kerangka acuan kegiatan - Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan

advertisement
PEDOMAN PELAKSANAAN
PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA
TAHUN 2014
DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2014
KATA PENGANTAR
Bibit ternak mempunyai peranan yang sangat strategis dalam usaha budidaya
ternak. Saat ini kebutuhan akan bibit ternak belum dapat terpenuhi, sehingga
untuk pengembangan usaha, bibit sangat diperlukan baik kuantitas maupun
kualitasnya.
Dalam mendukung pengembangan pembibitan ternak Non Ruminansia (Itik Lokal,
Ayam Lokal dan Babi) maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan pada tahun 2014 memfasilitasi pengembangan usaha pembibitan ternak
non ruminansia dengan melibatkan peran serta masyarakat. Hal ini sesuai
dengan amanah Undang-undang no 18. Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan pasal 13. Agar pelaksanaan pembibitan ternak non
ruminansia dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka telah disusun
Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia.
Pedoman Pelaksanaan ini agar dijadikan acuan bagi semua pihak yang terkait
dalam pelaksanaannya dan agar ditindaklanjuti oleh Dinas Provinsi dengan
Petunjuk Pelaksanaan serta Dinas Kabupaten/Kota dengan Petunjuk Teknis
dengan mengakomodir hal yang spesifik di daerah masing-masing.
Semoga Pedoman Pelaksanaan ini dapat bermanfaat.
Jakarta, 31 Desember 2013
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
DAN KESEHATAN HEWAN
SYUKUR IWANTORO
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
i
ii
iii
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN ..............
DAN KESEHATAN HEWAN
iv
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL .....................
PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
1
BAB I.
A.
B.
C.
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..............................................................
Maksud, Tujuan dan Keluaran .....................................
Ruang Lingkup ..............................................................
1
2
2
BAB II. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Persiapan ......................................................................
B. Pelaksanaan ...............................................................
3
4
BAB III. PEMANFAATAN DANA
A. ITIK . ..........................................................................
B. AYAM ...........................................................................
8
8
C. BABI .............................................................................. .
9
BAB IV. TATALAKSANA PEMBIBITAN......................................
10
BAB V. PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN
A. Pembinaan .................................................................
B. Pengorganisasian ......................................................
19
19
BAB VI. INDIKATOR KEBERHASILAN ............... ........ ..............
21
BAB VII. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Monitoring dan Evaluasi ..............................................
B. Pelaporan ...................................................................
22
22
BAB VII. PENUTUP .............................................. . .....................
23
ii
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1. Lokasi Kegiatan Pengembangan Pembibitan
Itik Lokal
...........................................................
Ayam Lokal.
...........................................................
Babi.
...........................................................
2. Pencatatan ..........................................................................................
25
25
25
26
iii
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN
NOMOR : 1356/Kpts/TU.210/F/12/2013
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA
TAHUN ANGGARAN 2014
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyediaan bibit ternak non ruminansia
secara berkelanjutan guna meningkatan populasi dan produktivitas
ternak non ruminansia, dilakukan Kegiatan Pembibitan Ternak Non
Ruminansia pada Tahun Anggaran 2014;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dan agar dalam pelaksanaan kegiatan Pembibitan Ternak
Non Ruminansia pada Tahun Anggaran 2014 dapat berjalan dengan
baik, perlu menetapkan Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak
Non Ruminansia Tahun Anggaran 2014 dengan Keputusan Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaga Negara RI. No. 47 Tahun 2003, Tambahan Lembaran
Negara RI. No. 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaga Negara RI. No. 5 Tahun 2004, Tambahan
Lembaran Negara RI. No. 4355);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4400);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
iv
5. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumberdaya
Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak (Lembaran Negara Tahun
2011 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5260);
6. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu II;
7. Keputusan Presiden Nomor 169/M Tahun 2011, tentang
Pengangkatan Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian
Pertanian;
8. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan
dan Organisaasi Kementerian Negara;
9. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I di Lingkungan Kementerian Negara;
10. Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Tahun 2010 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4214);
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 49/Permentan/OT.140/10/2006
tentang Pedoman Pembibitan Ayam Lokal yang Baik;
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 237/Kpts/PD.430/06/2005
tentang Pedoman Pembibitan Itik yang Baik
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/OT.140/10/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PEDOMAN
PELAKSANAAN
PEMBIBITAN
RUMINANSIA TAHUN ANGGARAN 2014.
TERNAK
NON
Pasal 1
Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun Anggaran 2014,
seperti tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.
v
Pasal 2
Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun Anggaran 2014
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebagai dasar bagi para pemangku
kepentingan dalam melaksanakan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun
Anggaran 2014.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
DAN KESEHATAN HEWAN,
SYUKUR IWANTORO
Salinan keputusan ini disampaikan kepada Yth :
1. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian;
2. Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
vi
LAMPIRAN :
KEPUTUSAN
DIREKTUR
KESEHATAN HEWAN
JENDERAL
NOMOR
:
1356/Kpts/TU.210/F/12/2013
TANGGAL
:
31 Desember 2013
PETERNAKAN
DAN
PEDOMAN PELAKSANAAN
PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha budidaya ternak Non Ruminansia seperti Itik lokal dan Ayam Lokal
dilakukan sebagian besar masyarakat sehingga populasinya menyebar diseluruh
wilayah Indonesia, hal ini mengindikasikan bahwa unggas lokal sudah menyatu
dengan kehidupan masyarakat sebagai sumber pendapatan atau tabungan.
Selain unggas lokal ternak non ruminansia yang lain yaitu ternak babi juga
mempunyai peran bagi masyarakat dan telah berkembang dengan baik dilokasi
tertentu dengan di dukung oleh sosial dan budaya masyarakat setempat.
Usaha budidaya ternak non ruminansia baik itik lokal, ayam lokal dan babi
umumnya masih dikelola secara tradisional dengan skala usaha yang kecil, disisi
lain usaha pembibitan dengan tujuan untuk menghasilkan bibit ternak belum
diminati masyarakat peternak, sedangkan pembibitan yang dikelola oleh swasta
dengan skala usaha yang besar masih sedikit atau terbatas jumlahnya. Hal ini
menyebabkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bibit belum dapat
terpenuhi baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
Memperhatikan hal tersebut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
hewan memfasilitasi pengembangan pembibitan ternak non ruminansia dengan
melibatkan peran serta masyarakat, untuk mengoptimalkan pembibitan ayam
lokal, itik lokal dan babi diperlukan keterpaduan antara pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan bimbingan terhadap
kelompok. Untuk itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia Tahun
2014.
1
B. Maksud, Tujuan dan Keluaran
1. Maksud :
Maksud ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non
Ruminansia Tahun 2014, sebagai acuan bagi pelaksana pusat dan daerah
dalam rangka meningkatkan mutu bibit ternak itik lokal, ayam lokal dan babi.
2. Tujuan :
Tujuan dari kegiatan pembibitan ternak non ruminansia, yaitu :
a. Menumbuhkan dan menstimulasi peternak secara individu maupun
kelompok peternak dalam melaksanakan prinsip-prinsip pembibitan;
b. Menumbuhkan wilayah sumber bibit itik lokal, ayam lokal dan babi;
3. Keluaran :
Keluaran dari kegiatan ini adalah terbentuknya kelompok pembibitan itik lokal,
ayam lokal, dan babi serta tumbuhnya wilayah sumber bibit itik lokal, ayam
lokal, dan babi.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan ini meliputi pelaksanaan kegiatan;
Pemanfaatan Dana, Tatalaksana Pembibitan, Pembinaan dan Pengorganisasian,
Indikator Keberhasilan, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; dan Penutup
2
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
Lokasi kegiatan pembibitan ternak itik lokal, ayam lokal, dan babi tahun 2014 pada
lampiran 1
A. Persiapan
1. Perencanaan Operasional
Kegiatan operasional pembibitan itik lokal, ayam lokal, dan babi tahun 2014
dituangkan ke dalam Pedoman Pelaksanaan (Pedlak) yang disusun oleh
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH). Petunjuk Pelaksanaan
(Juklak) disusun oleh Tim Pembina Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis)
oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota yang mengacu pada Pedlak. Hal-hal yang
bersifat spesifik daerah dan yang belum diatur dalam pedoman ini dituangkan
lebih lanjut di dalam Juklak dan Juknis dengan memperhatikan potensi dan
kondisi masing-masing wilayah.
2. Sosialisasi Kegiatan
Sosialisasi kegiatan pembibitan itik lokal, ayam lokal, dan babi tahun 2014
dilakukan oleh pelaksana Ditjen PKH kepada dinas provinsi yang
membidangi fungsi peternakan dan ditindaklanjuti oleh dinas kabupaten/kota
yang membidangi fungsi peternakan kepada kelompok peternak itik lokal,
ayam lokal, dan babi yang menjadi sasaran
3. Tata Cara Seleksi Kelompok dan Lokasi Peternak
Proses seleksi calon peternak dan calon lokasi (CPCL) peternak dilakukan
oleh Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota, sebagai berikut :
1). Dana TP Provinsi
a. Berdasarkan proposal yang sudah diusulkan oleh kelompok peternak
dalam e-proposal selanjutnya dilakukan seleksi CPCL oleh Tim Teknis
Kabupaten/Kota.
b. Hasil seleksi Tim Teknis Kabupaten/Kota diusulkan oleh Kepala Dinas
Kabupaten/Kota ke dinas provinsi sebagai calon kelompok pelaksana
kegiatan pembibitan ternak non ruminansia.
c. Berdasarkan usulan dari kabupaten/kota selanjutnya dinas provinsi
melakukan penilaian dan verifikasi oleh Tim Pembina.
3
d. Hasil verifikasi oleh tim pembina selanjutnya diusulkan kepada Kepala
Dinas Provinsi sebagai bahan pertimbangan penetapan kelompok
pelaksana kegiatan.
e. Penetapan kelompok dilakukan oleh Kepala Dinas Provinsi dalam
bentuk Surat Keputusan.
2). Dana TP Kabupaten/Kota
a. Berdasarkan proposal yang sudah diusulkan oleh kelompok peternak
dalam e-proposal selanjutnya dilakukan seleksi CPCL oleh Tim Teknis
Kabupaten/Kota.
b. Hasil seleksi Tim Teknis Kabupaten/Kota diusulkan kepada Kepala
Dinas Kabupaten/Kota sebagai bahan pertimbangan penetapan
kelompok pelaksana kegiatan pembibitan ternak non ruminansia.
c. Penetapan kelompok dilakukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota
dalam bentuk Surat Keputusan.
B. Pelaksanaan
Kegiatan pembibitan ternak itik lokal, ayam lokal, dan babi tahun 2014
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Itik Lokal
1) Rumpun Itik Lokal
Rumpun itik lokal yang dikembangkan diutamakan itik yang telah
ditetapkan sebagai rumpun oleh Menteri Pertanian antara lain : itik
Mojosari, Alabio, Tegal, Kerinci, Pitalah, Rambon, Bayang, Pegagan,
Talang Benih, Magelang ataupun itik lokal spesifik daerah seperti :
Cihateup, Turi, Bali.
2) Kualifikasi Itik Lokal
a) Itik lokal dalam kegiatan pembibitan ini diutamakan bibit hasil produksi
dari usaha pembibitan itik;
b) Bebas dari penyakit menular;
c) Itik betina dara siap produksi (pullet) dan pejantan siap kawin, namun
untuk mengatasi apabila ada kesulitan penyediaan pullet maka
dipertimbangkan untuk pengadaan DOD (Day Old Duck) dengan
disediakan pakan yang memadai sampai dengan itik siap berproduksi.
4
3) Lokasi Kelompok
a) Lokasi merupakan sentra pengembangan itik lokal;
b) Berdekatan atau mudah dijangkau oleh pelaku usaha budidaya itik
lokal dalam pendistribusian bibit;
c) Terdapat banyak sumber pakan;
d) Mudah dijangkau dalam pembinaan.
4) Kelompok Peternak
a) Merupakan kelompok binaan dan terdaftar pada
membidangi fungsi peternakan di kabupaten/kota;
dinas
yang
b) Mempunyai kepengurusan aktif dan alamat yang jelas
c) Sudah berpengalaman dan melakukan kegiatan usaha peternakan itik
lokal, minimal dalam satu tahun terakhir;
d) Merupakan kelompok budidaya yang sudah berkembang dan
berpotensi untuk diarahkan ke kegiatan pembibitan;
e) Tidak bermasalah dengan perbankan atau sumber permodalan lainnya;
f) Jumlah anggota minimal 10 orang;
g) Tidak mendapatkan penguatan modal yang sejenis dari pemerintah
pada tahun yang sama.
h) Memiliki fasilitas untuk mendukung kegiatan pembibitan
i) Bersedia mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang berlaku
dalam penerimaan bantuan.
2. Ayam Lokal
1) Rumpun Ayam Lokal
Rumpun ayam lokal yang dikembangkan meliputi ayam kampung, ayam
KUB atau ayam spesifik lokal (ayam Sentul, Gaok, Kedu, dll).
2) Kualifikasi Ayam Lokal
a) Ayam lokal dalam kegiatan pembibitan ini diutamakan bibit hasil
produksi dari usaha pembibitan ayam;
b) Bebas dari penyakit menular;
c) Ayam betina dara siap produksi (pullet) dan pejantan siap kawin,
namun untuk mengatasi apabila ada kesulitan penyediaan pullet maka
dipertimbangkan untuk pengadaan DOC (Day Old Chick) dengan
disediakan pakan yang memadai sampai dengan ayam siap
berproduksi.
5
3) Lokasi Kelompok
a) Lokasi merupakan sentra pengembangan ayam lokal;
b) Berdekatan atau mudah dijangkau oleh pelaku usaha budidaya ayam
lokal dalam pendistribusian bibit;
c) Tersedia sumber pakan;
d) Mudah dijangkau dalam pembinaan.
4) Kelompok Peternak
a) Merupakan kelompok binaan dan terdaftar pada
membidangi fungsi peternakan di kabupaten/kota;
dinas
yang
b) Mempunyai kepengurusan aktif dan alamat yang jelas,
c) Sudah berpengalaman dan melakukan kegiatan usaha peternakan
ayam lokal, minimal dalam satu tahun terakhir;
d) Merupakan kelompok budidaya yang sudah berkembang dan
berpotensi untuk diarahkan ke kegiatan pembibitan;
e) Tidak bermasalah dengan perbankan atau sumber permodalan lainnya;
f) Jumlah anggota minimal 10 orang;
g) Tidak mendapatkan penguatan modal yang sejenis dari pemerintah
pada tahun yang sama.
h) Memiliki fasilitas untuk mendukung kegiatan pembibitan
i) Bersedia mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang berlaku
dalam penerimaan bantuan.
3. Babi
1) Rumpun Babi
Rumpun babi yang dikembangkan lokal atau eks impor
2) Kualifikasi Babi
a) Bibit diutamakan hasil produksi dari pembibit;
b) Babi bebas dari penyakit menular;
c) Memenuhi persyaratan teknis minimal bibit babi sesuai galur yang
digunakan;
d) Babi betina induk siap berproduksi dan pejantan siap kawin.
6
3) Lokasi Kelompok
a) Lokasi merupakan sentra pengembangan babi;
b) Berdekatan atau mudah dijangkau oleh pelaku usaha budidaya ternak
babi dalam pendistribusian bibit;
c) Tersedia sumber pakan;
d) Mudah dijangkau dalam pembinaan.
4) Kelompok Peternak
a) Merupakan kelompok binaan dan terdaftar pada
membidangi fungsi peternakan di kabupaten/kota;
dinas
yang
b) Mempunyai kepengurusan aktif dan alamat yang jelas,
c) Sudah berpengalaman dan melakukan kegiatan usaha peternakan
ternak babi, minimal dalam satu tahun terakhir;
d) Merupakan kelompok budidaya yang sudah berkembang dan
berpotensi untuk diarahkan ke kegiatan pembibitan;
e) Tidak
bermasalah dengan perbankan atau sumber permodalan
lainnya;
f) Jumlah anggota minimal 10 orang;
g) Tidak mendapatkan penguatan modal yang sejenis dari pemerintah
pada tahun yang sama.
h) Memiliki fasilitas untuk mendukung kegiatan pembibitan
i) Bersedia mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang berlaku
dalam penerimaan bantuan.
7
BAB III
PEMANFAATAN DANA
Pemanfaatan dana digunakan antara lain untuk :
A. Itik Lokal dan Ayam Lokal
a. Komponen Utama
Pemanfaatan dana minimal digunakan dalam pembibitan itik lokal dan ayam
lokal, meliputi :
1) Bibit, termasuk biaya transport;
2) Pakan
b. Komponen Pendukung
Pemanfaatan dana digunakan untuk komponen pendukung dalam
pembibitan itik lokal dan ayam lokal, meliputi :
1) Bahan kandang dan peralatan
2) Sarana produksi, antara lain: obat-obatan, vaksin, vitamin, mesin tetas,
timbangan, sarana rekording dan lain-lain;
3) Administrasi kelompok
Penguatan modal usaha kelompok yang diberikan merupakan stimulan bagi
peternak secara individu maupun kelompok dalam melaksanakan prinsipprinsip pembibitan. Kelompok harus menyediakan sarana produksi seperti
lahan, dan sarana lain yang masih diperlukan dalam pembibitan.
B. Babi
a. Komponen Utama :
Pemanfaatan dana digunakan untuk komponen utama dalam pembibitan
babi, meliputi :
1) bibit Babi;
2) pakan.
b. Komponen Pendukung
Pemanfaatan dana digunakan untuk komponen pendukung
pembibitan babi, meliputi antara lain :
1) Bahan kandang dan perlengkapan;
2) Vaksin dan obat-obatan;
3) Sarana rekording (seperti : ear tag, timbangan, kartu ternak);
4) Administrasi kelompok
dalam
8
Penguatan modal usaha kelompok yang diberikan merupakan stimulan bagi
peternak secara individu maupun kelompok dalam melaksanakan prinsipprinsip pembibitan. Kelompok harus menyediakan sarana produksi seperti
lahan, dan sarana lain yang masih diperlukan dalam pembibitan.
9
BAB IV
TATALAKSANA PEMBIBITAN
Tatalaksana Pembibitan Ternak Non Ruminansia adalah kegiatan melakukan
pembiakan itik lokal, ayam lokal atau babi hasil seleksi melalui perkawinan yang
seleksinya didasarkan pada sifat produksi dan/atau reproduksi.
1. Itik Lokal
Tatacara pembiakannya adalah: (a) melakukan perkawinan itik jantan dan betina
untuk menghasilkan telur-telur fertil; (b) menetaskan telur fertil dengan inkubator
(mesin tetas) untuk menghasilkan DOD.
Usaha pembibitan itik dilakukan mengacu kepada Pedoman Pembibitan Itik Yang
Baik (Good Breeding Praktices/GBP).
A. Kandang dan Perlengkapan
a) Kandang bersama/kandang
koloni
dimaksudkan
sebagai
pusat
kegiatan/inti pembibitan terdapat minimal 25% dari jumlah induk.
Disamping itu kandang bersama lebih memudahkan manajemen
pemeliharaan, dan mengumpulkan kotoran ternak yang dapat diolah
menjadi pupuk organik.
b) Daya tampung kandang sistem litter untuk itik umur <3 minggu 40 ekor/m2,
3-6 minggu 20 ekor/m2, 6-14 minggu 10 ekor/m2 sedangkan untuk Itik
Lokal umur > 14 minggu 6 ekor/m2.
c) Kandang cukup ventilasi, memperoleh cukup sinar matahari dan terhindar
dari aliran hembusan angin yang terus menerus.
d) Tempat pakan dan air minum dapat terbuat dari bahan yang tidak mudah
berkarat dan sesuai dengan umur itik, baik ukuran maupun bentuknya.
e) Tempat pakan harus diletakkan secara praktis, mudah terjangkau, mudah
dipindahkan, diganti atau ditambah isinya dan mudah dibersihkan.
f) Itik yang sakit ditempatkan dikandang isolasi. Alat untuk membersihkan
kandang isolasi tidak boleh digunakan pada kandang lain.
g) Alat pemanas (indukan buatan) dan alat penerangan cukup.
h) Alas kandang dan tempat bertelur kering dan bersih.
10
B. Pakan dan Obat
1) Pakan
a. Pakan yang digunakan berupa pakan komersial dan/atau campuran
sesuai dengan kebutuhan gizi untuk itik dan layak konsumsi;
b. Pakan dapat diberikan dalam bentuk halus (mash) atau butiran
(crumble).
2) Obat
a. Obat hewan yang digunakan seperti biologik, premik, farmasitik adalah
obat hewan yang telah terdaftar dan memiliki nomor pendaftaran obat
hewan;
b. Penggunaan obat hewan harus dibawah pengawasan dokter hewan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
C. Kesehatan Hewan
a) Kandang yang digunakan untuk pembibitan itik dirancang sedemikian rupa
sehingga tidak mudah dimasuki dan dijadikan sarang binatang pembawa
penyakit.
b) Pembersihan dan pensucihamaan kandang yang baru dikosongkan
c)
d)
e)
f)
g)
h)
dilakukan dengan menggunakan desinfektan.
Desinfeksi kandang dan peralatan serta pembasmian serangga, parasit
dan hama lainnya dilakukan secara teratur.
Kandang harus dikosongkan minimal 2 minggu sebelum digunakan
kembali;
Pembibitan itik harus bebas dari Avian Influenza (AI) dan Salmonella sp;
Vaksinasi terhadap penyakit unggas menular dilakukan sesuai petunjuk
dan dibawah pengawasan Dokter Hewan yang berwenang;
Apabila terjadi kasus penyakit hewan menular yang menyerang itik di
lokasi pembibitan harus segera dilaporkan kepada Kepala Dinas yang
menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat untuk
dilakukan tindakan pengamanan sebagaimana mestinya;
Itik, bangkai itik dan limbah pembibitan yang terkena penyakit hewan
menular tidak boleh dibawa keluar lokasi pembibitan dan harus segera
dimusnahkan dengan dibakar dan/atau dikubur.
