BAB II ILEUS OBSTRUKTIF DEFINISI Obstruksi usus terjadi ketika pasase dan propulsi/pengeluaran normal tidak terjadi. Obstruksi ini bisa terjadi pada usus halus (small bowel obstruction), pada colon (large bowel obstruction), atau via systemic alterasi, yang terjadi pada keduanya, usus halus dan colon (generalized ileus). Obstruksi bisa terjadi akibat obstruksi mekanik, atau pada kontras mungkin berhubungan dengan motilitas yang tidak efektif tanpa adanya gangguan obstruksi fungsional, jika ada kaitannya dengan gangguan obstruksi fungsional, maka disebut functional obstruction, "pseudo-obstruction," atau ileus. Intestinal obstruksi bisa diklasifikasikan juga berdasarkan etiopatogenesisnya (obstruksi mekanik atau fungsional), kapan terpapar/terjadinya, dan lamanya obstruksi (obstruksi akut atau kronik), bagian yang terjadi obstruksi (parsial atau komplit), dan tipe obstruksinya (simple, closedloop, atau strangulation obstruction).Yang termasuk pada keduanya termasuk dalam kategori obstruksi komplit.4 OBSTRUKSI USUS MEKANIK Saat ini untuk mendefinisikan obstruksi intestinal berdasarkan terganggunya atifitas dari lumen usus itu sendiri. Terbloknya mungkin bisa karena penyebab intrinsik ataupun ekstrinsik pada dinding usus atau mungkin terjadi obstruksi sekunder pada lumen usus yang muncul dari dalam lumen (contohnya : intraluminal gallstone). Obstruksi parsial terjadi ketika lumen intestinal menyempit tetapi komponen makanan masih bisa transit kedalamnya. Sedangkan pada obstruksi komplit terjadi obstruksi total/keseluruhan pada lumen usus, dan tidak bisa sedikitpun komponen makanan berpindah ke distal. Obstruksi total bisa meningkatkan risiko terjadinya (vascular compromise). Komplit obstruksi bisa dibagi berdasarkan kategori : simple obstruction, closed-loop obstruction, atau strangulation obstruction. Simple Obstruksi menyiratkan obstruksi dengan tanpa terjadinya vascular compromise; dengan simple obstruksi, mungkin akan menyebabkan dekompressi/penekanan pada usus proximal. Closed-loop obstruction terjadi ketika akhir muara usus masuk kedalam segmen usus lain sehingga menyebabkan obstruksi (contohnya : volvulus) dengan berakibat meningkatnya tekanan intraluminal yang nantinya akan meningkatkan sekresi intestinal dan akumulasi cairan pada segmen intestinal. Pada closed-loop obstruction menghasilkan peningkatan risiko terjadinya vascular compromise dan terjadinya ischemia intestinal yang ireversibel. Strangulasi terjadi ketika suplai darah ke segmen usus tersebut terhalang (compromised). Strangulasi dapat dikembalikan (dengan cara keadaan usus dipertahankan dengan melepaskan obstruksi), atau bisa terjadi irreversibel ketika obstruksi vaskular menyebabkan iskemia yang irreversibel pada usus yang nantinya bisa mengakibatkan terjadinya nekrosis transmural meskipun ada atau tidaknya strangulasi. Adapted, with permission, from Tito WA, Sarr MG. Intestinal obstruction. In: Zuidema GD (ed). Surgery of the Alimentary Tract. Philadelphia, PA: WB Saunders; 1996:375–416 SMALL INTESTINE OBSTRUCTION Epidemiologi Obstruksi mekanik usus halus merupakan kelainan dari usus halus yang paling sering dioperasi. Walaupun penyebab dari mondisi obstruksi itu luas, namun letak obstruksi bisa di bagi berdasarkan anatomi dinding intestinalnya : 1. Intraluminal (e.g., foreign bodies, gallstones, or meconium) 2. Intramural (e.g., tumors, Crohn's disease–associated inflammatory strictures) 3. Extrinsic (e.g., adhesions, hernias, or carcinomatosis) Adhesi Intra-abdomen yang menjadi penyebab operasi abdomen mencapai 75 % dari semua kasus obstruksi usus halus. Lebih dari 300.000 pasien dioperasi setiap tahunnya di US karena adanya obstruksi usu halus. Etiologi obstruksi usus halus yang lebih jarang terjadi diantaranya ; hernia, keganasan, dan Crohn’s disease. Obstruksi usus halus yang berhubungna dengan kanker biasanya disebabkan karena kompressi eksternal atau invasi pada keganasan lanjut yang muncul pada organ diluar usus halus. Penyebab yang tersering pada onbstruksi usus halus terdapat di tabel 28-3 : Walaupun kelainan kongenital dapat menyebabkan obstruksi biasanya ditemukan pada masa anak-anak. Etiologi yang paling jarang adalah sindrom arteri mesenterika superior yang ditandai adanya kompresi dari 1/3 arteri mesenterika pada bagian duodenum. Kondisi ini harus di This condition should be considered in young asthenic individuals who have chronic symptoms suggestive of proximal small bowel obstruction.1 Etiologi 1. Adhesi merupakan penyebab tersering obstruksi intestinal pada orang dewasa di US. Kebanyakan adhesi merupakan hasil dari pembedahan abdomen sebelumnya atau proses peradangan, walaupun adhesi kongenital bisa menjadi penyebab. 2. Hernia inkaserata adalah penyebab kedua paling sering untuk terjadinya obstruksi intestinal di negara industri. Dan merupakan penyebab paling sering di seluruh dunia. 