PENGARUH EKSTRAK DAUN Elephantopus scaber.L dan Polyscias obtusa TERHADAP MODULASI SEL T CD8+ dan CD8+CD62L+ MENCIT Balb/c Nurul Faizah1)* dan Muhammad Sasmito Djati1) 1) Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran 65145 Malang. Email: [email protected]. No. Tlp: 085755912487 ABSTRAK Obat herbal saat ini menjadi sangat populer dikalangan masyarakat terutama untuk mengobati infeksi mikroba seperti bakteri dan jamur. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat akan bahaya obat obatan sintetis misalnya antibiotik dan antibaktei akan menyebabkan dampak negatif jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Jenis tumbuhan herbal yang dapat digunakan untuk mengobati sekaligus mencegah infeksi Salmonella typhii terutama pada ibu hamil misalnya E. scaber dan P. obtusa. Keduanya merupakan tanaman yang dapat mengobati infeksi bakteri karena mengandung senyawa saponin dan flavonoid untuk meningkatkan jumlah sel immunokompeten. Tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak campuran daun tapak liman dan kedondong laut terhadap jumlah sel limfosit T CD8+ dan sel T CD8+ CD62L+ antara mencit kontrol dan mencit perlakuan. Hasil percobaan menunjukkan pemberian ekstrak campuran daun E. scaber dan P. obtusa dapat menurunkan jumlah relatif sel T CD8+ dibandingkan mencit kontrol pada hari ke-14 akan tetapi peningkatan tersebut tidak berbeda antar perlakuan, jumlah T CD8+ meningkat pada mencit P1 yang diberi perlakuan selama 18 hari, dengan peningkatan yang juga tidak signifikan, sebaliknya jumlah T CD8+ menurun pada mencit kontrol K2. Mencit K1 selalu memperlihatkan jumlah sel T CD8+ paling tinggi dibandingkan perlakuan lain. Sel T CD8+ semakin berkurang seiring dengan bertambahnya dosis ekstrak P. obtusa yang diberikan. Kata kunci: E. scaber, P. obtusa, Salmonella typhimurium, sel T CD8+, sel T CD8+CD62L+ ABSTRACT Medicinal herbal is highly recommended especially for pregnant women with bacterial infection to reduce the consumption of synthetic antibiotics that are harmful to their body and also fetus. E. scaber and P. obtusa are believed to increase the number of imunocompetent cells such as CD8+ and CD8+CD62L+ T cell cause both plants have biochemical compound such as saponin and flavonoid. These plants good for immune system, but optimum dose of mixture extracts from both leaves to increase the number of CD8+ and CD8+CD62L+ T cell in mice is doesnt know yet. This study to determine effect of E. scaber and P. obtusa leaf extract by compared the number of CD8+ and CD8+CD62L+ T cell between control mice and treated mice. E. scaber and P. obtusa leaf extract can not reduce relative number of CD8+ T cells compared with control mice after 14 days treatment and 18 days. Even it show little different number but it was not significantly different, whereas the number of CD8+ decreased in K2 control mice also not significantly different than other treatments. K1 group is always show the highest number of CD8+ T cell compared to other treatments. CD8+ was decreased by increasing the doses of P. obtusa leaf extract. Key word: E. scaber, CD8+ T cell, CD8+CD62L+ T cell, P. obtusa, Salmonella typhimurium. PENDAHULUAN Latar Belakang Iklim Indonesia sangat sesuai untuk pertumbuhan bakteri, jamur dan beberapa mikroba lain. Sebagian besar mikroba tersebut bersifat patogen seperti bakteri Salmonella typhi dan S. paratyphi. Kedua bakteri tersebut meruakan penyebab demam tifoid pada manusia. Demam tifoid, atau tifus merupakan ancaman serius bagi masyarakat, karena dapat menyebabkan kematian (Dewi, 2007). Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 3 | 2014 Penyakit ini biasanya diobati dengan mengkonsumsi antibiotik atau antibakteri sintetis, namun seiring meningkatnya kesadaran akan efek negatif obat obatan sintetis seperti resiko cacat mental atau fisik pada janin menyebabkan masyarakat mulai beralih menggunakan tanaman herbal yang jauh lebih aman. Salah satu tanaman berkhasiat obat yang diperkirakan memiliki khasiat obat yaitu tumbuhan kedondong laut (P. obtusa) dan tapak liman (E. scaber), hal ini dikarenakan keduanya 148 mempunyai kandungan berupa saponin dan flovonoid yang telah dikenal luas sebagai imunomodulator alami(Gondo, 2007; Cheeke, 2000; Fuente dan Victor, 2000; Juniarianto, 1987) Saponin dan flavonoid adalah bahan aktif yang dapat meningkatkan respon imunitas tubuh karena berfungsi sebagai imunomodulator alami terutama meningkatkan jumlah sel sel imunokompeten seperti makrofag, sel T dan sel B. Beberapa penelitian telah membuktikan pemberian ekstrak tanaman yang mengandung saponin maupun flavonoid mampu meningkatkan jumlah sel T CD8+ dan T CD4+. Selain itu daun tapak liman juga berkhasiat merangsang proses hematopoesis (Pradana dkk., 2013; pinca dkk., 2013; Angulo dkk., 2000; Cheeke, 2000). Kedua tanaman tersebut memiliki khasiat obat, namun belum diketahui efek sinergisme keduanya apabila diberikan secara bersamaan. Sinergisme keduanya dapat diestimasi dengan cara menghitung jumlah sel T CD8+ dan T CD8+CD62L (Santos dkk., 2001). Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun E. scaber dan P. obtusa terhadap jumlah sel T CD8+ dan T CD8+CD62L mencit balb/c yang diinfeksi antigen S. typhimurium. A. Uji media BSA Isolat murni diambil dengan ose dan dilakukan streak plate pada media BSA kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Isolat S. typhimurium membentuk koloni berwarna hitam. B. Uji katalase Satu ose isolat diambil dari media NA secara aseptis ke gelas objek yang telah ditetesi hidrogen peroksida H2O2. Isolat positif akan menghasilkan gelembung gas. C. Uji cat gram S. typhimurium diletakkan pada gelas objek, kemudian ditetesi cat Gram A, B, C, dan D secara berurut turut, masing masing selama 2 menit, 1 menit, 30 detik, dan 30 detik. Preparat dicuci dengan air mengalir setiap akan diberi pewarna yang berbeda untuk menghilangkan warna sebelumnya. Preparat diamati menggunakan mikroskop. S. typhimurium berwarna merah karena tergolong bakteri Gram negatif. D. Uji KIA dan LIA Koloni positif dari uji media BSA diambil satu enten, ditusukkan ke media KIA dan LIA secara vertikal disepanjang media. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Koloni S. typhimurium akan membentuk garis berwarna hitam. METODE PENELITIAN Waktu dan tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai Juni 2014 di Laboratorium Fisiologi Hewan, dan Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang. Desain penelitian Kelompok perlakuan dibagi menjadi 5 kelompok yang dibedakan antara mencit bunting dan non bunting, dengan 2 kali pebedahan berdasarkan lama pemberian ekstrak daun dengan masing masing ulangan sebanyak 3 ekor. E. Uji patogenitas Isolat S. typhimurium diambil satu ose dan digoreskan pada media blood agar. Diinkubasi pada 370C selama 24 jam. Koloni yang terbentuk berwarna bening menandakan bakteri tersebut dapat menginfeksi organisme lain. 2. Pembuatan kurva standar Alur penelitian ialah sebagai berikut: Bakteri S. typhimurium ditumbuhkan pada media NB selama 24 jam hingga membentuk biakan murni. Biakan murni ditambahkan pada media NB steril dengan perbandingan konsentrasi 0%, 12,5%, 25%, 37,5%, 50%, 62,5%, 75%, 87,5% dan 100% sebanyak 4 ml. Masing masing suspensi tersebut dihitung absorbansinya berdasarkan spektrofotometer pada panjang gelombang 600nm dengan larutan blanko berupa NB steril. Masing masing suspensi bakteri tersebut dihitung jumlah selnya menggunakan haemocytometer. 1. 