BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1

advertisement
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teori
2.1.1
Teori Kebijakan Publik-Subsidi
Mahzab neoklasik ekonomi modern mendasarkan perekonomian seperti
pasar persaingan sempurna, yakni terjadi efisiensi paling optimal dalam
perekonomian dengan efisiensi penggunaan sumber daya juga terciptanya harga
dan kuantitas produksi dalam keseimbangan sehingga intervensi pemerintah tidak
diperlukan. Namun kenyataannya hal tersebut tidak terjadi. Perekonomian di
negara manapun tidak selalu dalam kondisi keseimbangan yang mengakibatkan
terjadinya kegagalan pasar. Maka diperlukan intervensi dari pemerintah dalam
menanggulangi kegagalan pasar tersebut.
Salah satu cara untuk menanggulangi kegagalan pasar tersebut adalah
dengan keberadaan subsidi. Subsidi adalah salah satu kebijakan pemerintah dalam
rangka membantu suatu usaha atau untuk menjaga stabilitas harga bagi
kepentingan masyarakat. Menurut Suparmoko (2003), subsidi dapat bersifat
langsung (dalam bentuk tunai, pinjaman bebas bunga, dan lain-lain) atau tidak
langsung (pembebasan penyusutan, potongan sewa, dan lain-lain). Subsidi
diantaranya dapat berupa: subsidi produksi, pemerintah menutup sebagian biaya
produksi untuk mendorong peningkatan output produk tertentu dan untuk
menekan harga; subsidi pendapatan, diberikan pemerintah melalui transfer
pemerintah untuk meningkatkan standar hidup minimum sebagian kelompok
tertentu. Menurut Kamaludin (2003), meskipun subsidi ini memiliki kebaikan
bagi usaha-usaha dan kepentingan masyarakat, tetapi subsidi juga memiliki
beberapa kelemahan, diantaranya:
a. Subsidi dapat mengakibatkan hubungan persaingan yang tidak adil antara
berbagai kegiatan usaha, karena pendistribusiannya tidak dapat dilakukan
secara adil dan merata.
b. Subsidi dapat menyebabkan pemborosan baik dalam investasi modal
maupun fasilitas yang berlebihan.
c. Subsidi dapat menyebabkan ketidakadilan antara pemakai jasa dan
pembayar pajak yang tidak langsung merasakan manfaatnya.
11
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, pemerintah harus bisa
melihat usaha atau kegiatan mana yang pantas untuk mendapatkan subsidi yang
lebih besar dan usaha atau kegiatan mana yang harus dikurangi subsidinya.
Contoh pemberian subsidi di Indonesia adalah subsidi pupuk bagi petani, subsidi
pendidikan dan kesehatan, serta subsidi bahan bakar minyak bagi nelayan dan
masyarakat.
2.1.1.1 Subsidi dan Elastisitas
Subsidi akan menggeser kurva permintaan ke atas untuk konsumsi
bersubsidi (subsidized consumption) atau kurva penawaran ke bawah untuk
produksi bersubsidi (subsidized production) Pengaruh kedua jenis subsidi ini pada
kurva permintaan dan penawaran dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
P
S
D
D’
Sumber: Spencer dan Amos (1993)
Gambar 1.
Q
Pengaruh Konsumsi Bersubsidi
Pada Gambar 1 konsumsi bersubsidi menggeser kurva permintaan D ke
atas menjadi kurva permintaan D’. Di mana semakin banyak barang atau jasa
dijual dengan harga subsidi akan semakin banyak jumlah permintaan konsumen
terhadap barang atau jasa tersebut. Permintaan akan barang bersubsidi bergeser ke
kanan atas karena daya beli masyarakat akan barang tersebut menjadi menguat.
Harga barang tersebut menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan harga tanpa
disubsidi. Kecenderungan masyarakat untuk membeli barang tersebut juga
meningkat karena harganya yang lebih terjangkau dan ketersediaan barang
tersebut di masyarakat.
12
P
S
S’
D
Q
Sumber: Spencer dan Amos (1993)
Gambar 2.
di mana:
Pengaruh Produksi Bersubsidi
P
= harga
Q
= permintaan untuk produk tertentu
S
= kurva penawaran awal
S’ = kurva penawaran akhir
D
= kurva permintaan awal
D’ = kurva permintaan akhir
Pada Gambar 2, produksi bersubsidi menggeser kurva penawaran S ke
bawah menjadi kurva penawaran S’. Di mana semakin banyak barang atau jasa
bersubsidi semakin banyak jumlah barang atau jasa tersebut yang ditawarkan.
Jika kedua Gambar tersebut digabung menjadi kurva baru, akan
menghasilkan ekuilibrium baru yang lebih besar.
2.1.2
Pemerintah Sebagai Penyedia Barang Publik
Menurut Stiglitz (1999), suatu barang dikategorikan sebagai barang publik
jika memenuhi salah satu atau kedua karakteristik sebagai berikut:
a. Non rival consumption, yaitu barang yang dapat dikonsumsi oleh individu
tanpa mengurangi kesempatan bagi individu lain untuk mengonsumsinya,
atau dapat dikonsumsi secara bersama-sama.
b. Non exclusion, yaitu tidak ada yang dapat menghalangi seseorang untuk
mengonsumsi barang tersebut.
Jika kedua karakteristik tersebut ada pada sebuah barang, maka barang
tersebut merupakan barang publik murni (pure public goods). Sedangkan barang
yang hanya memiliki salah satu karakteristik dari kedua karakteristik tersebut,
13
atau properti lain (dapat dikonsumsi bersama atau tidak dapat dikecualikan) pada
tingkat tertentu, maka barang tersebut merupakan barang publik tidak murni
(impure public goods).
Secara faktual pemerintah menyediakan sarana dan prasarana di sektor
pendidikan dan di sektor kesehatan, karena kedua sektor ini memenuhi kriteria
barang swasta yang disediakan secara publik (Stiglitz, 1999). Kekurangan
penyediaan saran dan prasarana di sektor pendidikan dan di sektor kesehatan
biasanya dipenuhi oleh pihak swasta. Namun untuk menghindari adanya free rider
yang dapat menyebabkan tidak efisiennya penyediaan barang di sektor tersebut,
maka penyediaan sarana dan prasarana oleh pihak swasta tidak lagi menganut
prinsip barang publik, tetapi menganut prinsip barang swasta.
Penyediaan barang publik dapat dilakukan secara publik maupun oleh
pemerintah. Namun penyediaan barang publik yang dilakukan secara pribadi akan
menimbulkan free rider, yang dapat menyebabkan penyediaan barang tersebut
menjadi tidak efisien. Timbulnya free rider disebabkan karena sifat dari barang
publik yang memberikan eksternalitas positif bagi orang lain, namun mereka
enggan untuk berpartisipasi dalam penyediaan barang publik tersebut. Oleh sebab
itu, pemerintah dianggap pihak yang paling tepat untuk menyediakan barang
publik bagi masyarakat.
Manusia akan berupaya untuk memenuhi tingkat tertinggi dari utilitasnya,
sehingga akan memilih barang publik atau barang swasta berdasarkan marginal
rate of substitution (MRS) yang merupakan slope dari kurva indiferennya. Namun
setiap individu memiliki keterbatasan anggaran, yang besarnya adalah:
Y= C + PG
Di mana T adalah pendapatan, C adalah konsumsi barang swasta dan P adalah
harga yang harus dibayarkan untuk mengonsumsi setiap unit barang publik. G
adalah jumlah barang publik yang disediakan.
