1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis pengaruh kejutan fiskal terhadap perekonomian terutama terhadap nilai tukar
riil menjadi topik „terhangat‟ dalam beberapa penelitian empiris belakangan ini (Cebi dan
Culha, 2013). Beberapa faktor yang memotivasi penelitian terkait kejutan fiskal terhadap
nilai tukar adalah: (1) dari sudut pandang kebijakan, fiskal merupakan alat independen yang
dikontrol penuh oleh negara, sehingga analisis dampak dari kejutan fiskal
terhadap
perekonomian khususnya nilai tukar riil sangat penting untuk dilakukan, terutama bagi negara
dengan sistem kurs mengambang bebas (Benetrix dan Lane, 2013; Ajao dan Igbekoyi, 2013);
(2) dari sudut pandang teori, terdapat perbedaan perspektif model dalam melihat hubungan
antara kejutan fiskal terhadap nilai tukar riil (Benetrix dan Lane, 2013), sehingga
menimbulkan ketidakpastian hubungan fiskal terhadap nilai tukar riil untuk masing-masing
negara.
Dalam model ekonomi terbuka versi tradisional dan kontemporer dengan rigit
nominal, menunjukkan bahwa ekspansi pengeluaran pemerintah berkorelasi dengan apresiasi
nilai tukar riil (Corsetti dan Pesenti, 2001). Model dapat dibangun juga dengan perspektif
bahwa ekspansi fiskal berkorelasi dengan depresiasi nilai tukar riil seperti penelitian Kollman
(2010), Monacelli dan Peroti (2010), dan Ravn, dkk (2012). Penelitian terbaru oleh Badia dan
Ubiergo (2014), meneliti pengaruh kebijakan fiskal dalam menekan apresiasi nilai tukar riil
di Brazil, termotivasi oleh tingkat apresiasi nilai tukar di Brazil yang menyebabkan
menurunnya daya saing Brazil.
Terkait masalah nilai tukar, Indonesia mengalami perubahan sistem kurs pada bulan
Agustus tahun 1997 dari sistem mengambang terkendali (managed floating exchange rate)
1
menjadi sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange rate), hal ini memungkinkan
Indonesia mengalami fluktuasi nilai tukar yang lebih besar (lihat gambar 1.1). Penetapan
sistem kurs mengambang bebas, mengindikasikan bahwa penetapan nilai tukar berdasarkan
mekanisme pasar yaitu jumlah permintaan dan penawaran mata uang rupiah di pasar uang.
Intervensi pemerintah (Bank Sentral) tidak dibenarkan, bank sentral hanya dapat
mengendalikan nilai tukar melalui mekanisme pasar.
16,000.000
14,000.000
12,000.000
Rp/$, 12,189.000
10,000.000
8,000.000
6,000.000
4,000.000
2,000.000
0.000
Gambar 1.1 Fluktuasi Nilai Tukar Rp/ $, 1997.1 -2013.12
Sumber: Bank Indonesia (2014)
Pengalaman buruk menimpa Indonesia paska penerapan sistem kurs mengambang
bebas. Indonesia terkena krisis keuangan Asia, nilai tukar rupiah melemah hingga bergerak di
atas sepuluh ribu rupiah per dolar. Hal ini terjadi akibat jatuhnya nilai mata uang Thailand
(Bath) yang berdampak sistemik terhadap pasar saham dan mata uang negara-negara Asia
Tenggara. Pengaruhnya di Indonesia diawali dengan kejatuhan aset bernilai rupiah. Kondisi
semakin parah saat masyrakat bereaksi dengan melepas simpanan rupiah, menyebabkan
rupiah depresiasi lebih jauh ((Prasetiantono, 2013).
2
Berbeda dengan Indonesia, beberapa negara berkembang mencatat pergerakan nilai
mata uang yang terapresiasi dalam beberapa waktu belakangan seperti China, negara
pengekspor minyak, dan Amerika Latin menjadi leading pergerakan nilai mata uang (lihat
gambar 1.2). Banyak faktor yang dapat menjelaskan tren tersebut, salah satunya dikarenakan
surplus perdagangan, selain itu, beberapa contoh kasus terapresiasinya nilai tukar mata uang
suatu negara disebabkan karena besarnya aliran modal masuk (Badia dan Ubiergo, 2014).
