Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap

advertisement
MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007
PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN SOSIAL BUDAYA TERHADAP
PARTISIPASI PRIA DALAM MENGGUNAKAN ALAT KB
DI KELURAHAN KEFAMENANU SELATAN KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA
Yoseph Anapah1, Engelina Nabuasa2, Christina Rony Nayoan3
Abstract: Famili planning is an effort of increasing, society care and role through mature
age of marriage, birth term planning, famili resistant establistant establishtment, increase
family prosperity in order to create small, happy and prosperouns family. Generally this
research is aimed to analyse the influence of knowledge, attitude and social culture
toward mens' participation is using contraception safety. The type of research is analytic
survey with cross-sectional approach. The sample of the research were fertile couple
(especially men), who live in South Kefamenanu Village, aged 35 or more, have two
children or more. The number of sample were 52 men chosen by purposive sampling
technigue. The result of statistic test shows that knowledge influence is (p=0,007 p (p <
0,005)), there is no attitude influence in using contraception safety p (p=0,68 ( p> 0,05)),
there is no social culture influence toward men's participation in using contraception safety
(p=0,000 (p<0,005)). It is suggested that there must be an increase on men's knowledge,
attitude and social culture through promotion and special elucidation about the use of
contraception by men so that they (husbands) can be motivated to join the contraception
program. Mother (wives) are supposed to motivation their husband join Planning Family
program.
Keywords: Family Planning, Participation, Knowledge, Attitude, Social Culture
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyelenggaraan Program Keluarga
Berencana (KB) Nasional pada era baru
hendaknya didasarkan pada ketentuan
hukum dan peraturan perundangundangan yang berlaku agar dapat
memenuhi kepastian hukum, asas
kepatuhan dan keadilan, transparansi,
demokrasi
serta
akuntabilitas.
Berdasarkan perundang-undangan yang
telah ada, program KB Nasional
dinyatakan sebagai salah satu program
yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas penduduk, mutu sumber daya
manusia, kesehatan dan kesejahteraan
sosial yang selama ini dilaksanakan
melalui
pengaturan
kelahiran,
pendewasaan usia kawin, peningkatan
ketahanan keluarga dan kesejahteraan
keluarga (BKKBN 2004).
Sejalan dengan arah kebijakan tersebut,
tujuan pembangunan program KB
Nasional dimasa mendatang adalah
meningkatkan kualitas program KB untuk
memenuhi
hak-hak
reproduksi,
kesehatan reproduksi, pemberdayaan
keluarga, peningkatan kesejahteraan
anak, pemberdayaan perempuan dan
pengendalian kelahiran agar terwujudnya
keluarga
berkualitas.
Perwujudan
keluarga berkualitas ini tidaklah berdiri
sendiri, melainkan didasari atas asumsi
adanya dukungan dan kerjasama yang
sinergis antar berbagai sektor, swasta
dan LSM yang berkaitan dengan
program KB Nasional ( BKKBN 2004).
Sejak dicanangkannya program KB
Nasional tahun 1969 akseptor atau
peserta KB hampir sebagian besar
adalah perempuan. Ketidaksetaraan
gender dalam bidang KB dan Kesehatan
Reproduksi sangat berpengaruh pada
keberhasilan program. Sebagian besar
masyarakat serta penentu kebijakan
masih menganggap bahwa penggunaan
kontrasepsi adalah urusan perempuan,
disamping masih relatif rendahnya
kepedulian pria terhadap reproduksi
keluarganya
terutama
dalam
hal
kehamilan dan kelahiran (BKKBN 2004).
Hasil Survey Demografi Kesehatan
Indonesia
(SDKI)
tahun
2003
Staf Dinas Kesehatan Kabupaten TTU1
Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku2
taf Pengajar Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu PerilakuS3
Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB
menunjukkan bahwa kesetaraan pria
dalam mengikuti program KB hanya
1,3%
dengan
perician
0,9
%
menggunakan kondom dan 0,4 % MOP
atau vasektomi. Sedangkan untuk
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
jumlah peserta KB aktif pria sampai
dengan bulan Desember tahun 2005
sebanyak 6.617 (1,87%) dari jumlah
PUS yaitu 353.523 dengan perincian
1.527 menggunakan kondom dan 5.090
adalah MOP (Rakerda Program KB
Propinsi NTT 2006). Secara khusus
untuk Kabupaten Timor Tengah Utara
(TTU), jumlah akseptor KB pria sampai
dengan bulan Desember 2006 sebanyak
74 orang atau 0,23% dari jumlah PUS
yaitu 30.695, dan peserta KB pria
terbanyak terdapat di Kelurahan Kefa
Selatan Kecamatan Kota dengan jumlah
11 orang atau 1,7 % dari jumlah PUS
634 (Lap. Tahunan Puskesmas Sasi
2006).
Rendahnya partisipasi pria dalam
menggunakan alat KB dipengaruhi oleh
beberapa
faktor
antara
lain
pengetahuan, sikap pria dan sosial
budaya
masyarakat.
Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Pengetahuan berperan besar dalam
memberikan
wawasan
terhadap
pembentukan
sikap
masyarakat
terhadap kesehatan. Pria yang tidak
mempunyai pengetahuan yang luas
tentang KB, tidak akan termotivasi untuk
berperan serta dalam menggunakan alat
KB. Sikap dapat dirumuskan sebagai
pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan
untuk
merespons
terhadap obyek atau situasi tertentu.
Sikap mengandung suatu penilaian
emosional (Sarwono 1998). Alport
(dalam Notoatmodjo, 2003) menjelaskan
bahwa sikap mempunyai 3 (tiga)
komponen pokok yaitu komponen
kognitif (pengetahuan, kepercayaan, dan
pandangan), afektif (perasaan dan
emosi), dan konatif (kecenderungan
untuk bertindak). Ketiga komponen ini
secara bersama-sama dapat membentuk
sikap yang utuh dalam hal ini sikap pria
dalam
menggunakan
alat
KB.
Koenjaraningrat 1990 (dalam Munandar
2000),
budaya
atau
peradaban
mengandung pengertian yang meliputi
pemahaman, perasaan suatu bangsa
yang kompleks meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, adat-istiadat
dan pembawaan lainnya yang diperoleh
dari anggota masyarakat.
Penjarangan anak melalui program KB di
Kabupaten TTU mula-mula masyarakat
kurang dapat menerima program ini
terutama
program
KB
yang
menggunakan spriral, karena menurut
mereka yang boleh memandang, meraba
mereka (istri) hanya suami sah yang
boleh
memandang,
meraba
dan
menggunakan alat vital istrinya. KB
dengan alat KB kontrasepsi lainnya juga
kurang populer karena dikuatirkan efek
samping yang sangat mungkin terjadi.
Efek samping penggunaan alat KB
buatan antara lain
ada ibu yang
melahirkan anaknya cacat, seperti buta
atau anggota badan tidak lengkap atau
tidak dapat bicara dan lain-lain.
Disamping
masalah
penjarangan
kelahiran dengan KB, ada juga
pasangan yang menginginkan kelahiran
anak, meskipun anaknya sudah lebih
dari tujuh orang, misalnya dengan alasan
mencari anak berjenis kelamin lain, bila
ketujuh anak yang dilahirkan dengan
jenis kelamin sama (Amsikan 2005).
Sejalan dengan perkembangan jaman,
maka lamban laun masyarakat di
Kabupaten TTU mulai mengenal KB
buatan dan mulai mengikuti program KB,
tetapi pesertanya hampir sebagian
besarnya
adalah
perempuan.
Pemahaman masyarakat TTU akan
masalah gender terutama mengenai
pembagian kerja secara seksual belum
mendapat perhatian dari kaum pria,
dimana perempuan tugasnya adalah
mengurusi
hal-hal
dalam
rumah.
Perempuan
dalam
masyarakat
sederhana harus dilindungi karena
mereka lebih penting daripada laki-laki
yakni untuk memperbanyak anggota
45
MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007
suku. Sementara laki-laki mengurusi halhal diluar rumah. Oleh karena urusan
dalam rumah berkaitan dengan soal
kesejahteraan termasuk dengan KB
adalah urusan perempuan (Amsikan
2005).
Rumusan masalah yang dikaji dalam
penulisan ini adalah apakah ada
pengaruh pengetahuan, sikap dan sosial
budaya terhadap partisipasi pria dalam
menggunakan alat KB. Adapun tujuan
umum dalam penelitian ini adalah
menganalisis pengaruh pengetahuan,
sikap dan sosial budaya terhadap
partisipasi pria dalam menggunakan alat
KB. Sedangkan Tujuan khususnya
adalah untuk: (1)Mengetahui pengaruh
pengetahuan pria dalam menggunakan
alat KB; (2)Mengetahui pengaruh sikap
pria
dalam menggunakan alat KB;
(3)Mengetahui pengaruh sosial budaya
terhadap
partisipasi
pria
dalam
menggunakan alat KB.
Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana (KB) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan,
pengaturan
kelahiran,
pembinaan
ketahanan
keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga
untuk mewujudkan keluarga kecil,
bahagian dan sejahtera (PP No 21).
Program
Keluarga
Berencana
merupakan
bagian
integral
dari
pembangunan sangat penting dalam
mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Pelaksanaan
Keluarga
Berencana
didasarkan
atas
adanya
jumlah
penduduk yang besar dengan kualitas
rendah, laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi (2,1%) untuk tahun 19611971, struktur umur yang kurang
menguntungkan yaitu kelompok umur
usia muda (0-14 th) relatif besar (42,1
%). Disamping itu persebaran dan
kepadatan
penduduk
yang
tidak
seimbang
sekitar
60%
penduduk
berdiam di pulau Jawa dan Bali serta
angka kelahiran total (FTR) pada tahun
1971 sebesar 4,3 % (BKKBN 1993).
46
Dengan kondisi tersebut maka langkah
konkrit
yang
dilaksanakan
oleh
pemerintah yaitu dengan dibentuknya
Lembaga Keluarga Berencana Nasional
(LKBN) pada tahun 1968 yang berstatus
sebagai lembaga semi pemerintah dan
berfungsi mengembangkan keluarga
berencana dan mengelola segala jenis
bantuan untuk keluarga berencana di
Indonesia. Pada tahun 1970 dengan SK
Presiden No.8 tahun 1970, LKBN
ditingkatkan statusnya menjadi Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) yang berstatus sebagai
lembaga pemerintah Non Departemen.
