MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007 PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN SOSIAL BUDAYA TERHADAP PARTISIPASI PRIA DALAM MENGGUNAKAN ALAT KB DI KELURAHAN KEFAMENANU SELATAN KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA Yoseph Anapah1, Engelina Nabuasa2, Christina Rony Nayoan3 Abstract: Famili planning is an effort of increasing, society care and role through mature age of marriage, birth term planning, famili resistant establistant establishtment, increase family prosperity in order to create small, happy and prosperouns family. Generally this research is aimed to analyse the influence of knowledge, attitude and social culture toward mens' participation is using contraception safety. The type of research is analytic survey with cross-sectional approach. The sample of the research were fertile couple (especially men), who live in South Kefamenanu Village, aged 35 or more, have two children or more. The number of sample were 52 men chosen by purposive sampling technigue. The result of statistic test shows that knowledge influence is (p=0,007 p (p < 0,005)), there is no attitude influence in using contraception safety p (p=0,68 ( p> 0,05)), there is no social culture influence toward men's participation in using contraception safety (p=0,000 (p<0,005)). It is suggested that there must be an increase on men's knowledge, attitude and social culture through promotion and special elucidation about the use of contraception by men so that they (husbands) can be motivated to join the contraception program. Mother (wives) are supposed to motivation their husband join Planning Family program. Keywords: Family Planning, Participation, Knowledge, Attitude, Social Culture PENDAHULUAN Latar Belakang Penyelenggaraan Program Keluarga Berencana (KB) Nasional pada era baru hendaknya didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan perundangundangan yang berlaku agar dapat memenuhi kepastian hukum, asas kepatuhan dan keadilan, transparansi, demokrasi serta akuntabilitas. Berdasarkan perundang-undangan yang telah ada, program KB Nasional dinyatakan sebagai salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan kesejahteraan sosial yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia kawin, peningkatan ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga (BKKBN 2004). Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, tujuan pembangunan program KB Nasional dimasa mendatang adalah meningkatkan kualitas program KB untuk memenuhi hak-hak reproduksi, kesehatan reproduksi, pemberdayaan keluarga, peningkatan kesejahteraan anak, pemberdayaan perempuan dan pengendalian kelahiran agar terwujudnya keluarga berkualitas. Perwujudan keluarga berkualitas ini tidaklah berdiri sendiri, melainkan didasari atas asumsi adanya dukungan dan kerjasama yang sinergis antar berbagai sektor, swasta dan LSM yang berkaitan dengan program KB Nasional ( BKKBN 2004). Sejak dicanangkannya program KB Nasional tahun 1969 akseptor atau peserta KB hampir sebagian besar adalah perempuan. Ketidaksetaraan gender dalam bidang KB dan Kesehatan Reproduksi sangat berpengaruh pada keberhasilan program. Sebagian besar masyarakat serta penentu kebijakan masih menganggap bahwa penggunaan kontrasepsi adalah urusan perempuan, disamping masih relatif rendahnya kepedulian pria terhadap reproduksi keluarganya terutama dalam hal kehamilan dan kelahiran (BKKBN 2004). Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 Staf Dinas Kesehatan Kabupaten TTU1 Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku2 taf Pengajar Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu PerilakuS3 Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB menunjukkan bahwa kesetaraan pria dalam mengikuti program KB hanya 1,3% dengan perician 0,9 % menggunakan kondom dan 0,4 % MOP atau vasektomi. Sedangkan untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) jumlah peserta KB aktif pria sampai dengan bulan Desember tahun 2005 sebanyak 6.617 (1,87%) dari jumlah PUS yaitu 353.523 dengan perincian 1.527 menggunakan kondom dan 5.090 adalah MOP (Rakerda Program KB Propinsi NTT 2006). Secara khusus untuk Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), jumlah akseptor KB pria sampai dengan bulan Desember 2006 sebanyak 74 orang atau 0,23% dari jumlah PUS yaitu 30.695, dan peserta KB pria terbanyak terdapat di Kelurahan Kefa Selatan Kecamatan Kota dengan jumlah 11 orang atau 1,7 % dari jumlah PUS 634 (Lap. Tahunan Puskesmas Sasi 2006). Rendahnya partisipasi pria dalam menggunakan alat KB dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pengetahuan, sikap pria dan sosial budaya masyarakat. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan berperan besar dalam memberikan wawasan terhadap pembentukan sikap masyarakat terhadap kesehatan. Pria yang tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang KB, tidak akan termotivasi untuk berperan serta dalam menggunakan alat KB. Sikap dapat dirumuskan sebagai pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk merespons terhadap obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional (Sarwono 1998). Alport (dalam Notoatmodjo, 2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok yaitu komponen kognitif (pengetahuan, kepercayaan, dan pandangan), afektif (perasaan dan emosi), dan konatif (kecenderungan untuk bertindak). Ketiga komponen ini secara bersama-sama dapat membentuk sikap yang utuh dalam hal ini sikap pria dalam menggunakan alat KB. Koenjaraningrat 1990 (dalam Munandar 2000), budaya atau peradaban mengandung pengertian yang meliputi pemahaman, perasaan suatu bangsa yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat-istiadat dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat. Penjarangan anak melalui program KB di Kabupaten TTU mula-mula masyarakat kurang dapat menerima program ini terutama program KB yang menggunakan spriral, karena menurut mereka yang boleh memandang, meraba mereka (istri) hanya suami sah yang boleh memandang, meraba dan menggunakan alat vital istrinya. KB dengan alat KB kontrasepsi lainnya juga kurang populer karena dikuatirkan efek samping yang sangat mungkin terjadi. Efek samping penggunaan alat KB buatan antara lain ada ibu yang melahirkan anaknya cacat, seperti buta atau anggota badan tidak lengkap atau tidak dapat bicara dan lain-lain. Disamping masalah penjarangan kelahiran dengan KB, ada juga pasangan yang menginginkan kelahiran anak, meskipun anaknya sudah lebih dari tujuh orang, misalnya dengan alasan mencari anak berjenis kelamin lain, bila ketujuh anak yang dilahirkan dengan jenis kelamin sama (Amsikan 2005). Sejalan dengan perkembangan jaman, maka lamban laun masyarakat di Kabupaten TTU mulai mengenal KB buatan dan mulai mengikuti program KB, tetapi pesertanya hampir sebagian besarnya adalah perempuan. Pemahaman masyarakat TTU akan masalah gender terutama mengenai pembagian kerja secara seksual belum mendapat perhatian dari kaum pria, dimana perempuan tugasnya adalah mengurusi hal-hal dalam rumah. Perempuan dalam masyarakat sederhana harus dilindungi karena mereka lebih penting daripada laki-laki yakni untuk memperbanyak anggota 45 MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007 suku. Sementara laki-laki mengurusi halhal diluar rumah. Oleh karena urusan dalam rumah berkaitan dengan soal kesejahteraan termasuk dengan KB adalah urusan perempuan (Amsikan 2005). Rumusan masalah yang dikaji dalam penulisan ini adalah apakah ada pengaruh pengetahuan, sikap dan sosial budaya terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB. Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan sosial budaya terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB. Sedangkan Tujuan khususnya adalah untuk: (1)Mengetahui pengaruh pengetahuan pria dalam menggunakan alat KB; (2)Mengetahui pengaruh sikap pria dalam menggunakan alat KB; (3)Mengetahui pengaruh sosial budaya terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB. Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagian dan sejahtera (PP No 21). Program Keluarga Berencana merupakan bagian integral dari pembangunan sangat penting dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk. Pelaksanaan Keluarga Berencana didasarkan atas adanya jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi (2,1%) untuk tahun 19611971, struktur umur yang kurang menguntungkan yaitu kelompok umur usia muda (0-14 th) relatif besar (42,1 %). Disamping itu persebaran dan kepadatan penduduk yang tidak seimbang sekitar 60% penduduk berdiam di pulau Jawa dan Bali serta angka kelahiran total (FTR) pada tahun 1971 sebesar 4,3 % (BKKBN 1993). 46 Dengan kondisi tersebut maka langkah konkrit yang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu dengan dibentuknya Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) pada tahun 1968 yang berstatus sebagai lembaga semi pemerintah dan berfungsi mengembangkan keluarga berencana dan mengelola segala jenis bantuan untuk keluarga berencana di Indonesia. Pada tahun 1970 dengan SK Presiden No.8 tahun 1970, LKBN ditingkatkan statusnya menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang berstatus sebagai lembaga pemerintah Non Departemen. Maka sejak saat itu telah dimantapkan adanya pelaksanaan Program KB Nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan program KB, maka perkembangan kebijaksanaan dituangkan didalam GBHN seperti halnya didalam tahun 1973 disebutkan bahwa agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat, harus dibarengi dengan peraturan pertumbuhan jumlah penduduk melalui Program Keluarga Berencana, yang mutlak harus dilaksanakan dengan berhasil, karena kegagalan pelaksanaan keluarga berencana akan mengakibatkan hasil usaha pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat membahayakan generasi yang akan datang. Pelaksanaan keluarga berencana ditempuh dengan cara-cara sukarela, dengan pertimbangan nilai agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Usaha Pengendalian pertumbuhan penduduk perlu diperluas dan diintensifkan melalu Gerakan Keluarga Berencana Nasional yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, sehingga dapat mempercepat perwujudan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (BKKBN JATIM, 1995). Dengan makin berkembangnya pelaksanaan Gerakan KB dalam mewujudkan keluarga kecil Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB bahagia dan sejahtera, maka secara nasional komitmen politis telah mensahkan Undang-Undang No.10 tahun 1992 tentang perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Berencana Sejahtera. Komitmen politis telah diperjelas dalam GBHN tahun 1993 yang menyebutkan bahwa Pembangunan Keluarga Sejahtera diarahkan kepada terwujudnya kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilainilai luhur budaya bangsa guna meningkatkan kesejahteraan keluarga dan membina ketahanan keluarga agar mampu mendukung kegiatan pembangunan (BKKBN, 1995). Gerakan Keluarga Berencana Nasional sebagai salah satu kegiatan pokok dalam upaya mencapai keluarga sejahtera diarahkan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dengan cara menurunkan angka kelahiran untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi sehingga terwujud peningkatan kesejahteraan keluarga. Gerakan Keluarga Berencana diupayakan agar makin membudaya dan makin mandiri melalui penyelenggaraan penyuluhan keluarga berencana, peningkatan kualitas dan kemudahan pelayanan. Dalam usaha meningkatkan pemeriksaan keluarga berencana nasional peranan pria sangat penting dan menentukan. Sebagai kepala keluarga pria merupakan tulang punggung keluarga dan selalu terlibat untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan (Manuba, 1998). Dengan pertimbangan demikian, telah dikembangkan bentuk kontrasepsi pria antara lain : Kondom, metode hormonal, vas oklusi dan vasektomi. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).Pengetahuan yang tercakup dalam dominan kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation). Sikap Sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk merespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dsb), disamping komponen kognitif (pengetahuan tentang obyek itu) serta aspek konatif (kecendrungan bertindak). Sedangkan pengetahuan lebih bersifat pengenalan suatu benda/hal secara obyektif. Selain bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dsb). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang obyek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1998). Menurut Thurstone (dalam Walgito 1990), sikap sebagai suatu tindakan afeksi yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek psikologis. Afeksi yang positif yaitu afeksi yang senang sedangkan afeksi yang negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan. Nowcomb 1965 (dalam Walgito 1990), menghubungkan sikap dengan 47 MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007 komponen kognitif dan komponen konatif. Namun komponen afektif justru tidak nampak, seperti yang ditampakkan oleh Thurstone. Rokeach 1968 (dalam Walgito 1990), memberikan pengertian bahwa sikap telah terkandung komponen kognitif dan juga komponen konatif yaitu sikap merupakan predisposing untuk merespos untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan presisposisi untuk berbuat atau berperilaku. Namun seperti halnya pada Newcomb komponen afeksi tidak menampak pada batasan afektif (feeling) dan komponen konatif (behavior tendencies). Dari semua pendapat diatas ditarik suatu kesimpulan bahwa sikap merupakan organisasi pendapat keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya (Walgito, 1990). Sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap antara lain : Komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong/menimbulkan perilaku yang tertentu. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia lain untuk membentuk sikap dengan pendorongpendorong lain . Sosial Budaya Menurut Koentjaraningrat 1990 (dalam Munandar 2000), kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Sedangkan budaya merupakan perkembangan majemuk dari budidaya yang berarti daya dari budi sehingga dibedakan antara budaya yang berarti daya dari budi berupa cipta, 48 karsa, dan rasa dan kebudayaan yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Kebudayaan atau peradaban mengandung pengertian yang luas meliputi pemahaman, perasaan suatu bangsa yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat (kebiasaan) dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat. Masyarakat pedalaman di Kabupaten TTU berpendapat bahwa pengunaan alat kontrasepsi masih cukup dikuatirkan karena akan membawa dampak/efek samping bagi ibu yang melahirkan bayinya. Penjarangan kelahiran dapat dilakukan dengan pemanggangan. Setelah melahirkan, umumnya seorang ibu khususnya dipedalaman menjalani pemanggangan dengan bara api selama sekitar 3 bulan. Selama menjalani pemanggangan sang suami akan tidur didalam lumbung agar memberikan kesempatan cukup untuk ibu mengurus anak hingga mandiri. Pada masa ini suami umumnya tahu bahwa mereka belum dapat tidur berkumpul dengan isterinya. Mereka berasumsi bahwa bila mereka bersetubuh dengan isterinya yang masih aktif menyusui anak, dikuatirkan anak akan meminum Air Susu Ibu (ASI) yang sudah tercemar sehingga anak akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan (Amsikan,2005). METODE Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross-sectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoadmodjo, 2005). Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kelurahan Kefamenanu Selatan Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pasangan Usia Subur (PUS) 634 di Kelurahan Kefa Selatan , Kecamatan Kota Kefamenanu. Sampel Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan tehnik purposive sampling. Tehnik purposive sampling adalah cara pemilihan subjek berdasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu sehingga sampel dapat memberikan informasi dengan akurat dan efisien, yang diarahkan untuk mencapai tujuan penelitian. Sampel yang dipakai dalam penelitian ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (a)PUS yang telah mempunyai 2 anak atau lebih; (b) PUS yang berusia 35 tahun atau lebih. Digunakannya ciri-ciri sampel tersebut karena PUS yang mempunyai 2 anak adalah PUS yang mendukung program pemerintah yaitu ber-KB sedangkan PUS yang umurnya 35 tahun atau lebih adalah pasangan mempunyai resiko kehamilan yang besar bagi seorang ibu apabila melahirkan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka besaran sampel yang diambil adalah sebanyak 52 orang. Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan menggunakan kuesioner. Variabel Variabel dalam penelitian ini adalah Pengetahuan pria tentang KB dan alat KB, Sikap pria dalam menggunakan alat KB, Sosial budaya dan Partisipasi pria dalam KB. HASIL Kelurahan Kefamenanu Selatan merupakan salah satu dari 13 kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara yang memiliki luas wilayah sebesar 7 km Jumlah penduduk di Kelurahan Kefamenanu Selatan sampai dengan bulan April 2007, tercatat sebanyak 8.137 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 4089 jiwa dan perempuan 4048 jiwa dengan angka kepadatan penduduk 1053/km. Pasangan Usia Subur di Kelurahan Kefamenanu Selatan berjumlah 634 orang sedangkan peserta KB aktif berjumlah 353. Ini berarti ada pasangan usia subur yang tidak ber KB yaitu sebanyak 281 orang. Pengetahuan Pria tentang KB, Jenis KB dan Alat KB Secara rinci pengetahuan pria tentang pengertian KB, jenis KB dan alat KB yang digunakan pria dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Pengetahuan Pria tentang KB, jenis KB dan Alat KB yang digunakan pria Tahun 2007 Pengetahuan Pria Baik Cukup Kurang Jumlah Partisipasi Pria dalam menggunakan Alat KB Aktif Tidak aktif N % N % 6 11,5 15 28,8 0 0 16 30,8 0 0 15 28,8 6 11,5 46 88,5 N % 21 16 15 52 40,4 30,8 28,8 100 Pada Tabel 1 menunjukan bahwa jumlah pria yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 52 orang, pria (suami) yang berpengetahuan baik pada partisipasi pria dalam menggunakan alat KB aktif sebanyak 6 orang (11,5 %) dan pada partisipasi pria dalam menggunakan alat KB tidak aktif sebanyak 15 orang (28,8 %). Pria (suami) yang berpengetahuan cukup hanya dapat dilihat pada partisipasi pria dalam menggunakan alat KB tidak aktif sebanyak 16 orang (30,8 %) dan pria yang berpengetahuan rendah juga hanya dapat dilihat pada partisipasi pria dalam menggunakan alat KB tidak aktif sebanyak 15 orang (28,8 %). Sikap Pria dalam menggunakan alat KB Distribusi Sikap Pria Dalam Menggunakan Alat KB Tahun 2007 disajikan pada Tabel 2. 49 MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007 Tabel 2. Distribusi Sikap Pria Dalam Menggunakan Alat KB Tahun 2007 Sikap Pria Partisipasi Pria dalam menggunakan Alat KB Aktif Tidak aktif N % N % N % Baik 6 11,5 27 51,9 33 63,5 Cukup 0 0 14 26,9 14 26,9 Buruk 0 0 8 15,4 8 15,4 Jumlah 6 11,5 46 88,5 52 100 Tabel 2 menunjukan bahwa jumlah pria yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 52 orang. Pria (suami) yang memiliki sikap baik pada partisipasi pria dalam menggunakan alat KB aktif sebanyak 6 orang (11,5 %) dan tidak aktif sebanyak 24 orang (46,2 %), Pria (suami) yang mempunyai sikap cukup hanya dapat dilihat pada partisipasi pria dalam menggunakan alat KB tidak aktif sebanyak 14 orang (26,9 %) dan pria (suami) yang mempunyai sikap buruk juga hanya dapat dilihat pada partisipasi pria dalam menggunakan alat KB tidak aktif sebanyak 8 orang (15,4 %). Pengaruh Sosial Budaya terhadap Partisipasi Pria dalam menggunakan alat KB Tabel 3. Distribusi Pengaruh Sosial Budaya terhadap Partisipasi Pria Dalam menggunakan Alat KB Tahun 2007 Sosial Budaya Partisipasi Pria dalam menggunakan Alat KB Aktif N % N PEMBAHASAN Analisis Pengetahuan Pria terhadap Partisipasi Pria Dalam menggunakan alat KB Pengetahuan sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Meskipun perilaku itu sendiri tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan, tetapi perilaku yang didasari oleh pengetahuan pada umumnya akan bersifat lebih tahan lama dibandingkan dengan perilaku yang dipengaruhi oleh faktor lain (Notoatmodjo, 1999) Pengetahuan berperan besar dalam memberikan wawasan terhadap pembentukan sikap masyarakat terhadap kesehatan. Sikap tersebut akan diikuti dengan tindakan dalam melakukan usaha-usaha peningkatan kesehatan. Pria (suami) yang tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang KB tidak akan termotivasi untuk mengikuti program KB (Notoatmojo, 2003). % Tidak aktif N % Baik 6 11,5 8 15,4 14 26,9 Cukup 0 0 19 36,5 19 36,5 Buruk 0 0 19 36,5 19 36,5 Jumlah 6 11,5 46 88,5 52 100 Tabel 3 menunjukan bahwa jumlah pria yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 52 orang . Sosial budaya yang baik yang mempengaruhi pria (suami) dalam partisipasinya menggunakan alat KB untuk partisipasi pria yang aktif sebanyak 6 orang (11,5 %) dan social budaya baik untuk yang 50 tidak aktif sebanyak 8 orang (15,4 %). Sosial budaya yang cukup yang mempengaruhi pria (suami) dalam menggunakan alat KB hanya dapat dilihat pada responden yang tidak aktif sebanyak 19 orang (36,5 %). Dan sosial budaya yang buruk yang mempengaruhi pria (suami) dalam menggunakan alat KB juga hanya dapat dilihat pada pria yang tidak aktif sebanyak 19 orang (36,5 %). Hasil analisis statistik dengan uji ChiSquare terhadap penelitian yang dilaksanakan di Kelurahan Kefamenanu Selatan, menghasilkan nilai probabilitas = 0,007 (p < 0,05), artinya bahwa makin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, makin tinggi pula tingkat partisipasi orang tersebut. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Kelurahan Kefamenanu Selatan, dimana dari 52 responden hanya 21 orang (40,4%) yang berpengetahuan baik dan dari 21 orang yang berpengetauan baik 6 orang (11,5%) aktif mengikuti program KB Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB sedangkan 15 orang (28,8%) tidak aktif dalam KB. Dengan demikian maka ada pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB. Adapun hasil penelitian lain yang mendukung penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh SDKI tahun 20022003 tentang kesenjangan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi, menunjukan bahwa dari semua responden (n=100) hanya 39 % yang mengetahui manfaat dari KB. Hal ini disebabkan karena masih sangat terbatasnya informasi tentang kontrasepsi pria dan kesehatan reproduksi. Analisis Sikap Pria terhadap Partisipasi Pria dalam menggunakan Alat KB Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak. Sikap merupakan suatu pandangan , tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki oleh orang. Pengetahuan mengenai suatu obyek tidak sama dengan sikap terhadap suatu objek. Sikap mempunyai segi motivasi berarti segi dinamis menuju suatu tujuan berusaha mencapai suatu tujuan. Sikap dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan kecenderungan bertindak sesuai dengan pengetahuan itu. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto 1999). Hasil analisis statistik dengan uji ChiSquare yang dilakukan terhadap penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kefamenanu Selatan menghasilkan nilai probabilitas = 0,68 (p > 0,05). Hal ini menunjukan bahwa tidak ada pengaruh sikap terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB, dimana dalam penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kefamenanu Selatan dari 52 responden 33 responden (63,5%) sikapnya positif (baik) terhadap penggunaan alat KB pada pria. Menurut teori WHO (Notoatmojo, 2003) menyatakan bahwa sikap positif seseorang tidak otomatis terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Sikap juga akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Sikap juga di pengaruhi oleh nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam bermasyarakat. Analisis Pengaruh Sosial Budaya terhadap Partisipasi Pria dalam menggunakan alat KB. Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan. Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah pola-pola budaya yang ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat dengan adanya pembatasanpembatasan kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal itu memuat halhal yang oleh sebagian besar dari masyarakat tersebut diakui sebagai kewajiban yang harus dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah yang sering disebut dengan norma-norma. Walaupun kita semua tahu bahwa tidak semua orang dalam kebudayaannya selalu berbuat seperti apa yang telah mereka patokan bersama sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila para warga masyarakat selalu mematuhi dan mengikuti norma-norma yang ada pada masyarakatnya maka tidak akan ada apa yang disebut dengan pembatasan-pembatasan kebudayaan. 