14
Sumber: Stiglitz (1999)
Gambar 3. Ilustrasi Kurva Indiferen Barang Publik dan Barang Swasta
Gambar 3 adalah ilustrasi kurva indiferen barang publik dan barang
swasta. Secara grafis, utilitas maksimum yang dapat dicapai dari setiap individu
adalah di titik E pada gambar yang atas, yaitu titik perpotongan antara kurva
indiferen dengan batas anggaran. Tetapi ketika harga (P) turun, sementara batas
anggaran tetap, makajumlah barang publik (G) yang diminta bertambah, sehingga
perpotongan antara kurva indiferen dengan batas anggaran di titik E’. Kurva ini
juga menunjukkan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk membelanjakan
pendapatannya untuk membeli barang publik maupun barang swasta.
15
Secara makro, kita dapat melihat kurva permintaan agregat sebagai
berikut:
Sumber: Mankiw (2007)
Gambar 4. Kurva Permintaan Agregat
Kurva permintaan agregat dapat naik atau turun mengikuti fakta di
lapangan. Permintaan agregat dapat naik (kurva AD bergeser ke kanan) antara lain
jika terjadi peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan gaji pegawai negeri,
turunnya pajak perseorangan, panen raya, dan lain-lain.
2.1.3
Willingness to Pay (Kesediaan Membayar)
Menurut Smith dan Nagle (2002), Willingness to Pay (WTP) adalah
kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya.
Pendekatan yang digunakan dalam analisis willingness to pay didasarkan pada
persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan dan kebutuhan mereka
terhadap BBM jenis premium. Permasalahan-permasalahan transportasi yang
terjadi sering berhubungan dengan tingkat willingness to pay, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain (Dardela, 2009):
a. Produk yang ditawarkan oleh operator jasa pelayanan transportasi
b. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan
c. Utilitas pengguna terhadapa produk tersebut
d. Selera pengguna
WTP i dapat diduga dengan nilai tengah dari kelas atau interval WTP
responden ke-i. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui WTP yang benar
adalah berada antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WTP) dengan WTP
berikutnya (batas atas kelas WTP). Pada tahap ini, biasanya diabaikan penawaran
sanggahan atau respon dari responden yang tidak dapat menentukan jumlah yang
16
ingin mereka bayarkan karena mereka tidak ingin mengikuti program pemerintah
untuk membenahi masalah kemacetan (Nursusandhari dalam Agustya, 2011).
2.1.4
Regresi Logistik
Regresi Logistik atau yang lebih dikenal dengan metode logit merupakan
bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengaji hubungan pengaruh peubahpeubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan
matematis tertentu. Secara umum, apabila peubah respon dalam analisis regresi
adalah peubah kategorik, maka analisis regresi yang dapat digunakan antara lain
analisis regresi logistik. Analisis regresi logistik dapat dibagi menjadi regresi
logistik biner, regresi logistik nominal dan regresi logistik ordinal.
Secara umum, analisis regresi logistik menggunakan peubah penjelasnya,
yang dapat berupa peubah kategorik ataupun peubah numerik, untuk menduga
besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon. Dalam analisis
regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon
dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke logit. Formulasi transformasi
logit tersebut adalah:
𝑃𝑖
Logit(pi) = log ϱ �1−𝑃𝑖� .......................................................................................(2.1)
P i adalah peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk
orang ke-i dan log ϱ adalah logaritma dengan basis bilangan 𝜚. Kategori sukses
secara umum menjadi perhatian dalam penelitian.
Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi
logistik adalah odd ratio. Nilai odd ratio yang didapat dapat mengindikasikan
seberapa lebih mungkin (dalam kaitannya dengan odd ratio) munculnya kejadian
sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya.
2.1.5
Analisis Crosstabs – Chi Square
Menurut Trihendradi (2009), analisis crosstabs merupakan analisis dasar
untuk hubungan antar variabel kategori (nominal-ordinal). Penambahan variabel
kontrol untuk mempertajam analisis sangat mungkin terjadi. Crosstabs data
digunakan untuk mengetahui hubungan atau distribusi respons antara variabel
data dalam bentuk baris dan kolom. Sedangkan analisis crosstabs – chi square
adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal (Yamin, 2009).
