Telaah Efektivitas Streptomyces spp. dalam

advertisement
1
PENDAHULUAN
Tanaman akasia termasuk kedalam suku
leguminosae, memiliki lebih dari 1300 spesies
dan terdistribusi di daerah tropik dan sub
tropik. Kayu akasia banyak digunakan untuk
perabot rumah tangga seperti pintu, bingkai
jendela serta menjadi bahan baku utama
dalam industri kertas. Beberapa jenis akasia
yang paling banyak di tanam di wilayah asia
adalah Acacia auriculiformis Cunn. Ex
Benth., A.mangium Willd., A. crassicarpa
Cunn. Ex Benth., dan A. aulacocarpa Cunn.
Ex Benth (Prosea 1995).
Hambatan rendahnya produksi kayu akasia
di daerah tropis dapat
disebabkan oleh
penyakit karat daun, embun tepung, rebah
semai, dan busuk akar (Old et al. 2000). Pada
saat di persemaian, tanaman akasia terutama
A. crassicarpa juga dapat terserang penyakit
hawar daun bakteri yang disebabkan
Xanthomonas campestris pv. acaciae.
Penyakit ini merupakan penyakit baru pada
pembibitan tanaman A. crassicarpa khususnya
ditemukan di pembibitan tanaman akasia di
daerah Riau (Ernawati 2008).
A. crassicarpa merupakan tanaman tropis
yang tumbuh cepat dengan kemampuan
adaptasi yang tinggi dan merupakan tanaman
pemfiksasi nitrogen. Di alam, akasia ini dapat
hidup pada tanah yang memiliki drainase yang
buruk sampai tanah kering (Gunn & Midgley
1991). A. crassicarpa memiliki tinggi antara
25-30 meter dengan biji berwarna hitam
memanjang. Daun akasia memiliki dua jenis
bentuk, ketika dalam masa juvenil daunnya
akan membentuk daun majemuk bipinnate,
sedangkan pada masa dewasa akan muncul
filodia (Bhattacharrya & Johri 1998).
Pengendalian penyakit tanaman saat ini
lebih ditekankan pada pengendalian agen
hayati yakni penggunaan organisme antagonis
untuk menekan
jumlah, aktivitas, dan
penyebaran patogen. Namun penelitian
mengenai upaya pengendalian A. crassicarpa
masih sangat sedikit dilaporkan. Salah satu
anggota aktinomiset yang telah diteliti dan
digunakan sebagai pengendali
penyakit
tanaman adalah Streptomyces (Prapagdee et.al
2008), yang dimanfaatkan berdasarkan
kemampuannya dalam menghasilkan senyawa
antimikrob.
Aktinomiset dikenal sebagai sumber utama
beragam senyawa bioaktif diantaranya adalah
senyawa antimikrob yang dapat digunakan
sebagai agen biokontrol patogen tanaman
(Holtsmark et.al 2006; Alina & Susilowati
2008). Anggota terbesar Aktinomiset ialah
genus Streptomyces. Streptomyces merupakan
bakteri berfilamen dengan diameter 0.5-1.0
µm, aerob, gram positif, dan bereproduksi
dengan spora yang dihasilkan miselium aerial
(Holt et al 1994). Streptomyces memiliki
siklus hidup yang kompleks dan mampu
menghasilkan dan mensekresi metabolit
sekunder, senyawa bioaktif seperti antibiotik,
enzim, dan inhibitor enzim. Streptomyces
biasanya hidup di tanah dan merupakan
dekomposer
penting
karena
dapat
menguraikan bahan organik serta tahan
terhadap keadaan stres lingkungan seperti
kekeringan dan kekurangan makanan dengan
membentuk spora (Cao et al. 2004).
Penelitian
yang
telah
dilakukan
menunjukkan
bahwa
beberapa
isolat
indigenus Streptomyces spp. diketahui mampu
menghasilkan senyawa antimikrob (Lestari
2006), seperti menghambat serangan bakteri
patogen Ralstonia solanacearum pada cabai
(Muthanas 2004) dan X. axonopodis pada
kedelai (Andri 2004). Yuan & Crawford
(1995)
juga melaporkan kemampuan
Streptomyces dalam menghambat cendawan
patogen tanaman yakni Phytium ultimum dan
Rhizoctonia solani. Streptomyces isolat
indigenus
juga
dilaporkan
mampu
menghambat serangan S. Rolfsii pada tomat
(Yusniawati 2009; Sasono 2010). Namun
demikian
kajian
tentang
kemampuan
Streptomyces spp. dalam mengendalikan X.
campestris pv. acaciae patogen tanaman
akasia belum banyak dilakukan. Berdasarkan
kemampuan
Streptomyces
spp.
isolat
indigenus tersebut dalam menghasilkan
senyawa antimikrob, maka kajian potensi
Streptomyces spp. isolat indigenus terhadap
Xanthomonas campestris pv. acaciae yang
menyerang tanaman akasia penting untuk
dilakukan. Tujuan penelitian ini
adalah
menapis kemampuan
Streptomyces spp.
isolat
indigenus
dalam
menghambat
Xanthomonas campestris pv. acaciae secara
in vitro dan in planta.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Mei 2010 hingga April 2011 bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi
Departemen
Biologi FMIPA IPB dan rumah kaca
Departemen Silvikultur FAHUTAN IPB,
Darmaga Bogor.