Maka sejak saat itu telah dimantapkan
adanya pelaksanaan Program KB
Nasional yang menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Sebagai tindak lanjut pelaksanaan
program KB, maka perkembangan
kebijaksanaan
dituangkan
didalam
GBHN seperti halnya didalam tahun
1973
disebutkan
bahwa
agar
pembangunan
ekonomi
dan
peningkatan kesejahteraan rakyat dapat
terlaksana
dengan
cepat,
harus
dibarengi
dengan
peraturan
pertumbuhan jumlah penduduk melalui
Program Keluarga Berencana, yang
mutlak harus dilaksanakan dengan
berhasil, karena kegagalan pelaksanaan
keluarga
berencana
akan
mengakibatkan
hasil
usaha
pembangunan menjadi tidak berarti dan
dapat membahayakan generasi yang
akan datang.
Pelaksanaan keluarga
berencana ditempuh dengan cara-cara
sukarela, dengan pertimbangan nilai
agama dan Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Usaha
Pengendalian
pertumbuhan
penduduk
perlu
diperluas
dan
diintensifkan melalu Gerakan Keluarga
Berencana Nasional yang menjangkau
seluruh lapisan masyarakat, sehingga
dapat
mempercepat
perwujudan
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera
(BKKBN JATIM, 1995). Dengan makin
berkembangnya pelaksanaan Gerakan
KB dalam mewujudkan keluarga kecil
Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB
bahagia dan sejahtera, maka secara
nasional
komitmen
politis
telah
mensahkan
Undang-Undang
No.10
tahun 1992 tentang perkembangan
Kependudukan
dan
Pembangunan
Keluarga Berencana Sejahtera.
Komitmen politis telah diperjelas dalam
GBHN tahun 1993 yang menyebutkan
bahwa
Pembangunan
Keluarga
Sejahtera diarahkan kepada terwujudnya
kehidupan keluarga sebagai wahana
persemaian nilai-nilai agama dan nilainilai luhur budaya bangsa guna
meningkatkan kesejahteraan keluarga
dan membina ketahanan keluarga agar
mampu
mendukung
kegiatan
pembangunan (BKKBN, 1995). Gerakan
Keluarga Berencana Nasional sebagai
salah satu kegiatan pokok dalam upaya
mencapai keluarga sejahtera diarahkan
untuk mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk dengan cara menurunkan
angka
kelahiran
untuk
mencapai
keseimbangan
antara
pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan ekonomi
sehingga
terwujud
peningkatan
kesejahteraan
keluarga.
Gerakan
Keluarga Berencana diupayakan agar
makin membudaya dan makin mandiri
melalui penyelenggaraan penyuluhan
keluarga
berencana,
peningkatan
kualitas dan kemudahan pelayanan.
Dalam
usaha
meningkatkan
pemeriksaan
keluarga
berencana
nasional peranan pria sangat penting
dan menentukan. Sebagai kepala
keluarga
pria
merupakan
tulang
punggung keluarga dan selalu terlibat
untuk menentukan jumlah anak yang
diinginkan (Manuba, 1998). Dengan
pertimbangan
demikian,
telah
dikembangkan bentuk kontrasepsi pria
antara lain : Kondom, metode hormonal,
vas oklusi dan vasektomi.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan
dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt
behavior).Pengetahuan yang tercakup
dalam dominan kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
aplikasi (aplication), analisis (analysis),
sintesis
(synthesis),
evaluasi
(evaluation).
Sikap
Sikap
dapat
dirumuskan
sebagai
kecendrungan untuk merespons (secara
positif atau negatif) terhadap orang,
obyek atau situasi tertentu. Sikap
mengandung
suatu
penilaian
emosional/afektif (senang, benci, sedih,
dsb), disamping komponen kognitif
(pengetahuan tentang obyek itu) serta
aspek konatif (kecendrungan bertindak).
Sedangkan pengetahuan lebih bersifat
pengenalan suatu benda/hal secara
obyektif.
Selain bersifat positif atau
negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak
benci, dsb). Sikap itu tidaklah sama
dengan perilaku dan perilaku tidaklah
selalu mencerminkan sikap seseorang,
sebab
seringkali
terjadi
bahwa
seseorang memperlihatkan tindakan
yang bertentangan dengan sikapnya.
Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya
tambahan
informasi
tentang obyek tersebut, melalui persuasi
serta tekanan dari kelompok sosialnya
(Sarwono, 1998).
Menurut Thurstone (dalam Walgito
1990), sikap sebagai suatu tindakan
afeksi yang bersifat positif maupun
negatif dalam hubungannya dengan
objek psikologis. Afeksi yang positif yaitu
afeksi yang senang sedangkan afeksi
yang negatif adalah afeksi yang tidak
menyenangkan.
Nowcomb 1965 (dalam Walgito 1990),
menghubungkan
sikap
dengan
47
MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007
komponen kognitif dan komponen
konatif. Namun komponen afektif justru
tidak nampak, seperti yang ditampakkan
oleh Thurstone.
