PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BERPIKIR KRITIS MELALUI MEMBACA UNTUK SISWA SD/MI Yeni Ratna Prasasti 1 Suyono 2 Imam Agus Basuki 3 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email: [email protected] ABSTRACT: The main objective of this research is to produce instruments of assessment of critical thinking through reading for elementary school. The particular objective was to determine (1) construct validity, (2) reliability, (3) practicality, and (3) the legibility of the product. Research design used is the development of procedural methods. In terms of construct validity, the assessment instrument was developed based on aspects of critical thinking skills. reliability of products related to instruction and assessment rubrics. Practicality of products related to the ease of use of the product. Furthermore, the readability assessment instrument relating to the use of languaget. Key words: critical thinking, assessment instruments, reading ABSTRAK: Tujuan utama penelitian ini adalah menghasilkan instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca untuk siswa SD/MI. Adapun tujuan khususnya adalah mengetahui (1) validitas konstruk, (2) reliabilitas, (3) kepraktisan, dan (3) keterbacaan produk. Desain yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan metode prosedural. Dari segi validitas konstruk, instrumen asesmen dikembangkan berdasarkan aspek kemampuan berpikir kritis. Reliabilitas produk berkaitan dengan keajegan petunjuk dan rubrik penilaian. Kepraktisan produk berkaitan dengan kemudahan penggunaan produk. Selanjutnya, keterbacaan produk berkaitan dengan penggunaan bahasa. Kata kunci: berpikir kritis, instrumen asesmen, membaca Dalam Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) SD disebutkan bahwa pada aspek belajar dan berinovasi, yaitu menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis dan kreatif serta menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan. Berdasarkan hal tersebut memberikan pandangan bahwa kemampuan berpikir khususnya berpikir kritis merupakan kemampuan yang mendapatkan perhatian lebih dalam era pendidikan modern saat ini. Berpikir kritis adalah aktivitas terampil yang bisa dilakukan dengan lebih baik atau sebaliknya, dan pemikiran kritis yang baik akan memenuhi beragam standar intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan, koherensi, dan lain-lain (Fisher, 2009:13) 1 Yeni Ratna Prasasi adalah Sarjana Universitas Negeri Malang (UM), Malang. Artikel ini diangkat dari skripsi Sarjana Sastra Indonesia. Program Sarjana Universitas Negeri Malang, 2012. 2 Suyono adalah dosen Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang (UM) 3 Imam Agus Basuki adalah dosen Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang (UM) Standar kompetensi matapelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Oleh karena itu, pengembangan di berbagai unsur dalam pembelajaran sangat perlu dilakukan oleh berbagai pihak dalam pendidikan, salah satunya yaitu, pengembangan dalam bidang instrumen asesmen. Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel (Djaali dan Pudji Mulyono, 2004:7), sedangkan asesmen adalah serangkaian proses yang di dalamnya terdapat aktivitas tes dan evaluasi (Imandala, 2009). Instrumen asesmen meliputi tes dan sistem penilaian. Instrumen asesmen dirancang untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik setelah mempelajari suatu kompetensi. Oleh karena itu, instrumen asesmen yang dirancang dengan baik dan sesuai dengan tingkatan kemampuan berpikir dapat meningkatkan daya berpikir siswa. Berkaitan dengan pentingnya keterampilan berpikir khususnya berpikir kritis, pengembangan instrumen asesmen digunakan sebagai alat untuk mengungkap kemampuan berpikir kritis siswa. Instrumen asesmen berpikir kritis merupakan suatu alat penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa yang diwujudkan dalam bentuk tes yang memperhatikan tingkatan keterampilan berpikir kritis. Aspek pembelajaran bahasa Indonesia meliputi membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis (Tarigan, 1993:7). Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis. Oleh karena itu, kegiatan membaca berpotensi untuk mengungkap kemampuan berpikir kritis. Pengembangan instrumen asesmen berpikir kritis diperuntukkan kepada siswa SD/MI. Sesuai dengan karakteristik perkembangan masa anak akhir diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang dianggap penting untuk keberhasilan melanjutkan studi dan penyesuaian diri dalam kehidupannya kelak. Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka sangat perlu adanya pengembangan dalam bidang instrumen assesmen berpikir kritis untuk siswa SD/MI guna meningkatkan generasi yang berkualitas dan siap menghadapi perkembangan dalam kehidupan. Penelitian ini dikembangkan dengan judul “Pengembangan Instrumen Asesmen Berpikir Kritis Melalui Membaca Untuk Siswa SD/MI”. Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah menghasilkan instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca untuk siswa SD/MI. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mengetahui tingkat validitas konstruk instrumen asemsen berpikir kritis melalui membaca, (2) mengetahui tingkat reliabilitas instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca, (3) mengetahui kepraktisan 2 instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca, dan (4) mengetahui keterbacaan instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca. METODE Desain penelitian pengembangan ini menggunakan model pengembangan yang diungkap oleh Djaali dan Pudji Mulyono (2004:81-85). Adapun tahapan dalam model tersebut meliputi: (1) menetapkan tujuan dan merumuskan konsep, (2) mengembangkan konsep yang sudah dirumuskan menjadi indikator-indikator yang hendak diukur, (3) membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk spesifikasi, (4) menetapkan besaran, (5) menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk pernyataan dan pertanyaan, (6) butir-butir yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang harus melalui proses validasi, (7) tahap validasi pertama yang ditempuh yaitu melalui pemeriksaan pakar, (8) revisi atau perbaikan berdasarkan saran dari pakar, (9) penggandaan instrumen secara terbatas untuk keperluan uji coba, (10) melakukan uji coba, (11) pengujian validitas instrumen dengan menggunakan kriteria internal dan eksternal, (12) perolehan kesimpulan mengenai valid atau tidaknya sebuah perangkat instrumen, (13) untuk butir-butir yang tidak valid dikeluarkan atau diperbaiki untuk diuji coba ulang dan butir-butir yang valid dirakit kembali berdasarkan kisi-kisi, (14) menghitung koefisien reliabilitas, dan (15) Perakitan butir-butir instrumen yang valid untuk dijadikan instrumen final. Kelima belas langkah tersebut tidak semua dilaksanakan, tetapi diadaptasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. Prosedur pengembangan yang dilaksanakan dalam penelitian ini yaitu, (1) tahap prapengembangan produk, (2) tahap pengembangan produk, (3) tahap uji coba produk, dan (4) tahap revisi atau penyempurnaan produk. Pertama, tahap prapengembangan dilakukan dengan cara (1) menetapkan tujuan mengembangkan instrumen asesmen, (2) menetapkan sumber acuan, (3) mengkaji sumber acuan, (4) memberikan tanda pada sumber acuan, (5) mengutip beberapa teori, prinsip, dan pandangan ahli untuk dijadikan landasan spesifikasi produk, (6) melakukan wawancara bebas, dan (7) menyimpulkan dasar-dasar pengembangan dan spesifikasi produk instrumen asesmen. Kedua, tahap pengembangan produk merupakan proses mewujudkan produk berdasarkan spesifikasi produk yang dihasilkan pada tahap prapengembangan. Ketiga, tahap uji coba produk dilakukan dengan uji ahli, uji praktisi, dan uji lapangan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat validitas konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan produk. Uji ahli dilakukan di Universitas Negeri Malang terhadap dosen Sastra Indonesia. Uji praktisi dilakukan di MIN Malang 2 terhadap praktisi Bahasa Indonesia. Sementara itu, uji lapangan kelompok terbatas dilakukan terhadap 35 siswa kelas VB MIN Malang 2. Keempat, tahap revisi atau penyempurnaan produk merupakan tindak lanjut dari berbagai rekomendasi perbaikan dari validator pada tahap uji coba produk. Tahap ini menghasilkan produk yang siap diimplementasikan dan diseminasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen utama dan instrumen bantu. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri, yaitu peneliti sebagai human instrumen yang selalu hadir dalam penelitian dan menggunakan instrumen bantu untuk memperoleh data. Instrumen bantu penelitian ini yaitu pedoman angket untuk ahli, praktisi, dan siswa. Instrumen bantu berupa pedoman angket divalidasi dengan cara dibaca secara cermat oleh 3 ahli. Wujud data penelitian ini adalah data verbal tentang saran dan komentar perbaikan produk, sedangkan data numerik berupa skor penilaian angket. Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu, berupa data numerik dan data verbal. Data numerik meliputi skor penilaian aspek validitas konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan instrumen asesmen yang dikembangkan. Sementara itu, data verbal meliputi catatan, komentar, kritik, dan saran perbaikan yang ditulis oleh subjek uji coba pada lembar penilaian. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengolah data berupa skor yang diperoleh dari penyebaran angket ahli, angket guru, dan angket siswa berkaitan dengan instrumen asesmen berpikir kritis. Data tersebut sebelumnya sudah divalidasi oleh para ahli kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus Arikunto (1996:224). Sementara itu, data verbal dianalisis dengan analisis kualitatif yang meliputi: (1) mengumpulkan data verbal berupa catatan, komentar, kritik, dan saran dari ahli dan praktisi yang diperoleh dari angket penilaian; (2) menghimpun, menyeleksi, dan mengklasifikasi data verbal berdasarkan kelompok uji; dan (3) menganalisis data dan merumuskan simpulan analisis sebagai dasar untuk melakukan tindakan terhadap produk yang dikembangkan. HASIL PENGEMBANGAN Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini berupa instrumen asesmen yang digunakan untuk mengungkap kemampuan berpikir kritis. Hasil pengembangan tersebut sesuai dengan tujuan penelitian pengembangan yaitu, mengetahui validitas konstruk instrumen asesmen, reliabilitas instrumen asesmen, kepraktisan instrumen asesmen, dan keterbacaan instrumen asesmen. Pertama, aspek validitas konstruk instrumen asesmen yang dikembangkan mencakup aplikasi aspek kemampuan berpikir kritis yang diungkap melalui kegiatan membaca, pemanfaatan jenis teks yang problematik, dan penggunaan jenis tes dalam mengukur kemampuan berpikir kritis. Kedua, aspek reliabilitas instrumen asesmen terkait dengan keajegan petunjuk dalam instrumen asesmen dan keajegan rubrik penilaian. Ketiga, kepraktisan instrumen asesmen yang terkait dengan kemudahan instrumen asesmen, aspek ini mencakup tampilan dan tata letak instrumen asesmen, bagaian isi instrumen asesmen, dan keterterapan instrumen asesmen. Tampilan dan tata letak instrumen asesmen terletak pada isi, penyajian, dan kegrafikan. Keempat, keterbacaan instrumen asesmen terkait dengan penggunaan bahasa pada instrumen asesmen. Data Uji Coba Data uji coba terdiri dari (1) data penyempurnaan produk, (2) data reliabilitas produk, (3) data kepraktisan produk dan (3) data keterbacaan produk. Pertama, data penyempurnaan produk. Dari uji coba terhadap aspek validitas konstruk instrumen asesmen dengan kelompok uji coba memperoleh rata-rata persentase 82.66%, sehingga instrumen asesmen dapat dikategorikan memenuhi tingkat validitas konstruk yang baik. Kedua, data reliabilitas produk. Dari uji coba terhadap aspek reliabilitas instrumen asesmen dengan kelompok uji coba memperoleh rata-rata skor 90.5% sehingga instrumen asesmen memenuhi reliabilitas yang baik. Ketiga, data kepraktisan produk. Dari uji coba terhadap aspek kepraktisan instrumen asesmen dengan kelompok uji coba secara 4 keseluruhan rata-rata kelayakan mencapai persentase 83.33%, sehingga instrumen asesmen dapat dikategorikan memenuhi aspek kepraktisan yang baik. Keempat, data keterbacaan produk. Dari uji coba terhadap aspek keterbacaan instrumen asesmen dengan kelompok uji coba secara keseluruhan rata-rata kelayakan mencapai persentase 80.75%, sehingga instrumen asesmen dapat dikategorikan memenuhi keterbacaan yang baik. Dari hasil uji coba, diketahui pula beberapa kelebihan instrumen asesmen. Pada aspek pemilihan teks dapat menambah wawasan siswa sebagai pengguna instrumen asesmen, sebab teks yang digunakan memperhatikan aspek situasi bacaan dan variasi jenis teks. Butir-butir soal yang disajikan memperhatikan aspek kemampuan berpikir kritis yang hendak diukur dan jenis tes yang digunakan untuk mengungkap kemampuan tersebut bervariasi. Instrumen asesmen dilengkapi dengan sampul yang menarik, kata pengantar, gambaran komponen instrumen asesmen, pengantar soal, dan petunjuk. Walaupun demikian, instrumen asesmen juga memiliki beberapa kelemahan. Pada aspek pemilihan teks belum memperhatikan tingkat kesulitan teks dalam penyajiannya, sehingga