekedar memberikan informasi terbaru
mengenai perusahaan, tetapi juga diselingi dengan
obrolan hangat lainnya. Dimana melalui obrolan ini
dapat lebih mengakrabkan jalinan pertemanan. Tetapi
hal ini dimaknai hanya sebagai faktor pendukung saja,
sedangkan hal yang utama yang harus dijunjung adalah
informasi terbaru mengenai perusahaan yang dapat
dijadikan sebuah berita. Dengan begitu dalam
hubungan pertemanan ini antara kedua pihak harus dapat memposisikan dirinya masingmasing dan menyadari akan tugasnya. Disini Seorang PR pun harus
dapat menahan ego nya sendiri untuk tidak selalu
menginginkan informasi mengenai perusahaannya
dimuat oleh media, karena untuk menuju tahap tersebut harus didukung dengan konten informasi yang
baik.
Oleh karena itu pengenalan karakteristik terhadap media sangat perlu dilakukan agar dapat
memahami media yang nantinya akan mempermudah
akses hubungan satu sama lain, seperti diketahui media
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan untuk
memperlakukannya pun melalui pendekatan yang
berbeda- pula.
Sedangkan Investor Daily mengatakan kegiatan media relations informal merupakan suatu ajang
yang sifatnya hanya membuang waktu saja dan tidak
mempunyai arti sama sekali. Kalau pun sampai terjadi
pertemuan untuk sekedar makan siang bersama dan
bertemu untuk membicarakan seputar informasi
terbaru perusahaan sifatnya hanya sebatas menghargai
ajakan dari seorang teman saja. Ia mengatakan yang
wartawan perlukan hanya informasi perusahaan yang
berasal dari direksi pimpinan langsung.
Seharusnya yang harus dipikirkan dalam
menjalankan kegiatan media relations adalah bagaimana dapat membukakan akses informasi kepada direksi
pimpinan secara langsung.Untuk memperjelas hal ini
dapat dilihat dari adanya kekecawaan yang pernah
dirasakan wartawan Investor Daily ketika XL mengelar
sebuah acara besar di mesjid istiqlal , dimana tidak
hanya XL yang menjadi sponsor media, tetapi semau
operator besar ikut berpartisipasi. Pihak XL tidak
memberikan pengetahuan atau informasi terlebih
dahulu seputar acaranya, padahal acara tersebut sangat
menarik dan perlu pembekalan pengetahuan terlebih
dahulu.
Ketika ditanyakan kepada pihak XL, PR XL
menjawab bahwa sebelumnya telah dikirim pembekalan materinya. Pernyataan ini diperkuat dengan
adanya pembuktian wartawan dari pesan yang utarakan
lewat SMS oleh PR XL yang menyatakan bahwa
sebelumnya pembekalan materi telah dikirim.Tetapi
pada kenyataanya pembekalan materi tersebut tidak
sampai kepada pihak Investor daily. Dari sini dapat
terlihat bahwa kegiatan media relations informal
khususnya ajang pemanjaan bagi wartawan tidak
diperlukan, yang diperlukan hanyalah pembekalan
materi sehubungan dengan informasi perusahaan yang
mempunyai nilai berita dan dapat mempertemukan
dengan direksi pimpinan secara langsung tanpa
perantara. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kegiatan media relations informal sifatnya pendukung saja, ada atau tidak adanya kegiatan tersebut tidak
akan dapat mempengaruhi pemberitaan di media.Tetapi tetap kegiatan ini perlu dilakukan untuk
mempermudahkan akses satu sama lain, apalagi yang
wartawan perlukan informasi dari direksi pimpinan,
maka pendekatan dengan PR harus terus dilakukan
agar dapar membukakan jalan untuk dapat berhubungan dengan pihak direksi perusahaan. Apabila
dikaitkan dengan teori, tidak ada pembahasan yang secara khusus memaparkan kegiatan media relations
informal, tetapi kegiatan media relations informal ini
penting sekali untuk dilakukan sebagai upaya untuk
turut mensukseskan program yang akan dikeluarkan
oleh perusahaan.
Bentuk Komunikasi
Dalam melakukan kegiatan media relations
diperlukan sebuah strategi komunikasi untuk menunjang keberhasilan dari kegiatan media relations tersebut. Bentuk komunikasi ini dibagi menjadi tiga bagian,
untuk lebih jelasnya akan dibahas satu per satu :
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
73
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
Komunikasi Interpersonal
Menurut Muhammad (2005: 159), menyatakan
komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran
informasi di antara seseorang dengan paling kurang
seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang
dapat langsung diketahui balikannya. Hal senada juga
diutarakan oleh PR XL yang menyatakan komunikasi
interpersoanal merupakan komunikasi yang terjadi
antara kedua belah pihak secara personal. Menurutnya
apabila komunikasi dilakukan secara personal approach
hubungan yang terjalin akan lebih efektif karena lebih
menekankan kepada suasana pertemanan. Apabila
pertemanan sudah terjalin dengan baik, maka jalan
untuk menyampaikan informasi pun semakin mudah
karena nantinya informasi perusahaan akan disebarluaskan kepada publik. Komunikasi secara personal ini
sangat perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengenali
lebih jauh kakakter dari wartawan dan malalui
komunikasi ini pun dapat membantu proses pencapaian program yang diselenggarakan XL.
Hal ini dapat terlihat dengan adanya media
partner yang dilakukan antara XL dengan Detik. Com.
Kerjasama ini dapat terlaksana akibat adanya hubungan pertemanan yang terjalin antara kedua pihak, XL
selalu menjaga hubungan baik ini dengan cara sering
menelepon pihak Detik com, walaupun untuk sekedar
menanyakan kabar, mengajak makan siang bersama,
mengajak nonton film “bareng”, dan selalu
memberikan informasi terbaru mengenai XL baik
secara lisan melalui telepon, email dan bahkan sampai
bertemu langsung untuk membicarakan seputar
program yang akan digelar XL. Sehingga hubungan
pertemanan ini terjalin dengan baik, bukti keakraban
mereka tertuang dalam adanya kerjasama media dalam
rangka meluncurkan program Rp 1/ detik. Hal ini
dapat terjadi karena keakraban antara kedua pihak
telah terjalin dengan baik, sehingga Detik.com bersedia
memberikan saran untuk memberikan edukasi publik
yang melibatkan wartawan seputar informasi mengenai
tarif murah sebesar Rp 1/detik. Dimana dalam edukasi
ini masyarakat akan diberi informasi selain tarifnya
murah tapi bisa digunakan di luar Jakarta pula karena
telah berbasis “mobile”.
Melalui edukasi ini dapat memperkuat image
positif XL bahwa tidak ada unsur kebohongan.
Kerjasama ini terbukti secara tidak langsung
berpengaruh terhadap kesuksesan program Rp 1/detik
dan kerjasama ini dapat terjadi akibat adanya sebuah
kedekatan yang terjalin antara kedua belah pihak.
Terbukti saat ini pengguna XL bebas naik dari 50%
menjadi 65% dari total pengguna XL.Mitutes of usage
per pelanggan juga meningkat menjadi sekitar 2,4 kali
dari sebelum promo. Selain itu, tarif ini juga telah
mengubah pola komunikasi pelanggan XL yang lebih
memilih bertelepon ketimbang sms. Hal ini tercermin
disaat hari raya Idul Fitri dan Tahun baru lalu.
74
Lonjakan telepon lebih tinggi dari pada pengiriman
sms dalam lebaran dan tahun baru. Atas dasar
tersebut, maka dapat disimpulkan kegiatan media
relations dengan menggunakan bentuk komunikasi
secara interpersonal dapat mempengaruhi kesuksesan
sebuah program yang dikeluarkan perusahaan, karena
komunikasi yang digunakan akan mengarah pada suatu
pertemanan yang sifatnya tidak terlalu kaku tapi tetap
profesioanal. Bentuk dari kegiatan personal approach
antara lain program untuk media yang di adakan secara
rutin seperti membangun hubungan baik dengan cara
memberikan pembekalan dan pengetahuan tentang XL
(Workshop) kepada wartawan supaya mereka
mempunyai pengetahuan yang lebih tentang XL. Selain
itu dalam memperkuat hubungan baik dengan cara
mengadakan ajang untuk Wartawan seperti XL Cup
Futsal, main Billiard bersama , makan dan minum
bersama, membuka saluran untuk menerima kritik dan
saran bagi XL, XL Awards dan program-program
apresiasi seperti memberikan hadiah pada saat
wartawan berulang tahun, menikah dan menyambut
kelahiran.
Selain itu juga XL memberikan dukungan
pada wartawan yang sedang terkena musibah dan
kedukaan.. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, dalam
rangka mengsukseskan program Rp 1/detik pihak XL
menawarkan pemanfaatan langsung tarif murah
sebesar Rp 1/detik kepada semua Wartawan .Dimana
mereka diberikan kartu gratis dan langsung adanya
pempraktekan di sekitar pusat pembelanjaan yang ada
di luar Jakarta. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat
merasakan secara langsung dan dapat merasakan
perbedaan yang ditawarkan XL, bahwa tidak hanya
tarif murah saja yang ditawarkan melainkan untuk
jangkauan pun lebih luas karena dapat digunakan
dimana saja. Dengan begitu akan memperkuat image
XL dan tidak hanya omong kosong semata. Media
mempunyai sifat yang sangat netral jadi untuk
menginformasikan informasi yang berbau promosi
penjualan jangan dikemas dengan cara seperti “iklan”
tetapi harus lebih di tekankan melalui angle-angle lain
yang dapat di angkat menjadi sebuah berita. Seperti
mengangkat unsur kenaikan jumlah pelanggan dan
kenaikan tingkat pemakaian telepon setelah adanya
program Rp 1/detik.
Uraian di atas merupakan penjelasan dari
pihak pertama yaitu PR XL.Untuk menggali kegiatan
media relations yang dilakukan oleh XL, maka pihak
kedua pun yaitu wartawan akan dijadikan sumber
informasi untuk menyempurnakan proses penggalian
informasi mengenai strategi media ralations informal
XL. Peneliti mencoba mengkroscek hal ini kepada lima
wartawan dari media yang berlainan. Dimana dari
kelima wartawan tersebut akan dibagi manjadi dua
pendapat yaitu pro dan kontra, kegiatan media
relations informal yang dilakukan XL dengan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
menggunakan komunikasi interpersonal sudah cukup
bagus dan pendekatan komunikasi yang dilakukan
cukup expansif dan agresif. Hal ini terlihat pada saat
launching program Rp 1/detik di Yogyakarta yang di
adakan selama dua hari dan di kemas dengan sangat
menarik karena narasumber yang datang lengkap, XL
mengadakan sebuah acara yang bertemakan sebuah
petualangan untuk cari harta karun yang mana strategi
ini cukup berhasil untuk membuat acara tersebut tidak
terlalu kaku. XL mampu membuat acara yang dapat
mengikutsertakan semua Wartawan yang hadir.
Selain itu wartawan juga di ajak keliling Jogja
naik delman. Untuk memperjelas kegiatan ini, maka
akan disertakan dokumentasi pendukung pada
lampiran. Tidak hanya itu saja XL juga selalu mengajak
wartawan untuk main bowling bareng, nonton bareng
(film maupun konser), mengadakan program program
wisata untuk wartawan, acara entartaint, dan yang
paling menarik adalah surprise party untuk wartawan
(hari ulang tahun wartawan) dengan menyisipkannya
dalam kegiatan XL.
Acara yang di gelar oleh XL lumayan bagus,
meraka cukup aktif dalam mengemas sebuah acara
yang tentunya semua itu didukung dengan database
yang bagus dan yang paling penting XL mampu
menyatukan waktu antar wartawan yang pada dasarnya
berbeda-beda serta mampu mengenali karekteristik
wartawan lebih jauh mulai dari kesukaan sampai
dengan yang tidak disukai. Semuanya itu didapat dari
hasil pertemuan dengan diselingi obrolan ringan
disamping membicarakan informasi yang mempunyai
konten, proses pertemanan ini terjadi secara objektif
dan tetap professional.. XL sudah cukup paham dan
agresif dalam mengenal orang-orang media , tidak
hanya wartawan saja yang dikenal dengan baik tetapi
sampai pada redaktur juga. Hal ini menjadi point plus
bagi XL karena didukung oleh adanya kemampuan PR
XL untuk menghafal nama dan personality dari
masing-masing wartawan. Hal ini menjadi penghargaan
sendiri bagi wartawan. Selain itu PR XL sangat aktif
dalam melakukan pendekatan dengan wartawan
,adanya sikap yang tulus dan menyenangkan sehingga
wartawan dapat merasakan adanya sentuhan langsung,
XL mampu mengenali karakter, dan kultur dari media.
Sebagai contoh berikut ini adalah petikan wawancara
langsung dari redaktur Koran tempo “XL mampu
memahami prinsip kerja yang dianut oleh Koran
tempo yaitu tidak boleh terima amplop. Prinsip ini
mutlak adanya dan XL mengetahui akan hal itu
sehingga tidak pernah melakukan hal ini atau
“membeli wartawan” karena sebelumnya telah
mengetahui kultur yang bermain di Koran Tempo”.
Selain itu yang terpenting adanya ketanggapan
yang diberikan XL dalam memberikan solusi
sehubungan dengan informasi perusahaan, misalnya :
apabila ada wartawan yang tidak berhasil menemui
atau mewawancarai pihak pimpinan XL padahal
sebelumnya telah mengadakan perjajjian terlebih
dahulu, PR XL mencoba memberikan jalan keluar dan
biasanya berkat bantuan nya wawancara tersebut jadi
terlaksana. Dengan begitu PR XL dapat
mengakomodir apa yang dibutuhkan oleh wartawan.
Tetapi terlepas dari itu, kegiatan informal hanya
bersifat tambahan saja, sama sekali tidak akan
mempengaruhi pemberitaan. Atas dasar tersebut,
bentuk komunikasi secara interpersonal sangat perlu
digunakan untuk menunjang keberhasilan media
relations sebuah perusahaan karena stategi ini dapat
lebih menjangkau kedekatan dengan wartawan melalui
pertemanan sehingga dapat mencapai tujuan akhir
yaitu terciptanya sebuah kemudahan dalam
memberikan informasi yang nantinya akan
mempermudah proses publikasi kepada publik.
Uraian di atas berasal dari wartawan yang
mendukung (pro) terhadap kegiatan media relations
yang dilakukan XL khususnya dalam
bentuk
komunikasi secara interpersonal. Lain halnya dengan
Investor Daily sebagai pihak yang tidak mendukung
kegiatan media relatios (kontra) . Menurutnya kegiatan
media relations secara informal dengan menggunakan
bentuk komunikasi secara interpersonal sama sekali
tidak mengandung arti apa-apa yang harus
diperhatikan adalah adanya keseimbangan porsi dalam
memberikan informasi seputar perusahaan, baik yang
berasal dari inisiatif XL sendiri maupun datang dari
inisiatif wartawan sehubungan dengan adanya hal yang
ingin dikonfirmasikan seputar kesimpangsiuran berita
perusahaan yang perlu dikroscek ulang Pihak XL
seharusnya memberi porsi yang sama, tetapi pada
kenyataanya cenderung kepentingan perusahaan saja
yang terpenuhi dengan baik sementara kepentingan
bagi wartawan kurang mendapatkan perhatian lebih
lanjut.
Selain itu, yang wartawan perlukan adalah
informasi yang berasal dari direksi pimpinan XL secara
langsung bukan berasal dari PR perusahaan. Berikut ini
adalah cuplikan singkat dari redaktur Investor
Daily,”Saya akan hubungi secara langsung direksi
pimpinan untuk menanyakan perihal informasi terbaru
dari XL sekaligus mengkroscek isu terhangat yang
beredar, dengan begitu kegiatan media relations sama
sekali tidak penting, apabila ada kepentingan dengan
XL pihak media akan langsung menghubungi direksi
pimpinan secara langsung”. Apabila dikaitkan dengan
teori hal yang diutarakan oleh Investor Daily
bertentangan dengan teori yang diutarakan Partao
(2006: 118) yang menyatakan bahwa pentingnya
membangun tali asih dengan wartawan. Tali asih ini
harus dijaga secara terus menerus jangan sampai putus,
akses informasi antar sesama pihak yang menjalankan
kegiatan media relations harus tetap dibuka.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti dapat
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
75
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
menyimpulkan walaupun kebutuhan wartawan lebih
mengacu pada informasi yang berasal dari direksi
pimpinan langsung, tetapi tetap saja kegiatan media
relations perlu untuk terus dilakukan, karena melalui
hubungan ini dapat memudahkan akses untuk
mendapatkan informasi dari pimpinan perusahaan.
Apabila dikaitkan dengan teori komunikasi
interpersonal yang menyatakan komunikasi tersebut
dilakukan oleh dua orang dimana antar sesama orang
yang terlibat dapat memberi tanggapan secara
langsung. XL telah mengaplikasikannya dalam
menjalankan kegiatan media relations, dimana melalui
komunikasi
interpersonal
ini
dapat
lebih
mengakrabkan pertemanan antar XL dengan
wartawan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
akses pemberian informasi kepada wartawan yang
nantinya akan mempermudah publikasi kepada publik.
Untuk dapat melihat efektifitas media
relations dengan menggunakan betuk komunikasi
interpersonal yang dilakukan XL, maka harus
dibandingkan
dengan
efektifitas
komunikasi
interpersonal secara teori.
Terdapat teori yang menyebutkan tentang
efektifitas komunikasi interpersonal yang diungkap
oleh Wiryanto (2004: 36) terdapat lima efektifitas
dalam komunikasi interpersonal, yaitu adanya
keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan
kesetaraan. Setelah peneliti melakukan riset di
lapangan mengenai efektifitas dalam bentuk
komunikasi interpersonal, XL telah mengaplikasikannya dalam kegiatan media relations walaupun belum
sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari adanya
keterbukaan yang diberikan oleh XL dalam memberikan informasi mengenai perusahaan kepada wartawan, hanya saja XL belum tanggap dalam memberikan
informasi lanjutan sehubungan dengan informasi yang
akan dikroscek oleh wartawan.
Hal ini diperkuat dengan adanya pengakuan
dari Investor Daily yang menyatakan XL belum dapat
membagi porsi yang seimbang antara kepentingan XL
dengan wartawan. Tetapi menurut PR XL, akses
informasi akan dibuka secar terus menerus selama
masih dalam koridor yang sewajarnya, karena ada
beberapa informasi perusahaan yang sifatnya off the
record bagi wartawan, keterbukaan ini bukan sematamata semua informasi dapat dikonsumsi oleh wartawan. Selain itu, dalam keadaan tertentu apabila para
wartawan sedang dikejar deadline, tetapi materi berita
belum terkumpul, XL akan membantu. Dengan begitu
XL telah berempati terhadap kebutuhan wartawan.
Tidak hanya berempati dalam hal itu saja, XL juga
selalu memberi perhatian kepada wartawan apabila
sedang ada kedukaan, ulangtahun dan kelahiran. Hal
ini pun dibenarkan oleh salah satu wartawan Bisnis
Indonesia yang menyatakan bahwa XL tidak pernah
lupa akan hari ulang tahunnya dan selama bekerjasama
76
selama lima tahun XL tetap ingat pada hari bahagia
tersebut dan selalu memberikan surprise party.
