1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan penting terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu matematika juga
mempunyai peran dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir
manusia. Matematika
merupakan suatu
sarana
yang dapat
menumbuh
kembangkan pola pikir logis, sistematis, kritis, objektif dan rasional.
Menurut Uno (2007:129) matematika adalah suatu bidang ilmu yang
merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan masalah berbagai
persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan instuisi, analisis dan
konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara
lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Oleh karena itu matematika
menjadi salah satu ilmu pengetahuan yang diajarkan pada setiap jenjang
pendidikan.
Matematika sebagai mata pelajaran yang mendukung mata pelajaran
yang lain, hendaklah dapat dipelajari dan dikuasai secara baik oleh siswa. Namun
pada kenyataannya, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar
matematika. Bahkan yang lebih parah lagi ada yang tidak suka dengan mata
pelajaran matematika, yang pada akhirnya ditunjukkan dengan rendahnya
pemahaman dan nilai mata pelajaran matematika siswa.
Rusefendi (1998:220) menjelaskan bahwa tujuan kognitif yang ingin
dicapai dalam belajar matematika adalah berdasarkan ranah kognitif yang
dikembangkan oleh Bloom yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan tercapai diperlukan tindakan atau upaya penilaian atau evaluasi.
Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil
belajar siswa. Dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 salah satu prinsip
penilaian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah menggunakan
acuan kriteria tertentu dalam kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk
1
2
menyatakan pencapaian kompetensi peserta didik yaitu penetapan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) oleh satuan pendidikan.
Pemahaman (comprehention) adalah kemampuan merumuskan makna
dari pesan pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan,
tulisan maupun grafik. Kemampuan pemahaman matematika merupakan salah
satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika, memberikan pengertian
bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan,
namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep
materi pelajaran itu sendiri. Sehingga siswa dapat mengaplikasikan materi yang
dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru matematika SMP N 1
Purwantoro pada bulan Februari 2013, diperoleh data hasil Ujian Nasional tahun
2012, prosentase daya serap pemahaman materi luas permukaan bangun ruang
sebesar 66,53 %. Daya serap pada materi luas permukaan bangun ruang tergolong
rendah dibanding materi yang lain. Daya serap yang rendah dapat disebabkan oleh
pemahaman siswa terhadap materi tersebut rendah. Pemahaman siswa rendah
terlihat dari banyaknya siswa yang hanya menghafal rumus yang diberikan oleh
guru, sehingga pada saat siswa lupa rumus atau mengerjakan soal yang berbeda
dari contoh yang diberikan oleh guru, siswa akan mengalami kesulitan.
Membangun suatu pemahaman terhadap materi, diperlukan suatu alat
berupa ide-ide yang telah ada, yakni pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa.
Di dalam kelas siswa didorong untuk melakukan berbagai aktivitas belajar agar
siswa dapat menggabungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan informasi
baru yang sedang dipelajari. Dengan siswa melakukan berbagai aktivitas belajar
siswa akan dapat mengkonstruksi pemahaman terhadap materi pelajaran.
Aktivitas belajar siswa kelas VIII B tergolong rendah, hal tersebut terlihat dari
hasil wawancara terhadap guru pengampu dan
observasi awal pada bulan
Februari 2013. Guru melakukan pembelajan dengan menggunakan metode
ceramah dan tanya jawab. Pada saat guru menyampaikan materi kebanyakan
siswa cenderung kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, terlihat dari
banyaknya siswa yang diam ketika guru memberikan pertanyaan. Ketika guru
3
memberi kesempatan siswa untuk bertanya kebanyakan siswa masih terkesan
malu untuk bertanya, hanya 1 sampai 3 orang yang bertanya.