3. Intususepsi terjadi ketika salah satu bagian dari usus (intussusceptum) masuk ke bagian usus lain (intussuscipiens). Tumor, polip, pembesaran kelenjar getah bening mesenterika, atau bahkan divertikulum meckel dapat menjadi titik acuan untuk terjadinya obstruksi usus halus. 4. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan bawaan seperti malrotation usus. Hal ini lebih sering terjadi di usus besar. 5. Iskemia, peradangan (Crohn’s disease), terapi radiasi, atau operasi sebelumnya dapat menyebabkan striktur yang akan menjadi obstruksi. 6. Ileus batu empedu terjadi sebagai komplikasi dari kolesistitis. 7. Eksternal kompresi dari tumor, abses, hematoma, atau massa lainnya dapat yang menyebabkan obstruksi usus halus fungsional. 8. Adanya benda asing biasanya masuk karena ketidak sengajaan. Adanya benda asing yang menyebabkan obstruksi membutuhkan tindakan operasi.2 Diagnosis Diagnosis dari SBO membutuhkan anamnesis yang baik , pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologi. Anamnesis Tanda dan gejala 1. Gejala obstruksi usus halus bagian proksimal awalnya biasanya muncul muntah. Sedangkan obstruksi pada usus halus bagian distal munculnya lebih lambat, dan muntah kental dan keruh. 2. Distensi abdomen biasanya muncul lebih sering pada obstruksi bagian distal. 3. Nyeri abdomen sulit dilokalisasi dan bisanya disertai keram dan sifatnya intermitten/hilang timbul (kolik). 4. Obstipasi, tidak bisa buang gas dan hilangnya gerakan usus, biasanya muncul pada obstruksi distal. 5. Dengan obstruksi persisten, keadaan hipovolemia bisa menyebabkan gangguan absorpsi, peningkatan sekresi, dan muntah. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda Vital yang abnormal biasanya menandakan adanya hipovolemia (takikardi dan hipotensi). 2. Pemeriksaan abdomen mungkin ditemukan distensi, adanya bekas operasi, dan hernia. Pada palpasi biasnaya ditemukan adanya massa. Pemeriksaan RT mungkin ditemukan adanya tumor rektal atau feses yang keras. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium. Pada tahap awal dari obstruksi intestinal, nilai laboratorium mungkin normal. Keadaan obstruksi terus berlangsung, nilai-nilai laboratorium dapat menunjukkan tanda dehidrasi, paling sering menunjukkan kontraksi alkalosis dengan hypochloremia dan hipokalemia. Peningkatan jumlah sel darah putih (WBC) mungkin menunjukkan adanya strangulasi. Evaluasi Radiologi • Karakteristik small bowel obstruction pada foto abdomen tampak loop dari usus halus membesar, air-fluids level, dan berkurangnya gas kolorektal. Temuan ini mungkin tidak ada pada early, proximal, dan atau closed-loop obstruction. Gas dalam dinding usus (pneumatosis intestinalis) atau vena portal kemungkinan obstruksi strangulasi. Udara bebas intra-abdomen menunjukkan perforasi dari viskus berongga. Temuan udara pada billiary dan batu empedu radiopak di kuadran kanan bawah adalah pathognomonic ileus batu empedu. ileus paralitik muncul sebagai distensi gas merata di seluruh perut, usus halus dan kolon. • Kontras (small-bowel follow-through [SBFT] atau enteroclysis) dapat melokalisasi lokasi obstruksi dan menentukan etiologi. Barium dapat digunakan jika lesi mukosa halus yang dicari (yaitu, lead point pada pasien dengan intussuscepsi berulang), tetapi harus dihindari dalam obstruksi akut karena risiko impaction barium. • Computed tomography (CT) merupakan modalitas pencitraan yang sangat baik untuk mendiagnosis gangguan usus halus. CT scan memiliki kemampuan untuk melokalisasi dan mengkarakterisasi obstruksi serta memberikan informasi tentang penyebab obstruksi dan adanya patologi intra-abdominal lainnya. Bukti menunjukkan bahwa CT scan dapat meningkatkan diagnosis praoperasi strangulasi dengan nilai prediktif negatif dan positif di atas 90%.2 Patogenesis • Dengan terjadinya obstruksi, gas dan cairan menumpuk di dalam lumen intestinal proksimal ke lokasi obstruksi. Peningkatan aktivitas intestinal terjadi dalam upaya untuk mengatasi obstruksi tersebut, terjadi nyeri kolik dan diare pada beberapa kasus bahkan indikasi adanya complete small bowel obstruction. Sebagian besar gas yang terakumulasi berasal dari udara yang tertelan, meskipun beberapa diproduksi di dalam intestinal. Cairan terdiri dari cairan ludah yang tertelan dan sekresi GI (obstruksi merangsang sekresi air epitel usus). Akumulasi gas dan cairan yang sedang berlangsung menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal dan intramural dan terjadi distensi intestinal. Motilitas usus akhirnya dikurangi dengan pengurangan kontraksi. Dengan adanya obstruksi, flora lumen usus yang biasanya steril mengalami perubahan dan berbagai organisme jenis lain berkembang biak. Jika tekanan intramural menjadi cukup tinggi, perfusi mikrovaskuler intestinal terganggu menyebabkan iskemia usus dan nekrosis. Kondisi ini disebut strangulated bowel obstruction. • Partial small bowel obstruction hanya sebagian dari lumen usus yang tersumbat, yang memungkinkan pasase untuk gas dan cairan. Progresivitas cenderung terjadi lebih lambat dibandingkan dengan complete small bowel obstruction, dan kemungkinan terjadinya