Segmentasi Tulang Rawan pada MRI Lutut Menggunakan Metode Kontur Aktif Multiresolusi Faizal Johan Atletiko1) , Mauridhi Hery Pernomo2) , Ketut Edy Purnama3) 1) Jurusan Sistem Informasi ITS, Surabaya 60111, email: [email protected] Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111, email: [email protected] 3) Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111, email: [email protected] 2) Abstrak – Osteoarthritis adalah salah satu tipe dari radang sendi (arthritis) . Osteoarthritis akan merusak tulang rawan ( cartilage ) pada sendi-sendi . Analisa citra MRI ataupun X-Ray pada sendi-sendi pasien dapat membantu dokter memberikan saran untuk tindakan medis lebih lanjut. Salah satu metode dalam melakukan analisa citra MRI adalah segmentasi pada area tulang muda ataupun bagian lain yang terduga mengalami kelainan. Penelitian ini menggunakan segmentasi citra dengan metode kontur aktif multiresolusi. Metode kontur aktif multiresolusi sesuai digunakan untuk segmentasi citra medis karena tahan terhadap noise yang ada di sekitar objek. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan 10 MRI lutut dengan berbagai variasi parameter pada metode kontur aktif multiresolusi . Didapatkan hasil optimal pada nilai parameter deformasi yaitu nilai elastisitas sebesar 0.8 , nilai kekakuan sebesar 0.3 , nilai kekentalan sebesar 0.5, dan bobot dari kekuatan external pada proses deformasi sebesar 0.6. Dibandingkan terhadap segmentasi manual , rata-rata akurasi segmentasi yang diperoleh adalah 0.91 ( 0.98 maksimum , 0.88 minimum ). . Kata Kunci: segmentasi citra, kontur multiresolusi, deteksi tepi, osteoarthritis. aktif, 1. PENDAHULUAN MRI atau Magnetic Resonance Image (MRI) memiliki kandungan informasi yang sangat penting. Dewasa ini, informasi yang terdapat dalam MRI sangat penting bagi dunia kedokteran. Informasi yang terkandung dalam MRI tersebut sangat dibutuhkan untuk menganalisa diagnosis suatu penyakit atau meneliti adanya kerusakan sel-sel atau jaringan. Salah satu contoh adalah citra lutut yang di dalamnya terdapat informasi mengenai volume tulang rawan diantara Tibia dan Femur. Semakin meningkatnya jumlah penderita Osteoartritis patut diwaspadai. Diagnosis dini terhadap Osteoartritis tersebut merupakan hal yang penting, karena kemungkinan untuk dapat disembuhkan pada tahap dini sangat besar. Diagnosa awal dari Osteoartritis dapat dilakukan dengan mendeteksi batas tulang rawan. Tidak ada tes darah untuk diagnosis dari osteoarthritis. Tes-tes darah dilakukan untuk menyampingkan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan osteoarthritis sekunder, serta untuk menyampingkan kondisi-kondisi arthritis lain yang dapat meniru osteoarthritis. Melakukan pengambilan MRI ataupun XRay pada sendi-sendi pasien yang terduga mengalami osteoarthritis , sehingga dokter dapat menyarankan tindakan medis berikutnya. Penemuanpenemuan pada MRI ataupun X-Ray yang umum dari pasien terduga osteoarthritis adalah kemungkinan kehilangan cartilage (tulang rawan) sendi, penyempitan dari ruang sendi antara tulangtulang yang berdekatan, dan pembentukan bone spur (tulang spur). Pengujian citra resoanasi magnetik ataupun X-Ray sederhana dapat sangat bermanfaat untuk menyampingkan penyebab-penyebab lain dari nyeri pada sendi tertentu serta membantu dalam membuat keputusan kapan intervensi operasi harus dipertimbangkan. Diperlukan analisa yang hati-hati dari lokasi, durasi, dan karakter dari gejala-gejala sendi dan penampakan dari sendi-sendi membantu dokter dalam mendiagnosa osteoarthritis. Pembesaran bertulang dari sendi-sendi dari pembentukanpembentukan spur adalah karakteristik dari osteoarthritis. Oleh karenanya, kehadiran dari Heberden's nodes, Bouchard's nodes, dan bunions (pembengkakan ibu jari) dari kaik-kaki dapat mengindikasikan pada dokter diagnosis dari osteoarthritis. Dalam Penelitian ini diimplementasikan sebuah teknik pengolahan citra digital yang berupa segmentasi citra medis lutut dengan metode kontur aktif multiresolusi. Metode kontur aktif multiresolusi baik digunakan untuk segmentasi citra medis karena tahan terhadap noise yang ada di sekitar objek, sehingga bentuk objek yang diamati pada citra medis tertentu akan ditemukan. 