Dari hasil observasi prasiklus yang telah dilakukan, sebanyak 57,84%
siswa aktif dalam kegiatan visual, 16,17% aktif dalam kegiatan lisan, 40,19 aktif
dalam kegiatan menulis, 47,05% aktif dalam kegiatan motorik, 44,12% aktif
dalam kegiatan emosional. Persentase siswa yang aktif menikuti pembelajaran
pada prasiklus adalah 41,07%. Persentase tersebut masih tergolong rendah,
sehingga masih perlu dilakukan peningkatan aktivitas belajar siswa.
Dari fakta-fakta di atas dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran
matematika belum berhasil. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh dua faktor
utama yaitu faktor internal (dalam diri siswa) dan faktor eksternal (luar diri
siswa). Faktor internal (dalam diri siswa) adalah siswa memandang bahwa
matematika merupakan pelajaran yang sulit, sehingga siswa tidak senang belajar
matematika. Faktor selanjutnya adalah faktor eksternal antara lain kemampuan
guru dalam mengajar, strategi pembelajaran yang diterapkan guru, pemilihan
metode dan model pembelajaran yang digunakan, sarana prasarana dan
lingkungan belajar baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pada
pelaksanaan pembelajaran matematika di SMP Negeri 1 Purwantoro guru lebih
sering menggunakan metode pembelajaran konvensional. Penggunaan metode
pembelajaran konvensional yang pembelajarannya berpusat pada guru akan
menyebabkan interaksi yang terjadi cenderung satu arah dan dapat menyebabkan
kurang optimalnya aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa kurang akan
mengakibatkan pemahaman matematika siswa tidak optimal.
Bertolak dari permasalahan penggunaan metode oleh guru yang kurang
kurang tepat, yang menyebabkan rendahnya pemahaman dan aktivitas belajar
perlu diupayakan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan
pemahaman matematika pada diri siswa, dan dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa. Teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh Piaget menyatakan bahwa
dalam proses belajar mengajar, individu membangun pengetahuannya sendiri dan
banyak memperoleh pengetahuannya di luar sekolah. Menurut Paul Suparno
(2001:122) Piaget menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari
4
guru bila siswa tidak mengolah dan membentuknya sendiri. Siswa akan
membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan selama
kegiatan mengajar.
Berdasarkan pandangan konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat
dipindahkan secara utuh dari guru ke siswa, melainkan secara aktif dibangun
sendiri oleh siswa melalui pengalaman nyata, menurut Rustaman (2005:173) salah
satu model pembelajaran yang dilandasi konstruktivisme adalah model Learning
Cycle. Teori konstruktivisme memandang bahwa belajar merupakan suatu proses
membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat, manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makana melalui pengalaman nyata.
Seiring dengan berkembangnya zaman, menurut Karplus dalam
(Fitriah,2011:14) bahwa Learning Cycle semakin berkembang yang berawal dari
tiga fase berkembang menjadi lima fase dan terakhir berkembang menjadi tujuh
fase. Eisenkraft (2003,58-59) mengembangkan Learning Cycle menjadi tujuh fase
yang disebut dengan Learning Cycle 7E, ketujuh fase tersebut terdiri dari elicit
(mendatangkan pengetahuan awal siswa) yaitu untuk mengetahui sampai mana
pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan dipelajari, engage (mengajak)
yaitu guru memotivasi atau menarik perhatian siswa untuk mempelajari materi
yang akan dibahas, explore (menyelidiki) yaitu menyelidiki untuk memperoleh
pengetahuan dengan pengalaman langsung dan berhubungan dengan konsep yang
akan dipelajari, explain (menjelaskan) yaitu menjelaskan konsep-konsep yang
siswa temukan dalam fase explore, elaborate (menerapkan) yaitu siswa
menerapkan pengetahuan yang baru mereka temukan, evaluate (menilai) yaitu
mengevaluasi hasil pembelajaran yang telah dilalui dan extent (memperluas) yaitu
fase untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan
konsep yang telah dipelajari dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka
pelajari.