perlu adanya perbaikan pada teks yang ditunjuk. Pada bagian kemampuan berpikir kritis dalam instrumen asesmen, pertanyaan evaluatif masih kurang. Pada aspek penggunaan bahasa masih terdapat ejaan yang kurang tepat, masih terdapat istilah pada butir soal yang berdampak pada kesulitan siswa (sebagai pengguna produk) sulit memahami maksud pertanyaan pada butir soal. Pada bagian penulisan sumber teks yang disajikan kurang lengkap. Revisi Produk Revisi produk didasarkan pada pencapaikan skor kelayakan instrumen asesmen dan catatan subjek uji coba. Berdasarkan pencapaian skor serta kelebihan dan kekurangan masing-masing aspek instrumen seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, maka produk diperbaiki pada bagian yang ditunjuk. Pada aspek pemilihan teks (penyajian tingkat kesulitan teks) dilakukan pergantian teks yaitu, pada teks 2 dan teks 5 yang keduanya merupakan teks ekposisi, sehingga teks 2 diganti menjadi teks deskripsi dan teks 5 menjadi teks argumentasi. Perbaikan juga dilakukan pada butir-butir soal yang menyertai teks serta penyajian sumber teks yang belum lengkap. Pada aspek kemampuan berpikir kritis dalam instrumen asesmen dilakukan perbaikan dengan mengganti butir soal yang belum mengungkap kemampuan berpikir kritis. Perbaikan tersebut didasarkan pada saran perbaikan dari ahli yaitu memperbanyak aspek evaluatif pada butir soal, sehingga aspek kritis pada instrumen asesmen yang dikembangkan menjadi mendapatkan porsi yang lebih besar dari 25 butir soal. Pada aspek penggunaan bahasa masih terdapat istilah asing yaitu terdapat pada kata ”konteks” diperbaiki menjadi ”situasi”, kata ”aspek membaca” diperbaiki menjadi ”tugas membaca/reading task” dan perbaikan pada ejaan yang masih kurang tepat. Selain itu juga terdapat penambahan kata ”percobaan pertama” dan ”percobaan kedua” pada teks 3. Butir pertanyaan yang kurang jelas terdapat pada soal nomor 28, sehingga diperbaiki sesuai dengan komentar dari hasil uji coba. Perbaikan-perbaikan tersebut dilakukan betujuan agar instrumen asesmen yang dikembangkan benar-benar layak dan berkualitas sehingga dapat bermanfaat bagi guru maupun siswa. 5 PEMBAHASAN Pada bagian pembahasan ini dipaparkan hasil (1) validitas konstruk instrumen asesmen, (2) reliabilitas instrumen asesmen, (3) kepraktisan instrumen asesmen, dan (4) keterbacaan instrumen asesmen. Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu, instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca untuk siswa SD/MI. Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel (Djaali dan Pudji Mulyono, 2004:7), sedangkan asesmen adalah serangkaian proses yang di dalamnya terdapat aktivitas tes dan evaluasi (Imandala, 2009). Dalam menyusun instrumen asesmen, terdapat tiga instrumen yang perlu di perhatikan, yaitu instrumen kognitif, instrumen psikomotor, dan instrumen afektif. Penyusunan instrumen kognitif dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk tagihan pilihan ganda, tes lisan, uraian objektif, uraian non-objektif, menjodohkan, performans, dan portofolio. Penentuan sistem penskoran sangat penting terutama bentuk tagihan uraian agar unsur subjektifitas korektor dapat diminimalisasi (Haryati, 2007: 87). Instrumen asesmen yang dikembangkan merupakan instrumen kognitif yang digunakan untuk mengukur potensi umum, sehingga instrumen asesmen yang dikembangkan tidak terkait langsung dengan kurikulum. Pengembangan instrumen asesmen juga memperhatikan perkembangan kognitif siswa SD/MI. Piaget (dalam Kurnia, 2008:3-7) membagi fase perkembangan kognitif anak ke dalam empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap pra-operasional, tahap konkret operasional, dan tahap formal operasional. Instrumen asesmen diujicobakan pada anak umur 11 tahun (siswa kelas V) yang masuk fase perkembangan kognitif tahap kongkrit operasional menuju formal operasional. Dalam hal ini pengembangan instrumen asesmen memperhatikan penyajian tingkat kesulitan dari segi teks, butir soal, serta penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak SD/MI. Instrumen kognitif yang dikembangkan memiliki syarat validitas konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji coba kelompok uji yaitu pada ahli instrumen asesmen, ahli membaca, praktisi, dan siswa pada pedoman angket penilaian yang telah diberikan. Instrumen asesmen memiliki komponen yang telah direvisi. Komponenkomponen yang dapat dilihat