Dukungan pun selalu XL berikan selama itu
tidak melanggar etika dapat dilihat dengan adanya
dukungan terhadap acara yang diselenggarakan oleh
media seperti sponsor acara Diskusi Pro Kontra
Sharing BTS ole Majalah HP, Ulang tahun LKBN,
Ulang tahun Majalah HP, Gathering Grup Tempo,
kompetisi futsal antara media, Musyawarah Bersama
Pewarta foto. XL tidak pernah membeda-bedakan satu
media dengan media lainnya dan selalu mencoba
menyesuaikan diri terhadap
berbagai macam
karakteristik media. Dengan begitu XL telah mengaplikasikan unsur kesetaraan dalam menjalin hubungan
baik dengan wartawan. Selain itu, pihak XL telah
menerapkan unsur rasa positif dalam kegiatan media
relations. Ketika ingin berhadapan dengan wartawan
yang berasal dari berbagai media, pihak XL selalu
berpikir positif terhadap mereka. Dengan menanamkan unsur ini akan memudahkan proses membangun hubungan baik dengan wartawan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dilihat
XL telah mengaplikasikan kelima unsur efektifitas
dalam melakukan komunikasi interpersonal. Walaupun
belum sebagai mana mestinya, tetapi yang terpenting
kelima unsur tersebut telah dilakukan oleh XL, karena
melalui hal itu akan terlihat seberapa efektif kegiatan
media relations dengan menggunakan bentuk
komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh
XL.Untuk mensukseskan kegiatan media relations
dengan menggunakan bentuk komunikasi secara
interpersonal, diperlukan sebuah strategi jitu untuk
mendukung keberhasilan dari kegiatan yang akan
dilakukan oleh XL. Bentuk
komunikasi ini
diaplikasikan melalui kegiatan informal yang sifatnya
lebih menekankan pada unsur pertemanan tetapi tetap
professional. Melalui kegiatan yang sering dilakukan
XL dalam membina hubungan baik dengan media ,
maka sedikit banyak dapat menjawab apakah strategi
yang digunakan XL sesuai dengan teori yang ada atau
belum. Dari sekian strategi yang dingkap oleh Partao
(2006: 118-120), Iriantara (2005: 80-97) dan Ruslan
(2003: 115), yaitu adanya strategi mengelola relasi
(pribadi & tugas ), pendekatan sistematis dan
bijaksana, taktik merangkul dan jalur membujuk.
Strategi jitu ini secara tersirat muncul ketika
melihat kegiatan
media relations informal yang
dilakukan XL dengan menggunakan strategi komunikasi interpersonal. 1) Strategi mengelola relasi, untuk
relasi pribadi dapat terlihat dari kegiatan yang diselenggarakan XL dengan mengajak makan bersama wartawan yang diselingi dengan obrolan ringan seputar
karakteristik media dan menanyakan kabar atau
keadaan wartawan via telepon. Sedangkan untuk relasi
tugas dapat terlihat dari adanya kegiatan mengunjungi
media, lalu mengajak untuk sekedar makan siang
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
bersama. Dalam mengelola relasi tugas ini, kedua
pihak
membawa
masing-masing
kepentingan
perusahaan yang sifatnya agak sedikit formal. 2)
Strategi pendekatan sistematis dan bijaksana terlihat
dari adanya kontinyuitas yang dilakukan XL agar
hubungan yang terjalin tidak hanya pada saat
memerlukan wartawan saja, melainkan hubungan baik
ini tetap dijalin walaupun tidak ada issu yang sedang
berkembang. XL selalu melakukan kegiatan “keep &
touch” kepada wartawan sebagai wujud kepedulian
terhadap hubungan pertemanan yang telah terjalin. 3)
Strategi jalur membujuk dapat terlihat dari
kemampuan XL memberikan dan menciptakan sebuah
acara yang dapat menghilangkan tingkat kebosanan
terhadap kemonotonan rutinitas acara seperti:
penyelenggaraan acara yang dikemas seperti suasana
petualangan mencari harta karun, memberikan hadiah
sesuai dengan kesukaan wartawan, membukakan dan
mempercepat jalan untuk mendapatkan informasi
dengan direksi pimpinan, dan selalu mengadakan
program workshop atau kegiatan edukasi untuk
wartawan sehingga mereka mendapatkan pembekalan
materi yang cukup terhadap informasi yang akan
disampaikan (mempermudah akses informasi). 4)
Strategi taktik merangkul dapat terlihat dari
kemampuan PR dalam mengingat nama beserta hari
ulang tahunnya wartawan, memberikan perhatian
khusus kepada wartawan yang sedang mengalami
kedukaan dan menyambut kebahagiaan.
Komunikasi Kelompok
Dalam melakukan kegiatan media relations,
bentuk komunikasi kelompok pada dasarnya tetap
dilakukan oleh XL walaupun pendekatan ini tetap saja
nantinya akan berujung pada pendekatan komunikasi
secara interpersonal. Menurut PR XL komunikasi
kelompok dilakukan karena wartawan pada umumya
mempunyai kelompok sendiri. Tetapi kelompok disini
jumlah anggotanya lebih dari tiga orang, hal ini
bertentangan dengan teori yang diungkap oleh
Wiryanto (2004: 44) yang menyatakan komunikasi
kelompok adalah proses komunikasi antara tiga orang
atau lebih yang berlangsung secara tatap muka. Dalam
kelompok tersebut anggota berinteraksi satu sama lain.
Dimana kelompok itu terbentuk atas dasar kesamaan
minat antara beberapa wartawan dari berbagai media,
karena ada kecenderungan sesama wartawan saling
membentuk sebuah kelompok kecil tetapi kebanyakan
berasal dari media yang berbeda bukan media yang
sama.
Melalui komunikasi kelompok ini akan
mempermudah proses penyampaian informasi kepada
wartawan yang notabennya mempunyai komunitas
sendiri.
Tetapi tidak semua informasi perusahaan
diinformasikan kepada wartawan melalui komunikasi
kelompok, melainkan hanya informasi tertentu saja
karena yang lebih sering digunakan adalah strategi
komunikasi secara interpersonal. Hal ini dapat terlihat
dari PR XL ketika ingin memberikan informasi
perusahaan yang lebih menonjolkan unsur visualisasi
yaitu dengan memberikan informasi melalui foto-foto
yang mana akan dikirim langsung kepada kelompok
wartawan foto. Tetapi sebenarnya informasi foto ini
sifatnya hanya sebagai pendukung untuk mempertegas
informasi yang telah disampaikan sebelumnya. Dengan
adanya kelompok wartawan ini dapat mempermudah
PR XL dalam memberikan informasi perusahaan
karena telah mengetahui secara langsung kontak
person yang harus dihubungi sehubungan dengan
konten informasi yang akan disampaikan. Atas dasar
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan
bentuk komunikasi secara kelompok tidak bersifat
umum, melainkan hanya informasi khusus saja lah
yang dapat menggunakan strategi ini, karena walaupun
banyak kelompok wartawan yang terbentuk, tetapi
untuk melakukan pengenalan lebih lanjut dari masingmasing karakter wartawan maka komunikasi sacara
interpersonal lah yang harus digunakan. Semantara
bentuk komunikasi secara kelompok menurut wartawan diartikan sebagai sebuah komunikasi yang ditujukan kepada sekelompok wartawan yang tergabung
dalam sebuah komunitas wartawan. Komunitas ini
memang benar adanya, tetapi keberadaanya tidak
terstruktur secara prosedural, melainkan hanya bersifat
fleksibel saja.
Komunitas ini hanya sebatas perkumpulan
wartawan yang didalamnya terdapat beberapa
wartawan yang memiliki kesamaan hoby dan
kecocokkan cara pandang. Tetapi pada dasarnya untuk
dapat lebih memahami karakteristik yang ada dalam
masing-masing komunitas wartawan tetap saja harus
menggunakan
pendekatan
komunikasi
secara
interpersonal. Hal ini pun didukung oleh adanya
perlakuan XL kepada wartawan, dimana XL menggunakan komunikasi interpersonal untuk membongkar
kebiasaan dan karakterisrik yang ada dalam komunitas
wartawan. Setelah itu, pihak XL mengetahui akan
adanya kesukaan wartawan terhadap nonton Film,
maka bagi para wartawan yang mempunyai kesukaan
yang sama terhadap nonton film, XL akan mengundang wartawan tadi untuk menonton film bersama.
Acara ini dimaksudkan untuk membina pertemanan
yang lebih akrab. Selain itu juga, XL selalu mengajak
kelompok wartawan yang hobi bermain billiard,
bowling dan menonton acara konser. Disamping
aktivitas tersebut, akan diselingi dengan pemberian
informasi terbaru seputar XL. Dengan begitu, bentuk
komunikasi kelompok ini tetap digunakan dalam
proses kegiatan media relations informal, tetapi untuk
proses pengenalan lebih lanjut dengan menggunakan
komunikasi interpersonal.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
77
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
Intinya komunikasi kelompok ini tidak akan pernah
ada apabila tidak didukung dengan adanya komunikasi
interpersonal. Apabila dikaitkan dengan teori, jumlah
anggota yang terlibat dalam proses komunkasi kelompok tersebut tidak akan mempengaruhi tingkat
partisipasi dan keterbukaan antar sesama anggota yang
terlibat. Melainkan yang dapat mempengaruhi partisipasi dan keterbukaan antar sesama anggotanya adalah bergantung pada masingmasing karakter anggotanya seperti ada kesamaan hobi dan cara padang.
Untuk melihat tingkat efektifitas dari strategi
komunikasi kelompok yang dilakukan oleh XL ,maka
harus mengacu pada efektifitas komunikasi kelompok
secara teori. Bentuk komunikasi dengan menggunakan
komunikasi kelompok tidak terlalu diaplikasikan oleh
XL maupun oleh wartawan. Peranan komunikasi ini
dalam kegiatan media relations informal sifatnya hanya
sebatas untuk mengetahui pengenalan terhadap media
dalam tahap awal saja, untuk proses selanjutnya , yaitu
dengan menggunakan komunikasi interpersonal.
Pada dasarnya tingkat efektifitas dalam
mensukseskan komunikasi kelompok sangat tergantung pada jumlah orang yang terlibat di dalamnya.
Apabila orang yang terlibat dalam kelompok tersebut
berkisar antara dua sampai tiga orang , maka akan
terjadinya sebuah keterbukaan, partisipasi dan
keakraban antar sesama anggota yang berkumpul. Hal
ini diungkap oleh Tubbs dan Moss (2005: 17). Tetapi
pada kenyataanya anggota yang terlibat lebih dari tiga
orang dan tidak mempengaruhi tingkat keakraban,
partisipasi dan keterbukaan satu sama lain, karena
ketiga hal tersebut terjadi bukan didasarkan pada
jumlah anggota melainkan pada adanya tingkat kesamaan hoby dan kecocokkan cara pandang. Hal ini
dapat dilihat dengan adanya kekompakan yang terjalin
di dalam sebuah komunitas wartawan, apabila ada
informasi yang kurang baik tentang XL, dan salah satu
dari anggota komunitas wartawan tersebut menulisnya
menjadi sebuah berita, maka adanya kecenderungan
wartawan lain yang tergabung dalam komunitas yang
sama akan memberitakan hal yang serupa. Dari sini
dapat terlihat, bahwa jumlah anggota sama sekali tidak
berpengaruh terhadap tingkat keakraban dan
keterbukaan antar sesama anggota wartawan tersebut.
Untuk mensuksekan program yang dilakukan XL
dengan menggunakan bentuk komunikasi kelompok,
maka harus disertai dengan strategi jitu. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, Komunikasi kelompok
digunakan hanya sebagai tahap awal dalam proses
pengenalan karakteristik media.
Salah satu strategi yang diungkap oleh Ruslan
(2003: 115) yaitu taktik merangkul. Dalam kegiatan
media relations dengan menggunakan bentuk komunikasi kelompok, strategi taktik merangkul secara kelompok telah dilakukan oleh XL walaupun belum sebagaimana mestinya, hal ini terlihat dalam kegiatan XL
78
mengajak wartawan untuk nonton film dan konser
bersama serta bermain olahraga bersama seperti main
billiard dan Bowling. Hal ini dapat terwujud karena
pihak XL telah menelusuri komunitas wartawan
dengan
mengidentifikasi apa yang menjadi
ketertarikan dan kesukaan daripada wartawan melalui
komunikasi interpersonal. Lalu setelah itu pihak XL
mampu membuat sebuah acara yang disesuaikan
dengan kecenderungan kesukaan wartawan yang
diterapkan melalui pendekatan secara kelompok.
Komunikasi Antar Organisasi
Bentuk komunikasi dengan menggunakan
komunikasi antar organisasi merupakan tahap awal
dalam proses kegiatan media relations, karena melalui
komunikasi ini XL dapat memonitor terlebih dahulu
mengenai karakteristik media yang akan dibidik seperti
apa. Hal yang sama juga diutarakan dalam teori yaitu
menurut Wiryanto (2004: 54) komunikasi antar
organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai
pesan organisasi dalam kelompok formal maupun
informal dari suatu organisasi. Dengan adanya teori
tersebut, maka dapat dimaknai bahwa strategi
komunikasi antar organisasi dilakukan sebagai upaya
untuk dapat melihat mengenali profil, karakteristik,
kultur dan kebijakan yang dianut oleh suatu lembaga.
Setelah itu, untuk tahap selanjutnya tetap yang
digunakan adalah komunikasi interpersonal. Ketika
telah mengetahui secara jelas seperti apa sebenarnya
lembaga yang menjadi target sasaran, maka untuk lebih
dapat mengenalinya harus diselidiki dengan adanya
komunikasi secara interpersonal. Proses pengenalan
lebih lanjut ini dilakukan dengan cara melakukan pendekatan terhadap orang-orang yang terkait dengan
perusahaan atau lembaga tersebut. Sehingga informasi
yang dihasilkan lebih mendalam. Hal ini juga dapat
dilihat XL telah memasuki organisasi profesi seperti
persatuan wartawan Indonesia (PWI). Dengan
memasuki organisasi profesi ini maka XL akan lebih
dapat mengetahui karakterisrik media seperti apa.
Tetapi pada dasarnya XL tidak terlalu menggunakan
bentuk komunikasi kelompok maupun organisasi
dalam menjalankan kegiatan media relations informal
melainkan yang lebih difokuskan adalah penerapan
bentuk komunikasi secara interpersonal saja.
Hal yang sama pula diutarakan oleh para
wartawan yang berasal dari lima media yang menjadi
target pemberitaan XL. Mereka menjelaskan bahwa
komunikasi antar organisasi tidak dilibatkan dalam
kegiatan media relations seutuhnya. Melainkan
komunikasi ini dilakukan hanya pada saat berada
dalam tahap awal pengenalan organisasi saja. Tetapi
untuk tahap selanjutnya komunikasi interpersonal yang
digunakan untuk menggali kedalaman informasi
mengenai media. Jadi untuk komunikasi ini wartawan
tidak bisa berkomentar terlalu banyak karena apabila
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
berbicara mengenai komunikasi ini yang terlibat hanya
lah pimpinan dari media saja, kecuali dalam tahap
kelanjutan para karyawan dari media yaitu para
wartawan tersebut diikutsertakan secara personal
dalam kegiatan media relations XL. Apabila dikaitkan
dengan teori mengenai komunikasi antar organisasi,
yang menyebutkan didalamnya terdapat proses
pengiriman
dan penerimaan berbagai pesan
organisasi, XL telah mengaplikasikannya dalam
kegiatan media relations informal. Hal ini terlihat dari
adanya XL malakukan monitoring terhadap media ,
dimana melalui monitoring ini XL akan mendapatkan
informasi seputar karakteristik, kebudayaan, kebijakan
dan kebiasaan yang dimiliki oleh berbagai media yang
menjadi target sasaran pemberitaan.
Tingkat efektifitas dalam komunikasi ini
dipengaruhi oleh tingkat penyesuaian diri pada saat
berinteraksi dengan sesama organisasi yang akan
bekerjasama ,hal ini juga diutarakan oleh Tubbs dan
Moss (2005: 17). Pada dasarnya XL telah menerapkan
hal ini
pada tahap awal
yaitu dalam proses
pengenalan karakteristik dan kultur media. Dalam
tahap ini akan diketahui apa yang menjadi kenginan
oleh media yang dituju. Untuk tahap selanjutnya XL
akan lebih mengarahkan kepada komunikasi yang
sifatnya interpersonal sebagai tahap lanjut dalam
proses membongkar apa yang menjadi kebiasaan dan
keinginan media. Dengan kata lain komunikasi antar
organisasi digunakan hanya sebatas tahap awal untuk
proses penyesuaian diri terhadap orang-orang media.
Untuk selanjutnya pihak XL maupun wartawan samasama lebih memfokuskan pada
kegiatan media
relations informal dengan menggunakan komunikasi
interpersonal yang telah dibahas sebelumnya.
Menurut Iriantara (2005: 80) dan Ruslan
(2003: 115) terdapat tiga strategi yang diterapkan
dalam kegiatan membangun hubungan baik dengan
wartawan.yaitu mengembangkan jaringan, jalur
penekanan/ kekuasaan dan mengembangkan strategi.
Dari ketiga teori di atas pada dasarnya XL telah
mengaplikasikannya dalam lingkungan nyata di
lapangan. Hal ini dapat terlihat XL telah memasuki
organisasi
profesi
sebagai
wujud
untuk
mengembangkan jaringan dengan memasuki organisasi
persatuan wartawan Indonesia (PWI), melalui kegiatan
ini pihak XL akan menambah referensi seputar
informasi mengenai wartawan.
Untuk jalur penekanan/ kekuasaan dapat
terlihat dari adanya pemberian amplop yang diberikan
XL kepada pihak media tertentu yang mempunyai
prinsip”bisa dibeli”. Hal ini bisa terjadi karena
sebelumnya XL telah mengetahui kultur yang di anut
oleh media yang dibeli tersebut, tetapi hal ini tidak
bisa diberlakukan kepada semua media dan agak sulit
untuk dibuktikan karena tidak disertai dengan bukti
pendukung. Informasi ini didapat dari adanya unsur
ketidaksengajaan yang keluar dari mulut orang XL
yang tergabung dalam tim media relations XL.
Sedangkan untuk strategi mengembangkan
strategi terlihat dari adanya pengenalan yang dilakukan
pihak XL dengan pimpinan media untuk menanyakan
seputar informasi perusahaan mulai dari karakteristik,
kebudayaan, keinginan dan kebutuhan media. Lalu
setelah itu untuk melakukan kroscek terhadap
kebenaran informasi diidentifikasi melalui pendekatan
informal secara personal dengan wartawan. Setelah
melihat bentuk komunikasi yang dilakukan XL dalam
kegiatan media relations, maka peneliti dapat melihat
bahwa komunikasi interpersonal lebih efektif
digunakan untuk melakukan strategi media relations
dengan wartawan. Melalui komunikasi interpersonal ini
hubungan yang terjalin antara XL dan wartawan lebih
kepada pertemanan yang sifatnya tidak terlalu kaku.
Sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk
membongkar karakteristik dan kebiasaan dari berbagai
media. Dengan begitu satu sama lain akan
mendapatkan kenyamanan, karena pertemuan atau
hubungan ini berjalan layaknya pertemanan biasa
tetapi informasi yang akan disampaikan kepada
wartawan tetap sesuai dengan konten dan konteks.
Hubungan personal ini merupakan salah satu
cara untuk dapat mengenali karakteristik, kebiasaan
dan kultur yang di anut oleh sebuah media. Apabila
hubungan pertemanan ini telah terjalin dengan baik,
maka akan mempermudah akses hubungan dalam
pemberian informasi terhadap wartawan. Hubungan
pertemanan ini nantinya akan berdampak pada
kepentingan perusahaan , yaitu ketika XL telah
berhasil memahami karakteristik dan kultur media,
maka akan memudahkan XL untuk mempublikasikan
informasi kepada publik. Seperti kita ketahui media
mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pemberitaan yang nantinya akan diterima oleh publik.
Komunikasi interpersonal ini merupakan kasus yang
bersifat ganda yang akan diteliti. Sedangkan menurut
dua pihak yang terlibat dalam kegiatan media relations
XL yaitu pihak XL dengan wartawan. Menurut pihak
XL untuk lebih dapat mendekatkan diri dengan para
wartawan, maka bentuk komunikasi interpersonal yang
digunakan untuk mengakrabkan diri dengan wartawan.
Melalui komunikasi ini, pihak XL akan lebih mudah
memahami karakteristik, kebudayaan dan kebutuhan
dari media.
Hal yang sama juga diutarakan oleh wartawan,
mereka menganggap kegiatan media relations dengan
menggunakan bentuk komunikasi secara interpersonal
merupakan salah satu cara untuk lebih dapat
mengakrabkan hubungan antara kedua belah pihak
dan hubungan ini harus dilakuakan secara kontinyu.
Selain itu melalui komunikasi ini hubungan yang
terjalin layaknya seperti pertemanan biasa tetapi tetap
saling menghargai tugas dan tanggungjawab masing-
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
79
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
masing. Hubungan interpersonal ini lebih mengarah
kepada suasana yang berbeda dan tidak terlalu kaku,
sehingga antara kedua belah pihak dapat merasakan
kenyamanan. Tetapi pada dasarnya hubungan
pertemanan
ini
tidak
akan
mempengaruhi
pemberitaan.Uraian di atas merupakan unit analisis
yang bersifat ganda yang akan diteliti. Apabila
dikaitkan dengan desain penelitian yang telah
ditetapkan peneliti yaitu menggunakan tipe 4 dengan
menggunakan multi kasus dan multi analisis. Maka
dapat dilihat berdasarkan uraian di atas, strategi
komunikasi interpersonal merupakan salah satu upaya
yang efektif yang dapat digunakan untuk membangun
hubungan baik dengan wartawan. Nantinya hubungan
baik ini akan berujung pada adanya kemudahan akses
dalam memberikan informasi kepada wartawan dan
akhirnya akan mempermudah publikasi informasi
perusahaan.
Kesimpulan
Kegiatan media relations merupakan salah
satu upaya yang dapat digunakan untuk mensukseskan
program yang akan dikeluarkan oleh perusahaan,
dalam hal ini adalah PT Excelcomindo Pratama, Tbk
(XL). Tetapi untuk mensukseskan kegiatan media
relations tersebut, diperlukan sebuah strategi media
relations. Atas dasar tersebut, maka peneliti
menetapkan fokus penelitian yang akan diteliti adalah
bagaimana strategi media relations informal PT
Excelcomindo Pratama ,Tbk (XL) membangun
hubungan
dengan
wartawan
dalam
rangka
mensukseskan program Rp 1 /detik. Berdasarkan
fokus penelitian yang telah ditetapkan oleh
peneliti,maka tujuan penelitian yang hendak dicapai
adalah ingin mengetahui kegiatan media relations
informal secara konkrit yang dilakukan XL dalam
mensukseskan program Rp 1 /detik. Setelah
mengetahui kegiatannya seperti apa ,lalu peneliti ingin
mengetahui proses dari masing-masing kegiatan
tersebut.Apabila telah mengetahui prosesnya, maka
langkah selanjutnya peneliti ingin mengetahui strategi
media relations informal yang dilakukan XL untuk
mensukseskan program Rp 1 /detik. Metode
penelitian yang digunakan untuk menggali informasi
mengenai startegi media relations informal XL dengan
menggunakan metode penelitian studi kasus. Desain
penelitian yang digunakan adalah tipe 4 yaitu dengan
menggunakan multi kasus dan multi analisis. Kasus
yang diteliti adalah strategi media relations informal
XL sedangkan unit analisisnya adalah pihak yang
terlibat dalam kegiatan media relations XL yaitu PR
XL dan wartawan.
Setelah peneliti melakukan riset di lapangan,
maka hasil yang didapat adalah strategi media relations
informal yang dilakukan XL dalam mensukseskan
program Rp 1 / detik cenderung lebih menggunakan
80
bentuk komunikasi secara interpersonal. Melalui
bentuk komunikasi ini, akan terjalin sebuah hubungan
yang mengarah pada pertemanan tetapi tetap
professional. Hubungan pertemanan ini tetap dijalin
oleh pihak XL sebagai wujud untuk lebih
mendekatkan diri dengan mengenali karakteristik,
kebudayaan dan kebutuhan dari para wartawan. Hal
yang sama juga diungkap oleh para wartawan yang
menjadi target dari XL yaitu Bisnis Indonesia, Tempo,
Media
Indonesia,
Investor
daily
dan
Detik.com.Mereka menyatakan , pihak XL cukup
agresif dalam melakukan kegiatan media relations
informal dengan para wartawan. Hal ini terlihat dari
kontinyuitas yang dilakukan XL dalam melakukan
hubungan pertemanan dengan para wartawan. Bentuk
komunikasi yang digunakan XL cenderung lebih
menggunakan komunikasi secara interpersonal untuk
lebih dapat menggali karakteristik dari berbagai media.
Dimana yang nantinya akan memudahkan proses
penyampaian informasi kepada wartawan dan sebagai
tujuan akhir dapat mempermudah proses publikasi
mengenai informasi perusahaaan kepada masyarakat.
Dari hasil penelitian yang telah dihasilkan,
maka dapat menjawab segala persoalan yang tertuang
dalam tujuan penelitian. Dengan adanya kegiatan
media relations informal yang dilakukan oleh XL
seperti makan siang bersama wartawan, nonton film
dan konser bersama wartawan, main billiard dan
bowling dengan wartawan, memberikan perhatian
khusus dengan memberikan hadiah pada saat
wartawan menyambut hari kebahagiaan yaitu hari
ulang tahun dan menyambut kelahiran serta memberi
santunan pada saat wartawan mengalami kedukaan dan
kemalangan (rangkaian program apresiasi).
Selain itu, XL menggelar kompetisi futsal dan
billiard untuk wartawan, menelepon para wartawan
untuk sekedar menanyakan kabar, melakukan media
partner dan mengadakan pemanfaatan langsung
kepada wartawan sehubungan dengan program Rp 1 /
detik.Dari uraian di atas maka dapat menjawab tujuan
yang pertama yaitu, dapat mengetahui kegiatan media
relations informal yang dilakukan XL. XL selalu
mengajak wartawan untuk makan siang , nonton film
dan konser musik serta berolahraga ( billiard &
bowling) bersama dengan wartawan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengakrabkan pertemanan yang
terjalin antara pihak XL dengan wartawan. Ketiga
kegiatan tersebut dilakukan untuk dapat menguak
lebih jauh mengenai karakteristik yang dimiliki oleh
media. Selama ketiga kegiatan tersebut berlangsung,
pihak XL sambil mengajak wartawan “ngobrol-ngobrol” yang sifatnya di luar pekerjaan yang
diharapkan dapat lebih mengakrabkan antara kedua
pihak yang terlibat. Melalui hubungan yang santai ini ,
dapat terlihat secara tidak langsung karakteristik yang
ada pada media.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
Apabila ada media atau wartawan yang
berulang tahun, maka XL selalu memberikan ucapan
(hadiah) dan apabila hari ulang tahunnya bertepatan
dengan event yang digelar XL. Maka XL akan
membuat surprise party dengan menyisipkannya pada
event yang digelar XL. Tidak hanya itu, untuk menjaga
kontinuitas hubungan dengan wartawan, XL selalu
melakukan hubungan informal dengan cara menelepon
pihak wartawan untuk sekedar menanyakan kabar (say
hello). Untuk lebih mengakrabkan hubungan dengan
wartawan, pihak XL menggelar kompetisi futsal dan
billiard. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan
hubungan dengan para wartawan. Hubungan
pertemanan ini sangat penting untuk terus dilakukan,
hal ini terlihat dari adanya media partner yang
dilakukan antara XL dengan Detik. Com . Dimana
dalam kerjasama ini tercipta sebuah ide untuk
membuat sebuah program edukasi kepada masyarakat
dengan melibatkan wartawan
untuk memberi
pembekalan materi mengenai program Rp 1 / detik.
Dalam acara ini terdapat adanya pemanfaatan
secara langsung dengan membagikan kartu gratis
untuk membuktikan kebenaran dari ada program Rp 1
/ detik. Selain itu, XL juga selalu memberikan
santunan kepada wartawan yang sedang mengalami
kedukaan dan kemalangan dengan menberikan
bantuan dana. Dari uraian di atas, maka dapat
menjawab tujuan kedua , yaitu proses dari masingmasing kegiatan media relations informal yang
dilakukan XL Strategi media relations informal yang
digunakan XL dalam mensukseskan program Rp 1
/detik lebih mengedepankan unsur kenyamana yang
dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Untuk
mendapatkan unsur kenyamanan tersebut, maka
bentuk komunikasi yang digunakan adalah secara
interpersonal. Melalui komunikasi ini, hubungan yang
terjalin antara kedua belah pihak layaknya sebuah
pertemanan biasa tetapi tetap bersikap professional.
Dengan begitu hubungan yang terjalin seperti
hubungan pertemanan, maka antara kedua belah pihak
akan mendapatkan kenyamanan pada saat kegiatan
media relations berlangsung. Selain itu, melalui
komunikasi interpersonal ini pihak XL dapat dengan
mudah mengenali karakteristik yang ada pada media.
Setelah mengenali karkteristik yang dianut oleh media,
maka akan lebih memudahkan XL untuk memberikan
informasi kepada wartawan yang nantinya akan
mempermudah proses publikasi mengenai informasi
yang akan dikeluarkan kepada masyarakat luas.
Dengan begitu, tujuan ketiga, yaitu strategi media
relations informal yang dilakukan XL dalam
mensukseskan program Rp 1 /detik dapat terjawab
berdasarkan uraian di atas.
Daftar Pustaka
Abdullah. Aceng. “Press Relations. Kiat Berhubungan
Dengan Media Massa”. Rosdakarya. Bandung.
2004.
Cutlip. M Scott. Allen H Centre. Glen M Broom.
“Effective Public Relations”. Edisi ke-9. Prenada
Media Group. Jakarta. 2006.
Iriantara. Yosal. “Media Relations”. Simbiosa Rekatama
Media. Bandung. 2005.
Ishwara. Luwi. “Jurnalisme Dasar”. Kompas. Jakarta.
2005.
Iskandar Muda. Deddy. “Jurnalistik Televisi. Menjadi
Reporter Profesional”. Rosdakarya. Bandung.
2005.
Jefkins. Frank and Daniel Yadin. “Public Relations”.
Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. 2003.
Kriyantono. Rachmat. “Teknik Praktis Riset
Komunikasi”. Prenada Media Group. Jakarta.
2006.
Moleong. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 2004.
Moleong. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 2006.
Moss. Sylvia dan Steward L. Tubbs. “Human
Communications”. Dasar Pengantar Deddy
Mulyana. Rosdakarya. Bandung. 2005.
Muhammad. Arni. “Komunikasi Organisasi”. Bumi
Aksara. Jakarta. 2005.
Mulyana. Deddy. “Metodologi Penelitian Kualitatif”.
Rosdakarya. Bandung. 2004.
Narbuko dan Achmadi. “Metodologi Penelitian”. PT
Bumi Aksara. Jakarta. 2005.
Ningrat. Kusuma dan Purnama. “Jurnalistik Teori dan
Praktik”. Rosdakarya. Bandung. 2005.
Partao. Zainal Abidin. “Media Relations. Strategi
Meraih Dukungan Publik”. Jakarta. 2006.
Ruslan. Rosady. “Manajemen Public Relations dan
Media Komunikasi”. Rajawali Pers. Jakarta.
2003.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
81
Strategi Media Relations Pt Excelcomindo Pratama, Tbk (Xl) Membangun Hubungan Dengan Wartawan Dalam Rangka
Mensukseskan Program Rp 1 /Detik.
Ruslan. Rosady. “Manajemen Public Relations dan
Media Komunikasi Konsepsi dan Aplikasi”.
Grafindo Persada. 2006.
Vardiansyah. Dani. “Pengantar Ilmu Komunikasi”.
Ghalia Indonesia. Bogor. 2004.
Venus. Antara. “Manajemen Kampanye. Simbiosa
Rekatama Media”. Bandung. 2004.
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi.Grasindo.
Jakarta. 2004.
Yin. Robert K. “Studi Kasus Desain dan Metode”. PT
Raja Grafindo Prasada. Jakarta. 2005.
82
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
PENERAPAN KOMUNIKASI SATU ARAH DI MEDIA KOMUNIKASI
INTERNAL “HALLO ONLINE” PT TELKOM DIVRE II JAKARTA.
Umi Asti Hadiani1, M. Jamiluddin Ritonga1
Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jl. Arjuna Utara Tol Tomang-Kebun Jeruk, Jakarta 11510
[email protected]
1Fakultas
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan komunikasi satu arah di media komunikasi internal
”Hallo online” antara manajemen dengan karyawan. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa
media komunikasi internal ”Hallo online” hanya dapat menerapkan komunikasi satu arah saja, yaitu
komunikasi yang berasal dari manajemen kepada karyawan. Bila ingin menerapkan komunikasi dua arah,
maka diperlukan media lain yang dapat mendukung terbentuknya proses komunikasi dua arah. Sehingga
komunikasi yang terjalin menjadi efektif antara manajemen dengan karyawan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa diperlukan media lain seperti media tatap muka yang dapat menunjang terbentuknya
penerapan komunikasi dua arah. Sehingga manajemen dapat mengetahui respon atau tanggapan secara
langsung dari pihak karyawan begitupun sebaliknya.
Kata Kunci : Penerapan komunikasi, satu arah, “Hallo online”
Pendahuluan
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh
publik internal perusahaan adalah menyebarkan
informasi tentang perusahaan kepada karyawan.
Informasi yang disampaikan berupa kebijakan dari
manajemen
dan
beberapa
info
mengenai
perkembangan perusahaan. Untuk itu, public relations
memerlukan media untuk berkomunikasi dengan para
karyawan. Media yang digunakan sebagai alat
komunikasi antara karyawan dengan manajemen atau
karyawan dengan karyawan dinamakan media
komunikasi internal.
Fungsi Media komunikasi internal selain
untuk menyampaikan informasi juga untuk membina
hubungan yang harmonis dan komunikatif kepada
karyawannya agar iklim perusahaan juga ikut terjaga
dengan baik. Perusahaan yang sadar untuk membina
hubungan
baik
dengan
karyawannya
akan
menggunakan
media
internal
sebagai
alat
berkomunikasi antarkaryawan atau antara karyawan
dengan manajemen perusahaan. Dennis W.Jeffers dan
David N.Bateman di dalam artikel berjudul Redetening
The Role of The Company PR, dalam Mahmud (1993:
199) menyatakan bahwa media internal adalah untuk
membangun atau membentuk kebanggaan karyawan
akan perusahaan dan dapat mengidentifikasikan
dirinya di dalam kegunaan perusahaan, dan untuk
membentuk kesetiaan mereka pada karyawan. Media
internal sangat diperlukan oleh perusahaan sebagai
sarana yang tepat untuk menginformasikan kepada
karyawan tentang setiap kegiatan yang dilakukan
perusahaan. kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan dapat meliputi kegiatan internal
perusahaan ataupun kegiatan eksternal perusahaan.
Kegiatan tersebut dapat berupa ceremonial, kegiatan
serah terima jabatan, kegiatan Baksos (Bakti sosial),
atau kegiatan siaran pers yang diliput oleh wartawan
(press confrence).
Oleh karena itu dalam menyampaikan
informasi kepada para publiknya dibutuhkan beberapa
bentuk media internal sebagai alat komunikasi.
Bentuk-bentuk dari media internal diantaranya : the
sales bulletin, the newsletter, the magazine, the tabloid
newspaper, dan the wall newspaper. Sedangkan untuk
beberapa media internal dalam bentuk elektronik
diantaranya : video cassets, audio cassets tape, dan viewdata
house journal. Salah satu perusahaan yang sudah
menggunakan media komunikasi internal adalah PT
Telkom Divre II Jakarta. Bentuk media internal yang
digunakan PT Telkom adalah media online “Hallo
online”, Papan Informasi, dan Announcement
Service. Media komunikasi internal selalu
digunakan oleh PT Telkom Divre II Jakarta yaitu
media komunikasi internal “Hallo online” yang
berbentuk viewdata house journal. Menurut Ruslan (2006:
196) “Viewdata house journal yaitu media surat kabar
elektronik yang mempergunakan perangkat saluran
televisi atau komputer untuk mengakses informasi
atau berita-berita tertentu. Biasanya, media elektronik
yang sering dimanfaatkan oleh perusahaan untuk
menyampaikan pesan, informasi, publikasi dan
promosi, serta tujuan pemberitaan adalah saluran
internet, e-mail, dan computer line”.
Viewdata house journal di PT Telkom disebut
sebagai intranet. Intranet merupakan jalur informasi
yang bebas hambatan yang dapat digunakan public
relations untuk menyampaikan informasi kepada
karyawannya secara cepat, murah, dan mudah diakses.
Itu semua dapat dilakukan intranet karena
menggunakan teknologi komunikasi baru dengan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
83
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
sarana internet atau media online. Di sisi lain, media
internal perusahaan atau intranet dapat diartikan
sebagai website yang memuat segala informasi resmi
mengenai perusahaan. Informasi tersebut umumnya
bersifat statis atau tidak akan terlalu sering di update
dan hanya untuk komunikasi satu arah. Biasanya
informasi yang disajikan berisikan tentang
perusahaan, topik aktual, artikel atau promosi produk
perusahaan. Mereka tidak memberikan tempat pada
para karyawan untuk memberikan umpan balik atau
tanggapan yang nantinya akan dimuat dalam intranet
tersebut. Demikian pula yang dilakukan oleh media
komunikasi internal “Hallo online” di PT Telkom
Divre II Jakarta. Dalam “Hallo online”, berisikan
tentangkebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
manajemen perusahaan, tentang ceremonial yang
diadakan perusahaan, info-info kegiatan yang
dilakukan oleh PT Telkom Divre II Jakarta, tulisan
mengenai renungan/kontemplasi, suara pelanggan,
profil karyawan, berita keluarga karyawan PT Telkom,
hingga tulisan dan gambar menarik berupa karikatur.
Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa komunikasi yang
diterapkan oleh PT Telkom Divre II Jakarta masih
menggunakan model komunikasi satu arah (Top
Down). Sehingga karyawan tidak dapat memberikan
umpan balik atau tanggapan atas informasi yang
disampaikan oleh manajemen perusahaan. Tetapi
parakaryawan dapat memberikan kritik atas tulisan
dalam “Hallo online” melalui contactus yang terdapat di
dalam “Hallo online” tersebut. Dilihat dari penjelasan di
atas, maka gejala yang muncul yaitu adanya
komunikasi satu arah dalam media komunikasi
internal ”Hallo online”. Berdasarkan uraian di atas,
maka penerapan komunikasi dilakukan dengan
komunikasi satu arah. Penerapan komunikasi satu
arah sangat dapat digunakan oleh perusahaan untuk
menyampaikan informasi mengenai PT Telkom Divre
II Jakarta.
Hal ini merupakan upaya perusahaan agar
para karyawan semangat dalam bekerja dan merasa
dihargai keberadaannya oleh perusahaan. Oleh karena
itu, penulis ingin melakukan penelitian mengenai
penerapan komunikasi satu arah media komunikasi
internal “Hallo online” di PT Telkom Divre II Jakarta.
Fokus Penelitian
Media komunikasi internal merupakan salah
satu alat untuk menyampaikan informasi antara
manajemen perusahaan dengan para karyawan.
Informasi yang disampaikan dapat berupa kebijakan
manajemen atau berupa acara-acara ceremonial yang
dilakukan oleh perusahaan. Informasi yang
disampaikan hanya berasal dari manajemen
perusahaan sehingga bersifat satu arah. Walaupun
begitu, karyawan juga dapat ikut andil di dalamnya
dengan memberikan ide-ide atau gagasan mengenai isi
informasi dalam media komunikasi internal “Hallo
84
online”. Tetapi tetap saja yang mendominasi isi
informasi dalam media komunikasi internal “Hallo
online” adalah informasi mengenai manajemen
sehingga penerapan komunikasi bersifat satu arah.
Dengan demikian pendekatan komunikasi yang
dilakukan oleh media komunikasi internal “Hallo
online” adalah dengan menggunakan pendekatan
komunikasi satu arah, dimana para karyawan tidak
dapat menyampaikan tanggapan atas informasi yang
disampaikan oleh manajemen perusahaan.
Berdasarkan uraian yang telah penulis
kemukakan di atas, maka penulis menetapkan fokus
penelitian yaitu “Mengapa PT Telkom Divre II Jakarta
menggunakan penerapan komunikasi satu arah di
media internal komunikasi “Hallo online”?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian berdasarkan
fokus penelitian di atas, yaitu:
a. Untuk mengetahui isi dari berita media
komunikasi internal “Hallo online”
b. PT Telkom Divre II Jakarta.
c. Untuk mengetahui cara memproduksi media
komunikasi internal “Hallo
d. online” PT Telkom Divre II Jakarta.
e. Untuk mengetahui penerapan komunikasi
satu arah di media komunikasi
f. internal “Hallo online” PT Telkom Divre II
Jakarta.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif dan studi kasus sebagai metode
penelitian. Berdasarkan fokus penelitian yang telah
ditetapkan, maka tujuan penelitian yang digunakan
oleh peneliti adalah deskripitif. Menurut Narbuko dan
Achmadi (2005: 44) bahwa “ Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan
pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan
data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis
dan menginterpretasi. Ia juga bisa bersifat komperatif
dan korelatif. Penelitian deskriptif banyak membantu
terutama dalam penelitian yang bersifat longitudinal,
genetif, dan klinis.” Dengan menggunakan penelitian
deskriptif maka peneliti dapat menyelesaikan masalah
penelitian dari mulai cara memecahkan masalah
berdasarkan data-data, kemudian menyajikan data,
menganalisa data, hingga akhirnya menginterpretasi
data tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti juga
menggunakan pendekatan kualitatif dan metode
penelitian studi kasus sebagai desain penelitian yang
nantinya dapat menentukan kasus dan unit analisis
yang akan diteliti. Yin (2006: 1) menyatakan bahwa
“Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila
pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan
how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit
peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
akan diselidiki, dan bilaman fokus penelitiannya
terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di
dalam konteks kehidupan nyata.” Sedangkan Mulyana
(2004: 201) menyatakan bahwa “studi kasus adalah
uraian dan penjelasan komprehensif mengenai
berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok,
suatu organisasi (komunitas), suatu program atau
individu sosial”. Berdasarkan dua pendapat ahli di atas
mengenai studi kasus, Yin menyatakan bahwa dalam
studi kasus ini peneliti hanya dapat bertanya mengenai
bagaimana dan engapa. Selain itu juga, fokus
penelitian terletak pada peristiwa-peristiwa yang
kontemporer (kekinian) atau aktual dalam konteks
kehidupan nyata. Sedangkan Mulyana menyatakan
bahwa studi kasus merupakan suatu penjelasan yang
komprehensif mengenai beberapa aspek sosial yang
terjadi dalam organisasi atau dalam masyarakat luas.
Dari dua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa studi kasus merupakan suatu metode dimana
peneliti hanya dapat bertanya tentang bagaimana dan
mengapa. Selain itu, peristiwa yang diteliti adalah
peristiwa yang kontemporer dan aktual dan juga
membahas beberapa peristiwa yang bersangkutan
dengan aspek sosial, organisasi, dan juga individu
sosial. Dalam menentukan desain penelitian studi
kasus Robert K. Yin membagi desain penelitian
menjadi empat tipe, yaitu: (1) desain kasus tunggal
holistik, (2) desain kasus tunggal terjalin, (3) desain
multikasus holistik, (4) desain multikasus terjalin.
Rasional dari desain penelitian yang dimaksud
sebagaimana dijelaskan berikut ini :
Tabel 1 Tipe dasar desain studi kasus
Keterangan gambar :
Tipe 1 : Desain dengan kasus tunggal dan unit analisis
tunggal
Tipe 2 : Desain dengan kasus tunggal dan unit multianalisis
Tipe 3 : Desain dengan multi-kasus dan unit analisis
tunggal
Tipe 4 : Desain dengan multi-kasus dan unit multi
analisis
Berdasarkan fokus penelitian yang telah
ditentukan oleh peneliti yaitu ”Mengapa PT Telkom
Divre II Jakarta menerapkan komunikasi satu arah di
media komunikasi internal ”Hallo online”?, maka
peneliti dapat menentukan kasus penelitian dan unit
analisisnya. Kasus yang yang akan diteliti adalah
penerapan komunikasi satu arah media komunikasi
internal ”Hallo online”. Bentuk media komunikasi
internal ”Hallo online” yang diteliti disini hanya satu
bentuk media saja, yaitu intranet ”Hallo online”
sehingga kasus yang diteliti bersifat kasus tunggal.
Sedangkan unit analisisnya adalah pihak yang
mengelola media komunikasi internal Hallo online”
yaitu pihak public relations dan karyawan PT Telkom
Divre II Jakarta. Sehingga unit analisis yang diteliti
bersifat unit multi analisis. Berdasarkan uraian di atas
, maka desain penelitian yang relevan sesuai dengan
fokus penelitian yang akan diteliti yaitu dengan
menggunakan tipe 2 (kasus-tunggal dan unit multianalisis)
Bahan Penelitian dan Unit Analisis
Berdasarkan fokus penelitian yang akan
diteliti yaitu, ”Mengapa PT Telkom Divre II Jakarta
menerapkan komunikasi satu arah di media
komunikasi internal ”Hallo online”?”, maka yang
menjadi bahan penelitian berupa manusia (public
relations PT Telkom Divre II Jakarta dan karyawan)
serta beberapa data dan dokumen yang diperoleh dari
pihak kedua. Bahan penelitian yang berupa manusia di
dapat dari kedua belah pihak yang terlibat dalam
kegiatan media komunikasi internal ”Hallo online”.
Sedangkan unit analisis yang digunakan ialah nonindividu dan individu. Non-individu digunakan karena
informasi yang diperoleh peneliti terkait dengan
kepentingan
perusahaan.
Sedangkan
individu
digunakan karena dalam komunikasi informal di PT
Telkom Divre II Jakarta yang nantinya terdapat
keterkaitan personal masing-masing karyawan.
Sehingga adanya keterkaitan pengelola intanet ”Hallo
online” yaitu public relations dengan karyawan PT
Telkom Divre II Jakarta. kegiatan media komunikasi
internal diperuntukkan bagi karyawan PT Telkom
Divre II Jakarta yang dilakukan secara individu, dan
juga kegiatan tersebut masih terkait dengan
kepentingan manajemen perusahaan/organisasi.
Informan
Menurut Moleong (2004: 90), informan adalah
orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang
penelitian. Jadi ia harus mempunyai banyak
pengalaman tentang latar belakang penelitian, ia
berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim
penelitian walaupun hanya bersifat informal. Dalam
hal ini, informan merupakan orang yang terlibat dalam
kegiatan media komunikasi internal PT Telkom Divre
II Jakarta, maka yang menjadi informan dalam
penelitian ini diantaranya adalah publik relations (PR)
PT Telkom Divre II Jakarta beserta asistennya.
Mereka adalah orang yang akan memberikan
informasi mengenai kegiatan media komunikasi
internal ”Hallo online”, karena mereka terlibat langsung
dalam kegiatan media komunikasi internal ”Hallo
online”. Selain pihak pertama yaitu public relations PT
Telkom Divre II Jakarta, pihak kedua yaitu karyawan
menjadi informan dalam penelitian ini.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
85
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
Untuk melakukan penelitian ini, maka penulis
akan menggunakan sampling purposif. Menurut
Kriyantono (2006: 154 ) ” Sampling Purposif adalah
teknik ini mencakup orang–orang yang diseleksi atas
dasar kriteria – kriteria tertentu yang dibuat peneliti
berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan orang –
orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria
tersebut tidak dijadikan sampel. Persoalan utama
dalam teknik purposif adalah menentukan kriteria,
dimana kriteria harus mendukung tujuan penelitian.
Biasanya teknik purposif dipilih untuk penelitian yang
lebih mengutamakan kedalaman data, daripada untuk
tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan.”
Dalam penelitian ini, sampling purposif digunakan untuk
menentukan kriteria-kriteria yang dibuat berdasarkan
tujuan penelitian, sehingga kriteria tersebut harus
mendukung tujuan penelitian. Selain itu, sampling
purposif dipilih dalam penelitian ini kerena
mengutamakan kedalaman data daripada data-data
yang hanya diteliti secara umum atau hanya sekilas
saja.
Key Informan
Menurut Moleong (2004: 3) key informan
adalah mereka tidak hanya bisa memberi keterangan
tentang sesuatu kepada peneliti, tetapi juga bisa
memberi saran tentang sumber bukti yang
mendukung serta menciptakan sesuatu terhadap
sumber yang bersangkutan.
Dikaitkan dengan masalh penelitian, maka key informan
yang relevan bukan hanya sekedar terlibat tetapi juga
menguasai kegiatan media komunikasi internal ”Hallo
online”. Untuk itu, key informan baru dapat ditentukan
setelah melakukan penelitian tersebut. Dari informasi
yang memenuhi, syarat tersebut lalu dipilih menjadi
key informan.
Instrumen
Data Primer :
Menurut Moleong (2006: 157) data primer
adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang
diamati atau diwawancarai yang didapat melalui
catatan tertulis atau melelui rekaman video atau audio
tapes, pengambilan foto atau film Data primer
merupakan data yang diperoleh dari tangan pertama.
Data ini berasal dari informan dan key informan. Dalam
penelitian ini yang menjadi data
primer adalah berupa informasi yang dapat menjawab
ketiga tujuan penelitian :
1. Informasi mengenai isi dari informasi yang
disampaikan oleh media komunikasi internal
”Hallo online” PT Telkom Divre II Jakarta. Untuk
mengetahui informasi tersebut, maka instrumen
yang cocok digunakan yaitu dengan menggunakan
observasi. Menurut Bungin (2007: 115) : ”
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan
keseharian manusia dengan menggunakan panca
86
indra mata sebagai alat bantu utamanya selain
panca indra lainnya seperti telinga, penciuman,
mulut, dan kulit. Karena itu, observasi adalah
kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja panca indra
mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya.”
Sedangkan Narbuko dan Achmadi (2005: 70)
menyatakan bahwa ”Observasi adalah alat
pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati
dan mencatat secara sistematik gejala-gajala yang
diselidiki”. Dari dua pendapat ahli mengenai
observasi, Bungin menekankan pengertian
observasi lebih kepada kemampuan seseorang
untuk mengamati sesuatu dengan menggunakan
panca indra yang mereka miliki. Sedangkan
Narbuko dan Achmadi menekankan observasi
pada alat pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati dan mencatat gejala-gejala
yang akan diselidiki. Dilihat dari dua pernyataan di
atas, dapat disimpulkan bahwa observasi
merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan oleh seseorang dengan cara mengamati
menggunakan panca indra, pengamatan tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk mencatat gejalagejala yang nantinya terdapat dilapangan atau yang
akan diselidiki.
2. Informasi mengenai proses produksi media
komunikasi internal ”Hallo online”. Untuk dapat
melihat dan menggali jalannya proses produksi
memasukkan informasi ke dalam media
komunikasi internal ”Hallo online”, maka
instrumen
yang
relevan
yaitu
dengan
menggunakan observasi atau pengamatan secara
langsung .
3. Informasi mengenai penerapan komunikasi satu
arah media komunikasi internal ”Hallo online” PT
Telkom Divre II Jakarta. Untuk dapat menggali
informasi instrumen yang relevan digunakan
adalah tidak cukup hanya dengan menggunakan
wawancara mendalam saja melainkan harus
dilengkapi dengan pengamatan langsung di
lapangan (observasi) agar data yang diperolah
dapat menjawab tujuan penelitian. Menurut
Kriyantono (2006: 98): ” wawancara mendalam
adalah suatu cara mengumpulkan data atau
informasi dengan cara langsung bertatap muka
dengan informan agar mendapatkan data lengkap
dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dalam
frekuensi tinggi dan berulang – ulang secara
intensif . Pewawancara tidak mempunyai kontrol
atas respon informan.”
Menurut Bungin (2007: 108) : “wawancara
mendalam adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan
sosial yang relatif lama.” Dari dua pendapat di atas
mengenai
wawancara
mendalam,
Kriyanto
menyatakan bahwa wawancara mendalam adalah suatu
cara untuk mengumpulkan data dengan cara bertatap
muka dengan informasi. Wawancara ini dilakukan
secara internsif dan frekuensi yang berulang-ulang.
Sedangkan Bungin menyatakan bahwa wawancara
mendalam adalah suatu proses dalam memperoleh
keterangan dari informan dengan cara bertatap muka,
dimana dalam wawancara tersebut tidak ada pedoman
yang digunakan. Dari dua pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa wawancara mendalam merupakan
suatu cara untuk memperoleh keterangan dari
informan dengan cara bertatap muka. Wawancara ini
dilakukan secara berulang-ulang (intensif) dan dalam
memperoleh keterangan tidak ada pedoman di
dalamnya.
Data Sekunder
Menurut Moleong (2006: 159) data sekunder
adalah bahan tambahan yang berasal dari sumber
tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah
ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan
dokumen resmi. Data sekunder merupakan data yang
diperoleh dari tangan kedua. Untuk mengumpulkan
data yang selengkap-lengkapnya mengenai penerapan
komunikasi satu arah media komunikasi internal
”Hallo online”, maka instrumen yang relevan dengan
menggunakan pengamatan langsung (observasi).
Reliabilitas dan Validitas Data
Berdasarkan fokus penelitian, maka kriteria
yang relevan digunakan untuk menentukan validitas
data adalah kriteria keteralihan (transferability).
Menurut Moleong (2006: 324), ”Keteralihan sebagai
persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara
konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan
pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya
mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang
kesamaan konteks”. Jika dikaitkan dengan masalah
penelitian, maka kriteria ini dipilih oleh peneliti karena
dalam keteralihan peneliti harus mencari dan
mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan
konteks.
Sedangkan untuk menguji reliabilitas, teknik
pemeriksaan
yang
relevan
adalah
dengan
menggunakan uraian rinci. Menurut Moleong (2006:
337) uraian rinci berarti peneliti bertanggung-jawab
terhadap penyediaan dasar secukupnya yang
memungkinkan seseorang merenungkan suatu aplikasi
pada penerima sehingga memungkinkan adanya
pembandingan. Teknik ini menuntut peneliti agar
melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraian itu
dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang
menggambarkan
konteks
tempat
penelitian
diselenggarakan. Untuk mendapatkan data yang
reliabilitas, maka data yang telah dihasilkan harus
diolah terlebih dahulu yaitu dengan cara melakukan
kroscek data tersebut. Data tersebut didapat dari data
primer, yaitu dengan cara wawancara mendalam dan
observasi kepada seseorang yang benar-benar
menguasai kegiatan media komunikasi internal ”Hallo
online” di PT Telkom Divre II Jakarta. Tidak hanya
data primer saja yang dibutuhkan tetapi data sekunder
sebagai data pendukung. Setelah melakukan
wawancara dengan key informan dan informan, kemudian
peneliti
melakukan
kroscek
dengan
cara
membandingkan dengan data sekunder yang didapat
di lapangan. Oleh karena itu dalam penelitian, tidak
hanya melaporkan hasil wawancara saja tetapi juga
melakukan kroscek terhadap data sekunder dan teori
dari para ahli.
Analisis Data
Dalam studi kasus, terdapat pendekatan yang
digunakan dalam teknis analisis. Teknik ini bermanfaat
dan penting serta hendaknya digunakan ketika
memasukkan bukti tersebut ke dalam beberapa urutan
sebelum sampai pada analisis faktual. Yin (2005: 135)
menyatakan bahwa terdapat tahap-tahap yang harus
dilalui dalam analisis data adalah :
1. Memasukan informasi kedalam daftar yang
berbeda.
2. Membuat matriks kategori dan menempatkan
buktinya kedalam kategori tersebut.
3. Menciptakan analisis data-flowchart dan
perangkat lainnya guna memeriksa data yang
bersangkutan.
4. Mentabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda.
5. Memeriksa
kekompleksan
tabulasi
dan
hubungannya dengan menkalkulasi angka
urutan kedua seperti rat-rata hitung dan varians.
6. Memasukan
informasi
kedalam
urutan
kronologis atau menggunakan skema waktu
lainnya.
Hasil dan Pembahasan
Public Relations PT. Telkom Divre II Jakarta
Berdasarkan
keputusan
Direksi
PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk No. 11/PS150/CTG10/2006 tentang organisasi divisi regional II Jakarta.