Learning Cycle 7E merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fasefase dimana siswa menemukan sendiri konsep-konsep melalui pengalaman
5
belajar. Siswa memperoleh pengetahuan dengan cara secara aktif membangun
sendiri pengetahuannya, siswa akan lebih mudah membangun pengetahuannya
ketika siswa bekerja pada masalah yang sudah dikenalnya. Pendekatan
Matematika Realistik merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang
menggunakan situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam
belajar matematika (Sudarman dalam Lisandra, 2000:5). Dalam pembelajaran
melalui pendekatan realistik, strategi-strategi informasi siswa berkembang ketika
mereka menyelesaikan masalah pada situasi-situasi yang sudah dikenal, dan
keadaan itu yang dijadikan titik awal pembelajaran pendekatan matematika
realistik atau Realistic Mathematic Education (RME). Pendekatan Matematika
Realistik juga diberi pengertian cara mengajar dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membentuk atau mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka
tentang ide dan konsep matematika, melalui penyelesaian masalah dunia nyata
(Hartono, 2010). Dalam kronstruksi pengetahuan siswa diarahkan untuk aktif
dalam kegiatan pembelajaran, jika siswa telah aktif maka pembelajaran akan
menjadi bermakna siswa tidak hanya sekedar menghafal. (Khasanah, 2010: 17)
Pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E dengan Pendekatan
Matematika Realistik dapat memberikan pengalaman konkrit pada siswa yang
diperlukan untuk mengembangkan penguasaan matematika siswa, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan konsep atau gagasan yang telah
mereka miliki dan menguji serta mendiskusikan gagasan tersebut secara terbuka.
Learning Cycle 7E adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered) terdiri dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian
rupa sehingga peseta didik dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Oleh karena itu model
pembelajaran Learning Cycle 7E dengan Pendekatan Realistik ini dipilih sebagai
perbaikan untuk metode pembelajaran konvensional yang diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman matematika dan aktivitas belajar siswa.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Learning
Cycle 7E
dengan Pendekatan Matematika Realistik
untuk Meningkatkan
6
Pemahaman dan Aktivitas Belajar pada Materi Prisma dan Limas Kelas VIII
SMP Negeri 1 Purwantoro Tahun Ajaran 2012/2013”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Learning
Cycle 7E dengan Pendekatan Matematika Realistik pada pada pokok bahasan
Prisma dan Limas pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Purwantoro tahun
pelajaran 2012/2013?
2.
Apakah penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7E dengan
Pendekatan Matematika Realistik dapat meningkatkan pemahaman dan
aktivitas belajar siswa pada pada pokok bahasan Prisma dan Limas pada
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Purwantoro tahun pelajaran 2012/2013?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1.
Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran
Learning Cycle 7E dengan Pendekatan Matematika Realistik pada pada
pokok bahasan Prisma dan Limas pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Purwantoro tahun pelajaran 2012/2013.
2.
Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7E
dengan Pendekatan Matematika Realistik dapat meningkatkan pemahaman
dan aktivitas belajar siswa pada pada pokok bahasan Prisma dan Limas pada
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Purwantoro tahun pelajaran 2012/2013.
7
D. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari hasil penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoretis
a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
peningkatan mutu pendidikan melalui proses belajar mengajar secara tepat
guna di sekolah untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.
b.
Untuk memberikan kajian tentang bagaimana pelaksanaan dan penerapan
model pembelajaran Learning Cycle 7E dengan Pendekatan Matematika
Realistik untuk meningkatkan pemahaman dan aktivitas belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
a.
Bagi Siswa
1) Meningkatkan pemahaman pada pokok bahasan prisma dan limas.
2) Meningkatkan aktivitas belajar siswa.
3) Menambah pengalaman belajar siswa.
b.
Bagi Guru dan Calon Guru
Memberi masukan kepada guru dan calon guru untuk menerapkan model
pembelajaran yang dapat mengatasi kesulitan belajar di bidang matematika
khususnya pemahaman dan aktivitas belajar siswa materi Prisma dan
Limas.
Download