Terlepas dari faktor penyebab fluktuasi nilai tukar, perubahan nilai tukar juga
memiliki dampak yang signifikan. Nilai tukar mempengaruhi perekonomian secara domestik
maupun secara global karena nilai tukar bukan hanya mengenai harga relatif dengan satu
mata uang lain, namun juga berpengaruh terhadap pasar domestik dan global yang
menunjukkan tingkat kompetitif suatu negara (Ajao dan Igbekoyi, 2013).
Other emerging
Europe
Asia excl. China
Latin America
Oil exporters
China
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
Gambar 1.2 Apresiasi Nilai Tukar Riil Efektif, Negara Berkembang: Januari
2007 - Desember 2012 (persen)
Sumber: Badia dan Ubiergo (2014)
Kemajuan perekonomian global menyebabkan hubungan saling mempengaruhi antar
negara, kekuatan kebijakan moneter negara maju mempengaruhi nilai tukar di masing-masing
negara sebagai rekan dagang (IMF 2011a dan 2011b). Menanggapi penjelasan di atas,
3
beberapa kelompok pengeskpor industri utama dan sektor manufaktur di negara berkembang
menyampaikan keluhan yang mereka hadapi mengenai dampak collateral dari pengaruh
kebijakan negara lain yang menyebabkan suatu negara kehilangan daya saing (Badia dan
Ubiergo, 2014).
Pengaruh nilai tukar terhadap perekonomian dapat dikatakn cukup signifikan, oleh
karena itu penelitian terkait faktor penentu nilai tukar mata uang suatu negara menjadi sangat
menarik dan perlu untuk dibahas. Sebagian besar literatur mengaitkan hal ini dengan
indikator dasar moneter seperti jumlah penawaran uang, inflasi, tingkat output, dan suku
bunga, tingkat keterbukaan ekonomi (Stancik, 2007). Menurut Badia dan Ubiergo (2014),
indikator moneter yang biasa digunakan dalam analisis nilai tukar memiliki kelemahan, salah
satunya karena variabel moneter suatu negara dipengaruhi juga oleh indikator moneter negara
lain (negara dengan perekonomian terbuka besar).
Kelemahan indikator monter tersebut, mengarahkan peneliti untuk
menganalisis
pengaruh kebijakan fiskal selain pengaruh indikator moneter pada umumnya terhadap nilai
tukar. Peneliti menganalisis, apakah kebijakan fiskal dapat menjadi solusi dalam mengatasi
gelojak nilai tukar. Menurut Krugman, dkk (2012: 469) ekspansi fiskal yang dilakukan, akan
meningkatkan permintaan agregat, dan hubungannya dengan nilai tukar digambarkan dalam
kurva AA dan DD. Peningkatan permintaan agregat akibat ekspansi fiskal ini menyebabkan
apresiasi nilai tukar negara tersebut. Analisis hubungan antara kebijakan fiskal dengan nilai
tukar merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti, sebab kebijakan fiskal merupakan
alat primer kebijakan makroekonomi yang dikontrol secara mandiri oleh negara (Galstyan
dan Lane, 2009).
4
1.2 Permasalahan Penelitian
Pada tahun 2013, perekonomian Indonesia kembali diusik karena pelemahan nilai
tukar rupiah disaat pemerintah masih harus mengimpor berbagai kebutuhan pokok
masyarakat Indonesia. Pertumbuhan Indonesia juga melambat di tengah kondisi ekonomi
global yang relatif membaik. Penurunan nilai tukar rupiah semakin memburuk, lihat gambar
1.1.
Kurang luwesnya kontrol moneter setelah penerapan rezim kurs mengambang bebas
menjadikan perlunya alat kontrol lain dalam menghadapi gelojak nilai tukar di Indonesia.