strangulasi lebih kecil. Bentuk yang sangat berbahaya untuk obstruksi usus adalah closed loop obstruction, di mana segmen usus terhambat baik proksimal dan distal (misalnya, dengan volvulus). Dalam kasus tersebut, akumulasi gas dan cairan tidak dapat keluar baik dari proksimal atau distal segmen obstruksi, keadaan ini akan sangat cepat menyebabkan peningkatan tekanan luminal, dan secara progresif menyebabkan strangulasi usus.1 • Pada awal keadaan obstruksi, motilitas usus dan peningkatan aktivitas kontraktil adalah upaya untuk mendorong isi lumen melewati titik obstruksi. Peningkatan peristaltik yang terjadi di awal obstruksi baik di atas dan di bawah titik obstruksi sehingga penting untuk menemukan klinis diare karena dapat menyertai sebagian atau bahkan complete small bowel obstruction pada periode awal. Kemudian dalam perjalanan obstruksi, usus menjadi lelah dan berdilatasi dengan kontraksi menjadi kurang sering dan kurang intens. Usus yang dilatasi, air dan elektrolit menumpuk baik intraluminal ataupun di dinding usus itu sendiri. Kehilangan cairan ke third-space menyebabkan terjadi dehidrasi dan hipovolemia. Efek metabolik kehilangan cairan tergantung pada lokasi dan durasi obstruksi. Obstruksi proksimal, dehidrasi dapat disertai oleh hypochloremia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik yang berhubungan dengan peningkatan frekuensi muntah. Obstruksi distal dari usus halus dapat menyebabkan sejumlah besar cairan intestinal masuk ke dalam usus halus, namun kelainan elektrolit serum biasanya kurang dramatis. Oliguria, azotemia, dan hemokonsentrasi dapat terjadi bersamaan dengan dehidrasi. Hipotensi dan shock dapat terjadi. Konsekuensi lainnya penyumbatan usus meliputi peningkatan tekanan intra-abdomen, penurunan venous return, dan elevasi diafragma, ventilasi. Faktor-faktor ini dapat lebih memperberat efek hipovolemia. • Dengan meningkatnya tekanan intraluminal dalam usus, penurunan aliran darah mukosa dapat terjadi. Perubahan ini sangat cepat terjadi pada pasien dengan closed loop obstruction di mana tekanan intraluminal lebih besar, sehingga dapat terjadi oklusi arteri dan iskemia jika dibiarkan tidak diobati, berpotensi menyebabkan perforasi usus dan peritonitis. • Dengan tidak adanya obstruksi usus, jejunum dan ileum proksimal hampir steril. Dengan obstruksi perubahan flora usus halus berkembang secara cepat (jenis organisme paling sering Escherichia coli, Streptococcus faecalis, dan spesies Klebsiella) dan kuantitas organisme mencapai konsentrasi 109 untuk 1010/mL. Studi telah menunjukkan bahwa peningkatan jumlah bakteri menyebabkan translokasi ke kelenjar getah bening mesenterika dan bahkan organ sistemik.3 PENATALAKSANAAN Pengobatan small bowel obstruction telah berkembang selama dekade terakhir dan sekarang meliputi pencegahan primer pada initial laparotomi. • Antiadhesion barriers mungkin bermanfaat dalam mengurangi keparahan adhesi setelah operasi. Produk-produk ini diaplikasikan pada permukaan usus pada akhir operasi dan berperan sebagai penghalang untuk pembentukan adhesi antara loop usus yang berdekatan dan antara usus dan peritoneum parietal. • Obstruksi nonstrangulasi dapat diobati jika pasien secara klinis stabil. Landasan mengobati semua obstruksi usus adalah resusitasi cairan yang cukup untuk mencapai output urine minimal 0,5 mL / jam / kg. resusitasi ini harus memenuhi maintenance cairan elektrolit dan kebutuhan untuk nothing-by-mouth (NPO) pasien serta mengganti kehilangan sebelum dan berlanjut dari nasogastrik (NG) dekompresi. Penting untuk mendukung perawatan pasien dengan obstruksi usus yaitu nasogastric suction yang dapat mengurangi bahaya aspirasi paru dari muntahan dan meminimalkan distensi usus. • Obstruksi strangulasi dan peritonitis memerlukan intervensi operasi segera. Kematian terkait dengan gangren usus bisa mendekati 30% jika operasi tertunda di luar 36 jam. • Fluid replacement harus dimulai dengan larutan isotonik. Nilai elektrolit serum, urin output per jam, dan tekanan vena sentral dapat dimonitor untuk menilai kecukupan resusitasi. Pasien dengan obstruksi usus biasanya dehidrasi dan kehilangan natrium, klorida, dan kalium, membutuhkan agresif intravena, penggantian dengan larutan garam isotonik seperti Ringer laktat. • Intervensi operative umumnya dilakukan melalui insisi garis tengah, tetapi irisan inguinal standar dapat digunakan dalam kasus hernia inguinalis atau hernia femoralis inkaserata. Selama eksplorasi, semua perlekatan yang segaris dan sumber obstruksi diidentifikasi. Setiap gangren usus direseksi.2 Prognosis Mortalitas postoperatif dari obstruksi non-starangulata sangat rendah. Obstruksi yang dikarenakan strangulasi usus mortalitasnya mencapai 8 % jika operasi dilakukan dlama waktu 36 jam setelah timbul gejala. Mortalitasnya mencapai 30 % bila > 36 jam. LARGE BOWEL OBSTRUCTION Obstruksi pada usus besar terdiri dari obstruksi dinamik (mekanik) atau adinamik (pseudo-obstruksi). Obstruksi mekanik ditandai dengan adanya halanagan pada usus besar (luminal, mural, atau extramural), menghasilkan peningkatan kontraktilitas usus pada respon fisiologi untuk mengatasi obstruksi. Karakteristik pseudo-obstruksi ditandai tidak adanya kontraktilitas usus, berhubungan dengan menurunnya atau tidak adanya motilitas dari usus halus dan abdomen.3 Epidemiologi Kanker colorektal adalah penyebab utama terbanyak pada obstruksi di Amerika Serikat, Sedangkan colonic volvulus adalah penyebab terbanyak di Rusia, Eropa Timur, dan Afrika. Antara 25 % pasien dengan kanker kolorektal di Amerika Serikat mengalami obstruksi komplit (complete obstruction). Penyebab kanker colorektal pada intraluminal termasuk sumbatan feses, inspissated barium, dan foreign bodies. Penyebab Intramural untuk berkembang menjadi carcinoma termasuk akibat terjadinya peradangan/inflamasi (diverticulitis, Crohn's disease, lymphogranuloma venereum, tuberculosis, and schistosomiasis), Hirschsprung's disease (aganglionosis), ischemia, radiation, intussusception, and anastomotic stricture. Penyebab Extraluminal termasuk adhesions (penyebab yang paling banyak menyebabkan obstruksi pada usus halus, tetapi jarang menyebabkan terjadinya obstruksi pada kolon), hernias, tumor yang mendorong organ, abses, dan volvulus.3 Patofisiologi Obstruksi lumen menghasilkan gangguan fisiologi pada usus normal. Patofisiologi dari obstruksi usus masih belum bisa dimengerti secara keseluruhan. Secara keseluruhan ditemukan adanya distensi abdomen, kurangnya absorbsi, hiperesekresi intralumen, dan gangguan motilitas. Mekanisme kontrol saraf dan hormonal, bakteri flora endogen, dan imunitas yang terdapat di usus menjadi terganggu. Perubahan patofisiologi yang paling banyak yaitu karena adanya penurunan aliran darah pada obstruksi yang terjadi di lumen usus. Dari beberapa percobaan dijelaskan bahwa patofisiologi yang terjadi pada obstruksi lumen usus ini berhubungan dengan peningkatan aliran darah pada fase awal obstruksi dengan reaksi inflamasi intramural. Sedngkan bukti kuat menyatakan bahwa reaksi inflamasi merupakan kunci utama pada patofisiologi obstruksi usus. Dari beberapa data menunjukkan bahwa produksi mukosa yang mengandung O2 reaktif, mungkin merupakan mediator penting dari beberpa perubahan yang terjadi pada mekanisme obstruksi.3 Sign and Symptoms Gejala dan tanda dari obstruksi pada usus besar tergantung penyebab dan lokasi dari obstruksi. Kanker yang berkembang di rektum dan kolon sebelah kiri lebih sering mengakibatkan terjadinya obstruksi dibandingkan yang berkembang di colon proximal. Tanpa memperhatikan penyebab dari obstruksi, manifestasi klinis dari obstruksi usus besar terdiri dari kegagalan pengeluaran feses dan kentut yang berhubungan dengan meningkatnya distensi pada abdomen dan nyeri kram yang dirasakan di perut. Kolon menjadi distensi berisi gas (2/3 nya berisi cairan, dan tak lupa terdiri dari produk fermentasi bakteri), feses, dan akumulasi cairan tersebut dimulai dari proximal sampai tempat terjadinya obstruksi. Apabila penyebab obstruksi kolon adalah akibat hernia atau volvulus, maka aliran darah pada tempat obstruksi tersebut akan terhalang, kemudian aliran darah balik vena juga terhalang, dikarenakan pembengkakan pada lokasi obstruksi tersebut, terhambatnya suplai arteri ketempat obstruksi akan menyebabkan terjadinya iskemia, jika tidak dikoreksi/ditangani bisa mengakibatkan terjadinya nekrosis atau gangren. Biasanya strangulasi yang terjadi hanya melibatkan segmen usus yang terperangkap saja atau inkaserata, tapi kolon proximal pada segmen tersebut hanya berdilatasi karena obstruksi. Pada obstruksi aliran darah tidak bisa mencapai usus bagian distal, bila usus bagian proksimal mengalami obstruksi. Jika terjadi secara terus-menerus, maka usus tersebut tidak mendapatkan oksigen yang mencukupi, sehingga usus tersebut menjadi iskemik, yang akhirnya terjadinya nekrosis yang diakibatkan dari obstruksi mekanik maupun pseudo-obstruksi. Jalur lain dari pembuluh darah untuk memperdarahi bagian usus yang obstruksi, jika usus bagian proximal kebagian obstruksi memanjang kewilayah dengan tekanan intramural pada dinding intestinal yang mempengaruhi tekanan kapiler, sehingga oksigenasi pada usus yang mengalami obstruksi menghilang. Selanjutnya akibat hal ini akan mucul iskemik nekrosis baik pada obstruksi mekanik mapun pseudo-obstruksi. A closed-loop obstruction terjadi ketika bagian proximal dan distal bersatu. Strangulasi hernia atau volvulus sering menjadi penyebab pada kondisi tersebut. Jenis yang lebih sering pada closedloop obstruction, muncul atau di temukan ketika kanker menyumbat lumen dari colon pada keadaan katup ileosekal yang kompeten. Pada keadaan ini, peningkatan distensi kolon menyebabkan tekanna disekum menjadi tinggi sehingga pembuluh darah pada dinding usus tertekan dan dapat terjadi nekrosis juga perforasi.3 Diagnosis Diagnosa harus ditetapkan untuk memandu pengobatan yang tepat. Riwayat penderita dan pemeriksaan fisik hal yang sangat penting dilakukan. Pada palpasi abdomen akan teraba massa, yang dilihat adalah groin hernia, dan pada pemeriksaan RT dilakukan untuk menyingkirkan kanker rektum. Foto polos abdomen juga memberikan tambahan informasi tentang lokasi obstruksi dan situasi dimana mungkin didiagnosis oleh volvulus. Pada CT scan mungkin membantu melihat proses inflamasi seperti adakah hubungannya obstruksi dengan abses yang berhubungan dengan divertikulitis. Apabila curiga supect volvulus atau kanker pada sigmoid bagian distal, water-soluble contrast enema mungkin bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pilihan pengobatan bervariasi, tergantung pada diagnosis, dan sangat membantu untuk menegakkan diagnosis sebelum operasi untuk benar memandu terapi. Jika penyebab obstruksi adalah kanker rektum distal atau pertengahan, pengobatan pilihan adalah untuk meringankan obstruksi dengan kolostomi loop, kemudian mengobati kanker dengan kemoradiasi neoadjuvant, dengan rencana untuk reseksi lesi primer di lain waktu. Di sisi lain, jika kanker menghambat adalah di kolon sigmoid, pilihan bedah termasuk operasi Hartmann (sigmoidectomy dengan kolostomi turun dan penutupan ujung rektum), sigmoidectomy dengan anastomosis kolorektal primer (dengan atau tanpa intraoperatif lavage kolon), atau perut kolektomi dengan anastomosis ileorectal. Paling banyak yang digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan kontras barium-enema, yang harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigai diagnosis, asalkan kondisi mereka cukup stabil untuk menjamin prosedur. Kontras menggunakan enema bisa membedakan antara obstruksi mekanik dan pseudo-obstruksi, perbedaan tersebut dijadikan pedoman untuk menentukan terapi selanjutnya. Colonoscopy adalah diagnosis alternatif pada investigasi/pencarian akibat pseudoobstruksi dan mempunyai keuntungan menarik yang dapat digunakan untuk pengobatan. Namun, pada saat ini, enema kontras larut air umumnya tes awal yang lebih disukai.3 Terapi Terapi dari obstruksi usus besar berdasarkan penyebab dari obstruksi itu sendiri, dan penanganan spesifik akan dibahas kemudian. Walau bagaimanapun, semua prinsip diagnosis dan terapi harus dilakukan secara keseluruhan. Obstruksi perlu lega dengan beberapa kebijaksanaan sebelum kompromi dari hasil darah pasokan di iskemia dan gangren. Obstruksi colon bagian kanan, yang disebakan karena kanker atau volvulus, semuanya diterapi dengan reseksi atau primer anastomosis dari ileum dan colon transversum.3 ADHESIVE BAND Adhesi intraperitoneal adalah perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di antara permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antara peritoneum vicerale, maupun antara peritoneum vicerale dengan parietale. Adanya adhesi tersebut dapat menyebabkan perlengketan diantara organ-organ intraperitoneal, misalnya antara lengkung-lengkung usus yang berdekatan ataupun antara lengkung usus dengan dinding peritoneum parietale Walaupun etiologi adhesi intraperitoneal bermacam-macam, adhesi intraperitoneal yang terjadi setelah suatu pembedahan merupakan masalah yang paling sering dijumpai dan menimbulkan morbiditas maupun mortalitas yang tidak sedikit sehingga menyebabkan beban pelayanan bedah yang besar dalam segi waktu maupun biaya. A. EPIDEMIOLOGI Adhesi intraperitoneal merupakan penyebab utama obstruksi usus, terutama di negara-negara berkembang dan maju. Mc Iver dan Ellis menemukan 80% insidensi adhesi intraperitoneal disebabkan karena pembedahan. weibel dan majno mengemukakan bahwa 752 dari otopsi yang dilakukan, ditemukan adhesi pada 51% kasus laparotomi minor, 72% pada anak kasus laparotomi mayor dan 93% pada laparotomi multipel. Kasus yang terbanyak adalah appendiktomi dan operasi ginekologik. B. ETIOLOGI ADHESI Adhesi peritoneal dapat terjadi akibat adanya trauma pada peritoneum. Pada operasi trauma pada peritoneum dan stimulasi respon inflamasi yang dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut 1. Trauma operasi Merupakan hal terpenting di dalam proses pembentukan adhesi yang permanen. Adanya trauma akan merangsang pembentukan eksudat inflamasi yang akhirnya akan berlanjut pada pembentukan adhesi temporer dan permanen. Selain akibat instrumen bedah, pada saat operasi trauma permukaan peritoneum dapat terjadi pula akibat abrasi, kekeringan, iritasi kimiawi dan perubahan tempratur misalnya pada penggunaan kauter 2. Iskemia jaringan Iskemia dan jaringan nekrotik pada peritoneum adalah stimulus yang sangat poten bagi pembentukan adhesi. Adanya iskemia akan merangsang pembentukan neovaskularisasi, termasuk adhesi di dalamnya keadaan ini bisa terjadi pada penjahitan atau ligasi peritoneum, serta devaskularisasi sepanjang anastomosis usus. 3. Infeksi, reaksi alergi, dan darah Merupakan juga stimulus inflamasi yang poten sehingga akan terbentuk adhesi permanen yang lebih banyak jika proses-proses tersebut terus berlangsung setelah pembedahan. Pada pembedahan, infeksi dapat terjadi karena penyakit yang menjadi indikasi pembedahanya sendiri, maupun sebagai akibat komplikasi operasi. Reaksi alergi tersering disebabkan oleh benda asing yang dipergunakan saat operasi seperti talk pada sarung tangan, kasa laparatomi atau benang yang digunakan. Darah yang tersisa dan tidak dibersihkan setelah suatu laparotomi akan menimbulkan stimulasi pembentukan adhesi. 4. Benda asing iritatif: peranan benda asing pada adhesi intraperitoneal telah banyak dikemukakan peneliti sebagai berikut: Myllareniermi (1967) menemukan 61% dari 309 adhesi pasca bedah sebagai akibat reaksi benda asing, jenis benda asing yang sering diemukan adalah 50% talk, 25% benang kain laparotomi dan sisanya adalah butir tepung yang diserap, isi usus, benang jahit, dan lain-lain. Talk = talc yang banyak digunakan pada sarung tangan adalah hydrous magnesium silicate yang bersifat tidak larut dalam air, asam dan alkali. Reaksi benda asing yang berupa adhesi, granuloma, dan akhirnya gangguan penyembuhan peritoneum Kain laparotomi yang sering dicuci dan dipergunakan berulang juga bahaya karena serat dan bulu mudah terlepas. Disamping itu detergen pencuci tersisa pada kain akan tercampur benda asing lain sewaktu dicuci. Proses pembedahan menyebabkan trauma pada peritoneum, dan kemudian akan menimbulkan pelepasan berbagai sitokin sehingga akan berakibat pada reaksi inflamasi pada peritoneum. Tahap berikutnya, setelah proses inflamasi berlalu dan bersamaan dengan berjalanya proses penyembuhan peritoneum, maka akhirnya akan terbentuk adhesi fibrinous dan akhirnya menjadi adhesi permanen. Proses penyembuhan luka pada peritoneum berbeda dengan penyembuhan kulit dimana pada peritoneum, seluruh permukaan yang mengalami trauma akan mengalami reepitelisasi secara simultan. Hal ini berbeda dengan kulit dimana reepitelisasi dimulai dari tepi luka. Dengan demikian defek peritoneum yang luas akibat trauma akan sembuh sempurna asal tidak mengalami iskemi ataupun ransangan dari benda asing. Akibat penyembuhan seperti hal tersebut diatas luka kecil maupun besar pada peritoneum akan mengalami reepitelisasi dengan waktu yang sama cepatnya. Sel- sel mesothelium yang berperan dalam penyembuhan luka dan pembentukan adhesi berasal baik dari tepi luka, maupun secara simultan dari tengah luka yang berasal dari lompatan dan proliferasi sel-sel mesothelium dan fibroblast subperitoneal. Menurut ellis dan hubbard, lamanya proses penyembuhan luka adalah 5-6 hari untuk peritoneum parietale dan 5-8 hari untuk peritoneum vicerale. Sel-sel PMN akan meningkat dalam 12 jam pertama pasca operasi dan berada pada fibrin-fibrin eksudat. Makrofag elemen penting dalam penyembuhan peritoneum muncul pada hari 1 sampai 2 pasca bedah dan berperan pada regulasi fungsi fibroblast dan sel mesothel. Pada hari ke 2, makrofag akan membentuk lapisan pada peritoneum yang mengalami trauma. Setelah hari ke 6 dan ke 7 pasca bedah seluruh permukaan peritoneum yang mengalami trauma akan tertutup oleh satu lapis sel-sel mesotel. Segera setelah trauma pada peritoneum, sel-sel PMN akan terdapat dalam jumlah yang banyak pada daerah pembedahan dan terbentuk pula matriks fibrin. Jika tidak terdapat infeksi, jumlah sel-sel tersebut akan meningkat sehingga setiap usaha prevensi adhesi pada keadaan tersebut tidak akan berguna. C. PATOGENESIS ADHESI Adhesi dimulai oleh adanya stimulasi pada peritoneum yang menyebabkan timbulnya respon inflamasi pada peritoneum. Proses ini sebetulnya merupakan bagian awal dari dinamika proses penyembuhan pada peritoneum. Proses penyembuhan peritoneum berbeda jika dibandingkan dengan proses penyembuhan kulit. Epitelisasi tidak hanya terjadi dari tepi luka namun terjadi dari semua arah, termasuk bagian tengah luka. Tahap awal respon yang terjadi adalah pelepasan berbagai sitokin dan mediator awal inflamasi oleh sel-sel mesothelium peritoneum maupun endotil pembuluh darah yang terluka. Sitokin yang diproduksi adalah sitokin sitokinin pro inflamasi yaitu interleukin-1, TNF-a, dan interleukin-6 Peranan sitokin pro inflamasi terlihat dengan tingginya konsentrasi mediator mediator tersebut mulai dari jam-jam pertama sampai dengan 24 jam pasca operasi. Akibat produksi sitokin-sitokin tersebut, maka selanjutnya akan menstimulasi proses aktifitas kaskade sistem koagulasi darah dan menekan aktifitas plasminiogen aktivator. Bersamaan dengan produksi mediator mediator tersebut, dirangsang pula aktivasi sistem kinin komplemen, jalur asam arakhidonat (termasuk prostaglandin), pembentuka thrombin, dan konversi fibrinogen menjadi fibrin. Sistem kinin dan prostaglandin akan menstimulasi vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, fagositosis bakteri dan benda asing lainya oleh sel-sel PMN dalam 2448 jam, dan merangsang migrasi makrofag dan monosit melalui kemo-atraktan sehingga proses debridement dan inflamasi menjadi sempurna. Jalur asam arakhidonat berhubungan erat dengan sintesis prostaglandin dan prosenya lihat pada gambar dibawah.fosfolipid pada membran sel mesotel dengan bantuan phospolipase akan menghasilkan asam arakhidonat yang kemudian akan menghasilkan leukotriene dan prostaglandin dengan bantuan enzim cyclooxygenase. Prostaglandin yang dihasilkan dapat berupa prostacylin, prostaglandin E-2, D2, F2a, dan thromboxane A2 prostacylin, prostaglandin E-2, D2, F2a, memiliki efek vasodilatasi, edema dan menghambat agregasi trombosit. Sedangkan thromboxane A2 akan menimbulkan vasokonstriksi dan agregasi thrombosit. Phospolipids (cell membrane) phospolipase Arachidonic acid cylooxygenase (COX-1, COX-2) Leukotriene PGI2 Prostaglandin G 2 PGE2 PGD2 PGF2a Thromboxane A2 (prostacytin) (6-keto PGF1a) Vasokonstriksi, Platelet agregation Vasodilation, edema, Inhibited platelet agregation Lebih lanjut, sitokin-sitokin pro inflamasi akan menurunkan aktifitas plasminogen peritoneal-aktivator dan meningkatkan aktivitas inhibitornya yaitu (PAI- 1,2,3, Protease, Nexin) hasil dari aktifitas ini melalui sistem kaskade koagulasi akan menghasilkan fibrin pada rongga peritoneal. Adanya fibrin tersebut akan merangsang pembentukan adhesi melalui peningkatan aktifitas fibroblast yang distimulasi oleh growth factor yaitu PDGF (plateletderived Growth Factor) dan TGF-B (transforming Growth Factor-B). Fibroblast dan juga sel sel mesotel akan mendesposisi serabut kolagen sehingga terbentuk fubrinous adhesion. Oleh karena itu proses ini sebetulnya merupakan fase awal dari proses bioseluler penyembuhan pada peritoneum. Teori klasik secara bioseluler proses tersebut dilukiskan pada gambar di bawah ini Trauma infection Ischemia Insult Exudate (fibrin rich) fibrin deposition fibrinous adhesion peritoneal defect organisation fibrous adhesion D. PATOGENESIS ADHESI FIBROSA PERMANEN Eksudasi fibrin dengan segera & formasi jaringan fibrin >10 menit formasi adhesi >3 jam Eksudat max 24 jam LUKA SEROSA EKSUDASI PLASMA KOAGULASI FIBRINOGEN ADHESI PERMANEN MIGRASI SEL FIBROBLAST Sesudah 3 hari Terlihat hari ke 6 ANGIOGENESIS 1. SINTESIS KOLAGEN 2. ORGANISASI JAINGAN IKAT ADHESI PERMANEN >3 hari >10 hari Proses terbentuknya adhesi permanen tergantung dari kepada keseimbangan antara proses pro dan anti inflamasi serta aktifitas fibrinolitik. Jika faktor-faktor yang merangsang timbulnya inflamasi terus berlanjut pada saat pasca bedah maka proses yang berjalan adalah proses pembentukan adhesi yang permanen, dan aktifitas plasminogen yang penting di dalam lisis adhesi temporer dihambat seperti terlihat pada gambar di bawah ini Inflamasi dan trauma peritoneum Eksudat kaya fibrin Fibrinous adhesion Sistem fibrinolisis aktif iskemia persisten Depresi sistem fibrinolisis Resolusi fibrin Pertumbuhan vaskuler proliferasi fibroblast adhesi permanen (-) Adhesi permanen (+) sedangkan proses histiogenesis adhesi secara keseluruhan sebenarnya merupakan hasil dari tahapan atau fase-fase penyembuhan peritoneum setelah itegrasi jaringan peritoneum dapat dipulihkan. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut 1. Fase Inflamasi Dimulai pada hari pertama sampai dengan hari keempat. Pada tahap ini terjadi pengaktifan kaskade koagulasi, sistim kinin, komplemen, jalur asam arakhidonat dan prostaglandin, pembentukan thrombin, serta perubahan fibrinogen menjadi fibrin 2. Fase proliferasi Fase ini menghasilkan jaringan granulasi pada hari ke 3, fibroblast mengalami migrasi, dan dibawah pengaruh growth factor akan mempercepat deposisi kolagen dan ikatan antara serabut-serabut kolagen. Proses epitelisasi pun berjalan di bawah pengendalian growth factor dan inhibisi kontak antar sel. 3. Fase maturasi Fase ini terjadi mulai hari ke-8 sampai dengan ke 10setelah cidera. Proses ini akan berakhir pada beberapa bulan setelah cidera dan sangat bergantung pada jenis jaringanya. Serabut kolagen mengalami redistribusi dan pengaturan ulang, kemudian terbentuk jaringan adhesi permanen yang matur. Pada penyembuhan peritoneum terdapat hal khusus yang membedakanya dengan proses penyembuhan pada kulit, yaitu apabila ada proses inflamasi dan trauma fase awal telah teratasi atau dapat dihilangkan, maka fibrin yang terbentuk akan diuraikan kembali oleh proses fibrinolisis. Pengaturan keseimbangan pada proses tersebut dilakukan oleh peranan sitokin. Setelah sitokin pro inflamasi bekerja dan etilogi penyebab inflamasi dapat diatasi, maka sitokin-sitokin tersebut akan menurun konsentrasinya di dalam peritoneum karena tidak di produksi kembali oleh sel-sel yang terlibat di dalam inflamasi . selanjutnya yang beperanan adalah sitokin-sitokin tersebut adalah interleukin -4, dan interleukin -10. Akibat peningkatan konsentrasi dan aktifitas sitokin-sitokin tersebut, maka aktifitas plasminogen activator akan meningkat, sedangkan plasminogen activator inhibitornya akan dihambat aktifitasnya. Hasil akhir proses tersebut adalah proses fibrinolisis, sehingga fibrinous adhesion diuraikan kembali dan tidak terbentuk adhesi permanen. E. GEJALA KLINIS Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain : 1. Nyeri abdomen Nyeri abdomen biasanya yang bersifat cramping. Sifat cramping ini disebabkan periode hiperpelistaltik usus. Dalam usahanya untuk menghilangkan sumbatan. Sifatnya difus dan tak terlokalisir 2. Mual dan muntah Mual dan muntah biasanya muncul pada fase-fase awal obstruksi waktu muncul muntah bervarisi, tergantung pada letak obstruksi.pada obstruksi atas muntah basanya muncul lebih awal. Bahkan pada obstruksi kolon bila valvula iliosecal kompeten muntah bisa muncul terlambat. Isi muntah dapat bilous pada letak tinggi dan feses pada obstruksi letak rendah. 3. Perut distensi Distensi abdomen adalah penemuan klinis terakhir pada ileus obstruksi. Dapat pula tidak terdapat terdapat tanda disertai ini. Yaitu pada obstruksi usus level atas jika terjadi muntah dan mengkompresi sistem usus bagian proksimal sumbatan. 4. Tidak bisa buang air besar (obstipasi) Obstipasi adalah merupakan karakteristik obstruksi. Akan tetapi pasien dapat secara spontan flatus maupun defekasi segera setelah obstruksi karena masih adanya feses dan gas segmen usus sebelah distal obstruksi. Mual dan muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap. Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat meningkat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Demam menunjukkan adanya obstruksi strangulate. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi, terdapat darm contour (gambaran usus), dan darm steifung (gambaran gerakan usus), pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Pada ileus paralitik, keadaan umum pasien tampak lemah hingga dehidrasi, tidak dapat flatus maupun defekasi. Dapat disertai muntah dan perut terasa kembung. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan meteorismus, suara usus (-), peristaltik menghilang. Pada palpasi tidak terdapat nyeri tekan, defans muscular (-), kecuali jika ada peritonitis. Perkusi timpani diseluruh lapang abdomen. F. DIAGNOSIS Diagnosis ileus obstruktif ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Gambaran klinik obstruksi ileus sangat mudah dikenal, tidak tergantung kepada penyebab obstruksinya. Hanya pada keadaan strangulasi, nyeri biasanya lebih hebat dan menetap. Ileus obstruksi ditandai dengan gejala klinis berupa nyeri abdomen yang bersifat kolik, muntah-muntah dan obstipasi, distensi intestinalis, dan tidak adanya flatus. Rasa nyeri perut dirasakan seperti menusuk-nusuk atau rasa mulas yang hebat, umumnya nyeri tidak menjalar. Pada saat datang serangan, biasanya disertai perasaan perut yang melilit dan terdengar semacam “suara” dari dalam perut. Bila obstruksi tinggi, muntah hebat bersifat proyektil dengan cairan muntah yang berwarna kehijauan. Pada obstruksi rendah, muntah biasanya timbul sesudah distensi usus yang jelas (antibiotika). Pada umumnya persiapan penderita dapat sekali. Muntah tidak proyektil dan berbau feculent, warna cairan muntah kecoklatan. Pada penderita yang kurus /sedang dapat ditemukan dan contour atau darm steifung; biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik. Pada saat itu, dalam pemeriksaan bising usus dapat didengarkan bising usus yang kasar dan meninggi (borgorygmi dan metalic sound). Untuk mengetahui ada tidaknya strangulasi usus, beberapa gambaran klinik dapat membantu : 1. Rasa nyeri abdomen yang hebat, bersifat menetap, makin lama makin hebat. 2. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan acites. 3. Terdapat abdominal tenderness. 4. Adanya tanda-tanda yang bersifat umum, demam, dehidrasi berat, tachycardihipotensi atau syok. 5. Pada penmeriksaan fisik ditemukan pada ileus obstruktif yaitu: Inspeksi : Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Auskultasi : Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang. Perkusi : timpani, redup hepar menghilang. Palpasi : Terkadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. G. TATALAKSANA Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal. Skema penatalaksaan ileus obstruksi. Resusitasi Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen. Farmakologis Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah. Operatif Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. H. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat timbul antara lain nekrosis usus,perforasi usus, sepsis, syok, dehidrasi, malnutrisi, abses, pneumoni aspirasi dari proses muntah dan meninggal. I. PROGNOSIS Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat. DAFTAR PUSTAKA Brunicardi, F. Charles, et al. Small Intestine and Colon, Rectum, Anus in Schwartz’s Manual of Surgery 9 th Edition. Mc Graw Hill: United State of America. 2010. Page 1907-1909, 1959-1960, 1891-1892, 1894-1896. Towsend, M. Jr, et al. Anatomy of the Colon, Rectum, and Pelvic Floor, Large Bowel Obstruction and Pseudo-obstructin in Section Abdomen in Sabiston textbook of Surgery 8 th edition. Elsivier. United State of America. 2008. Page Zimer, Michael J. and Stanley W. Ashley. Bowel Obstruction in Small Intestine and Colon in Maingot’s Abdominal Operation, 11th Edition. Mc Graw Hill : Access Surgery. Page