dalam instrumen asesmen antara lain, validitas konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan instrumen asesmen. Validitas Konstruk Instrumen Asesmen Produk yang dikembangkan yaitu instrumen asesmen yang dapat mengungkap kemampuan berpikir kritis. Pengembangan instrumen asesmen dapat dikatakan valid apabila memenuhi syarat validitas konstruk (Sudjana, 2009:12). Syarat validitas konstruk instrumen asesmen yang telah dikembangkan mencakup bagian ketepatan porsi kisi-kisi terhadap konsep berpikir kritis. Aspek tersebut memperoleh rata-rata skor 82.66%, sehingga dapat memenuhi validitas konstruk yang baik. Instrumen asesmen yang dikembangkan dalam penelitian ini terkait dengan aspek validitas konstruk yaitu, (1) kompetensi berpikir kritis, (2) format 6 teks, (3) dan bentuk-bentuk tes yang digunakan dalam mengungkap kemampuan berpikir kritis. Instrumen asesmen yang dikembangkan memuat aspek kompetensi berpikir kritis yang meliputi, (1) mengembangkan interpretasi teks, dan (2) merefleksi dan mengevaluasi teks. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Facione (dalam Kuswana, 2011:19) yang mengatakan bahwa berpikir kritis menjadi tujuan dan penilaian pengaturan diri yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan. Ennis (dalam Fisher, 2007:4) menambahkan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Oleh karena itu, aspek kemampuan berpikir kritis mencakup, aspek menginterpretasi, merefleksi dan mengevaluasi teks dalam instrumen asesmen yang dikembangkan. Instrumen asesmen juga memperhatikan perkembangan kognitif anak SD/MI umur 11 tahun, sehingga pendistribusian aspek kompetensi berpikir kritis dalam membaca disajikan urut mulai yang mudah ke yang sulit yaitu selalu didahului kompetensi berpikir kritis menginterpretasikan teks, refleksi, dan evaluasi. Kompetensi berpikir kritis aspek interpretasi disajikan dalam 9 butir soal dari total 25 butir soal, sedangkan untuk aspek refleksi dan evaluasi disajikan dalam jumlah yang lebih banyak yaitu 16 butir soal. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa instrumen asesmen yang dikembangkan memenuhi aspek kemampuan berpikir kritis yang baik. Format teks yang digunakan dalam pengembangan instrumen asesmen mencakup teks utuh dan teks penggalan/tabel. Penggunaan format teks pada instrumen asesmen yang dikembangkan sesuai dengan PISA (2002:4) yang menggunakan teks utuh/lengkap termasuk prosa narasi, eksposisi, deskripsi, persuasi atau injungtif/instruktif dan teks penggalan/grafik/tabel termasuk diagram, grafik, tabel, peta, dan iklan. Pemanfaatan teks utuh dan penggalan sependapat dengan beberapa teori dari ahli membaca untuk anak. May, 2006; O’Donnel dan Wood, 2004; Ruddel, 2006; Vacca dkk, 2006 (dalam Santrock, 2007:364) mengemukakan bahwa materi-materi membaca sebaiknya utuh dan bermakna. Artinya, anak-anak sebaiknya diberikan materi dalam bentuk lengkap, seperti cerita-cerita dan puisi-puisi, sehingga mereka dapat belajar memahami fungsi komunikatif bahasa. Instrumen asesmen yang dikembangkan menggunakan empat teks utuh/lengkap yaitu, jenis teks narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi, sedangkan teks tidak utuh menggunakan dua jenis teks yang meliputi teks berupa tabel dan teks penggalan berupa teks wawancara. Teks utuh/lengkap yang digunakan mempunyai persentase sebanyak 66% dan teks penggalan/tabel sebanyak 33%. Teks yang dimanfaatkan untuk menjawab butir soal memperhatikan kriteria teks yang problematik (teks yang dapat dieksploitasi untuk berpikir kritis). Oleh karena itu, teks tersebut antara lain mempunyai kriteria, (a) isi memaparkan hal yang tidak sesuai dengan kehidupan nyata/tidak logis, (b) pemaparan isi cerita kurang disertai alasan yang jelas, (c) tidak adanya keruntutan dalam mendeskripsikan suatu hal/benda, (d) tidak adanya kesesuaian antara isi dengan judul, (e) informasi yang diberikan dalam teks memiliki tujuan tertentu, dan (f) kurang adanya kelengkapan dalam penyajian isi. 7 Jenis teks yang digunakan dalam pengembangan instrumen asesmen tidak terdapat teks persuasi, injungtif/instruktif, diagram, grafik, peta, dan iklan. Hal ini dikarenakan dalam pemilihan teks juga disesuaikan dengan jumlah butir soal. Selain itu, pemilihan teks juga didasari oleh saran ahli (ahli instrumen asesmen) untuk menggunakan variasi teks dari yang mudah ke yang sulit. Menurut ahli tingkat kesulitan teks mulai dari teks narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. Format teks yang digunakan dalam pengembangan instrumen asesmen untuk siswa SD/MI disesuaikan dengan kebutuhan atau hal-hal yang dekat dengan pengetahuan dan kemampuan berpikir anak. Situasi bacaan dalam teks yang digunakan pada instrumen asesmen yang dikembangkan berdasarkan soal literasi membaca PISA. Situasi bacaan tersebut meliputi, pribadi, masyarakat, pekerjaan dan pendidikan. Teks dengan situasi pribadi mencakup, surat pribadi, karangan fiksi, bacaan untuk kesenangan. Teks dengan situasi masyarakat mencakup dokumen resmi dan informasi yang berkaitan dengan masyarakat. Teks dengan situasi pekerjaan mencakup bacaan yang berkaitan dengan dunia kerja. Teks dengan situasi pendidikan mencakup tugas-tugas sekolah dan bacaan untuk belajar (PISA, 2002:4). Penggunaan situasi bacaan (konteks bacaan) yang tercakup dalam soal literasi membaca PISA tersebut sesuai dengan pendapat May, 2006; O’Donnel dan Wood, 2004; Ruddel, 2006; Vacca dkk, 2006 (dalam Santrock, 2007:364) menjelaskan bahwa pembacapembaca pemula diajarkan untuk mengenali kata-kata (atau bahkan seluruh kalimat) secara menyeluruh dan diajarkan juga untuk menggunakan konteks bacaan dalam menerka makna kata-kata yang masih asing. Teks dengan situasi pribadi dalam instrumen asesmen diwujudkan dengan karangan fiksi berupa cerita legenda. Teks dengan situasi pendidikan diwujudkan dengan bacaan tentang percobaan fisika sederhana (IPTEK) dan pengetahuan tentang rumah adat. Teks dengan situasi masyarakat diwujudkan dengan bacaan dampak memakan makanan yang tidak sehat untuk mengetahui cara menyikapinya dan bacaan dari teks wawancara tentang hal-hal yang harus dilakukan ketika beradaptasi dengan masyarakat pedalaman. Teks dengan situasi pekerjaan diwujudkan dalam bacaan tentang hal-hal yang dilakukan petugas penolong bencana gunung meletus. Teks dengan situasi bacaan pendidikan dan masyarakat mendapatkan porsi yang banyak karena disesuaikan dengan kebutuhan anak usia 11 tahun yang masih pada tahap belajar dan mengenal masyarakat. Untuk teks situasi pekerjaan mendapatkan porsi sedikit karena anak masih belum perlu untuk memikirkan pekerjaan, sehingga teks yang digunakan sederhana dan butir soal yang disajikan pada teks hanya dikaitkan dengan pengetahuan anak usia SD/MI. Bentuk-bentuk tes yang digunakan dalam pengembangan instrumen asesmen berpikir kritis antara lain, tes pilihan ganda, esai terbuka, dan esai tertutup. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Arifin (2009:135) bahwa secara umum bentuk tes dalam instrumen asesmen kognitif dapat digolongkan menjadi dua yaitu, tes objektif dan tes subjektif. Bentuk tes objektif meliputi, (1) tes pilihan ganda, (2) tes benar-salah, dan (3) tes menjodohkan. Tes subjektif meliputi bentuk uraian terbatas dan uraian bebas. Penggunaan bentuk tes disesuaikan dengan aspek kemampuan berpikir kritis yang akan diungkap. Bentuk tes pilihan ganda digunakan pada butir soal aspek menginterpretasi teks, sedangkan jenis tes esai lebih digunakan untuk 8 mengungkap kemampuan berpikir kritis aspek refleksi dan evaluasi teks. Bentuk tes esai lebih banyak digunakan karena jenis tes ini memliki karakteristik untuk menggali pendapat siswa sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga bentuk tes esai sangat mendukung adanya kemampuan berpikir kritis subjek tes. Untuk jenis tes pilihan ganda pada instrumen asesmen dirumuskan lebih sulit, hal tersebut tercermin dalam kalimat pertanyaan yang disajikan dan pengecoh yang memiliki tingkat kesulitan tinggi. Bentuk-bentuk soal yang digunakan dalam instrumen asesmen disajikan secara bervariasi bertolak dari sebuah teks. Reliabilitas Instrumen Asesmen Instrumen asesmen yang dikembangkan haruslah memenuhi syarat reliabilitas (Sudjana, 2009:12). Aspek reliabilitas dalam instrumen asesmen yang dikembangkan mencakup, petunjuk dan rubrik penilaian. Tingkat reliabilitas instrumen asesmen yang dikembangkan telah memenuhi syarat yang baik. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil uji kepada kelompok uji pada aspek reliabilitas instrumen asesmen. Aspek reliabilitas instrumen asesmen mendapatkan rata-rata skor 90.5%, sehingga tergolong sangat layak. Bagian petunjuk instrumen asesmen terkait dengan petunjuk umum, petunjuk khusus dan perumusan butir soal, sedangkan pada bagian rubrik penilaian terkait dengan keakuratan jawaban dan penyekoran. Bagian tersebut telah memenuhi syarat reliabilitas yang baik. Dalam mencapai reliabilitas yang baik, dilakukan langkah-langkah antara lain: (1) mempertimbangkan panjang suatu tes, karena semakin panjang suatu tes semakin banyak jumlah butir aspek berpikir kritis yang bisa diukur sehingga tes semakin mendekati kebenaran dan semakin kecil subjek tes menebak, (2) mempertimbangkan koefisien korelasi, dalam hal ini berkaitan dengan sebaran skor dalam kelompok siswa yang diukur, (3) merumuskan petunjuk dan rubrik penilaian secara rinci dan jelas, dan (4) memperhatikan tingkat kesulitan tes yang dikembangkan. Kepraktisan Instrumen Asesmen Instrumen asesmen yang dikembangkan telah memenuhi syarat kepraktisan. Kepraktisan berkaitan dengan tingkat kemudahan penggunaan instrumen asesmen. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Harsiati (2011:116) bahwa kepraktisan adalah soal dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Dari hasil uji coba dengan kelompok subjek uji coba, kepraktisan instrumen asesmen memperoleh rata-rata skor 83.33%, pada bagian tampilan dan tata letak, isi, dan keterterapan, sehingga instrumen asesmen yang dikembangkan telah memenuhi syarat kepraktisan yang baik. Aspek kepraktisan tersebut dijelaskan sebagai berikut ini. Pertama, dari segi tampilan instrumen asesmen terkait dengan aspek kegrafikan yang meliputi, (1) ukuran instrumen asesmen disesuaikan dengan standar ISO yaitu, menggunakan kertas A4 210×297 mm, (2) ilustrasi atau gambar terdapat pada teks yang disajikan pada butir soal dan pada sampul instrumen asesmen yaitu disajikan gambar yang menunjukkan proses berpikir, (3) konsep utama desain instrumen asesmen ini yaitu, simple and colourfull design, dan (4) ukuran tata letak meliputi, (a) kesesuaian penempatan judul, (b) kesesuaian bidang cetak atau margin dan (c) kelengkapan dan kesesuaian penempatan unsur tata letak, tipografi berkaitan dengan jenis dan ukuran huruf yang menggunakan jenis cambria 12. 9 Kedua, dari segi isi instrumen asesmen. Isi instrumen asesmen terkait dengan kelengkapan instrumen asesmen, kesesuaian antara butir-butir soal dengan aspek kompetensi berpikir kritis, kesesuaian antara butir soal dengan kisi-kisi, dan proporsionalitas tingkat kesulitan butir soal yang dibuat. Bagian isi instrumen asesmen mendapatkan respon positif dari para validator berdasarkan hasil skor uji ahli yang memenuhi kriteria sangat layak dan tidak adanya komentar yang berarti pada lembar pedoman angket yang telah disediakan. Hal ini membuktikan bahwa bagian isi instrumen asesmen telah memenuhi syarat kepraktisan yang baik. Ketiga, dari segi keterterapan instrumen asesmen. Keterterapan instrumen asesmen terkait dengan tingkat kemungkinan teraplikasikannya butirbutir soal di lapangan, butir soal mudah digunakan, dan rubrik mudah digunakan. Bagian ini mendapatkan respon positif dari subjek uji coba, karena tidak memberikan komentar pada lembar angket yang telah disediakan. Hal ini membuktikan bahwa bagian isi instrumen asesmen memenuhi kepraktisan yang baik. Keterbacaan Instrumen Asesmen Instrumen asesmen yang dikembangkan telah memenuhi syarat keterbacaan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji coba dengan kelompok subjek uji coba yang memperoleh rata-rata skor 80.75%, sehingga instrumen asesmen yang dikembangkan dapat dikatakan telah memenuhi syarat keterbacaan yang baik. Untuk selanjutnya, penjabaran mengenai aspek keterbacaan instrumen asesmen yang dikembangkan dijelaskan sebagai berikut ini. Penggunaan bahasa dalam instrumen asesmen yang dikembangkan telah sesuai dengan aspek kelayakan aspek penggunaan bahasa yang telah dipaparkan oleh Basuki (2010:186) yaitu, mencakup: (1) rumusan kalimat soal harus komunikatif, yaitu menggunakan bahasa yang sederhana dan kata-kata yang sudah dikenal siswa, (2) butir soal menggunakan bahasa yang baik dan benar, (3) rumusan soal tidak mengandung kata-kata/kalimat yang dapat menimbulkan panafsiran ganda atau salah penafsiran, (4) butir soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional, dan (5) rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang menyinggung perasaan. Kalimat yang digunakan dalam instrumen asesmen yaitu bentuk-bentuk kalimat efektif. Kalimat efektif merupakan kalimat yang jelas, padat, lugas, dan tidak menimbulkan ambiguitas, sehingga dapat dipahami oleh siswa SD/MI dengan