2. KONTUR AKTIF MULTIRESOLUSI Model kontur aktif multiresolusi dapat mendefinisikan bidang kekuatan eksternal baru yaitu wavelet vector field. Keuntungan dari wavelet vector field adalah tahan terhadap noise dan dapat mensegmentasi citra medis yang rumit. Gradien dari sebuah citra adalah vektor yang terdiri dari besaran dan arah. Besaran vektor merefleksikan perubahan step pada citra gray scale, sedangkan arah vektor merepresentasikan tepi citra. Berdasarkan hal tersebut, vektor transformasi wavelet Wf = (Wa1 f ( x, y ),Wa 2 f ( x, y )) menggantikan vektor gradien pada GGVF. Dari teori transformasi wavelet, selain besaran dan arah, vektor transformasi wavelet juga memiliki 2 karakteristik yaitu transformasi wavelet adalah multiskala dan basis wavelet adalah fleksibel [6]. Bidang vektor meminimasi energi: wavelet dibentuk untuk 2.1 Deteksi Tepi Multiskala Multiscale edge detection atau deteksi tepi multiskala yang berbasis pada transformasi wavelet telah diperkenalkan oleh Mallat [7]. Untuk citra 2 dimensi, terdapat 2 komponen pada transformasi wavelet pada skala a , yaitu W a1 dan W a 2 yang didapatkan dari konvolusi citra f ( x, y ) dengan wavelet ψ a ( x, y ) 1 dan ψ a 2 ( x, y ) , sebagai berikut: Wa1 f ( x, y ) = f ( x, y ) *ψ a1 ( x, y ) (3.9a) W a 2 f ( x, y ) = f ( x, y ) *ψ a 2 ( x, y ) (3.9b) E = ∫∫ µ ∇Vw + Wf Vw − Wf dxdy Wavelet Dimana Wf adalah vektor transformasi wavelet pada skala a : dilasi dari sebuah mother wavelet yang nilainya mendekati turunan pertama dari fungsi Gaussian smoothing θ ( x, y ) pada skala a . 2 2 2 Wf = (Wa1 f ( x, y ),Wa 2 f ( x, y )) Berikut ini merupakan algortima untuk metode kontur aktif multiresolusi: 1. 2. Deteksi tepi multiskala berbasis transformasi wavelet pada sebuah citra akan didapatkan edge map. Pilihan basis wavelet dan skala terbesar adalah berdasarkan karakter dari citra target. Misalnya, dapat memilih skala terbesar 3 dan fungsi Mexican hat sebagai basis wavelet. Basis lain yang juga dapat digunakan adalah Gaussian. Transformasi wavelet untuk edge map pada arah horizontal dan orientasi vertikal, didapatkan dan W a 1 f ( x, y ) W a 2 f ( x, y ) . Misal u = W a1 f ( x, y ) dan v = W a 2 f ( x, y ) , maka ψ a ( x, y ) 1 2 2 ψ 1 ( x, y ) = ∂θ ( x, y ) ∂x ψ 2 ( x, y ) = ∂θ ( x, y ) ∂y 2 3. 2 Inisialisasi kurva s = (v1 , v 2 ,...v n ) pada bidang vektor wavelet kemudian pada setiap titik v( x, y ) mendekati tepi yang diharapkan dengan formula: x = inv × (γ × x + κ × wx ) y = inv × (γ × y + κ × wy ) wy adalah vector komponen Wf . Sedangkan inv , γ , κ adalah parameter yang wx dan mengontrol kecepatan snake atau kurva aktif kontur. 2 merupakan (3.10a) Kemudian mother wavelet pada skala a , dapat didefinisikan sebagai berikut: ψ a 1 ( x, y ) = 1 1 x y ψ ( , ) a a a2 ψ a 2 ( x, y ) = 1 2 x y ψ ( , ) a a a2 (3.7a) v = v + µ∇ 2 v − (v − Wf y )(Wf x + Wf y ) ψ a ( x, y ) Didefinisikan 2 mother wavelet adalah turunan parsial dari fungsi Gaussian atau Mexican Hat 2 dimensi terhadap x dan y. Misalnya θ ( x, y ) adalah fungsi Gaussian 2 dimensi, maka: akan dilakukan sebanyak n iterasi pada formula berikut: u = u + µ∇ 2 u − (u − Wf x )(Wf x + Wf y ) dan Dua komponen dari transformasi wavelet W a1 dan W a 2 merepresentasikan vektor gradien dari citra f ( x, y ) . Modulus dari vektor gradien adalah sebagai berikut: 2 M a f ( x, y ) = W a 1 f ( x, y ) + W a 2 f ( x, y ) 2 Dan orientasi dari vektor gradien Aa f ( x, y ) adalah sebagai berikut: Aa f ( x, y ) = α ( x, y ) Wa1 f ( x, y ) ≥ 0 Aa f ( x, y ) = π − α ( x, y ) Wa1 f ( x, y ) < 0 Mulai Dimana: α ( x, y ) = tan −1 (Wa f ( x, y ) / Wa f ( x, y ) ) 2 1 Deteksi tepi multiskala berbasis transformasi wavelet dapat mengatasi citra bernoise dibandingkan dengan