Rokeach 1968 (dalam Walgito 1990),
memberikan pengertian bahwa sikap
telah terkandung komponen kognitif dan
juga komponen konatif yaitu sikap
merupakan
predisposing
untuk
merespos untuk berperilaku. Ini berarti
bahwa sikap berkaitan dengan perilaku,
sikap merupakan presisposisi untuk
berbuat atau berperilaku. Namun seperti
halnya pada Newcomb komponen afeksi
tidak menampak pada batasan afektif
(feeling) dan komponen konatif (behavior
tendencies).
Dari semua pendapat diatas ditarik suatu
kesimpulan bahwa sikap merupakan
organisasi
pendapat
keyakinan
seseorang mengenai objek atau situasi
yang relatif yang disertai adanya
perasaan tertentu dan memberikan
dasar kepada orang tersebut untuk
membuat respons atau berperilaku
dalam cara yang tertentu yang dipilihnya
(Walgito, 1990). Sikap mengandung tiga
komponen yang membentuk struktur
sikap antara lain : Komponen kognitif,
komponen afektif dan komponen konatif.
Sikap merupakan faktor yang ada dalam
diri
manusia
yang
dapat
mendorong/menimbulkan perilaku yang
tertentu. Walaupun demikian sikap
mempunyai segi-segi perbedaan dengan
pendorong-pendorong lain yang ada
dalam
diri
manusia
lain
untuk
membentuk sikap dengan pendorongpendorong lain .
Sosial Budaya
Menurut Koentjaraningrat 1990 (dalam
Munandar 2000), kebudayaan dapat
diartikan
hal-hal yang bersangkutan
dengan
akal.
Sedangkan
budaya
merupakan perkembangan majemuk dari
budidaya yang berarti daya dari budi
sehingga dibedakan antara budaya yang
berarti daya dari budi berupa cipta,
48
karsa, dan rasa dan kebudayaan yang
berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa.
Kebudayaan
atau
peradaban
mengandung pengertian yang luas
meliputi pemahaman, perasaan suatu
bangsa
yang
kompleks
meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat-istiadat (kebiasaan) dan
pembawaan lainnya yang diperoleh dari
anggota
masyarakat.
Masyarakat
pedalaman
di
Kabupaten
TTU
berpendapat bahwa pengunaan alat
kontrasepsi masih cukup dikuatirkan
karena akan membawa dampak/efek
samping bagi ibu yang melahirkan
bayinya. Penjarangan kelahiran dapat
dilakukan
dengan
pemanggangan.
Setelah melahirkan, umumnya seorang
ibu khususnya dipedalaman menjalani
pemanggangan dengan bara api selama
sekitar 3 bulan. Selama menjalani
pemanggangan sang suami akan tidur
didalam lumbung agar memberikan
kesempatan cukup untuk ibu mengurus
anak hingga mandiri. Pada masa ini
suami umumnya tahu bahwa mereka
belum dapat tidur berkumpul dengan
isterinya. Mereka berasumsi bahwa bila
mereka bersetubuh dengan isterinya
yang masih aktif menyusui anak,
dikuatirkan anak akan meminum Air
Susu Ibu (ASI) yang sudah tercemar
sehingga
anak
akan
mengalami
gangguan
dalam
pertumbuhan
(Amsikan,2005).
METODE
Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah survey analitik
dengan pendekatan cross-sectional,
dimana data yang menyangkut variabel
bebas (independen) dan variabel terikat
(dependen) akan dikumpulkan dalam
waktu yang bersamaan (Notoadmodjo,
2005).
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kelurahan
Kefamenanu Selatan Kecamatan Kota
Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah
Utara (TTU).
Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh Pasangan Usia Subur (PUS)
634 di Kelurahan Kefa Selatan ,
Kecamatan Kota Kefamenanu.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil
dengan menggunakan tehnik purposive
sampling. Tehnik purposive sampling
adalah
cara
pemilihan
subjek
berdasarkan
pertimbanganpertimbangan tertentu sehingga sampel
dapat memberikan informasi dengan
akurat dan efisien, yang diarahkan untuk
mencapai tujuan penelitian. Sampel yang
dipakai dalam penelitian ini mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut : (a)PUS yang
telah mempunyai 2 anak atau lebih; (b)
PUS yang berusia 35 tahun atau lebih.
Digunakannya ciri-ciri sampel tersebut
karena PUS yang mempunyai 2 anak
adalah PUS yang mendukung program
pemerintah yaitu ber-KB sedangkan PUS
yang umurnya 35 tahun atau lebih
adalah pasangan mempunyai resiko
kehamilan yang besar bagi seorang ibu
apabila melahirkan. Berdasarkan ciri-ciri
tersebut maka besaran sampel yang
diambil adalah sebanyak 52 orang.
Instrumen yang digunakan dalam
mengumpulkan data adalah dengan
menggunakan kuesioner.
Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah
Pengetahuan pria tentang KB dan alat
KB, Sikap pria dalam menggunakan alat
KB, Sosial budaya dan Partisipasi pria
dalam KB.