mudah. Kalimat-kalimat tersebut diaplikasikan pada pengantar soal, petunjuk, dan kalimat pertanyaan dalam butir-butir soal yang disajikan. Instrumen asesmen ditujukan pada siswa SD/MI. Dalam hal ini, bahasa yang digunakan yaitu bahasa Indonesia yang baik, benar, dan disesuaikan dengan perkembangan siswa SD/MI. Penggunaan bahasa pada instrumen asesmen juga memperhatikan aspek kekomunikatifan, sehingga kalimat perintah dalam butir soal menggunakan kata sapaan secara konsisten dalam memposisikan siswa SD/MI. Selain itu, pemilihan kata disesuaikan dengan pemahaman anak dan tidak menggunakan istilah/penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia pada butir soal yang disajikan. 10 PENUTUP Kesimpulan Bertolak dari temuan uji coba dan pembahasan hasil uji validitas konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan instrumen asesmen berpikir kritis melalui membaca untuk siswa SD/MI, telah dilakukan perbaikan dari beberapa aspek. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa instrumen asesmen yang telah dikembangkan telah memenuhi syarat dan sudah layak untuk diimplementasikan. Instrumen asesmen yang telah dikembangkan memiliki syarat validitas konstruk, reliabilitas, kepraktisan, dan keterbacaan yang baik. Hal tersebut diketahui dari hasil uji coba pada subjek uji coba antara lain, ahi instrumen asesmen, ahli membaca, praktisi, dan siswa. Hasil dari uji coba diketahui bahwa rata-rata skor yang diperoleh terhadap aspek yang dinilai pada instrumen asesmen secara keseluruhan mencapai tingkat persentase ≥61%. Saran Berdasarkan hasil pengembangan dan kajian produk yang telah direvisi di atas, maka dikemukakan saran sebagai berikut. Pertama, saran untuk guru, instrumen asesmen berpikir kritis masih awam di kalangan guru. Produk ini dihasilkan untuk disampaikan kepada guru/praktisi sebagai alternatif instrumen asesmen yang dapat mengungkap kemampuan berpikir kritis siswa. Kedua, saran untuk peneliti lanjutan, kompetensi membaca merupakan keterampilan berbahasa yang amat penting dipelajari oleh siswa. Melalui keterampilan membaca, maka kompetensi yang lain juga dapat ditingkatkan. Model-model tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes pilihan ganda, esai terbuka, dan esai tertutup, disarankan peneliti lanjutan mampu mengembangkan instrumen asesmen berpikir kritis dengan pengembangan model-model lain sehingga bentuk tes lebih variatif. Ketiga, berkaitan dengan diseminasi, produk berupa instrumen asesmen berpikir kritis dapat disebarluaskan melalui forum MGMP adalah cara yang positif. Penyebarluasan melalui forum MGMP memberikan dampak yang positif, karena melalui forum ini merupakan ajang pertemuan guru mata pelajaran. Selain itu, dengan melalui forum MGMP guru dapat mengetahui hasil sumbangan ilmu pengetahuan yang kemudian dapat didiskusikan untuk menghasilkan instrumen asesmen yang lebih baik. Untuk peneliti lanjutan diharapkan memperhatikan subjek penelitian untuk tujuan tingkat keterterapan yang lebih maksimal. DAFTAR RUJUKAN Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip Teknik Prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi III. Jakarta: Rineka Cipta. Basuki, Imam Agus. (Ed.). 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang. Djaali, dan Pudji Mulyono. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta. Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga. Harsiati, Titik. 2011. Penilaian Dalam Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri Malang. 11 Haryati, Mimin. 2007. Model & Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press. Imandala, Iim. 2009. Konsep Dasar Asesmen, (Online), (http://www.abhest.co.cc/2009/12/konsep-dasar-asesmen.html), diakses 1 Februari 2011. Kurnia, Inggridwati, Irene Maya Simin, Maria Claudia Wahyu Trihastuti, Gerda K. Wanel. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Departemen Pendidikan Nasional. Kuswana, Wowo Sunaryo. 2011. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. PISA. 2002. Preparing Student for PISA: Reading Literasi-Teacher’s Handbook. OECD. Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan. 2008. Metode Penelitian Pengembangan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Santrock. J.W. 2007. Perkembangan Anak (jilid 1). Jakarta: Erlangga. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tarigan, Henry Guntur. 1993. Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. 12