17
2.1.6
Metode Regresi Linier Berganda
Analisis regresi merupakan suatu alat analisis untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap variabel tak bebas yang dinyatakan dalam koefisien
regresi. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya dapat ditentukan dan bersifat
menerangkan variabel tak bebas yang nilainya tergantung kepada variabel bebas.
Menurut Gujarati (2006), dalam analisis regresi diketahui dua bentuk model yaitu
model persamaan tunggal dan model persamaan simultan. Pada model persamaan
tunggal ada satu variabel tak bebas (Y) yang diterangkan oleh satu atau beberapa
variabel X. Sementara dalam persamaan simultan, suatu variabel Y tidak hanya
ditentukan oleh variabel X tetapi beberapa variabel X juga ditentukan oleh
variabel Y atau ada dua variabel Y 1 dan Y 2 yang dipengaruhi secara bersamasama oleh suatu variabel x. Adapun penelitian ini menggunakan analisis regresi
dengan model persamaan tunggal yaitu analisis regresi linier berganda.
Ordinary Least Square (OLS) merupakan salah satu metode yang sering
digunakan karena kemudahannya dalam mengolah data. Gujarati (1993)
menyebutkan bahwa ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam model ini,
antara lain:
a. Semua penaksir tak bias linier atau penaksir OLS memiliki varians
minimum.
b. Varians tiap unsur disturbance e 1 tergantung (conditional) pada nilai yang
dipilih dari variabel yang menjelaskan adalah suatu angka konstan yang
sama dengan σ2 yang merupakan asumsi homoskedastisitas yaitu varians
yang sama.
c. Tidak ada autokorelasi artinya tidak ada korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau seperti dalam
data cross sectional.
d. Variabel yang menjelaskan adalah non stokastik yaitu terdiri dari angkaangka yang tetap dan e1 didistribusikan secara normal.
e. Tidak ada multikolinearitas antara variabel yang menjelaskan X.
18
2.2
Konsep dan Definisi
2.2.1
Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu kekayaan alam yang
dimiliki oleh Indonesia, pengolahan dan penyalurannya dikuasai oleh negara. Hal
ini sesuai dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
BBM adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui, yang berasal
dari endapan sisa-sisa jasad hidup yang halus dan mengandung minyak. BBM
merupakan energi sekunder yang dihasilkan dari proses transformasi minyak
bumi. Menurut pasal 3 Undang-Undang No.4 tahun 1960, bahan galian minyak
dan gas bumi adalah kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara, sementara
usaha pertambangan dilaksanakan oleh perusahaan negara. Pasal tersebut
menjelaskan bahwa pengolahan minyak mentah dan BBM dikuasai sepenuhnya
oleh negara yang penguasaannya diwakili oleh pemerintah. Menurut UndangUndang No.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dinyatakan bahwa migas
merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara dan pemerintah yang
ditetapkan sebagai pemegang kuasa pertambangan.
Menurut naskah RAPBN dan Nota Keuangan setiap tahun, subsidi BBM
adalah pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia kepada PT.
Pertamina (pemegang monopoli pendistribusian BBM di Indonesia) dalam situasi
di mana pendapatan yang diperoleh PT. Pertamina dari kewajiban untuk
menyediakan BBM di tanah air adalah lebih rendah jika dibandingkan dengan
biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan BBM tersebut.
Subsidi BBM merupakan salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk
meringankan beban konsumen, terutama untuk masyarakat menengah ke bawah.
Tujuan pemberian subsidi BBM untuk membantu masyarakat menengah ke
bawah ternyata kurang tepat sasaran. Pada kenyataannya penikmat terbesar
subsidi BBM yang diberikan pemerintah adalah kelompok orang mampu karena
pemberian subsidi BBM tidak membeda-bedakan golongan masyarakat. Alasan
keadilan terhadap masyarakat miskin dan defisit anggaran membuat pemerintah
mulai mengurangi anggaran untuk subsidi BBM dan mengalokasikannya untuk
19
subsidi bidang lain (bantuan langsung tunai, beras miskin, kartu sehat, beasiswa,
dan lain-lain).