11
D. Biosekuriti
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontak/penularan bibit penyakit
hewan pada ternak, seyogyanya dilakukan tindakan sebagai berikut: (1) lokasi
pembibitan memiliki pagar untuk memudahkan kontrol; (2) Memiliki sprayer
untuk mendesinfeksi kandang dan individu yang akan masuk kandang.
E. Tatacara Pengembangbiakan
1) Sistem Perkawinan
Perkawinan antara itik jantan dan betina dilakukan secara alami dengan
perbandingan 1 : 5-7.
2) Penanganan Telur Tetas dan Penetasan
Penanganan telur tetas dan penetasan pada pembibitan itik lokal yang
baik dilakukan sebagai berikut:
a) Telur yang akan ditetaskan hendaknya diperoleh dari induk dengan
mutu produksi yang baik;
b) Sebelum ditetaskan, telur diseleksi sesuai persyaratan untuk telur tetas
berdasarkan bobot minimal 60 gram/butir, bentuk telur oval, dan
kondisi fisik kerabang halus dan tidak retak, kemudian disimpan pada
suhu ruangan yang sejuk paling lama 7 hari.
c) Penetasan dilakukan dengan mesin tetas
disesuaikan dengan kebutuhan.
yang
kapasitasnya
3) Penanganan DOD
Penanganan DOD pada pembibitan itik lokal yang baik dilakukan sebagai
berikut :
a) Anak itik dikeluarkan dari mesin tetas setelah bulu kering;
b) Anak itik yang tidak memenuhi syarat kualitas disingkirkan;
c) Segera setelah menetas anak itik dipelihara dalam indukan dengan
fasilitas cukup ruang, suhu, pakan dan air minum;
d) Pengeluaran bibit DOD harus disertai dengan catatan program
kesehatan yang telah dan seharusnya dilakukan dikemudian hari.
12
4) Pencatatan
Pencatatan pada pembibitan itik lokal yang baik meliputi :
a) Data perkembangan ternak;
b) Data produksi (telur harian, telur tetas) per kandang;
c) Data penetasan (tgl masuk dan menetas, jumlah telur masuk, fertilitas,
daya tetas, DOD Pencatatan pada pembibitan itik yang baik meliputi :
F. Peremajaan (Replacement)
Demi keberlanjutan usaha pembibitan itik lokal, maka dilakukan peremajaan
yaitu itik diafkir pada umur 18 bulan dan sebelum itik diafkir, perlu
dipersiapkan penggantinya (replacement). Itik pengganti dapat berasal dari
turunannya (Filial 1/F1) yang terseleksi dan dipersiapkan setiap 4-5 bulan.
2. Ayam Lokal
Tatacara pembiakannya adalah: (a) melakukan perkawinan ayam jantan dan
betina untuk menghasilkan telur-telur fertil; (b) menetaskan telur fertil dengan
inkubator (mesin tetas) untuk menghasilkan anak ayam. Usaha pembibitan ayam
lokal dilakukan mengacu kepada Pedoman Pembibitan Ayam Lokal Yang Baik
(Good Breeding Practices/GBP).
A. Kandang dan Perlengkapan
a) Kandang bersama/kandang koloni dimaksudkan sebagai pusat
kegiatan/inti pembibitan terdapat minimal 25% dari jumlah induk.
Disamping itu kandang bersama lebih memudahkan manajemen
pemeliharaan, dan mengumpulkan kotoran ternak yang dapat diolah
menjadi pupuk organik.
b) Daya tampung kandang sistem litter untuk ayam umur <3 minggu 40
ekor/m2, 3-6 minggu 20 ekor/m2, 6-14 minggu 10 ekor/m2 sedangkan
untuk ayam umur > 14 minggu 6 ekor/m2.
c) Kandang cukup ventilasi, memperoleh cukup sinar matahari dan terhindar
dari aliran hembusan angin yang terus menerus.
d) Tersedia tempat pakan dan air minum, terbuat dari bahan yang tidak
mudah berkarat, mudah dibersihkan dan diletakkan secara praktis.
e) Ayam yang sakit ditempatkan dikandang isolasi. Alat untuk membersihkan
kandang isolasi tidak boleh digunakan pada kandang lain.
f) Alat pemanas (indukan buatan) dan alat penerangan cukup.
g) Alas kandang dan tempat bertelur kering dan bersih.
13
B. Pakan dan Obat
1) Pakan
a) Pakan yang digunakan berupa pakan komersial dan/atau campuran
sesuai dengan kebutuhan gizi untuk ayam lokal dan layak konsumsi;
b) Pakan dapat diberikan dalam bentuk halus (mash) atau butiran
(crumble).
2) Obat
a) Obat hewan yang digunakan seperti biologik, premik, farmasitik adalah
obat hewan yang telah terdaftar dan memiliki nomor pendaftaran obat
hewan;
b) Penggunaan obat hewan harus dibawah pengawasan dokter hewan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
C. Kesehatan Hewan
a) Kandang yang digunakan untuk pembibitan ayam lokal dirancang
sedemikian rupa sehingga tidak mudah dimasuki dan dijadikan sarang
binatang pembawa penyakit.
b) Pembersihan dan pensucihamaan kandang yang baru dikosongkan
dilakukan dengan menggunakan desinfektan.
c) Desinfeksi kandang dan peralatan serta pembasmian serangga, parasit
dan hama lainnya dilakukan secara teratur.