Lebih lanjut, menurut teori dan beberapa penelitian terdahulu, bahwa kontrol fiskal
khususnya pada instrumen pengeluaran pemerintah memiliki dampak signifikan terhadap
pergerakan nilai tukar negara. Ekspansi fiskal akan meningkatkan permintaan agregat,
kenaikkan permintaan agregat akan mendorong terjadinya kenaikkan harga domestik
sehingga permintaan uang meningkat menyebabkan apresiasi nilai tukar (Krugman, dkk,
2012: 418-419).
Adanya ancaman krisis yang berdampak sistemik di tengah kondisi Indonesia yang
masih sangat bergantung pada produk impor, mendorong penelitian ini perlu untuk dilakukan
sebagai upaya mawas diri terhadap krisis. Lebih lanjut, Bank Indonesia tidak sepenuhnya
dapat mengawasi jumlah uang beredar, hanya terbatas pada uang inti, maka perlu adanya alat
yang sepenuhnya dikuasai dan dikontrol pemerintah sehingga dapat digunakan saat
dibutuhkan (Gaslyan dan Lane, 2009). Selain itu, studi empiris terdahulu dan studi literatur
menimbulkan pertanyaan, yaitu “Faktor fundamental apakah yang berpengaruh terhadap
pergerakan nilai tukar? Adakah hubungan kejutan kebijakan fiskal dengan nilai tukar riil
mata uang?”
Peneliti membatasi faktor fundamental yang disebutkan di atas yaitu pengaruh tingkat
output (produktivitas negara), suku bunga riil, serta keterbukaan perekonomian negara.
5
Kebijakan fiskal yang dimaksud di atas adalah pengeluaran pemerintah baik berupa konsumsi
pemerintah ataupun investasi publik yang dikeluarkan oleh pemerintah.
1.3 Tujuan Penelitian
a) Menganalisis pengaruh suku bunga riil, tingkat output dan keterbukaan ekonomi
terhadap pergerakan nilai tukar riil di Indonesia.
b) Menganalisis pengaruh kejutan fiskal terhadap nilai tukar riil di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai faktor fundamental yang mempengaruhi nilai tukar riil suatu
negara bukanlah hal yang baru. Adapun tambahan yang ingin diteliti yaitu hubungan antara
kebijakan fiskal khususnya pengeluaran pemerintah dengan nilai tukar riil. Chinn (1999)
meneliti hubungan antara kedua variabel tersebut dan menemukan adanya korelasi antara
peningkatan pengeluaran konsumsi pemerintah dengan apresiasi nilai tukar dalam jangka
panjang. Penelitian terbaru oleh Badia dan Ubiergo (2014) meneliti pengaruh kebijakan
fiskal dalam menekan apresiasi nilai tukar yang terjadi di Brazil.
Kollmann (2010) meneliti pengaruh peningkatan eksogen pengeluaran pemerintah
menyebabkan depresiasi pada nilai tukar riil (given country). Dengan menggunakan data
panel untuk negara-negara di Euro Zone dan pendekatan VAR, Benetrix dan Lane (2013)
meneliti efek dari kejutan pengeluaran pemerintah terhadap nilai tukar riil. Dengan
menggunakan pendekatan yang berbeda, Caputo dan Fuentes (2010), meneliti pengaruh
komponen pengeluaran publik terhadap nilai tukar riil mengestimasi data panel dengan
pendekatan DOLS-ECM. Lebih lanjut, Galstyan dan Lane (2009) meneliti hubungan antara
pengeluaran pemerintah dengan perilaku jangka panjang nilai tukar Irish, Peningkatan
konsumsi pemerintah berkorelasi dengan apresiasi nilai tukar riil jangka panjang dan
6
peningkatan pada investasi publik jangka panjang berkorelasi dengan depresiasi nilai tukar
riil.