2.2.2
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga Premium
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 55 tahun 2005 telah diatur bahwa
harga ekonomis BBM didasarkan pada Mean of Platts Singapore (MOPS) atau
harga rata-rata yang digunakan oleh negara Singapura. Selain itu, ada
penambahan biaya distribusi dan margin yang akan diterima PT. Pertamina, yang
disebut dengan faktor alpha. Selain kedua faktor tersebut, dalam perhitungan
BBM ditambahkan pula pajak.
2.3
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Subsidi BBM merupakan salah satu yang menarik perhatian masyarakat
luas karena berhubungan dengan pengeluaran riil mereka. Subari pada tahun 2008
menganalisis tentang dampak kebijakan penurunan subsidi BBM terhadap
indikator makroekonomi. Penelitian ini difokuskan pada indikator-indikator
makroekonomi seperti inflasi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, nilai
tukar rupiah dan neraca pembayaran. Hasilnya, jika pemerintah menurunkan
jumlah subsidi BBM atau menaikkan harga BBM akan berdampak pada terjadinya
inflasi (namum tidak terlalu signifikan), terjadinya penurunan pertumbuhan
nasional, terjadinya peningkatan pengangguran, menurunnya nilai tukar rupiah
relatif terhadap mata uang asing dan terjadinya defisit neraca pembayaran.
Pada tahun 1998, terjadi guncangan ekonomi politik di dalam negeri. Hal
ini memengaruhi kebijakan pemerintah pada tahun 2000 untuk mengurangi
jumlah subsidi BBM. Nikensari dan Trianoso pada tahun 2003 menganalisis
dampak penurunan subsidi BBM terhadap perekonomian Indonesia dengan model
analisa komputasi keseimbangan umum. Data yang digunakan adalah data yang
dibangun pada tahun 2000 dengan menggunakan tahun dasar data tahun 1998.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah
menyebabkan harga beberapa komoditas meningkat. Tetapi untuk jangka pendek,
kenaikan harga BBM masih berdampak positif pada variabel PDB dan variabel
ekonomi lainnya, sedangkan untuk jangka panjang apabila kondisi perekonomian
20
tidak lebih baik dari kondisi perekonomian pada tahun 1998, maka akan
menyebabkan penurunan persentase PDB dan variabel ekonomi lainnya.
Subsidi non-BBM memiliki peran yang penting juga dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Patriadi dan Handoko pada tahun 2005 melakukan
analisis evaluasi kebijakan subsidi non BBM (subsidi pupuk, beras, suku bunga,
kredit, obligasi publik, raskin). Analisis ini menggunakan penghitungan beban
fiskal subsidi non-BBM terhadap APBN dan membandingkannya selama
beberapa tahun dengan anggaran yang berbeda di Indonesia. Mereka menemukan
bahwa beban subsidi non-BBM terhadap APBN ternyata relatif lebih ringan
daripada beban subsidi BBM. Meskipun subsidi BBM memiliki porsi yang besar
dalam APBN, subsidi non-BBM perlu dipertahankan untuk membantu masyarakat
yang memiliki daya beli rendah.
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, memiliki
kebijakan subsidi BBM yang responsif dengan tingkat konsumsi BBM. Granado,
Coady dan Gillingham (2010) menganalisis ketidakseimbangan manfaat dari
subsidi BBM terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Penelitian
mereka memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara yang mereka observasi.
Mereka menganalisis dampak langsungnya berdasarkan data pengeluaran BBM
untuk memasak, listrik dan transportasi. Hasilnya, peningkatan harga BBM pada
tahun 2003 hingga tahun 2008 memiliki dampak yang signifikan pada tingkat
kesejahteraan rumah tangga. Beberapa negara dengan kebijakan harga jual BBM
yang cukup tinggi mencerminkan tingkat pendapatan negara tersebut yang cukup
tinggi juga. Hal ini membuat subsidi BBM menjadi salah satu instrumen
kebijakan yang sangat penting dalam melindungi rumah tangga miskin dalam
menghadapi tingginya harga minyak dunia. Transparansi dalam memberikan
informasi tentang subsidi BBM kepada publik dapat mendukung reformasi dalam
subsidi BBM.