d) Kandang harus dikosongkan minimal 2 minggu sebelum digunakan
kembali;
e) Vaksinasi terhadap penyakit unggas menular sesuai jadwal yang dibuat
dan dibawah pengawasan Dokter Hewan yang berwenang. Vaksinasi
dilakukan terhadap penyakit: Marek’s, Infectious Laryngotracheoitis (ILT),
Newcastle Disease (ND), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Bursal
Disease (IBD), Coryza, Avian Influenza (AI), Fowl Pox, Fowl Typhoid, serta
penyakit hewan lainnya yang ditetapkan dan dilakukan sesuai petunjuk
teknis kesehatan hewan;
14
f)
Apabila terjadi kasus penyakit hewan menular yang menyerang ayam di
lokasi pembibitan harus segera dilaporkan kepada Kepala Dinas yang
menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat untuk
dilakukan tindakan pengamanan sebagaimana mestinya;
g) Ayam, bangkai ayam dan limbah pembibitan yang terkena penyakit hewan
menular tidak boleh dibawa keluar lokasi pembibitan dan harus segera
dimusnahkan dengan dibakar dan/atau dikubur.
D. Biosekuriti
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontak/penularan bibit penyakit
hewan pada ternak, seyogyanya dilakukan tindakan sebagai berikut :
a) Lokasi pembibitan memiliki pagar untuk memudahkan kontrol;
b) Memiliki sprayer untuk mendesinfeksi kandang dan individu yang akan
masuk kandang.
E. Tatacara Pengembangbiakan
a. Sistem Perkawinan
Perkawinan antara ayam jantan dan betina dilakukan secara alami dengan
perbandingan 1 : 5.
b. Penanganan Telur Tetas dan Penetasan
Penanganan telur tetas dan penetasan pada pembibitan ayam lokal yang
baik dilakukan sebagai berikut:
a) Telur yang akan ditetaskan hendaknya diperoleh dari induk dengan
mutu produksi yang baik;
b) Sebelum ditetaskan, telur diseleksi sesuai persyaratan untuk telur tetas
berdasarkan bobot minimal 36 gram/butir, bentuk telur oval, dan kondisi
fisik kerabang halus dan tidak retak, kemudian disimpan pada suhu
ruangan yang sejuk paling lama 7 hari.
c) Penetasan dilakukan dengan mesin tetas yang kapasitasnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
15
c. Penanganan DOC
Penanganan DOC pada pembibitan ayam lokal yang baik dilakukan
sebagai berikut :
a) Anak ayam dikeluarkan dari mesin tetas setelah bulu kering;
b) Anak ayam yang tidak memenuhi syarat kualitas disingkirkan;
c) Anak ayam yang akan dijual/dikeluarkan dari tempat pembibitan harus
sudah divaksin Marek’s ;
d) Segera setelah menetas anak ayam dipelihara dalam indukan dengan
fasilitas cukup ruang, suhu, pakan dan air minum, pada umur <3 hari
dilakukan vaksinasi ND, yang diulang pada umur 3 minggu;
e) Pengeluaran bibit DOC harus disertai dengan catatan program
vaksinasi yang telah dan seharusnya dilakukan dikemudian hari.
d. Pencatatan
Pencatatan pada pembibitan ayam lokal yang baik meliputi :
a) Data perkembangan ternak;
b) Data produksi (telur harian, telur tetas) per kandang;
c) Data penetasan (tgl masuk dan menetas, jumlah telur masuk, fertilitas,
daya tetas, DOC)
F. Peremajaan (Replacement)
Demi keberlanjutan usaha pembibitan ayam lokal, maka dilakukan peremajaan
yaitu ayam diafkir pada umur 18 bulan dan sebelum ayam diafkir, perlu
dipersiapkan penggantinya (replacement). Ayam pengganti dapat berasal dari
turunannya (Filial 1/ F1) yang terseleksi dan dipersiapkan 8 bulan sebelum
tetuanya diafkir.
3. Babi
Tatacara pembiakannya adalah melalui: (a) kawin alam; (b) inseminasi buatan (IB).
Usaha pembibitan babi dilakukan dengan mengacu kepada kaidah-kaidah
pembibitan :
A. Kandang dan Perlengkapan
a) Kandang yang digunakan adalah kandang kelompok, dengan tujuan untuk
memudahkan pembinaan, manajemen pemeliharaan dan pengumpulan
kotoran/limbah untuk dimanfaatkan sebagai biogas atau pupuk;
16
b) Kandang cukup ventilasi, memperoleh cukup sinar matahari, dan terhindar
dari aliran hembusan angin yang terus menerus;
c) Tersedia tempat pakan dan minum dan diletakan secara praktis, berdekatan,
mudah terjangkau, sehingga pakan tidak tercecer;
d) Babi yang sakit ditempatkan di kandang isolasi, alat untuk membersihkan
kandang isolasi tidak boleh digunakan pada kandang lain;
e) Lantai kandang terbuat dari semen dan dibuat miring agar memudahkan
dalam pembersihan
B. Pakan dan Obat
1) Pakan
a) Pakan yang digunakan berupa pakan komersial dan/atau campuran
sesuai dengan kebutuhan minimal gizi untuk babi dan layak konsumsi;
b) Pakan dapat diberikan dalam bentuk konsentrat, dedak, ampas tahu
dan campuran.
2) Obat
a) Obat hewan yang digunakan seperti biologik, premik, farmasbabi adalah
obat hewan yang telah terdaftar dan memiliki nomor pendaftaran obat
hewan;
b) Penggunaan obat hewan harus dibawah pengawasan dokter hewan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
C. Kesehatan Hewan
a) Kandang yang digunakan untuk pembibitan babi dirancang sedemikian
rupa sehingga tidak mudah dimasuki dan tidak lembab
b) Pembersihan dan pensucihamaan kandang yang baru dikosongkan
dilakukan dengan menggunakan desinfektan.
c) Desinfeksi kandang dan peralatan serta pembasmian serangga, parasit dan
hama lainnya dilakukan secara teratur.
d) Pencegahan terhadap penyakit menular yaitu H1N1 dan penyakit cacing
serta penyakit lainnya dilakukan sesuai petunjuk teknis kesehatan hewan.
e) Apabila terjadi kasus penyakit hewan menular yang menyerang babi di
lokasi pembibitan harus segera dilaporkan kepada dinas setempat untuk
dilakukan tindakan sebagaimana mestinya.
f) Babi, bangkai babi dan limbah pembibitan yang terkena penyakit hewan
menular tidak boleh dibawa keluar lokasi pembibitan dan harus segera
dimusnahkan dengan dibakar dan/atau dikubur.
17
D. Biosekuriti
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontak/penularan bibit penyakit
hewan pada ternak, dilakukan tindakan sebagai berikut: (1) lokasi pembibitan
harus memiliki pagar untuk memudahkan kontrol keluar masuknya individu,
kendaraan, barang serta mencegah masuknya hewan lain; (2) penyemprotan
dengan desinfeksi atau mencelupkan kaki ke bak cuci yang telah diberi
desinfektan.
E. Tatacara Pengembangbiakan
1) Sistem Perkawinan
Perkawinan antara babi jantan dan betina dilakukan secara alami dengan
perbandingan 1 : 20 ekor betina
2) Pencatatan
Pencatatan pada pembibitan babi yang baik meliputi :
a)
b)
c)
d)
Perkawinan
Produksi
Kesehatan Ternak (vaksinasi, pengobatan dan kejadian penyakit);
Perkembangan Ternak
F. Peremajaan (Replacement)
Untuk keberlanjutan usaha pembibitan babi, maka pengafkiran untuk ternak
babi jantan dan betina yang sudah tidak produktif, atau pada babi jantan umur
2,5-3 tahun dan umur 3-4 tahun untuk babi betina.
18
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN
A. Pembinaan
Dalam upaya meningkatkan mutu ternak non ruminansia, kelompok peternak
memperoleh pembinaan/bimbingan dari Dinas Kabupaten/Kota. Pembinaan
meliputi pembinaan teknis dan pembinaan non teknis yang dilakukan secara
intensif dan berkelanjutan. Pembinaan teknis dalam rangka meningkatkan
kompetensi para peternak dalam menjalankan kegiatan pembibitan dilakukan
melalui bimbingan teknis (bimtek). Pembinaan non teknis dilakukan dengan
bimbingan secara langsung terhadap penerapan administrasi kelompok yang baik,
meliputi: laporan perkembangan ternak dan dokumentasi kegiatan kelompok.
B. Pengorganisasian
Untuk kelancaran kegiatan ini di tingkat Pusat dibentuk Tim Pusat Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, di tingkat Provinsi dibentuk Tim
Pembina Provinsi dan pada tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Tim Teknis
Kabupaten/Kota.
1. Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dengan
tugas sebagai berikut :
a. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Itik Lokal, Ayam Lokal dan
Babi Tahun 2014.
b. Melakukan koordinasi, sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan kegiatan.
c. Melaporkan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
perkembangan pelaksanaan kegiatan.
2. Tim Pembina Provinsi
Tim Pembina Provinsi, dengan tugas sebagai berikut :
a. Menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pembibitan Itik Lokal, Ayam
Lokal atau Babi Tahun 2014 dengan mengacu kepada Pedoman
Pelaksanaan, sesuai dengan alokasi kegiatan yang diperoleh.
b. Melakukan koordinasi dengan Ditjen PKH dan dinas kabupaten/kota dalam
pembinaan dan pengembangan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi,
serta membantu mengatasi permasalahan di lapangan.
19
c. Menyusun
dan
melaporkan
perkembangan
pelaksanaan
kegiatan
Pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi yang disampaikan kepada
Kepala Dinas Provinsi untuk kemudian diteruskan ke Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
3. Tim Teknis Kabupaten/Kota
Tim Teknis Kabupaten/Kota, dengan tugas sebagai berikut :
a. Menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) Pembibitan Itik Lokal, Ayam Lokal
atau Babi Tahun 2014 sesuai dengan alokasi kegiatan yang diperoleh
dengan mengacu kepada Juklak dari provinsi dan Pedoman Pelaksanaan
dari Ditjen PKH.
b. Melakukan seleksi proposal, seleksi calon peternak dan calon lokasi dalam
rangka pemberian rekomendasi oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
c. Melakukan pembinaan, pemantauan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi di lapangan.
d. Membuat laporan perkembangan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau
babi di tingkat Kabupaten/Kota untuk disampaikan kepada Kepala Dinas
Kabupaten/Kota dan diteruskan kepada Dinas Provinsi serta Ditjen PKH.
4. Kelompok Peternak
Kelompok peternak mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. Sanggup melakukan pemeliharaan ternak dengan baik dan menerapkan
prinsip-prinsip pembibitan yang baik.
b. Membuat laporan perkembangan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau
babi.
20
BAB VI
INDIKATOR KEBERHASILAN
Indikator Keberhasilan (melihat hasil kemajuan)
1. Indikator Output
a. Jumlah kelompok yang menerapkan prinsip-prinsip pembibitan:
- Itik lokal
16 kelompok,
- Ayam lokal 13 kelompok
- Babi
10 kelompok
b. Jumlah bibit yaitu:
- Itik lokal
- Ayam lokal
- Babi
8000 ekor,
6500 ekor
250 ekor
2. Indikator Outcome
a. Meningkatnya mutu bibit ternak non ruminansia melalui penerapan prinsipprinsip pembibitan yang baik.
b. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan anggota kelompok di bidang
pembibitan yang baik.
21
BAB VII
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui berbagai masalah
yang timbul dan tingkat keberhasilan yang dicapai, serta pemecahan masalahnya.
Untuk itu kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala. Tim Teknis
Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan monitoring dan evaluasi serta membuat
laporan tertulis secara berjenjang untuk dilaporkan ke Ditjen PKH meliputi :
1. Kemajuan pelaksanaan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi.
2. Perkembangan populasi ternak di kelompok.
B. Pelaporan
Pelaporan dilakukan secara berkala dan berjenjang untuk mengetahui
pelaksanaan pengembangan pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi, dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Kelompok peternak penerima itik lokal, ayam lokal atau babi wajib melaporkan
perkembangan pelaksanaan kegiatan setiap bulan kepada Kepala Dinas
Kabupaten/Kota, selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya.
2. Dinas Kabupaten/Kota melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan
kepada Kepala Dinas Provinsi dan Dinas Provinsi melaporkan kepada Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan cq. Direktur Perbibitan Ternak
setiap triwulan, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Dinas provinsi melakukan rekapitulasi seluruh laporan perkembangan yang
diterima dari kabupaten/kota setiap triwulan disampaikan kepada Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, selambat-lambatnya tanggal 15
bulan berikutnya.
22
BAB VIII
PENUTUP
Pedoman Pelaksanaan Pembibitan Ternak Non Ruminansia ini merupakan acuan
untuk kelancaran operasional pembibitan itik lokal, ayam lokal atau babi tahun 2014.
Dengan pedoman pelaksanaan ini diharapkan semua pelaksana kegiatan dari tingkat
pusat, provinsi sampai kabupaten/kota dapat melaksanakan kegiatan pembibitan
ternak non ruminansia dengan baik, sehingga berhasil sesuai dengan tujuan.
Hal-hal yang bersifat spesifik dan yang belum diatur dalam pedoman pelaksanaan ini
dituangkan lebih lanjut di dalam petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dengan
memperhatikan potensi dan kondisi masing-masing wilayah.
a.n. DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
DAN KESEHATAN HEWAN,
DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK
ABUBAKAR
23
LAMPIRAN
24
Lampiran 1. Lokasi Pembibitan Ternak
a. Lokasi Kegiatan Pembibitan Itik Lokal
1. Sumatera Utara
2. Sumatera Barat
3. Jambi
4. Bengkulu
5. Lampung
6. Banten
7. Jawa tengah
8. Jawa timur
9. Bali
10. NTB
11. Kalimantan Barat
12. Kalimantan Selatan
b. Lokasi Kegiatan Pembibitan Ayam Lokal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sumatera Barat
Jambi
Lampung
Babel
Banten
Jawa Tengah
Jawa Timur
Papua barat
c. Lokasi Kegiatan Pembibitan Babi
1. Riau
2. Sulawesi Selatan
3. Papua
4. Papua Barat
25
Lampiran 2. Pencatatan
1. Pencatatan Ternak Unggas (Itik Lokal dan Ayam Lokal)
A. Form Data Perkembangan Ternak
Bulan :
Ekor
Populasi Awal
No
Induk
Perkembangan
Jantan
Anak
Populasi Akhir
Muda
Jantan
Anak
Betina
Jantan
Betina
B. Form Data Penetasan
Mesin
Tetas
Tgl
Masuk
Jumlah (Butir)
Masuk
Jumlah
Menetas
(Ekor)
Tgl
Menetas
Fertil
Seleksi (ekor)
Baik
Afkhir
1
2
3
C. Form Data Produksi
Bulan
:
Minggu
:
Jumlah
Nomor
Kandang
.
Btn
Jtn
Produksi Telur (Butir)
Jumlah
Hari ke
1
2
3
4
5
6
7
26
2. Pencatatan Pembibitan Babi
Dinas
:
Nama Kelompok : ....................................
Alamat Kelompok : ....................................
1. LAPORAN ADMINISTRASI
No.
Uraian
A.
1.
2.
B.
Komponen Utama :
Bibit
Kandang dan perlengkapan
Komponen Pendukung :
1.
2.
4.
5.
6.
Pakan
Vaksin dan obat-obatan
Sarana rekording
Administrasi kelompok
.............................
Fisik
Target
Volume Satuan
Realisasi
Volume Sauan
Anggaran
(Rp)
2. LAPORAN POPULASI
27
3. Kartu Pencatatan
Tetua : Induk Jantan
Nomor / Bangsa :
Induk Betina
Nomor / Bangsa :
Tanggal lahir :
Kelahiran ke :
Perkawinan
Kelahiran
I
II
III
IV
Tanggal kawin
Tanggal birahi kembali
Pejantan yang digunakan
Jumlah kawin (alami/IB)
Tanggal melahirkan
Jumlah kelahiran
Bobot lahir
Tanggal disapih
Jumlah disapih
Bobot sapih
Jumlah puting
Kanan
kiri
kanan
kiri
kanan
kiri
kanan
Kiri
Catatan
DATA INDIVIDU
Kelahiran
No
ke
Jenis
Kelamin
Berat ( kg)
Lahir
Sapih
TLP
Konsumsi
Cacat/
Umur 22
BB
Pakan s/d 22
abnormalitas
minggu
100
minggu(kg)
kg
Catatan :
TLP
: Tebal Lemak Punggung
28
29
Download