3. Kelompok Perlakuan Konsentrasi Ekstrak Bunting (mg/kg BB) E. scaber P. obtusa Pembedahan hari & Jumlah ulangan ke-14 ke-18 Infeksi K1 - - - - 3 3 K2 √ - - - 3 3 P1 √ 50 0 √ 3 3 P2 √ 25 25 √ 3 3 Uji Konfirmasi Isolat S. typhimurium dengan: dikonfirmasi Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 3 | 2014 Pap smear dan vaginal plug 149 Mencit yang dipilih untuk diamati apabila tampilan vagina berwarna merah dan terbuka sehingga kemungkinan terjadinya fase estrus lebih besar. Metode yang dilakukan yaitu cotton bud dibilas dengan aquades dan dimasukkan kedalam vagina mencit betina dengan sudut ±45º sebanyak 2-3 putaran untuk dibuat preparat apusan. Preparat tersebut dimasukkan dalam larutan alkohol fiksatif 70% selama 5 menit kemudian diangkat dan dikeringanginkan. Preparat yang telah jadi diamati morfologi sel epitel dengan menggunakan mikroskop perbesaran 400x. Mencit yang sedang mengalami fase estrus kemudian dikumpulkan dengan pejantan dan dibiarkan hingga 12 jam untuk dilakukan pengamatan vaginal plug keesokan paginya ±05:30 WIB. Mencit yang memperlihatkan vaginal plug dihitung sebagai hari kebuntingan ke-0. 4. Pembuatan dan pemberian ekstak daun E. scaber dan P. obtusa Masing masing daun E. scaber dan P. obtusa dicuci dan dikering anginkan selama 2 hari. Daun yang telah kering diblender secara terpisah sampai halus. Masing masing daun ditimbang 500 g untuk dilarutkan dalam etanol 5 L dalam wadah yang berbeda dan didiamkan selama 24 jam untuk diambil supernatan. Supernatan ini selanjutnya dimasukkan dalam destilator pada suhu 780C hingga pelarut etanol menguap dan tersisa endapan seperti pasta. Pemberian ekstrak daun E. scaber dan P. obtusa dilakukan dengan cara disonde setiap hari sejak hari ke-0 kebuntingan. 5. Infeksi S. typhimurium selama 5 menit. Pelet selanjutnya ditambah PBS berisi antibodi monoklonal FITC anti-CD8 dan PE-anti CD62L sebanyak 50µl dan diinkubasi selama 20-30 menit sebelum dianalisis menggunakan flowcytometri. 7. Analisis Flowcytometri Suspensi sel dipindahkan ke dalam cuvet flowcytometer, ditambah 500 µl PBS dan dihomogenkan. Selain itu dilakukan koneksi antara komputer dan flowcytometer yang telah berada pada keadaan aquiring . Setelah semua instrum siap, cuvet dipasang pada nozzle BD Bioscience FACS Calibur TM flowcytometry. Data dari flowcytometer selanjutnya diolah dengan software BD CellQuest ProTM dan ditampilkan dalam bentuk histogram. 8. Analisis Data Jumlah relatif sel T CD8+ dan CD8 CD62L dianalisis menggunakan program SPSS. Dilakukan transformasi data dikarenakan data yang diperoleh memiliki nilai pada kisaran angka 0-20%. Desain penelitian menggunakan rancangan acak lengkap analisis one way anova dengan selang kepercayaan >95%. Apabila terdapat perbedaan nyata pada masing-masing perlakuan, dilanjutkan dengan uji Turkey atau Games-Howell + HASIL DAN PEMBAHASAN Profil jumlah relatif sel T CD8+ (CTL/Tc) dan CD8+CD62L+ kelompok K2, P1 dan P2 dilihat saat hari kebuntingan ke-14 dan ke-18. Sedangkan kelompok kontrol K1 (non bunting) dilihat pada hari ke-14 dan 18 pasca aklimatisasi. K1 K2 Bakteri S. typhimurium dalam agar slant dicuplik dengan menggunakan ose dan dimasukkan dalam media NB 10 ml. Biakan selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam. Biakan aktif tersebut dituang ke dalam NB steril 90 ml. Biakan yang diperoleh kemudian diinjeksikan pada mencit dengan konsentrasi 107 sel/ml sebanyak 0,5 ml ketika usia kebuntingan mencit 7 hari. 6. Isolasi Sel Limfosit Limpa hasil isolasi digerus dengan pangkal spuit dalam cawan berisi PBS dan disaring menggunakan wire. Suspensi sel tersebut dipindah ke dalam tabung propilen dan disentrifugasi 2500 rpm selama 5 menit pada suhu 4ºC. Pelet diresuspensi dengan 1mL PBS untuk diambil 30µl kemudian dimasukkan dalam microtube berisi 1ml PBS untuk disentrifugasi kembali pada 1500 rpm suhu 