Divisi Regional II, bagian komunikasi merupakan
salah satu bagian yang langsung berada di bawah
koordinasi EGM dan deputy EGM Divre-II, dipimpin
oleh pejabat setingkat assisten senior manager dengan
sebutan division communication. Division communication
Divre-II, bertanggung jawab atas terkondisinya public
image yang positif atas representasi Telkom di wilayah
Divre-II yang dilakukan melalui upaya pengelolaan
komunikasi yang efektif. Secara garis besar, Division
Communication Divre II memiliki ruang lingkup sebagai
berikut.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
87
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
1. Mengelola mekanisme komunikasi, termasuk
pengelolaan medianya, sehingga komunikasi
Divre II dengan pihak eksternal dapat secara
optimal menjadi sarana yang efektif dalam
menjaga dan membangun Corporate Image.
2. Mengkoordinir
program
pengembangan
informasi, yang mencakup kegiatankegiatan yang
terkait dengan penyaringan informasi (disesuaikan
dengan norma/ peraturan publikasi informasi
bagi perusahaan go public), pengkayaan jenis dan
nilai informasi, pengemasan, pengelolaan
mekanisme feedback yang sistematis.
3. Mengkoordinir program-program yang terkait
dengan news & information management.
4. Menyelenggarakan program hubungan publik,
yang mencakup kegiatan-kegiatan yang terkait
dengan proses komunikasi dengan publik (press
conference, layanan kunjungan study banding/
bencmark, merespon saran/kritik dari media masa,
membina hubungan dengan komunitas industri
dan asosiasi terkait/ PEMDA setempat dll).
5. Mengkoordinasikan kegiatan komunikasi internal
di lingkungan DIVRE II. Dalam menjalankan
perannya manager communication Divre berinteraksi
dengan:
a. VP Public/ Marketing Communication, dalam hal
koordinasi publikasi informasi dan komunikasi
internal;
b. AVP HR Communication dalam hal koordinasi
pengelolaan informasi SDM di lingkungan
DIVRE-II; dan
c. Para general manager (GM) Kandatel dalam hal
koordinasi komunikasi publik.
Aktivitas Public Relations
Dari fungsi public relations PT Telkom Divre II
Jakarta di atas, maka aktivitasnya dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu internal relations dan
external relations. Dalam penelitian ini, peneliti hanya
mengamati aktivitas internal relations saja, sehingga
peneliti tidak mencantumkan aktivitas eksternal relations
di dalamnya.
Aktivitas Internal Relations
Secara keseluruhan dalam kegiatan public
relations PT. Telkom sudah tergambar dengan jelas
tugas dan fungsi masing-masing serta tanggung jawab
sub dinas kegiatan internal yang ada di PT Telkom,
meliputi:
a. Membina hubungan baik dengan karyawan dan
keluarga karyawan;
b. Membuat penerbitan atau bulletin berkala setiap
satu bulan sekali;
c. Menyusun dan melaksanakan secara internal;
d. Membuat papan pengumuman / papan informasi;
e. Menyiapkan materi dan penyusunan announcement
service (acs) masingmasing bidang;
88
f. Kontak langsung dengan seluruh karyawan;
g. Menyiapkan jadwal upacara/apel/tatap muka
manajemen dengan jajaran internal termasuk
bagian surat menyurat; dan
h. Dokumentasi dan peliputan acara yang diadakan
PT Telkom.
Media Komunikasi Internal “Hallo online”
Dalam suatu perusahaan dibutuhkan alat yang
dapat digunakan untuk berkomunikasi antara pihak
manajemen perusahaan dan pihak karyawan. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini peneliti melakukan
wawancara mendalam terhadap pihak-pihak yang
terkait dengan media komunikasi internal “Hallo
online” yaitu pihak public relations dan karyawan PT
Telkom Divre II Jakarta. Menurut public relations PT
Telkom Divre II Jakarta media komunikasi internal
“Hallo online” merupakan media atau alat perantara
yang digunakan oleh public relations untuk
menyampaikan informasi kepada karyawan (internal
PT Telkom Divre II Jakarta). Idealnya media atau alat
perantara ini tidak hanya untuk karyawan saja tetapi
juga meliputi pemegang saham, keluarga karyawan,
dan juga pensiunan PT Telkom Divre II Jakarta.
Dalam media ini, informasi yang disampaikan
berkaitan dengan kebijakan perusahaan dan kegiatan
manajemen juga informasi seputar karyawan PT
Telkom Divre II Jakarta. Pendapat public relations PT
Telkom Divre II Jakarta ini juga sejalan dengan teori
yang diungkapkan oleh Rusell & Lane (1992: 61)
bahwa media komunikasi adalah “alat perantara yang
digunakan untuk menyampaikan pesan kepada
komunikan dalam menjalankan tugas kehumasannya”.
Dalam teori di atas dapat dilihat bahwa makna yang
tertanam adalah media komunikasi internal
merupakan suatu alat untuk menyampaikan pesan
manajemen kepada karyawan melalui public relations
sebagai penghubung.
Hal ini juga dipertegas dengan gejala yang
timbul di karyawan PT Telkom Divre II Jakarta yaitu
setiap informasi yang dikeluarkan oleh manajemen
perusahaan disiarkan melalui media-media yang telah
disediakan oleh public relations PT Telkom Divre II
Jakarta. Media-media tersebut antara lain “Hallo
online”, Announcement Service (ACS), ataupun papan
informasi (Papin). Dengan demikian, manajemen
dapat memanfaatkan media-media tersebut untuk
menyampaikan kebijakan atau informasi kepada
karyawan internalnya. Fungsi utama Media
komunikasi internal di PT Telkom Divre II Jakarta
yaitu menjaga hubungan baik dengan pihak internal
(karyawan) dengan memberikan informasi kepada
karyawan mengenai manajemen dan perkembangan
perusahaan. Dalam hal ini, pihak public relations PT
Telkom Divre II Jakarta sangat mengharapkan dengan
adanya informasi yang disampaikan dalam media
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
komunikasi internal “Hallo online” tersebut, karyawan
akan lebih care terhadap perkembangan perusahaan.
Hal ini juga senada dengan teori yang disampaikan
oleh Ruslan (2006: 201) mengenai “fungsi media
komunikasi internal yaitu sebagai media penghubung
komunikasi
internal
yang
berupaya
untuk
menyampaikan pesan mengenai aktivitas perusahaan”.
Berdasarkan Teori yang sudah tertera di atas, maka
fungsi media komunikasi internal “Hallo online” di PT
Telkom Divre II Jakarta, dapat disimpulkan bahwa
media komunikasi internal “Hallo online” tidak hanya
berfungsi sebagai penyampai informasi saja tetapi juga
sebagai penghubung komunikasi yang baik antara
manajemen perusahaan dengan pihak internal atau
karyawan. Informasi yang disampaikan dalam media
komunikasi internal “Hallo online” dapat menimbulkan
citra karyawan terhadap perusahaannya.
Citra perusahaan yang timbul dari karyawan
dapat tercermin melalui informasi yang disampaikan
dalam media komunikasi internal “Hallo online”.
Menurut public relations PT Telkom Divre II Jakarta
bahwa citra yang muncul dari karyawan melalui media
komunikasi internal “Hallo online” terhadap
perusahaan adalah citra positif. Citra positif ini
terbentuk karena informasi yang disampaikan oleh
manajemen merupakan informasi yang “baik-baik
saja” mengenai perusahaan. Sehingga citra yang timbul
dari karyawan merupakan citra positif. Menurut teori
yang diungkapkan oleh Mahmud (1993: 199) bahwa
“media internal adalah untuk membangun atau
membentuk
kebanggaan
karyawan
akan
perusahaan....”. Teori yang diungkapkan oleh
Mahmud ini senada dengan efek yang terdapat dalam
media komunikasi internal “Hallo online” di PT
Telkom Divre II Jakarta, bahwa dengan adanya media
komunikasi internal karyawan PT Telkom dapat
menciptakan citra mengenai perusahaannya sendiri.
Dari data sekunder yang di dapat oleh peneliti
berdasarkan survey yang dilakukan oleh PT Telkom
Divre II Jakarta, hampir seluruh karyawan
berpendapat bahwa citra perusahaan yang ditampilkan
dalam media komunikasi internal “Hallo online” adalah
citra positif, dan hanya sedikit karyawan yang
menyatakan citra negatif terhadap perusahaan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti terhadap beberapa karyawan. Terdapat dua
kategori yang muncul, yang pertama adalah kategori
karyawan yang mengetahui dan biasa menggunakan
media komunikasi internal “Hallo online” di PT
Telkom Divre II Jakarta, sedangkan kategori yang
kedua adalah kategori karyawan yang tidak begitu
mengetahui dan jarang menggunakan media
komunikasi internal “Hallo online” PT Telkom Divre II
Jakarta. Dari kedua kategori yang muncul di atas,
kategori pertama yang muncul adalah kategori
karyawan yang “sadar” dengan adanya media
komunikasi internal “Hallo online” menyatakan bahwa
“Hallo online” merupakan alat yang efektif dalam
menyampaikan pesan dari manajemen mengenai
kebijakan dan beberapa rencana yang sedang
dikerjakannya.
Dalam hal ini, karyawan sudah sejalan dengan
yang diungkapkan oleh public relations PT Telkom
Divre II Jakarta dan juga teori yang diungkapkan oleh
Rusell & Cane (1992: 61) bahwa “media internal
adalah alat perantara yang digunakan untuk
menyampaikan pesan kepada komunikan dalam
menjalankan tugas kehumasannya”. Dengan demikian,
dapat tercermin bahwa media komunikasi internal
“Hallo online” sudah dapat memenuhi keinginan
karyawan untuk dapat mengetahui informasi seputar
perusahaan. Kategori pertama ini ditandai oleh
karyawan yang selalu meng-update atau mengakses
terhadap informasi-informasi terbaru seputar
perusahaan. Tidak hanya itu, karyawan juga sudah
mempunyai citra sendiri mengenai perusahaan yang
ditampilkan oleh media komunikasi internal “Hallo
online” dan biasanya citra yang ditampilkan adalah citra
positif. Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti,
karyawan yang mengetahui dan biasa menggunakan
media komunikasi internal “Hallo online” adalah
karyawan yang selalu berada di depan meja kerjanya.
Artinya, karyawan ini selalu stay di depan komputer
sehingga mereka dengan mudah dapat langsung
mengakses informasi terbaru yang disampaikan
melalui media komunikasi internal “Hallo online”.
Selain itu, mereka juga karyawan yang bekerja di
kantor pusat PT Telkom Divre II Jakarta.
Karena biasanya mereka yang bekerja di
kantor pusat atau Divre II sudah ada sosialisasi
langsung dari pihak manajemen. nformasi yang
terdapat dalam media komunikasi internal “Hallo
online” adalah informasi yang baik tentang manajemen
perusahaan. Sehingga citra yang timbul dari karyawan
yang mengetahui adanya media komunikasi internal
“Hallo online” adalah citra positif. Dengan demikian,
karyawan yang sudah mengetahui dan biasa
menggunakan media komunikasi internal “Hallo
online” mempunyai citra yang sama tentang PT
Telkom Divre II Jakarta melalui media komunikasi
internal “Hallo online”. Sedangkan menurut kategori
yang kedua, yaitu karyawan yang tidak begitu
mengetahui dan tidak biasa menggunakan media
komunikasi internal “Hallo online” menyatakan bahwa
media komunikasi internal “Hallo online” merupakan
media online yang tidak hanya digunakan untuk
menyampaikan informasi tetapi juga terdapat e-mail
karyawan, slip gaji, dan juga Milis yang terdapat dalam
portal Telkom.
Hal ini sangatlah bertolak belakang dengan
yang diungkapkan oleh public relations Telkom dan juga
teori yang diungkapkan oleh Russel & Lane bahwa
media komunikasi internal “Hallo online” adalah “alat
perantara yang digunakan untuk menyampaikan pesan
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
89
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
kepada komunikan dalam menjalankan tugas
kehumasannya”. Sedangkan media komunikasi
internal “Hallo online” yang diungkapkan oleh kategori
kedua dari karyawan bukanlah media komunikasi
internal yang ditangani oleh public relations. Dalam hal
ini, public relations hanya bertugas sebagai penyampai
informasi saja, mereka tidak mengurusi data-data
pribadi sepert e-mail karyawan, slip gaji, atau Milis.
Dalam hal ini, citra positif selalu timbul karena mereka
tidak hanya melihat informasi yang baik saja mengenai
perusahaan, tetapi mereka juga dapat melakukan
komunikasi antar karyawan sehingga komunikasi yang
terjalin bukanlah komunikasi satu arah melainkan
komunikasi dua arah. Dalam hal ini, tarjadi
misunderstanding dari pihak karyawan yang masuk dalam
kategori
dua.
Hal
ini
disebabkan
oleh
ketidakmengertian
mereka
mengenai
media
komunikasi internal “Hallo online”. Sehingga citra
positif yang muncul dari karyawan bukanlah mengenai
informasi yang diberitakan dalam “Hallo online”
melainkan informasi mengenai data pribadi mereka
sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti pada bulan desember, kategori kedua dari
karyawan ini muncul karena karyawan tidak selalu
berada di dalam kantor atau pekerjaan mereka seharihari adalah sebagai pelaksana di luar kantor.
Sehingga mereka tidak bisa membedakan
media komunikasi internal “Hallo online” dengan portal
Telkom. Hal lain yang membuat mereka tidak
mengerti tentang media komunikasi internal “Hallo
online” adalah karena mereka tidak bekerja di kantor
pusat Telkom Divre II Jakarta. Artinya. Mereka
bekerja di berbagai unit datel yang tersebar di seluruh
daerah Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Mereka yang tidak
mengerti dikarenakan sosialisasi yang kurang optimal
dari masing-masing kandatel atau divisi sekertariat
yang terdapat di unit kerja tersebut. Sehingga
kebijakan atau informasi yang disampaikan oleh
manajemen tidak dapat terlaksana dengan baik. Media
komunikasi internal “Hallo online” dapat juga
didefinisikan sebagai saluran komunikasi yang dapat
menghubungkan
pihak
manajemen
sebagai
komunikator dengan pihak karyawan sebagai
komunikan. Menurut teori Shannon & Weaver
mengenai saluran yang diungkapkan oleh
Severin dan Tankard (2007: 58) bahwa
“saluran adalah media yang digunakan untuk
mengirim sinyal dari pengirim ke penerima”. Dilihat
dari teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa
media komunikasi internal “Hallo online” dapat
menjadi saluran bagi pihak manajemen perusahaan
selaku pengirim kepada pihak karyawan selaku
penerima. Saluran yang digunakan oleh Shannon &
Weaver adalah saluran komunikasi yang berbentuk
satu arah, sehingga dalam pengaplikasiannya tidak ada
timbal balik dari pihak penerima. Secara spesifik
dikatakan dalam teori Shannon & Weaver bahwa
90
saluran adalah media untuk mengirimkan sinyal dari
transmitter ke penerima. Dari teori di atas dilihat bahwa
saluran yang digunakan hanya untuk mengirimkan
sinyal yang di dalamnya terdapat pesan kepada
transmitter yang nantinya akan dibawa menuju
penerima. Jika dibandingkan dengan media
komunikasi internal “Hallo online” sebagai salah satu
saluran yang terdapat di PT Telkom Divre II Jakarta,
maka dapat disimpulkan bahwa “Hallo online” juga
hanya mengirimkan informasi dari pengirim
(manajemen) dengan menggunakan server intranet
sebagai transmitter hingga sampai kepada penerima
(karyawan). Dalam hal ini, karyawan juga tidak bisa
memberikan umpan balik seperti yang telah
digambarkan oleh Shannon & Weaver bahwa alir
komunikasi yang diharapkan oleh pengirim yaitu alir
linier. Sehingga informasi hanya dapat dinikmati saja
oleh karyawan, tetapi karyawan tidak dapat
menyampaikan respon atas informasi tersebut.
Isi media komunikasi internal “Hallo online”
Umumnya isi media komunikasi internal
“Hallo online” berisikan tentang beberapa rubrik
mengenai info-info perusahaan dan juga beberapa
tulisan yang berasal dari karyawan. Dalam penelitian
ini, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan
pihak public relations yang terkait dalam kegiatan
menentukan dan menjadi pertimbangan isi informasi
yang layak dimasukkan ke dalam media komunikasi
internal “Hallo online” PT Telkom Divre II Jakarta.
Menurut public relations Telkom Divre II
Jakarta terdapat beberapa hal yang menjadi
pertimbangan dalam menentukan isi dari media
komunikasi internal “Hallo online” adalah dengan
adanya rapat redaksi kecil yang dibuat oleh public
relations sendiri selaku pihak redaksional yang
mengatur media komunikasi internal “Hallo online”.
Dari hasil rapat tersebut baru dapat ditentukan isi
informasi yang layak untuk diterbitkan dan juga dapat
menentukan nilai informasi yang dipakai sebagai
penentuan isi sebuah berita. Nilai berita merupakan
hal pokok untuk menilai informasi tersebut
mempunyai news value (nilai berita) dan news worthy
(berharga sebagai berita) atau tidak.
Menurut Soemirat dan Ardianto (2005: 35)
terdapat lima hal pokok yang digunakan untuk menilai
sebuah informasi, yaitu Significant, Magnitude,
Aktualitas, Proximity, Human Interest, dan Prominent. Jika
dibandingkan dengan isi informasi yang terdapat
dalam media komunikasi internal “Hallo online”,
hampir seluruh nilai berita digunakan dalam
menentukan isi media komunikasi internal “Hallo
online”. Nilai berita yang telah ditentukan adalah
Aktualitas, Prominent, Magnitude, dan Human Interest..
Berdasarkan hal di atas, maka peneliti memaknai
informasi yang diinginkan oleh public relations adalah
informasi yang cepat sampai (update), informasi yang
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
berpengaruh besar terhadap karyawan, informasi
mengenai kemanusiaan, dan informasi yang layak
dibaca oleh karyawan.
Dari semua nilai berita yang menjadi
pertimbangan di atas, terdapat satu nilai berita yang
paling penting yaitu nilai berita yang bersifat aktualitas.
Nilai berita ini dipilih karena bentuk media
komunikasi internal yang digunakan adalah berbentuk
online yang selalu mengutamakan kecepatan dalam
menyampaikan
informasi
kepada
karyawan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti
selama bulan desember, dapat diketahui bahwa berita
yang bersifat aktual lebih langsung direspon oleh
pembaca (karyawan) karena menyajikan berita yang
hangat dan teraktual. Disisi lain, walaupun informasi
tersebut mempunyai nilai magnitude yang sangat besar
tetapi tidak disajikan secara aktual maka informasi
tersebut akan dianggap basi oleh karyawan. Dalam hal
ini terdapat beberapa pihak yang turut berperan serta
dalam menulis di media komunikasi internal “Hallo
online”. Pihak-pihak tersebut antara lain pihak
manajemen, pihak public relations, dan pihak karyawan.
Pihak manajemen merupakan salah satu pihak yang
sangat berpengaruh dalam menentukan isi informasi
yang akan disajikan di dalam media komunikasi
internal “Hallo online”.
Kemudian pihak public relations adalah pihak
yang menjembatani penyampaian pesan antara
manajemen perusahaan dengan karyawan juga
sebaliknya. Sedangkan pihak karyawan adalah pihak
yang ikut berpartisipasi dalam menyampaikan ide-ide
atau gagasan tertentu untuk kebaikan perusahaan.