HASIL
Kelurahan
Kefamenanu
Selatan
merupakan salah satu dari 13 kelurahan
yang ada di wilayah Kecamatan Kota
Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah
Utara yang memiliki luas wilayah
sebesar 7 km Jumlah penduduk di
Kelurahan Kefamenanu Selatan sampai
dengan bulan April 2007, tercatat
sebanyak 8.137 jiwa, yang terdiri dari
laki-laki 4089 jiwa dan perempuan 4048
jiwa dengan angka kepadatan penduduk
1053/km. Pasangan Usia Subur di
Kelurahan
Kefamenanu
Selatan
berjumlah 634 orang sedangkan peserta
KB aktif berjumlah 353. Ini berarti ada
pasangan usia subur yang tidak ber KB
yaitu sebanyak 281 orang.
Pengetahuan Pria tentang KB, Jenis
KB dan Alat KB
Secara rinci pengetahuan pria tentang
pengertian KB, jenis KB dan alat KB
yang digunakan pria dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Pengetahuan Pria
tentang KB, jenis KB dan Alat KB yang
digunakan pria Tahun 2007
Pengetahuan
Pria
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
Partisipasi Pria dalam
menggunakan Alat KB
Aktif
Tidak aktif
N
%
N
%
6
11,5
15
28,8
0
0
16
30,8
0
0
15
28,8
6
11,5
46
88,5
N
%
21
16
15
52
40,4
30,8
28,8
100
Pada Tabel 1 menunjukan bahwa jumlah
pria yang menjadi responden dalam
penelitian ini sebanyak 52 orang, pria
(suami) yang berpengetahuan baik pada
partisipasi pria dalam menggunakan alat
KB aktif sebanyak 6 orang (11,5 %) dan
pada
partisipasi
pria
dalam
menggunakan alat KB tidak aktif
sebanyak 15 orang (28,8 %). Pria
(suami) yang berpengetahuan cukup
hanya dapat dilihat pada partisipasi pria
dalam menggunakan alat KB tidak aktif
sebanyak 16 orang (30,8 %) dan pria
yang berpengetahuan rendah juga hanya
dapat dilihat pada partisipasi pria dalam
menggunakan alat KB tidak aktif
sebanyak 15 orang (28,8 %).
Sikap Pria dalam menggunakan alat
KB
Distribusi
Sikap
Pria
Dalam
Menggunakan Alat KB Tahun 2007
disajikan pada Tabel 2.
49
MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007
Tabel 2. Distribusi Sikap Pria Dalam
Menggunakan Alat KB Tahun 2007
Sikap
Pria
Partisipasi Pria dalam
menggunakan Alat KB
Aktif
Tidak aktif
N
%
N
%
N
%
Baik
6
11,5
27
51,9
33
63,5
Cukup
0
0
14
26,9
14
26,9
Buruk
0
0
8
15,4
8
15,4
Jumlah
6
11,5
46
88,5
52
100
Tabel 2 menunjukan bahwa jumlah pria
yang
menjadi
responden
dalam
penelitian ini sebanyak 52 orang. Pria
(suami) yang memiliki sikap baik pada
partisipasi pria dalam menggunakan alat
KB aktif sebanyak 6 orang (11,5 %) dan
tidak aktif sebanyak 24 orang (46,2 %),
Pria (suami) yang mempunyai sikap
cukup hanya dapat dilihat pada
partisipasi pria dalam menggunakan alat
KB tidak aktif sebanyak 14 orang (26,9
%) dan pria (suami) yang mempunyai
sikap buruk juga hanya dapat dilihat
pada
partisipasi
pria
dalam
menggunakan alat KB tidak aktif
sebanyak 8 orang (15,4 %).
Pengaruh Sosial Budaya terhadap
Partisipasi Pria dalam menggunakan
alat KB
Tabel 3. Distribusi Pengaruh Sosial
Budaya terhadap Partisipasi Pria Dalam
menggunakan Alat KB Tahun 2007
Sosial
Budaya
Partisipasi Pria dalam
menggunakan Alat KB
Aktif
N
%
N
PEMBAHASAN
Analisis Pengetahuan Pria terhadap
Partisipasi Pria Dalam menggunakan
alat KB
Pengetahuan
sangat
berpengaruh
terhadap perilaku seseorang. Meskipun
perilaku itu sendiri tidak hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan, tetapi
perilaku yang didasari oleh pengetahuan
pada umumnya akan bersifat lebih tahan
lama dibandingkan dengan perilaku yang
dipengaruhi
oleh
faktor
lain
(Notoatmodjo, 1999)
Pengetahuan berperan besar dalam
memberikan
wawasan
terhadap
pembentukan
sikap
masyarakat
terhadap kesehatan. Sikap tersebut akan
diikuti
dengan
tindakan
dalam
melakukan usaha-usaha peningkatan
kesehatan. Pria (suami) yang tidak
mempunyai pengetahuan yang luas
tentang KB tidak akan termotivasi untuk
mengikuti program KB (Notoatmojo,
2003).
%
Tidak aktif
N
%
Baik
6
11,5
8
15,4
14
26,9
Cukup
0
0
19
36,5
19
36,5
Buruk
0
0
19
36,5
19
36,5
Jumlah
6
11,5
46
88,5
52
100
Tabel 3 menunjukan bahwa jumlah pria
yang
menjadi
responden
dalam
penelitian ini sebanyak 52 orang . Sosial
budaya yang baik yang mempengaruhi
pria (suami) dalam partisipasinya
menggunakan alat KB untuk partisipasi
pria yang aktif sebanyak 6 orang (11,5
%) dan social budaya baik untuk yang
50
tidak aktif sebanyak 8 orang (15,4 %).