100C Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 3 | 2014 P1 P2 150 Gambar 1., Profil rata rata jumlah relatif sel T CD8+ dan CD8+CD62L+ hari ke-14. K1 K2 P1 mengekspresikan molekul permukaan berupa CD8+. Keberadaan Sel T CD8+ sangat penting bagi tubuh terutama saat terjadi infeksi bakteri atau virus. Sel Tc dapat memusnahkan sel yang terinfeksi bakteri atau mikroba intraseluler lain yang tidak dapat dikenali sel B dan makrofag. Sel Tc mampu menghasilkan perforin dan granzim saat kontak dengan sel terinfeksi. Perforin menuju membran sel target dan + membentuk pori. Sel T CD8 menggunakan pori tersebut untuk memasukkan isi granul yaitu granzim kedalam sitosol sel sasaran sehingga memicu sel sasaran melakukan apoptosis (Baratawijaya dan Iris, 2010). P2 Gambar 2., Profil rata rata jumlah relatif sel T CD8+ dan CD8+CD62L+ hari ke-18. 1. Sel T CD8+ Berdasarkan analisis one way ANOVA, jumlah relatif sel T CD8+ atau sel T memori pada mencit yang dibedah pada hari ke-14 maupun hari ke-18, masing masing tidak memperlihatkan adanya perbedaan jumlah relatif yang signifikan antar kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan K1, K2, P1 dan P2 masing masing memiliki jumlah relatif sel T CD8+ sebanyak 10,15%, 8,34%, 3,81% dan 2,55%. Jumlah relatif sel T CD8+ pada hari kebuntingan ke-18 memperlihatkan kelompok perlakuan P2 masih memiliki persentase yang paling rendah yakni 3,51%. Jumlah tersebut meningkat pada mencit perlakuan K1 (10%), P1(7,5%) dan K2 (4,49%) akan tetapi peningkatan tersebut tidak signifikan. Pemberian infeksi tidak memberikan perbedaan jumlah sel TCD8+ pada setiap kelompok perlakuan, seharusnya antigen yang masuk kedalam tubuh dapat meningkatkan respon imunitas untuk memproduksi sel sel imunokompeten serta meningkatkan proliferasi dan differensiasi sel T naif menjadi sel T efektor atau sel T memori untuk melakukan eliminasi antigen yang menginfeksi tubuh tersebut (Walton, 2008). Mikroba yang menginfeksi tubuh akan memacu aktivitas sel sel imunokompeten seperti makrofag dan sel T memori sekaligus memproduksi sitokin IL2 yang mampu meningkatkan proliferasi dan aktivasi sel T lain. Produksi sitokin proinflamasi tersebut akan mengaktifkan sejumlah sel imunokompeten lain yakni sel NK, sel T CD8+, dan sel T CD4+ menjadi sel Th1. Sel T CD8+ atau sel T sitotoksik (Tc) merupakan jenis sel limfosit yang Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 3 | 2014 Gambar 6. Grafik jumlah relatif sel T CD8+ Jumlah relatif sel T CD8+ pada pembedahan hari ke-18 menunjukan jumlah sel Tc paling banyak ditemukan pada kelompok perlakuan K1 yakni mencit nonbunting yang tidak diinfeksi dan tidak diberi perlakuan ekstrak daun. Hal ini mengindikasikan bahwa mencit bunting yang diinfeksi bakteri S. typhimurium dan diberi pelakuan berupa ekstrak daun E. scaber dan P. obtusa (25:25 mg/kgBB) dapat menurunkan jumlah sel T CD8+. Respon imun untuk memproduksi sel sel imunokompeten pasca pemberian agen imunomodulator juga dipengaruhi waktu atau lamanya treatmen, terbukti pemberian ekstrak daun tapak liman dan kedondong laut selama 18 hari akan meningkatkan jumlah sel-sel imunokompeten dibandingkan jumlah sel T CD8+ pada mencit yang diberi perlakuan selama 14 hari meskipun peningkatan tersebut tidak berbeda secara signifikan antar perlakuan. Rendahnya jumlah sel T CD8+ pada mencit P1 yang diberi perlakuan selama 14 hari kemungkinan disebabkan adanya kandungan berupa isodeoxyelephantopin pada daun tapak liman yang mampu meningkatkan jumlah sel T 151 regulator sehingga menekan aktifitas sel sel imunokompeten yang berlebihan di dalam tubuh (Ichikawa, 2006). Sel T regulator berfungsi untuk mensupresi respon imun seperti respon terhadap patogen misalnya bakteri, virus dan jamur. Treg mengekspresikan dan melepas TGFβ dan