operasi gradien yang sensitif terhadap noise. Pada deteksi tepi dengan operator gradien, bagian tepi yang terkena noise akan tereduksi, sehingga batas tepi tidak tampak jelas. Sedangkan pada deteksi tepi multiskala, bagian tepi yang terkena noise masih tampak jelas dan noise semakin kabur. Deteksi tepi multiskala dapat menghasilkan batas tepi yang lebih jelas dibandingkan dengan operator gradien. Citra gray-level Menghitung edge map dengan deteksi edge multiskala berbasis transformasi wavelet Edge Map Menghitung vector field dengan melakukan transformasi wavelet pada edge map 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Perancangan proses Masukan awal berupa citra medis yang merupakan gray-level. Selanjutnya citra medis ini akan diproses dengan metode deteksi tepi multiskala berbasis transformasi wavelet sehingga didapatkan edge map. Data edge map tersebut dgunakan sebagai masukan pada proses perhitungan vector field yang kemudian vector field dinormalisasi. Dengan sebuah kurva inisialisasi, proses deformasi dilakukan dengan inisialisasi kurva sebagai kekuatan internal dan vector field sebagai kekuatan eksternal yang mempengaruhi proses perubahan kontur. 3.2 Hasil Uji Coba Pada uji coba ini dilakukan pembuatan kurva inisialisasasi sebanyak 3 macam : • kurva irregular sepanjang area tulang rawan yang berdekatan dengan area tulang rawan • kurva regular dengan bentuk persegi panjang atau jajaran genjang • kurva irregular sepanjang area tulang rawan yang agaj menjauh dengan area tulang rawan Dari perbandingan ini maka bisa dilihat bahwa bentuk inisialisasi kurva irregular sepanjang area tulang rawan yang berdekatan dengan area tulang rawan adalah yang menghasilkan hasil segmentasi terbaik. Pada Gambar 2 ditampilkan hasil perbandingan pada MRI slice1.bmp. Pada kolom ke 1 adalah bentuk kurva inisialisasi. Sedangkan pada kolom ke 2 adalah hasil akhir segmentasi pada citra asal. Membangkitkan vector field dari edge map Vector field Menghitung besaran dari bidang vektor dan menormalisasi bidang vektor Vector field ternormalisasi Menginisialisasi awal sebuah snake Melakukan proses deformasi snake secara iteratif dengan vector field ternormalisasi sebagai external force field Snake pada tepi obyek Selesai Gambar 1: Diagram alir segmentasi citra MRI lutut Dari gambar dapat dilihat bahwa bentuk dan kurva inisialiasi mempengaruhi hasil segmentasi. Hal ini dikarenakan snake melakukan deformable lebih mendekati ke edge map terdekat. jarak akhir yang nilai (a) (b) (c) (d) (e) (f) (a) (b) Gambar 3 : Hasil perbandingan metode segmentasi menggunakan kontur aktif multiresolusi dengan metode kontur aktif dengan segmentasi lokal atau global secara selektif (c) Gambar 2: Hasil perbandingan bentuk kurva inisialisasi Pada skenario ketiga akan dibandingkan dengan hasil penelitian yang menggunakan metode kontur aktif dengan segmentasi lokal atau global secara selektif , dimana metode kontur aktif tersebut akan mengenali area di sebuah citra secara keseluruhan tanpa perlu membuat bentuk kurva inisialisasi. Pada kolom pertama menggunakan metode kontur aktif multiresolusi. Hasil segmentasi metode kontur aktif dengan segmentasi lokal atau global secara selektif ada di kolom kedua. Hasil dari dari perbandingan ini dapat dilihat bahwa dengan menggunakan metode kontur aktif dengan segmentasi lokal atau global secara selektif maka tulang rawan yang dikenali melebihi yang seharusnya , karena tidak semua yang berwarna putih adalah tulang rawan. Hal ini mengakibatkan metode kontur aktif dengan segmentasi lokal atau global secara selektif masih kurang sesuai untuk melakukan segmentasi tulang rawan pada MRI. Pada skenario ke 3 akan dilakukan perbandingan pada ke 10 MRI dengan melakukan penggambaran menggunakan image editor Adobe Photoshop pada area tulang rawan sesuai dengan hasil penelitian untuk pendeteksian penyakit ostheoarthritis. Pada gambar 4.7 dapat dilihat pada kolom pertama adalah hasil segmentasi dengan