II. TINJAUAN PUSTAKA A. ROSELA Tanaman

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. ROSELA
Tanaman rosela memiliki batang yang tegak dan sebagian besar
bercabang. Tinggi batangnya mencapai 3,5 meter dengan warna hijau gelap
sampai merah. Daunnya menjari dengan pinggir bergerigi. Panjang daun 7,512,5 cm. Bunganya muncul di ketiak daun dengan warna merah hingga kuning
dan gelap pada bagian tengahnya. Mahkota bunganya berbentuk corong yang
tersusun dari lima helai daun mahkota dan 8-12 kelopak tambahan (epikaliks)
(Morton, 1987). Cocok tumbuh di iklim tropis dengan curah hujan 1.500-2.000
mm per tahun dan ketinggian 600 m di atas permukaan laut (Duke, 1983).
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Tanaman rosela (Anonim, 2008);
(b) kelopak bunga rosela kering (Morton, 1987)
Kaliks mengandung 6,7% protein per berat basah dan 7,9% per berat
kering (Duke, 1983). Menurut DEP.KES.RI.No.SPP.1065/35.15/05, setiap 100
gram rosela mengandung 260-280 mg vitamin C, vitamin D, B1 dan B2.
Kandungan lainya adalah kalsium 486 mg, omega 3, magnesium, beta karoten
serta asam amino esensial seperti lysine dan agrinine (Kustyawati dan Sulastri,
2008). Karkade (kelopak bunga kering tanpa biji) mengandung 13% campuran
asam sitrat dan asam malat, dua antosianin yaitu gossipetin (hydroxyflavone)
dan hibiscin, dan 0,004–0,005% asam askorbat. Hibiscin merupakan pigmen
utama yang terdapat di dalam kelopak bunga dan telah diidentifikasi dengan
nama daphniphylline (Duke, 1983).
Kelopak bunga rosela juga mengandung alkaloid, anisaldehide, ßkaroten, ß-sitosterol, asam sitrat, cyanidin-3-rutinoside, delphinidin, galaktosa,
mukopolisakarida, pektin, asam protocatechuic, polisakarida, quercetin, asam
stearat, dan lilin (Hirunpanich et al., 2005). Asam sitrat dan asam malat
menambah rasa asam yang menyegarkan ketika diseduh. Bunga kering
mengandung 15,3% asam hibiscic (C6H6O7) (Duke, 1983).
Tsai et al. (2002) telah mengadakan riset untuk membuktikan kapasitas
antioksidan dari bunga ini. Penelitian dilakukan dengan mengekstrak rosela
dalam larutan alkohol dan mereaksikannya dengan senyawa radikal bebas.
Hasil pengujian membuktikan bahwa rosela mengandung berbagai komponen
fenolik yang dapat mengurangi radikal bebas yang digunakan dalam pengujian.
Komponen tersebut adalah Delphinidin 3-Sambusioda, Cyanidin 3-Sambusioda
dan komponen fenolik lainnya. Dua yang pertama disebutkan merupakan
golongan pigmen antosianin yang berperan memberikan warna merah pada
hasil ekstraksi.
Tanaman dari keluarga Malvaceae ini juga mempunyai manfaat untuk
menghasilkan berbagai jenis obat-obatan kesehatan. Kelopak bunga rosela
dapat diambil sebagai bahan minuman segar berupa sirup dan teh, selai dan
minuman, terutama dari tanaman yang berkelopak bunga tebal (juicy) (Media
group, 2006). Produksi kelopak bunga rosela kering per tanaman adalah 1,3 kg
di California, 1,8 kg di Puerto Rico, dan 7,25 di Florida bagian selatan
(Morton, 1987). Rasio pengeringan adalah 10:1,1. Artinya, setiap 100 kg
kelopak segar dihasilkan 11 kg kelopak kering (McCaleb, 1987).
B. KARAKTERISTIK BAHAN PANGAN KERING
Pengeringan adalah operasi kompleks yang melibatkan transfer panas
dan massa sepanjang laju proses, seperti perpindahan fisika dan kimia yang
dapat menyebabkan perubahan kualitas produk. Komponen penting yang
menjadi penilaian konsumen pada produk makanan kering adalah keamanan
pangan, aroma, tekstur, warna, menyehatkan, dan umur simpan. Komponen
tersebut tidak lepas dari komposisi makanan, proses pembuatan, pengemasan,
dan penyimpanan. Rendahnya Aw dengan berkurangnya kadar air bahan dapat
memperpanjang umur simpan produk makanan kering. Seperti halnya proses,
peningkatan umur simpan hampir selalu memberikan dampak pada komposisi
makanan. Komposisi makanan yang mengalami perubahan dengan adanya
pengeringan adalah protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin. Sebagai contoh,
oksidasi asam askorbat akan merusak vitamin C bahan (ASEAN SCNCER,
2003).