2
Peremajaan Isolat Bakteri
Bakteri X. campestris pv. acaciae sebagai
patogen target berasal dari koleksi Dr. Ir.
Giyanto, M.Si. diremajakan pada media agaragar Yeast Dextrose CaCO3 (YDC) (Lampiran
1) dan diinkubasi pada suhu 27-28o C selama
dua hari. Pengukuran kerapatan bakteri
dihitung dengan menggunakan metode cawan
sebar
dan
dengan
bantuan
alat
spektrofotometri pada panjang gelombang
620 nm. Streptomyces spp. isolat indigenus
yang digunakan yaitu PS4-16, LSW 05, LBR
05, LBR 02, SSW 02, SR01, SR02, dan SR03
merupakan
koleksi
Laboratorium
Mikrobiologi IPB. Isolat-isolat tersebut
diremajakan
pada
media
agar-agar
International Streptomyces Project (ISP) no 2
(Lampiran 2) dan media Oatmeal (OM)
(Lampiran 3). Inkubasi dilakukan pada suhu
ruang selama 10-15 hari.
Produksi
Filtrat
dan
Biomassa
Streptomyces spp.
Produksi filtrat kultur dilakukan dengan
menggunakan media ISP No. 4 (Lampiran 4)
yang diinkubasi diatas mesin penggoyang
dengan kecepatan 125 rpm pada suhu ruang.
Selanjutnya kultur
disentrifugasi pada
kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. fltrat
kultur yang diperoleh digunakan untuk esei
antagonis pada hari ke 5,10,15, dan 20.
Pengukuran biomassa Streptomyces spp.
yang ditumbuhkan pada media ISP 4
dilakukan pada hari ke 5, 10, 15 dan 20.
Biakan yang telah disentrifugasi, kemudian
disaring dengan menggunakan kertas saring
untuk memisahkan pelet dan supernatannya.
Pelet dikeringkan didalam oven selama 24
jam pada temperatur 70oC dan ditimbang
bobotnya.
Penapisan
Isolat
Streptomyces
spp.
Penghambat Pertumbuhan X. campestris
pv. acaciae secara in vitro.
Penapisan isolat penghasil senyawa
antibakteri dilakukan secara kualitatif dengan
uji antagonis menggunakan metode dual
culture.
Pertama-tama
dilakukan
uji
menggunakan sel Streptomyvces spp. secara
langsung. Isolat Streptomyces spp. yang
ditumbuhkan pada media agar-agar ISP No.2
diambil dengan sedotan steril berdiameter 5
mm lalu diletakkan pada media uji Nutrient
Agar (NA) semisolid yang telah memadat
diatas media NA solid (Over lay) dan sudah
mengandung isolat bakteri X. campestris pv.
acaciae dengan konsentrasi minimal 106/ml,
kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada
suhu ruang dan diamati zona hambat yang
terbentuk. Isolat dengan zona hambat sangat
jernih
dan
memiliki
kemampuan
penghambatan kuat terhadap bakteri patogen
target dipilih untuk diuji lebih lanjut aktivitas
penghambatan filtrat kulturnya yang mengacu
pada metode Kirby Bauer (Madigan et al.
2006). Isolat Streptomyces spp. diinokulasikan
kedalam media ISP4 cair. Cakram kertas steril
berdiameter 8 mm ditetesi 15 µl filtrat kultur
Streptomyces spp, kemudian diletakkan pada
permukaan media NA semisolid yang telah
memadat diatas media NA solid dan sudah
mengandung bakteri patogen target dengan
konsentrasi minimal 106/ml, diinkubasi pada
suhu ruang, dan diamati zona hambat yang
terbentuk setelah 24-48 jam. Kontrol negatif
menggunakan media ISP 4 steril. Besar
diameter zona hambat diukur berdasarkan
diameter seluruh zona yang terbentuk
dikurangi diameter cakram kertas (8 mm).
Penilaian daya penghambatan mengacu pada
Suriawiria (1973). Kedua uji antagonis diatas
dilakukan sebanyak dua kali pengulangan.
Uji
Kemampuan
Penghambatan
Streptomyces spp. terhadap X. campestris
pv. acaciae secara in planta.
Biji akasia (Acacia crassicarpa) diperoleh
dari Balai Penelitian Teknologi Perbenihan,
Bogor. Biji tersebut kemudian disterilisasi
permukaan menggunakan alkohol 70%
selama 30 detik kemudian dibilas dengan air
steril sebanyak dua kali. Selanjutnya
dilakukan pemecahan masa dormansi biji
dengan cara merendam benih akasia pada air
mendidih selama 30 detik, kemudian
ditiriskan lalu direndam dalam air dingin
selama 24 jam. Setelah itu biji diberi
perlakuan Streptomyces spp. dengan cara
seed coating. Kultur isolat Streptomyces spp
disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm
selama 20 menit. Dua gram massa sel
Streptomyces spp disuspensikan dalam 10 ml
larutan kanji 2% steril (konsentrasi akhir 0,2 g
massa sel/ml). Biji akasia kemudian direndam
dalam suspensi Streptomyces spp dan larutan
kanji selama 30 menit di dalam laminar air
flow. Biji kemudian di simpan di dalam cawan
petri yang sudah diberi kapas basah dan
diinkubasi selama 3-5 hari hingga biji
berkecambah kemudian dihitung persentase
perkecambahannya. Benih yang sudah
berkecambah untuk masing-masing perlakuan
kemudian ditanam ke dalam polybag
sebanyak 2 benih per polybag dan selanjutnya
ditempatkan di rumah kaca Departemen
Silvikultur IPB. Pengamatan dilakukan selama
3
tujuh minggu setelah tanam dengan mengukur
parameter berupa tinggi tanaman, diameter
tanaman, intensitas penyakit, dan bobot kering
tanaman.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan dua faktor, dan diulang sebanyak 5
kali
a. Faktor pertama yaitu pemberian agens
yang terdiri atas 3 macam aplikasi
A0: tanpa agens
A1: agens SR02
A2: agens PS4-16
A3: bakterisida (Agrept WP 20)
b. Faktor kedua yaitu pemberian bakteri
patogen X. campestris pv. acaciae yang
terdiri atas 2 macam aplikasi
B0: tanpa bakteri patogen
B1: dengan bakteri patogen
Parameter yang diamati
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur setiap satu minggu
setelah tanam, diukur 1 cm dari leher akar
sampai titik tumbuh tertinggi semai pada
pucuk batang.
Diameter Batang dan Bobot Kering
Tanaman
Diameter batang diukur pada minggu
terakhir (tujuh minggu) setelah tanam,
menggunakan alat ukur yaitu jangka sorong
(caliper). Bobot kering tanaman juga
dilakukan pada 7 MST dengan cara
menghitung bobot tanaman yang sebelumnya
disimpan dalam oven selama 72 jam pada
suhu 70 oC.
Intensitas Penyakit
Pengamatan
benih
A.
crassicarpa
dilakukan terhadap intensitas penyakit. Data
intensitas penyakit
tersebut kemudian
dihitung dengan menggunakan rumus
Ernawati (2008):
IP =
IP= Intensitas Penyakit
n = Banyaknya daun yang diamati
dari tiap kategori serangan
v = Nilai skala dari tiap kategori
serangan
Z = Nilai skala dari tiap kategori
serangan tertinggi
N = Banyak daun yang diamati
Intensitas serangan atau keparahan
penyakit ditetapkan melalui skoring sebagai
berikut:
0 = tidak ada gejala
1 = 1 - 25% permukaan daun terinfeksi
2 = 26 - 50% permukaan daun terinfeksi
3 = 51 - 75% permukaan daun terinfeksi
4 = 76 - 100% permukaan daun terinfeksi
Analisis data
Untuk menguji pengaruh perlakuan
terhadap respon yang diamati pada uji in
planta dilakukan analisis sidik ragam dengan
menggunakan program SPSS 16. Beda nyata
antara perlakuan diuji dengan metode Duncan
pada taraf nyata 5%.
HASIL
Peremajaan Streptomyces spp.
Hasil
peremajaan
delapan
isolat
Streptomyces spp. pada media agar-agar ISP2
dan Oatmeal Agar selama 10-14 hari masa
inkubasi pada suhu ruangan menunjukkan
semua isolat dapat tumbuh baik ditandai
dengan adanya sporulasi dan pembentukan
miselium aerial. Kedelapan isolat tersebut
yaitu PS4-16, LSW 05, LBR 05, LBR 02,
SSW 02, SR01, SR02, dan SR03 yang
merupakan anggota aktinomiset. Gambar 1
memperlihatkan beberapa contoh hasil
peremajaan isolat Streptomyces spp. yang
memiliki keragaman morfologi koloni dan
warna miselia. Isolat LSW05 dan SR01
memiliki miselia berwarna putih, LBR02,
LBR05, SSW02, dan SR03 menunjukkan
miselia berwarna coklat keabuan, PS4-16
menunjukkan
miselia
bewarna
putih
kemerahan, sedangkan isolat
SR02
menunjukkan miselia berwarna hitam.
Pembentukan miselia aerial dan sporulasi
merupakan salah satu tahap yang penting
dalam siklus hidup Streptomyces (Abe et al.
2005).
Menurut Miyadoh dan Otoguro
(1997), spora Actinomycetes akan tumbuh
dan berkembang menjadi miselium dan koloni
apabila nutrisi, kelembapan dan suhu, serta
kondisi lainnya memenuhi syarat untuk
kehidupan. Bentuk koloni Streptomyces spp.
ada yang bertepung, kasar seperti yang dilihat
pada isolat LSW05, SR02, dan SR03 atau
berkeriput seperti yang dilihat pada isolat
LBR02, LBR05, dan SSW02, dan halus
seperti beludru pada PS4-16 dan SR01.
Download