BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa esensial yang memiliki peranan penting bagi kehidupan. Ketersediaan air sebagai kebutuhan primer sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan makhluk hidup di bumi. Di Indonesia, akses terhadap air bersih masih menjadi masalah yang cukup serius. Pesatnya pembangunan wilayah, laju pertumbuhan penduduk dan laju industrialisasi menjadikan kebutuhan air bersih semakin tinggi sementara ketersediaan air bersih jumlahnya terbatas. Kemajuan teknologi erat kaitannya dengan peningkatan laju pertumbuhan industrialisasi yang salah satunya berdampak terhadap peningkatan volume polutan di perairan dalam bentuk kation seperti amonium dan kation logam berat seperti Hg, Pb, Cd, Cr, Cu, dan Ag yang dihasilkan oleh industri electroplating, pengolahan logam, tekstil, cat, tinta, dan lainnya. Pencemaran ini dapat memberikan dampak negatif terhadap manusia dan sangat merugikan karena sebagian besar zat tersebut bersifat karsinogenik (Haryoto dan Wibowo, 2004). Polutan di lingkungan tidak hanya ada dalam bentuk kation saja, tetapi juga ada dalam bentuk anion dan senyawa organik nonpolar. Polutan dalam bentuk kation seperti amonium di perairan merupakan polutan yang secara umum dihasilkan dari aktivitas manusia khususnya limbah pertanian, limbah industri pupuk dan limbah domestik. Polutan dalam bentuk anion seperti sulfat (SO42-) umumnya terdapat pada perairan yang bersumber dari industri metalurgi, penyamakan kulit, kertas, pupuk, aktivitas pertambangan, dan drainase tambang (Macingova dan Luptakova, 2011). Polutan lain dalam air tanah berupa senyawa organik nonpolar yang berpotensi berbahaya yaitu benzena, toluena, etilbenzena, dan xilena (BTEX) umumnya dihasilkan dari industri petroleum dan kebocoran tangki penyimpanan bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar minyak untuk umum (SPBU). Menurut Gallastegui dkk. (2011) benzena bersifat karsinogenik, sedangkan toluena, etilbenzena dan xilena bersifat toksik dan memiliki potensi 1 2 mutagen. Keberadaan polutan tersebut merupakan masalah lingkungan yang perlu ditangani secara serius mengingat semakin menurunnya daya dukung lingkungan untuk melakukan pemurnian kembali terhadap beban pencemaran. Keberadaan polutan ini dapat memberikan dampak negatif terhadap penurunan kualitas lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, diperlukan teknologi penanganan limbah cair alternatif yang efektif dan efisien. Beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mengatasi pencemaran kation logam berat, senyawa anionik dan senyawa organik di perairan antara lain, metode separasi dengan membran (Harries, 1985), koagulasi, presipitasi, pertukaran ion dan adsorpsi (Barakat, 2011; Guimarães dan Leão, 2011; Silva dkk., 2012; Vidal dkk., 2014). Presipitasi merupakan metode yang efisien dalam hal biaya tetapi kurang efektif untuk larutan encer. Metode pertukaran ion dan separasi dengan membran pada umumnya efektif tetapi memerlukan peralatan dan biaya operasional yang relatif tinggi. Adsorpsi merupakan salah satu metode alternatif yang efektif karena prosesnya yang sederhana, teknik operasi yang mudah, efisien dalam hal biaya dan dapat bekerja pada konsentrasi rendah. Adsorpsi merupakan proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara molekul padatan dengan adsorbat melalui interaksi fisika (fisisorpsi) atau interaksi kimia (kemisorpsi). Metode adsorpsi telah terbukti efektif untuk mengurangi konsentrasi kation logam berat, senyawa anionik dan senyawa organik di perairan antara lain dengan pemanfaatan adsorben karbon aktif (Chen dan Wu, 2004; Daifullah dkk., 2004), kitosan (Yan dan Bai, 2005), oksida besi (Weng dkk., 2006; Weng dkk.,2007), clay (Salman dkk., 2007; Doulia dkk., 2009) dan zeolit (Kučić dkk., 2012; Agnes, 2013; Vidal dkk., 2014; Hussein dkk., 2014). Zeolit merupakan mineral aluminosilikat yang berbentuk tiga dimensi dengan struktur pori yang memiliki sifat fisik maupun kimia sebagai penukar kation, penyaring molekul, katalis, dan adsorben (Wang dan Peng, 2010). Struktur kerangka zeolit tersusun atas unit-unit tetrahedral (AlO4)5- dan (SiO4)4- yang saling berikatan melalui atom oksigen. Adanya substitusi Si4+ oleh Al3+ menyebabkan 3 struktur zeolit bermuatan negatif yang dinetralkan oleh kation-kation monovalen atau divalen dari logam alkali atau alkali tanah seperti Na+, K+, Ca2+, dan Mg2+ atau kation lain. Kation-kation tersebut berperan sebagai kation penyeimbang yang dapat dipertukarkan dengan kation lain secara reversibel tanpa merusak struktur zeolit. Sifat penukar kation zeolit alam telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti adsorpsi spesies radioaktif (Cs+ dan Sr2+) dari limbah cair industri nuklir, pengolahan logam berat (Mumpton, 1999; Turan dkk., 2005; Barakat, 2011) dan kation non logam berat seperti amonium (Karadag, 2006; Widiastuti dkk., 2011; Kučić dkk., 2012). Zeolit alam merupakan salah satu material yang tersedia di Indonesia dengan jumlah melimpah dan relatif ekonomis tetapi pemanfaatanya masih terbatas pada adsorpsi kation. Di Indonesia deposit zeolit alam cukup besar yaitu di daerah Lampung, Bayah, Cikembar, Cipatujah, Nangapada, Ende, Malang, Klaten dan Gunung Kidul. Zeolit alam memiliki karakteristik yang efektif untuk dijadikan sebagai adsorben. Kemampuan zeolit alam sebagai adsorben didasarkan atas sifat fisika kimia yang memiliki rasio Si/Al yang rendah, luas permukaan spesifik yang tinggi dan kapasitas tukar kation yang tinggi (Xie dkk., 2013). Zeolit alam memiliki kemampuan adsorpsi yang tinggi terhadap senyawa kationik, akan tetapi memiliki kemampuan adsorpsi yang rendah terhadap senyawa anionik dan senyawa organik nonpolar. Kemampuan adsorpsi zeolit alam terhadap senyawa anionik dan seyawa organik nonpolar dapat ditingkatkan dengan memodifikasi permukaan eksternal zeolit alam dengan surfaktan kationik (LeyvaRamos dkk., 2008; Alkaram dkk., 2009; Diaz-Nava dkk., 2009; Wang dan Peng, 2010). Modifikasi zeolit alam menggunakan surfaktan kationik bertujuan untuk mengubah muatan permukaan eksternal zeolit menjadi bermuatan positif dengan cara membentuk lapis ganda. Bentuk lapis ganda tersebut diperoleh dengan penambahan surfaktan pada konsentrasi yang lebih besar dari konsentrasi kritis miselnya yakni 2 kali kapasitas tukar kation (Li dkk., 1998; Taffarel dan Rubio, 2010). Surfaktan yang umum digunakan sebagai senyawa pemodifikasi adalah surfaktan kationik dari golongan amonium kuarterner yaitu setiltrimetilamonium bromida (CTAB). CTAB memiliki rantai alkil sebanyak 16 karbon yang bersifat 4 hidrofobik dan kepala surfaktan yang bersifat hidrofilik. Surfaktan CTAB memiliki ukuran kepala surfaktan yang cukup besar (6 Å) untuk memasuki pori zeolit, sehingga penyerapan CTAB hanya terbatas pada permukaan eksternal zeolit (Li dkk., 1998; Bansiwal dkk., 2006). Beberapa penelitian mengenai modifikasi zeolit dengan surfaktan (SMZ) untuk adsorpsi limbah anionik antara lain, pemanfaatan SMZ-CTAB sebagai adsorben Cr(VI) (Levya-Ramos dkk., 2008), Cr2O72- dan [Fe(CN)6]3- (Basri, 2009), Cr2O72- dan MnO2- (Baralangi, 2009), pewarna anionik (Alver dan Metin, 2012), dan nitrat (Budi dkk., 2013). Pemanfaatan SMZ-CTAB efektif untuk menghilangkan polutan organik BTEX (Vidal dkk., 2012; Vidal dkk., 2014), MTBE (Ghadiri dkk., 2010), dan senyawa anilin dan turunannya (Hussein dkk., 2014). Modifikasi zeolit alam Klaten dengan CTAB efektif untuk adsorpsi Cu2+, SO42- dan senyawa anionik metil merah (Agnes, 2013), Pb(II) dan NO3- (Farisuna, 2014) dan Mn(II) dan zat warna anionik eosin (Gerina, 2014). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa karakteristik yang dimiliki zeolit alam menjadikan zeolit alam berpotensi untuk dijadikan sebagai adsorben multifungsi. Pada penelitian yang telah ada belum banyak dikaji mengenai modifikasi zeolit alam dengan CTAB sebagai adsorben anion, kation dan senyawa organik nonpolar secara simultan, hal ini menjadi alasan untuk dilakukan penelitian tentang modifikasi zeolit alam dengan surfaktan CTAB sebagai adsorben multifungsi untuk anion sulfat (SO42-), kation amonium (NH4+) dan senyawa organik nonpolar benzena. Anion sulfat (SO42-), kation amonium (NH4+) dan senyawa organik nonpolar benzena dipilih sebagai adsorbat dalam penelitian ini karena berdampak negatif terhadap lingkungan khususnya air dan tanah. Penelitian ini mengkaji modifikasi zeolit alam dengan surfaktan CTAB (SMZ-CTAB) dan kemampuan adsorpsinya terhadap anion sulfat (SO42-), kation amonium (NH4+) dan senyawa nonpolar benzena sebagai upaya untuk mengurangi polutan yang berdampak negatif terhadap lingkungan, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. 5 I.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memodifikasi zeolit alam dengan surfaktan kationik setiltrimetilamonium bromida (CTAB) sebagai adsorben multifungsi anion sulfat (SO42-), kation amonium (NH4+) dan senyawa nonpolar benzena. 2. Membandingkan kemampuan adsorpsi zeolit alam termodifikasi CTAB (SMZ-CTAB), zeolit alam teraktivasi (ZAA) dan zeolit alam (ZA) terhadap anion sulfat (SO42-), kation amonium (NH4+) dan senyawa nonpolar benzena. I.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Mengetahui metode modifikasi zeolit alam dengan CTAB sebagai adsorben multifungsi untuk anion sulfat (SO42-), kation amonium (NH4+) dan senyawa nonpolar benzena. 2. Mengetahui kemampuan adsorpsi SMZ-CTAB, ZAA dan ZA terhadap anion SO42-, kation NH4+ dan senyawa nonpolar benzena dalam upaya mengurangi penyebarannya dalam limbah cair.