Tabel 1. Efek beberapa proses pada produk makanan
Proses
Perlakuan panas tinggi
Efek
Inaktivasi
enzim,
merusak
mikroorganisme,
browning, mengubah aroma dan tekstur
Pengeringan
Menurunkan Aw dan memperlambat pertumbuhan
mikroba, khamir, dan kapang, menghasilkan
penurunan laju reaksi kimia dan enzimatis,
umumnya stabil pada Aw rendah, reaksi oksidatif
pada Aw yang sangat rendah, dan mudah rusak
pada Aw yang tinggi
Pengemasan
Pengemasan yang tidak tepat dapat meneruskan
oksigen ke bahan sehingga menyebabkan aroma
yang tidak dikehendaki; transfer uap air ke dalam
makanan yang dikemas menyebabkan lengket
pada bubuk kering, dan meningkatkan laju reaksi
kimia.
Sumber : ASEAN SCNCER (2003)
Selama pengeringan, bahan pangan kehilangan kadar air yang
menyebabkan naiknya kadar zat gizi di dalam massa yang tertinggal. Jumlah
protein, lemak, dan karbohidrat yang ada per satuan berat di dalam bahan
pangan kering lebih besar daripada dalam bahan pangan segar. Pengeringan
bahan pangan akan mengubah sifat-sifat fisis dan kemisnya serta diduga dapat
mengubah kemampuannya memantulkan, menyebarkan, menyerap, dan
meneruskan sinar sehingga mengubah warna bahan pangan (Desrosier, 1988).
C. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN
Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek
yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau
meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat
melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik.
Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh
pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air, dan cahaya
(cahaya tampak, infra merah atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu
menahan mikroorganisme (patogen dan agen pembusuk), serangga, hewan
pengerat, dan hewan lainnya. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya
mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian
(Marsh dan Bugusu, 2007).
Kertas banyak digunakan sebagai bahan pengemas karena harganya
murah, mudah tesedia, dan serbaguna (Harris dan Karmas, 1989). Penyusun
utama kertas adalah serat-serat selulosa. Kertas kraft dibuat dari pulp sulfat dari
kayu lunak (misalnya spruce). Kekuatan kertas akan meningkat dengan
meningkatnya berat dan tebal kertas. Kertas kraft memiliki karakteristik kuat,
berwarna coklat, dapat diwarnai atau diputihkan, bukan penghalang yang baik
bagi uap air. Kertas mudah dicetak untuk kepentingan identifikasi isi maupun
informasi atau perintah lain yang diperlukan (Paine, 1977).
Plastik propilen tidak mudah sobek atau retak. Sifat utama polipropilen
adalah ringan (densitas 900 kg/m3), permeabilitas uap air rendah dan
permeabilitas gas sedang sehingga tidak baik untuk makanan yang peka
terhadap oksigen, tembus pandang dan jernih sehingga mudah dicetak
(printing). Polipropilen dibuat dengan polimerisasi katalik monomer propilen
dibawah tekanan dan panas (Robertson, 1993).
n
Gambar 2. Struktur umum polipropilen (Brown, 1991)
Adanya kesadaran mengenai daya tahan berbagai komoditas pertanian
menuntut kesadaran akan perlunya penyimpanan. Penyimpanan bahan pangan
berfungsi lebih luas lagi yaitu sebagai pengendali persediaan makanan (Syarief
dan Halid, 1991).
Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu
makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai
senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan
penurunan mutu makanan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu
diperhitungkan (Syarief dan Halid, 1991).
Stabilitas warna sangat bervariasi di antara produk yang berbeda-beda
pada suhu penyimpanan yang berbeda. Perubahan warna memucat nyata terjadi
pada suhu 0˚F atau -20˚F. Tidak ada perubahan yang nyata pada setiap produk
pada suhu 32˚F, sedangkan pada suhu 47˚F menghasilkan perubahan yang
signifikan terutama pada bahan yang kurang mantap. Pada suhu 70˚F dan
100˚F produk cenderung menjadi lebih gelap dan coklat dan/atau pucat layu
(Desrosier, 1988).