Pihak karyawan dapat menyumbangkan ide-idenya
dalam media komunikasi internal “Hallo online”, tetapi
dengan beberapa kriteria yang sudah ditentukan,
misalnya seperti informasi tersebut harus memiliki
nilai berita, aktual, ide-ide yang cemerlang, kritik yang
membangun dan proporsional, dan juga tidak boleh
bertolak belakang dengan kebijakan perusahaan.
Bertolak belakang di sini dapat diartikan bahwa
karyawan tidak boleh menjelek-jelekan atau menghina
manajemen ataupun produk perusahaan. Dalam hal
ini, walaupun pihak karyawan diperbolehkan menulis
untuk media komunikasi internal “Hallo online”, tetapi
tetap saja informasi yang mendominasi adalah
informasi seputar manajemen dan perusahaan. Salah
satu contoh yaitu informasi yang sering berada dalam
headline adalah info-info terbaru berkaitan dengan
manajemen.
Info-info tersebut dapat berupa kebijakan
atau beberapa kegiatan yang dilakukan manajemen
untuk perusahaan. Dari contoh di atas, dapat
diketahui bahwa informasi yang berasal dari
manajemen lebih mendominasi daripada informasi
yang berasal dari karyawan PT Telkom Divre II
Jakarta. Hal ini semakin menguatkan bahwa media
komunikasi internal “Hallo online” bersifat satu arah.
Dalam media komunikasi internal “Hallo online”,
terdapat beberapa rubrik yang disediakan oleh public
relations yang dapat memuaskan keingintahuan para
karyawan tentang perusahaan dan hal-hal menarik
lainnya. Rubrik-rubrik tersebut dibagi menjadi 3
bagian. Bagian pertama berisikan tentang informasi
mengenai perusahaan dan juga beberapa kolom yang
dibuat khusus untuk memenuhi hasrat para karyawan
yang ingin ikut serta menjadi bagian dalam media
komunikasi internal “Hallo online”. Bagian kedua
berisikan tentang informasi mengenai kliping, siaran
pers, penghargaan dan uraian tugas masing-masing
karyawan. Dan yang ketiga berisikan tentang unit-unit
kerja karyawan yang terdapat di luar bagian Divre II
Jakarta.
Menurut teori Effendy yang membagi rubrik
dalam media komunikasi internal menjadi 3 bagian,
bagian pertama merupakan informasi yang berasal dari
pihak manajemen perusahaan dan berasal dari pihak
karyawan. Bagian yang kedua berisikan tentang
informasi-informasi mengenai edukasi. Sedangkan
bagian yang terakhir berisikan tentang rekreasi atau
info-info menarik di luar perusahaan dan juga
karyawan. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan
bahwa teori yang diungkapkan oleh Effendy lebih
bervariasi dibandingkan dengan rubrik yang terdapat
dalam media komunikasi internal “Hallo online”.
Rubrikasi yang diungkapkan oleh Effendy terlihat
lebih bervariasi karena isi informasinya tidak selalu
mengenai manajemen perusahaan, tetapi hal-hal lain di
luar konteks perusahaan dan karyawan.
Sedangkan, isi rubrikasi dalam media
komunikasi internal “Hallo online” terlalu banyak
membahas tentang manajemen dan perusahaan
sehingga isi informasinya terlihat monoton. Dari
beberapa karyawan yang menjadi informan terdapat dua
kategori yang muncul dari karyawan tersebut. Kategori
pertama adalah kategori karyawan yang pro terhadap
isi informasi dalam media komunikasi internal “Hallo
online”. Kategori kedua adalah adalah kategori
karyawan yang kontra terhadap isi informasi dalam
media komunikasi internal “Hallo online”. Karyawan
yang masuk dalam kategori pro adalah karyawan yang
selalu menerima informasi atau kebijakan yang
disampaikan oleh manajemen dalam media
komunikasi internal “Hallo online”. Tidak hanya
menerima
saja
tetapi
mereka
juga
mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan
dari
manajemen. Karyawan yang masuk dalam kategori ini
biasanya karyawan yang selalu ada di dalam
perusahaan dan juga selalu update informasi-informasi
terbaru mengenai manajemen dan perusahaan. Mereka
berpendapat bahwa informasi yang disampaikan
dalam media komunikasi internal “Hallo online” sudah
memenuhi standar mereka sebagai informasi yang
disampaikan dari manajemen perusahaan. Dengan
adanya media komunikasi internal “Hallo online” dapat
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
91
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
membantu mereka untuk mengetahui kegiatan atau
kebijakan yang diturunkan oleh manajemen
perusahaan dengan dijembatani oleh public relations.
Dari survey yang dilakukan oleh public relations,
menyatakan bahwa hampir semua karyawan di PT
Telkom Divre II Jakarta menerima atau mengetahui
informasi atau kebijakan yang dikeluarkan oleh
manajemen dalam media komunikasi internal “Hallo
online”. Ini berarti bahwa semua karyawan yang
mengetahui kebijakan tersebut seharusnya dapat
mengimplementasikan kepada kehidupan sehari-hari.
Sedangkan karyawan yang masuk dalam kategori
kontra yaitu karyawan yang mengetahui kebijakan
tersebut, tetapi tidak sepenuhnya setuju dengan
kebijakan tersebut. karyawan yang masuk dalam
kategori ini sangatlah sedikit, karena kebanyakan dari
mereka setuju dengan kebijakan atau keputusan
manajemen yang ditampilkan dalam media
komunikasi internal “Hallo online”. Hal ini dapat dilihat
dari efek yang timbul dari kebijakan tersebut, bahwa
terdapat
beberapa
karyawan
yang
tidak
mengimplementasi atas kebijakan yang sudah
diturunkan oleh manajemen.
Hal ini dapat dilihat dari data sekunder yang
terdapat dalam isi media komunikasi internal “Hallo
online”, yakni karyawan yang kurang setuju dengan
kebijakan yang diturunkan oleh manajemen, biasanya
mereka menuliskan feedbacknya ke dalam kolom
kontemplasi, wacana, hallo siana, galery, dan karikatur.
Mereka adalah kolom yang telah disediakan khusus
untuk karyawan yang ingin menuliskan timbal balik
kepada manajemen. Timbal balik ini tidak bearti dua
arah karena sasaran yang dituju bukan untuk
manajemen tetapi mereka hanya sekedar menulis
keberatan atas kebijakan yang diturunkan oleh
manajemen perusahaan. Menurut Wiryanto (2000: 43)
bahwa terdapat tiga jenis isi pesan yang terdapat dalam
saluran komunikasi, diantara bersifat reportorial,
bersifat editorial, dan bersifat interpretatif. Dari ketiga
sifat pesan di atas, yang dianggap paling efektif adalah
pesan yang bersifat reportorial. Jika dibandingkan
dengan isi informasi yang terdapat dalam media
komunikasi internal “Hallo online” maka, sifat pesan
yang paling efektif adalah pesan ynag bersifat editorial.
Hal ini disebabkan oleh isi pesan yang disampaikan
didominasi oleh pendapat lembaga yaitu manajemen.
Sehingga makna dari isi pesan yang disampaikan
dalam media komunikasi internal “Hallo online”
hanyalah bersifat editorial saja. Menurut Widjaja
(2000: 33) pesan yang efektif digolongkan menjadi
enam ategori, yaitu isi pesannya umum, jelas dan
gamblang, bahasanya jelas dan gamblang, isi pesannya
bersifat positif, seimbang, dan sesuai dengan
keinginan komunikan. Dilihat dari teori di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa isi pesan yang terdapat
dalam media komunikasi internal “Hallo online” hampir
efektif. Isi pesan yang bersifat umum, jelas dan
92
gamblang, bahasanya jelas dan gamblang, juga isi
pesan yang bersifat positif sudah sangat tergambar
dalam info-info yang berasal dari manajemen.
Sedangkan untuk pesan yang bersifat seimbang dan
sesuai dengan keinginan manajemen mungkin belum
dapat direalisasikan dalam “Hallo online” karena isi
informasi dalam media ini masih bersifat satu arah
yaitu berasal dari manajemen. Sehingga sifat pesan
yang seimbang belum dapat direalisasikan dari pihak
karyawan yang memberikan feedback atas informasi
yang diberikan oleh manajemen.
Proses Produksi Media Komunikasi Internal
“Hallo online”
Dalam melakukan proses produksi media
komunikasi internal “Hallo online” tidaklah serumit
dengan melakukan proses produksi yang dilakukan
oleh media cetak atau elektronik lainnya. Dalam
proses ini, tidak ada pihak yang terlibat di dalamnya,
karena proses produksi dengan cara online hanya
melibatkan server sebagai alat penyimpan data saja.
Tetapi untuk yang melakukan proses produksinya
hanyalah pihak public relations selaku bagian redaksional
dari proses media komunikasi internal “Hallo online”.
Menurut public relations PT Telkom Divre II Jakarta
proses produksi yang selama ini dilakukan yaitu
pengiriman berita yang dilakukan oleh kontributor
para unit kerja kepada pihak public relation yang berada
di PT Telkom Divre II Jakarta melalui e-mail yang
berupa naskah berita atau foto mengenai suatu
kejadian tertentu. Kemudian setelah berita itu sampai
ke public relations, dilakukan editing untuk mengetahui
sejauhmana kelayakan materi informasi tersebut akan
dimuat. Setelah pengumpulan materi sampai dengan
proses editing yang menjadi tanggungjawab officer-1
internal relations. Setelah itu, off-1 internal relations
melakukan penilaian tentang materi yang akan
disajikan yang nantinya akan dilakukan konfirmasi
terlebih dahulu dari pihak manager divisi komunikasi.
Setelah mendapatkan konfirmasi materi informasi
yang sudah layak, maka dilakukan upload ke sistem
database untuk dapat disajikan dalam media
komunikasi internal “Hallo online”. Hal ini hampir
sama dengan teori yang diungkapkan oleh imbar dan
suteja (2006: 171) bahwa proses produksi dilakukan di
dalam server itu sendiri, sehingga setelah memasukkan
data ke dalam database tidak ada pihak lain selain
komputer yang dalam melakukan proses produksi.
Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa
proses produksi “Hallo online” tidak jauh berbeda
dengan proses yang diungkapkan oleh Imbar dan
Suteja yaitu dalam pihak public relations terlibat
melakukan proses produksi hanya pada saat
memasukkan data, meng-edit informasi, dan juga
meng-upload informasi ke dalam sistem “Hallo online”.
Dalam proses produksi media komunikasi internal
“Hallo online” terdapat kendala dalam hal database server.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
Hal ini dikarenakan penyimpanan database server yang
masih terdapat dalam public relations.
Penyimpanan database server seharusnya
ditempatkan pada unit Information System (IS) agar
apabila terjadi kesalahan dalam penulisan dapat
langsung ditangani oleh bagian yang menanganinya
sehingga dapat langsung dibenahi atau diperbaiki.
Selain itu, penempatan database server dalam IS
dikarenakan adanya back up data dan penyimpanan
akan dapat dilakukan secara profesional oleh
bidangnya.
Sehingga
apabila
public
relations
memerlukan data yang hilang terdapat back up datanya
yang sudah disimpan dalam database lainnya. Salah satu
contoh kasusnya adalah apabila terjadi pemadaman
lampu dalam perusahaan, maka informasi dalam
database server yang terdapat di public relations juga akan
hilang dan mati. Tetapi apabila database server
ditempatkan dalam Information system, maka database
server tidak langsung mati tetapi mereka melakukan
back up data terlebih dahulu sehingga informasi yang
terdapat di dalamnya tidak akan hilang.
Dalam proses produksi ini, pihak karyawan
tidak terlibat sama sekali kecuali dengan beberapa
pihak karyawan yang unit kerja yang berkaitan dengan
Information System atau layanan informatika. Pihak
Information System juga hanya bekerja menjaga agar
sistem yang digunakan untuk menjalankan “Hallo
online” tidak terjadi masalah atau gangguan yang
berarti. Sehingga tidak ada pihak karyawan yang
terkait secara detail dalam proses produksi ini.
Menurut Shannon & Weaver dalam severin dan
Tankard (2007: 60) terdapat gangguan (noise) dalam
suatu proses komunikasi. Gangguan dapat
didefinisikan sebagai segala tambahan pada sinyal yang
tidak diperlukan oleh sumber informasi. Dalam hal ini
yang menjadi gangguan dalam proses produksi adalah
sistem teknik yang terdapat dalam database server.
Gangguan tersebut disebabkan oleh listrik yang
padam sehingga dapat mematikan intranet dan
membuat data-data atau informasi yang berada dalam
“Hallo online” menjadi hilang. Oleh karena itu, public
relations
meningkatkan
redundansinya
dengan
menggunakan Uninterutable Power Supply (UPS) yang
berfungsi sebagai batere untuk menggantikan listrik
yang padam. UPS juga digunakan agar data yang
tersimpan dalan database server tidak hilang. Menurut
Severin dan tankard (2007: 60) bahwa
Redundansi adalah bagian dari pesan yang
ditentukan oleh aturan yang mengatur penggunaan
lambang/simbol atau yang tidak ditentukan dari
kebebasan memilih pengirim. Jika dibandingkan
dengan kenyataan yang ada dalam media komunikasi
internal “Hallo online”, maka
dapat disimpulkan bahwa apabila tidak terjadi
gangguan dalam pelaksanaan proses produksi maka
public relations tidak perlu menggunakan redundansinya
yaitu UPS, tetapi apabila terjadi gangguan maka
sebagai digunakanlah UPS sebagai pengganti dari
sistem informasi yang pokok yaitu database server.
BentukMedia Komunikasi Internal “Hallo
online”
Dalam PT Telkom Divre II Jakarta terdapat
beberapa media komunikasi internal yang digunakan
untuk menyampaikan informasi kepada karyawan,
antara lain : media online “Hallo online”, Announcement
Service (ACS), dan juga papan informasi (papin). Dari
beberapa media komunikasi internal, peneliti
membatasi penelitian hanya pada media komunikasi
internal “Hallo online”. Sehingga peneliti melakukan
wawancara mendalam kepada pihak public relations dan
beberapa karyawan mengenai media komunikasi
internal “Hallo online”. Menurut public relations Telkom
Divre II Jakarta, intranet adalah sistem komunikasi
yang mempergunakan jaringan komputer (LAN)
untuk kepentingan internal perusahaan. Sasaran dari
intranet ini adalah Intra yang berarti hanya tertutup
untuk kalangan internal atau karyawan PT Telkom
Divre II Jakarta sehingga pihak eksternal atau orang
luar perusahaan tidak dapat mengakses media
komunikasi internal “Hallo online”. Bagian-bagian yang
terdapat dalam intranet adalah Portal Telkom, e-mail
karyawan, slip gaji, Milis, dan “Hallo online”.
Hal ini juga sejalan dengan teori yang
diungkapkan oleh Cutlip, Center, dan Broom (2006:
277) yang menyatakan bahwa “posting intranet adalah
untuk penggunaan internal, karena hanya karyawan
yang bisa mengakses sistem intranet. Intranet dapat
terdiri dari sistem email, publikasi pedoman kebijakan
untuk karyawan, bulletin board elektronik, dan berbagai
sumber informasi seperti data proyek. Dengan
menyediakan informasi dalam bentuk dokumen
elektronik, maka karyawan dapat mencari dengan
kunci tertentu”. Dengan demikian, public relations
Telkom dan teori yang diungkapkan oleh Cutlip,
Center, dan Broom memaknai intranet sebagi media
komunikasi internal yang hanya dapat diakses oleh
karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Orang
yang tidak menjadi karyawan di perusahaan itu tidak
dapat dan tidak boleh membuka intranet tersebut
karena terdapat beberapa data pribadi tentang
identitas karyawan tersebut.
Kelebihan yang didapat dengan menggunakan
intranet/media komunikasi internal “Hallo online”
adalah semua karyawan dapat mengakses informasi
dengan mudah, karena sistem yang digunakan berupa
online sehingga informasi dapat dilihat kapanpun dan
dimanapun. Kelebihan yang kedua adalah informasi
yang disediakan dalam media tersebut sangatlah
aktualitas. Artinya karyawan dapat melihat informasi
paling update yang terdapat dalam media komunikasi
internal “Hallo online” . Hal ini makin diperkuat
dengan teori yang disampaikan oleh Soemirat dan
Ardianto yang menyatakan kelebihan intranet yaitu”
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
93
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
informasi yang cepat sampai kepada publik, tidak
terbatas ruang dan waktu”. Dalam hal ini, sudah
terlihat jelas bahwa kelebihan yang terdapat di intranet
PT Telkom Divre II Jakarta sejalan dengan teori yang
disampaikan yaitu menitikberatkan pada informasi
yang bersifat aktualitas dan juga waktu yang tidak
terbatas dalam menyampaikan informasi. Sebagai
contoh bahwa intranet tidak terbatas ruang dan waktu
adalah karyawan PT Telkom Divre II Jakarta tidak
hanya dapat membuka media komunikasi internal
“Hallo online” di ruangan karyawan tersebut, akan
tetapi mereka juga dapat mengakses di tempat lain
selama tersedia fasilitas jaringan komputer internal
Telkom.
Selain kelebihan, intranet juga mempunyai
kelemahan tersendiri. Kelemahan dari intranet yang
terdapat di PT Telkom Divre II Jakarta, yaitu hanya
terbatas pada lingkungan jaringan Telkom. Apabila
perusahaan tersebut tidak memiliki jaringan Telkom
maka mereka tidak dapat mengakses media
komunikasi internal “Hallo online”. Kelemahan kedua
adalah apabila terjadi gangguan teknis, maka karyawan
secara langsung tidak dapat melihat informasi yang
disajikan dalam media tersebut, kelemahan lainnya
adalah waktu bagi karyawan yang bekerja di lapangan.
Media komunikasi internal “Hallo online” ini menjadi
kendala bagi karyawan pelaksana lapangan karena
mereka tidak sempat melihat informasi yang disajikan
secara update dalam intranet “Hallo online”. Menurut
teori yang disampaikan oleh Culip, Center, dan Broom
bahwa kelemahan dari intranet adalah dengan
menggunakan media ini sering terjadi gangguan teknis
yang memunculkan spyware dan hacker yang sering
muncul sebagai pengganggu. Jika dibandingkan
dengan intranet “Hallo online” terlihat bahwa ada
kesamaan dalam bidang gangguan yaitu kendala
teknis. Akan tetapi dalam intranet “Hallo online”
gangguan mengenai spyware dan hacker jarang terjadi.
Dari beberapa karyawan yang diwawancarai, peneliti
dapat mengkategorikan karyawan menjadi dua
kategori. Kategori pertama adalah karyawan yang
dapat mengoptimalkan media komunikasi internal
“Hallo online”. Mereka adalah karyawan yang selalu
berada dalam ruangan kerja. Kategori kedua adalah
karyawan yang tidak dapat mengoptimalkan media
komunikasi internal “Hallo online”. Mereka adalah
karyawan yang selalu bekerja di luar ruangan (pekerja
lapangan). Karyawan yang masuk dalam kategori
pertama adalah karyawan yang setiap saat dapat
melihat dan mengakses informasi melalui media
komunikasi internal “Hallo online”. Hal ini disebabkan
karena mereka selalu bekerja dalam ruangan sehingga
mereka mempunyai banyak waktu untuk mengakses
informasi kapan saja dengan menggunakan komputer
yang sudah tersedia di depan meja mereka. Dengan
menggunakan media komunikasi internal “Hallo
94
online”, maka pemenuhan informasi terhadap
karyawan dapat dioptimalkan.