IL-10 yang diduga dapat menekan proliferasi sel T, fungsi APC dan aktivasi makrofag (Baratawijaya dan Iris, 2010). Menurut Marmi (2010), dosis ekstrak daun tapak liman yang terlalu tinggi dapat menekan jumlah sel T CD4+. Jumlah sel T CD4+ menurun menyebabkan jumlah sel T CD8+ juga akan menurun karena sel CD4+ yang teraktivasi akan berkembang menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 mampu mensintesis sitokin IL2 untuk meningkatkan proliferasi dan aktivasi sel imunokompeten lain seperti sel T CD8+, sel NK, makrofag dll. Selain itu respon sel T CD8+ akan meningkat dengan fungsi yang lebih optimal apabila jumlah sitokin proinflamasi yang dilepas sel limfosit T CD4+ semakin banyak (Linda dkk., 2012). Selain berfungsi mengaktifkan sel sel imunokompeten, sel Th1 yang telah aktif tersebut juga memproduksi sitokin seperti IFNγ yang berperan untuk meningkatkan ekspresi MHC I yang akan dikenali sel T CD8+ sehingga sel T CD8 naif dapat teraktivasi menjadi sel T efektor, maka dari itu jumlah sel T CD4+ yang menurun akan menyebabkan sel T naif tidak mampu berdiferensiasi menjadi sel T CD8+ efektor secara optimal. Menurunnya jumlah sitokin IFNγ juga akan berdampak pada menurunnya aktivasi makrofag yang mempu mensekresi IFNα, hal ini akan menyebabkan penurunan ekspresi MHC I sebagai komplek yang dikenali sel T CD8+ (Baratawijaya dan Iris, 2010). 2. Profil Sel T CD8+CD62L+ pada organ limpa Jumlah sel T CD62L yang menurun dapat berakibat pada menurunnya jumlah sel T naif karena sel T CD62L berfungsi sebagai mediator sel T naif menuju organ limfoid perifer tempat antigen dan inisiasi respon imun. Pemberian ekstrak daun P. obtusa dan E. scaber dapat meningkatkan jumlah relatif sel T CD8+CD62L+ setelah pemberian selama 14 hari. Jumlah relatif sel T CD8+CD62L+ paling tinggi terlihat pada pemberian ekstrak daun dengan perbandingan dosis E. scaber dan P. obtusa 25:25mg/kgBB namun peningkatan ini tidak berbeda signifikan dibanding kelompok perlakuan lain. Jumlah relatif sel T CD8+CD62L+ menurun setelah pemberian perlakuan selama 18 Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 3 | 2014 pada semua kelompok perlakuan kecuali kelompok K2. Jumlah sel T naif pada kelompok perlakuan P2 menurun dari sebelumnya 5,6% pada hari ke-14 menjadi 3,9% pada hari ke-18 pembedahan. Kelompok K1 yang sebelumnya memiliki jumlah relatif CD8+CD62L+ 5,46% menjadi 2,7% setelah hari ke-18. Kelompok P1 memiliki jumlah sel T naif 4,3% pada hari ke-14 pembedahan, menurun hingga 1,5% setelah pemberian ekstrak daun E. scaber selama 18 hari. Berbeda dengan mencit kelompok perlakuan P1 yang mengalami peningkatan dari sebelumnya 3,6% menjadi 3,9% setelah kebuntingan mencapai 18 hari. Gambar 7. Grafik jumlah sel relatif CD8+CD62L+. Sel T naif CD62L merupakan sel yang belum pernah terpapar antigen dan kurang reaktif terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh. Jumlah sel T naif dan sel T teraktifasi pada penelitian ini memiliki hubungan berkebalikan. Ketika jumlah sel T teraktifasi menurun maka jumlah sel T naif lebih banyak begitu pula sebaliknya. Jumlah sel T CD62L akan berkurang seiring dengan meningkatnya jumlah sel T CD8+ yang teraktifasi. Menurut Jan dkk. (2007), CD62L merupakan marker aktivasi sel, sehingga penurunan jumlah sel T CD62L mengindikasikan aktivasi sel T naif menjadi sel T CD8+. Tanaman tapak liman dan kedondong laut merupakan 2 tumbuhan yang memiliki khasiat obat akan tetapi belum diketahui sifat keduanya apabila digunakan secara bersamaan. Kandungan biokimia dalam kedua tanaman tersebut dapat bersifat sinergis atau antagonis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pemberian ekstrak daun tapak liman 50mg/kgBB tanpa dapat meningkatkan jumlah sel T CD8+ dibandingkan pemberian campuran kedua ekstrak