51 MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007 Sebagian dari pola-pola yang ideal tersebut dalam kenyataannya berbeda dengan perilaku sebenarnya karena pola-pola tersebut telah dikesampingkan oleh cara-cara yang dibiasakan oleh masyarakat. Pada umumnya kebudayaan itu dikatakan bersifat adaptif, karena kebudayaan melengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan mereka, dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisikgeografis maupun pada lingkungan sosialnya (Siregar, 2001). Hadiwijono 1979 (dalam Van Peursen 2001) mengatakan bahwa kebudayaan sebagai ketegangan antara kehidupan (imanesi) dan transendesi dapat dipandang sebagai ciri khas dari kehidupan manusia seluruhnya. Hidup manusia berlangsung ditengah-tengah arus proses kehidupan, tetapi selalu juga muncul dari arus alam raya untuk menilai alamnya sendiri dan mengubahnya. (transendensi). Kebudayaan sangat mementingkan upacara-upacara adat yang bersifat religius penuh unsur-unsur kebatinan dan mistik. Adat dipandang sebagai pedoman untuk mewujudkan suatu kesatuan yang utuh antara manusia dengan alam maupun manusia dengan sesama. Seluruh kenyataan hidup diatur oleh adat, manusia tidak dapat bebas dari adat dimana dan kapan saja ia berada. Adat mengatur segala kehidupan manusia dari generasi ke generasi. Pada masyarakat yang masih memegang teguh dan menjunjung tinggi adat istiadat kepercayaan pada kebiasaan-kebiasaan melakukan upacara-upacara adat, masih terus dipelihara dan dilestarikan, Atoni Pah Meto (orang dawan) misalnya kebiasaan-kebiasan itu masih terlihat pada upacara-upacara adat salah satu diantaranya yaitu perkawinan adat. Menurut Suparlan (1990) Perkawinan adat adalah hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang diakui oleh masyarakat berdasarkan aturan-aturan yang ada dalam 52 masyarakat itu. Selanjutnya ia mengatakan bahwa suatu perkawinan adat mewujudkan adanya keluarga yang memberikan keabsahan atas status kelahiran anak-anak mereka. Hasil analisis statistik dengan uji ChiSquare terhadap penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kefamenanu Selatan menunjukan bahwa ada pengaruh antara sosial budaya terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB dimana nilai probalilitas yang diperoleh = 0,000 (p < 0,05). Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kefamenanu Selatan, dimana dari 52 responden 38 orang (73%) menyatakan bahwa keadaan sosial budaya setempat cukup berpengaruh terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB. Pada masyarakat Atoni Meto (dawan) dalam melaksanakan fungsinya sebagai seorang suami dan istri mempunyai tugas dan tanggung jawab masingmasing. Seorang suami perperan sebagai pelindung dan pengawas serta mencari pendapatan bagi keluarga. Sedangkan seorang istri berperan sebagai ibu rumah tangga yang melayani suami serta anak-anak dalam keluarga. Karena tugas istri sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi anak-anak, maka dalam urusan penjarangan anakpun istrilah yang bertanggung jawab karena istri yang hamil dan melahirkan.(Taena 2001) Hasil penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nau (2002) di Ngada dimana semua responden (n=60) tidak mengikuti program KB modern, mereka lebih memilih KB alamiah dengan alasan mengikuti program yang ditawarkan oleh gereja dan untuk Keluarga Berencana Alamiah (KBA) dianggap aman, tidak menimbulkan resiko dan sangat menghargai harkat dan martabat manusia. Hasil penelitian lainnya yang mendukung juga dilakukan oleh Seran (2000) di Belu dimana dalam Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB penelitiannya dikatakan bahwa laki-laki (suami) memiliki kemampuan yang terbatas, sehingga kurang menyadari tugas dan tanggung jawab tentang anak dan urusan KB sehingga seorang perempuan (istri) yang mengatur semuanya atau terlibat aktif. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan halhal sebagai berikut : (1)Hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Kelurahan Kefamenanu Selatan, menunjukkan bahwa pengetahuan pria berpengaruh dalam menggunakan alat KB. Makin tinggi pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, makin tinggi pula tingkat partisipasi orang tersebut; (2)Sikap pria tidak berpengaruh dalam menggunakan alat KB. Hal ini terbukti pada hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kefamenanu Selatan, dimana sebagian besar responden mempunyai sikap yang baik (positif) terhadap penggunaan alat KB. Sikap positif seseorang tidak otomatis terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu; (3) Sosial Budaya berpengaruh terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB. Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kefamenanu Selatan dimana dalam penelitian ini ditemukan bahwa sosial budaya setempat cukup berpengaruh terhadap keikutsertaan pria dalam menggunakan alat KB. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka hal-hal yang dapat disarankan penulis adalah sebagai berikut : (1)Untuk instansi terkait dalam hal ini BKKBN, Dinas Kesehatan dan Puskesmas agar lebih meningkatkan promosi dan penyuluhan khususnya mengenai penggunaan alat KB oleh pria sehingga pria (suami) dapat termotivasi untuk mengikuti program tersebut; (2) Diharapkan kepada para ibu (istri) agar selalu memberikan motivasi kepada suami agar bersedia untuk mengikuti program KB; (3)Bagi peneliti selanjutnya, perlu melakukan penelitian lanjutan tentang variabel-variabel lain seperti motivasi, sarana, biaya, dukungan dari petugas kesehatan yang mempengaruhi pria dalam menggunakan alat KB. DAFTAR PUSTAKA Amsikan G. Yahanes, 2005. Perempuan Biboki Mitos dan Pengetahuan Mengenai Kehamilan, Kelahiran dan Pemeliharaan Anak (Suatu Kajian Antropologi). Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusantara BKKBN.1993. Pengayoman Medis Keluarga Berencana.Jakarta BKKBN. BKKBN.1991.Pelayanan Kontrasepsi Bagi Dokter Spesialis Non Obgyn.Jakarta BKKBN. BKKBN.1995.Seperempat Abad Gerakan Keluarga Berencana Nasional Menuju Pembangunan Keluarga Sejahtera, Jawa Timur Kanwil BKKBN. BKKBN.1991. Kaleidoskop KB, KS dan Kependudukan. Jakarta BKKBN. BKKBN.1992. Membangun Keluarga Kecil Sejahtera. Jakarta BKKBN. BKKBN,1994.Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 1994 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera.Jakarta BKKBN BKKBN, 2001. Partisipasi KB Pria Masih Rendah Depkes RI, 1992. Undang-Undang RI.No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan : Depkes RI. Endah Wimarni,Ir. 2005. Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana Murti, Bhisma 1995. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi.Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Nau,Tarsisius.2002. Peranan Suami Dalam Pengambilan Keputusan pada Keluarga Matrilineal di Kec. Ngada. Skripsi. Kupang : Universitas Nusa Cendana. 53 MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007 Notoatmodjo, Sukidjo.1999. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Sukidjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Sukidjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Purwanto, Heri.1999. Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta Register KB Puksmas Sasi Tahun 2005 Santoso, Singgih, 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta, PT Alex Media Komputindo. Sarwono, Solita,1990. Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta : GajahMada University Press. 54 Siregar Leonard, 2001. Antropologi Dan Konsep Budaya. Suparlan, 1990. Keluarga Dan Kekerabatan Menusia Indonesia ; Individu dan Masyarakat. CV Akademika Presindo Jakarta. Seran, Simon, 2000. Adat Matamsa dalam Perkawinan Matrilineal di Belu. Skripsi. Kupang : Universitas Nusa Cendana. Soelaeman Munandar M. 2000. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Refika Aditama. Taena Kalistus, 2001. Perkawinan Adat Pada Masyarakat Atoni Pah Moto. Skripsi. Kupang : Universitas Nusa Cendana Van Peursen, 2001. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi.