Malang. Artikel ini diangkat dari skripsi Sarjana

advertisement
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN
BERPIKIR KRITIS MELALUI MEMBACA
UNTUK SISWA SD/MI
Yeni Ratna Prasasti 1
Suyono 2
Imam Agus Basuki 3
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang
Email: [email protected]
ABSTRACT: The main objective of this research is to produce instruments of
assessment of critical thinking through reading for elementary school. The particular
objective was to determine (1) construct validity, (2) reliability, (3) practicality, and (3)
the legibility of the product. Research design used is the development of procedural
methods. In terms of construct validity, the assessment instrument was developed
based on aspects of critical thinking skills. reliability of products related to instruction
and assessment rubrics. Practicality of products related to the ease of use of the
product. Furthermore, the readability assessment instrument relating to the use of
languaget.
Key words: critical thinking, assessment instruments, reading
ABSTRAK: Tujuan utama penelitian ini adalah menghasilkan instrumen asesmen
berpikir kritis melalui membaca untuk siswa SD/MI. Adapun tujuan khususnya adalah
mengetahui (1) validitas konstruk, (2) reliabilitas, (3) kepraktisan, dan (3) keterbacaan
produk. Desain yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan metode
prosedural. Dari segi validitas konstruk, instrumen asesmen dikembangkan
berdasarkan aspek kemampuan berpikir kritis. Reliabilitas produk berkaitan dengan
keajegan petunjuk dan rubrik penilaian. Kepraktisan produk berkaitan dengan
kemudahan penggunaan produk. Selanjutnya, keterbacaan produk berkaitan dengan
penggunaan bahasa.
Kata kunci: berpikir kritis, instrumen asesmen, membaca
Dalam Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) SD disebutkan bahwa pada
aspek belajar dan berinovasi, yaitu menggunakan informasi tentang lingkungan
sekitar secara logis, kritis dan kreatif serta menunjukkan kemampuan berpikir
logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan. Berdasarkan hal tersebut memberikan
pandangan bahwa kemampuan berpikir khususnya berpikir kritis merupakan
kemampuan yang mendapatkan perhatian lebih dalam era pendidikan modern saat
ini. Berpikir kritis adalah aktivitas terampil yang bisa dilakukan dengan lebih baik
atau sebaliknya, dan pemikiran kritis yang baik akan memenuhi beragam standar
intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan, koherensi, dan lain-lain
(Fisher, 2009:13)
1
Yeni Ratna Prasasi adalah Sarjana Universitas Negeri Malang (UM), Malang.
Artikel ini diangkat dari skripsi Sarjana Sastra Indonesia. Program Sarjana
Universitas Negeri Malang, 2012.
2
Suyono adalah dosen Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang (UM)
3
Imam Agus Basuki adalah dosen Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang
(UM)
Standar kompetensi matapelajaran bahasa Indonesia merupakan
kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan
pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk
memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Oleh karena
itu, pengembangan di berbagai unsur dalam pembelajaran sangat perlu dilakukan
oleh berbagai pihak dalam pendidikan, salah satunya yaitu, pengembangan dalam
bidang instrumen asesmen.
Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang
memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel
(Djaali dan Pudji Mulyono, 2004:7), sedangkan asesmen adalah serangkaian
proses yang di dalamnya terdapat aktivitas tes dan evaluasi (Imandala, 2009).
Instrumen asesmen meliputi tes dan sistem penilaian. Instrumen asesmen
dirancang untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik setelah
mempelajari suatu kompetensi. Oleh karena itu, instrumen asesmen yang
dirancang dengan baik dan sesuai dengan tingkatan kemampuan berpikir dapat
meningkatkan daya berpikir siswa.
Berkaitan dengan pentingnya keterampilan berpikir khususnya berpikir
kritis, pengembangan instrumen asesmen digunakan sebagai alat untuk
mengungkap kemampuan berpikir kritis siswa. Instrumen asesmen berpikir kritis
merupakan suatu alat penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan
berpikir kritis siswa yang diwujudkan dalam bentuk tes yang memperhatikan
tingkatan keterampilan berpikir kritis.
Aspek pembelajaran bahasa Indonesia meliputi membaca, menulis,
mendengarkan, dan berbicara. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan
oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis (Tarigan, 1993:7). Membaca
dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam
yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis.
Oleh karena itu, kegiatan membaca berpotensi untuk mengungkap kemampuan
berpikir kritis.
Pengembangan instrumen asesmen berpikir kritis diperuntukkan kepada
siswa SD/MI. Sesuai dengan karakteristik perkembangan masa anak akhir
diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang dianggap
penting untuk keberhasilan melanjutkan studi dan penyesuaian diri dalam
kehidupannya kelak.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka sangat perlu adanya
pengembangan dalam bidang instrumen assesmen berpikir kritis untuk siswa
SD/MI guna meningkatkan generasi yang berkualitas dan siap menghadapi
perkembangan dalam kehidupan. Penelitian ini dikembangkan dengan judul
“Pengembangan Instrumen Asesmen Berpikir Kritis Melalui Membaca Untuk
Siswa SD/MI”.
Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah menghasilkan instrumen
asesmen berpikir kritis melalui membaca untuk siswa SD/MI. Adapun tujuan
khusus penelitian ini adalah (1) mengetahui tingkat validitas konstruk instrumen
asemsen berpikir kritis melalui membaca, (2) mengetahui tingkat reliabilitas
instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca, (3) mengetahui kepraktisan
2
instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca, dan (4) mengetahui
keterbacaan instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca.
METODE
Desain penelitian pengembangan ini menggunakan model pengembangan
yang diungkap oleh Djaali dan Pudji Mulyono (2004:81-85). Adapun tahapan
dalam model tersebut meliputi: (1) menetapkan tujuan dan merumuskan konsep,
(2) mengembangkan konsep yang sudah dirumuskan menjadi indikator-indikator
yang hendak diukur, (3) membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk spesifikasi,
(4) menetapkan besaran, (5) menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk
pernyataan dan pertanyaan, (6) butir-butir yang telah ditulis merupakan konsep
instrumen yang harus melalui proses validasi, (7) tahap validasi pertama yang
ditempuh yaitu melalui pemeriksaan pakar, (8) revisi atau perbaikan berdasarkan
saran dari pakar, (9) penggandaan instrumen secara terbatas untuk keperluan uji
coba, (10) melakukan uji coba, (11) pengujian validitas instrumen dengan
menggunakan kriteria internal dan eksternal, (12) perolehan kesimpulan mengenai
valid atau tidaknya sebuah perangkat instrumen, (13) untuk butir-butir yang tidak
valid dikeluarkan atau diperbaiki untuk diuji coba ulang dan butir-butir yang valid
dirakit kembali berdasarkan kisi-kisi, (14) menghitung koefisien reliabilitas, dan
(15) Perakitan butir-butir instrumen yang valid untuk dijadikan instrumen final.
Kelima belas langkah tersebut tidak semua dilaksanakan, tetapi diadaptasi sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
Prosedur pengembangan yang dilaksanakan dalam penelitian ini yaitu,
(1) tahap prapengembangan produk, (2) tahap pengembangan produk, (3) tahap
uji coba produk, dan (4) tahap revisi atau penyempurnaan produk. Pertama, tahap
prapengembangan dilakukan dengan cara (1) menetapkan tujuan mengembangkan instrumen asesmen, (2) menetapkan sumber acuan, (3) mengkaji sumber
acuan, (4) memberikan tanda pada sumber acuan, (5) mengutip beberapa teori,
prinsip, dan pandangan ahli untuk dijadikan landasan spesifikasi produk, (6)
melakukan wawancara bebas, dan (7) menyimpulkan dasar-dasar pengembangan
dan spesifikasi produk instrumen asesmen. Kedua, tahap pengembangan produk
merupakan proses mewujudkan produk berdasarkan spesifikasi produk yang
dihasilkan pada tahap prapengembangan. Ketiga, tahap uji coba produk dilakukan
dengan uji ahli, uji praktisi, dan uji lapangan dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat validitas konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan produk. Uji
ahli dilakukan di Universitas Negeri Malang terhadap dosen Sastra Indonesia. Uji
praktisi dilakukan di MIN Malang 2 terhadap praktisi Bahasa Indonesia.
Sementara itu, uji lapangan kelompok terbatas dilakukan terhadap 35 siswa kelas
VB MIN Malang 2. Keempat, tahap revisi atau penyempurnaan produk
merupakan tindak lanjut dari berbagai rekomendasi perbaikan dari validator pada
tahap uji coba produk. Tahap ini menghasilkan produk yang siap
diimplementasikan dan diseminasi.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen utama
dan instrumen bantu. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri, yaitu
peneliti sebagai human instrumen yang selalu hadir dalam penelitian dan
menggunakan instrumen bantu untuk memperoleh data. Instrumen bantu
penelitian ini yaitu pedoman angket untuk ahli, praktisi, dan siswa. Instrumen
bantu berupa pedoman angket divalidasi dengan cara dibaca secara cermat oleh
3
ahli. Wujud data penelitian ini adalah data verbal tentang saran dan komentar
perbaikan produk, sedangkan data numerik berupa skor penilaian angket.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu, berupa data numerik dan
data verbal. Data numerik meliputi skor penilaian aspek validitas konstruk,
reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan instrumen asesmen yang dikembangkan.
Sementara itu, data verbal meliputi catatan, komentar, kritik, dan saran perbaikan
yang ditulis oleh subjek uji coba pada lembar penilaian.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kuantitatif digunakan untuk mengolah data berupa skor yang diperoleh
dari penyebaran angket ahli, angket guru, dan angket siswa berkaitan dengan
instrumen asesmen berpikir kritis. Data tersebut sebelumnya sudah divalidasi oleh
para ahli kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus Arikunto (1996:224).
Sementara itu, data verbal dianalisis dengan analisis kualitatif yang meliputi: (1)
mengumpulkan data verbal berupa catatan, komentar, kritik, dan saran dari ahli
dan praktisi yang diperoleh dari angket penilaian; (2) menghimpun, menyeleksi,
dan mengklasifikasi data verbal berdasarkan kelompok uji; dan (3) menganalisis
data dan merumuskan simpulan analisis sebagai dasar untuk melakukan tindakan
terhadap produk yang dikembangkan.
HASIL PENGEMBANGAN
Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini berupa
instrumen asesmen yang digunakan untuk mengungkap kemampuan berpikir
kritis. Hasil pengembangan tersebut sesuai dengan tujuan penelitian
pengembangan yaitu, mengetahui validitas konstruk instrumen asesmen,
reliabilitas instrumen asesmen, kepraktisan instrumen asesmen, dan keterbacaan
instrumen asesmen.
Pertama, aspek validitas konstruk instrumen asesmen yang
dikembangkan mencakup aplikasi aspek kemampuan berpikir kritis yang
diungkap melalui kegiatan membaca, pemanfaatan jenis teks yang problematik,
dan penggunaan jenis tes dalam mengukur kemampuan berpikir kritis. Kedua,
aspek reliabilitas instrumen asesmen terkait dengan keajegan petunjuk dalam
instrumen asesmen dan keajegan rubrik penilaian. Ketiga, kepraktisan instrumen
asesmen yang terkait dengan kemudahan instrumen asesmen, aspek ini mencakup
tampilan dan tata letak instrumen asesmen, bagaian isi instrumen asesmen, dan
keterterapan instrumen asesmen. Tampilan dan tata letak instrumen asesmen
terletak pada isi, penyajian, dan kegrafikan. Keempat, keterbacaan instrumen
asesmen terkait dengan penggunaan bahasa pada instrumen asesmen.
Data Uji Coba
Data uji coba terdiri dari (1) data penyempurnaan produk, (2) data
reliabilitas produk, (3) data kepraktisan produk dan (3) data keterbacaan produk.
Pertama, data penyempurnaan produk. Dari uji coba terhadap aspek validitas
konstruk instrumen asesmen dengan kelompok uji coba memperoleh rata-rata
persentase 82.66%, sehingga instrumen asesmen dapat dikategorikan memenuhi
tingkat validitas konstruk yang baik. Kedua, data reliabilitas produk. Dari uji coba
terhadap aspek reliabilitas instrumen asesmen dengan kelompok uji coba
memperoleh rata-rata skor 90.5% sehingga instrumen asesmen memenuhi
reliabilitas yang baik. Ketiga, data kepraktisan produk. Dari uji coba terhadap
aspek kepraktisan instrumen asesmen dengan kelompok uji coba secara
4
keseluruhan rata-rata kelayakan mencapai persentase 83.33%, sehingga instrumen
asesmen dapat dikategorikan memenuhi aspek kepraktisan yang baik. Keempat,
data keterbacaan produk. Dari uji coba terhadap aspek keterbacaan instrumen
asesmen dengan kelompok uji coba secara keseluruhan rata-rata kelayakan
mencapai persentase 80.75%, sehingga instrumen asesmen dapat dikategorikan
memenuhi keterbacaan yang baik.
Dari hasil uji coba, diketahui pula beberapa kelebihan instrumen
asesmen. Pada aspek pemilihan teks dapat menambah wawasan siswa sebagai
pengguna instrumen asesmen, sebab teks yang digunakan memperhatikan aspek
situasi bacaan dan variasi jenis teks. Butir-butir soal yang disajikan
memperhatikan aspek kemampuan berpikir kritis yang hendak diukur dan jenis tes
yang digunakan untuk mengungkap kemampuan tersebut bervariasi. Instrumen
asesmen dilengkapi dengan sampul yang menarik, kata pengantar, gambaran
komponen instrumen asesmen, pengantar soal, dan petunjuk.
Walaupun demikian, instrumen asesmen juga memiliki beberapa
kelemahan. Pada aspek pemilihan teks belum memperhatikan tingkat kesulitan
teks dalam penyajiannya, sehingga perlu adanya perbaikan pada teks yang
ditunjuk. Pada bagian kemampuan berpikir kritis dalam instrumen asesmen,
pertanyaan evaluatif masih kurang. Pada aspek penggunaan bahasa masih terdapat
ejaan yang kurang tepat, masih terdapat istilah pada butir soal yang berdampak
pada kesulitan siswa (sebagai pengguna produk) sulit memahami maksud
pertanyaan pada butir soal. Pada bagian penulisan sumber teks yang disajikan
kurang lengkap.
Revisi Produk
Revisi produk didasarkan pada pencapaikan skor kelayakan instrumen
asesmen dan catatan subjek uji coba. Berdasarkan pencapaian skor serta kelebihan
dan kekurangan masing-masing aspek instrumen seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka produk diperbaiki pada bagian yang ditunjuk. Pada aspek
pemilihan teks (penyajian tingkat kesulitan teks) dilakukan pergantian teks yaitu,
pada teks 2 dan teks 5 yang keduanya merupakan teks ekposisi, sehingga teks 2
diganti menjadi teks deskripsi dan teks 5 menjadi teks argumentasi. Perbaikan
juga dilakukan pada butir-butir soal yang menyertai teks serta penyajian sumber
teks yang belum lengkap.
Pada aspek kemampuan berpikir kritis dalam instrumen asesmen
dilakukan perbaikan dengan mengganti butir soal yang belum mengungkap
kemampuan berpikir kritis. Perbaikan tersebut didasarkan pada saran perbaikan
dari ahli yaitu memperbanyak aspek evaluatif pada butir soal, sehingga aspek
kritis pada instrumen asesmen yang dikembangkan menjadi mendapatkan porsi
yang lebih besar dari 25 butir soal.
Pada aspek penggunaan bahasa masih terdapat istilah asing yaitu terdapat
pada kata ”konteks” diperbaiki menjadi ”situasi”, kata ”aspek membaca”
diperbaiki menjadi ”tugas membaca/reading task” dan perbaikan pada ejaan yang
masih kurang tepat. Selain itu juga terdapat penambahan kata ”percobaan
pertama” dan ”percobaan kedua” pada teks 3. Butir pertanyaan yang kurang jelas
terdapat pada soal nomor 28, sehingga diperbaiki sesuai dengan komentar dari
hasil uji coba. Perbaikan-perbaikan tersebut dilakukan betujuan agar instrumen
asesmen yang dikembangkan benar-benar layak dan berkualitas sehingga dapat
bermanfaat bagi guru maupun siswa.
5
PEMBAHASAN
Pada bagian pembahasan ini dipaparkan hasil (1) validitas konstruk
instrumen asesmen, (2) reliabilitas instrumen asesmen, (3) kepraktisan instrumen
asesmen, dan (4) keterbacaan instrumen asesmen.
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu, instrumen
asesmen berpikir kritis melalui membaca untuk siswa SD/MI. Secara umum yang
dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan
akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek
ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel (Djaali dan Pudji
Mulyono, 2004:7), sedangkan asesmen adalah serangkaian proses yang di
dalamnya terdapat aktivitas tes dan evaluasi (Imandala, 2009).
Dalam menyusun instrumen asesmen, terdapat tiga instrumen yang perlu
di perhatikan, yaitu instrumen kognitif, instrumen psikomotor, dan instrumen
afektif. Penyusunan instrumen kognitif dapat dilakukan dengan menggunakan
bentuk tagihan pilihan ganda, tes lisan, uraian objektif, uraian non-objektif,
menjodohkan, performans, dan portofolio. Penentuan sistem penskoran sangat
penting terutama bentuk tagihan uraian agar unsur subjektifitas korektor dapat
diminimalisasi (Haryati, 2007: 87).
Instrumen asesmen yang dikembangkan merupakan instrumen kognitif
yang digunakan untuk mengukur potensi umum, sehingga instrumen asesmen
yang dikembangkan tidak terkait langsung dengan kurikulum. Pengembangan
instrumen asesmen juga memperhatikan perkembangan kognitif siswa SD/MI.
Piaget (dalam Kurnia, 2008:3-7) membagi fase perkembangan kognitif anak ke
dalam empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap pra-operasional, tahap
konkret operasional, dan tahap formal operasional. Instrumen asesmen
diujicobakan pada anak umur 11 tahun (siswa kelas V) yang masuk fase
perkembangan kognitif tahap kongkrit operasional menuju formal operasional.
Dalam hal ini pengembangan instrumen asesmen memperhatikan penyajian
tingkat kesulitan dari segi teks, butir soal, serta penggunaan bahasa yang
disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak SD/MI.
Instrumen kognitif yang dikembangkan memiliki syarat validitas
konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan yang baik. Hal tersebut dapat
dilihat dari hasil uji coba kelompok uji yaitu pada ahli instrumen asesmen, ahli
membaca, praktisi, dan siswa pada pedoman angket penilaian yang telah
diberikan.
Instrumen asesmen memiliki komponen yang telah direvisi. Komponenkomponen yang dapat dilihat dalam instrumen asesmen antara lain, validitas
konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan instrumen asesmen.
Validitas Konstruk Instrumen Asesmen
Produk yang dikembangkan yaitu instrumen asesmen yang dapat
mengungkap kemampuan berpikir kritis. Pengembangan instrumen asesmen dapat
dikatakan valid apabila memenuhi syarat validitas konstruk (Sudjana, 2009:12).
Syarat validitas konstruk instrumen asesmen yang telah dikembangkan mencakup
bagian ketepatan porsi kisi-kisi terhadap konsep berpikir kritis. Aspek tersebut
memperoleh rata-rata skor 82.66%, sehingga dapat memenuhi validitas konstruk
yang baik. Instrumen asesmen yang dikembangkan dalam penelitian ini terkait
dengan aspek validitas konstruk yaitu, (1) kompetensi berpikir kritis, (2) format
6
teks, (3) dan bentuk-bentuk tes yang digunakan dalam mengungkap kemampuan
berpikir kritis.
Instrumen asesmen yang dikembangkan memuat aspek kompetensi
berpikir kritis yang meliputi, (1) mengembangkan interpretasi teks, dan (2)
merefleksi dan mengevaluasi teks. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan
oleh Facione (dalam Kuswana, 2011:19) yang mengatakan bahwa berpikir kritis
menjadi tujuan dan penilaian pengaturan diri yang menghasilkan interpretasi,
analisis, evaluasi, dan kesimpulan. Ennis (dalam Fisher, 2007:4) menambahkan
bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang
berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Oleh
karena itu, aspek kemampuan berpikir kritis mencakup, aspek menginterpretasi,
merefleksi dan mengevaluasi teks dalam instrumen asesmen yang dikembangkan.
Instrumen asesmen juga memperhatikan perkembangan kognitif anak SD/MI
umur 11 tahun, sehingga pendistribusian aspek kompetensi berpikir kritis dalam
membaca disajikan urut mulai yang mudah ke yang sulit yaitu selalu didahului
kompetensi berpikir kritis menginterpretasikan teks, refleksi, dan evaluasi.
Kompetensi berpikir kritis aspek interpretasi disajikan dalam 9 butir soal
dari total 25 butir soal, sedangkan untuk aspek refleksi dan evaluasi disajikan
dalam jumlah yang lebih banyak yaitu 16 butir soal. Berdasarkan hal tersebut
diketahui bahwa instrumen asesmen yang dikembangkan memenuhi aspek
kemampuan berpikir kritis yang baik.
Format teks yang digunakan dalam pengembangan instrumen asesmen
mencakup teks utuh dan teks penggalan/tabel. Penggunaan format teks pada
instrumen asesmen yang dikembangkan sesuai dengan PISA (2002:4) yang
menggunakan teks utuh/lengkap termasuk prosa narasi, eksposisi, deskripsi,
persuasi atau injungtif/instruktif dan teks penggalan/grafik/tabel termasuk
diagram, grafik, tabel, peta, dan iklan. Pemanfaatan teks utuh dan penggalan
sependapat dengan beberapa teori dari ahli membaca untuk anak. May, 2006;
O’Donnel dan Wood, 2004; Ruddel, 2006; Vacca dkk, 2006 (dalam Santrock,
2007:364) mengemukakan bahwa materi-materi membaca sebaiknya utuh dan
bermakna. Artinya, anak-anak sebaiknya diberikan materi dalam bentuk lengkap,
seperti cerita-cerita dan puisi-puisi, sehingga mereka dapat belajar memahami
fungsi komunikatif bahasa.
Instrumen asesmen yang dikembangkan menggunakan empat teks
utuh/lengkap yaitu, jenis teks narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi,
sedangkan teks tidak utuh menggunakan dua jenis teks yang meliputi teks berupa
tabel dan teks penggalan berupa teks wawancara. Teks utuh/lengkap yang
digunakan mempunyai persentase sebanyak 66% dan teks penggalan/tabel
sebanyak 33%.
Teks yang dimanfaatkan untuk menjawab butir soal memperhatikan
kriteria teks yang problematik (teks yang dapat dieksploitasi untuk berpikir kritis).
Oleh karena itu, teks tersebut antara lain mempunyai kriteria, (a) isi memaparkan
hal yang tidak sesuai dengan kehidupan nyata/tidak logis, (b) pemaparan isi cerita
kurang disertai alasan yang jelas, (c) tidak adanya keruntutan dalam
mendeskripsikan suatu hal/benda, (d) tidak adanya kesesuaian antara isi dengan
judul, (e) informasi yang diberikan dalam teks memiliki tujuan tertentu, dan (f)
kurang adanya kelengkapan dalam penyajian isi.
7
Jenis teks yang digunakan dalam pengembangan instrumen asesmen
tidak terdapat teks persuasi, injungtif/instruktif, diagram, grafik, peta, dan iklan.
Hal ini dikarenakan dalam pemilihan teks juga disesuaikan dengan jumlah butir
soal. Selain itu, pemilihan teks juga didasari oleh saran ahli (ahli instrumen
asesmen) untuk menggunakan variasi teks dari yang mudah ke yang sulit.
Menurut ahli tingkat kesulitan teks mulai dari teks narasi, deskripsi, eksposisi, dan
argumentasi. Format teks yang digunakan dalam pengembangan instrumen
asesmen untuk siswa SD/MI disesuaikan dengan kebutuhan atau hal-hal yang
dekat dengan pengetahuan dan kemampuan berpikir anak.
Situasi bacaan dalam teks yang digunakan pada instrumen asesmen yang
dikembangkan berdasarkan soal literasi membaca PISA. Situasi bacaan tersebut
meliputi, pribadi, masyarakat, pekerjaan dan pendidikan. Teks dengan situasi
pribadi mencakup, surat pribadi, karangan fiksi, bacaan untuk kesenangan. Teks
dengan situasi masyarakat mencakup dokumen resmi dan informasi yang
berkaitan dengan masyarakat. Teks dengan situasi pekerjaan mencakup bacaan
yang berkaitan dengan dunia kerja. Teks dengan situasi pendidikan mencakup
tugas-tugas sekolah dan bacaan untuk belajar (PISA, 2002:4). Penggunaan situasi
bacaan (konteks bacaan) yang tercakup dalam soal literasi membaca PISA
tersebut sesuai dengan pendapat May, 2006; O’Donnel dan Wood, 2004; Ruddel,
2006; Vacca dkk, 2006 (dalam Santrock, 2007:364) menjelaskan bahwa pembacapembaca pemula diajarkan untuk mengenali kata-kata (atau bahkan seluruh
kalimat) secara menyeluruh dan diajarkan juga untuk menggunakan konteks
bacaan dalam menerka makna kata-kata yang masih asing.
Teks dengan situasi pribadi dalam instrumen asesmen diwujudkan
dengan karangan fiksi berupa cerita legenda. Teks dengan situasi pendidikan
diwujudkan dengan bacaan tentang percobaan fisika sederhana (IPTEK) dan
pengetahuan tentang rumah adat. Teks dengan situasi masyarakat diwujudkan
dengan bacaan dampak memakan makanan yang tidak sehat untuk mengetahui
cara menyikapinya dan bacaan dari teks wawancara tentang hal-hal yang harus
dilakukan ketika beradaptasi dengan masyarakat pedalaman. Teks dengan situasi
pekerjaan diwujudkan dalam bacaan tentang hal-hal yang dilakukan petugas
penolong bencana gunung meletus.
Teks dengan situasi bacaan pendidikan dan masyarakat mendapatkan
porsi yang banyak karena disesuaikan dengan kebutuhan anak usia 11 tahun yang
masih pada tahap belajar dan mengenal masyarakat. Untuk teks situasi pekerjaan
mendapatkan porsi sedikit karena anak masih belum perlu untuk memikirkan
pekerjaan, sehingga teks yang digunakan sederhana dan butir soal yang disajikan
pada teks hanya dikaitkan dengan pengetahuan anak usia SD/MI.
Bentuk-bentuk tes yang digunakan dalam pengembangan instrumen
asesmen berpikir kritis antara lain, tes pilihan ganda, esai terbuka, dan esai
tertutup. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Arifin (2009:135) bahwa
secara umum bentuk tes dalam instrumen asesmen kognitif dapat digolongkan
menjadi dua yaitu, tes objektif dan tes subjektif. Bentuk tes objektif meliputi, (1)
tes pilihan ganda, (2) tes benar-salah, dan (3) tes menjodohkan. Tes subjektif
meliputi bentuk uraian terbatas dan uraian bebas.
Penggunaan bentuk tes disesuaikan dengan aspek kemampuan berpikir
kritis yang akan diungkap. Bentuk tes pilihan ganda digunakan pada butir soal
aspek menginterpretasi teks, sedangkan jenis tes esai lebih digunakan untuk
8
mengungkap kemampuan berpikir kritis aspek refleksi dan evaluasi teks. Bentuk
tes esai lebih banyak digunakan karena jenis tes ini memliki karakteristik untuk
menggali pendapat siswa sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga
bentuk tes esai sangat mendukung adanya kemampuan berpikir kritis subjek tes.
Untuk jenis tes pilihan ganda pada instrumen asesmen dirumuskan lebih sulit, hal
tersebut tercermin dalam kalimat pertanyaan yang disajikan dan pengecoh yang
memiliki tingkat kesulitan tinggi. Bentuk-bentuk soal yang digunakan dalam
instrumen asesmen disajikan secara bervariasi bertolak dari sebuah teks.
Reliabilitas Instrumen Asesmen
Instrumen asesmen yang dikembangkan haruslah memenuhi syarat
reliabilitas (Sudjana, 2009:12). Aspek reliabilitas dalam instrumen asesmen yang
dikembangkan mencakup, petunjuk dan rubrik penilaian. Tingkat reliabilitas
instrumen asesmen yang dikembangkan telah memenuhi syarat yang baik. Hal
tersebut dapat diketahui dari hasil uji kepada kelompok uji pada aspek reliabilitas
instrumen asesmen. Aspek reliabilitas instrumen asesmen mendapatkan rata-rata
skor 90.5%, sehingga tergolong sangat layak.
Bagian petunjuk instrumen asesmen terkait dengan petunjuk umum,
petunjuk khusus dan perumusan butir soal, sedangkan pada bagian rubrik
penilaian terkait dengan keakuratan jawaban dan penyekoran. Bagian tersebut
telah memenuhi syarat reliabilitas yang baik.
Dalam mencapai reliabilitas yang baik, dilakukan langkah-langkah antara
lain: (1) mempertimbangkan panjang suatu tes, karena semakin panjang suatu tes
semakin banyak jumlah butir aspek berpikir kritis yang bisa diukur sehingga tes
semakin mendekati kebenaran dan semakin kecil subjek tes menebak, (2)
mempertimbangkan koefisien korelasi, dalam hal ini berkaitan dengan sebaran
skor dalam kelompok siswa yang diukur, (3) merumuskan petunjuk dan rubrik
penilaian secara rinci dan jelas, dan (4) memperhatikan tingkat kesulitan tes yang
dikembangkan.
Kepraktisan Instrumen Asesmen
Instrumen asesmen yang dikembangkan telah memenuhi syarat
kepraktisan. Kepraktisan berkaitan dengan tingkat kemudahan penggunaan
instrumen asesmen. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh
Harsiati (2011:116) bahwa kepraktisan adalah soal dapat digunakan sesuai dengan
kondisi dan situasi yang ada. Dari hasil uji coba dengan kelompok subjek uji
coba, kepraktisan instrumen asesmen memperoleh rata-rata skor 83.33%, pada
bagian tampilan dan tata letak, isi, dan keterterapan, sehingga instrumen asesmen
yang dikembangkan telah memenuhi syarat kepraktisan yang baik. Aspek
kepraktisan tersebut dijelaskan sebagai berikut ini.
Pertama, dari segi tampilan instrumen asesmen terkait dengan aspek
kegrafikan yang meliputi, (1) ukuran instrumen asesmen disesuaikan dengan
standar ISO yaitu, menggunakan kertas A4 210×297 mm, (2) ilustrasi atau
gambar terdapat pada teks yang disajikan pada butir soal dan pada sampul
instrumen asesmen yaitu disajikan gambar yang menunjukkan proses berpikir, (3)
konsep utama desain instrumen asesmen ini yaitu, simple and colourfull design,
dan (4) ukuran tata letak meliputi, (a) kesesuaian penempatan judul, (b)
kesesuaian bidang cetak atau margin dan (c) kelengkapan dan kesesuaian
penempatan unsur tata letak, tipografi berkaitan dengan jenis dan ukuran huruf
yang menggunakan jenis cambria 12.
9
Kedua, dari segi isi instrumen asesmen. Isi instrumen asesmen terkait
dengan kelengkapan instrumen asesmen, kesesuaian antara butir-butir soal dengan
aspek kompetensi berpikir kritis, kesesuaian antara butir soal dengan kisi-kisi, dan
proporsionalitas tingkat kesulitan butir soal yang dibuat. Bagian isi instrumen
asesmen mendapatkan respon positif dari para validator berdasarkan hasil skor uji
ahli yang memenuhi kriteria sangat layak dan tidak adanya komentar yang berarti
pada lembar pedoman angket yang telah disediakan. Hal ini membuktikan bahwa
bagian isi instrumen asesmen telah memenuhi syarat kepraktisan yang baik.
Ketiga, dari segi keterterapan instrumen asesmen. Keterterapan
instrumen asesmen terkait dengan tingkat kemungkinan teraplikasikannya butirbutir soal di lapangan, butir soal mudah digunakan, dan rubrik mudah digunakan.
Bagian ini mendapatkan respon positif dari subjek uji coba, karena tidak
memberikan komentar pada lembar angket yang telah disediakan. Hal ini
membuktikan bahwa bagian isi instrumen asesmen memenuhi kepraktisan yang
baik.
Keterbacaan Instrumen Asesmen
Instrumen asesmen yang dikembangkan telah memenuhi syarat
keterbacaan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji coba dengan kelompok subjek
uji coba yang memperoleh rata-rata skor 80.75%, sehingga instrumen asesmen
yang dikembangkan dapat dikatakan telah memenuhi syarat keterbacaan yang
baik. Untuk selanjutnya, penjabaran mengenai aspek keterbacaan instrumen
asesmen yang dikembangkan dijelaskan sebagai berikut ini.
Penggunaan bahasa dalam instrumen asesmen yang dikembangkan telah
sesuai dengan aspek kelayakan aspek penggunaan bahasa yang telah dipaparkan
oleh Basuki (2010:186) yaitu, mencakup: (1) rumusan kalimat soal harus
komunikatif, yaitu menggunakan bahasa yang sederhana dan kata-kata yang sudah
dikenal siswa, (2) butir soal menggunakan bahasa yang baik dan benar, (3)
rumusan soal tidak mengandung kata-kata/kalimat yang dapat menimbulkan
panafsiran ganda atau salah penafsiran, (4) butir soal tidak menggunakan bahasa
yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional,
dan (5) rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang menyinggung perasaan.
Kalimat yang digunakan dalam instrumen asesmen yaitu bentuk-bentuk
kalimat efektif. Kalimat efektif merupakan kalimat yang jelas, padat, lugas, dan
tidak menimbulkan ambiguitas, sehingga dapat dipahami oleh siswa SD/MI
dengan mudah. Kalimat-kalimat tersebut diaplikasikan pada pengantar soal,
petunjuk, dan kalimat pertanyaan dalam butir-butir soal yang disajikan.
Instrumen asesmen ditujukan pada siswa SD/MI. Dalam hal ini, bahasa
yang digunakan yaitu bahasa Indonesia yang baik, benar, dan disesuaikan dengan
perkembangan siswa SD/MI. Penggunaan bahasa pada instrumen asesmen juga
memperhatikan aspek kekomunikatifan, sehingga kalimat perintah dalam butir
soal menggunakan kata sapaan secara konsisten dalam memposisikan siswa
SD/MI. Selain itu, pemilihan kata disesuaikan dengan pemahaman anak dan tidak
menggunakan istilah/penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia pada butir soal
yang disajikan.
10
PENUTUP
Kesimpulan
Bertolak dari temuan uji coba dan pembahasan hasil uji validitas konstruk,
reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan instrumen asesmen berpikir kritis
melalui membaca untuk siswa SD/MI, telah dilakukan perbaikan dari beberapa
aspek. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa instrumen asesmen yang telah
dikembangkan telah memenuhi syarat dan sudah layak untuk diimplementasikan.
Instrumen asesmen yang telah dikembangkan memiliki syarat validitas
konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan yang baik. Hal tersebut
diketahui dari hasil uji coba pada subjek uji coba antara lain, ahi instrumen
asesmen, ahli membaca, praktisi, dan siswa. Hasil dari uji coba diketahui bahwa
rata-rata skor yang diperoleh terhadap aspek yang dinilai pada instrumen asesmen
secara keseluruhan mencapai tingkat persentase ≥61%.
Saran
Berdasarkan hasil pengembangan dan kajian produk yang telah direvisi
di atas, maka dikemukakan saran sebagai berikut. Pertama, saran untuk guru,
instrumen asesmen berpikir kritis masih awam di kalangan guru. Produk ini
dihasilkan untuk disampaikan kepada guru/praktisi sebagai alternatif instrumen
asesmen yang dapat mengungkap kemampuan berpikir kritis siswa.
Kedua, saran untuk peneliti lanjutan, kompetensi membaca merupakan
keterampilan berbahasa yang amat penting dipelajari oleh siswa. Melalui
keterampilan membaca, maka kompetensi yang lain juga dapat ditingkatkan.
Model-model tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes pilihan ganda, esai
terbuka, dan esai tertutup, disarankan peneliti lanjutan mampu mengembangkan
instrumen asesmen berpikir kritis dengan pengembangan model-model lain
sehingga bentuk tes lebih variatif.
Ketiga, berkaitan dengan diseminasi, produk berupa instrumen asesmen
berpikir kritis dapat disebarluaskan melalui forum MGMP adalah cara yang
positif. Penyebarluasan melalui forum MGMP memberikan dampak yang positif,
karena melalui forum ini merupakan ajang pertemuan guru mata pelajaran. Selain
itu, dengan melalui forum MGMP guru dapat mengetahui hasil sumbangan ilmu
pengetahuan yang kemudian dapat didiskusikan untuk menghasilkan instrumen
asesmen yang lebih baik. Untuk peneliti lanjutan diharapkan memperhatikan
subjek penelitian untuk tujuan tingkat keterterapan yang lebih maksimal.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip Teknik Prosedur. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi
Revisi III. Jakarta: Rineka Cipta.
Basuki, Imam Agus. (Ed.). 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran Bahasa
Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Djaali, dan Pudji Mulyono. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:
Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.
Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Harsiati, Titik. 2011. Penilaian Dalam Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri
Malang.
11
Haryati, Mimin. 2007. Model & Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.
Imandala, Iim. 2009. Konsep Dasar Asesmen, (Online),
(http://www.abhest.co.cc/2009/12/konsep-dasar-asesmen.html), diakses 1
Februari 2011.
Kurnia, Inggridwati, Irene Maya Simin, Maria Claudia Wahyu Trihastuti, Gerda
K. Wanel. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Departemen
Pendidikan Nasional.
Kuswana, Wowo Sunaryo. 2011. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
PISA. 2002. Preparing Student for PISA: Reading Literasi-Teacher’s Handbook.
OECD.
Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian dan
Pengembangan. 2008. Metode Penelitian Pengembangan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Santrock. J.W. 2007. Perkembangan Anak (jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
12
Download