Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin Dan

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam
perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai -13,13 persen pada tahun 1998.
Kemudian sejak tahun 1999 perekonomian mulai memasuki proses
pemulihan yaitu ditandai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,79
persen. Seiring dengan meningkatnya perekonomian global, perekonomian
Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang baik. Kinerja ekonomi selama
tahun 2002 tumbuh sebesar 4,38 persen dan sampai dengan tahun 2004 kembali
meningkat sebesar 5,13 persen. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada
tahun 2004 didukung oleh situasi keamanan yang terkendali serta diimbangi pula
dengan rendahnya laju inflasi (Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1998-2004
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Pertumbuhan -13,13
0,79
4,92
3,83
4,38
4,88
Ekonomi (%)
2004
5,13
Sumber: BPS (1998-2004)
Salah satu kebijakan pemerintah yang turut serta berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal, yang tercermin
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN merinci tentang
penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu
tertentu, biasanya 1 tahun (Suparmoko, 2000). Menurut Keynes, menetapkan
2
anggaran yang akan digunakan bagi kinerja perekonomian merupakan hal yang
penting bagi suatu negara (Gie, 2004).
Sebagai pemegang otoritas fiskal, pemerintah melakukan banyak sekali
pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Hal tersebut dilakukan
karena pemerintah harus menggerakkan perekonomian. Kecenderungan di dalam
sisi pengeluaran mencerminkan sesuatu yang penting dari sisi penerimaan.
Sebagai contoh, pengeluaran riil pemerintah pada tahun 1970-an meningkat
sangat tajam akibat dampak langsung dari peningkatan penerimaan devisa dari
ekspor minyak dan pemasukan bantuan (Dumairy, 1996). Adanya peningkatan
penerimaan devisa tersebut disebabkan oleh harga minyak bumi di pasar dunia
melambung tinggi dan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor minyak
pada saat itu memperoleh dampak positifnya.
Kemudian pada pertengahan dasawarsa 1980-an terjadi perubahan
komposisi pengeluaran pemerintah Indonesia. Pada tahun 1982 dunia mengalami
resesi ekonomi yaitu harga minyak di pasar dunia menurun tajam, sehingga
penerimaan devisa dari minyak bumi ikut turun. Semenjak itu pengeluaran
pembangunan tidak pernah lagi lebih besar daripada pengeluaran rutin (Dumairy,
1996). Selanjutnya pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan
posisi keuangan pemerintah semakin tertekan, terutama disebabkan oleh
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Pada saat krisis ekonomi, pemerintah harus menjalankan kebijakan defisit
anggaran dalam mengelola keuangan negara. Defisit anggaran mengalami
peningkatan karena meningkatnya jumlah pengeluaran pada pos pembayaran
3
cicilan dan bunga utang. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut
memberikan efek yang berarti bagi perekonomian.
1.2.
Perumusan Masalah
Pengeluaran pemerintah baik dalam bentuk konsumsi maupun investasi
merupakan salah satu komponen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto
(PDB). Perkembangan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
pemerintah dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel
1.2.
Tahun
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Perkembangan Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran
Pembangunan Pemerintah 1994-2004
Pengeluaran Rutin
Pengeluaran Pembangunan
(Milyar Rupiah)
(Milyar Rupiah)
44069,00
30691,70
50435,00
28780,70
61568,00
33454,30
62158,80
38927,90
104452,60
41567,00
156755,60
45187,40
162577,10
25814,80
218923,30
41585,00
200382,10
47414,30
188584,30
65129,80
237844,00
68879,00
Sumber: BPS (1994-2004)
Keadaan perekonomian Indonesia sebelum krisis menunjukkan bahwa
pengeluaran pemerintah cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
dan pada saat krisis pengeluaran pemerintah pun semakin meningkat terutama
pada pos pembayaran cicilan dan bunga utang. Pembayaran cicilan dan bunga
utang tersebut termasuk ke dalam pengeluaran rutin, sehingga dapat terlihat
bahwa perubahan pengeluaran rutin dari tahun 1997 ke tahun 1998 mengalami
peningkatan yang cukup besar. Besarnya pengeluaran pemerintah di satu sisi tidak
4
diimbangi dengan peningkatan penerimaan pemerintah, sehingga hal tersebut
membuat pemerintah mengalami kesulitan dalam mengelola anggaran negara.
Oleh karena keterbatasan anggaran yang dimiliki, pemerintah melakukan
pinjaman baru untuk menutup pembayaran cicilan pinjaman yang lama atau jatuh
tempo (Kusumastuti, 2005). Hal ini mengakibatkan akumulasi beban utang
semakin bertambah. Selain itu, dana yang seharusnya digunakan untuk
pembangunan sebagian dialokasikan untuk menutup beban utang sehingga
pembangunan mengalami pelambatan.
Adanya krisis ekonomi mendorong kondisi sosial politik dan keamanan
menjadi tidak stabil, sehingga para investor swasta khususnya investor asing
enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada saat krisis, inflasi
meningkat tajam yaitu mencapai 77,63 persen. Hal tersebut dikarenakan
terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mendorong peningkatan
pada harga bahan bakar minyak (BBM), kemudian diikuti dengan meningkatnya
harga-harga barang dan jasa lainnya. Inflasi yang tinggi juga memicu biaya
operasional perusahaan mengalami peningkatan, sehingga mendorong banyak
perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan.
Pada akhir tahun 2004 dimana kondisi makroekonomi secara umum cukup
mantap dan stabil, Indonesia diguncang oleh bencana alam yang sangat dahsyat.
Terjadinya gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami yang sangat besar pada
tanggal 26 Desember 2004 melumpuhkan propinsi Aceh Darussalam dan sebagian
Sumatera Utara. Beratnya kerusakan akibat peristiwa tersebut membutuhkan dana,
tenaga dan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki dan membangun daerah
5
itu kembali. Hal ini tentunya berdampak terhadap perkembangan perekonomian
Indonesia.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka permasalahan yang diteliti adalah
bagaimana pengaruh pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan
pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi
dalam jangka pendek dan jangka panjang?
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang
pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi
swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
1.4.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diberikan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan untuk dijadikan
acuan bagi penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang,
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam melaksanakan kebijakan
fiskal, terutama dalam menentukan pengalokasian anggaran yang efektif dan
efisien agar perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.
6
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini lebih difokuskan pada analisis pengeluaran pemerintah
terhadap pertumbuhan ekonomi yang merujuk pada jurnal Kweka dan Morissey
(2000). Pengeluaran pemerintah yang digunakan terdiri dari pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan, karena pada periode penelitian yaitu tahun 1975-2004
format belanja negara masih membedakan antara belanja rutin dan belanja
pembangunan, yaitu dengan sistem anggaran dual atau Dual Budgeting System
(Abimanyu, 2005). Penelitian ini menggunakan variabel pendukung yaitu
investasi swasta, pekerja, dan inflasi karena ketiga variabel tersebut merupakan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Download