D. PENDUGAAN UMUR SIMPAN
Umur simpan adalah selang waktu sejak barang diproduksi hingga
produk tersebut tidak layak diterima atau telah kehilangan sifat khususnya.
Umur simpan dapat didefinisikan juga sebagai waktu yang dibutuhkan oleh
suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika ditinjau dari segi
keamanan, nutrisi, sifat fisik, dan organoleptik, setelah disimpan dalam kondisi
yang direkomendasikan (Anonim, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah :
a. Jenis dan karakteristik produk pangan
• Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding
produk segar
• Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami ketengikan,
sedangkan produk yang mengandung protein dan gula berpotensi
mengalami reaksi Maillard (warna coklat)
b. Jenis dan karakteristik bahan kemasan
• Permeabilitas bahan kemasan terhadap kondisi lingkungan (uap air,
cahaya, aroma, oksigen)
c. Kondisi lingkungan
• Intensitas sinar (UV) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi
warna
• Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi
(Anonim, 2009).
Proses perkiraan umur simpan menurut Hine (1978), sangat tergantung
pada tersedianya data mengenai :
a. Mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas
b. Unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi
laju penurunan mutu produk
c. Mutu produk dalam kemasan
d. Bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan
e. Mutu produk pada saat dikemas
f. Mutu minuman dari produk yang masih dapat diterima
g. Variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan
h. Resiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang
mempengaruhi kebutuhan kemasan
i. Sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur
luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk.
Peramalan umur simpan biasa dilakukan sebelum pengeluaran produk
baru atau pada saat formulasi ulang. Umur simpan dapat diramalkan
menggunakan 5 pendekatan, yaitu :
a. Literature Value, umur simpan suatu produk mengacu pada umur simpan
produk sejenis yang telah diketahui sebelumnya. Pendekatan ini belum tentu
akurat karena kemungkinan terjadi perbedaan kemasan atau proses
pengolahan.
b. Distribution Turn Over, umur simpan produk mengacu pada waktu
distribusi sebagai perkiraan. Data yang dibutuhkan adalah data umur simpan
produk sejenis, jalur distribusi, lama distribusi, lama penyimpanan di tingkat
konsumen.
c. Distribution Abuse Test, pendekatan ini digunakan jika produk sudah
beredar di pasaran. Produk di pasaran dikumpulkan, kemudian disimpan di
laboratorium pada kondisi yang mirip dengan kondisi penyimpanan di
konsumen hingga diketahui umur simpannya.
d. Consumer Complaints, keluhan dari konsumen digunakan sebagai
pertimbangan untuk menentukan umur simpan produk.
e. Accelerated Shelf Life Test (ASLT), pendekatan ini paling banyak
digunakan oleh industri pangan karena dapat memberikan gambaran tentang
kerusakan produk secara cepat. ASLT menggunakan suhu akselerasi untuk
mempercepat kerusakan produk.
Tabel 2. Suhu penyimpanan ASLT
Jenis Produk
Makanan dalam kaleng
Suhu Penyimpanan (°C)
25, 30, 35, 40
Produk kering
25, 30, 35, 40, 45
Produk dingin
5, 10, 15, 20
Produk beku
-5, -10, -15
Sumber : Labuza dan Schmild (1985).
Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur
simpan, maka biasanya semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi untuk
penggunaan model Arhennius ini misalnya adalah :
a. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja
b. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu
c. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi sebelumnya
d. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap
Dalam kinetika perubahan mutu pangan, umumnya dilakukan
penyederhanaan reaksi-reaksi yang kompleks menjadi reaksi sederhana dengan
orde reaksi kenol atau kesatu. Model perubahan mutu pangan dan orde reaksi
perubahannya dapat dianalisis dengan berbagai metode, diantaranya dengan
integrasi yang dilanjutkan dengan analisis model atau fungsi dugaannya.
Pengujian atas ketepatan model atau fungsi dugaan dapat dilihat dari koefisien
determinasi (r2).
Persamaan Arhennius :
K
E /RT
Ko
K
= konstanta kecepatan reaksi
Ko
= konstanta pre-eksponensial
Ea
= energi aktivasi (kal/mol)
R
= konstanta gas = 1,986 (kal/mol)
T
= suhu mutlak (K)
Persamaan di atas diubah menjadi :
ln K
ln Ko
E
R
. 1/T
Berdasarkan laju perubahan mutu di atas dapat dilakukan pendugaan umur
simpan (Syarief dan Halid, 1991).
Download