Sosial budaya yang cukup yang
mempengaruhi pria (suami) dalam
menggunakan alat KB hanya dapat
dilihat pada responden yang tidak aktif
sebanyak 19 orang (36,5 %). Dan sosial
budaya yang buruk yang mempengaruhi
pria (suami) dalam menggunakan alat
KB juga hanya dapat dilihat pada pria
yang tidak aktif sebanyak 19 orang (36,5
%).
Hasil analisis statistik dengan uji ChiSquare
terhadap
penelitian
yang
dilaksanakan di Kelurahan Kefamenanu
Selatan, menghasilkan nilai probabilitas
= 0,007 (p < 0,05), artinya bahwa makin
tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang, makin tinggi pula tingkat
partisipasi orang tersebut. Hal ini dapat
dilihat pada hasil penelitian yang telah
dilaksanakan di Kelurahan Kefamenanu
Selatan, dimana dari 52
responden
hanya
21
orang
(40,4%)
yang
berpengetahuan baik dan dari 21 orang
yang berpengetauan baik 6 orang
(11,5%) aktif mengikuti program KB
Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB
sedangkan 15 orang (28,8%) tidak aktif
dalam KB. Dengan demikian maka ada
pengaruh
pengetahuan
terhadap
partisipasi pria dalam menggunakan alat
KB. Adapun hasil penelitian lain yang
mendukung penelitian ini yaitu penelitian
yang dilakukan oleh SDKI tahun 20022003 tentang kesenjangan gender dalam
KB
dan
kesehatan
reproduksi,
menunjukan
bahwa
dari
semua
responden (n=100) hanya 39 % yang
mengetahui manfaat dari KB. Hal ini
disebabkan karena masih sangat
terbatasnya
informasi
tentang
kontrasepsi
pria
dan
kesehatan
reproduksi.
Analisis
Sikap
Pria
terhadap
Partisipasi Pria dalam menggunakan
Alat KB
Sikap adalah pandangan atau perasaan
yang disertai kecenderungan untuk
bertindak. Sikap merupakan suatu
pandangan , tetapi dalam hal ini masih
berbeda dengan suatu pengetahuan
yang dimiliki oleh orang. Pengetahuan
mengenai suatu obyek tidak sama
dengan sikap terhadap suatu objek.
Sikap mempunyai segi motivasi berarti
segi dinamis menuju suatu tujuan
berusaha mencapai suatu tujuan. Sikap
dapat merupakan suatu pengetahuan,
tetapi
pengetahuan
yang
disertai
kesediaan kecenderungan bertindak
sesuai dengan pengetahuan itu.
Sikap dapat bersifat positif dan dapat
pula bersifat negatif. Dalam sikap positif,
kecenderungan
tindakan
adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan
obyek tertentu, sedangkan dalam sikap
negatif terdapat kecenderungan untuk
menjauhi, menghindari, membenci, tidak
menyukai obyek tertentu (Purwanto
1999).
Hasil analisis statistik dengan uji ChiSquare
yang
dilakukan
terhadap
penelitian yang dilakukan di Kelurahan
Kefamenanu Selatan menghasilkan nilai
probabilitas = 0,68 (p > 0,05). Hal ini
menunjukan bahwa tidak ada pengaruh
sikap terhadap partisipasi pria dalam
menggunakan alat KB, dimana dalam
penelitian yang dilakukan di Kelurahan
Kefamenanu Selatan dari 52 responden
33 responden (63,5%) sikapnya positif
(baik) terhadap penggunaan alat KB
pada
pria.
Menurut
teori WHO
(Notoatmojo, 2003) menyatakan bahwa
sikap positif seseorang tidak otomatis
terwujud dalam suatu tindakan nyata.
Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan, yaitu sikap akan terwujud dalam
suatu tindakan tergantung pada situasi
saat itu. Sikap juga akan diikuti atau
tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan
pada
banyak
atau
sedikitnya
pengalaman
yang
dimiliki
oleh
seseorang. Sikap juga di pengaruhi oleh
nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap
orang dalam bermasyarakat.
Analisis Pengaruh Sosial Budaya
terhadap Partisipasi Pria dalam
menggunakan alat KB.
Kebudayaan adalah seluruh cara
kehidupan dari masyarakat dan tidak
hanya mengenai sebagian tata cara
hidup saja yang dianggap lebih tinggi
dan lebih diinginkan. Jadi, kebudayaan
menunjuk
pada
berbagai
aspek
kehidupan dalam setiap masyarakat,
oleh para anggotanya dikembangkan
sejumlah pola-pola budaya yang ideal
dan pola-pola ini cenderung diperkuat
dengan
adanya
pembatasanpembatasan kebudayaan. Pola-pola
kebudayaan yang ideal itu memuat halhal yang oleh sebagian besar dari
masyarakat tersebut diakui sebagai
kewajiban yang harus dilakukan dalam
keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola
inilah yang sering disebut dengan
norma-norma. Walaupun kita semua
tahu bahwa tidak semua orang dalam
kebudayaannya selalu berbuat seperti
apa yang telah mereka patokan bersama
sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab
bila para warga masyarakat selalu
mematuhi dan mengikuti norma-norma
yang ada pada masyarakatnya maka
tidak akan ada apa yang disebut dengan
pembatasan-pembatasan kebudayaan.