2.4
Kerangka Pemikiran
Transportasi merupakan faktor yang penting dalam memengaruhi tingkat
produktivitas seseorang. Transportasi berperan penting dalam pencapaian efisiensi
seseorang dalam mobilitasnya. Mobilitas seseorang yang didorong untuk semakin
21
efisien menyebabkan masyarakat cenderung untuk menggunakan kendaraan mobil
pribadi (pada kondisi tertentu). Maraknya kendaraan pribadi dewasa ini
menyebabkan
melonjaknya
penggunaan
BBM
terutama
jenis
premium.
Keterbatasan produksi minyak dalam negeri dari tahun ke tahun menyebabkan
pemerintah melakukan impor minyak mentah dan memberikan subsidi terhadap
harga jual BBM jenis premium yang disesuaikan dengan harga dunia dan
kemampuan masyarakat dalam negeri.
Dengan pembengkakan dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah
untuk membayar subsidi BBM jenis premium, pemerintah berencana untuk
menaikkan harga jual BBM jenis premium untuk masyarakat dan mengurangi
jumlah subsidi. Subsidi diproyeksikan untuk dialihkan kepada subsidi lainnya,
seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, pupuk, dll.
Pertimbangan-pertimbangan yang sedang dipikirkan oleh pemerintah
untuk menaikkan harga jual BBM jenis premium menjadi polemik bagi
masyarakat karena akan mempengaruhi pengeluaran riil total. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon masyarakat jika terjadi
kenaikan harga BBM jenis premium terutama bagi pengendara mobil pribadi.
22
Subsidi BBM
Tingginya Harga
Minyak Dunia
Pengeluaran
Pemerintah
Tingginya
Konsumsi BBM
Kebijakan Kenaikan
Harga BBM
Logit
Crosstabs
Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Respon
Setuju
Respon
Tidak Setuju
WTP
Subsidi BBM jenis premium merupakan cara pemerintah untuk membantu
masyarakat agar dapat mengakses ketersediaan BBM jenis premium dengan lebih
mudah. Tingginya harga minyak dunia dewasa ini dan tingkat konsumsi
masyarakat akan BBM jenis premium yang juga meningkat menyebabkan
peningkatan pengeluaran pemerintah secara agregat. Karena pemerintah mulai
merasa terbebani dengan subsidi BBM jenis premium, pemerintah berencana
untuk meningkatkan harga jual BBM jenis premium di masyarakat. Penelitian ini
menganalisis bagaimana respon masyarakat, terutama pengendara mobil pribadi
di Bogor terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dan menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi respon asyarakat tersebut. Pada akhirnya, akan
diketahui berapa kesediaan membayar masyarakat terhadap satu liter BBM jenis
premium.
23
2.5
Hipotesis Penelitian
a. Jenis kelamin tidak memengaruhi respon masyarakat terhadap kenaikan harga
BBM jenis premium.
b. Usia seseorang memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan
harga BBM jenis premium.
c. Jumlah tanggungan responden berpengaruh negatif terhadap rencana respon
masyarakat terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
d. Tingkat pendidikan memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis premium
e. Tingkat pendapatan responden memengaruhi respon masyarakat rencana
terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
f. Tingkat pendapatan anggota keluarga lain memengaruhi respon masyarakat
rencana terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
g. Kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium memengaruhi
respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga satu liter BBM jenis
premium.
h. Perilaku menghemat memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis premium.
i. Tingkat konsumsi BBM jenis premium memengaruhi respon masyarakat
terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.
j. CC mobil memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga
BBM jenis premium.
Download