Berdasarkan berbagai penelitian yang pernah dilakukan (lihat tabel 1.1), terdapat dua
kontribusi dalam penelitian ini. Pertama, penelitian ini tidak hanya berfokus pada variabel
fundamental yang mempengaruhi nilai tukar riil namun juga menganalisis dampak kejutan
fiskal terhadap nilai tukar riil. Kedua, metode ECM dan I-ECM yang digunakan dalam
penelitian ini dapat melihat apakah terdapat hubungan equilibrium jangka panjang maupun
jangka pendek antar variabel yang diteliti. Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran dan solusi kebijakan bagi pemerintah dalam mengatur gejolak nilai
tukar melalui indikator yang lebih komplek, tidak hanya menggunakan indikator moneter
namun juga dapat menggunakan indikator fiskal, sehingga pembuktian secara empiris perlu
dilakukan, apakah kebijakan fiskal dapat membantu menjaga pergerakan nilai tukar tetap
pada basis fundamentalnya. Manfaat lainnya bagi akademisi untuk menjadi referensi kajian
keilmuan di bidang ekonomi moneter dan makro, khususnya masalah kejutan kebijakan fiskal
yaitu pengeluaran pemerintah terhadap nilai tukar rupiah.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian terkait hubungan antara kebijakan fiskal khususnya pengeluaran
pemerintah terhadap performa nilai tukar riil telah banyak dilakukan, namun perbedaan
penggunaan metode serta lokasi penelitian menghasilkan kesimpulan yang tidak sama baik
antar penelitian maupun teori yang ada. Pada tabel 1.1 ditunjukkan beberapa penelitian
terdahulu terkait hubungan kebijakan fiskal (pengeluaran pemerintah) dengan nilai tukar riil,
terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Beberapa persamaan dengan penelitian terdahulu adalah penggunaan metode yang
akan digunakan yaitu ECM (Error Correction Model) serta penggunaan variabel penjelasnya.
7
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian di Indonesia dengan periode tahun 1997.3 –
2013.4, menimbang pada Agustus tahun 1997 diterapkannya sistem kurs mengambang bebas
di Indonesia hingga saat ini, mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Cebi dan Culha
(2013). Pemilihan metode I-ECM berdasarkan pada aplikasi pengolahan data yang melihat
adanya kemungkinan hubungan jangka panjang di antara variabel serta pengaruh kejutan
fiskal terhadap nilai tukar riil (Insukindro, 1998).
Penelitian ini tidak sama dengan beberapa penelitian terdahulu, sebab kebanyakan
penelitian terdahulu menggunakan data panel, berbeda dengan penelitian yang akan
dilakukan hanya berfokus pada satu negara yaitu Indonesia (time series). Selain itu, penelitian
yang menggunakan data time series oleh Cakrani, dkk (2013) tidak menggunakan metode IECM melainkan menggunakan metode kointegrasi dengan uji ADF. Lebih lanjut, belum
pernah dilakukannya penelitian terkait pengeluaran fiskal dengan nilai tukar riil di Indonesia,
sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini bisa memberi tambahan studi empiris di
Indonesia.
8
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No
Judul Penelitian
Peneliti
Variabel
Alat Analisis
Temuan Penting
Persamaan dan
Perbedaan
1
Real Exchange
Rate Appreciation
in Emerging
Market: Can
Fiskal Policy
Help?
Badia dan
Ubiergo
(2014)
Real effective
exchange rate,
balance of
goods and
services, real
GDP per
capita,
structural
balance, public
consumption,
public
investment,
trade weights,
capital inflows
Panel
Dynamic
OLS (DOLS)
Kebijakan fiskal di
negara berkembang
berpengaruh secara
substansial terhadap
kurs riil, melalui dua
jalur yaitu peningkatan
pada tabungan publik
dapat mengurangi
apresiasi riil dalam
jangka panjang, dan
struktur pengeluaran
pemerintah sangat
berpengaruh,
peningkatan pada
investasi publik akan
mengurangi tekanan
apresiasi pada kurs.
Persamaan: variabel
yang digunakan.
Fiskal Shocks and
The Real
Exchange Rate
Benetrix dan
Lane (2013)
Government
spending
(consumption,
fixed
Vector Auto
Regression
(VAR)
Ekspansi fiskal
berkorelasi dengan
apresiasi rill nilai tukar
Negara anggota EMU.
Persamaan: topik
penelitian tentang
pengaruh kejutan fiskal
terhadap nilai tukar riil.
2
Perbedaan: alat analisis
yang digunakan, data
dan negara yang
diteliti.