etode kontur aktif multiresolusi , sedangkan pada kolom kedua menggunakan metode penggambaran manual menggunakan image editor. Dari hasil skenario ini dapat dilihat bahwa pada beberapa MRI tidak bisa sesuai dengan yang diharapkan karena ada area kecil semacam noise pada area di ujung kiri dan kanan area tulang rawan , hal ini mengakibatkan proses deformasi kesulitan menentukan apakah itu area tulang atau bukan. Namun jika tidak terdapat noise maka hasil segmentasi menggunakan metode kontur aktif multiresolusi sama dengan hasil penggambaran menggunakan image editor. Selain itu area tepi yang berkelok kelok kecil membuat proses deformasi snake menjadi kesulitan membuat bentuk yang berkelok-kelok kecil juga. Dari beberapa uji skenario yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa sebagian besar parameter yang dibutuhkan berpengaruh pada proses segmentasi citra medis dengan metode kontur aktif multiresolusi. Sebagian besar parameter yang dibutuhkan untuk proses segmentas berpengaruh pada hasil yang diperoleh. Parameter-parameter tersebut antara lain σ , skala, pemilihan basis wavelet, nilai radius atau bentuk kurva, jumlah iterasi deformasi, λ , γ , dan κ . Hanya nilai β , yang hanya sedikit membawa pengaruh pada hasil. Namun parameter ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. menunjukkan batasan yang jelas sehingga terbentuk vector field yang kuat pada objek yang diamati. Untuk pemilihan basis wavelet dapat dilakukan dengan melihat karakteristik dari citra asal. Perubahan nilai radius dan bentuk kurva juga mempengaruhi hasil deformasi. Nilai radius atau bentuk kurva disesuaikan dengan ukuran objek yang diamati. Sedangkan jumlah iterasi yang dibutuhkan dalam deformasi apabila masih terlalu sedikit maka kontur tidak dapat mencapai tepian. Namun apabila jumlah iterasi terlalu banyak maka hasil deformasi akan mengikuti hasil dari iterasi paling optimal. Parameter deformasi yaitu λ , β , dan κ juga akan mempengaruhi hasil deformasi. (a) γ, (b) 4. KESIMPULAN (c) (d) (e) (f) Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan uji coba dan evaluasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Kurva inisialisasi akan mempengaruhi hasil deformasi , pada MRI lutut , kurva irregular disekitar region of interest dengan jarak maksimal 6 pixel akan didapatkan hasil segmentasi yang optimal. 2. Dari ujicoba didapatkan hasil optimal pada nilai parameter deformasi yaitu nilai elastisitas ( λ ) β sebesar 0.8 , nilai kekakuan ( ) sebesar 0.3 , nilai γ kekentalan ( ) sebesar 0.5, dan bobot dari kekuatan external pada proses deformasi ( κ ) sebesar 0.6. Sedangkan untuk parameter multiresolusi didapatkan nilai optimal pada skala 1 dan σ sebesar 1. DAFTAR REFERENSI (g) (h) Gambar 4 : Hasil perbandingan segmentasi tulang rawan antara metode kontur aktif multi resolusi dan menggunakan image editor Pada perubahan nilai σ , semakin besar σ akan menghasilkan edge map yang semakin kabur dan batas tepian tidak terlihat jelas. Apabila batas tepian tidak telalu jelas akan mengakibatkan terbentuknya vector field yang tidak kuat pada objek yang diamati dan tertarik atau terengaruh pada objek lain di sekitasnya. Sedangkan perubahan nilai skala tidak dapat dinaikkan apabila telah mencapai nilai skala optimal. Sama halnya seperti nilai σ yang mempengaruhi pembentukan edge map, nilai skala optimal juga dibutuhkan agar terbentuk edge map yang dapat [1] Xu, Chenyang dan Prince, Jerry. 1997. Gradient Vector Flow: A New External Force for Snakes. IEEE 66. [2] Xu, Chenyang dan Prince, Jerry. 1998. Snakes, Shapes, and Gradient Vector Flow. IEEE 359. [3] C. Sidney Burrus, Ramesh A. Gopinath. 2002. Introduction to Wavelet and Wavelet Transform. Prentice Hall. [4] Jinyong Cheng, Yihui Liu, Ruixiang Jia, Weiyu Guo. 2007. A New Active Contour for Medical Image Analysis - Wavelet Vector Flow. IAENG 36:2. [5] Stephen Mallat, Wen Liang Hwang. 1992. Singularity Detection and Processing with Wavelet. IEEE 38:2.