daun dengan dosis 25:25mg/kgBB meskipun menunjukkan 152 jumlah yang tidak signifikan. Kemungkinan ekstrak campuran daun tapak liman dan kedondong laut bersifat antagonis. Menurut Lee dan Evelyn (1996), sifat antagonis diartikan aktifitas suatu komponen yang dapat menghambat atau menurunkan suatu aktifitas komponen lainnya. Daun tapak liman dan kedondong laut yang diberikan secara bersamaan tidak dapat meningkatkan kerja atau jumlah relatif CD8+ sebagai komponen imunitas seluler yang berperan penting untuk eliminasi bakteri. KESIMPULAN Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa ekstrak campuran daun tapak liman dan kedondong laut dapat menaikkan jumlah relatif sel T CD8+CD62L- mencit infeksi yang diberi ekstrak daun tapak liman 50mg/kgBB dibandingkan mencit infeksi pada hari ke-18 kebuntingan dengan peningkatan yang tidak signifikan. Jumlah relatif sel T CD8+CD62L+ cenderung selalu lebih tinggi pada mencit P1 dibandingkan mencit K2 pada tiap pembedahan. Ekstrak daun tapak liman dan kedondong laut dengan dosis 50:0 dan 25:25 mg/kgBB tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah sel T CD8+ maupun sel T CD8+CD62L+ dibandingkan dengan kontrol. UCAPAN TERIMA KASIH Bapak sasmito djati, bapak muhaimin Rifa’i, mbak nanik, pak harmaji, fico, nida, ainun dan smua pihak yang telah membantu dalam penelitian. DAFTAR PUSTAKA Baratawidjaja, K. G., Iris R. 2010. Imunologi Dasar Edisi Ke-10. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Dewi, P. 2007. Karya Tulis Ilmiah: Pengaruh Pemberian Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Proliferasi Limfosit Pada Mencit Balb/C Yang Diinfeksi Salmonella typhimurium. FK Universitas Diponegoro. Semarang. Fuente, M., Victor V. M. 2000. Anti-oxidants as modulators of immune function. Immunology and Cell Biology 78: 49-54. Jan, T. R., Wey S. P., Kuan C. C., Liao M. H., Wu H. Y. 2007. Diosgenin, A Plant Derived Sapogenin, Enchange Regulatory T-cell Immunity In The Intestine Of Mice With With Food Allergy. J. PlantaMed. 73:421-426. Juniarianto, E. 1987. Penetapan Kandungan Zat Besi Pada Akar Dan Daun Tapak Liman Jurnal Biotropika | Vol. 2 No. 3 | 2014 (Elephantopus scaber, Linn.) FF UNAIR. Surabaya. Lee, J. K. dan Evelyn R. H. 1996. Farmacology: A Nurcing Process Approach. Penerjemah: Peter A. Gramedia. Jakarta Linda, K., Sri W., dan Muhaimin R. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn.) Terhadap Peningkatan Jumlah Sel T CD4+ dan CD8+ pada Timus Mencit (Mus musculus). Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya. Malang. Marmi. 2010. Thesis: Aktivitas Biologi Ekstrak Tapak Liman (Elephantopus scaber, L) Terhadap Perkembangan Limfosit Pada Mencit Balb/C. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya. Malang. Pinca, S., Muhammad S. D., Muhaimin R. 2013. Analisis Mobilisasi Sel T CD4+ dan CD8+ pada Timus Ayam Pedaging Pasca Infeksi Salmonella typhimurium dan Pemberian Simplisia Polyscias obtusa. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya. Malang. Pradana, A., Muhammad S. D., Muhaimin, R. . 2013. Mobilisasi CD4+, CD8+, dan B220+ pada Spleen Ayam Broiler dengan Pakan yang Mengandung Polyscias obtusa Pasca Infeksi Salmonella typhimurium. J.Exp. Life Sci. 2338-1655 Santos, R. L., Zhang S., Tsolis R. M., Kingsley R. A., Adams L. G., Baumler A. J. 2001. Animal Models of Salmonella Infections: Enteritis Versus Typhoid Fever. Microbes Infect. 3:1335–44. Walton, R. E. 2008. Principle and Practice of Endodontic. Penerjemah: Surnawinata. EGC. Jakarta. Cheeke, P. R. 2000. Actual And Potential Applications Of Yucca schidigera and Quillaja Saponaria Saponins In Human And Animal Nutrition. J Anim Sci 2000, 77:1-10. Gondo, H. K. 2007. Penggunaan Antibiotika pada Kehamilan. Wijaya Kusuma, Vol I, No 1, Januari 2007, 57-62. 153