51
MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007
Sebagian dari pola-pola yang ideal
tersebut dalam kenyataannya berbeda
dengan perilaku sebenarnya karena
pola-pola tersebut telah dikesampingkan
oleh cara-cara yang dibiasakan oleh
masyarakat.
Pada
umumnya
kebudayaan itu dikatakan bersifat
adaptif, karena kebudayaan melengkapi
manusia dengan cara-cara penyesuaian
diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis
dari badan mereka, dan penyesuaian
pada lingkungan yang bersifat fisikgeografis maupun pada lingkungan
sosialnya (Siregar, 2001).
Hadiwijono 1979 (dalam Van Peursen
2001) mengatakan bahwa kebudayaan
sebagai ketegangan antara kehidupan
(imanesi)
dan
transendesi
dapat
dipandang sebagai ciri khas dari
kehidupan manusia seluruhnya. Hidup
manusia berlangsung ditengah-tengah
arus proses kehidupan, tetapi selalu juga
muncul dari arus alam raya untuk menilai
alamnya sendiri dan mengubahnya.
(transendensi).
Kebudayaan
sangat
mementingkan upacara-upacara adat
yang bersifat religius penuh unsur-unsur
kebatinan dan mistik.
Adat dipandang sebagai pedoman untuk
mewujudkan suatu kesatuan yang utuh
antara manusia dengan alam maupun
manusia dengan sesama. Seluruh
kenyataan hidup diatur oleh adat,
manusia tidak dapat bebas dari adat
dimana dan kapan saja ia berada. Adat
mengatur segala kehidupan manusia
dari generasi ke generasi. Pada
masyarakat yang masih memegang
teguh dan menjunjung tinggi adat istiadat
kepercayaan pada kebiasaan-kebiasaan
melakukan upacara-upacara adat, masih
terus dipelihara dan dilestarikan, Atoni
Pah Meto (orang dawan) misalnya
kebiasaan-kebiasan itu masih terlihat
pada upacara-upacara adat salah satu
diantaranya yaitu perkawinan adat.
Menurut Suparlan (1990) Perkawinan
adat adalah hubungan antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang
diakui oleh masyarakat berdasarkan
aturan-aturan
yang
ada
dalam
52
masyarakat
itu.
Selanjutnya
ia
mengatakan bahwa suatu perkawinan
adat mewujudkan adanya keluarga yang
memberikan keabsahan atas status
kelahiran anak-anak mereka.
Hasil analisis statistik dengan uji ChiSquare
terhadap
penelitian
yang
dilakukan di Kelurahan Kefamenanu
Selatan
menunjukan
bahwa
ada
pengaruh antara sosial budaya terhadap
partisipasi pria dalam menggunakan alat
KB dimana nilai probalilitas yang
diperoleh = 0,000 (p < 0,05). Hal ini
dapat dilihat pada hasil penelitian yang
dilakukan di Kelurahan Kefamenanu
Selatan, dimana dari 52 responden 38
orang
(73%)
menyatakan
bahwa
keadaan sosial budaya setempat cukup
berpengaruh terhadap partisipasi pria
dalam menggunakan alat KB.
Pada masyarakat Atoni Meto (dawan)
dalam melaksanakan fungsinya sebagai
seorang suami dan istri mempunyai
tugas dan tanggung jawab masingmasing. Seorang suami perperan
sebagai pelindung dan pengawas serta
mencari pendapatan bagi keluarga.
Sedangkan seorang istri berperan
sebagai ibu rumah tangga yang melayani
suami serta anak-anak dalam keluarga.
Karena tugas istri sebagai ibu rumah
tangga yang mengurusi anak-anak,
maka
dalam
urusan
penjarangan
anakpun istrilah yang bertanggung jawab
karena
istri
yang
hamil
dan
melahirkan.(Taena 2001)
Hasil penelitian lain yang mendukung
penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Nau (2002) di Ngada
dimana semua responden (n=60) tidak
mengikuti program KB modern, mereka
lebih memilih KB alamiah dengan alasan
mengikuti program yang ditawarkan oleh
gereja dan untuk Keluarga Berencana
Alamiah (KBA) dianggap aman, tidak
menimbulkan
resiko
dan
sangat
menghargai
harkat
dan
martabat
manusia. Hasil penelitian lainnya yang
mendukung juga dilakukan oleh Seran
(2000)
di
Belu
dimana
dalam
Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria Dalam Menggunakan Alat KB
penelitiannya dikatakan bahwa laki-laki
(suami) memiliki kemampuan yang
terbatas, sehingga kurang menyadari
tugas dan tanggung jawab tentang anak
dan urusan KB sehingga seorang
perempuan
(istri)
yang
mengatur
semuanya atau terlibat aktif.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan halhal sebagai berikut : (1)Hasil penelitian
yang telah dilaksanakan di Kelurahan
Kefamenanu
Selatan,
menunjukkan
bahwa pengetahuan pria berpengaruh
dalam menggunakan alat KB. Makin
tinggi pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang, makin tinggi pula tingkat
partisipasi orang tersebut; (2)Sikap pria
tidak berpengaruh dalam menggunakan
alat KB. Hal ini terbukti pada hasil
penelitian yang dilakukan di Kelurahan
Kefamenanu Selatan, dimana sebagian
besar responden mempunyai sikap yang
baik (positif) terhadap penggunaan alat
KB. Sikap positif seseorang tidak
otomatis terwujud dalam suatu tindakan
nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan, yaitu sikap akan terwujud dalam
suatu tindakan tergantung pada situasi
saat itu; (3) Sosial Budaya berpengaruh
terhadap
partisipasi
pria
dalam
menggunakan alat KB. Hal ini terbukti
pada penelitian yang dilakukan di
Kelurahan Kefamenanu Selatan dimana
dalam penelitian ini ditemukan bahwa
sosial
budaya
setempat
cukup
berpengaruh terhadap keikutsertaan pria
dalam menggunakan alat KB.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan maka hal-hal yang dapat
disarankan penulis adalah sebagai
berikut : (1)Untuk instansi terkait dalam
hal ini BKKBN, Dinas Kesehatan dan
Puskesmas agar lebih meningkatkan
promosi dan penyuluhan khususnya
mengenai penggunaan alat KB oleh pria
sehingga pria (suami) dapat termotivasi
untuk mengikuti program tersebut; (2)
Diharapkan kepada para ibu (istri) agar
selalu memberikan motivasi kepada
suami agar bersedia untuk mengikuti
program KB; (3)Bagi peneliti selanjutnya,
perlu melakukan penelitian lanjutan
tentang variabel-variabel lain seperti
motivasi, sarana, biaya, dukungan dari
petugas kesehatan yang mempengaruhi
pria dalam menggunakan alat KB.
DAFTAR PUSTAKA
Amsikan
G.
Yahanes,
2005.
Perempuan
Biboki
Mitos
dan
Pengetahuan Mengenai Kehamilan,
Kelahiran dan Pemeliharaan Anak
(Suatu Kajian Antropologi). Yogyakarta :
Yayasan Pustaka Nusantara
BKKBN.1993. Pengayoman Medis
Keluarga Berencana.Jakarta BKKBN.
BKKBN.1991.Pelayanan Kontrasepsi
Bagi
Dokter
Spesialis
Non
Obgyn.Jakarta BKKBN.
BKKBN.1995.Seperempat
Abad
Gerakan Keluarga Berencana Nasional
Menuju
Pembangunan
Keluarga
Sejahtera, Jawa Timur Kanwil BKKBN.
BKKBN.1991. Kaleidoskop KB, KS
dan Kependudukan. Jakarta BKKBN.
BKKBN.1992. Membangun Keluarga
Kecil Sejahtera. Jakarta BKKBN.
BKKBN,1994.Peraturan Pemerintah
No
21
Tahun
1994
Tentang
Penyelenggaraan
Pembangunan
Keluarga Sejahtera.Jakarta BKKBN
BKKBN, 2001. Partisipasi KB Pria
Masih Rendah
Depkes RI, 1992. Undang-Undang
RI.No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan : Depkes RI.
Endah Wimarni,Ir. 2005. Partisipasi
Pria Dalam Keluarga Berencana
Murti, Bhisma 1995. Prinsip dan
Metode Riset Epidemiologi.Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan
Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Nau,Tarsisius.2002. Peranan Suami
Dalam Pengambilan Keputusan pada
Keluarga Matrilineal di Kec. Ngada.
Skripsi. Kupang : Universitas Nusa
Cendana.
53
MKM Vol. 02 No.01 Juni 2007
Notoatmodjo, Sukidjo.1999. Ilmu
Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip
Dasar. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo,
Sukidjo,
2002.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
Sukidjo,
2003.
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta.
Purwanto, Heri.1999. Pengantar
Perilaku Manusia Untuk Keperawatan.
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Register KB Puksmas Sasi Tahun
2005
Santoso, Singgih, 2001. Buku
Latihan SPSS Statistik Parametrik.
Jakarta, PT Alex Media Komputindo.
Sarwono,
Solita,1990.
Sosiologi
Kesehatan. Yogyakarta : GajahMada
University Press.
54
Siregar Leonard, 2001. Antropologi
Dan Konsep Budaya.
Suparlan, 1990. Keluarga Dan
Kekerabatan Menusia Indonesia ;
Individu dan Masyarakat. CV Akademika
Presindo Jakarta.
Seran, Simon, 2000. Adat Matamsa
dalam Perkawinan Matrilineal di Belu.
Skripsi. Kupang : Universitas Nusa
Cendana.
Soelaeman Munandar M. 2000. Ilmu
Budaya Dasar Suatu Pengantar. Refika
Aditama.
Taena Kalistus, 2001. Perkawinan
Adat Pada Masyarakat Atoni Pah Moto.
Skripsi. Kupang : Universitas Nusa
Cendana
Van
Peursen,
2001.
Strategi
Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius
Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial
Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi.
Download