9
investment,
wage
government,
non-wage
government),
GDP, CPIbased real
effective
exchange rate
3
Government
Spending and Real
Exchange Rate
Case of Albania
Cakrani,
Resulaj,
Kabello
(2013)
Nilai tukar riil,
pengeluaran
pemerintah,
trade openness,
foreign direct
investment,
remittences,
GDP riil
perkapita
Metode
kointegrasi,
ADF
Komposisi pengeluaran
pemerintah juga sangat
menentukan,
pengeluaran pada
investasi publik
memiliki pengaruh
paling signifikan
terhadap apresiasi nilai
tukar. Berbeda dengan
Negara yang
menggunakan sistem
floating-currency,
ekspansi fiskal
berkorelasi positif
dengan depresiasi riil
nilai tukar.
Perbedaan: metode
digunakan, lokasi dan
periode penelitian.
Pengeluaran pemerintah
berkorelasi dengan
overvaluation nilai
tukar mata uang
Albania
Persamaan: beberapa
variabel yang
digunakan, serta samasama menganalisis satu
negara.
Perbedaan: metode
pendekatan yang
digunakan, serta lokasi
penelitian.
10
4
5
Fiskal Policy and
The Real
Exchange Rate
Government
Purchases and the
Real Exchange
Rate
Chatterjee
dan
Mursagulov
(2012)
Kollmann
(2010)
Government
spending, real
exchange rate,
public
investment,
consumption,
Government
purchases, real
exchange rate,
international
risk sharing
Intertemporal
relationship
Structural
Vector Auto
Regression
(SVAR)
Efek dari pengeluaran
pemerintah terhadap
nilai tukar riil
tergantung pada
komposisi dari
pengeluaran publik,
landasan kebijakan
keuangan, intensitas
modal swasta dalam
produksi, dan
produktivitas relatif dari
infrastruktur publik
Persamaan: topik
penelitian tentang
pengaruh kebijakan
fiskal terhadap nilai
tukar riil, serta
penggunaan variabel
dalam penelitian.
Peningkatan belanja
pemerintah akan
menyebabkan
depresiasi pada kurs riil
(given country)
Persamaan: topik
penelitian pengaruh
pengeluaran
pemerintah terhadap
nilai tukar riil.
Perbedaan: model
pendekatan yang
digunakan serta lokasi
dan periode penelitian.
Perbedaan: metode dan
variabel yang
digunakan, serta
periode dan lokasi
penelitian.
6
Government
Spending and The
Real Exchange
Rate: a cross-
Caputo dan
Fuentes
(2010)
CPI, nominal
exchange rate,
GDP, net
foreign assets
DOLS, ECM
Perubahan pada belanja
pemerintah untuk
barang jadi dan
investasi publik
Persamaan: metode
penelitian ECM.
Perbedaan: beberapa
11
country
perspective
to GDP, G-c to
GDP, G-t to
GDP, G-I,
terms of trade
mengapresiasi RER
secara signifikan
(elastisitas jangka
panjang mendekati
satu), sementara
transfer untuk sektor
swasta tidak
memberikan dampak
terhadap RER.
variabel serta lokasi
dan periode penelitian.
Adanya perbedaan efek
posisi dari net external
assets dalam RER
untuk negara maju dan
negara berkembang.
Penyesuaian RER lebih
cepat terjadi pada rezim
kebijakan kurs
mengambang daripada
kurs tetap.
7
Fiscal Policy and
International
Competitiveness:
Evidence from
Ireland
Galstyan dan
Lane (2009)
Konsumsi
pemerintah,
investasi
pemerintah,
trade balace,
TOT, GDP per
kapita,
ARDL
specification
Komposisi dari
pengeluaran pemerintah
berpengaruh terhadap
daya saing eksternal.
Peningkatan konsumsi
pemerintah berkorelasi
Persamaan: beberapa
variabel yang
digunakan.
Perbedaan: topik
penelitian yang
diangkat.
12
diferensiasi
produksi, dan
nilai tukar riil
dengan apresiasi nilai
tukar riil jangka
panjang dan
peningkatan pada
investasi publik jangka
panjang berkorelasi
dengan depresiasi nilai
tukar riil
13
Download