Sedangkan karyawan yang termasuk dalam
kategori dua adalah karyawan yang tidak setiap saat
dapat mengakses informasi melalui media komunikasi
internal “Hallo online”. Media yang cocok digunakan
untuk karyawan kategori dua adalah media yang
berbentuk cetak. Karena sistem kerja mereka yang
tidak selalu berada di ruangan, karyawan seperti ini
adalah kategori karyawan yang selalu bekerja di luar
ruangan. Sehingga media yang cocok untuk mereka
adalah media yang berbentuk cetak karena media ini
dapat dibawa kemanapun karyawan itu berada dan
tidak tergantung oleh suatu jaringan, seperti jaringan
Telkom yang khusus diperlukan untuk media
komunikasi internal “Hallo online”. Dalam hal ini,
intranet yang menggunakan internet untuk dapat
mengakses informasi dapat menunjang komunikasi
dari pihak manajemen kepada komunikan.
Levy dalam Severin dan Tankard (2007: 6)
menggambarkan internet sebagai saluran komunikasi
yang tidak terbatas, pembangunan komunikasi, iklan
elektronik dan interaksi yang sangat kompleks yang
mengaburkan batas antara penyedia dengan
konsumen. Jika dibandingkan antara teori dengan
aplikasi yang terdapat di lapangan, dapat disimpulkan
bahwa intranet merupakan alat yang digunakan oleh
manajemen untuk menyampaikan informasinya
kepada karyawan dengan cara mengakses informasi
tersebut ke dalam internet. Media ini juga serupa
dengan teori di atas tentang saluran komunikasi yang
tidak terbatas. Dengan demikian, aplikasi di
lapangannya dapat diwujudkan dengan cara karyawan
dapat mengakses informasi yang disampaikan lewat
“Hallo online” kapan saja dan dimana saja (tidak
terbatas). Sedangkan dalam media ini, tidak disediakan
sarana untuk iklan elektronik, ataupun hubungan
dengan konsumen, karena intranet yang digunakan
oleh PT Telkom Divre II Jakarta hanya ditujukan
pada karyawan PT Telkom saja, sehingga orang yang
tidak ad kaitannya dengan PT Telkom tidak dapat
mengakses informasi yang terdapat dalam media ini.
Pendekatan Komunikasi
Menurut public relations PT Telkom Divre II
Jakarta terdapat beberapa pendekatan komunikasi
yang dilakukan oleh public relations dengan
menggunakan media komunikasi internal “Hallo
online”. Pendekatan komunikasi merupakan proses
atau cara yang digunakan oleh pihak public relations
dalam menyampaikan pesan kepada karyawan. Senada
dengan teori yang diungkapkan oleh Kamus Besar
Bahasa Indonesia (200: 246) bahwa “pendekatan yaitu
proses, cara, perbuatan mendekati. Atau usaha dalam
rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan
hubungan dengan orang yang diteliti”.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan yang dilakukan oleh public relation PT
Telkom Divre II lebih menitikberatkan pada cara yang
digunakan untuk menyampaikan pesan yang berasal
dari manajemen kepada karyawannya yang
berlangsung secara searah. Pendekatan yang dilakukan
oleh pihak public relations dalam menyampaikan
informasi dari manajemen dan seluruh unit kerja
kepada karyawan PT Telkom Divre II Jakarta adalah
dengan menggunakan media komunikasi internal
“Hallo online”.
Informasi yang disampaikan oleh public
relations yaitu dengan cara mengemas berita atau
informasi yang berasal dari manajemen dan masingmasing unit kerja kepada semua karyawan dengan
bahasa yang sederhana yang mudah dimengerti oleh
pembaca dengan latar belakang yang berbeda. Jadi,
pendekatan komunkasi yang digunakan oleh public
relations dalam menyampaikan informasi kepada
karyawan dengan menggunakan media komunikasi
internal “Hallo online” yaitu pendekatan yang bersifat
satu arah. Pendekatan ini dilakukan karena informasi
yang disampaikan dalam media komunikasi internal
hanya berasal dari manajemen saja. Sedangkan
karyawan tidak dapat diberikan tempat untuk
menyampaikan umpan balik secara langsung melalui
media tersebut.
Komunikasi Satu Arah
Menurut public relations PT Telkom Divre II
Jakarta, komunikasi satu arah adalah komunikasi yang
dilakukan antara manajemen perusahaan terhadap
karyawan PT Telkom Divre II Jakarta, tetapi
karyawan di sini tidak dapat menyampaikan umpan
balik langsung kepada manajemen selaku penyampai
informasi. Definisi komunikasi satu arah ini juga
dipertegas dengan teori yang diungkapkan oleh
Wursanto (1999: 54) bahwa “ Komunikasi satu arah
atau one way communication yaitu komunikasi yang
berlangsung dari satu pihak saja, yaitu dari pihak
komunikator, dalam hal ini pihak penerima berita
yaitu komunikan tidak ada atau tidak diberi
kesempatan memberikan reaksi terhadap pesan-pesan
yang diterima pihak pengirim berita yaitu
komunikator”. Teori yang disampaikan oleh Wursanto
ini senada dengan yang diungkapkan oleh public
relations PT Telkom Divre II Jakarta bahwa
komunikasi satu arah lebih menitikberatkan pada
komunikasi yang berjalan searah saja yaitu dari pihak
atas ke bawah, dari pihak komunikan kepada
komunikator, atau dari pihak manajemen kepada
pihak karyawan.
Komunikasi satu arah yang terdapat dalam
media komunikasi internal PT Telkom Divre II
Jakarta mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan
tersebut diantaranya adalah public relations lebih mudah
menyampaikan informasi kepada karyawan karena
komunikasinya bersifat satu arah atau top down,
sehingga public relations tidak perlu menunggu jawaban
dari pihak karyawan untuk disampaikan kepada pihak
manajemen perusahaan. Hal ini senada dengan teori
yang disampaikan oleh wursanto (1999: 54) mengenai
kelebihan komunikasi satu arah yaitu berlangsung
secara top down, cepat dan efisien. Jika dikaitkan antara
teori yang diungkapkan oleh Wursanto dengan
pendapat yang dikemukakan oleh public relations PT
Telkom Divre II Jakarta, dapat disimpulkan bahwa
keuntungan mendasar dari komunikasi satu arah
adalah penyampaian informasi dapat dilakukan
dengan mudah dan cepat, karena pihak manajemen
tidak meminta umpan balik dari pihak karyawan.
Dari pengamatan yang penulis lakukan selama
bulan desember, terhitung dari tanggal 1 desember
sampai dengan tanggal 20 desember bahwa semua
kebijakan yang diturunkan oleh manajemen melalui
media komunikasi internal “Hallo online”, langsung
dapat diterima dengan baik oleh semua karyawan yang
terdapat dalam PT Telkom Divre II Jakarta. Tidak ada
umpan balik yang menyatakan keberatan terhadap
kebijakan tersebut. Sehingga komunikasi yang berjalan
satu arah ini dapat disampaikan dengan cepat dan
efisien tanpa harus menunggu jawaban dari pihak
karyawan. Selain terdapat kelebihan, menurut
Wursanto (1999: 54) menyatakan bahwa kelemahan
komunikasi satu arah adalah “Dapat menimbulkan
kesalahpahaman,
ketidakjelasan,
sehingga
menimbulkan ketegangan-ketegangan”. Sedangkan
kelemahan komunikasi satu arah menurut public
relations PT Telkom Divre II Jakarta biasanya berasal
dari pihak karyawan, karena dengan menggunakan
komunikasi satu arah, pihak public relations tidak dapat
mengetahui apakah kebijakan yang disampaikan oleh
manajemen tersebut tepat atau tidak. Tidak ada alat
untuk mengukur efektifitas informasi yang
disampaikan oleh manajemen terhadap karyawan.
Dari teori yang telah disampaikan oleh
Wursanto hampir sama jika dibandingkan dengan
pendapat public relations PT Telkom. Wursanto lebih
menitikberatkan kelemahan komunikasi satu arah
pada ketidakjelasan informasi yang berasal dari atas ke
bawah, sedangkan public relations Telkom lebih
menitikberatkan kelemahan komunikasi satu arah
pada ketidakjelasan reaksi yang ditimbulkan oleh
karyawan terhadap informasi yang disampaikan oleh
manajemen perusahaan. Hal ini dapat dipertegas
dengan penilaian karyawan, yang menyatakan bahwa
pada dasarnya karyawan yang setuju terhadap media
komunikasi internal “Hallo online” yang menggunakan
komunikasi satu arah. Karena tidak efektif apabila
melakukan komunikasi dua arah kepada manajemen
atas kebijakan yang telah dikeluarkan. Karyawan lebih
sering menggunakan media-media lainnya seperti tatap
muka, forum dialog dan e-mail karyawan. Karena hal
ini dianggap lebih mengena terhadap sasaran karena
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
95
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
dianggap menggunakan media lainnya lebih interaktif
dibandingkan dengan media online yang tidak dapat
langsung menjawab pertanyaan dari karyawan. Model
komunikasi satu arah yang digunakan oleh penulis
dalam penelitian ini adalah model Shannon & Weaver.
Sehingga proses komunikasi yang terlaksana dalam
teori maupun aplikasi di lapangan adalah proses
komunikasi linier yang bergerak hanya dari kiri ke
kanan. Oleh karena itu, untuk dapat melihat aplikasi
proses komunikasi yang terdapat di lapangan, maka
peneliti melakukan wawancara mendalam dengan
pihak public relations PT Telkom Divre II Jakarta.
Menurut public relations PT Telkom Divre II
Jakarta bahwa proses komunikasi yang berjalan dalam
media komunikasi internal “Hallo online” merupakan
proses komunikasi yang dimulai dari pengumpulan
informasi atau sumber informasi hingga sampai pada
sasaran komunikasi tersebut yaitu karyawan PT
Telkom Divre II Jakarta. Sedangkan menurut teori
Shannon and Weaver yang diungkapkan oleh
Vardiansyah bahwa “elemen pertama yang mendasari
komunikasi satu arah adalah sumber informasi yang
menghasilkan pesan, kemudian pesan itu diubah
menjadi signal yang disesuaikan dengan saluran untuk
menuju alat penerima. Kemudian alat penerima
tersebut mengubah sinyal itu menjadi pesan kembali.
Sehingga pesan dapat langsung sampai pada tujuan.
Tetapi prosesnya tidak hanya sampai disitu saja,
karena adanya gangguan yang menjadi penghambat
pesan sehingga signal yang dipancarkan dengan signal
yang diterima mengalami perbedaan arti”.
Jika dibandingkan antara teori Shannon &
Weaver dengan pendapat yang diungkapkan oleh
public relations PT Telkom Divre II Jakarta, terdapat
perbedaan yang significant dalam proses komunikasi
tersebut. Perbedaannya adalah dalam teori Shannon
and Weaver menggunakan transmitter untuk mengubah
signal agar menjadi pesan, sedangkan dalam proses
komunikasi media komunikasi internal tidak
menggunakan transmitter untuk mengubah signal tetapi
langsung menggunakan database untuk menyampaikan
pesan agar sampai pada tujuan media komunikasi
internal “Hallo online”. Sumber informasi yang menjadi
awal dari proses komunikasi berasal dari pihak
karyawan memasukkan tulisannya untuk ditampilkan
dalam media komunikasi internal “Hallo online”.
Sedangkan sumber informasi yang kedua berasal dari
pihak manajemen perusahaan. Dalam hal ini,
informasi yang disampaikan oleh manajemen berupa
kebijakan-kebijakan atau kegiatan yang dilakukan
manajemen terhadap perusahaan.
Selain sumber informasi, dalam proses
komunikasi ini juga terdapat gangguan yang
disebabkan oleh masalah teknis, yaitu masalah yang
berkaitan dengan database komputer. Sehingga apabila
database
server
mengalami
kerusakan
akan
mengakibatkan tidak berfungsinya media komunikasi
96
internal “Hallo online”. Dengan adanya kerusakan ini,
maka karyawan tidak dapat mengetahui informasi
yang disampaikan oleh manajemen perusahaan. Hal
terakhir yang menjadi proses komunikasi adalah
tujuan dari proses komunikasi itu adalah agar seluruh
karyawan dapat mengetahui dan memahami informasi
atau kebijakan yang disampaikan oleh manajemen.
dengan adanya tujuan proses komunikasi ini, maka
public relations dapat melihat efektifitas informasi yang
disampaikan secara satu arah dengan menggunakan
media komunikasi internal “Hallo online”.
Penerapan Komunikasi satu Arah
Sebenarnya komunikasi yang dilakukan oleh
public relations PT Telkom Divre II Jakarta sudah
memasuki tahap dua arah yaitu dengan menyampaikan
informasi kepada karyawan dari manajemen dan
melakukan feedback atas penyampaian informasi
tersebut. penyampaian feedback ini biasanya dilakukan
dengan menggunakan pendekatan informal terhadap
beberapa karyawan. Dan juga sebenarnya manajemen
menginginkan adanya feedback dari karyawan atas
informasiyang disampaikan dalam media komunikasi
internal “Hallo online”. Tetapi masalah terdapat pada
karyawan yang tidak biasa menyampaikan feeback
terhadap informasi yang disajikan dalam media
komunikasi internal “Hallo online”, sehingga feedback
lebih sering di dapat dari pendekatan informal yang
dilakukan oleh public relations. Sebagai salah satu
contohnya adalah karyawan yang menyampaikan
feedback secara informal kepada public relations PT
Telkom Divre II Jakarta, maka feedback tersebut dapat
disampaikan langsung kepada manajemen perusahaan.
Ataupun feedback ini bisa dilaksanakan dengan
menyampaikan informasi kembali dalam media
komunikasi internal “Hallo online”. Hal lain yang
mendukung tidak terjadinya adalah bahwa setiap
karyawan yang bekerja di PT Telkom Divre II Jakarta
mempunyai culture yang berbeda-beda. Salah satu
culture yang membuat karyawan tidak mau
memberikan feedback adalah karena “segan” dan
“enggan” terhadap manajemen perusahaan. “segan”
yang dimaksud di sini adalah karena karyawan merasa
malu dan mempunyai rasa hormat yang tinggi
terhadap pimpinan atau manajemen, sehingga mereka
tidak mau mengoreksi kesalahan yang dibuat oleh
manajemen perusahaan.
Sedangkan “enggan” adalah rasa tidak mau,
tidak perduli, ataupun rasa takut terhadap atasannya,
sehingga mereka malas untuk menyampaikan feedback
terhadap kebijakan yang disampaikan melalui media
komunikasi internal “Hallo online”. Alasan utama
karyawan menjadi “segan“ dan “enggan” untuk
menyampaikan
feedback
kepada
manajemen
perusahaan adalah karena karyawan tersebut
diharuskan menuliskan identitas pribadi karyawan,
minimal Nomor Induk karyawan (NIK) karyawan.
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
Apabila identitas karyawan tidak diketahui, maka
ditakutkan akan timbul masalah yang tidak hanya
menjadi masalah manajemen saja tetapi juga
mengganggu kenyamanan kerja karyawan lainnya.
Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah adanya
komunikasi dua arah dengan menggunakan media
online, dimana karyawan tidak perlu menyebutkan
identitas pribadi karyawan. Hal yang terjadi adalah
bukan kritik yang membangun manajemen
perusahaan, akan tetapi kritik lain yang menjelekjelekkan dan merusak nama baik manajemen dimata
karyawan luas, karena media online yang digunakan
khusus untuk karyawan dan manajemen perusahaan.
Public relations memberikan solusi lain kepada karyawan
agar karyawan mau menanggapi kebijakan yang
disampaikan oleh manajemen perusahaan. Solusinya
adalah dengan menggunakan media lain yang nantinya
akan disediakan oleh pihak public relations.
Media-media yang digunakan antara lain,
tatap muka antara karyawan dengan manajemen
perusahaan, adanya forum silaturahmi, dan email
langsung dari karyawan terhadap manajemen
perusahaan. Dengan demikian terdapat media
komunikasi yang bersifat dua arah tetapi tidak
menggunkan media komunikasi internal “Hallo online”,
karena pada saat ini media “Hallo online” tersebut
masih untuk komunikasi satu arah. Tetapi pihak public
relations sedang mengupayakan agar media komunikasi
internal “Hallo online” tersebut menjadi dua arah,
tentunya dengan bantuan dari karyawan yang mau
mengisi atau menulis feedaback atas berita yang
diturunkan oleh manajemen. Hal ini dilakukan oleh
public relations karena tugas public relations adalah
menjembatani pihak manajemen dengan pihak
karyawan.
Dari
beberapa
karyawan
yang
diwawancarai, berpendapat bahwa melakukan feedback
atau komunikasi dua arah melalui media komunikasi
internal “Hallo online” dirasa kurang efektif, karena
yang mereka takutkan adalah feedback yang mereka
sampaikan tidak langsung mendapat respon dari
manajemen perusahaan. Sehingga feedback yang
mereka disampaikan dirasa akan menjadi sia-sia saja.
Oleh karena itu, untuk saat ini apabila mereka
tidak menyukai kebijakan yang berasal dari
manajemen, mereka dapat mengkritik manajemen
lewat kolom khusus karyawan yang sudah disediakan
dalam kolom “Hallo online”. Tetapi kolom tersebut
bukan berfungsi sebagai umpan balik dari karyawan.
Kolom tersebut hanya disediakan khusus karyawan
yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan media
komunikasi internal “Hallo online”. Salah satu contoh
adalah kebijakan manajemen PT Telkom Divre II
Jakarta yang terkait dengan masalah SDM atau
kebijakan mengenai besarnya perbedaan uang rumah
bagi karyawan yang bekerja di kantor pusat dengan
karyawan yang bekerja di unit datel. Hal ini
menimbulkan pro dan kontra, sehingga ada beberapa
karyawan yang langsung menulis sindirin yang
berbentuk humor kepada manajemen terkait dengan
kebijakan ini. Tulisan-tulisan dari karyawan bisanya
dimasukkan dalam rubrik kontemplasi, Hallo siana,
wacana, karikatur, dan lain sebagainya. Kebanyakan
karyawan menilai dengan menggunakan sindiransindiran tersebut manajemen belum tentu mengerti
tentang keinginan karyawan yang sesungguhnya.
Sehingga mereka juga berpendapat bahwa komunikasi
dua arah akan lebih efektif apabila media yang
digunakan adalah media tatap muka atau media yang
dapat berhadapan langsung antara pihak karyawan dan
pihak manajemen. karena dengan media tatap muka
ini, pertanyaan dari karyawan mengenai suatu
kebijakan dapat langsung dijawab dan ditanggapi oleh
manajemen perusahaan.
Karena pada dasarnya manajemen tidak hanya
menyampaikan kebijakan melalui media komunikasi
internal “Hallo online” saja, tetapi manajemen
perusahaan juga akan mengadakan sosialisasi atas
kebijakan baru tersebut. sehingga pada saat
manajemen mengadakan sosialisasi iniliah karyawan
dapat bertanya langsung mengenai kebijakan tersebut
kepada manajemen perusahaan dan manajemen pun
menjadi mengerti tentang respon atas kebijakan yang
baru mereka keluarkan. Jika dibandingkan dengan
teori Shannon & Weaver mengenai proses komunikasi
yang bergerak linier dari kiri ke kanan, yaitu proses
yang berasal dari sumber informasi yang akhirnya
menghasilkan pesan hingga pesan tersebut dirubah
menjadi sinyal yang nantinya akan dikirimkan melalui
saluran hingga sampai kepada sasaran yang dituju.
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan
komunikasi satu arah yang dilakukan PT Telkom
Divre II Jakarta adalah dengan menggunakan media
komunikasi internal “Hallo online”, manajemen dapat
menyampaikan informasi kepada karyawan sehingga
karyawan dapat mengetahui kebijakan dan kegiatan
yang telah disusun oleh manajemen dalam media
tersebut. Karyawan yang tidak setuju dengan
kebijakan yang dibuat oleh manajemen tidak dapat
menyampaikan timbal balik dalam media tersebut
karena media tersebut bersifat satu arah. Karyawan
dapat menyampaikan timbal balik kepada manajemen
dengan menggunakan media lain yang telah disediakan
oleh pihak public relations yaitu media forum
silaturrahmi dan e-mail langsung kepada manajemen.
media tersebut dianggap efektif dalam melakukan
komunikasi dua arah, karena mereka dapat bertatap
muka langsung antara pihak manajemen dengan pihak
karyawan. Sehingga karyawan dapat merasakan
feedback langsung dari pihak manajemen.
Kesimpulan
PT Telkom Divre II Jakarta sebagai salah satu
perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia,
menggunakan media komunikasi internal yang
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
97
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
berbentuk intranet “Hallo online” yang dijadikan alat
oleh manajemen untuk menyampaikan kebijakan dan
informasinya kepada karyawan. Penyampaian
informasi yang dilakukan oleh manajemen PT Telkom
Divre II adalah penyampaian yang berlangsung satu
arah, yaitu penyampaian yang hanya berasal dari pihak
manajemen saja, sedangkan pihak karyawan menjadi
pihak yang pasif. Mereka hanya dapat menerima berita
dan tidak dapat mengirimkan respon kepada
manajemen.
Dengan
demikian,
pendekatan
komunikasi yang digunakan dalam media komunikasi
internal “Hallo online” PT Telkom Divre II Jakarta
adalah pendekatan komunikasi satu arah. Oleh karena
itu, dari pendekatan yang digunakan tersebut dapat
tercermin bahwa penerapan komunikasi yang
digunakan adalah penerapan komunikasi satu arah.
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan di
atas, maka penulis menetapkan fokus penelitian yaitu
“ Mengapa PT Telkom Divre II Jakarta menggunakan
penerapan komunikasi satu arah di media internal
komunikasi “Hallo online”? Berdasarkan fokus
penelitian yang telah ditetapkan di atas, maka peneliti
ingin mengetahui beberapa aspek yang terkait dengan
media komunikasi internal “Hallo online” untuk
dijadikan sebagai tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari
penelitian ini yang pertama adalah adalah untuk
mengetahui isi dari media komunikasi internal “Hallo
online”. Kedua adalah untuk mengetahui proses
produksi dari media komunikasi internal “Hallo
online”. Dan yang ketiga adalah untuk mengetahui
penerapan komunikasi satu arah di media komunikasi
internal “Hallo online”. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kasus
sebagai
metode
penelitian.
Alasan
peneliti
menggunakan studi kasus sebagai metode penelitian
adalah karena studi kasus bersifat temporer atau
mengupas masalah yang terjadi sekarang ini dalam
kehidupan nyata. Selain itu, berdasarkan fokus
penelitian yang telah ditetapkan, maka tujuan
penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
deskripitif. Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain studi kasus tipe 2 yaitu
kasus tunggal dan unit analisis ganda. Kasus yang yang
akan diteliti adalah penerapan komunikasi satu arah
media komunikasi internal ”Hallo online”. Bentuk
media komunikasi internal ”Hallo online” yang diteliti
disini hanya satu bentuk media saja, yaitu intranet
”Hallo online”. Sehingga kasus yang diteliti bersifat
kasus tunggal. Sedangkan unit analisisnya adalah pihak
yang mengelola media komunikasi internal ”Hallo
online” yaitu pihak public relations dan karyawan PT
Telkom Divre II Jakarta. Sehingga unit analisis yang
diteliti bersifat unit multi analisis.
Untuk mengetahui hasil dari penelitian,
peneliti melakukan wawancara mendalam dan
observasi. Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan
bahwa media komunikasi internal ”Hallo online”
98
digunakan oleh manajemen untuk menyampaikan
informasi kepada karyawan internal perusahaan PT
Telkom Divre II Jakarta. Penyampaian informasi yang
hanya berasal dari pihak manajemen semakin
menguatkan bahwa penerapan komunikasi yang
digunakan dalam media komunikasi internal ”Hallo
online” adalah penerapan komunikasi satu arah. Isi
informasi yang dianggap penting atau layak untuk
dimasukkan ke dalam media ”Hallo online” adalah
informasi yang mempunyai nilai aktualitas yang tinggi.
Hal ini disebabkan oleh bentuk media komunikasi
internal yang digunakan adalah media online yang selalu
mengedepankan nilai aktualitas dalam sebuah berita.
Oleh karena itu, apabila informasi tersebut tidak
aktual dianggap tidak layak untuk dimasukkan ke
dalam media ”Hallo online”
Dalam menentukan isi ini terdapat beberapa
pihak yang ikut berpartisipasi, diantaranya pihak
manajemen dan pihak karyawan. Dari kedua pihak ini,
informasi yang paling mendominasi berasal dari pihak
manajemen. Sehingga alir komunikasi yang tercipta
adalah alir linier atau satu arah. Dalam memperoleh
sumber informasi, pihak public relations tidak bekerja
sendirian. Mereka mempunyai beberapa kontributor
yang tersebar di unit-unit kerja di luar PT Telkom
Divre II Jakarta. Kontributor tersebut akan
memberikan informasi kepada pihak public relations
dengan cara mengirimkan e-mail tentang informasi
tersebut. Kemudian setelah e-mail itu sampai, pihak
public relations langsung mengedit e-mail tersebut. Setelah
informasi selesai di-edit kemudian public relations mengup load berita tersebut ke dalam ”Hallo online” agar
dapat diakses oleh karyawan PT Telkom Divre II
Jakarta. Informasi yang diakses oleh karyawan PT
Telkom Divre II Jakarta merupakan informasi yang
didominasi oleh manajemen dan pihak karyawan
hanya menjadi pihak pendukung saja.
Oleh karena itu, penerapan komunikasi yang
digunakan dalam media komunikasi internal ”Hallo
online” adalah penerapan komunikasi satu arah. Public
relations sudah mencoba untuk memulai komunikasi
dua arah melalui media ini, tetapi terdapat beberapa
culture dari pihak karyawan sehingga menjadi
penghambat terjadinya komunikasi dua arah tersebut.
Alasan pertama adalah karena adanya culture yang
membuat karyawan ”segan” dan ”enggan” untuk
memberikan respon terhadap manajemen. Alasan
kedua adalah karena dalam merespon kebijakan
manajemen, karyawan harus mencantumkan nomor
induk karyawan (NIK). Dengan adanya NIK ini
karyawan merasa tidak bebas menuliskan pendapatnya
atau respon atas informasi atau kebijakan yang dibuat
oleh manajemen.
Oleh karena itu, karyawan yang tidak setuju
dengan kebijakan manajemen, biasanya mereka
menulis umpan baliknya melalui sindiran-sindiran
halus yang terdapat dalam kolom karyawan yaitu
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
Penerapan Komunikasi Satu Arah di Media Komunikasi Internal “Hallo Online” Pt Telkom Divre II Jakarta.
kontemplasi, hallo siana, karikatur dan lain sebagainya.
Karyawan merasa lebih efektif apabila komunikasi dua
arah dilakukan dengan media tatap muka, seperti
forum silaturrahmi, rapat-rapat koordinasi dan email
karyawan. Dengan menggunakan media-media
tersebut dianggap lebih efektif karena setiap
pertanyaan atau tanggapan yang diberikan oleh
karyawan terhadap manajemen akan langsung
ditanggapi atau direspon oleh pihak manajemen.
Sehingga karyawan yang bertanya akan merasa puas
atas tanggapan yang diberikan oleh manajemen.
Daftar Pustaka
Bailey. John. N. ”Employee Publications”. ”Lesly’s Public
Relations Handbook”.
Mahmud. Mahidin. Pengantar Hubungan Masyarakat.
Universitas Terbuka. Jakarta. 1993
Moleong. Lexy J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Remaja
Rosdakarya. Bandung. 2004
---------------------. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Remaja
Rosdakarya. Bandung. 2006
Mulyana. Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Remaja Rosdakarya. Bandung. 2002
--------------------. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja
Rosdakarya. Bandung. 2004
Third Edition. ed Philip Lesley. Prentice-Hall Inc..
New Jersey. 1983
Rusell. J. Thomas dan Ronald Lane. Tata Cara
Periklanan Kleppner. Elex media Komputindo.
Jakarta. 1992
Bungin. H. M. Burhan. Penelitian Kualitatif. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta. 2007
Narbuko. Cholid dan Abu Achmadi. Metode Penelitian.
Bumi Aksara. Jakarta. 2005
Cutlip. Scott M. Allen H. Center. Glen M. Broom.
Effective Public Relations. Edisi Kesembilan.
Terjemahan. Kencana Prenada Media Group.
Jakarta. 2006
Ruslan. Rosady. Manajemen Public Relations & Media
Komunikasi Konsepsi & Aplikasi. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 2006
Effendy. Onong Uchjana. Hubungan Masyarakat suatu
Study Komunikologis. Remaja Rosdakarya.
Bandung. 1992
Severin. Werner J & James W. Tankard. Jr. Teori
Komunikasi Sejarah. Metode dan Terapan di dalam
Media Massa. Edisi Kelima. Kencana Prenada
Media Group. Jakarta. 2006
------------------. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
Remaja Rosdakarya. Bandung. 2002
Soemirat. Soleh & Elvinaro Ardianto. Dasar-dasar
Public Relations. Remaja Rosdakarya. Bandung.
2005
Faules. R Wayne Pace Don. F. Komunikasi Organisasi
Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. editor
Deddy Mulyana. Remaja Rosdakarya.
Bandung. 2002
Suprapto. Tommy. Pengantar Teori Komunikasi. Media
Pressindo. Yogyakarta. 2006
Gregory. Anne. Public Relations Dalam Praktik. Edisi
Kedua. Erlangga. Jakarta. 2004
Imbar. Radiant Victor dan Bernard Renaldy Suteja.
Pemrograman Web. Commerce dengan Oracle &
Asp. Informatika. Bandung. 2006
Iriantara. Yosal. Media relations : Konsep. Pendekatan
dan Praktik. Simbiosa Rekatama Media.
Bandung. 2005
Jefkins.
Frank. Public Relations. Edisi Kelima.
disempurnakan oleh Daniel Yadin. Erlangga.
Jakarta. 2003
Vardiansyah. Dani. Pengantar Ilmu Komunikas pendekatan
taksonomi konseptual. Ghalia Indonesia. Bogor
Selatan. 2004
Widjaja. H. A. W. Ilmu komunikasi Pengantar Studi.
cetakan kedua. Rineka Cipta Jakarta. 2000
Wiryanto. Teori Komunikasi Massa. PT Grasindo.
Jakarta. 2000
Wursanto. Ig. Etika Komunikasi Kantor. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta. 1999
Yin. Robert K.. Studi Kasus Desain & Metode. PT
RajaGravindo Persada. Jakarta. 2006
Krityantono. Rahmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi.
Prenada Media Group. Jakarta. 2006
Jurnal Komunikologi Volume 7, Nomor 1, Maret 2010
99
PEDOMAN PENULISAN NASKAH JURNAL KOMUNIKOLOGI
JUDUL DITULIS DENGAN HURUF KAPITAL FONT GARAMOND 14pt
Tanpa Gelar, Nama Penulis Satu¹, Kedua², dan Seterusnya.
¹Institusi Penulis Satu, Kotanya
²Institusi Penulis Dua, Kotanya
Alamat Surat Menyurat
[email protected]
ABSTRAK
Abstrak dalam bahasa Inggris (dengan cetak miring) dan Bahasa Indonesia. Abstrak
merangkum secara ringkas tujuan penelitian, metodenya, hasilnya, serta kesimpulan
utamanya. Hindari adanya pengutipan di dalam abstrak maksimum dua ratus kata.
Abstrak disusun sedemikian sehingga menggambarkan keseluruhan isi naskah dan
diupayakan untuk mudah dimengerti oleh berbagai pihak, baik peneliti maupun praktisi.
Kata Kunci : Berisi sekitar 3 kata kunci yang digunakan.
Pendahuluan
Sistematika Penulisan
Naskah yang dimuat dapat berupa ringkasan
penelitian atau karya ilmiah populer dalam keilmuan
komunikasi yang belum pernah atau tidak dalam
proses publikasi di media cetak lain.
Naskah, baik yang berupa hasil penelitian dan
yang bukan penelitian, secara minimal harus memuat
bagian-bagian seperti terangkum dalam gambar 1.
Tabel 1
Format Penulisan
No
1
Item
Judul Naskah
2
3
Nama Penulis
dan Afiliasi
Abstrak
4
Judul bab
5
Judul sub-bab
Keterangan
14 pt;kapital;tegak dan
tebal;center;1 spasi
12 pt;tegak dan
normal;center;1 spasi
11 pt; tegak dan
normal;justify; 1 spasi
13 pt;tegak dan tebal;”title
case”.
13 pt;tegak dan
tebal;”sentence case”
Naskah dituliskan dalam Bahasa Inggris atau
Bahasa Indonesia dengan memperhatikan berbagai
kaidah ragam tulis baku.
Naskah berbahasa Indonesia bisa memiliki
abstract in English. Panjang naskah antara 10 sampai
30 halaman kertas A4: 29,7 cm X 21 cm. Margin atas
dan kiri: 3,5 cm; sementara, margin bawah dan
kanan: 3,5 cm.
Isi Naskah
Naskah diketik 1 spasi dalam 2 kolom. Jenis
huruf Garamond berukuran 12 pt yang dicetak tegak
dan normal. Isi naskah dapat terdiri dari beberapa
bab secara terpisah.
Format Penulisan
Naskah dituliskan dengan menggunakan
perangkat lunak Microsoft Word dengan mengikuti
format sebagaimana pada Tabel 1.
Persamaan, gambar dan tabel
Setiap persamaan, gambar, dan tabel diberi
nomor sesuai dengan urutan pemunculan. Cara
penulisan identitas gambar dan tabel sebagaimana
ditunjukkan pada kedua contoh di atas.
Persamaan dituliskan dengan aplikasi Microsoft
Equation dengan penomoran arab dipinggir kanan
dan berkurung ().
F=mXa
(1)
Kategori Naskah
Penelitian
Non Penelitian
• Abstrak
• Kata Kunci
• Pendahuluan
• Metode
Penelitian
• Hasil dan
Pembahasan
• Kesimpulan
• Daftar Pustaka
• Abstrak
• Kata Kunci
• Pendahuluan
• Pembahasan
• Penutup atau
Kesimpulan
• Daftar Pustaka
Gambar 1
Sistematika Penulisan
Kutipan
Penggunaan kutipan dalam pendahuluan, isi
naskah, dan kesimpulan dilakukan dengan
mencantumkan nama penulis dan tahun penerbitan,
misalnya (Foster, 2001) atau (Sotskov et al., 1999)
Daftra pustaka diurutkan berdasarkan abjad nama
penulisnya dengan contoh format (buku, jurnal, dan
situs internet) seperti pada daftar pustaka.
Mengenai Tata Bahasa
Berkaitan dengan sintaks dan grammar, ada
beberapa hal yang perlu dikemukakan:
- Masalah awalan “di”. Penulisan yang benar
sebagai berikut:
ο Untuk kata depan (preposisi) “di”, kata
sesudah “di” tidak digandeng. Contoh: di
mana, di atas, di bawah, di sekolah.
ο Untuk awalan (prefiks) “di”, kata sesudahnya
langsung digandengkan. Contoh: ditulis,
dimakan, dipukul.
Trik berikut bisa dicoba. Saat membuat kata
jadian itu, mana yang lebih cocok ditanyakan: “di
mana?” atau “diapakan?”
- Masalah penempatan spasi pada karakter
khusus seperti “:”,”!”,”?”, ditulis tersambung
dengan kata sebelumnya. Contoh: He!, Ada
apa?
- Seperti biasa, kata dalam bahasa asing dicetak
italic, kecuali sudah yang benar-benar lazim.
- Tanda kurung. Tidak ada spasi antara tanda
kurung dengan kata di dalamnya. (Contohnya
ini). Sama halnya dengan tanda kutip.
Kesimpulan
Pedoman penulisan ini hanya akan digunakan
oleh Redaksi untuk naskah-naskah yang pasti dimuat!
Penulis memasukkan naskahnya dengan format 2
Kolom dan 1 spasi. Setiap naskah akan dinilai oleh
editor sebelum dapat diterbitkan.
Daftar Pustaka
Buku:
Sarwono, Sarlito Wirawan, ”Psikologi Remaja”, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Jurnal:
Sulis Mariyanti, Peran Minat dalam Bidang Kerja
Social Service”, Jurnal Psikologi, Pusat
Pengelola Jurnal Ilmiah UIEU, Vol. 4 No. 2,
Desember 2006.
Surat Kabar/Majalah:
Indra Lesmana, ”Quick Diagnosis Mempercepat
Penanganan Cedera”, Tabloid Bola, 21 Maret
2008.
Situs Internet:
Heru Susetyo, “Menggagas Kota Hak Asasi
Manusia”, www.beritaiptek.com, tanggal akses.
Catatan:
1. Literatur yang dimasukkan dalam daftar
pustaka tidak hanya yang dikutip saja, namun
perhatikan relevansinya dengan isi naskah.
Selain itu, literatur yang tercantum harus
memiliki tahun penerbitan yang tidak lebih
dari 10 tahun dari saat ditulisnya naskah
bersangkutan.
2. Isi naskah bukan tanggung jawab redaksi dan
sepenuhnya berada pada penulis.
3. Naskah bisa dikirimkan melalui email:
dengan
[email protected]
melampirkan CV penulis
4. Pengiriman melalui pos ditujukan ke: Pusat
Pengelola Jurnal Ilmiah UIEU, Lt. 2 Ruang
PAMU, Jl. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun
Jeruk, Jakarta 11510. Naskah dikirimkan ke
kami rangkap 3.
Download